Top Banner

of 22

Makalah Fistek Fix

Jul 22, 2015

Download

Documents

dirga_mahardika
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Buah apel (Malus sylvestris L.) dikonsumsi dalam bentuk segar dan hanya sedikit dikonsumsi dalam bentuk olahan misalnya juice. Meskipun buah ini tersedia sepanjang waktu, tetapi sering terjadi kerusakan pada penanganan pascapanen selama proses pengangkutan dan penyimpanannya. Kehilangan hasil pasca panen apel di negara maju sebesar 14%, dan persentase kehilangan terbesar terjadi di tingkat pengecer. Tingkat kerusakan buah dipengaruhi oleh difusi gas ke dalam dan luar buah yang terjadi melalui lentisel yang tersebar di permukaaan buah. Difusi gas tersebut secara alami dihambat dengan lapisan lilin yang terdapat di permukaan buah, tetapi lapisan lilin tersebut dapat berkurang atau hilang akibat pencucian yang dilakukan pada saat

penanganan pasca panen. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menambah atau menggantikan pelapis yang telah berkurang dengan menambah bahan pelapis. Salah satu pelapis yang mulai dikembangkan adalah chitosan, polisakarida yang berasal dari limbah pengolahan udang (Crustaceae). Limbah padat pengolahan yang terdiri atas kulit, kaki dan kepala, dapat mencapai hingga 40% dari total produksi udang dan hanya sedikit yang dimanfaatkan, misalnya menjadi bahan campuran pembuatan terasi atau campuran makanan ternak. Pengolahan limbah menjadi chitosan dapat meningkatkan nilai ekonomi dan pemanfaatannya, misalnya dalam bidang industri, makanan dan sekarang dikembangkan dalam bidang pertanian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa chitosan mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis pada benih dan buah-buahan misalnya pada tomat dan leci. Sifat lain chitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman yaitu enzim yang dapat mendegradasi chitin yang merupakan penyusun dinding sel fungi

1.2.

Rumusan Masalah

a) Mengapa perlu tindakan pengawetan apel pasca dikupas? b) Bagaimana mekanisme proses fisiologis apel pasca dikupas?

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 1

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 c) Bagaimana teknik pelapisan chitosan pada apel pasca dikupas? d) Bagaimana mekanisme chitosan melindungi apel pasca dikupas?

1.3.

Tujuan

a) Penundaan konsumsi apel pasca dikupas b) Mengetahui mekanisme proses fisiologis apel pasca dikupas c) Mengetahui teknik pelapisan chitosan pada apel pasca dikupas d) Mengetahui mekanisme chitosan melindungi apel pasca dikupas

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 2

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 A) Apel

Karakteristik Bahan

Apel dengan nama latin pyrus malus linn sudah banyak dikenal masyarakat. Akhirakhir ini kita akan banyak menjumpai buah apel di mana pun. Tak hanya apel dari Malang, tapi juga akan dijumpai apel impor. Apel umumnya berbentuk bulat, dengan cekungan pada pangkal pucuknya. Daging apel berwarna putih, renyah dan berair dengan rasa manis atau asam. Daging buah ini dilindungi oleh kulit tipis yang umumnya mengkilap. Bila daging ini dikerat keluarlah aroma yang harum dan segar. Namun ada beberapa varietas apel, aroma itu terasa sangat tajam (Ikrawan, 2009). Apel merupakan buah yang banyak disukai masyarakat. Daging buahnya yang padat dan renyah membuatnya mudah dilumatkan. Kandungan serat dan asam pada apel dapat merangsang kecepatan sekresi saliva. Buah apel tidak hanya dimakan dalam keadaan segar, bisa juga dijadikan jus atau jenis makanan yang lain (Sufi, 2005). Apel segar umumnya lebih baik dibandingkan dengan hasil olahan menjadi sari buah maupun sirup. Kandungan serat larut yang tinggi dan energi yang rendah, serta rasa asam manis yang bervariasi membuat apel cocok sebagai pilihan makanan kecil selain sebagai pencuci mulut yang baik. Rasa renyah apel dapat membantu melepaskan bahan-bahan yang lengket di gigi, misalnya gula, sekaligus memacu pengeluaran air liur, sehingga mampu membersihkan gigi (Ikrawan, 2009). Apel banyak jenisnya, salah satunya adalah apel fuji. Ciri-ciri dari apel fuji adalah warna kulit yang merah hijau kecoklatan, dagingnya buahnya yang putih kekuningan, renyah, dan berair banyak. Rasanya yang manis agak asam yang cukup menyegarkan (Untung, 1994). Makan sebutir apel sehari bukan hanya menjadikan badan sehat dan jauh dari dokter, tetapi juga membuat wajah cantik dan kulit halus. Khasiat tersebut didasarkan pada tingginya kadar zat gizi yang terdapat pada buah apel, terutama vitamin dan mineral. Menurut anne (2009), kandungan dalam apel yaitu kaya akan serat dan memiliki kandungan vitamin C dan potasiumnya yang tinggi. Kelebihan dari apel sendiri yaitu rendah sodium juga rendah lemak.

