Top Banner

of 29

Makalah Final Bioremediasi

Jul 11, 2015

Download

Documents

Rahmiwati Hilma
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BIOREMEDIASI PENGOLAHAN LIMBAHI. PENDAHULUAN Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia yang nota benenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat dominan sebaqai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak. Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua golongan: 1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan bilakecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya. 2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutanfJ, dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.

Apa saja senyawa-senyawa pencemar lingkungan? Pencemar adalah Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam tetapi jumlahnya (konsentrasinya) sangat tinggi tidak alami.contoh:Minyak mentah, minyak hasil penyulingan, fosfat dan logam berat. Senyawa xenobiotik merupakan Senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidak pernah ditemukan di alam.contohnya pestisida, herbisida, plastik dan serat sintetis Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan pelarut (kloroform, karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor, antrazin, 2,4-D), fungisida (perrtaklorofenol), insektisida (organofosfat), petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH), benzena, toluena, xilena), polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat, bahanbahan radioaktif, dan masih banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan, seperti yang tertera dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

Apa yang dimaksud dengan bioremediasi?

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.

II. Bioremediasi senyawa organik Proses mengubah senyawa pencemar organik yang berbahaya menjadi senyawa lain yang lebih aman dengan memanfaatkan organisme. Melibatkan proses degradasi molekular melalui aktifitas biologis.Campur tangan manusia untuk mempercepat degradasi senyawa pencemar yang berbahaya agar turun konsentrasinya atau menjadi senyawa lain yang lebih tidak berbahaya melalui rekayasa proses alami atau proses mikrobiologis dalam tanah, air dan udara.

Keunggulan bioremediasi Senyawa organik Kunggulan memakai system biromediasi adalah Proses alami, mengubah molekul senyawa pencemar organik, bukan hanya memindahkan, biaya paling murah dibandingkan cara yang lain. Juga hasil akhir degradasi adalah gas karbon dioksida, air, dan senyawa-senyawa sederhana yang ramah lingkungan. Alasan penggunaan perlakuan biologis adalah lebih murah karena dapat digunakan in-situ sehingga mengurangi beaya pengangkutan dan gangguan lingkungan. Kemudian Mikroba alami dapat digunakan. Pelaku utama system ini adalah mikroorganisme yaitu bakteria, sianobakteria, dan fungi yang dikenal sebagai Remediasi oleh mikrobia.Penggunaan tanaman sebagai pelakunya dikenal Fitoremediasi. Dan ada juga penggunaan Mikroorganisme dan tanaman sekalian. Keuntungan menggunakan mikrobia untuk mendegradasi senyawa pencemar organic adalah Jumlahnya banyak dan ada dimana-mana, Jalur metabolisme dalam aktivitas hidupnya dapat dimanfaatkan untuk mendegradasi senyawa pencemar organik dan mengubahnya menjadi senyawa yang lebih tidak berbahaya Pertimbangan kimia dan mikrobiologis yang perlu dipertimbangkan antara lain: Apakah kontaminannya dapat terdegradasi secara biologis? Diantara senyawa yang mudah terdegradasi secara biologis adalah hidrokarbon minyak bumi sederhana, hidrokarbon aromatik (hingga 3 cincin), amina sederhana, ester, keton dan eter

Senyawa pencemar organic yang secara potensial dapat diremedias Mudah didegradasi Sedikit terdegradasi Sulit terdegradasi Umumnya tidak terdegradasi

BBM,minyak tanah

Kreosot, tars batubara Pelarut terklorinasi (TCE) Beberapa pestisida dan herbisida

Dioxin

Keton dan alkohol

Pentakorofenol(PCP)

Bifenil terpoliklorinasi (PCB)

Aromatik monosiklik Aromatik (naftalena) bisiklik

Pada bioremediasi mikrobial terdapat faktor-faktor utama yang menentukan yaitu Populasi mikroba, Konsentrasi nutrien, Pasokan oksigen, Suhu dan kelembaban. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu : 1. merangsang pertumbuhan mikroba endogenik (biostimulasi), 2. Menambahkan mikroba yang sudah beradaptasi pada daerah yang tercemar sehingga meningkatkan biotransformasi, 3. Bioremidiasi tanpa campur tangan manusia (bioremediasi intrinsik). Penerapan Bioremediasi 1. 2. Lingkungan dibawah permukaan tanah Air berminyak Kemampuan populasi mikroba endogen (bioaugmentasi) dalam

III. Lingkungan dibawah permukaan tanah

Pada bioremediasi terjadi proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ada dua jenis bioremediasi, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Sementara bioremediasi ex-situ atau pembersihan off-side dilakukan dengan cara tanah yang tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol, kemudian diberi perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba. Bioremediasi ex-situ dapat berlangsung lebih cepat, mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan bioremediasi in-situ. Bioremediasi ex-situ meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Kelemahan bioremediasi ex-situ ini jauh lebih mahal dan rumit. Sedangkan keunggulannya antara lain proses bisa lebih cepat dan mudah untuk dikontrol, mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam. Proses bioremediasi harus memperhatikan antara lain temperatur tanah, derajat keasaman tanah, kelembaban tanah, sifat dan struktur geologis lapisan tanah, lokasi sumber pencemar, ketersediaan air, nutrien (N, P, K), perbandingan C : N kurang dari 30:1, dan ketersediaan oksigen.

Bioremediasi senyawa organic pada skala mikroskopis

Bioremidiasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu 1. Ex situ pengolahan dilakukan di tempat lain sehingga perlu pemindahan. 2. In situ pengolahan dilakukan di tempat pencemaran tanpa pemindahan.

Secara diagram seperti dibawah ini :

Bioremediasi Ex-Situ Bioremediasi lahan yang tercemar senyawa organik secara ex-situ dapat dilakukan dengan cara landfarming dan bioreactor. Landfarming merupakan salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan di permukaan tanah.Prosesnya memrlukan kondisi aerob,dapt dilakukan secara ex-situ dan in-situ. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan teknik ini, yaitu kondisi lingkungan, sarana pelaksanaan dan biaya Tanah tercemar untuk lokasi penerapan hendaknya memiliki konduktivitas hidrolik sedang seperti lanau ( loam) atau lanau kelempungan ( loam clay ). Apabila diterapkan pada tanah lempung dangan kandungan clay lebih dari 70% akan sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung yang mudah mengeras apabila terkena air.Walaupun kegiatan landfarming dapat dilaksanakan seacara in-situ dan ex-situ . Tetapi bial letak tanah tercemar jauh diatas muka air (water table) maka landfarming hanya dapat dilakukan secara in-situ. Jenis bahan pencemar juga mempengaruhi bioremediasi.Pencemar yang tersusun atas bahan yang mempunyai penguapan rendah masih sesuai untuk ditangani secara landfarming. Bahan pencamar yang mudah menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan secara terbuka. Sebaiknya kandungan TPH dibawah 10%. Ketersediaan lahan dan alat berat untuk menggali juga menentukan teknik landfarming yang digunakan.KOndisi lingkungan, iklim

tempat kegiatan landfarming sanag mempengaruhi proses. Panas yang terik dapat mengakibatkan tanah capat mengering, maka kelembaban harus selalu dijaga dengan penyiraman. Sebaiknya pada musim hujan, tanah jenuh air, sehinggga menghambat biodegradasi pencemar karena aerasi terhambat

Gambar Skema perlakuan landfarming pada prepared bed reactor

Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan air, pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah tercemar dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air, terutama berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya pencemaran baru akibat limpahan air tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di dasar lahan pengolah, biasanya berupa lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali yang lebih baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE (High Density Polyethylene). Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara, cuaca, air tanah dan sebagainya. Pada teknik Landfarming yang dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi yang tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain. Selanjutnya tanah dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa serbuk gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan konduktivitas hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah. Hamparan tanah selalu dijaga kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%. Secara periodik, lapisan tanah dibajak agar tanah mendapat aerasi yang cukup. Penambahan O2 juga disebut bioventing. Apabila

diperlukan pada periode tertentu, juga diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat berlangsung. Selain penambahan nutrien dan O2, juga dapat ditambah inokulum mikroba. Nutrien umumnya adalah pupuk NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari hasil uji dapat menurunkan TPH sampai 49% Selama kegiatan landfarming, secara periodik dilakukan monitoring untuk mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan pengaruhnya terhadap lingkungan

