LAPORAN MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua
kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti
suka/cinta atau kasih sayang; hemofilia berarti penyakit suka
berdarah. Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter
yang diturunkan secara X-linked resesif. Gangguan terjadi pada
jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, di mana terjadi
defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau
IX (hemofilia B). Biasanya bermanifestasi pada anak laki-laki
namun, walaupun jarang, hemofilia pada wanita juga telah
dilaporkan. Wanita umumnya bertindak sebagai karier hemofilia.Pada
keadaan normal bila seseorang mengalami suatu trauma atau luka pada
pembuluh darah besar atau pembuluh darah halus/kapiler yang ada
pada jaringan lunak maka sistem pembekuan darah/koagulation cascade
akan berkerja dengan mengaktifkan seluruh faktor koagulasi secara
beruntun sehingga akhirnya terbentuk gumpalan darah berupa
benang-benang fibrin yang kuat dan akan menutup luka atau
perdarahan, proses ini berlangsung tanpa pernah disadari oleh
manusia itu sendiri dan ini berlangsung selama hidup manusia.
Sebaliknya pada penderita hemofilia akibat terjadinya kekurangan F
VIII dan F IX akan menyebabkan pembentukan bekuan darah memerlukan
waktu yang cukup lama dan sering bekuan darah yang terbentuk
tersebut mempunyai sifat yang kurang baik, lembek, dan lunak
sehingga tidak efektif menyumbat pembuluh darah yang mengalami
trauma, hal ini dikenal sebagai prinsip dasar hemostasis.Darah pada
seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya
secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita
hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia
akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan
darahnya.Manifestasi klinik hemofilia A dan B sama yaitu berupa
perdarahan yang dapat terjadi setelah trauma maupun spontan.
Perdarahan setelah trauma bersifat delayed bleeding, karena
timbulnya perdarahan terlambat. Jadi mula-mula luka dapat ditutup
oleh sumbat trombosit, tetapi karena defisiensi F VIII atau IX maka
pembentukan fibrin terganggu sehingga timbul perdarahan. Gambaran
yang khas adalah hematoma dan hemartrosis atau perdarahan dalam
rongga sendi. Perdarahan yang berulang-ulang pada rongga sendi
dapat mengakibatkan cacat yang menetap dan perdarahan pada organ
tubuh yang penting seperti otak dapat membahayakan jiwa. Beratnya
penyakit tergantung aktivitas F VIII dan IX. Hemofilia berat jika
aktivitas F VIII atau F IX kurang dari 1%, hemofilia sedang jika
aktivitasnya 1-5% dan hemofilia ringan jika aktivitasnya
5-25%.Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan
di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan,
atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah
melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian,
seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para
penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan
terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada
otak.Jumlah penderita hemofila di seluruh dunia diperkirakan
mencapai 400.000 orang. Sekitar 20.000 terdapat di Indonesia.
Hemofilia A lebih umum terjadi bila dibandingkan hemofilia B, yaitu
sebanyak 80-85% dari seluruh kejadian hemofilia.Gejala penyakit ini
adalah pendarahan pada sendi, otot dan organ. Setelah mengalami
pendarahan pasien akan mengalami fase akut kemudian fase kronik.
Seseorang yang mengalami pendarahan akan mengalami gangguan fungsi
gerak yang mengakibatkan aktivitas sehari-harinya terganggu,
sehingga produktivitas dan kualitas hidupnya menurun. Disebutkan
bahwa lutut dan siku paling banyak mengalami pendarahan karena
sering dipaksa kerja. Cara penanganan dari setiap fase berbeda-beda
dari mulai yang sederhana, yaitu istirahat yang cukup lama dengan
posisi tertentu, melakukan terapi, hingga melakukan
rekreasi/olahraga.1.2 Tujuan
Mengetahui dan memahami konsep Hemofilia
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Hemofilia
1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini. Diharapkan dapat memberikan manfaat,
yakni:
Untuk penulis dan pembaca
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama
pendidikan dan informasi atau wawasan mengenai asuhan keperawatan
Hemofilia
Untuk pihak lain
Sebagai sumber data dan acuan dalam melaksanakan
penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Hemofilia
Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah congenital yang
disebabkan karena kekurangan factor pembekuan darah, yakni factor
VII dan factor IX. Factor tersebut merupakan protein plasma yang
merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh pembekuan darah
khususnya dalam pembekntukan bekuan fibrin padah daerah trauma.
Istilah hemofilia mengacu kepada sekelompok gangguan perdarahan
karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk
koagulasi darah. Walaupun terdapat gejala serupa tanpa dipengaruhi
faktor pembekuan mana yang mengalami defisiensi, identifikasi
defisiensi faktor pembekuan darah yang spesifik memungkinkan terapi
definitif dengan agens pengganti.
Pada sekitar 80% kasus hemofilia, pola pewarisannya terlihat
sebagai resesif terkait-X (X-linked recessive). Dua bentuk gangguan
yang paling sering dijumpai adalah defisiensi faktor VIII
(hemofilia A, atau hemofilia klasik) dan defisiensi faktor IX
(hemofilia B, atau penyakit christmas). Penyakit von willebrand
(von willebrand disease, vWD) merupakan gangguan perdarahan
herediter yang ditandai oleh defisiensi, abnormalitas atau tidak
adanya protein yang dinamkan faktor von willwbrabd (vWD) dan
defisiensi faktor VIII. Berbeda dengan hemofilia, vWD dapat terjadi
pada pria maupun wanita. Pembahasan berikut ini terutama berkaitan
dengan defisiensi faktor VIII, yang menyebabkan sekitar 75%
kasus.