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 3

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 Berikut ini adalah beberapa kandungan vitamin dan mineral yang terkandung dalam 100 gram apel :

Kandungan Dalam 100gr Buah Apel KANDUNGAN Energi yang dikandung Air Serat Lemak Protein Gula Vitamin A Vitamin C Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B6 Vitamin E JUMLAH KANDUNGAN 207 kJ/Kcal 84 % 2,3 g 0g 0,4 g 11,8 g 2 mg 15 mg 0,02 mg 0,01 mg 0,05 mg 0,5 mg

B) Spesietas Apel yang Digunakan APEL ROME BEAUTY Deskripsi Apel ini disebut juga apel hijau atau apel australia. Ciri khasnya terletak pada warna kulit buah yang tetap hijau kekuningan meskipun sudah masak. Buahnya berbentuk agak bulat dengan lekukan di bagian ujung relatif dalam. Berat rata-rata tiap buah sekitar 175 g. Daging buah keras, bertekstur halus, dan beraroma kuat dengan warna putih. Rasanya segar sedikit asam. Tanaman yang umurnya sudah mencapai tujuh tahun produksinya dapat mencapai 30-40 kg per pohon per musim. Manfaat Selain sebagai buah segar untuk buah meja, apel mempunyai nilai tinggi sebagai minuman. Fungsi buah apel dapat mencegah penyakit sariawan gusi. Buahnya dapat dibuat cuka atau cider melalui fermentasi. Buah apel dapat memperkuat daya tahan tubuh terhadap

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 4

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 penyakit gangguan lambung dan tumor dalam jangka panjang. Kayunya kurang baik untuk bangunan, tetapi baik untuk kayu bakar. Syarat Tumbuh Tanaman apel hanya dapat tumbuh dan berbuah di daerah dataran tinggi antara 7002.00o m dpl yang iklimnya kering. Di daerah yang beriklim basah, pertumbuhan tanaman mengalami banyak kendala dan rasa buah kurang manis. Kendala utama adalah penyakit daun (embun upas). Tanaman ini sebaiknya ditanam di tempat terbuka. Di dataran rendah, tanaman tidak mampu berbunga. Panen dan Pasca Panen Apel dipanen setelah tua benar di pohon karena buah ini tergolong tidak dapat diperam (non-klimaterik). Buah dipanen dengan cara tangkai dipotong. Alat yang digunakan berupa gunting pangkas tajam. Pemanenan dapat dilakukan 4-5 bulan setelah bunga mekar Hama dan Penyakit Hama utama tanaman apel berupa kutu daun hijau (Aphis pomi) dan kumbang daun. Penyakit penting adalah embun upas atau busuk kering daun (Marsonina caronaria), pucuk bertepung atau mildu tepung (Podosphaera leucotricha), dan busuk batang (Cortisum salmonicolor). Bila belum terlambat, semprotan fungisida Benlate 0,3% dapat mengatasi serangan penyakit di atas. Karbolinum plantarum 10% (CP) dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit.

APEL MANALAGI Deskripsi Apel ini disukai karena rasa daging buahnya manis - biarpun belum matang - dan aromanya kuat. Teksturnya agak liat dan kurang kandungan airnya. Warna daging buahnya putih kekuningan. Buahnya berbentuk agak bulat dengan ujung dan pangkal berlekuk dangkal. Diameter buah antara 4-7 cm dan berat 75-160 g per buah. Kulit buah berwarna hijau muda kekuningan saat matang. Produksi rata-rata per pohon 75 kg. Manfaat Selain sebagai buah segar untuk buah meja, apel mempunyai nilai tinggi sebagai minuman. Fungsi buah apel dapat mencegah penyakit sariawan gusi. Buahnya dapat dibuat cuka atau cider melalui fermentasi. Buah apel dapat memperkuat daya tahan tubuh terhadap