Bioreaktor

Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah sebuah peralatan atau sistem yang mampu menyediakan sebuah lingkungan biologis yang dapat menunjang terjadinya reaksi biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki. Reaksi biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan organisme atau komponen biokimia aktif (enzim) yang berasal dari organisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik. Sementara itu, agensia biologis yang digunakan dapat berada dalam keadaan tersuspensi atau terimobilisasi. Contoh reaktor yang menggunakan agensia terimobilisasi adalah bioreaktor dengan unggun atau bioreaktor membran. Komponen utama bioreaktor terdiri atas tangki, sparger, impeller, saringan halus atau baffle dan sensor untuk mengontrol parameter. Tanki berfungsi untuk menampung campuran substrat, sel mikroorganisme, serta produk. Volume tanki skala laboratorium berkisar antara 1 30 L, sedangkan untuk skala industri dapat mencapai lebih dari 1 000 L. Sparger terletak di bagian bawah bioreaktor dan berperan untuk memompa udara, dan mencegah pembentukan gelembung oksigen. Impeller berperan dalam agitasi dengan mengaduk campuran substrat dan sel. Impeller digerakkan oleh rotor. Baffle juga berperan untuk mencegah terjadinya efek pusaran air akibat agitasi yang dapat mengganggu agitasi yang seharusnya. Sensor berperan untuk mengontrol lingkungan dalam bioreaktor. Kontrol fisika meliputi sensor suhu, tekanan, agitasi, foam, dan kecepatan aliran. Sedangkan, kontrol kimia meliputi sensor pH, kadar oksigen, dan perubahan komposisi medium.

Rancangan dari sebuah bioreactor seperti digambarkan dibawah ini:

Bioreaktor biasanya terbuat dari bahan stainless steel karena bahan tersebut tidak bereaksi dengan bahan-bahan yang berada dalam bioreaktor sehingga tidak menggangu proses biokimia yang terjadi. Selain itu, bahan tersebut juga anti karat dan tahan panas. Selain itu, bioreaktor juga harus dapat menciptakan lingkungan yang optimum bagi mikroorganisme ataupun reaksi yang diinginkan maka diperlukan pengontrolan. Parameter yang biasa dikontrol pada bioreaktor adalah suhu, pH, substrat (sumber karbon dan nitrogen), aerasi, dan agitasi. Perancangan bioreaktor adalah suatu pekerjaan teknik yang cukup kompleks. Pada keadaan optimum, mikroorganisme atau enzim dapat melakukan aktivitasnya dengan sangat baik. Keadaan yang mempengaruhi kinerja agensia biologis terutama temperatur dan pH. Untuk bioreaktor dengan menggunakan mikroorganisme, kebutuhan untuk hidup seperti oksigen, nitrogen, fosfat, dan mineral lainnya perlu diperhatikan. Pada bioreaktor yang agensia biologisnya berada dalam keadaan tersuspensi, sistem pengadukan perlu diperhatikan agar cairan di dalam bioreaktor tercampur merata (homogen). Seluruh parameter ini harus dimonitor dan dijaga agar kinerja agensia biologis tetap optimum. Untuk bioreaktor skala laboratorium yang berukuran 1,5-2,5 L umumnya terbuat dari bahan kaca atau borosilikat, namun untuk skala industri, umunya digunakan bahan baja tahan karat (stainless steel) yang tahan karat. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kontaminasi senyawa metal pada saat fermentasi terjadi di dalamnya. Bahan baja yang mengandung < 4% kromium disebut juga baja ringan, sedangkan bila kadar kromium di dalamnya >4% maka disebut stainless steel. Bioreaktor yang umum digunakan terbuat dari bahan baja 316 yang mengandung 18% kromium, 2-2,5% molibdenum, dan 10% nikel. Bahan yang dipilih harus bersifat non-toksik dan tahan terhadap sterilisasi berulang-ulang menggunakan uap tekanan tinggi. Untuk mencegah kontaminasi, bagian atas biorektor dapat ditambahkan dengan segel aseptis (aseptic seal) yang terbuat dari campuran metal-kaca atau metal-metal, seperti O-ring dan gasket. Untuk meratakan media di dalam bioreaktor digunakan alat pengaduk yang disebut agitator atau impeler. Sementara itu, untuk asupan udara dari luar ke dalam sistem biorektor digunakan sistem aerasi yang berupa sparger. Untuk bioreaktor aerob, biasanya digunakan

kombinasi sparger-agitator sehingga pertumbuhan mikrooganisme dapat berlangsung dengan baik. Pada bagian dalam bioreaktor, dipasang suatu sekat yang disebut baffle untuk mecegah vorteks dan meningkatkan efisiensi aerasi. Baffle ini merupakan metal dengan ukuran 1/10 diameter bioreaktor dan menempel secara radial di dindingnya. Bagian lain yang harus dimiliki oleh suatu bioreaktor adalah kondensor untuk mengeluarkan hasil kondensasi saat terjadi sterilisasi dan filter (0,2 m) untuk menyaring udara yang masuk dan keluar tangki. Untuk proses inokulasi kultur, pengambilan sampel, dan pemanenan, diperlukan adanya saluran khusus dan pengambilannya harus dilakukan dengan hati-hati dan aseptis agar tidak terjadi kontaminasi. Untuk menjaga kondisi dalam bioreaktor agar tetap terkontrol, digunakan sensor pH, suhu, antibuih, dan oksigen terlarut (DO). Apabila kondisi di dalam sel mengalami perubahan, sensor akan memperingatkan dan harus dilakukan perlakuan tertentu untuk mempertahankan kondisi di dalam bioreaktor. Misalkan terjadi perubahan pH maka harus ditambahkan larutan asam atau basa untuk menjaga kestabilan pH. Penambahan zat ini dapat dilakukan secara manual namun juga dapat dilakukan secara otomatis menggunakan bantuan pompa peristaltik. Selain asam dan basa, pompa peristaltik juga membantu penambahan anti-buih dan substrat ke dalam bioreaktor. Jenis-jenis bioreaktor Berdasarkan tingkat aseptis maka sistem bioreaktor terbagi menjadi 2, yaitu bioreaktor sistem non aseptis (untuk pengolahan limbah) dan bioreasktor sistem aseptis (untuk produksi sel dan produksi metabolit). Untuk bioreaktor sistem aseptis diperlukan sterilisasi bioreaktor pada suhu dan tekanan yang tinggi. Sedangkan, berdasarkan pemberian substrat maka sistem fermentasi dalam bioreaktor terbagi menjadi tiga, yaitu batch fermentation, continous batch fermentation, dan fed batch fermentation. Pada batch fermentation, makanan hanya diberikan satu kali saja kemudian produk dipanen. Pada continous batch fermentation, makanan diberikan terus menerus. Pada fed batch fermentation, makanan diberikan kemudian produk dipanen, makanan yang baru diberikan sebelum makanan pertama yang diberikan habis. Lalu, bila kita melihat sistem aerasinya, bioreaktor dibagi menjadi bioreaktor stirred tank, bubble column, dan loop airlift. Prinsip stirred tank bioreactor adalah menghasilkan aerasi dengan menggunakan agitasi mekanis, yaitu dengan impeller. Pada bubble column bioreactor, udara dalam bentuk gelembung dimasukkan ke media melalui sparger untuk aerasi. Sedangkan, pada loop airlift bioreactor, udara dan media disirkulasi bersamaan melalui kolom yang dimasukkan ke dalam kolom lain. Produksi skala besar Untuk melakukan produksi skala besar menggunakan bioreaktor dibutuhkan proses peningkatan skala (scale up). Parameter kinetik merupakan acuan dalam peningkatan skala bioreaktor. Parameter kinetik dalam bioreaktor ialah pengaturan suhu, pH, aerasi, agitasi, dan agen antifoam. Pengaturan suhu dalam bioreaktor dilakukan dengan cara pemompaan air dingin ke bagian jaket bioreaktor. Pengaturan pH dilakukan dengan cara pemberian asam seperti HCl