Etiologi Hemofilia
Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada salah satu gen yang
bertanggung jawab terhadap produksi faktor pembekuan darah VIII
atau XI. Gen tersebut berlokasi di kromosom X.
Laki-laki yang memiliki kelainan genetika di kromosom X-nya akan
menderita hemofilia. Perempuan harus memiliki kelainan genetika di
kedua kromosom X-nya untuk dapat menjadi hemofilia (sangat jarang).
Wanita menjadi karier hemofilia jika mempunyai kelainan genetika
pada salah satu kromosom X, yang kemudian dapat diturunkan kepada
anak-anaknya..
Gambar 3. Pola penurunan pada Hemofilia Gambar 4. Pola penurunan
pada Hemofilia
Klasifikasi Hemofilia
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau
aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma. Pada
hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat trauma
ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia sedang,
perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat; sedangkan
hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani
trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris
dan jatuh terbentur (sendi lutut, siku, dll).Hemofilia AHemofilia A
(hemofilia klasik, hemofilia faktor VIII) adalah defisiensi faktor
pembekuan herediter yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya
adalah sekitar 30-100 tiap sejuta populasi. Pewarisannya berkaitan
dengan jenis kelamin, tetapi hingga 33% pasien tidak mempunyai
riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi spontan. Hemofilia
A (hemofilia klasik, hemofilia defisiensi faktor VIII) merupakan
kelainan yang diturunkan di mana terjadi perdarahan akibat
defisiensi faktor koagulasi VIII. Pada kebanyakan kasus, protein
koagulan faktor VIII (VIII:C) secara kuantitas berkurang, tapi pada
sejumlah kecil kasus protein koagulan terdapat pada pemeriksaan
imunoassay namun fungsinya terganggu.
Gen faktor VIII terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom
X (regio Xq2.6).
Hemofilia BHemofilia B (penyakit Christmas, hemofilia faktor IX)
merupakan penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan akibat
berkurangnya faktor koagulasi IX. Faktor IX dikode oleh gen yang
terletak dekat gen untuk faktor VIII dekat ujung lengan panjang
kromosom X.
Kebanyakan kasus jumlah faktor IX berkurang secara kuantitatif,
namun pada sepertiga kasus terdapat fungsi yang abnormal dari
faktor IX melalui pemeriksaan imunoassay. Jumlah kasus hemofilia
defisiensi faktor IX adalah sebanyak sepertujuh dari jumlah kasus
hemofilia defisiensi faktor VIII; namun dilihat secara klinis dan
pola penurunannya identik.
PTT memanjang dan kadar faktor IX menurun jika dilakukan
pengukuran dengan tes yang spesifik. Temuan laboratorium lainnya
sama dengan hemofilia defisiensi faktor VIII.
Manifestasi Klinis HemofiliaManifestasi klinis hemofilia
Perdarahan berkepanjangan pada setiap tempat dari atau di dalam
tubuh
Perdarahan akibat trauma tanggalnya gigi susu, sirkumsisi, luka
tersayat, epistaksis, injeksi
Memar yang berlebihan bahkan akibat cedera ringan seperti
terjatuh
Perdarahan subkutan dan intramuscular.
Hemartrosis (perdarahan kedalam rongga sendi), khususnya sendi
lutut, pergelangan kaki, dan siku
Hematoma nyeri, pembengkakan, dan gerakan terbatas
Hematuria spontan
(Wong, 2008)
Komplikasi Hemofilia
Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B adalah
:Timbulnya inhibitor. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan
tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda
asing dan menghancurkannya.Kerusakan sendi akibat perdarahan
berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh
perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan
yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat
(hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat
dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa
tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin
besar kerusakan.Infeksi yang ditularkan oleh darah seperti HIV,
hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui konsentrat
faktor pada waktu sebelumnya.Komplikasi yang sering ditemukan
adalah artropati hemofilia, yaitu penimbunan darah intra artikular
yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi
secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya
fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga
dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses peradangan
jaringan sinovial yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering
mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan
siku.Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering
ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan
faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai
dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi,
apendektomi, operasi intraabdomen/intratorakal). Sedangkan
perdarahan akibat trauma sehari-hari yang tersering berupa
hemartrosis, perdarahan intramuskular dan hematom. Perdarahan
intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi berakibat
fatal.Patofisiologi Hemofilia
Defek dasar pada hemofilia A adalah defisiensi faktor VIII
(faktor antihemofilik [AHF]). AHF diproduksi oleh hati dan sangat
diperlikan untuk pembentukan tromboplastin dan fase 1 koagulasi
darah. Semakin sedikit AHF yang ditemukan alam darah, semakin berat
berat penyakit. Pasien hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang
diperlukan untuk koagulasi, yaitu: pengaruh vaskular dan trombosit.
Oleh karena itu, pasien dapat mengalami perdarahan dalam jangka
waktu lebih lama tetapi tidak dengan laju yang lebih
cepat.Perdarahan kedalam jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi
perdarahan ke dalam rongga sendi dan otot merupakan tipe perdarahan
internal yang paling sering ditemukan. Perubahan tulang dan
deformitas yang menimbulkan cacat fisik terjasi sesudah pasien
mengalami episode perdarahan yang berulang selama beberapa tahun.
Perdarahan dalam leher, mulut atau toraks merupakan keadaan yang
serius karena jalan napas dapat terobstruksi. Perdarahan
intrakranial dapat berakibat fatal dan merupakan salah satu
penyebab kematian. Perdarahan di sepanjang saluran GI dapat
menimbulkan anemia, dan perdarahan ke dalam rongga retroperitoneum
(dibelakang peritoneum) merupakan keadaan yang sangat berbahaya
karena darah dapat berkumpul di dalam rongga yang luas tersebut.