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 5

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 penyakit gangguan lambung dan tumor dalam jangka panjang. Kayunya kurang baik untuk bangunan, tetapi baik untuk kayu bakar. Syarat Tumbuh Tanaman apel hanya dapat tumbuh dan berbuah di daerah dataran tinggi antara 7002.000 m dpl yang iklimnya kering. Di daerah yang beriklim basah, pertumbuhan tanaman mengalami banyak kendala dan rasa buah kurang manis. Kendala utama adalah penyakit daun (embun upas). Tanaman ini sebaiknya ditanam di tempat terbuka. Di dataran rendah, tanaman tidak mampu berbunga. Panen dan Pasca Panen Apel dipanen setelah tua benar di pohon karena buah ini tergolong tidak dapat diperam (non-klimaterik). Buah dipanen dengan cara tangkai dipotong. Alat yang digunakan berupa gunting pangkas tajam. Pemanenan dapat dilakukan 4-5 bulan setelah bunga mekar Hama dan Penyakit Hama utama tanaman apel berupa kutu daun hijau (Aphis pomi) dan kumbang daun. Penyakit penting adalah embun upas atau busuk kering daun (Marsonina caronaria), pucuk bertepung atau mildu tepung (Podosphaera leucotricha), dan busuk batang (Cortisum salmonicolor). Bila belum terlambat, semprotan fungisida Benlate 0,3% dapat mengatasi serangan penyakit di atas. Karbolinum plantarum 10% (CP) dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit.

APEL ANNA Deskripsi Apel ini juga dikenal sebagai apel jonathan. Bentuk dan warnanya mirip apel impor. Oleh karena itu, pedagang sering memperlakukannya sebagai apel impor yang harganya mahal. Bentuk buah apel ini lonjong seperti trapesium terbalik dengan pangkal berlekuk dalam dan ujung berlekuk dangkal. Kulitnya sangat tipis sehingga tidak bisa disimpan terlalu lama. Warna kulitnya merah tua sangat menarik. Daging buah yang baru dipetik rasanya asam dan aromanya kurang tajam. Namun, setelah buahnya diperam selama 3-4 hari, rasanya menjadi manis dan aromanya menjadi tajam. Daging buah yang berwarna kuning ini mengandung banyak air. Pada umur tujuh tahun apel ini mampu menghasilkan buah antara 15-20 kg per pohon per tahun.

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 6

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 Manfaat Selain sebagai buah segar untuk buah meja, apel mempunyai nilai tinggi sebagai minuman. Fungsi buah apel dapat mencegah penyakit sariawan gusi. Buahnya dapat dibuat cuka atau cider melalui fermentasi. Buah apel dapat memperkuat daya tahan tubuh terhadap penyakit gangguan lambung dan tumor dalam jangka panjang. Kayunya kurang baik untuk bangunan, tetapi baik untuk kayu bakar. Syarat Tumbuh Tanaman apel hanya dapat tumbuh dan berbuah di daerah dataran tinggi antara 7002.00o m dpl yang iklimnya kering. Di daerah yang beriklim basah, pertumbuhan tanaman mengalami banyak kendala dan rasa buah kurang manis. Kendala utama adalah penyakit daun (embun upas). Tanaman ini sebaiknya ditanam di tempat terbuka. Di dataran rendah, tanaman tidak mampu berbunga. Panen dan Pasca Panen Apel dipanen setelah tua benar di pohon karena buah ini tergolong tidak dapat diperam (non-klimaterik). Buah dipanen dengan cara tangkai dipotong. Alat yang digunakan berupa gunting pangkas tajam. Pemanenan dapat dilakukan 4-5 bulan setelah bunga mekar Hama dan Penyakit Hama utama tanaman apel berupa kutu daun hijau (Aphis pomi) dan kumbang daun. Penyakit penting adalah embun upas atau busuk kering daun (Marsonina caronaria), pucuk bertepung atau mildu tepung (Podosphaera leucotricha), dan busuk batang (Cortisum salmonicolor). Bila belum terlambat, semprotan fungisida Benlate 0,3% dapat mengatasi serangan penyakit di atas. Karbolinum plantarum 10% (CP) dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit. Komposisi : KANDUNGAN KIMIA : Buah apel (Pyrus malus) selain mempunyai kandungan senyawa pektin juga mengandung zat gizi, antara lain (per 100 gram) : - Kalori 58 kalori - Hidrat arang 14,9 gram - Lemak 0,4 gram - Protein 0,3 gram - Kalsium 6 mg - Fosfor 10 mg - Besi 0,3 mg - Vitamin A 90 SI - Vitamin B1 0,04 mg - Vitamin C 5 mg - dan Air 84 %.