dan basa seperti NaOH. Agitasi dalam bioreaktor dibutuhkan untuk homogenisasi isi bioreaktor dan aerasi dalam bioreaktor. Jika organisme dalam bioreaktor bersifat aerob maka udara (oksigen) harus dimasukkan ke dalam bioreaktor. Udara dalam bioreaktor dimasukkan melalui sparger yang berada di bawah. Dalam proses aerasi dan agitasi kadang-kadang dihasilkan foam yang dapat mengganggu reaksi biokimia dalam bioreaktor. Oleh karena itu, dibutuhkan agen antifoam untuk mencegah terjadinya foam. Agen antifoam yang umunya dipakai dapat berupa minyak sawit ataupun tween. Aplikasi Awalnya bioreaktor hanya digunakan untuk memproduksi ragi, ekstrak khamir, cuka, dan alkohol. Namun, alat ini telah digunakan secara luas untuk menghasilkan berbagai macam produk dari makhluk hidup seperti antibiotik, berbagai jenis enzim, protein sel tunggal, asam amino, dan senyawa metabolit sekunder lainnya. Selain itu, suatu senyawa juga dapat dimodifikasi dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan senyawa hasil transformasi yang berguna bagi manusia. Pengolahan limbah buangan industri ataupun rumah tangga pun sudah dapat menggunakan bioreactor untuk memperoleh hasil buangan yang lebih ramah lingkungan Teknik bioremediasi lahan dengan sistem Composting,bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan organik padat yang relatif mudah terombak, dan diletakkan membentuk suatu tumpukan. Bahan organik yang dicampurkan dapat berupa limbah pertanian, sampah organik, atau limbah gergajian. Untuk mempercepat perombakan kadang-kadang diberi pupuk N, P, atau nutrien anorganik lain. Bahan yang telah dicampur sering ditumpuk membentuk barisan yang memanjang, yang disebut windrow. Selain itu dapat juga ditempatkan dalam wadah yang besar/luas dan diberi aerasi, khusus untuk bahan yang tercemari bahan kimia berbahaya. Aerasi diberikan melalui pengadukan secara mekanis atau menggunakan alat khusus untuk memberikan aerasi. Kelembaban bahan campuran tetap dijaga. Setelah diinkubasikan terjadi pertumbuhan mikroba, dan suhu tumpukan meningkat mencapai 50-60oC. Meningkatnya suhu dapat meningkatkan perombakan bahan oleh mikroba. Metode composting telah digunakan misalnya untuk mengatasi tanah yang terkontaminasi klorofenol. Pada skala lapangan menunjukkan

bahwa dengan metode ini dapat menurunkan konsentrasi bahan peledak TNT, RDX, dan HMX dalam sedimen yang tercemar oleh bahan-bahan tersebut. Teknik biopile merupakan pengembangan dari teknik pengomposan. Biopile merupakan salah satu teknik bioremediasi ex-situ yang dilakukan di permukaan tanah. Teknik ini juga disebut sebagai aerated compost pile. Oleh karena aerasi pada pengomposan terjadi secara alami, sedangkan pada biopile menggunakan pompa untuk menginjeksikan oksigen ke dalam tumpukan tanah tercemar yang diolah. Proses biodegradasi dipercepat dengan optimasi pasokan oksigen, pemberian nutrien dan mikroba serta pengaturan kelembaban. Biopile merupakan teknik penanggulangan lahan tercemar yang mirip dengan landfarning. Pada teknik landfarming, aerasi diberikan dengan cara membolak-balik tanah

dengan cara dibajak, sedangkan pada biopile aerasi diberikan menggunakan peralatan. Pada biopile ada dua cara pemberian aerasi. Pertama dengan pompa penghisap untuk memasukkan

oksigen dari udara ke

lapisan tanah, dan yang ke-dua menggunakan blower untuk

menginjeksikan udara ke dalam tanah.

Bioremediasi In-Situ Teknologi bioremediasi dapat dilakukan dengan cara: 1. Bioremediasi terekayasa meliputi: Biostimulasi Nutrien (phosphor, Nitrogen) dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut. Keberadaan sejumlah kecil bahan pencemar juga dapat difungsikan sebagai pemicu untuk mengaktifkan enzim.Biostimulasi (stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah dan/ atau air) Teknik Biostimulasi dapat dilakukan dengan penambahan oksigen melalui cara: o Bio-venting: pemompaan udara dan nutrisi melalui sumur injeksi.

o Air Sparging: pemompaan udara untuk meningkatkan aktifitas degradasi oleh mikroba.

o Injeksi Hidrogen Peroksida : menggunakan sprinkler atau pemipaan. o Sumur Ekstraksi : Untuk mengeluarkan air tanah yang kemudian ditambah nutrisi dan oksigen dan dimasukkan kembali ke dalam tanah melalui sumur injeksi.

Biostimulasi dapat juga dengan penambahan oksigen dan nutrient secara bersamaan. Kombinasi bioremediasi ex-situ dan in-situ

Dalam cara ini aktifitas mikrobia penghuni tanah ditingkatkan Bioaugmentasi Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi. 2. Bioremediasi Alami(apa adanya) Yaitu bioremediasi Intrinsik Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

Senyawa organik optimasi bioremediasi lahan tercemar Senyawa organik Untuk mengoptimalkan dan mempercepat biodegradasi senyawa pencemar yang ada di dalam air dan tanah dapat digunakan mikroba yang telah beradaptasi dan digabungkan dengan: Menjamin ketersediaan air (kadar air antara 30-80%) .

Menambahkan nutrisi (nitrogen, fosfor, sulfur) . Menjamin ketersediaan oksigen. (jika tipe degradasi aerobik) 2-3 kg oksigen per kg hidrokarbon yang didegradasi. Menjamin pH moderat Tidak terlalu masam maupun basa, antara 6-9. Menjamin suhu yang moderat - 10o - 40oC. Penambahan enzim, katalis kimia untuk mendegradasi senyawa-senyawa limbah. Penambahan surfaktan (detergen).

Kelemahan perlakuan biologis Kadang-kadang tidak efektif di beberapa lokasi karena toksisitas pencemar seperti Logam, Senyawa organik berkhlor dan Garam-garam anorganik Waktu yang diperlukan : in situ perlu waktu bervariasi antara 1 - 6 tahun. ex situ antara 1-7 bulan. IV. Bioremediasi lahan tercemar bahan an organic (logam) Interaksi logam - mikroba

Bioleaching adalah ekstraksi logam tertentu dari bijih menggunakan bakteri. Bioleaching merupakan salah satu dari beberapa aplikasi dalam biohydrometallurgy dan beberapa metode yang digunakan untuk memulihkan tembaga, seng, timah, arsen, antimon, nikel, molibdenum, emas, dan kobalt Ekstraksi besi dapat melibatkan berbagai jenis bakteri pengoksidasi besi dan sulfur, termasuk Thiobacillus Acidithiobacillus dan thiooxidans Acidithiobacillus (sebelumnya dikenal sebagai Thiobacillus). Sebagai contoh, bakteri mengkatalisasi arsenopirit mineral (FeAsS), dengan mengoksidasi sulfur dan logam (dalam hal ini ion arsenik).Untuk keadaan oksidasi yang lebih tinggi sementara mengurangi dioksigen oleh H2 and Fe3Hal ini memungkinkan produk larut FeAsS(s) Fe2+(aq) + As3+(aq) + S6+(aq)