Hematoma pada medula spinalis dapat menyebabkan paralisis. (wong,
2008)Pemeriksaan Diagnostik Hemofilia
Perdarahan yang jelas dan berlangsung lama mudah terlihat;
perdarahan kedalam jaringan lebih sedikit terlihat. Biasanya
diagnosis dibuat berdasarkan riwayat episode perdarahan, bukti
adanya pewarisan genetik terkait-kromosom X (hanya sepertiga kasus
yang merupakan mutasi baru), dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Tes yang spesifik untuk plasma pasien hemofilia bergantung pada
faktor-faktor spesifik terjadinya reaksi, seperti waktu parsial
tromboplastin (partial thromboplastin time, PTT). Penentuan
defisiensi faktor yang spesifik memerlukan prosedur assay yang
biasanya dilakukan dalam laboratorium khusus.deteksi karier pada
penyakit hemofilia klasik dimungkinkan dengan menggunakan tes DNA
dan merupakan pertimbangan penting dalam keluarga yang anak
perempuannya mungkin telah mewarisi sifat pembawa tersebut. (Wong,
2008)Penatalaksanaan Hemofilia
Terapi primer pada penyakit hemofilia adalah penggantian faktor
pembekuan yang hilang. Prosuk yang kini tersedia meliputi
konsentret faktor VIII dari plasma darah yang dikumpulkan atau
preparat rekombinannya yang dibuat lewat rekayasa genetik, untuk
disusun kembali dengan air steril sesaat sebelum digunakan , dan
DDAVP (1-deamino-8-D-arginine vasopressin). Suatu bentuk vasopresin
sintetik yang merupakan terapi pilihan pada penyakit hemofilia
ringan dan penyakit von willibrand (kecuali tipe IIB dan III) jika
anak memperlihatkan respons yang tepat terhadap pemberian preparat
ini. Terapi yang agresif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecacatan kronis akibat perdarahan sendi.Obat-obat lain dapat
diikutsertakan dalam rancanagan terapi dan hal ini bergantung pada
sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan pada kasus
hematuria, hemartrosis akut dan sinovitis kronis. Obat
anti-inplamasi non steroid (NSAID), seperti ibuprofen, merupkan
preparat yang efektif untuk meredakan nyeri akibat sinovitis;
namun, NSAID harus diberikan dengan hati0hati karena akan
menghambat fungsi trombosit (Dragone dan Karp 1996; Hilgarther dan
Corrigan, 1995). Pemberian preparat asam epsilon-aminokaproat
(Amicar) per oral atau lokalakan mencengah penghancuran bekuan
darah, namun, pemberian preparat ini terbatas hanya paada
pembedahan mulut atau trauma, dan sebelumnya harus diberikan
preparat konsentrat faktor pembekuan.Program latihan yang teratur
dan fisioterafi merupakan asfek penatalaksanaan penting pada
penyakit hemofilia. Aktifitas fisik dalam batas wajar akan
menperkuat otot-otot di sekitar sendi dan dapat mengurangi sejumlah
episode perdarahan spontan.Terapi yang dilakukan dengan segera akan
menghasilkan kesembuhan yang lebih cepat dan penurunan kecendrungan
komplikasi; oleh karena itu, sebagian besar anak yang memderita
heofilia menjalani terapi di rumah. Keluarga dapat diajarkan teknik
melakukan penyuntikan IV dan memberikan ADF kepada anak yang
berusia 2 hingga 3 tahun. Anak dapat menpelajari prosedur pemberian
obat sendiri ketika berusia 8 hingga 12 tahun. Terapi yang
dilaksanakan di rumah memilki angka keberhasilan cukup tinggi,
selain dapat dilakukan segera , keuntungan lainnya adalah kehidupan
keluarga tidak begitu terganggu, absen dari sekolah atau tempat
kerja lebih sedikit, dan rasa percaya diri dan kemandirian anak
meningkat.Terapi profilaksis primer padaa pasien hemofilia telah
dipraktikkan selama bertahun-tahun di negara-negara eropa ( Nillson
dkk, 1994; van den berg dkk, 1994) dan terbukti sangan efektif
untuk mencengah atrofi.profilaksis primer meliputi pemberian
konsentrat faktor VIII per IV secara teratur sebelum terjadi awitan
kerusakan sendi. Pada tahun 1994, the Medical and Scientific
Advisory Council (MASAC) of the National Haemophilia Foundation
merekomendasikan bahwa rtindakan profilaksis dianggap sebagai
bentuk terapi yang optimal bagi anak-anak yang menderita hemofilia
berat (MASAC, 1994). Profilaksis sekunder meliputi pemberian
konsentrat faktor VIII per IV secara teratur sesudah anak mengalami
perdarahan sendi yang pertama. Pemberian infus ini dilakukan tiga
kali dalam seminggu. Terpi sulih (pengganti) faktor pembekuan yang
dilakukan secara agresif (atau peningkatan episode perawatan)
merupakan tindakan alternatif yang efektif dari segi biaya nya jika
dibandingkan dengan terapi profilaksis primer. Tindakan ini
meliputi pemberian infus konsentrat faktor VIII dengan dosis tinggi
jika terjadi perdarahan sendi; diikuti dengan pemberian konsentrat
faktor VIII dengan dosis yang lebih standar selama 2 hari (Cross
dan Koerper, 1997)Progonsis . walaupuun tidak ada terapi
penyembuhan untuk kasus hemofilia, namun gejalanya bisa
dikendalikan dengan deformitas yang berpotensi menimbulkan cacat
banyak pasien hemofilia yang mengalami kerusakan sendi. Anak-anak
ini merupakan anak-anak normal yang memiliki harapan hidup
rata-rata dalam setiap aspek seperti anaka lain kecuali satu hal:
mereka cenderung mengalami perdarahan, yang menjadi gangguan
/masalah signifikan terapi tidak selalu mengancam nyawa.Sayangnya
pasien hemofilia yang mendapat terapi sebelumnya adanya teknik
konsentrat faktor VIII (diantara tahun1979 dan 1985) mungkin
terkena virus HIV. Diperkirakan lebih dari 50% pasien ini mengalami
serokonversi yang berstatus HIV- positif, sementar 30% lainnya
menderita penyakit AIDS (Hilgarter dan Corrigan, 1995) ketikan
pasien ini sudah aktif dalam hubungan seksual, masalah penuran HIV
melalui hubungan seks menjadi hal sangat penting. Para remaja harus
memiliki pengetahuan tentang prilaku seksual yang aman. Pasien
hemofilia ynag didiagnosis dan diterapi dengan konsentrat faktor