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 7

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 C) Bahan Pelapis Apel CHITOSAN Chitosan (poly--1,4-glucosamine) adalah serat alami yang dibuat dari kulit udang/rajungan dengan struktur molekul menyerupai selulosa (serat pada sayuran dan buahbuahan) bedanya terletak pada gugus rantai C-2, dimana gugus hidroksi (OH) pada C-2 digantikan oleh gugus amina (NH2).

Manfaat Chitosan secara umum dapat digunakan untuk; 1. Chitosan dapat meningkatkan daya awet berbagai produk pangan seperti bakso, sosis,

nuget, jus buah/sayur, tahu, ikan asin, mi basah, produk olahan ikan, buah-buahan, mayonise, dodol, dll karena memiliki aktifitas antimikroba dan antioksidan serta penggunaan chitosan pada produk pangan dapat menghindarkan konsumen dari kemungkinan terjangkit penyakit typhus, karena chitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroba patogen penyebab penyakit typhus seperti Salmonella enterica, S. enterica var. Paratyphi-A dan S. enterica var. Paratyphi-B 2. Chitosan pada kesehatan juga dapat digunakan sebagai; penghambat perbanyakan sel kanker lambung manusia dan meningkatkan daya tahan tubuh. chitosan dapat mengikat lemak dan menghambat penyerapan lemak oleh tubuh dan mengurangi LDL yang dikenal oleh masyarakat sebagai kolesterol jahat sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah secara efektif dan aman, tanpa efek samping. Kenapa demikian? Karena Chitosan dapat menjerat lemak (fat absorber) dan mengeluarkannya bersama kotoran karena chitosan sebagai serat tidak dapat dicerna oleh tubuh, sehingga penggunaan chitosan akan mengurangi resiko terkena kolesterol tinggi. Chitosan dapat mengurangi beban kerja liver (hati) dan mengurangi tekanan kerja organ tubuh lain akibat adanya lemak yang berlebihan juga membantu mengontrol tingkat asam urat sehingga terhindar dari penyakit encok dan batu ginjal.

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 8

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 Chitosan dapat juga digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka dan kerusakan tulang. Chitosan dapat menghindarkan konsumen dari kemungkinan terjangkit penyakit typhus, karena chitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroba patogen penyebab penyakit typhus seperti Salmonella enterica, S. enterica var. Paratyphi-A dan S. enterica var. Paratyphi-B. Chitosan pada bidang kosmetika juga dimanfaatkan sebagai pelembab, antioksidan, tabir surya pada produk kosmetik. Keamanan Penggunaan Produk Chitosan Chitosan telah mendapatkan persetujuan dari BPOM No. HK.00.05.52.6581 untuk digunakan dalam produk pangan. Di Amerika chitosan telah mendapat pengesahan sebagai produk GRAS (Generally Recognised As Safe) oleh FDA. Selain aman chitosan yang diproduksi oleh PT. Araminta Sidhakarya juga telah mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM-MUI No. 00170043490307 (sebagai pengawet) dan 00170043510307 (sebagai pelapis).

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 9

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 KEMASAN Chitosan tersedia dalam bentuk bubuk kemasan 0.25 kg, 0.5 kg, 5 kg dan chitosan cair konsentrasi 6% kemasan 300 ml, 1.5 L, 30 L. Adapun cara penimpanan chitosan yaitu chitosan disimpan di tempat sejuk dan kering dalam kondisi kemasan tertutup.

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 10

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Proses Pengolahan A) Diagram AlirSampel Apel

Pembuatan Chitosan yang telah dimodifikasi Pembuatan Larutan Chitosan Pelapisan Buah Apel dengan Cara Pencelupan (dipping) selama 30 detik Penyimpanan Dilakukan Di Ruangan (282C) secara acak. Pengulangan Tiap Perlakuan Sebanyak Tiga Kali Dianalisis Menggunakan Sidik Ragam (ANOVA) Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada Taraf Nyata 5%

HASIL

3.2. Analisa Prosedur Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu varietas apel : Rome Beauty, Anna dan Manalagi; dan pelapis chitosan, kontrol, 0,5%; 1% dan 1,5% bobot/volume (b/v); setiap perlakuan diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (anova), jika terdapat hasil yang berbeda nyata

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 11

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5% dengan menggunakan program SAS. Pembuatan Chitosan berdasarkan (Suptijah et al. (1992) dan Rilda (1995) yang telah dimodifikasi; Pembuatan Larutan Chitosan (El-Ghaouth et al. 1992a) : Pelapisan Buah Apel cara pencelupan (dipping) selama 30 detik; Penyimpanan dilakukan di ruangan (282C) dan wadah tersebut diletakkan secara acak. Pengamatan Parameter yang diamati adalah, kelunakan buah, susut bobot, padatan terlarut total, asam total dan uji organoleptik; dan diamati mulai hari ke 0, 3, 6, 9, 12, 15 Hari Setelah Perlakuan (HSP). Kelunakan Kelunakan buah diukur dengan menggunakan penetrometer elektrik Stanhope Seta Bobot beban yang digunakan adalah 102 gram dan waktu

pengukuran 5 detik. Susut Bobot dengan menimbang buah apel yang sama pada setiap hari pengamatan; Padatan Terlarut Total (Apriyantono et al. 1989); Asam Total (AOAC, 2000 ); uji Organoleptik (Suhardjo, 1992).

