BAB X POLA DAN PROSES KOMUIKASI DALAM KELUARGA A. DEFINISI KOMUNIKASI Komunikasi adalah suatu proses pertukaran perasaan, keinginan, informasi, dan opini (maccubin & dahl,1985). Menurut Galvin dan Brommel, komunikasi keluarga adalah sebuah symbol proses transaksi dalam membuat dan membagikan arti dari keluarga tersebut dimana setiap anggota keluarga mempunyai pola dan cara yang unik dalam berkomunikasi. B. ELEMEN DALAM KOMUNIKASI Komunikasi membutuhkan : 1. Pengirim pesan Seseorang yang berusaha mengirimkan pesan ke orang lain. 2. Penerima pesan Target dari pengirim pesan 3. Channel of the message Rute dari pesan yang dikirim 4. Pertemuan antar pengirim dan penerima pesan 5. Interaksi Interaksi merupakan bingkai dalam pengiriman dan penerimaan suatu pesan, termasuk di dalam nya respon dari penerima dan pengirim. Interaksi dapat menjadi dimanis, dimana merubah proses komunikasi antar individu. C. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB X
POLA DAN PROSES KOMUIKASI DALAM KELUARGA
A. DEFINISI KOMUNIKASI
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran perasaan, keinginan, informasi,
dan opini (maccubin & dahl,1985). Menurut Galvin dan Brommel, komunikasi
keluarga adalah sebuah symbol proses transaksi dalam membuat dan membagikan
arti dari keluarga tersebut dimana setiap anggota keluarga mempunyai pola dan
cara yang unik dalam berkomunikasi.
B. ELEMEN DALAM KOMUNIKASI
Komunikasi membutuhkan :
1. Pengirim pesan
Seseorang yang berusaha mengirimkan pesan ke orang lain.
2. Penerima pesan
Target dari pengirim pesan
3. Channel of the message
Rute dari pesan yang dikirim
4. Pertemuan antar pengirim dan penerima pesan
5. Interaksi
Interaksi merupakan bingkai dalam pengiriman dan penerimaan suatu
pesan, termasuk di dalam nya respon dari penerima dan pengirim.
Interaksi dapat menjadi dimanis, dimana merubah proses komunikasi
antar individu.
C. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI
Watzlawick and co-workers (1967) menyebutkan dalam Pragmatics of
Human Communication ada enam prinsip dasar komunikasi untuk memahami
proses-proses komunikasi keluarga.
1. Semua perilaku adalah komunikasi. Dalam berbagai situasi, baik dua orang
atau lebih, individu bisa atau tidak menggunakan komunikasi verbal, akan
tetapi tidak dapat luput dari komunikasi nonverbal termasuk didalamnya
seperti bahasa tubuh dalam mengekpresikan sesuatu.
1
2. Bahwa komunikasi mempunyai dua tingkat yaitu informasi (isi) dan perintah
(intruksi). Isi yaitu apa yang sebenarnya sedang dikatakan (bahasa verbal).
Sedangkan intruksi adalah menyampaikan maksud dari pesan (Goldenberg,
2000). Isi suatu pesan dapat saja berupa pernyataan sederhana, tetapi
mempunyai meta – message atau intruksi bergantung pada variable seperti
emosi dan alur bicara, gerakan dan posisi tubuh serta nada suara.
3. Berhubungan dengan “pemberian tanda baca (pungtuasi) (Watzlawick et al.,
1967) atau rangkaian komunikasi” (Bateson, 1979). Komunikasi melibatkan
proses transaksi, dan dalam pertukaran tiap respon berisi komunikasi
berikutnya, selain riwayat hubungan sebelumnya (Hartman & Laird, 1983).
4. Komunikasi diuraikan oleh Watzlick dan rekannya (1979) terdapat dua tipe
komunikasi yaitu, digital dan analogik. Komunikasi digital adlah komunikasi
verbal yang pada dasarnya menggunakan kata yang mudah dipahami.
Sedangkan komunikasi analaogik yaitu ide atau suatu hal yang akan
dikomunikasikan, dikirim secara nonverbal dan sikap yang representative
(Hartman & Laird, 1983). Komunikasi analogik dikenal sebagai bahasa tubuh
, ekspresi tubuh, ekspresi wajah, irama dan nada kata yang diucapkan
(isyarat) berbagai manifestasi non verbal lainnya (non bahasa) yang dapat
dilakukan oleh seseorang (Watzlick et al, hal 62).
5. Diuraikan oleh kelompok yang sama dari beberapa ahli teori komunikasi
keluarga (Watzlick, Beavin, & Jackson, 1967) yang disebut prinsip redundasi
(kemubadziran). Prinsip ini merupakan dasar pengembangan penelitian
keluarga yang menggunakan keterbatasan pengamatan interaksi keluarga
sehingga dapat memberikan penghayatan yang valid kedalam pola umum
komunikasi
6. Semua interaksi komunikasi yang simetris atau komplementer. Pola
komunikasi simetris adalah perilaku pelaku mencerminkan perilaku pelaku
lainnya. Sedangkan komunikasi komplementer adalah perilaku seorang
pelaku interaksi melengkapi perilaku pelaku interkasi lainnya. Jika satu dari
dua tipe komunikasi tersebut digunakan secara konsisten dalam hubungan
keluarga, tipe komunikasi ini mencerminkan nilai dan peran serta anggota
keluarga dan pengaturan kekuasaan keluarga (Batson, dkk., 1963).
2
D. SALURAN KOMUNIKASI KELUARGA
Saluran informasi adalah rute informasi yang sampai kepada
penerima. Dalam jaringan komunikasi keluarga juga menggunakan saluran
dalam menyampaikan pesan kepada anggota keluarga. Dalam keluarga,
saluran informasi dapat bervariasi tergantung setting hubungan anggota
keluarga.contohnya keluaga patriarchal akan memberikan komunikasi dengan
jenis perintah yang berasal dari ayah ke ibu lalu ke anak, ini disebut jaringan
komunikasi vertical.
Keluarga biasanya menggunakan saluran komunikasi sesuai dengan
struktur kekuatan keluarga, kedekatan dalam hubungan keluarga, peran
keluarga, dan popularitas dalam keluarga. Popularitas berpusat pada individu
mengindikasikan bahwa adanya konvergenitas saluran komunikasi pada satu
orang. Orang ini biasanya orang penengah dalam keluarga. Sebaliknya,
anggota keluarga yang lain akan merasa tidak popular, takut, menolak, dan
mengesampingkan posisinya.
E. PROSES –PROSES KOMUNIKASI FUNGSIONAL
Menurut sebagian besar terpi keluarga, komunikasi fungsional
dipandang sebagia landasan keberhasilan, keluarga yang sehat (Watzlick &
Goldberg, 2000) dan komunikasi fungsional didefinisikan sebagai pengiriman
dan penerima pesan, baik isi maupun tingkat instruksi pesan yang lansung
dan jelas (Sells,1973), serta sebagi sasaran antara isi dan tingkat instruksi.
Dengan kata lain komunikasi fungsional dan sehat dalam suatu keluarga
memerlukan pengirim untuk mengirimkan maksud pesan melalui saluran yang
reltif jelas dan penerima pesan mempunyai pemahaman arti yang sama
dengan apa yang dimaksud oleh pengirim (Sells). Proses komunikasi
fungsional terdiri dari beberapa unsur, antara lain :
1. Pengirim Fungsional
Satir (1967) menjelaskan bahwa pengiriman yang berkomunikasi
secara fungsional dapat menyatakan maksudnya dengan tegas dan jelas,
mengklarifikasi dan mengualifikasi apa yang ia katakan, meminta umpan balik
dan terbuka terhadap umpan balik.
a) Menyatakan kasus dengan tegas dan jelas
3
Salah satu landasan untuk secara tegas menyatakan maksud
seseorang adalah penggunaan komunikasi yang selaras pada tingkat isi
dan instruksi (satir,1975). Contohnya dalam hal mengekspresikan
seseorang yang sedang marah maka nada suara, posisi tubuh dan
gestur harus sesuai.
b) Intensitas dan keterbukaan.
Intensitas berkenaan dengan kemampuan pengirim dalam
mengkomunikasikan persepsi internal dari perasaan, keinginan,dan
kebutuhan secara efektif dengan intensitas yang sama dengan
persepsi internal yang dialaminya. Agar terbuka, pengirim fungsional
menginformasikan kepada penerima tentang keseriusan pesan dengan
mengatakan bagaimana penerima seharusnya merespon pesan
tersebut. Contohnya aku ingin pulang sekarang, aku sangat lelah.
c) Mengklarifikasi dan mengualifikasi pesan
Karakteristik penting kedua dari komunikasi yang fungsional
menurut Satir adalah pernyataan klarifikaasi dan kualifikasi.
Pernyataan tersebut memungkinkan pengirim untuk lebih spesifik dan
memastikan persepsinya terhadap kenyataan dengan persepsi orang
lain.
d) Meminta umpan balik
Unsur ketiga dari pengirim fungsional adalah meminta umpan
balik, yang memungkinkan ia untuk memverifikasi apakah pesan
diterima secara akurat, dan memungkinkan pengirim untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengklarifikasi maksud.
e) Terbuka terhadap umpan balik
Pengirim yang terbuka terhadap umpan balik akan menunjukkan
kesediaan untuk mendengarkan, bereaksi tanpa ada perlawanan dan
mencoba untuk memahami.