pembekuan sesudah tahun 1985 pada hakikatnya tidak menghadapi
risiko tertular HIV dari pengobatannya. Baru-baru ini, teknik
pembuatan konsentrat faktor pembekuan juga telah sangat mengurangi
risiko penularan hepatitis.Terapi gen terbukti menjadi sebuah
pilihan terapi di masa depan. Terapi ini meliputi tindakan
memasukkan kopi gen faktor VIII normal ke dalam tubuh pasien yang
kopi gennya cacat (Cross dan Koerper, 1997) . (Wong, 2008)Jenis
Transfusi darah pada Pasien Hemofilia
PlasmaPlasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari
sirkulasi darah (hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein
yang terbuang seperti albumin pada nephrotic syndrom dan cirhosis
hepatis, menggantikan dan memperbaiki jumlah faktor-faktor tertentu
dari plasma seperti globulin. Macam sediaan plasma adalah:
Plasma cair. Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood
pada pembuatan packed red cell.
Plasma kering (lyoplylized plasma). Diperoleh dengan
mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3 tahun).
Fresh Frozen Plasma. Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari
darah segar dan langsung dibekukan pada suhu -60C. Pemakaian yang
paling baik untuk menghentikan perdarahan (hemostasis).
Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan, dengan
volume 150-220 ml. Suhu simpan -18C atau lebih rendah dengan lama
simpan 1 tahun. Berguna untuk meningkatkan faktor pembekuan bila
faktor pembekuan pekat/kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan
dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Fresh frozen plasma (FFP)
mengandung semua protein plasma (faktor pembekuan), terutama faktor
V dan VII. FFP biasa diberikan setelah transfusi darah masif,
setelah terapi warfarin dan koagulopati pada penyakit hepar. Setiap
unit FFP biasanya dapat menaikan masing-masing kadar faktor
pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRC, saat
hendak diberikan pada pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu
sesuai suhu tubuh.
Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam
jumlah besar diperlukan koreksi adanya hypokalsemia, karena asam
sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Perlu dilakukan pencocokan
golongan darah ABO dan system Rh. Efek samping berupa urtikaria,
menggigil, demam, hipervolemia.
Indikasi :
Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)
Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat
perdarahan yang mengancam nyawa.
Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal
setelah transfusi massif
Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor
pembekuan
Cryopresipitate
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII,
faktor pembekuan XIII, faktor Von Willbrand, fibrinogen.
Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena kurangnya
faktor VIII di dalam darah penderita hemofili A.
Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung,
tidak melalui tetesan infus, pemberian segera setelah komponen
mencair, sebab komponen ini tidak tahan pada suhu kamar. (2)
Suhu simpan -18C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun,
ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping
berupa demam, alergi. Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit
faktor VIII, 150-200 mg fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor
XIII.
Indikasi :
Hemophilia A
Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
Penyakit von wilebrand
Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :
Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen
dipisahkan dari plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian
diencerkan sampai menjadi cairan 5% atau 20% 100 ml albumin 20%
mempunyai tekanan osmotik sama dengan 400 ml plasma biasa.
Rumus Kebutuhan Albumin
Darah lengkap (whole blood)
Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah
lengkap juga mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan
labil (V, VIII). Volume darah sesuai kantong darah yang dipakai
yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Dapat bertahan dalam suhu
42C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah eritrosit dan
plasma secara bersamaan. Hb meningkat 0,90,12 g/dl dan Ht meningkat
3-4 % post transfusi 450 ml darah lengkap. Tranfusi darah lengkap
hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan
mempertahankan proses pembekuan. Darah lengkap diberikan dengan
golongan ABO dan Rh yang diketahui. Dosis pada pediatrik rata-rata
20 ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk
stabilisasi.
Indikasi :
Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau
luka bakar. Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan
lebih dari 25% dari volume darah total.
Rumus kebutuhan whole blood
Ket :
Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
Hb pasien : Hb pasien saat ini
Darah lengkap ada 3 macam. Yaitu :
Darah Segar
Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah
pengambilan. Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor
pembekuannya masih lengkap termasuk faktor labil (V dan VIII) dan
fungsi eritrosit masih relatif baik. Kerugiannya sulit diperoleh
dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan golongan, reaksi
silang dan transportasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan
resiko penularan penyakit relatif banyak.
Darah Baru
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah
diambil dari donor. Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan
juga dapat terjadi peningkatan kadar kalium, amonia, dan asam
laktat.
Darah Simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari sampai 35 hari.