Proses ini sebenarnya terjadi pada periode ketika] [membran sel] bakteri. Elektron masuk ke dalam sel dan digunakan dalam proses biokimia untuk menghasilkan energi bagi bakteri untuk mengurangi molekul oksigen ke air. , bakteri mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ (melepaskan O2 ) Fe2+Fe3+ selanjutnya mengoksidasi logam ke bilangan oksidasi yang lebih tinggi dengan penambahan dan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ M3+ M5+ Besi dipisahkan dari bijih dan dalam larutan Beberapa jenis jamur dapat digunakan untuk bioleaching. Jamur dapat tumbuh pada berbagai tingkatan, seperti dengan elektronik, catalytic converter, dan fly ash dari pembakaran limbah rumah tangga. Eksperiment telah menunjukkan bahwa dua strain jamur (Aspergillus Niger, simplicissimum Penicillium) mampu memobilisasi Cu dan Sn sebesar 65%, dan Al, Ni, Pb, dan Zn oleh lebih dari 95% Aspergillus Niger dapat. Menghasilkan beberapa asam organik seperti sitrat asam. Sehingga dapat digunakan untuk bioleaching sulfida. Jika dibandingkan dengan ekstraksi tradisional melibatkan banyak tahapdan biaya yang mahal seperti pemanggangan dan peleburan, serta membutuhkan konsentrasi yang cukup dari unsur-unsur dalam bijih dan ramah lingkungan.Tetapi konsentrasi rendah bukan masalah bagi bakteri karena mereka hanya mengabaikan limbah yang mengelilingi logam, mencapai hasil ekstraksi lebih dari 90% dalam beberapa kasus. Mikroorganisme ini benar-benar mendapatkan energi dengan memecah mineral menjadi elemen-elemen penyusunnya. Beberapa keuntungan yang terkait dengan bioleaching adalah: * Ekonomi: bioleaching umumnya sederhana dan karena itu lebih murah untuk mengoperasikan dan pemeliharaan dari pada proses tradisional, * Lingkungan: Proses ini lebih ramah lingkungan daripada metode ekstraksi tradisional. Bagi perusahaan ini dapat diterjemahkan ke dalam keuntungan, karena perlu membatasi emisi sulfur dioksida selama peleburan Kurang landscape, karena bakteri yang terlibat tumbuh secara alami, dan tambang diwilayah sekitarnya dapat dibiarkan relatif tidak tersentuh.Sedangkan bakteri berkembang biak dalam kondisi tambang tersebut, mereka mudah dibudidayakan dan didaur ulang. Beberapa kelemahan yang terkait dengan bioleaching adalah: * Ekonomi: proses pencucian bakteri sangat lambat dibandingkan dengan peleburan. Hal ini membawa laba kurang serta memperkenalkan penundaan yang signifikan dalam arus kas untuk tanaman baru. * Lingkungan: zat kimia beracun yang kadang-kadang dihasilkan dalam proses. Asam sulfat dan ion H + yang telah terbentuk dapat bocor ke dalam air tanah dan permukaan menjadi asam, menyebabkan kerusakan lingkungan. Ion berat seperti besi, seng, dan arsen selama kebocoran air asam tambang. Ketika pH larutan ini meningkat, sebagai hasil dari pengenceran oleh air tawar, endapan ion ini, membentuk "Kuning Boy" polusi. Untuk alasan ini, setiap tahapan bioleaching harus direncanakan dengan hati-hati, karena proses tersebut dapat mengakibatkan kegagalan keamanan hayati.

Biosorpsi

Biosorpsi adalah proses fisiokimia yang terjadi secara alami dalam biomassa tertentu yang memungkinkan untuk mengikat kontaminan kedalam struktur sel. Poolutan berinteraksi secara alami dengan sistem biologi.Jika tidak terkontrol,akan merembes ke dalam suatu entitas biologis dalam kisaran paparan. Kontaminan yang paling bermasalah termasuk logam berat, pestisida dan senyawa organik lainnya yang dapat menjadi racun bagi satwa liar dan manusia dalam konsentrasi kecil. Ada beberapa metode yangdigunakan, tetapi mahal atau tidak efektif Namun, sebuah badan yang luas penelitian telah menemukan bahwa berbagai macam limbah umum dibuang termasuk kulit telur, tulang, gambut, jamur, rumput laut, ragi dan kulit wortel ,efisien dapat menghilangkan toksisitas ion logam berat dari air yang terkontaminasi. Ion dari logam seperti merkuri dapat bereaksi di lingkungan membentuk senyawa berbahaya seperti methylmercury, senyawa yang diketahui menjadi racun pada manusia. Selain itu, biomassa menyerap, atau biosorbents, juga bisa menghilangkan logam berbahaya lainnya seperti: arsenik, timbal, kadmium, kobalt, krom dan uranium Biosorpsi dapat digunakan sebagai teknik penyaringan yang ramah lingkungan. Tidak ada keraguan bahwa dunia bisa mendapatkan keuntungan dari lebih ketat menyaring polutan berbahaya yang diciptakan oleh proses industri dan semua-sekitar aktivitas manusia. Ide untuk menggunakan biomassa sebagai alat dalam pembersihan lingkungan telah ada sejak awal 1900an ketika Arden dan Lockett menemukan beberapa jenis kultur bakteri yang hidup yang mampu memulihkan nitrogen dan fosfor dari limbah mentah ketika dicampur dalam tangki aerasi. Penemuan ini kemudian dikenal sebagai proses lumpur aktif yang disusun konsep bioakumulasi dan masih banyak digunakan di pabrik pengolahan air limbah saat ini. Tidak sampai tahun 1970an ketika para ilmuwan melihat karakteristik eksekusi dalam biomassa mati yang mengakibatkan pergeseran dalam penelitian dari bioakumulasi ke biosorpsi Meskipun bioakumulasi dan biosorpsi digunakan secara sinonim, mereka sangat berbeda dalam cara mereka menyerap kontaminan. Biosorpsi adalah proses metabolik pasif, yang berarti tidak memerlukan energi, dan jumlah kontaminan yang terserap tergantung pada kesetimbangan kinetik dan komposisi permukaan sorbents sel.Kontaminan yang teradsorpsi ke struktur sel.Sedangkan bioakumulasi adalah proses metabolisme aktif didorong oleh energi dari organisme hidup dan membutuhkan respirasi. Bioakumulasi terjadi dengan menyerap kontaminan yang ditransfer ke dan di permukaan sel. Baik bioakumulasi dan biosorpsi terjadi secara alami dalam semua organisme hidup Namun, dalam percobaan terkontrol yang dilakukan pada strain hidup dan mati dari sphaericus bacillus ditemukan bahwa biosorpsi ion kromium adalah 13 20% lebih tinggi dalam sel-sel mati dari sel-sel hidup.

Dalam hal rehabilitasi lingkungan, biosorpsi adalah lebih baik untuk bioakumulasi karena terjadi pada tingkat yang lebih cepat dan dapat menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi]. Karena logam terikat ke permukaan sel Proses biosorpsi ditentukan oleh keseimbangan, pH, konsentrasi biomassa dan interaksi antara ion logam yang berbeda.

dalam banyak aplikasi untuk waktu yang lama. Satu yang sangat luas dikenal penggunaan biosorpsi terlihat dalam filter karbon aktif. Mereka dapat menyaring udara dan air dengan memungkinkan pencemar untuk mengikat struktur tata ruang yang sangat keropos dan Banyak

limbah industri mengandung logam beracun yang harus dibuang. Penghilangan dapat dicapai dengan teknik biosorpsi. Ini adalah sebuah alternatif untuk menggunakan biosorben dibandingkan buatan manusia /resin pertukaran ion, yang biayanya sepuluh kali lebih tinggi, karena biosorbents sering digunakan pada limbah dari peternakan ,sangat mudah untuk regenerasi, seperti halnya dengan biomassa dipanen,misalnya rumput laut dan lainnya. Proses biosorpsi sering dilakukan dengan menggunakan kolom serap seperti terlihat pada Gambar. Efluen mengandung ion logam berat dimasukkan ke dalam kolom dari atas. Biosorbents menyerap kontaminan dan membiarkan ion-bebas limbah untuk keluar kolom di bagian bawah. Proses ini dapat dibalik untuk mengumpulkan larutan yang sangat terkonsentrasi kontaminan logam.Biosorbents kemudian dapat digunakan kembali atau dibuang dan diganti.