2. Penerima Fungsional
Penerima fungsional mencoba untuk membuat pengkajian maksud
suatu pesan secara akurat. Dengan melakukan ini, mereka akan lebih baik
mempertimbangkan arti pesan dengan benar dan dapat lebih tepat mengkaji
sikap dan maksud pengirim, serta perasaan yang diekspresikan dalam
4
metakomunikasi. Menurut Anderson (1972), penerima fungsional mencoba
untuk memahami pesan secara penuh sebelum mengevaluasi. Ini berarti
bahwa terdapat analisis motivasi dan metakomunikasi, serta isi. Informasi
baru, diperiksa dengan informasi yang sudah ada, dan keputusan untuk
bertindak secara seksama dioertimbangkan. Mendengar secara efektif,
memberi umpan balik, dan memvalidasi tiga tekhnik komunikasi yang
memungkinkan penerima untuk memahami dan merespons pesan pengirim
sepenuhnya.
a. Mendengarkan
Kemampuan untuk mendengar secara efektif merupakan kualitas
terpenting yang dimiliki oleh penerima fungsional. Mendengarkan secara
efektif berarti memfokuskan perhatian penuh pada seseorang terhadap
apa yang sedang dikomunikasikannya dan menutup semua hal yang
aakan merusak pesan. Penerima secara penuh memperhatikan pesan
lengkap dari pengirim bukan menyalahartikan arti dari suatu pesan.
Pendengar pasif merespons dengan ekspresi datar dan tampak tidak
peduli sedangkan pendengar aktif dengan sikap mengomunikasikan
secara aktif bahwa ia mendengarkan. Mengajukan pertanyaan
merupakan bagian penting dari mendengarkan aktif (Gottman, Notarius,
Gonso dan Markman, 1977). Mendengarkan secara aktif berarti menjadi
empati, berpikir tentang kebutuhan, dan keinginan orang lain, serta
menghindarkan terjadinya gangguan alur komunikasi pengirim.
b. Memberikan umpan balik
Karakteristik utam kedua dari penerima funbgsional adalah
memberikan umpan balik kepada pengirim yang memberitahu pengirim
bagaimana penerima menafsirkan pesan. Pernyataan ini mendorong
pengirim untuk menggali lebih lengkap. Umpan balik juga dapat melalui
suatu proses keterkaitan, yaitu penerima membuat suatu hubungan
antara pengalaman pribadi terdahulu (Gottman et.al, 1877) atau kejadian
terkait dengan komunikasi pengirim.
c. Memberi validasi
Dalam menggunakan validasi penerima menyampaikan
pemahamannya terhadap pemikiran dan perasaan pengirim. Validasi
5
tidak berarti penerima setuju dengan pesan yang dikomunikasikan
pengirim, tetapi menunjukan penerimaan atas pesan tersebut berharga.
F. PROSES-PROSES KOMUNIKASI DISFUNGSIONAL
Proses Komukasi keluarga yang tidak baik atau difungsional, meliputi:
1. Pengirim Disfungsional
Komunikasi pengirim disfungsional sering tidak efektif pada satu atau lebih
karakteristik dasar dari pengirim fungsional. Dalam menyatakan kasus,
mengklarifikasi dan mengkulifikasi, dalam menguraikan dan keterbukaan
terhadap umpan balik. Penerima sering kali ditinggalkan dalam kebingungan dan
harus menebak apa yang menjadi pemikiran atau perasaan pengirim pesan.
Komunikasi pengirim disfungsional dapat bersifat aktif atau defensif secara pasif
serta sering menuntut untuk mendapatkan umpan balik yang jelas dari penerima.
Komunikasi yang tidak sehat terdiri dari :
a. Membuat asumsi
Ketika asumsi dibuat, pengim mengandalkan apa yang penerima
rasakan atau pikiran tentang suatu peristiwa atau seseorang tanpa
menvalidasi persepsinya. Pengirim disfungsional biasanya tidak menyadari
asumsi yang mereka buat, ia jarang mengklarifikasi isi atau maksud pesan
sehingga dapat terjadi distorsi pesan. Apabila hal ini terjadi, dapat
menimbulkan kemarahan pada penerima yang diberi pesan, yang pendapat
serta perasaan yang tidak dianggap.
b. Mengekspresikan perasaan secara tidak jelas
Tipe lain dari komunikasi disfungsional oleh pengirim adalah
pengungkapan perasaan tidak jelas, karena takut ditolak, ekspresi perasaan
pengirim dilakukan dengan sikap terselubung dan sama sekali tertutup.
Komunikasi tidak jelas adalah “sangat beralasan” (Satir, 1991) apabila kata-
kata pengirim tidak ada hubunganya dengan apa yang dirasakan. Pesan
dinyatakan dengan cara yang tidak emosional. Berdiam diri merupakan kasus
lain tentang pengungkapan perasaan tidak jelas. Pengirim merasa mudah
tersinggung terhadap penerima yang tetap tidak mengungkapkan
kemarahannya secara terbuka atau mengalihkan perasaannya ke orang atau
benda lain.
c. Membuat respon yang menghakimi
6
Respon yang menhakimi adalah komunikasi disfungsional yang
ditandai dengan kecenderungan untuk konstan untuk menbgevaluasi pesan
yang menggunakan system nilai pengirim. Pernyataan yang menghakimi
selalu mengandung moral tambahan. Pesan pernyataan tersebut jelas bagi
penerima bahwa pengirim pesan mengevaluasi nilai dari pesan orang lain
sebagai “benar”, atau “salah”, “baik” atau “buruk”, “normal” atau “tidak
normal”.
d. Ketidakmampuan untuk mendefinisikan kebutuhan sendiri
Pengirim disfungsional tidak hanya tidak mampu untuk
menekspresikan kebutuhangnya. Namun juga karena takut ditolak menjadi
tidak mampu mendefenisikan prilaku yang ia harapkan dari penerima untuk
memenuhi kebutuhan mereka.sering kali pengirim disfungsional tidak sadar
merasa tidak berharga, tidak berhak untuk mengungkapkan kebutuhan atau
berharap kebutuhan pribadinya akan dipenuhi.
e. Komunikasi yang tidak sesuai
Penampilan komunikasi yang tidak sesuai merupakan jenis komunikasi
yang disfungsional dan terjadi apabila dua pesan yang bertentangan atau
lebih secara serentak dikirim (Goldenberg, 2000). Penerima ditinggalkan
dengan teka-teki tentang bagaimana harus merespon. Dalam kasus
ketidaksesuaian pesan verbal dan nonverbal, dua atau lebih pesan literal
dikirim secara serentak bertentangan satu sama lain. Pada ketidaksesuaian
verbal nonverbal pengirim mengkomunikasikan suatu pesan secara verbal,
namun melakukan metakomunikasi nonverbal lyang bertentangan dengan
pesan verbal. Ini biasanya diketahuin sebagai “pesan campuran”, misalnya “
saya tidak marah pada anda” diucapakan dengan keras, nada suara tinggi
dengan tangan menggempal.
2. Penerima Disfungsional
Jika penerima disfungsional, terjadi komunikasi yang terputus karena
pesan tidak diterima sebagaimana dimaksud, karena kegagalan penerima untuk
mendengarkan, atau menggunakan diskualifikasi. Merespon secara ofensif,
gagal menggali pesan pengirim, gagal memvalidas ipesan, merupakan
karakterstik disfungsional lainnya.
a. Gagal untuk mendengarkan
7
Dalam kasus gagal untuk mendengarkan, suatu pesan dikirim, namun
penerima tidak memperhatikan atau mendengarkan pesan tersebut. Terdapat
beberapa alasan terjadinya kegagalan untuk mendengarkan, berkisar dari
tidak ingin memerhatikan hingga tidak memiliki kemampuan untuk
mendengarkan. Hal ini biasanya terjadi karena distraksi, seperti bising, waktu
yang tidak tepat, kecemasan tinggi, atau hanya karena gangguan
pendengaran.
b. Penggunaan diskualifikasi
Penerima disfungsional dapat menerapkan pengelakkan untuk
mendiskualifikasi suatu pesan dengan menghindari isu penting. Diskualifikasi
adalah respon tidak langsung yang memungkinkan penerima untuk tidak
menyetujui pesan tanpa memungkinkan penerima untuk tidak menyetujui
pesan tanpa benar-benar tidak menyetujuinya.
c. Menghina
Sikap ofensif komunikasi menunjukkan bahwa penerima pesan bereaksi
secara negatif, seperti sedang terancam. Penerima tampak bereaksi secara
defensif terhadap pesan yang mengasumsikan sikap oposisi dan mengambil
posisi menyerang. Pernyataan dan permintaan dibuat dengan konsisten
dengan sikap negatif atau dengan harapan yang negatif.
d. Gagal menggali pesan pengirim
Untuk mengklarifikasi maksud atau arti dari suatu pesan, penerima fungsional
mencari penjelasan lebih lanjut. Sebaliknya, penerima disfungsional
menggunkan respon tanpa menggali, seperti membuat asumsi. memberikan
saran yang prematur, atau memutuskan komunikasi.
e. Gagal memvalidasi pesan
Validasi berkenaan dengan penyampaian penerimaan penerima. Oleh karena
itu, kurangnya validasi menyiratkan bahwa penerima dapat merespon secara
netral atau mendistorsi dan menyalah tafsirkan pesan. Mengasumsikan bukan
mengklarifikasi pemikiran pengirim adalah suatu contoh kurangnya validasi.