Keuntungannya mudah tersedia setiap saat, bahaya penularan lues dan
sitomegalovirus hilang. Sedang kerugiaannya ialah faktor pembekuan
terutama faktor V dan VIII sudah habis. Kemampuan transportasi
oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena afinitas Hb
terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke
jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar
kalium, amonia, dan asam laktat tinggi.
Hal yang perlu diperhatikanHemofilia adalah penyakit yang tidak
populer dan tidak mudah didiagnosis. Karena itulah para penderita
hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda
hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini
terkait dengan penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa
harus menjalani perawatan di rumah sakit atau mengalami kecelakaan.
Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh mendapat
suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau
pendarahan.
Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan
pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan
gigi dan khusus, minimal setengah tahun sekali, karena kalau
giginya bermasalah semisalnya harus dicabut, tentunya dapat
menimbulkan perdarahan.
Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat
tubuh agar tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat
mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama
pada kasus hemofilia berat).
Penderita hemofilia harus menghindari penggunaan aspirin karena
dapat meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi
obat-obatan.
Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat
dan untuk kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi
jumlah masa perdarahan. Jadi, siapa bilang penderita hemofilia
tidak dapat beraktifitas dan menjalani hidup layaknya orang
normal.
Dampak Hospitalisasi pada Anak Hemofilia
Dampak Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan
stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi
oleh banyaknya faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter,
dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun lingkungan
keluarga yang mendampingi selama perawatan. Keluarga sering merasa
cemas dengan perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya
perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung
terhadap anak, secara fisiklogis anak akan merasakan perubahan
perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan (Marks,
1998). Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada
proses penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Hal ini telah
dibuktikan oleh Robert Ader (1885) bahwa pasien yang mengalami
kegoncangan jiwa akanmudah terserang penyakit, karena pada kondisi
stress akan terjadi penekanan sistem imun (Subowo, 1992). Pasien
anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan
sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap
perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat proses
penyembuhan.Dampak hospitalisasi yang dialami anak dan keluarga
akan menimbulkan stress dan rasa tidak aman. Jumlah dan efek stress
tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan
penyakit dan pengobatan.
Reaksi di RS sesuai dengan perkembangan anak
Bayi 0-1 th
Bayi: rasa percaya dan pembinaan kasih sayangnya terganggu
6 bulan: sulit memahami perawatan, belum dapat mengungkapkan
yang dirasakan, menunjukkan banyak perubahan.
8 bulan: sudah mengenal ibunya tranger anxiety , penolakan
dengan manifestasi menangis, marah dan gerakan berlebih
Toddler 1-3 th
Komunikasi bahasa belum memadai, sumber stress separatic
anxiety, analytic depression
Respon anak:
Tahap protes (protest)
Tahap putus asa (despair)
Tahap menolak/ denial (detachment)
Usia pra sekolah 3-6 th
Telah dapat menerima perpisahan dengan orang tua, masih butuh
perlindungan orang tua.
Reaksi:
Menolak makan
Menangis pelan
Tetap kooperatif
Usia sekolah 6-12 th
Khawatir akan perpisahan sebaya, takut kehilangan keterampilan,
kesepian.
Anak berusaha: independen dan kooperatif, kehilangan control dan
kekuatan,
RS: peran, tacit mati, kelemahan fisik, kehilangan kegiatan
dalam kelompok.
Usia remaja 12-15 th
Tajut akibat perpisahan dengan sebaya, kehilangan status
hubungan dengan kelompoknya, penyakit cacat fisik ancaman terhadap
identitas diri.
Reaksi anak:
Tidak kooperatif
Menarik diri
Marah/frustasi
Reaksi keluarga terhadap anak yang sakit dirawat di RS
Reaksi orangtua
Reaksi sibling
Peran perawat dalam mengurangi stress akibat hospitalisasi.
Mencegah/ meminimalkan dampak dari perpisahan
Rooming in
Partisipasi orang tua
Membuat ruang perawatan seperti situasi rumah
Membantu anak mempertahankan kontak (relasi)
Mencegah perasaan kehilangan control
Physical restriction
Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa
nyeri
Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi
Membantu perkembangan hubungan orantua-anak
Member kesempatan untuk pendidikan
Meningkatkan self mastery
Member kesempatan untuk sosialisasi
Member support pada anggota keluarga
Member informasi
Melibatkan sibling
Bermain untuk mengurangi stress hospitalisasi:
Tujuan bermain di RS
Dapat mengekspresikan pikiran dan fantasi melalui bermain
Dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal
Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman permainan
yang tepat
Agar anak beradaptasi lebih efektif terhadap stress
Pathway
Asuhan Keperawatan
PengkajianHematologisHemoragi dan perdarahan lamaMemar
superficialSplenomegaliGenitorinariaHematuria
spontanMusculoskeletalTanda dan gejala perdarahan otot profunda
(nyeri, tegang pada area yang terkena, ROM terbatas), dan
peningkatan suhu serta edema pada tempat perdarahan)Tanda dan
gejala hemartrosis (nyeri, ROM terbatas, dan peningkatan suhu,
serta edema pada tempat perdarahan)Meta, telinga, hidung, dan
tenggorokEpistaksisGusi berdarahDiagnosa
Deficit Volume Cairan; Darah berhubungan dengan kehilangan
banyak darah.
Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan
(Hematoma).
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Peningkatan tekanan
antar sendi.
Resiko cidera berhubungan dengan hemoragi
Intervensi
Deficit Volume Cairan; Darah berhubungan dengan kehilangan
banyak darah.
Kriteria Hasil : keseimbangan cairan klien terpenuhi. TD dalam
batas normal, Nadi teraba, Tidak terdapat haus abnormalmembran
mukosa lembab, Intake dan output 24 jam.