Fitoremediasi Penggunaan logam berat dan senyawa organik secara intensif di dalam industri menimbulkan kontaminasi di tanah dan air. Metode-metode remediasi berbasis fisika dan kimia telah dikembangkan dan diterapkan untuk mengatasi pencemaranMetode remediasi yang dikenal sebagai fitoremediasi ini mengandalkan pada peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun senyawa organic. Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris phytoremediation; kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton (= "tumbuhan") dan remediation yanmg berasal dari kata Latin remedium ( ="menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga "menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan") (Anonimous, 1999b). Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai: penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik Fitoremediasi dapat dibagi menjadi fitoekstraksi, rizofiltrasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, fitovolatilisasi. Fitoekstraksi mencakup penyerapan kontaminan oleh akar tumbuhan dan translokasi atau akumulasi senyawa itu ke bagian tumbuhan seperti akar, daun atau batang. Phytoextraction adalah pengambilan dan penyimpanan polutan dalam batang tanaman atau daun. Beberapa tanaman, hyperaccumulators, menarik polutan melalui akar. Setelah polutan menumpuk di batang dan daun tanaman yang dipanen. Kemudian tanaman dapat berupa dibakar atau dijual. Bahkan jika tanaman tidak dapat digunakan, insinerasi dan pembuangan tanaman yang masih lebih murah daripada metode remediasi tradisional. Sebagai perbandingan,

diperkirakan sebuah situs yang berisi 5000 ton tanah yang terkontaminasi akan menghasilkan hanya 20-30 ton abu (Black, 1995). Metode ini terutama bermanfaat pada remediating logam. Rizofiltrasi adalah pemanfaatan kemampuan akar tumbuhan untuk menyerap, mengendapkan, dan mengakumulasi logam dari aliran limbah. Fitodegradasi adalah metabolisme kontaminan di dalam jaringan tumbuhan, misalnya oleh enzim dehalogenase dan oksigenase. Fitostabilisasi adalah suatu fenomena diproduksinya senyawa kimia tertentu untuk

mengimobilisasi kontaminan di daerah rizosfer. Fitovolatilisasi terjadi ketika tumbuhan menyerap kontaminan dan melepasnya ke udara lewat daun; dapat pula senyawa kontaminan mengalami degradasi sebelum dilepas lewat daun Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut. Akar tanaman dapat menyerap logam .Mekanisme penyerapan logam lewat pembentukan suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis rumput-rumputan (Marschner dan Romheld, 1994). Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat (mengkhelat) logam dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif. Selain aktif terhadap besi, fitosiderofor dapat mengikat logam lain seperti seng, tembaga dan mangan. Sekarang diketahui, bahwa berbagai molekul lain berfungsi serupa, misalnya histidin yang meningkatkan penyerapan nikel pada Alyssum sp,dan suatu senyawa peptida khusus, fitokhelatin, yang mengikat selenium pada Brassica juncea dan logam lain seperti timbal, kadmium dan tembaga . Di dalam meningkatkan penyerapan logam, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di membran akarnya Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui kanal khusus di dalam membran akar. Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem, ke bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya histidin yang terikat pada Ni dan fitokhelatin-glutation yang terikat pada Cd Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar Cd pada Silene dioica trikhoma dan lateks untuk Ni pada Serbetia acuminata Ekosistem lahan basah memiliki kemampuan alamiah untuk menghilangkan pencemar organik. Kemampuan ini terutama disebabkan karena adanya tumbuhan lahan basah yang berperan sebagai pengolah limbah hingga memenuhi kriteria baku mutu limbah. Pengetahuan

tentang pengaruh lingkungan terhadap tumbuhan lahan basah merupakan kunci untuk menentukan jenis vegetasi yang cocok dipakai pada sistem pengolah limbah. Tumbuhan mengapung dipakai untuk pengolah limbah karena tumbuhan tersebut mengasimilasi senyawa organik dan anorganik dari limbah.. berfungsi sebagai filtrasi dan pengendap senyawa hidrokarbon dan logam berat beracun. Tingkat konsentrasi logam berat dalam jaringan tanaman-tanaman tersebut adalah sebagai berikut: akar > rizoma > daun, seperti eceng Fitoremediasi bukan hanya lebih sekedar menanam dan membiarkan dedaunan tumbuh,tetapi harus direkayasa untuk mencegah erosi dan banjir dan memaksimalkan penyerapan polutan. Ada 3 teknik penanaman utama untuk fitoremediasi, yaitu : 1. Tumbuh tanaman di atas tanah, seperti tanaman. Teknik ini sangat berguna bila kontaminan berada dalam zona akar tanaman, biasanya 3 - 6 kaki (Ecological Engineering, 1997), atau zona akar pohon, biasanya 10-15 kaki (T. Crossman, komunikasi pribadi, November 18, 1997 ). 2. Tumbuh tanaman dalam air (akuakultur). Air dari akifer yang lebih dalam dapat dipompa keluar dari tanah dan diedarkan melalui "reaktor" tanaman dan kemudian digunakan dalam aplikasi di mana ia kembali ke bumi (irigasi misalnya). 3. Menanam pohon di tanah tersebut dan membangun sumur di mana akar-akar pohon dapat tumbuh. Metode ini dapat memulihkan akuifer lebih in-situ. Sumur memberikan arteri bagi akar pohon untuk tumbuh ke arah air dan membentuk sistem akar di pinggiran kapiler. Ini diilustrasikan pada Gambar 2 (M. Wagner, komunikasi pribadi, September, 1997). 4. Menentukan mana tanaman yang digunakan:

Gambar Ilustrasi remediasi sumur lebih in-situ. Fitoremediasi telah ditunjukkan untuk bekerja pada logam dan agak senyawa nitrogen senyawa hidrofobik seperti senyawa BTEX, pelarut berklorin, limbah amunisi, dan. Tabel 1 menunjukkan daftar sebagian tanaman dan yang mencemari mereka mampu remediating. Tabel 2 menunjukkan

pencatatan proyek perbaikan saat ini untuk memberikan pembaca gambaran tentang kemungkinan perbaikan.

Table 1. Partial listing of plants and chemicals they can remediate. Plant Chemicals Arabidopsis Bladder campion Brassica family (Indian Mustard & Broccoli) Buxaceae (boxwood) Compositae family Euphorbiaceae Tomato plant Trees in the Populus genus (Poplar, Cottonwood) Pennycress Sunflower genus Lemna (Duckweed) Parrot feather Pondweed, arrowroot, coontail Perennial rye grass Mercury Zinc, Copper Selenium, Sulfur, Lead, Cadmium, Chromium, Nickel, Zinc, Copper, Cesium, Strontium Nickel Cesium, Strontium Nickel Lead, Zinc, Copper Pesticides, Atrazine, Trichloroethylene (TCE), Carbon tetrachloride, Nitrogen compounds, 2,4,6-trinitrotoluene (TNT), hexahydro-1,3,5-trinitro-1,3,5 triazine (RDX) Zinc, Cadmium Cesium, Strontium, Uranium Explosives wastes Explosives wastes TNT, RDX Polychlorinatedphenyls (PCP's), polyaromatichydrocarbons (PAH's)

Table 2. Partial listing of current remediation possibilities. Plant Chemicals Clean-up numbers Source 0.016-0.019 mg of Pondweed, TNT / L per day & Arrowroot, TNT & RDX Betts, 1997 0.133 - 0.291 mg Coontail RDX / L per day Poplars Mustard Greens & Pumpkin Vines Halophytes Nitrates from fertilizers From 150 mg/L to 3 mg / L in under 3 USEPA, 1996 years 45% of the excess was removed Reduced the salt levels in the soils by 65% 108 lb / acre per year & 1.7 lb / acre per year Ecological Engineering, 1997 Ecological Engineering, 1997

Lead

Salts

Pennycress

Zinc & Cadmium

Chaney, 1995 From TPH concentrations greater Geraghty than 100 ppm to TPH > & Miller, concentrations less 1997 than 10 ppm in less than a year.