3. Pengirim dan Penerima Disfungsional
Dua jenis urutan intearksi komunikasi yang tidak sehat, melibatkan baik
pengirim maupun penerima, juga secara luas didiskusikan dalam literatur
komunikasi. Komunikasi yang tidak sehat merupakan kominikasi yang
8
mencerminkan pembicaraan “ parallel” yang menunjukan ketidakmampuan untuk
memfokuskan pada suatu isu.
Dalam pembicraan parallel, setiap individu dalam interaksi secara konstan
menyatakan kembali isunya tanpa betul-betul mendengarkan pandangan orang
lain atau mengenali kebutuhan orang lain. Orang yang berinteraksi disfungsional,
mungkin tidak mampu untuk memfokuskan pada satu isu. Tiap individu melantur
dari satu isu ke isu lain bukannya menyelesaikan satu masalah atau meminta
suatu pengungkapan.
G. POLA KOMUNIKASI KELUARGA FUNGSIONAL
Pola Komunikasi Fungsional Dalam Keluarga
1. Berkomunikasi Secara Jelas dan Selaras
Keselarasan komunikasi anggota keluarga pada kebanyakan kasus
dalam keluarga yang sehat. Keselarasan merupakan kunci dalam model
komunikasi dan pertumbuhan menurut satir. Keselarasan adalah suatun keadaan
dan cara berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain. Ketika keluarga
berkomunikasi dengan selaras terdapat konsistensi antara konten dan level
instruksi dalam komunikasi. Apa yang sedang diucapkan, sama dengan isi pesan.
Kata-kata yang diucapkan, perasaan yang kita ekspresikan, dan prilaku yang kita
tampilkan semuanya konsisten. Komunikasi pada kelurga yang sehat merupakan
suatu proses yang sangat dinamis dan saling timbal balik. Pesan tidak hanya
dikirim dan diterima.
2. Komunikasi Emosional
Komunikasi emosional berkaitan dengan ekspresi emosi dan persaan dari
persaan marah, terluka, sedih, cemburu hingga bahagia, kasih saying dan
kemesraan (Wright & Leahey, 2000). Pada keluarga fungsional perasaan anggota
keluarga diekspresikan. Komunikasi afektif pesan verbal dan nonverbal dari
caring, sikapfisik sentuhan, belaian, menggandeng dan memandang sangat
penting, ekspresi fisik dari kaisih saying pada kehidupan awal bayi dan anak-anak
penting untuk perkembangan respon afektif yang normal. Pola komunikasi afektif
verbal menjadi lebih nyata dalam menyampaikan pesan afeksional (kasih
sayang), walaupun pola mungkin beragam dengan warisan kebudayaan individu.
9
3. Area Komunikasi Yang Terbuka dan Keterbukaan diri
Keluarga dengan pola komunikasi fungsional menghargai keterbukaan,
saling menghargai perasaan, pikiran, kepedulian, spontanitas, autentik dan
keterbukaan diri. Selanjutnya keluarga ini mampu mendiskusikan bidang
kehidupan isu personal, social, dan kepedulian serta tidak takut pada konflik. Area
ini disebut komunikasi terbuka. Dengan rasa hormat terhadap keterbukaan diri.
Satir (1972) menegaskan bahwa anggota keluarga yang terus terang dan jujur
antar satu dengan yang lainnya adalah orang-orang yang merasa yakin untuk
mempertaruhkan interaksi yang berarti dan cenderung untuk menghargai
keterbukaan diri (mengungkapkan keterbukaan pemikiran dan persaan akrab).
4. Hirarki Kekuasaan dan Peraturan Keluarga
System keluarga yang berlandaskan pada hirarki kekuasaan dan
komunikai mengandung komando atau perintah secara umum mengalir kebawah
dalam jaringan komunikasi keluarga. Interaksi fungsional dalam hirarki kekuasaan
terjadi apabila kekuasaan terdistribusi menurut kebutuhan perkembangan
anggota keluarga (Minuchin, 1974). Apabila kekuasaan diterpkan menurut
kemampuan dan sumber anggota keluarga serta sesuai dengan ketentuan
kebudayaan dari suatu hubungan kekuasaan keluarga.
5. Konflik Keluarga dan Resolusi Konflik Keluarga
Konflik verbal merupakan bagian rutin dalam interaksi keluarga normal.
Sumber konflik keluarga menunjukkan bahwa keluarga yang sehat tampak
mampu mengatasi konflik dan memetik manfaat yang positif, tetapi tidak terlalu
banyak konflik yang dapat mengganggu hubungan keluarga. Resolusi konflik
merupakan tugas interaksi yang vital dalam suatu keluarga (Vuchinich,1987).
Orang dewasa dalam kelurga perlu belajar untuk mengalami konflik konstruktif.
Walaupun orang dewasa menyelesaikan konflik dengan berbagai cara , resolusi
konflik yang fungsional terjadi apabila konflik tersebut dibahas secara terbuka dan
strategi diterapkan untuk menyelesaikan konflik dan ketika orang tua secara tepat
menggunakan kewenangan mereka untuk mengakhiri konflik.
6. Pengamatan Dalam Interaksi Pernikahan
Sejak tahun 1970, John Gottman telah menginvestigasiinteraksi pernikahan yang
bahagia dan tidak bahagia menggunakan metode penelitian observasional. Ada
10
beberapa perbedaan yang dia temukan pada interaksi pernikahan yang bahagia
dan tidak bahagia.
a. Pasangan bahagia dalam interaksi mempertahankan respon-respon positif
dan menurunkan proporsi dri respon-respon negativ. Respon posiitif
contohnya validasi dan persetujuan. Respon negatif contohnya
menyalahkan dan konflik.
b. Pasangan bahagia cenderung menggunakan cara yang baik untuk
menyelesaikan konflik.
c. Pasangan bahagia mengurangi perasaan negativ ketika berinteraksi
d. Pada pernikahan bahagia yang bertahan lama, suami manghormati istrinya.
e. Pernikahan yang betahan lama salah satu pasangan mampu menjadi
penengah dalam permasalahan yang terjadi.
H. POLA KOMUNIKASI KELUARGA DISFUNGSIONAL
Komunikasi disfungsional didefinisikan sebagai transmisi tidak jelas atau tidak
langsung serta permintaan dari salah satu keluarga. Transmisi tidak lansung dari
suatu pesan berkenaan dari pesan yang dibelokkan dari saran yang seharusnya
kepada orang lain dalam keluarga.
Transmisi langsung dari suatu pesan berarti pesan mengenai sasaran yang
sesuai. Tiga pola komunikasi yang terkait terus menerus menyebabkan harga diri
rendah adalah egosentris, kebutuhan akan persetujuan secara total dan kurangnya
empati.
1. Harga Diri Rendah Egosentris
Individu memfokuskan pada kebutuhan diri sendiri dan mengabaikan
kebutuhan orang lain, perasaan atau perspektif yang mencirikan komunikasi
egosentris. Dengan kata lain, anggota keluarga yang egosentris mencari
sesuatu dari orang lain untuk memenuhu kebutuhan mereka. Apabila individu
tersebut harus memberikan sesuatu, maka mereka akan melakukan dengan
keengganan, dan rasa permusuhan,defensive atau sikap pengorbanan diri, jadi
tawar-menawar atau negosiasi secara efektif sulit dilakukan, karena seseorang
yang egosentris meyakini bahwa mereka tidak boleh kalah untuk sekecil apapun
yang mereka berikan.
11
2. Kebutuhan Mendapatkan Persetujuan Total
Nilai keluarga tentang mempertahankan persetujuan total dan menghindari
konflik berawal ketika seseorang dewasa atau menikah menentukan bahwa
mereka berada satu sama lain, walaupun perbedaan yang pasti mungkin sulit
untuk dijelaskan seperti yang diekspresikan dalam pendapat, kebiasaan,
kesukaan atauhrapan mungkin terlihat sebagai ancaman kerena ia dapat
mengarah pada ketidaksetujuan dan kesadaran bahwa mereka merupakan dua
individu yang terpisah
3. Kurang Empati
Keluarga yang egosentris tidak dapat menteloransi perbedaan dan tidak
akan mengenal akibat dari pemikiran, persaan dan perilaku mereka sendiri
terhadap anggota keluarga yang lain. Mereka sangat terbenam dalam
pemenuhan kebutuhan mereka sendiri saja bahwa mereka tidak mampu untuk
berempati. Dibalik ketidakpedulian ini, individu dapat menderia akibat perasaan
tidak berdaya. Tidak saja mereka tidak menghargai diri mereka sendiri tapi
mereka juga tidak menghargai oaring lain. Hal ini menimbulakan suasana
tegang, ketakutan atau menyalahkan. Kondisi ini terlihat pada komunikasi yang
lebih membingungkan, samar, tidak langsung, terselubung dan defensif bukan
memperlihatkan keterbukaan, kejelasan dan kejujuran.
4. Area Komunikasi Yang Tertutup
Keluarga yang fungsional memiliki area komunikasi yang terbuka, keluarga
yang sedikit fungsional sering kali menunjukkan area komunikasi yang semakin
tertutup. Keluarga tidak mempunyai peraturan tidak tertulis tentang subjek apa
yang disetujui atau tidak disetujui untuk dibahas. Peraturan tidak tertulis ini
secara nyata terlihat ketika anggota keluarga melanggar peraturan dengan
membahas subjek yang tidak disetujui atau mengungkapkan perasaan yang
terlarang.