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 12

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, pelapis chitosan dengan konsentrasi 1,5% (b/v), memberikan hasil yang lebih baik dalam menghambat terjadinya proses perubahan sifat fisikokimia buah secara keseluruhan, meskipun ada beberapa pengamatan antar perlakuan chitosan tidak berbeda nyata. Kelunakan Buah Nilai kelunakan pada varietas Rome Beauty, Anna dan Manalagi pada pengamatan pertama berturut turut adalah 1,1; 1,3; dan 1,1 mm/102 g/5 detik; sedangkan nilai pada pengamatan keenam (15 HSP) untuk varietas Rome Beauty dan Manalagi, serta pengamatan keempat (9 HSP) pada varietas Anna berturut-turut adalah adalah 2,9; 2,8 dan 2,4 mm/102 g/5detik. Kelunakan pada faktor varietas menunjukkan beda nyata pada pengamatan hari ke 0, 3, 6 dan 9 setelah penyimpanan. Pelapisan chitosan tidak menunjukkan pengaruh nyata pada kelunakan buah, kecuali pada pengamatan hari ke 9 setelah penyimpanan.Terjadi peningkatan kelunakan buah dari 1,1-1,2 mm/102g/5 detik pada pengamatan awal menjadi 2,8-2,9 mm/102g/5 detik pada pengamatan terakhir. Penggunaan chitosan 1% dan 1,5% cenderung dapat menghambat laju kelunakan buah. Kelunakan pada varietas Anna lebih tinggi dibandingkan dengan Rome Beauty dan Manalagi. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan sifat yang spesifik dari varietas tersebut. Varietas yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda pula terhadap lingkungan sekitarnya, misalnya difusi oksigen ke dalam buah, sehingga perombakan cadangan makanan dan perubahan dinding sel berbeda pula.

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 13

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 20123,5 3,0mm/102 gr/5 det

3,5 3,0

mm/102 gr/5 det

2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0 3 6 9 HSP Anna 12 15

2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0 Kontrol 3 HSP Chitosan 0,5% Chitosan 1,5% Chitosan 1% 6 9 12 15

Rome Beauty

Manalagi

Gambar 1. Kelunakan buah apel selama penyimpanan : Standar error

Gambar 2.

Pengaruh pelapis chitosan

pada kelunakan buah

Pelapis chitosan 1,5% mampu menghambat peningkatan kelunakan lebih kecil bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh ElGhaouth et al. (1992a; 1992b) yang menyatakan bahwa pelapis chitosan mampu menghambat peningkatan kelunakan buah tomat. Susut Bobot Peningkatan susut bobot antar varietas berbeda nyata pada pengamatan hari ke 6, 9 dan 12 HSP, sedangkan pada perlakuan chitosan berbeda nyata pada semua pengamatan. Interaksi varietas apel dengan pelapis chitosan menunjukkan beda nyata pada pengamatan ke 3, 6 dan 9 HSP. Susut bobot pada varietas Rome Beauty, Anna, dan Manalagi pada pengamatan pertama adalah 1,1%; sedangkan pada pengamatan hari ke 15 pada varietas Rome Beauty dan Manalagi dan hari ke 9 pada varietas Anna berturut turut adalah 5,5%; 5,2%. dan 3,6% Peningkatan susut bobot terendah ditunjukkan oleh apel varietas Manalagi dibandingkan dengan varietas Rome Beauty dan Anna. Hal ini disebabkan penggunaan substrat seperti asam organik dan karbohidrat lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedua varietas lainnya. Hal ini sejalan dengan perubahan nilai padatan terlarut total dan asam total pada varietas Anna yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Rome Beauty dan Manalagi. Zhang dan Bunn (2000) menunjukkan adanya perbedaan difusi gas pada daging dan kulit buah apel.Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan Page 14