---

Hydrocarbons

Poplar Trees Atrazine Lead(II), Strontium(II), Cadmium(II), Nickel(II), Cesium(I), Cromium (IV)

Lab: 91% of the atrazine was taken up in 10 days

Burken & Schnoor, 1997

Indian Mustard Seedlings

Lab: Concentration in the plant was 2000 - 100 times Salt et al, 1997 the concentration in solution Lab: From 1.8mM GTN to Goel et al, 1997 undetectable levels in 20 hours

Sugar Beet Nitroglycerin cell cultures (GTN)

Keuntungan dan Kerugian untuk Fitoremediasi: Keuntungan: Estetika. Pengendali energi matahari Bekerja dengan logam dan sedikit senyawa hidrofobik Dapat merangsang bioremediasi dalam tanah berkaitan erat dengan akar tanaman. Tanaman dapat merangsang mikroorganisme melalui pelepasan nutrisi dan pengangkutan oksigen ke akar Relatif murah - fitoremediasi dapat biaya sebagai sedikit sebagai $ 10 - $ 100 per halaman kubik sedangkan logam dapat mencuci biaya $ 30 - $ 300 per meter kubik (Wantanbe, 1997) Bahkan jika tanaman yang terkontaminasi dan tidak dapat digunakan, abu yang dihasilkan adalah sekitar 20-30 ton per 5000 ton tanah (Black, 1997). Sebagaipenutup tanah pada properti mengurangi risiko paparanke masyarakat Penanaman vegetasi di situs juga mengurangi erosi oleh angin dan air Dapat meninggalkan tanah lapisan atas digunakan utuh

Kekurangan: Dapat mengambil musim banyak tumbuh untuk membersihkan limbah Tanaman memiliki akar pendek. Mereka dapat membersihkan tanah atau air tanah di dekat permukaan di-situ, biasanya 3 - 6 kaki (Ecological Engineering, 1997), tetapi tidak dapat memulihkan akuifer dalam tanpa kerja desain lebih lanjut. Pohon memiliki akar yang lebih panjang dan dapat membersihkan kontaminasi sedikit lebih dalam dari tanaman, biasanya 10-15 kaki (T. Crossman, komunikasi pribadi, 18 November, 1997), tetapi tidak dapat memulihkan akuifer . Pohon tumbuh di pinggiran kapiler, tetapi tidak memperpanjang mendalam ke akuifer. Hal ini membuat remediating DNAPL di situ dengan tanaman dan pohon-pohon tidak dianjurkan. Tanaman yang menyerap bahan-bahan beracun dapat kontaminan rantai makanan. Volatization senyawa dapat mengubah masalah pencemaran air tanah untuk masalah polusi udara. Kembali air untuk bumi setelah budidaya harus diperbolehkan Kurang efisien untuk kontaminan hidrofobik, yang mengikat erat ke tanah.

V. Bioremediasi senyawa hidro karbon(minyak bumi)

Upaya bioremediasi dengan penambahan nutrien dan mikroba secara umum sudah banyak dilakukan terutama pada hidrokarbon spesifik. Untuk mempercepat proses degradasi bahan pencemar hidrokarbon di tanah, penambahan kompos dapat dilakukan, selain sebagai sumber inokulan juga sumber nutrien dalam tanah. Penambahan nutrien dan mikroba mempercepat terjadinya degradasi bahan pencemar hidrokarbon. White et al. (1999) menjelaskan bahwa penambahan nutrisi menyebabkan perubahan ekologi mikroba yang dapat mempercepat proses bioremediasi. Lee & Merlin (1999) menyatakan bahwa kelarutan nitrogen dalam sedimen berpengaruh terhadap proses biodegradasi dan keberhasilan bioremediasi. Bioremediasi pada tanah yang tercemar oleh bahan diesel di area parkir rekreasi ski di Pegunungan Alpine yang dilakukan oleh Schinner & Margesin (2001), dilakukan penambahan senyawa nitrogen, pospor dan kalium mampu menurunkan kandungan total petroleum hidrokarbon sebesar 48 % selama78 hari. Selanjutnya dikatakan bahwa mikroba mempunyai kemampuan menurunkan kadar bahan pencemar organik, dan metode ini telah terbukti efisien, ekonomis, dan ramah lingkungan. Head et al. (2004), melakukan bioremediasi untuk mendegradasi hidrokarbon di daerah Pantai Mudflat secara biostimulasi dengan penambahan pupuk yang mengandung senyawa nitrogen dan phospor menyatakan mampu menurunkan 99.7 % hidrokarbon selama 3 (tiga) bulan. Kitts & Kaplan (2004) melakukan bioremediasi di ladang minyak Guadalupe dengan penambahan nutrien yang mengandung phospat dan ammonia, total petroleum hidrokarbon yang terdegradasi 98 % selama 168 hari. Rosenberg et al.(2003) menyatakan bahwa bioremediasi petroleum dapat dilakukan dengan penambahan nutrien (berasal dari kotoran burung) sebagai sumber nitrogen dan dilakukan penambahan mikroba yang diisolasi dari kompos (kotoran burung) mampu mendegradasi 48 %. S e cara umum, kebutuhan terpenting untuk pelaksanaan bioremediasi yang dirangkum oleh Wisjnuprapto (1996) adalah: 1. Adanya mikroba yang melaksanakan proses, dan mampu memproduksi enzim yang dapat mendegradasi bahan kimia beracun (senyawa sasaran). 2. Sumber energi dan akseptor elektron, karena mikroba memperoleh energi dari reaksireaksi redoks yang berlangsung. 3. Kelembaban yang cukup, pH, dan suhu yang sesuai, serta tersedianya cukup nutrien untuk pertumbuhan sel mikroba.

Keuntungan menggunakan bioremediasi dalam mengeleminasi senyawa hidrokarbon antara lain: a) Dapat dilakukan secara ex-situ ataupun in-situ b) Biaya yang dibutuhkan relatif lebih kecil ($40 $100 per cubic yard, dan 5 75 m-3 tanah), bila dibandingkan dengan penanganan secara fisik dan kimia ($250 $800 per cubic yard, pencucian 35 - 100 m-3 tanah, Pedersen 1995; Crawford & Crawford 1996; Udiharto 1996 & Fermor et al. 2001). c) Resiko selama proses dapat dieliminasi (metode ramah lingkungan dan tidak menimbulkan kerusakan)

Biodegradasi Hidrokarbon Biodegradasi secara garis besar didefenisikan sebagai pemecahan senyawa organik oleh mikroba membentuk biomassa dan senyawa yang lebih sederhana yang akhirnya menjadi air, karbondioksida atau metana (Alexander 1994). Biodegradasi hidrokarbon didefinisikan sebagai suatu proses yang memanfaatkan aktifitas mikroba untuk mengubah senyawa hidrokarbon yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhir berupa karbondioksida, air, dan energi. Reaksi sebagai berikut: mikroorganisme

CnHn + O2 CO2 + H2O + Energi Proses degradasi limbah oleh mikroba memerlukan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Secara umum mikroba memerlukan energi untuk membentuk sel baru, untuk mikroba pendegradasi hidrokarbon dibutuhkan oksigen untuk proses degradasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa beberapa kasus pencemaran air tanah dapat disebabkan oleh senyawa organik beracun misalnya hidrokarbon dalam bentuk total petroleum hidrokarbon. Senyawa organik yang beracun dapat juga didegradasi secara biologis dengan memanfaatkan enzim (misalnya enzim metana monooksigenase) yang dihasilkan mikroba seperti disajikan pada Gambar.