12
I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA KOMUNIKASI KELUARGA
Faktor yang mempengaruhi pola komunikasi keluarga antara lain:
1. Latar belakang etnis keluarga
Etnis keluarga dengan orientasi tradisional biasanya menggunakan budaya
aslinya dalam kehidupan sehari-hari termasuk bagaimana berkomunikasi dan
dapat tergambarkan dalam jalan hidup masing-masing keluarga. Nilai dan
orientasinya berasal dari turunan budaya. 3 area yang biasanya dipengaruhi
etnis dalam pola kamunikasi keluarga adalah pembicaraan, ekspresi emosional,
dan toleransi dalam konflik.
2. Life-cycle keluarga
Pola Komunikasi keluarga berubah dan bervariasi tergantung tahap
perkembangan keluarga termasuk didalamnya umur dan isu yang berkembang
dalam keluarga. Pola komunikasinya biasanya “from a maximal reliance on
explicit talk in courtship and early marriage to increase reliance unspoken
understanding later on”.
3. Perbedaan jenis kelamin
Penelitian menyebutkan perbedaan sikap antara laki-laki dan perempuan dan
pola percakapan, perbedaan dalam pembuatan keputusan, perbedaan dalam
merespon antar satu sama lain. Perempuan menganggap percakapan adalah
cara untuk membangun hubungan dan menciptakan kedekatan, sedangkan laki-
laki menganggap percakapan untuk menunjukkan status dan pengetahuan
mereka.
4. Bentuk keluarga
Keluarga saat ini telah didefinisikan lebih luas daripada beberapa decade yang
lalu termasuk didalamnya keikutsertaan keluarga dalam masyarakat. Bentuk
keluarga bervariasi tergantung dari bentuk structural keluarga dari
tradisional/keluarga inti sampai keluarga homoseksual. bentuk/tipe keluarga
berimbas pada Komunikasi keluarga.
5. Faktor idiosinkratic : mini budaya keluarga
Fitzpatrick dan ricthie (1993) menyatakan bahwa keluarga adalah mini budaya
privat. Biasanya pola komunikasi yang digunakan adalah konfigurasi pertalian
keluarga.
13
J. KOMUNIKASI DALAM KELUARGA DENGAN ALTERASI KESEHATAN
Alterasi kesehatan merujuk pada segala perubahan yang
memepengaruhi proses hidup klien (fisiologis, psikologis, sosial budaya, dan
spiritual) (Carpenito,2000). Perubahan-perubahan pada status kesehatan
sering termasuk kronis dan penyakit yang mengancam nyawa dan lagi akut
atau keterbelakangan mental atau fisik yang kronis tetapi juga termasuk
perubahan pada area kesehatan lainnya.
Penelitian menemukan dari beberapa studi tentang adaptasi keluarga
pada penyakit kronis dan mengancam nyawa sudah di demonstrasikan
secara konsisten bahwa faktor terpenting pada keluarga yang sehat dengan
memfungsikan keterbuka, kejujuran, dan kejelasan komunikasi dalam
menyepakati pengalaman kesehatan yang tidak baik dan isu-isu yang terkait.
Ketika keluarga tidak mendiskusikan hal-hal penting yang mereka hadapi
maka tingkat stres dalam keluarga itu akan semakin tinggi.
K. AREA PNEGKAJIAN
Pernyataan berikut ini harus dipertimbangkan ketika menganalisis pola
komunikasi keluarga.
a) Dalam mengobservasi keluarga secara utuh atau serangkaian hubungan
keluarga, sejauh mana pola komunikasi fungsional dan disfungsional yang
digunakan?. diagram pola komunikasi sirkular yang terjadi berulang. Selain
membuat diagram pola komunikasi sirkular, perilaku spesifik berikut ini harus
dikaji:
i. Seberapa tegas dan jelas anggota menyatakan kebutuhan dan perasaan
interaksi?
ii. Sejauh mana anggota menggunakan klerifikasi dan kualifikasi dalam
interaksi?
iii. Apakah anggoata keluarga mendapatkan dan merespon umpan balik
secara baik, atau mereka secara umumtidak mendorong adanya umpan
balik dan penggalian tentang suatu isu?
iv. Sebera baik anggota keluarga mendengarkan dan memperhatikan ketika
berkomunikasi?
v. Apakah anggota mencari validasi satu sama lain?
14
vi. Sejauh mana anggota menggunakan asumsi dan pernyataan yang
bersifat menghakimi dalam interksi?
vii. Apakah anggota berinterksi dengan sikap menhina terhadap pesan?
viii.Seberapa sering diskualifikasi digunakan?
b) Bagimana pesan emosional disampaikan dalam keluarga dan subsistem
keluarga?
i. Seberapa sering pesan emosional disampaikan?
ii. Jenis emosi apa yang dikirimkan ke subsistem keluarga? Apakah emosi
negatif, positif, atau kedua emosi yang dikirimkan?
c) Bagaimana frekuensi dan kualitas komunikasi didalam jaringan komunikasi dan
rangkaian hubungan kekeluargaan?
i. Bagaimana cara/sikap anggota kelurga (suami-istri, ayah-anak,anak-
anak) saling berkomunikasi?
ii. Bagaimana pola pesan penting yang biasanya? Apakah terdapat
perantar?
iii. Apakah pesan sesuai dengan perkembangan usia anggota?
d) Apakah pesan penting keluarga sesuai dengan isi instruksi ? apabila tidak,
siapa yang menunjukkan ketidaksesuaian tersebut?
e) Jenis proses disfungsional apa yang terdapat dalam pola komunikasi keluarga?
f) Apa isu penting dari personal/keluarga yang terbuka dan tertutup untuk
dibahas?
g) Bagimana factor-faktor berikut mempengaruhi komunikasi keluarga?
i. Konteks/situasi
ii. Tahap siklus kehidupan kelurga
iii. Latar belakakang etnik kelurga
iv. Bagaimana gender dalam keluarga
v. Bentuk keluarga
vi. Status sosioekonomi keluarga
vii. Minibudaya unik keluarga
1. Diagnosa Keperawatan Keluarga
Masalah komunikasi keluarga merupakan diagnosis keperawatn keluarga yang
sangat bermakna, Nort American Diagnosis Assosiation (NANDA) belum
mengidentifikasi diagnosis komunikasi yang berorientasi keluarga.
15
NANDA menggunakan perilaku komunikasi sebagai bagian dari pendefisian
karakteristik pada beberapa diagnosis mereka;seperti proses berduka disfungsional
salah satu diagnosis keperawatan yang terdapat dalam daftar NANDA adalah
“hambatan komunikasi verbal”, yang berfokus pada klien individu yang tidak mampu
untuk berkomunikasi secara verbal.
Giger & Davidhizar (1995) menegaskan bahwa ”hambatan komunikasi verbal”
tidak mempertimbangkan kjebudayaan klien sehingga secara kebuyaan tidak
relevan dengan diagnosis keperawatan.
2. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan keluarga dalam area komunikasi terutama melibatkan
pendidikan kesehatan dan konseling, serta kolaborasi sekunder, membuat kontrak,
dan merujuk ke kelompok self-help, organisasi komunitas, dan klinik atau terapi
keluarga.
Konsling dibidang komunikasi keluarga melibatkan dorongan dan dukungan
keluarga dalam upaya mereka untuk meningkatkan komunikasi diantara mereka
sendiri. Perawat keluarga adalah sebagai fasilitator proses kelompok dan sebagi
narasumber.
Wright dan Leahey (2000) menklasifkasiikan tentang tiga intervensi keluarga
secara lansung (berfokus pada tingkat kognitif, afektif, dan perilaku dari fungsi)
membantu dalam pengorganisasian srategi komunikasi spesifik yang dapat
diterapkan, strategi intervensi dalam masing-masing ketiga domain meliputi
pendidikan kesehatan dan konsling.
a) Intervensi keperawatan keluarga dengan focus kognitif
Memberikan ide baru tentang komunikasi. Informasi adalah pendidikan
yang dirancang untuk mendorong penyelesaian masalah keluarga. Apakah
anggota mengubah perilaku komunikasi mereka pertama sangat bergantung
pada bagiamana mereka mempersepsikan masalah. Wright & Laehey (2000)
menegaskan peran penting dari persepsi dan keyakinan.
b) Intervensi dalam area afektif
Diarahkan pada perubahan ekspresi emosi anggota keluarga baik dengan
meningkatkan maupun menurunkan tingkat komunikasi emosional dan
modifikasi mutu komunikasi emosional. Tujuan keperawatan spesifik didalam
16
konteks kebudayaan keluarga, membantu anggota keluarga mengekspresikan
dan membagi perasaan mereka satu sama lain sehingga:
i. Kebutuhan emosi mereka dapat disampaikan dan ditanggapi dengan lebih
baik.
ii. Terjadi komunikasi yang lebih selaras dan jelas
iii. Upaya penyelesaian masalah keluarga difasilitasi.
c) Intervensi keperawatan keluarga berfokus pada perilaku
Perubahan perilaku menstimulasi perubahan dalam persepsi “realitas”
anggota keluarga dan persepsi menstimulasi perubahan perilaku (proses
sirkular, rekursif). Oleh karena itu, ketika perawat keluarga menolong anggota
keluarga belajar cara komunikasi yang lebih sehat. Ia juga akan membantu
anggota keluarga untuk mengubah persepsi mereka atau membangun realitas
tentang suatu situasi.