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 Kemampuan pelapis chitosan dalam menghambat kenaikan susut bobot sudah terlihat pada pengamatan ke 3 HSP, kemampuan pelapis chitosan ini tidak berbanding lurus dengan konsentrasi chitosan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak stabilnya peningkatan susut bobot sampai pengamatan hari ke 9 HSP. Namun demikian, pada pengamatan ke 12 dan 15 HSP pelapis chitosan 1,5% mampu menghambat laju peningkatan susut bobot tersebut, kemungkinan hal ini disebabkan transpirasi dan respirasi sudah menurun. Nisperos-Carriedo et al. (1990) menyatakan bahwa pelapis dari karbohidrat dapat menjerap uap air. Oleh karena itu, penghambatan transpirasi dari dalam ke luar buah tergantung pada tinggi rendahnya konsentrasi pelapis chitosan yang dipergunakan.6,0 5,0% Susut Bobot

7,0 6,0

4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 3 6 HSP 9 Anna 12 15 Manalagi

% Susut Bobot

5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 3 6 9 HSP 12 15

Rome Beauty

Kontrol Chitosan 1%

Chitosan 0,5% Chitosan 1,5%

Gambar 3.

Susut bobot buah apel

Gambar 4. Pengaruh pelapis chitosan terhadap susut bobot buah

selama penyimpanan Padatan Terlarut Total

: Standar error

Nilai PTT meningkat dengan semakin masaknya buah, pada pengamatan hari pertama nilai PTT pada varietas Rome Beauty, Anna dan Manalagi berturut-turut adalah 11,0; 11,2 dan 11,1 Brix; dan pada akhir pengamatan meningkat menjadi 14,2; 14,4; dan 14,2 Brix. Pada awal pengamatan nilai kandungan PTT pada kontrol, chitosan 0,5%; dan 1% yaitu 11,1 Brix, sedangkan pada chitosan 1,5% adalah 11,3 Brix. Pada pengamatan hari ke 15 HSP nilai PTT berturut-turut adalah 14,6; 14,1; 14,2; dan 13,7 Brix. Suhardi dan Yuniarti (1996)Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan Page 15

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 melaporkan bahwa varietas Rome Beauty dan Anna mempunyai nilai PTT yang berbeda. Knee (1993) menyatakan bahwa peningkatan gula bebas terjadi pada saat mencapai puncak klimakterik. Pada varietas Rome Beauty dan Manalagi kenaikan PTT cukup stabil, disebabkan perombakan pati menjadi gula dan penggunaan gula selama respirasi tidak terlalu tinggi.

15,0 14,0Brix

15,0 14,0 13,0z

12,0 11,0 10,0 0 3 6 9 12 15 HSP Anna

0 Brix

13,0

0

12,0 11,0 10,0 0 3 6 9 12 15 HSP Kontrol Chitosan 1%

Rome Beauty

Manalagi

Chitosan 0,5% Chitosan 1,5%

Gambar 5.

Padatan terlarut total

Gambar 6.

Pengaruh pelapis chitosan

buah apel selama penyimpanan : Standar error

terhadap Padatan terlarut total

Kandungan PTT buah pada perlakuan

pelapis chitosan

berbeda nyata pada

pengamatan hari ke 9 dan 15. Hal ini mengindikasikan bahwa pelapis dengan konsentrasi tersebut dapat menghambat respirasi buah dengan jalan menghambat difusi O2 ke dalam buah. Zhang dan Quantrick (1997) menyatakan bahwa penggunaan chitosan dapat menurunkan konsentrasi oksigen internal buah. Berkurangnya oksigen yang masuk ke dalam buah menyebabkan terhambatnya proses respirasi, akibatnya penggunaan substrat seperti gula lebih rendah, dan menyebabkan penggunaan hasil perubahan pati menjadi lebih sedikit Asam Total Asam total pada masing-masing varietas dan faktor pelapisan chitosan terus menurun selama penyimpanan. Nilai asam total pada pengamatan pertama pada varietas Rome Beauty, Anna dan Manalagi berturut-turut adalah : 0,43; 0,44 dan 0,25 mg/100g sedangkan pada akhirPelapisan Apel Menggunakan Chitosan Page 16

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 pengamatan adalah 0,30; 0,38.dan 0,14 mg/100g. Asam total antar varietas berbeda nyata pada pengamatan hari ke 0 sampai hari ke15 setelah penyimpanan. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suhardjo (1985) dan Suhardi dan Yuniarti (1996), yang

menunjukkan adanya perbedaan kadar asam total dimana pada varietas Anna dan Rome Beauty total asam relatif sama, sedangkan varietas Manalagi mempunyai kadar asam total yang lebih rendah. Kays (1991) menyatakan bahwa selama penyimpanan kadar asam organik total dalam buah mengalami penurunan. Penurunan tersebut tergantung pada jenis asam organik, tipe jaringan, varietas dan kondisi penyimpanan.0,6 0,5%Total asam0,5 0,4

0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0 3 6 9 HSP Anna 12 15 Manalagi

% Total asam

0,3 0,2 0,1 0,0 0 3 6 9 12 15

Rome Beauty

HSP kontrol Chitosan 1%

Chitosan 0,5% Chitosan 1,5%

Gambar 7. Asam total buah selama penyimpanan : Standar error

Gambar 8.