Gambar Skema biodegradasi metana oleh mikroba

Proses biodegradasi hidrokarbon alifatik seperti alkana (metana) dalam reaksinya membutuhkan oksigen, sehingga reaksi oksidasi dapat berlangsung lebih cepat. Pada proses, mikroba menghasilkan enzim berfungsi sebagai katalisator, seperti metana monooksigenase, metanol dehidrogenase, formaldehid dehidrogenase dan format dehidrogenase. Dalam biodegradasi ini, metana akan diubah menjadi metanol, formaldehid mejadi asam format dan karbondioksida (Lehninger 1991). Biodegradasi minyak merupakan suatu proses yang kompleks dan tergantung komunitas mikrobanya, kondisi lingkungan dan kandungan minyak yang akan didegradasi. Dalam proses tersebut akan terjadi penguraian hidrokarbon oleh mikroba yang telah beradaptasi dengan baik di lingkungan tersebut. Menurut Citroreksoko (1996) bahwa kemampuan biodegradasi terhadap beberapa senyawa berbeda-beda. Secara umum bioremediasi limbah hidrokarbon dilakukan pada skala pilot dan laboratorium dan waktu bioremediasi pada kisaran 3 bulan (90 hari) sampai 168 hari, dan minyak yang terdegradasi 48 % sampai dengan 99.7 %.

Mikroba Pendegradasi Hidrokarbon

Mikroba pendegradasi hidrokarbon dapat ditemukan pada tanah dan air. Pada umumnya hidrokarbon akan digunakan sebagai sumber energi pada aktivitas mikroorganisme. Mikroba indigenus di lingkungan tercemar hidrokarbon mampu mendegradasi hidrokarbon karena mikroba mampu menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon. Enzim tersebut berfungsi sebagai biokatalisator pada biodegradasi (Bartha & Atlas 1987). Dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Bosser & Bartha (1984), telah ditemukan mikroba yang hidup di lingkungan minyak bumi, yaitu antara lain dari genera Alcaligenes, Arthrobacter, Acinetobacter, Nocardia, Achromobacter,Bacillus, Flavobacterium, dan seudomonas. Oetomo (1997) menemukan jenismikroba yang mampu mendegradasi minyak bumi yaitu; Pseudomonas sp.,Bacillus sp., Nocardia sp., Mycobacterium. Penelitian lain menemukan beberapa isolat mikroba dari tanah yang terkontaminasi limbah oli teridentifikasi beberapa jenis yaitu: Bacillus megaterium, Pseudomonas diminuta, Gluconobactercerenius, Pasteurella caballi (Suortti et al. 2000). (Komar & Irianto 2000) melakukan bioremediasi dengan penambahan Bacillus sp., mampu mendegradasi tanah tercemar toluene; Wijayaratih (2001) melakukan bioremediasi dengan mikroba Pseudomonas sp., mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon naftalen;Hardjito (2003) melakukan degradasi minyak bumi dengan mikroba Arthrobactersimplex, dan Pseudomonas aeruginosa. Isolat bakteri Flavobacterium sp. mampu mendegradasi 57 % suplemen minyak mentah dalam 12 hari percobaan dan bahan yang terdegradasi yaitu fluorobenzen, diklorinasi hidrokarbon, fenol, biofenil di poliklorinasi. Jenis bakteri Azoarcus sp. mampu mendegradasi benzena, toluen, ethylbenzena dan komponen xylen (Atlas & Bartha 1987). Biodegradasi hidrokarbon aromatic seperti fenol dan naftalen didominasi oleh bakteri Pseudomonas, Bacillus,Mycobacterium, Arthrobacter sp.dan Acinetobacter (Alexander 1994). Crawford & Crawford (1996) mendeteksi jenis mikroba yang mampu mendegradasi hidrokarbon aromatik yaitu Pseudomonas, Bacillus , Nocardia, Mycobacterium,Arthrobacter; Acinotobacter; Flavobacteria. Kitts & Kaplan (2004) melakukan bioremediasi total petroleum hidrokarbon di ladang minyak Guadalupe dan menemukan jenis bakteri yang dominan terdiri dari Flavobacterium, Pseudomonas dan Azoarcus sp. Jenis dan jumlah mikroba berpengaruh terhadap degradasi hidrokarbon. Menurut Schinner & Margesin (2001) bahwa pada awal penelitian jumlah mikroba yang ditemukan adalah (6.5 0.4) x 107 CFU ml-1 dan pada akhir penelitian baik pada tanah yang dipupuk maupun tidak dipupuk jumlah mikroba adalah (2.7 1.7) x 106 dan (1.5 0.5) x 106 CFU ml-1. Kitts & Kaplan (2004), jumlah bakteri ditemukan selama 3 (tiga) minggu studi 1.7 x 107 sampai dengan 1.3 x 108 CFU g-1, setelah itu menurun dan pada akhir penelitian (minggu ke 24) naik lagi menjadi 1.0 x 108 CFU g-1. Fahruddin (2006) mendegradasi benzene menggunakan mikroba Pseudomonas dan terdegradasi sebesar 96 % dengan jumlah mikroba 300 x 104 CFU ml-1. Dari hasil ini terlihat bahwa jumlah mikroba yang ditemukan termasuk cukup dan mampu menpercepat degradasi limbah hidrokarbon.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Biodegradasi

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi biodegradasi hidrokarbon diantaranya adalah, suhu, pH, kadar air, nutrisi yang tersedia dan komposisi minyak serta kemampuan mikroba untuk melakukan biodegradasi. 1. Suhu Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktifitas dari mikroba. Kemampuan mikroba dalam biodegradasi minyak bumi ditentukan juga oleh kondisi suhu lingkungan. Suhu pertumbuhan optimum mikroba dikelompokkan sebagai psikrofil (0- 30C), mesofil (25-40C ) dan termofil (50C atau lebih )(Chan & Pelczar 1986). Dalam suatu proses degradasi suhu berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia komponen-komponen bahan pencemar. Suhu rendah memperlambat tingkat penguapan hidrokarbon dan beberapa kasus dapat menimbulkan sifat toksik terhadap mikroba. Mikroba tanah dan air umumnya bersifat mesofil yaitu suhu 25-40C , dan dari golongan ini kebanyakan digunakan untuk penanggulangan pencemaran minyak bumi (Udiharto 1996). 2. Oksigen Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba ialah oksigen dan karbondioksida. Mikroba memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal respon terhadap oksigen bebas. Menurut Chan & Pelczar (1986); Wheeler & Volk (1988), mikroba dapat dibagi menjadi beberapa kelompok umum berdasarkan kebutuhan oksigen yaitu aerobik (mikroba yang membutuhkan oksigen), anaerobik (tumbuh tanpa oksigen), anaerobik fakultatif (tumbuh pada keadaan aerobik dan anaerobik) dan mikroaerofilik (tumbuh terbaik bila ada sedikit oksigen atmosferik). 3. pH pH suatu medium merupakan ukuran keasaman atau kebasaan. pH adalah ukuran aktifitas kadar ion hidrogen (Wheeler & Volk 1988), pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan mikroba adalah pada kisaran 6.5 7.5 (Chan &Pelczar 1986). Alexander (1994) menyatakan bahwa untuk degradasi hidrokarbon kisaran pH terbaik adalah pada 6.0 8.0. 4. Kadar air Kadar air sangat penting untuk hidup, tumbuh dan aktivitas metabolik dari mikroba. Tanpa air mikroba tidak dapat hidup dalam limbah minyak, mikroba hidup aktif di interfase antara minyak dengan air. Kadar air harus berada pada kondisi optimum yakni 10 25 %, agar transfer gas untuk proses oksigenase dapat berjalan dengan baik (Fermiani 2003). Jika kandungan air terlalu tinggi akan berakibat sulitnya oksigen untuk masuk ke dalam tanah . 5. Nutrisi Mikroba dalam hidup dan pertumbuhannya memerlukan nutrisi atau makanan sebagai sumber energi. Hidrokarbon minyak bumi akan dikonsumsi oleh mikroba sebagai sumber karbon dan energi (Oetomo1997). Unsur-unsur karbon beserta nitrogen dan