Intervensi pendidikan kesehatan dan konsling dirancang untuk mengubah
komunikasi keluarga meliputi;
i. Mengidentifikasi keinginan perubahan perilaku spesifik anggota keluarga
dan menyusun rencana kolaboratif untuk suatu perubahan
ii. Mengakui, mendukung, dan membimbing anggota keluarga ketika mereka
mulai mencoba untuk berkomunikasi secar jelas dan selaras.
iii. Memantau perubhan perilaku yang telah menjadi sasran sejak pertemuan
terdahulu. Tanyakan bagimana perilaku komunikassi yang baru, apakah
ada masalah yang terjadi, serta jika mereka mempunyai pertanyaan atau
hal penting tentang perubahan tersebut.
17
BAB XI
KEKUATAN KELUARGA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A. KONSEP KEKUATAN DALAM KELUARGA
1. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan (potensial atau aktual) dari individu untuk
mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke
arah positif. Kekuatan juga merupakan hal yang multidimensi yang mana
dapat mempengaruhi sosiobudaya dan interaksi dalam masyarakat.
Kekuatan keluarga sebagai karakterisktik dalam system keluarga adalah
kemampuan keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan anggota
keluarga untuk mengubah perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
Komponen utama dalam kekuatan keluarga adalah pengaruh dan
pengambilan keputusan. Pengaruh adalah sinonim parktik dari kekuatan,
yang didefinisikan sebagai derajat tekanan baik formal maupun non formal
yang dilakukan oleh salah satu anggota keluarga ke anggota keluarga
lainnya yang berhasil membuat kesan dalam pandangan orang lain,
walaupun itu berlawanan.
2. Otoritas atau kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau
kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi
kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok
untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002).
Menurut MC Donald (1980) dikutip oleh Friedman (1988), kekuasaan
didefinisikan dengan kemampuan, baik kemampuan potensial maupun
aktual dari seorang individu untuk mengontrol mempengaruhi dan merubah
tingkah laku seseorang.
Kekuasan dapat dihubungkan dengan bagian dari kepercayaan keluarga
yang mana didasarkan dengan budaya dan norma-norma yang berlaku dan
18
di desain untuk anggota keluarga yang dibenarkan untuk membuat
keputusan dan menentukan pendapat.
3. Dasar kekuatan
a. Legitimate power/authority atau kekuasaan /wewenang yang sah (hak
untuk mengontrol)
Disebut juga sebagai wewenang primer yang merujuk pada
kepercayaan bersama dan persepsi dari anggota keluarga bahwa satu
orang mempunyai hak untuk mengontrol tingkah laku anggota keluarga
yang lain. Kekuasaan ini didukung oleh peran, posisi, hak-hak secra
budaya atau tradisi seperti orang tua terhadap anak.
b. Helpass or powerless power atau kekuasaan yang tidak berdaya atau
putus asa.
Tipe kekuasaan ini merupakan suatu bentuk penting dari kekuasaan
yang sah yang didasarkan pada hak yang diterima secar umum dari
mereka yang membutuhkan atau dari mereka yang tidak berdaya yang
mengharapka dari mereka ynag mempunyai posisi untuk memberikan
bantuan. Seperti kekuasaan orang yang sedang sakit, cacat atau lanjut
usia.
c. Referent Power (Seseorang Yang Ditiru)
Kekuasaan yang dimiliki orng-orang tertentu terhadap orang lain karena
identifikasi positif terhadap mereka, seperti identifikasi positif seorang
anak dengan orang tua (sebagai role model).
d. Resorce or expert power atau kekuasaan sumber atau ahli (pendapat
ahli)
Kekuasaan sumber adalah tipe dasar kekuasaan yang datangnya dari
sumber-sumber berharga dalam jumlah yang lebih banyak dalam suatu
hubungan seperti penggunaan teknik antar pribadi. Kekuasaan ahli
adalah sumber kekuasaan yang ada dalam suatu hubungan jika seorang
yang sedang dipengarihi merasa bahwa orang lain (ahli) memiliki
pengetahuan khusus, ketrampilan/keahlian, atau pengalaman.
e. Reward power atau kekuasaan penghargaan
19
Pengaruh kekuasaan karena adanya harapan yang akan diterima oleh
seorang dari orang yang mempunyai pengaruh karena kepatuhan
seseorang. Seperti ketaatan anak terhadap orang tua.
f. Coercive power atau kekuasaan paksaan atau dominasi.
Sumber kekuasaan mempunyai kemampuan untukmenghukum dengan
paksaan, ancaman atau kekerasan bila mereka tidak mau taat.
g. Informational power atau kekuasaan informational
Dasar kekuasaan ini adalah melalui persuasi. Tipe kekuasaan ini sama
dengan kekuasaan ahli tetapi lingkupnya lebih sempit.
h. Effective power atau kekuasaan afektif
Kekuasaan yang diberikan melalui manipulasi dengan memberikan
afeksi atau kehangatan, cinta kasih misalnya hubungan sexual
pasangan suami-istri.
i. Tension management power atau kekuasaan managemen ketegangan
Tipe dasar kekuasaan ini diturunkan dari kontrol yang dicapai oleh
satupasangan dengan mengatasi ketegangan dan konflik yang ada
dalam keluarga melalui perdebatan, ketidaksepakatan dalam
memasukkan anggota keluarga untuk mengalah.
4. Hasil dari kekuatan
Area kedua dalam pengkajian hubungan kekuatan keluarga adalah hasil
keputusan. Yang mana berfokus kepada siapa pembuat keputusan akhir
atau yang berhasil mengontrol atau mempengaruhi.
Tanggung jawab dan pengambilan keputusan dalam keluarga mungkin tidak
ada hubungan dengan pola dominan dalam kekuatan keluarga. Perawat
keluarga dapat dengan mudah mengambil tanggung jawab dan memberikan
keputusan terhadap salah satu anggota keluarga daripada anggota keluarga
lain yang lebih dominan dalam keluarga tersebut.
5. Pengambilan keputusan dalam keluarga
Kekuatan keluarga biasanya digunakan untuk mengambil keputusan.
Pengambilan keputusan mengacu pada proses langsung untuk
mendapatkan persetujuan dan komitmen anggota keluarga dalam
20
mempertahankan status quo. Proses pengambilan keputusan didasarkan
pada Hasil dari kekuatan tersebut seperti:
a. Konsensus
Tindakan tertentu secara bersama disetujui oleh semua yang terlibat.
Terdapat tanggung jawab seimbang pada keputusan serta kepuasan,
oleh anggota keluarga atau rekanan.
b. Tawar menawar atau akomodasi
Suatu perjanjian untuk setuju menggunakan keputusan umum dalam
menghadapi perbedaan yang tidak dapat disatukan. Akomodasi : tawar
– menawar (bargaining), kompromi, paksaan
c. Kompromi atau de facto
Hasil perdebatan dimana tidak terdapat resolusi bila isu tidak dibawa
dan didiskusikan. Keputusan ini, kemudian dibuat dengan tak ada
aktivitas daripada dengan perencanaan.
d. Paksaan
B. VARIABLE YANG MEMPENGARUHI KEKUATAN DALAM KELUARGA
1. Hirarki kekuasaan keluarga
Dalam keluarga inti tradisional dan keluarga inti masa kini, struktur keluarga
jelas merupakan sebuah hierarki yang berarti struktur kekuatan keluarga
tersebut mengikat dan diturunkan. Laki-laki mempertahankan kekuatannya
dari perempuan, begitu juga orang tua terhadap anaknya.
2. Tipe bentuk keluarga (orang tua tunggal, keluarga campuran, keluarga inti
dua orang tua tradisional)
Bentuk keluarga merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi dinamika
kekuatan dalam sebuah keluarga.
3. Pembentukan koalisi
Koalisi adalah salah satu aliansi sementara yang didasarkan isu atau aliansi
jangka panjang untuk membentuk dominansi dari satu atau lebih anggota
keluarga. Pembentukan koalisi anggota keluarga bisasnya didasarkan pada
hubungan kekuatan masing-masing individu..koalisi dalam keluarga
21
merupakan hal yang paling menyehatkan untuk menaikkan derajat
kekuatannya.
4. Jaringan komunikasi keluarga
Jaringan komunikasi ini berhubungan dengan stuktur kekuatan. Umurm usia,
personalitas anggota keluarga secara alami mempengaruhi jariangan
komunikasi keluarga dan intensitasnya.
5. Perbedaan gender
6. Kelas social
a. Lower class families
Laki-laki dalam keluarga miskin lebih cenderung melakukan proclaim
kekuaasaan untuk mendapatkan pengakuan atas kekuasan istrinya.
Sedangkan istri cenderung lebih merasa bertanggungjawab
dibandingkan dengan istri dari kelas sosial yang lain. Biasanya mereka
lebih bertangungjawab dalam mengatur keuangan yang diberikan suami.
b. Working class families
Edukasi dalam keluarga merupakan faktor penting dalam struktur
kekuatan dan kekuasaan dalam keluraga ini. Biasanya suami lebih
dominan karena merasa mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
c. Middle class families
Dalam keluarga ini biasanya mendasarkan pada perasaan atau
egalitarian. Suami biasanya banyak memberikan waktu untuk berbagi
dan bersikap penuh perasaan kepada istrinya.
7. Tahap perkembangan keluarga
8. Latar belakang budaya dan religious
C. KLASIFIKASI STRUKTUR KEKUATAN KELUARGA
Sistem klasifikasi yang biasanya digunakan adalah dominasi satu anggota
keluaga yang memiliki stuktrur kekuatan egalitarian atau ketidakefektifan
kepemimpinan. Dua tipe keluarga yang banyak di deskripsikan:
1. Patriakral, keluarga tradisional
22
Ayah adalah kepala keluarga dengan kekuatan keluarga berada di
tangannya, sedangkan anggota keluarga lainnya berada dibawah
koordinasinya.