Pengaruh pelapis chitosan

terhadap asam total

Nilai asam total pengamatan pertama pada kontrol, pelapis chitosan 0,5%, 1% dan 1,5% berturut-turut adalah 0,38; 0,37; 0,36 dan 0,38 mg/100g. Nilai ini terus menurun hingga pada pengamatan terakhir menjadi 0,21; 0,20; 0,22 dan 0,27 mg/100g. Pada perlakuan chitosan beda nyata terjadi pada hari ke 6 sampai 15 setelah penyimpanan. Pelapis chitosan mampu menghambat penurunan nilai asam total, meskipun pada pelapis chitosan 0,5% tidak menunjukkan perbedaan dengan kontrol. Suhardjo (1985) menyatakan kandungan asam malat menurun diduga dipergunakan sebagai disamping karbohidrat. salah satu sumber energi pada proses respirasi

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 17

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 Organoleptik Pengukuran kualitas dapat dilakukan dengan menggunakan indra manusia misalnya dengan pengecap maupun secara visual. Uji ini merupakan sebagian analisis terhadap penilaian konsumen terhadap buah apel. Pengujian yang dilakukan adalah uji penampakan, rasa dan kelunakan buah. Penampakan/Performance Buah apel yang dilapisi chitosan terutama dengan chitosan 1,5% lebih mengkilat dibandingkan dengan kontrol. Setiasih (1999) menyatakan bahwa pelapis yang berasal dari polisakarida mempunyai penampakan yang menarik dan tidak lengket. Penampakan juga dipengaruhi oleh adanya pengkeriputan sel terutama kulit buah sebagai akibat transpirasi. Pelapis chitosan dapat menyerap uap air. Kemampuan ini

meningkat dengan makin tingginya konsentrasi, sehingga mengakibatkan transpirasi yang direpresentasikan oleh susut bobot lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Kehilangan air yang cukup tinggi menyebabkan terjadinya pengkerutan sel buah dan berdampak pada pengkerutan kulit buah, sehingga akan mempengaruhi penampakan buah. Suhardjo (1992) menunjukkan adanya sel yang mengkeriput sebagai akibat transpirasi yang cukup tinggi.4,24,2 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 0 3 6 HSP Kontrol Chitosan 1% Chitosan 0,5% Chitosan 1,5% 9 12 15

4 3,8Skor

Skor

3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 0 3 HSP Kontrol Chitosan 1 % 6 9

Chitosan 0,5% Chitosan 1,5%

Gambar 9.

Tingkat kesukaan panelis buah

Gambar 10.

Tingkat kesukaan

terhadap penampakan

panelis Terhadap penampakan buah apel varietas Anna

apel varietas Rome Beauty

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 18

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 20124,2 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 0 3 6 HSP 9 12 15

Skor

Kontrol Chitosan 1%

Chitosan 0,5% Chitosan 1,5%

Gambar 11. Tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan buah apel varietas Manalagi

Rasa buah Gambar 12 dan 13, menunjukkan bahwa penilaian panelis pada awal pengamatan terhadap rasa buah buah pada masing-masing varietas skor terlihat meningkat pada varietas Anna dan Rome Beauty. Skor tertinggi pada varietas Rome Beauty dengan pelapis chitosan 1% dan 1,5% terjadi pada hari ke 9 HSP, sedangkan pada varietas Anna pada hari ke 6 HSP. Hal ini berhubungan dengan peningkatan nilai PTT sehingga mempengaruhi penilaian

panelis pada keasaman buah. Menurunnya asam organik dan meningkatnya gula sederhana akibat perombakan pati dalam buah mengakibatkan nisbah gula/asam menjadi tinggi, sehingga skor rasa menjadi lebih lebih tinggi.4,2 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 0 3 6 HSP 9 12 154,2 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 0 3 hsp 6 9 Chitosan 0,5% Chitosan 1,5%

Skor

Kontrol Chitosan 1%

Chitosan 0,5% Chitosan 1,5%

skor

Kontrol Chitosan 1 %

Gambar 12. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa buah apel varietas Rome Beauty