phosfor yang tersedia dalam lingkungan akan digunakan mikroba untuk pertumbuhan. Pada pencemaran minyak yaitu dengan konsentrasi hidrokarbon yang tinggi akan terjadi ketidakseimbangan nutrisi. Unsur karbon yang berlebihan perlu diseimbangkan dengan penambahan unsur yang lain seperti nitrogen dan phosfor. Nitrogen merupakan unsur pokok protein dan asam nukleat yang berperan dalam pertumbuhan, perbanyakan sel dan pembentukan dinding sel. Beberapa mikroba dapat menggunakan nitrogen dari atmosfer, tetapi kebanyakan memperoleh nitrogen dalam bentuk terlarut di air. Beberapa senyawa kimia sumber nitrogen yang banyak digunakan adalah amonium sulfat, ammonium phosfat dan amonium klorida (Nakayama 1982). Phosfor merupakan komponen utama asam nukleat dan lemak sel membrane yang berperan dalam proses pemindahan energi secara biologi. Kebanyakan phosfor yang siap diasimilasi adalah berbentuk fosfat yang terdapat pada pupuk. phosfor selain penting untuk pertumbuhan mikroba, juga untuk pembentukan asam amino, transpor energi dan pembentukan senyawa dalam reaksi metabolism (Baker&Herson 1994). Pemberian sumber phosfor pada biodegradasi hidrokarbon mempunyai hubungan dengan penggunaan sumber nitrogen. Alexander (1994)menyatakan perbandingan N dan P yang optimum untuk aktivitas mikroorganisme adalah 5:1. Apabila limbah minyak digunakan sebagai sumber carbon dan energi, nitrogen dan phosfor diperlukan pada perbandingan 5:1 atau 10:1. Obbard and Ran (2003), C:N:P ratio 100:10:1 lebih baik jika dibandingkan dengan ratio C:N:P 100:1.1:0.05.Bioremediasi dengan Kompos

Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri) yang bekerja di dalamnya (Murbandono 2001). Bahan-bahan organik dapat berasal dari dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, dan lainlain. Bahan organik yang telah mengalami pengomposan mempunyai peranan penting bagi perbaikan mutu dan sifat tanah yaitu: memperbaiki struktur tanah;memperbesar kemampuan tanah untuk menampung air; memperbaiki drainase dan atau tata udara tanah sehingga kandungan air mencukupi dan suhu tanah lebih stabil; meningkatkan pengaruh positif dari pupuk buatan (sebagai penyeimbang bila pupuk buatan membawa efek yang negatif); dan mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara (Murbandono 2001). Kompos selain berfungsi memperbaiki mutu dan sifat tanah juga dapat digunakan untuk memperbaiki tanah yang terkontaminasi dengan berbagai polutan organik (Fermor et al. 2001). Selanjutnya dijelaskan bahwa penimbunan kompos dengan penambahan nutrisi dapat meningkatkan aktifitas penguraian oleh mikroflora asli dari tanah yang terkontaminasi. Aplikasi bioremediasi menggunakan kompos mempunyai beberapa keunggulan dan lebih ekonomis dibanding dengan teknik bioremediasi lainnya, sehingga teknologi bioremediasi kompos lebih disenangi dan diminati (US-EPA 1997;1998). Beberapa keunggulan menggunakan kompos antara lain:

1. Kompos mempunyai keragaman populasi mikroba yang terlibat dalam proses degradasi yakni sekitar 5 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan kandungan mikroba dalam tanah yang subur. 2. Tingginya aktifitas mikroba dalam proses yakni sekitar 20 40 kali lebih aktif d alam hal aktifitas dehidrogenasi dibanding dengan aktifitas dalam tanah yang subur. 3. Kompos tidak mengandung hama dan penyakit serta tidak membahayakan pertumbuhan atau produk tanaman. 4. Kompos dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit. 5. Kompos tidak mengakibatkan pencemaran dalam tanah, air ataupun udara. 6. Kompos merupakan absorben yang sangat baik untuk senyawa-senyawa organik maupun anorganik. Bioremediasi dengan cara pengomposan telah digunakan untuk berbagai jenis polutan seperti pencemar klorofenol di tanah. Bioremediasi kompos menurunkan klorofenol hingga 80 % (44 mg kg-1 turun menjadi 10 mg kg-1)(Laine and Jorgensen 1997). Pada tanah tercemar diazinon, penggunaan kompos limbah media jamur dapat mendegradasi diazinon hingga 97,5 % (Jumbriah 2006). Secara umum bioremediasi limbah hidrokarbon dengan penambahan kompos dilakukan pada skala pilot dan laboratorium membutuhkan waktu bioremediasi antara 3 hingga 5 bulan mampu mendegradasi 25 % sampai dengan 97.5 %.

VII.Bioremediasi Tumpahan Minyak di Perairan Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya. Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.

Dari penelitian, pencemaran Teluk Jakarta disebabkan oleh berbagai jenis bahan pencemar, antara lain logam berat, senyawa organik yang tergolong persistent organic pollutant (POP) dan hidrokarbon (minyak).

Beberapa mikroorganisme telah diketahui memiliki kemampuan mendegradasi bahan-bahan ini. Salah satu bakteri yang populer dalam mengubah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya adalah Pseudomonas sp.

Dengan kemajuan teknologi rekayasa genetika memungkinkan dihasilkan beberapa bakteri yang spesifik menangani limbah kimia tertentu sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan. Beberapa bakteri sudah dikenal dapat meremediasi berbagai jenis limbah, seperti bakteri Sulfurospirillum Barnesii. Selanjutnya beberapa mikroorganisme, seperti Sphingomonas,

Pseudomonas, Stenotrophomonas, Ochrobactrum, Alcaligenes, Pandorea, Labrys, dan Fusarium, dikenal dapat mendegradasi limbah semacam Polisiklik Aromatik Hidrokarbon.

VI.Kesimpulan Bioremediasi adalah penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Bioremediasi bisa dibedakan berdasarkan objeknya yaitu bioremediasi lingkungan dibawah permukaan tanah dan air yang berminyak. Berdasarkan tempatnya dibedakan ex-situ dan in-situ. Ex-situ bisa dipakai untuk bioremediasi bawah permukaan tanah dimana tanah yang tercemar di pindahkan kesebuah lokasi pengolahan limbah secara bioremediasi. Insitu bisa digunakan untuk bioremediasi bawah permukaan tanah dan air yang berminyak, dimana pengolahannya langsung di tempat pencemaran. Berdasarkan jenis polutan dari bioremediasi dibedakan yaitu senyawa organic dan senyawa an organic. Pada senyawa organic bioremediasinya terdiri atas landfarming, bioreaktor, biostimulan, bioaugmentasi, Injeksi Hidrogen Peroksida, sumur ekstraksi, air sparging dan composting. Pada senyawa an organic berdiri bisa dilakukan dengan bioremediasi biosorpsi, bio leaching dan fitoremediasi.

Referensi Munir, E.2006. Pemanfaatan mikroba dalam bioremediasi : suatu teknologi alternatif untuk pelestarian lingkungan.Pengukuhan Profesor, FMIPA USU. MedanPagoray, H.2009. BIOSTIMULASI DAN BIOAUGMENTATIONUNTUK BIOREMEDIASI LIMBAH HIDROKARBON SERTA ANALISIS KEBERLANJUTAN. Disertasi S3. IPB.Bogor

Priyanto, B dan Prayitno, J. 2002. Fitoremediasi sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan Pencemaran, Khususnya Logam Berat. Makalah.IPB.Bogor Sarwoko Mangkoedihardjo, S.2005.Seleksi Teknologi Pemulihan untuk Ekosistem Laut tercemar Minyak Remediation Technologies Selection for Oil-Polluted Marine Ecosystem. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan ITS.Surabaya. http//.www.Wikipedia.

MAKALAH KELOMPOK MATA KULIAH BIOTEKNOLOGI

dosen pembimbing Prof. Dr. USMAN PATO, M.Sc

BIOREMEDIASI PENGOLAHAN LIMBAH

OLEH: RAHMIWATI HILMA ZAIYAR

PROGRAM PASCASARJANA S2 KIMIA UNIVERSITAS RIAU 2010