IntervensiRasional
Pantau asupan dan haluan cairan setiap jam. Ketika mengukur
asupan cairan, catat cairan per intravena, nutrisi parenteral
total, dan setiap pemberian makanan per oral atau melalui slang
nasogastrik. Tingkatkan pemberian cairan, sesuai program.
Timbang bayi pada waktu yang sama setiap hari, menggunakan skala
yang sama untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat.
Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi (oliguria, kulit kering,
turgor kulit buruk, dan fontanel serta mata cekung).
Pantau tahanan perifer total bayi, tekanan darah, elektrolit,
kadar protein total, albumin, nitrogen urea darah, dan kreatinin
serta hitung dara lengkap (lihat apendika E, nilai temuan
laboratorium normal), sesuai program. Laporkan setiap kelainan
dengan segera.Pamantauan semacam ini memungkinkan evaluasi
keseimbangan cairan bayi dan kebutuhan intervensi lebih lanjut.
Perubahan berat badan dapat mengindikasikan perubahan dalam
keseimbangan cairan bayi.
Tanda dehidrasi mengindekasikan perlunya intervensi segera untuk
mengatasi kekurangan cairan pada anak.
Pemantauan dapat mengevaluasi keseimbangan cairan dan
elektrolit. Keseimbangan yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan
takikardia, bradikardia, aritmia, atau hipotensi. Temuan yang tidak
normal mengindikasikan penolakan atau malfungsi hati.
Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan.
Criteria hasil : anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri yang
ditandai oleh ekspresi wajah rileks, ekspresi rasa nyaman, mampu
tertidur, dan tidak ada kebutuhan obat analgesik.
TINDAKAN/INTERVENSIRASIONAL
Kaji tingkat nyeri anak dengan menggunakan alat pengkajian
nyeri.
Beri obat analgesic (bukan salisilat atau produk mengandung
aspirin), sesuai program.Pengkajian ini member data yang sangat
penting bertujuan untuk menentukan keefektifan intervensi untuk
mengendalikan rasa nyeri, dan untuk memantau status perdarahan anak
karena nyeri yang konsisten atau meningkat, dapat
m,engidentifikasikan perdarahan berlanjut.
Obat analgesic dapat meredakan rasa nyeri (mode kerja obat
bergantung pada obat spesifik yang digunakan). Obat aspirin dan
salisilat lain dapat memperpanjang waktu protromnin dan menghambat
agregasi trombosit.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Peningkatan tekanan
antar sendi.
Criteria hasil : anak mampu beraktifitas tanpa adanya
peningkatan tekanan antar sendi.
TINDAKAN/INTERVENSIRASIONAL
Anjurkan anak untuk melakukan latihan isometric, sesuai
program.
Konsultasi dengan ahli terapi fisik tentang kebutuhan alat-alat
pendukung, misalnya alat penopang dan tentang upaya mengembangkan
program latihan ROM aktif dan pasif.
Kaji kebutuhan anak untuk pengobatan nyeri, sebelum memulai
setiap sesi latihan.Latihan isometric dapat mempertahankan kekuatan
otot dengan cara menegangkan otot-otot tanpa menggerakkan
sendi.
Alat-alat penopang membantu mempertahankan posisi fungsional
dari otot dan sendi, serta mencegah atau mengurangi tingkat
deformitas fifik. Latihan ROM pasif dan aktif meningkatkan tonus
dan kekuatan otot sekitar sendi, serta membantu mencegah atrofi dan
ketidakmampuan otot.
Member obat analgesic sebelum latihan, dapat meningkatkan rasa
nyaman dan kerja sama.
Resiko cidera yang berhubungan dengan Hemoragi
Criteria hasil : anak tidak menderita cedera akibat
hemoragi.
TINDAKAN/INTERVENSIRASIONAL
Beri bantalan pada sisi pengaman tempat tidur jika
dibutuhkan.
Pastikan anak menggunakan setiap peralatan protektif. Juga
pastikan ia menggunakan sikat gigi berbulu lunak untuk membersihkan
giginya.
Ketika mengumpulkan specimen darah, lakukan pengambilan darah di
jari daripadamelalui fungsi vena jika memungkinkan. Ketika
memberikan injeksi, gunakan subkutan, jika memungkinkan. Setelah
itu, beri tekanan pada area tersebut selama sekurang-kurangnya 5
menit.
Setelah setiap episode perdarahan, imobilisasi area perdarahan
dan kompres dengan es.
Inspeksi mainan anak untuk melihat bila ada tepi yang
tajam.Member pengaman tempat tidur mengurangi resiko cidera,
misalnya memar yang mungkin terjadi akibat terantuk tanpa
sengaja.
Mengguankan peralatan protektif membatu mengurangi risiko cedera
akibat jatuh yang rutin dilakuakan. Sikat gigi yang berbulu halus
memiliki kemungkinnan lebih kecil mencederai gusi.
Mengambil darah dengan cara menusuk jari, bukan melalui pungsi
vena, mengurangi risiko kehilangan darah berlebihan.
Tindakan imobilitas dan meninggikan area oerdarahan sampai di
atas tinggi jantung, dapat mengurangi aliran darah ke area
perdarahan dan mencegah keluarnya bekuan darah. Es mempercepat
vasokonstriksi dan mengurangi rasa nyeri,
Mainan bertepi tajam dapat measerasi atau menusuk kulit
anak.
Evaluasi
Selama perawatan di rumah sakit, catatan berikut telah
dibuat:
Keadaan anak dan temuan pengkajian yang dilakukan saat masuk
rumah sakit,
Perubahan status anak
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang relevan
Asupan dan haluaran cairan
Status pertumbuhan dan perkembangan
Asupan nutrisi
Respons anak terhadap terapi
Reaksi anak dan orang tua terhadap penyakit dan
hospitalisasi
Pedoman penyuluhan pasien dan keluarga
Pedoman perencanaan pemulangan.