Gambar 13. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa buah apel varietas Anna

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 19

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012

BAB 5PENUTUP

KESIMPULAN 1. Pelapis chitosan dapat menghambat peningkatan susut bobot, padatan terlarut total

dan penurunan total asam. 2. Pelapis chitosan 1,5% memberikan hasil yang terbaik dalam mempertahankan kualitas

buah apel. 3. Terdapat perbedaan karakter pascapanen antar varietas.Varietas Anna mempunyai

tingkat respirasi yang tinggi dan daya simpan terpendek dibandingkan dengan varietas Manalagi. SARAN Saran dari makalah ini adalah agar metode pelapisan apel dengan menggunakan chitosan dapat di terapkan sebagai pencetus awal dalam upaya pengawetan terhadap buah apel di Indonesia.

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 20

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012

DAFTAR PUSTAKAAOAC. 2000. Officials Methods of Analysis of the Association of Officials Analytical Chemists Washington DC. 14thed. AOAC Inc. Arlington. Virginia Baldwin EA. 1994. Edible coatings for fresh fruits and vegetables: past, present and future. In : Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO (Eds.). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Lancaster. Technomic Pub. Co. Inc. Baldwin EA, Burns JK, Kazokas W, Brecht JK, Hagenmaier RD, Bender RJ, Pesis. 1999. Effect of two edible coatings with different permeability characteristics on mango (Mangifera indica L) ripening during storage. Postharvest Biol. Technol. 17 : 215226. Debeaufort F. Voilley A. 1994. Aroma compound and water vapor permeability of edible films and polymeric packagings. J. Agric. Food. Chem. 42 : 2871-2875. El-Ghaouth A, Ponnampalan R, Castaigne F, Arul J. 1992a. Chitosan coating to extend storage life of tomatoes. HortScience 27 : 1016-1018 El-Ghaouth A, Arul J, Asselin A. 1992b.Potential uses of chitosan in postharvest preservation of fruits and vegetables In: Brine CJ, Sandford PA, Zikakis JP(Eds.) Advances in Chitin and Chitosan. London New York. Elsevier Applied Science. Hofman PJ, Smith LG, Joyce DC, Johnson GI.1997. Bagging of mango (Mangifera indica cv Keitt) fruit influence fruit quality and mineral composition. Postharvest Biol. Technol. 12 :285-292. Kays S. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Product. New York. AVI Book Knee M. 1993. Pome fruit. In Seymour GB, Taylor JE, Tucker GA, (Eds.). Biochemistry of Fruit Ripening. London. Chapman & Hall. Nisperos-Carriedo MO. 1994. Edible coating and film based on polysaccharides In Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO, (Eds.) Edible Coatings And Films to Improve Food Quality. Lancaster. Technomic Pub. Co. Inc. Setyasih, 1999. Kajian perubahan mutu salak pondoh dan mangga arumanis terolah minimal berlapis film edible selama penyimpanan. Dissertasi. P. Pasca IPB. Suhardjo. 1985. Pengaruh umur petik dan penyimpanan suhu ruang terhadap sifat-sifat buah apel (Malus sylvestris L). kultivar Rome Beauty (Tesis). Program Pascasarjana. IPB. Suhardjo. 1992. Kajian fenomena kemasiran buah apel ( Malus sylvestris) kultivar Rome Beauty (Desertasi). Program Pascasarjana. IPB. Suhardi, Yuniarti. 1996. Penggunaan poliester sukrosa untuk memperpanjang daya simpan buah apel kultivar Rome Beauty. J. Hort 6(3) :303-308

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 21

Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen 2012 Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S dan Santoso S. 1992. Pengaruh berbagai isolasi khitin kulit udang terhadap mutunya. Laporan Penelitian Jurusan Pengolahan Pangan Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Verheij EWM, Coronel RE. Editor 1992. Fruits and Nuts. PROSEA. Bogor Indonesia Wills R, McGlasson B, Graham D, Joyce D. 1998. Postharvest, an Introduction to the Physiology and Handling of Fruits, Vegetables and Ornamentals. 4th ed. UNSW Press. Zhang D, Quantrick PC. 1997. Effect of chitosan coating on enzymatic browning and decay during posharvest storage of litchi (Lichi chinensis) fruit. Postharvest Biol. Technol. 12 : 195-202. Zhang D; Burn, J.M., 2000. Oxygen diffusiveness of aples flesh and skin. Am.Soc. of. Agric. Vol. 43(2) : 359-363

Pelapisan Apel Menggunakan Chitosan

Page 22