2. Demokratis, egalitarian atau keluarga modern.
Dalam tipe ini lebih mendasarkan keseimbangan peran antara suami dan
istri dengan pengambian keputusan melalui consensus dan meningkatkan
partisipasi anak ketika mereka sudah lebih tua.
Klasifikasi Kekuasaan dalam Subsistem Perkawinan (Herbert 1945)
a. Pola kekuasaan otokrasi/ otoriter
Apabila keluarga didominasi oleh satu orang anggota keluarga saja
b. Pola kekuasaan sinkratis
Apabila keputusan termasuk perkawinan dan keluarga, dilakukan oleh kedua
pasangan menikah.
c. Pola kekuasaan otonom
Apabila kedua pasangan berfungsi secara mandiri satu sama lain, baik dalam
pengambilan keputusan maupun aktivitas mereka.
D. KEKUATAN DALAM KELURGA SEHAT
Lewis dan asosianya (1976) melakukan penelitian yang menghasilkan
analisis bahwa keluarga dinyatakan sehat berdasarkan tiga kategori dari severe
disfungsional sampai sehat optimal. Dari severe disfungsional menunjukkan
bahwa stuktur keluarganya chaotic. Sedangakan keluarga yang sehat
dikarenakan strukturnya yang lebih fleksbel. Kekuatan dalam keluarga sehat
antara lain;
1. Orang tua memerankan peran koalisi yang krusial dalam mengembangkan
semua potensi keluarga
2. Kepemimpinan dikembangkan oleh orang tua melalui koalisi sebagai model
pembelajaran nilai terhadap anak
3. Kepemimpinan diberikan oleh orang tua.
4. Pernikahan egalitarian memperkecil jarak dan dominasi.
5. Kekuatan dan peran yang jelas dalam keluarga.
23
E. KEKUATAN DALAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN
Kekerasan dalam keluarga saat merupakan masaah kesehatan utama.
Kekerasan alami termasuk didalamnya jarak yang besar, perlakuan kasar dan
pengabaian. Kekerasan merupakan wujud dari penggunaan kekuata dalam
keluarga yang tidak sehat.
Beberapa teori mengenai kekerasan dalam keluarga, antara lain:
a. Pandangan intraindividual : berfokus kepada karakteristik personal dan
penyebab dari KDRT
b. Pandangan sosiocultural : faktor sosiobudaya, dihubungkan dnegan
perbedaaan sosial dan budaya dalam menyelesaikan, mendeskripsikan dan
menganalisa masalah
c. Pandangan sosial-psikologis : menjelaskan bahwa kekerasan dalam
keluarga adalah fungsi yang menghubungkan individu dan masyarakat
dengan menggunakan isu kekuatan, control, kelas sosial (kemiskinan),
kesempatan kerja dan transfer kemiskinan.
Steinmetz (1995) dan rekannya percaya bahwa kekuatan adalah komponen
krisis dalam kekerasan yang disebabkan oleh
a. Karakteristik dan legitimasi interaksi intrafamilial antar pasangan dan antara
orang tua dan anak.
b. Dikembangkan atas indikasi nilai sosial setempat oleh keluarga lain
c. Kekuatan adalah kemapuan spesifik keluarga didasarkan pada nilai keluarga
dalam komunitas keluarga
1. Intimate partner abuse
Melakukan sebuah pukulan kepada pasangan saat ini akan sangat mudah
diketahui oleh media massa dan para professional dan merupakan sebuah
masalah sosial yang sangat signifikan terjadi. Straus (1990) menggunakan
taktik untuk mengatasi frustasi dan stressor melalui kisah perjalanan yang
telah dilalui. Biasanya wanita yang menjadi korban, akan tetapi laki-laki juga
bisa menjadi korban, tetapi dianggap lebih biasa oleh masyarakat.
24
Kekerasan didefinisikan oleh Wallace sebagai tindakan yang disengaja atau
tindakan yang berkelanjutan yang menyebabkan cedera pada pasangan.
Bolton dan Bolton (1987) menemukan hubungan karakteristik personal
dalam hubungan suami/istri dengan pelaku tindak kekerasan yaitu
dibutuhkannya control terhadap kebiasaan suami/istri pelaku tindak
kekerasan. Pengontrolan tersebut merupakan hal yang absolute harus
dilakukan ketika berada di rumah.
Wallae (1996) mempercayai bahwa abuse pada pasangan dikarenakan
karena banyak penyebab dari masyarakat, seperti stress sosial, perbedaan
kekuatan dalam pernikahan, kemandiarian istri, penggunaan alcohol oleh
suami, kehamilan, ijin pernikahan, rendahnya penghargaan diri, masalah
financial, dan lain-lain
2. Child abuse
Peningkatan kejadian ini pada anak-anak akhir-akhir ini meningkat secara
drastic, para peneliti mempercayai bahwa KDRT tidak begitu saja terjadi
secara dramatikal, namun sudah ada sejak lama dalam keluarga, akan
tetapi ksesadaran public dan penurunan toleransi pada kejadian ini
meningkat pada akhir-akhir ini.
Child abuse dapat berupa fisik, emosi, seksual, atau kombinasi. Kekerasan
fisik didefinisikan sebagai tindakan yang dapat menghasilkan cedera fisik
oleh seseorang yang melakukan penjagaan atau mengontrol seorang anak.
Kekerasan ini banyak terjadi pada semua status sosial, ras, dan bentuk
keluarga baik laki-laki maupun perempuan. Kebiasaan orang tua yang
berhubungan dengan kekerasan fisik antara lain stress hidup, kesepian,
depresi, kecemasan, kebiasaan dan tingkah laku buruk orang tua, konflik
pernikahan dan penggunaan alcohol yang berlebih.
Kekerasan seksual yang dilakukan orang tua biasanya dikarenakan oleh
kondisi sosial dan masalah psikologis. Anak-anak dengan kondisi ini
biasanya berubah melakukan kekerasan dalan kehidupan sehari-harinya.
Perasaan bersalah, rasa malu, takut, marah biasanya ditunjukkan dalam
kehidupannya di sekolah sebagai pelampiasannya.
25
3. Sibling abuse
Kekerasan terhadap saudara kandung didefinisikan sebagai berbagai
macam bentuk kekerasan fisik, mental, atau seksual yang dilakukan oleh
anak dalam unit keluarga kepada anak yang lain. Biasanya dilakukan oleh
anak yang lebih tua, kekerasan terhadap saudara yang banyak dilaporkan
adalah kekerasan fisik (menggertak, memukul, dan menendang), kekerasan
emosional (panggilan jelek, memberikan ketakutan berulang,
menghancurkan harapan personal, mengejek), dan kekerasan seksual.
4. Parent abuse
Kekerasan terhadap orang tua banyak dilakukan oleh remaja untuk
menunjukkan kemarahannya.
5. Elder abuse
Kekerasan dan pengabaian lansia meningkat akhir-akhir ini yang
didefinisikan sebagai tingkah laku yang menghasilkan cedera fisik,
psikologis, material yang menyebabkan kerugian, penyia-nyiaan pada
lansia.
F. PROSES KEPERAWATAN
1. Area pengkajian
Bagamana perawat mengukur kekuatan dalam sebuah keluarga? Ini
merupakan pertanyaan kunci. Studi tentang kekuatan keluarga masih
dibawah kritik karena ketidaksepahaman bagaimana cara mengukur
kekuatan keluarga dalam metodelogi yang sangat terbatas. Namun,
sekarang ini telah dipercaya bahwa kombinasi interaksi keluarga dengan
pelaporan diri oleh anggota keluarga mungkin bisa didapatkan data yang
valid mengenai kekuatan keluarga.
Saffilos-rothschild (1976) menuliskan salah satu pasangan dalam
keluarga mungkin memegang kekuatan mengatur, sedangkan yang lain
mempunyai kekuatan untuk mengimplementasikannya. Sehingga dalam
membuat keputusan dalam keluarganya didasarkan pada tahap
perkembangan keluarga tersebut dan karakteristik dari keluarga itu sendiri.
26
a. Hasil kekuatan
Siapa yang mengatakan terakhir atau siapa yang menang. Siapa yang
membuat keputusan. Bagaimana pentingnya pengambikan keputusan
atau isu dalam keluarga. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan yang
lebih spesifik dan diikuti validasi dan observasi bila memungkinkan.
Pertanyaan spesifik yang mungkin membantu antara lain:
Financial : siapa yang membuat budget, membayar bill dan
bagaimana menyisihkan uang
Sosial : siapa yang memutuskan bagaimana menghabiskan malam
atau siapa teman atau hubungan
Keputusan utama : siapa yang memutuska perubahan pekerjaaan
dan tempat tinggal
Membesarkan anak : siapa yang membuat aturan dan memutuskan
kegiatan anak
b. Proses pengambilan keputusan
Apa teknik yang digunakan untuk mengambil keputusan dan seberapa
luas keputusan tersebut
Consensus
Akomodasi : tawar menawar, kompromi, paksaan
De facto
c. Dasar kekuatan
Sumber-sumber kekuatan antara lain;
Kekuatan legitimasi/kewenanga
Helpless atau powerless power
Referent power
Resourse and expert power
Reward power
Coercive power
Informational power – direct and indirect
Affective power
Tension management power
27
Pertanyaan yang diajukan didasarkan pada sumber-sumber tersebut
dan pertanyaan spesifik lainnya dalam membuat keputusan
d. Variable yang mempengaruhi kekuatan keluarga
Multiple variable dalam kekuatan keluarga, antara lain
Hierarki kekuatan keluarga
Bentuk keluarga
Koalisi
Jaringan komunikasi keluarga
Perbedaan gender
Usia dan tahap perkembangan keluarga
Budaya dan interpersonal
Kelas sosial
Mengenali pengaruh yang berkembang dalam keluarga dapat
membantu perawat memberikan intervensi dan interpretasi pada
keluarga
e. Sistem keluarga secara menyeluruh dan subsistem kekuatan
Setelah melakukan pengkajian dalam area yang luas, perawat mungki
bisa mengenali karakteristik mana yang lebih mendominasi seperti
anggota keluarga yang dewasa, anak, atau kakek nenek, seperti
egalitarian, sinkratik atau otonomi, seperti kurangnya kemampuan
memimpin atau chaotic
Untuk mengkaji pola kekuatan, bisa ditanyakan pertanyaan terbuka.