BAB III
PEMBAHASAN
An. R berusia 1th jenis kelamin laki-laki datang ke RS tanggal 5
oktober 2011 bersama kedua orang tuanya. Orang tua an.R mengatakan
bahwa tadi pagi an.R belajar berjalan kemudian jatuh, dagunya
membentur kursi. An.R mengalami lidah berdarah dan sampai saat ini
tidak berhenti. Keadaan an.R tampak lemah, pucat, terdapat memar
pada dagunya dan an.R menangis tanpa henti. Pada pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan : trombosit normal, PTT (Partial
Tromboplastin Time) amat memanjang dan defisiensi faktor VIII.
Perawat melakukan perawatan mulut, memberikan kompres dingin dan
diberikan aminokaproat. Didapatkan TTV: TD 90/60 mmHg, N 170 x/mnt,
RR 50 x/mnt. Pengkajian Identitas klien :Nama : An.R Jenis kelamin
: Laki-laki Umur : 1 tahunStatus perkawinan: - Pendidikan : -
Suku/Bangsa : IndonesiaAlamat : Ds.Jatimulyo-Tuban Pekerjaan : -
Sumber informasi : Keluarga pasien (orang tua pasien)Keluhan utama
: Perdarahan
Riwayat penyakit Sekarang
P:pagi hari saat an.R berlatih berjalan mengalami jatuh,
lidahnya berdarah sampai siang ini tidak berhenti sehingga sekarang
dibawa ke Rs
Q:perdarahan lidah muncul saat an.R jatuh dan dagunya terbentur
dan an.R tidak berhenti menangis
R:perdarahan terjadi pada lidah akibat dagunya terbentur
S:perdarahan dirsakan an.R sangat menganggu aktivitas
bermainnya, dan an.R menangis terus menerus
T:perdarahan mulai terjadi pada saat pagi hari hingga siang ini
di bawa ke RS
Riwayat Penyakit Dahulu : -
Riwayat Penyakit Keluarga : kakeknya pernah menderita
hemofilia
Observasi dan Pemeriksaan Fisik.
Keadaan Umum :
Lidah berdarah
Memar di dagu
Tampak pucat dan lemah
TTV :
S : 38 celcius (normal 36,2 37,8 celcius)
N : 170x/menit ( 80-160x/menit)
TD : 90/60 mmHg (96/66 mmHg)
RR : 50 x/menit (20 40 x/menit)
Body System
B1 (Breathing)
An.R mengalami takipnea dengan RR 170 x/mnt
An.R tampak lemah
B2 (Blood)
An.R mengalami perdarahan pada lidah
Tekanan darah hipotensi (90/60 mmHg)
Terlihat pucat
Tedapat memar pada dagunya
B3 (Brain)
An.R menangis tanpa henti
B4 (Bladder)
Biasanya pasien hemophilia didapatkan hematuria
B5 (Bowel)
Pasien mengalami penurunan nafsu makan
B6 (Bone)
An.R terganggu bermainnya karena kondisinya lemah
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Uji skrining untuk koagulasi darah
Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3
darah)
Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan
faktor koagulasi intrinsik)
Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan
untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi
adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase
[SPGT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase
alkali, bilirubin). (Betz & Sowden, 2002)
Analisa data
DATAETIOLOGIPROBLEM
Ds :
Ortu an.R mengatakan bahwa tadi pagi an.R belajar berjalan, an.R
jatuh dan dagunya terbentur kursi. Lidahnya berdarah dan sampai
saat ini masih mngeluarkan darah
Do:
TTV :
S : 380C
N : 170x/menit
TD : 90/60 mmHg
RR : 50 x/menit
terdapat memar pada dagu
tampak pucat dan lemah
Terdapat perdarahan lidah
Pemeriksaan laboratorium :
Trombosit normal, PTT amat memanjang, defisiensi faktor
VIIITrombositopenia
Pembekuan terganggu
Perdarahan spontan
Aliran darah ke jaringan menurun
Hipoksia
Gangguan perfusi jaringanGangguan perfusi jaringan
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul dari kasus :
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
spontan
Resiko injury berhubungan dengan perdarahan yang lama
Nyeri berhubungan dengan perdarahan sendi
Defisit pemenuhan ADL berhubungan dengan hipoksia sekunder dari
perdarahan sendi
Perubahan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh berhubungan dengan
anorexia sekunder dari perdarahan lidah
Intervensi
DiagnosaintervensiRasional
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
spontana.Beri tekanan langsung pada tempat perdarahan (mis. abrasi
atau laserasi sekurang-kurangnya 15 menit)
b.Kaji tingkat perfusi pasien dengan Capillary Refil Time
c. Pertahankan agar area terjadinya perdarahan tidak bergerak
(imobilisasi).
d. Kompres area yang terkena dengan es.
e. Dorong orang tua anak untuk memilih aktivitas yang dapat
diterima dan aman
f. Ajarkan metode perawatan / kebersihan gigi
g. Beri nasehat pasien untuk tidak mengkonsumsi aspirin, bisa
disarankan menggunakan aminokaproat
h. Merancanakan untuk dilakukan tindakan transfusi darah
a. Tekanan langsung pada tempat perdarahan dapat meningkatkan
pembentukan bekuan
b.Untuk mengetahui nilai perfusi pasien CRT normal kurang dari 3
detik.
Imobilisasi mengurangi aliran darah ke area perdarahan dan
mencegah bekuan keluar.
d.Es mempercepat vasokontrisi
e.Aktivitas yg aman dan dapat diterima dapat mengurangi resiko
cidera
f.Mencegah adanya perdarahan pada tempat lain
g.Obat aspirin dan salisilat lain dapat memperpanjang waktu
protombin dan menghambat agregasi trombosit. Sedangkan aminokaproat
dapat meningkatkan proses bekuan darah.
h.Transfuse darah adalah tindakan untuk mengganti komponen darah
yang hilang, baik sel darah merah, sel darah putih, ataupun
trombositnya.
Tujuan :
Perdarahan berhenti
Perfusi jaringan tidak adaCriteria Hasil:
Perdarahan tidak ada
Tanda-tanda vital sesuai usia
Kadar faktor VIII, IX, XI, XII meningkat
Dan penurunan waktu tromboplastin parsial.
Implementasi
JadwalImplementasi
Hari rabu,05 oktober 2011
An.R dilakukan :Member tekanan langsung pada tempat perdarahan
(mis. abrasi atau laserasi sekurang-kurangnya 15 menit)
Mengkaji tingkat perfusi pasien dengan Capillary Refil Time
Mempertahankan agar area terjadinya perdarahan tidak bergerak
(imobilisasi).
Melakukan kompres area yang terkena dengan es.
Mendorong orang tua anak untuk memilih aktivitas yang dapat
diterima dan aman
Mengajarkan metode perawatan / kebersihan gigi
Memberi nasehat pasien untuk tidak mengkonsumsi aspirin, bisa
disarankan menggunakan aminokaproat
Memberikan perencanaan untuk dilakukan tindakan transfusi
darah
Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien
S : orang tua an.R mengatakan bahwa perdarahan berkurang
O :
TTV dalam batas normal
TD : 96/66 mmHg
N : 100 x/mnt
RR : 24 x/mnt
S : 37 celcius
An.R tampak lebih ceria dari sebelumnya
An.R sudah berkurang menangisnya
Memar pada dagu hilang
Pemeriksaan PTT normal dalam waktu 25 detik
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan pendarahan congenital yang biasanya diturunkan sebagai
sifat resesif terkalit X (beberapa kasus muncul sebagai mutasi gen
spontan), hemofilia yang disebabkan oleh defisiensi factor VIII
tipe hemophilia ini bertanggung jawab terhadap sebesar 80% dari
seluruh anak ynag terjangkit, dan diklasifikasi sebagai ringan,
sedang, atau berat.
Hemophilia ringan mengakibatkan perdarahan yang lama, mudah
memar, dan kecendrungan yang mengarah ke epistaksis (hidung
berdarah) dan perdarahan gusi. Hemophilia sedang mengakibatkan
perdarahan yang lebih sering dan lama, serta kemungkinan hematrosis
(perdarahan kedalam sendi). Bentuk yang berat mengakibatkan
perdarahan yang berlebih (kadang-kadang spontan), hemoragi subkutan
dan intramuscular, serta perdarahan ke rongga sendi. Terapi
meliputi pemberian kriopresipitat dan steroid juga terapi fisik.
Komplikasi yang pontensial meliputi deformitas sendi, hemoragi, dan
kematian. Prognosis ini bergantung kepada keparahan penyakit.
Saran
Pada Landasan Teori dan Pembahasan terdapat perbedaan pada
diagnosa nya. Antara lain pada Landasan Teori terdapat diagnosa
Deficit Volume Cairan; Darah berhubungan dengan kehilangan banyak
darah, Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan
(Hematoma), Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Peningkatan
tekanan antar sendi sert Resiko cidera berhubungan dengan hemoragi.
Sedangkan pada Pembahasa mempunyai diagnosa yaitu Defisit pemenuhan
ADL berhubungan dengan hipoksia sekunder dari perdarahan sendi dan
Perubahan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh berhubungan dengan
anorexia sekunder dari perdarahan lidah.
Pada Pembahasan kasus, penulis hanya mencantumkan satu
intervensi. Sebaiknya penulis mencantumkan semua intervensi agar
para pembaca mengetahui penanganan pada pasien yang mempunyai
masalah keperawatan yang bersangkutan.DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan
Pediatrik dengan Clinical Pathway. Jakarta: EGC.
Suriadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI.
Wong, Donna. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
EGC.
0.5x Hb (Hb normal - Hb pasien) x BBAlbumin
albumin x BB x 0.8
6 x Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
Kurang faktor pembekuan VIII (zat antihemofili globulin)
faktor IX protein pada darah yang menyebabkan masalah pada
proses pembekuan darah
Faktor X tidak teraktifasi
Faktor VIII protein pada darah yang menyebabkan masalah pada
proses pembekuan darah
Ca+, fosfolipit dan faktor V tidak aktif
Terjadi hambatan pembentukan normal dan pemadatan sumbat
trombosit yang telah terbentuk pada jejas vaskular
Saat trombosit pecah
Zat antihemofili tidak dikelurkan
Tromboplastin/ trombokianase tidak terbentuk
Sekresi protombin ke dalam plasma tidak terbentuk
Protombin tidak bisa berubah menjadi trombin
Fibrinogen tak bisa berubah menjadi fibrin
Trombin tidak dapat membantu fibrinogen
Tidak terjadi proses pembekuan darah
HEMOFILIA
Perdarahan akibat trauma
Kerusakan pembuluh darah
Darah sukar beku
Kebocoran darah melalui lubang di dinding pembuluh darah
Kehilangan banyak darah
Hematoma
Hemartrosis
Hemoragi
MK: Nyeri
Tekanan antar sendi
MK: defisit volume cairan; darah
MK: Resiko Cidera
MK: intoleransi aktivitas
38