Subsistem juga perlu dikaji melalui observasi interaksi orang dewasa,
orangtua anak dan wawancara emngenai karakteristik kekuatan
subsistem keluarga.
2. Diagnosa keperawatan
Kepahaman dalam struktur kekuatan keluarga dibutuhkan untuk
membuat formula yang tepat dalam mendiagnosa dan memberikan
intervensi keperawatan yang efektif.
Ketika keputusan dalam perawatan kesehatan dibuat oleh family,
perawat harus tahu siapa yang memerang kekuatan dalam keputusan
28
mereka, pengetahuan bagaimana keputusan dibuat akan memberikan
bimbingan kepada perawa untuk berbicara kepada orang yang tepat
mengenai keputusan yang diambil oleh keluarga.
Saat keluarga sudah mendapatkan kejelasan, kekuatan hierarki dalam
keluarga akan berfungsi dnegan baik, sehingga perawat data mendukung,
menguatkan, membantu menyusun kembali stuktur kesehatan kelauragda
dengan menggunakan kekuatan hubungan dalam keluarga.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi yang diberikan perawat biasanya ditujukan kepada konflik
pembuatan keputusan dan konflik kekuatan yang lain. Jika keluarga tertarik
dalam konflik, perawt akan membantu memecahkan konflik tersebut.
Apabila kekerasan dalam rumah tangga ditemukan, perawata akan
memberikan bantuan dengan memberikan perlindungan anggota keluarga.
Tujuan yang ingin dicapai antara lain:
Mengenali dan melaporkan kekerasan anak
Mendukung dan mengarahkan keluarga
Koordinasi peraawatan keluarga dan kolaborasi dengan anggota
keluarga
Selain itu, perawat juga dapat memberikan kekuasaan kepada anggota
keluarga yang lain untuk menjadi lebih kuat dan memandirikan hubungan
keluarga dnegan otonomi dan respek mutual.
G. KESIMPULAN
• Kekuatan dilihat dalam teks ini , adalah salah satu dari empat dimensi
struktural saling bergantung dari keluarga , dan seperti adalah refleksi dari
aturan keluarga tidak tertulis keluarga dan sistem nilai yang mendasarinya
• Kekuatan adalah kemampuan (potensial atau aktual) dari individu untuk
mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke
arah positif.
• Kekuatan diwujudkan melalui proses pengambilan keputusan dalam
keluarga . Pengambilan keputusan dan kekuasaan keluarga umumnya lebih
29
berbagi dalam keluarga sekarang dibandingkan dekade sebelumnya
• Karena orang-orang yang sangat tidak akurat dalam menggambarkan
perilaku mereka sendiri , kombinasi dari pengamatan interaksi keluarga
dengan diri - pelaporan oleh anggota keluarga dapat memberikan data yang
lebih valid tentang kekuasaan keluarga daripada laporan diri sendiri
• Contoh sumber daya dalam keluarga termasuk autority sah, powerof
berdaya , tak berdaya listrik , daya rujukan , sumber daya listrik , daya ahli ,
menghargai kekuasaan, kekuasaan koersif , kekuasaan afferctive , dan
ketegangan manajemen daya .
• Tiga jenis proses pengambilan keputusan dalam keluarga adalah konsensus
, akomodasi , dan de facto pengambilan keputusan .
• Pria sering mengembangkan atau mempertahankan kekuasaan atas
perempuan , sering sebagai akibat dari ketidakadilan ekonomi . Orang tua
hampir selalu memiliki lebih banyak kekuasaan daripada anak-anak lakukan .
Dalam keluarga egaliter , bagaimanapun, jenis kelamin yang jelas dan
hierarki kekuasaan berbasis usia mungkin tidak ada .
• Perbedaan etnis dan agama di kalangan keluarga dapat ditentukan struktur
kekuasaan tertentu dalam keluarga .
• struktur kekuasaan keluarga juga dapat bervariasi karena pembentukan
koalisi , jaringan komunikasi keluarga , perbedaan gender , tahap
perkembangan keluarga , kelas sosial , dan bentuk-bentuk keluarga yang
berbeda .
• struktur kekuasaan keluarga dapat diklasifikasikan beberapa cara ( lihat
Gambar 11-1) , untuk menunjukkan apakah keluarga didominasi oleh salah
satu anggota , memiliki struktur kekuasaan egaliter , atau tidak memiliki
kepemimpinan yang efektif .
• Tiga perspektif teoritis tentang keluarga dan kekerasan pasangan intim
adalah intraindividual , sosial budaya , dan prespektif sosial - psikologis .
Semua penjelasan yang berbeda hadir untuk karakteristik listrik yang tidak
sehat dalam keluarga kekerasan .
• Meskipun mekanisme dasar kekerasan ( penggunaan kekuatan fisik dengan
salah satu anggota keluarga terhadap yang lain ) adalah sama , ada subtipe
kekerasan keluarga , tergantung pada pelaku dan korban adalah : pasangan /
penyalahgunaan pasangan intim ( termasuk kekerasan dalam gay dan
30
lesbian hubungan , pelecehan anak ( fisik dan seksual ) , kekerasan antara
saudara kandung , pelecehan tua , dan penyalahgunaan induk.
• Memahami struktur kekuasaan dalam keluarga sangat penting dalam
merumuskan diagnosis keperawatan dan intervensi keperawatan yang
efektif .
31
BAB XIII
NILAI KELUARGA
1. DEFINISI DASAR
a. Nilai
Nilai adalah idea atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang
dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh seseorang, biasanya
mengacu kepada estetika (keindahan), etika pola prilaku dan logika benar
salah (Fraenkel, 1977). Nilai berfungsi sebagai panduan umum untuk
perilaku. Dalam keluarga, nilai-nilai memandu pengembangan kepercayaan
keluarga, norma, atau aturan. Misalnya, jika seseorang meliki nilai-nilai
kesehatan yang baik dan merasa itu adalah keadaan yang diinginkan, ia jauh
lebih mungkin untuk terlibat dalam perawatan kesehatan preventif dan
kebiasaan kesehatan menyehatkan.
Ada beberapa sifat nilai yang mendasar. Beberapa nilai yang lebih
sentral, akan mempengaruhi aspek yang paling penting dari kehidupan
keluarga, sementara nilai-nilai lain yang lebih perifer dan memiliki lebih sedikit
pengaruh, hanya melibatkan aspek tertentu dari lifesyle keluarga dan fungsi
sehari-hari.
b. Nilai keluarga
Nilai-nilai keluarga didefinisikan sebagai suatu sistem ide, sikap, dan
kepercayaan tentang nilai suatu keseluruhan atau konsep yang secara sadar
maupun tidak sadar mengikat bersama-sama seluruh anggota keluarga
dalam suatu kebudayaan lazim (Parad dan Caplan, 1965).
Warisan budaya keluarga merupakan sumber utama dari nilai-nilai
sistem keluarga dan norma. Pada gilirannya, kelompok keluarga merupakan
sumber utama anggota keluarga sistem kepercayaan, nilai-nilai sistem, dan
norma mengenai sifat dan bagaimana untuk mencapai tujuan dan aspirasi
pribadi.
Nilai-nilai keluarga tidak hanya refleksi dari masyarakat di mana
seorang individu atau keluarga berada, tetapi juga dari subkultur dengan yang
individu atau keluarga mengidentifikasi. Kebanyakan orang termasuk
32
sejumlah subkultur berdasarkan kelas sosial, latar belakang etnis, pekerjaan,
jenis kelamin, kelompok sebaya, agama, dan sebagainya. Subkultur ada
dalam besar, budaya yang dominan, sehingga aspek sistem nilai juga
menyerap subkultur. Anggota respon subkultur tertentu untuk kedua sistem
nilai subkultur dan dominan, meskipun pada saat yang berbeda nilai-nilai dari
satu atau yang lain mungkin lebih relevan dengan individu atau keluarga.
Jelas, semakin besar tingkat kesesuaian antara nilai-nilai subkultur keluarga
dan nilai-nilai masyarakat, semakin mudah individu dan penyesuaian
keluarga, dan tingkat keberhasilan yang lebih besar keluarga akan memiliki
dalam berhubungan dengan masyarakat.
c. Keyakinan
Wright, Waston, dan Bell (1996) menyatakan bahwa "kepercayaan
adalah lensa melalui mana kita melihat dunia. Keyakinan adalah fondasi dari
perilaku kita dan esensi mempengaruhi kami. Keyakinan memandu tindakan
individu dan keluarga (Wright & Leahey, 2000). Dengan demikian, keyakinan
dan perilaku akan terkait dengan dan terhubung satu sama lain. Pilihan
keluarga membuat berkembang dari keyakinan mereka, yang pada gilirannya
berkembang dari sistem nilai mereka. Sistem kepercayaan Sebuah keluarga
yang dipelajari, dibagi, dan berlanjut dari waktu ke waktu. Keyakinan memiliki
akar sosial dan budaya yang mendalam.
d. Norma
Norma adalah pola perilaku yang dianggap tepat dalam suatu
masyarakat tertentu dan, dengan demikian didasarkan pada sistem nilai
keluarga. Dengan kata lain, norma-norma, meresepkan perilaku peran yang
tepat untuk masing-masing posisi dalam keluarga dan masyarakat dan
menentukan bagaimana hubungan timbal balik yang harus dipertahankan,
serta bagaimana perilaku peran dapat berubah dengan perubahan usia.
e. Aturan keluarga
Aturan keluarga adalah cerminan lebih lanjut tentang nilai-nilai
keluarga daripada norma keluarga. Aturan mengacu pada peraturan spesifik
keluarga mempertahankan seperti apa perilaku yang dapat diterima dan apa
yang tidak. Aturan keluarga, dipandu oleh nilai yang lebih abstrak,
memberikan stabilitas, kesamaan, dan keluarga bimbingan anggota
butuhkan. Holman (1979) menyatakan bahwa aturan keluarga membentuk
33
miniculture keluarga, makna bersama yang menentukan karakter individu
masing-masing keluarga yang berbeda dari semua keluarga lainnya.
2. DISPARITAS DALAM SISTEM NILAI
a. Beragam Nilai Sosial
Konflik pasti ada di antara keluarga dan masyarakat karena ada begitu
banyak faktor dan pengalaman yang berfungsi untuk mengubah individu atau
nilai dan norma keluarga. Masalah atau konflik yang belum terselesaikan
sering hadir karena budaya tradisional yang muncul dari norma-norma yang
ada secara simultan, baik di dalam komunitas, keyakinan kelompok dan
individu menolak norma-norma yang muncul dan sudah melekat keras pada
pola yang lebih tradisional, sedangkan orang lain dan kelompok menemukan
pola tradisional tidak dapat diterima dan mematuhi satu budaya baru (norma-
norma dan nilai-nilai). Hasil perubahan sosial adalah bahwa wilayah-wilayah
konflik utama muncul. Meskipun masyarakat kita menghargai prularism, di
mana kedua sistem nilai tradisional muncul dan dapat hidup berdampingan,
keragaman sosial ini dimainkan dalam hasil dalam konflik dan kebingungan.
b. Perbedaan Nilai Antara Dominan Kebudayaan dan Subkultur
Sumber lain yang umum konflik nilai adalah benturan antara nilai budaya
yang dominan dan kelompok budaya keluarga. Ketika kita menganggap
keluarga sebagai agen mediasi antara budaya (atau masyarakat yang lebih
luas) dan individu, maka bahwa ketidakcocokan dasar nilai antara kelompok
keluarga dan masyarakat yang lebih luas menghasilkan konflik nilai tertentu,
yang meningkatkan stres dalam keluarga sebagai sistem dan juga negatif
mempengaruhi anggota keluarga.
c. Perbedaan nilai antar generasi
Seperti disebutkan sebelumnya, sumber ketiga nilai konflik dalam keluarga
terletak pada perbedaan generasi nilai. Sebuah keluarga dapat terdiri dari
beberapa generasi individu, masing-masing membawa ke nilai-nilai kelompok
keluarganya berdasarkan generasi. Konflik nilai yang tak terelakkan ketika
kakek memegang nilai-nilai tradisional, ketika orang tua beroperasi dengan
kombinasi (progresif) nilai-nilai tradisional dan muncul anak-anak dipengaruhi
oleh nilai-nilai emergencing. Konflik antara generasi sangat lazim jika rumah
tangga keluarga adalah keluarga besar.
34
d. Perbedaan antara anggota keluarga dan profesional perawatan kesehatan.
Salah satu masalah utama dalam hubungan antara petugas kesehatan dan
klien keluarga adalah jarak sosial diciptakan karena kelas sosial dan / atau
perbedaan nilai budaya. Ketika profesional dan keluarga tidak memiliki
keyakinan dasar yang sama dan nilai-nilai, hasilnya sering tujuan yang
berbeda, komunikasi yang tidak jelas, dan masalah interaksional. Sebagai
profesional yang bekerja dalam sistem perawatan kesehatan utama, perawat
umumnya menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dominan yang sistem
perawatan kesehatan merupakan bagian. Perawat Amerika, dididik di
Amerika Serikat, termasuk dalam klasifikasi sistem nilai "Old Yanker".
Perawat Amerika berorientasi pada masa depan, dimana seorang profesional
melakukan perbuatan yang berorientasi individualis dalam pengambilan
keputusan.
Selain itu rata-rata dari usia tradisional perawat tradisional adalah sekitar 44.
Nilai konflik mungkin timbul ketika perawat baru dari generasi muda (generasi
x) berinteraksi dengan rekan-rekan mereka dan dengan populasi klien
meningkatnya pasien usia lanjut. Ini gambar penyedia layanan kesehatan
memiliki satu orientasi nilai umum tidak meniadakan kenyataan bahwa
banyak perawat dan mahasiswa keperawatan berasal dari berbagai latar
belakang kelas sosial dan budaya dan memiliki konfigurasi sendiri nilai-nilai
yang lebih khusus dan tujuan. Sementara juga sesuai dengan nilai-nilai
sentral sistem perawatan kesehatan yang mereka merupakan bagiannya.
Keluarga, di sisi lain, datang dari semua lapisan masyarakat dan lebih sering
daripada tidak, memegang nilai-nilai yang berbeda thn petugas kesehatan
tidak. Karena latar belakang kelas dan budaya banyak klien berbeda dari
orang-orang dari proffessional perawatan kesehatan, kemungkinan konflik
nilai hadir ( Laufer , 1980)
3. PERUBAHAN NILAI DI AMERICAN SOCIETY
Sejak tahun 1960, Amerika Serikat serta dunia pada umumnya, telah
menyaksikan sebuah revolusi besar dalam ide, nilai, dan norma-norma.
Sebagian besar literatur menunjukkan bahwa Gerakan Hak Sipil menandai awal
revolusi kebudayaan Amerika. Karena peristiwa bergolak dalam masyarakat dan
keluarga, stratifikasi sosial melebar, peningkatan kemiskinan, pertumbuhan
35
konsumerisme dan materialisme (Lebey, 2001: Samuelson, 1986), globalisasi
ekonomi kita, dan yang terbaru adalah ancaman terorisme. Nilai-nilai budaya
Amerika yang terus-menerus dibentuk dan dimodifikasi. Meskipun keluarga telah
banyak dianggap sebagai terancam oleh beberapa peristiwa sosial dan
pergeseran nilai-con comitant, membalikkan arus kembali ke "hari-hari
tradisional tua yang baik" muncul sia-sia meskipun upaya sungguh-sungguh
oleh beberapa kelompok fun damentalis dan reaksioner untuk melakukannya.
Pergeseran nilai-nilai telah memicu perubahan kelembagaan seluruh
masyarakat . Kedua layanan keluarga amerika (1984) dan scanzoni (1987)
menggambarkan survei di mana orang Amerika , menurut nilai-nilai mereka
melaporkan, dibagi menjadi tiga kelompok . Di salah satu ujung kontinum adalah
" tradisionalis " , orang-orang yang mendukung nilai-nilai tradisional, seperti
menjaga hari tua yang baik , tugas , kewajiban , dan kerja keras . Di ujung lain
dari kontinum adalah " gelombang baru " , yang " progresif " , yang mengemban
nilai-nilai yang muncul dari diri - pemenuhan , kebebasan , individualisme dan
kewenangan. Bagian tengah kelompok kontinum terdiri dari sebagian besar
orang Amerika. Mereka dihargai beberapa lama dan beberapa nilai-nilai dan
tujuan-tujuan baru.
4. ORIENTASI NILAI UMUM
American society membentuk nilai pokok kehidupan keluarga serta tingkah laku
dalam perawatan kesehatan secara professional yang terdiri dari (america’s core
values) :
Produktifitas/ penghargaan individu
individualisme
matrealisme
etika kerja
pendidikan
perubahan dan penguasaan terhadap lingkungan
efisiensi, dan praktik
36
kualitas hidup dan menjaga kesehatan
toleransi terhada keberagaman
5. NILAI UMUM KELUARGA
1. Nilai Keluarga Besar.
Hubungan Sanak Saudara.
Anak membutuhkan kakak dan adik (sebaliknya anak tunggal
dimanjakan dan kesepian).
Pilihan jenis kelamin.
Mungkin orang tua mempunyai keinginan khusus untuk seorang anak
laki -laki atau anak perempuan, atau suatu kombinasi tertentu.
Kelangsungan Hidup Anak.
Orang tua membutuhkan banyak anak untuk menjamin agar beberapa
anak akan hidup terus sampai dewasa dan membantu mereka pada
masa tua.
2. Nilai Keluarga Kecil.
Kesehatan Ibu.
Terlalu sering hamil tidak baik untuk kesehatan ibu.
Beban masyarakat.
Dunia ini menjadi terlalu padat.Terlalu banyak anak merupakan beban
masyarakat. Sementara itu Hoffman dan Hoffman (1973) dalam studinya
tentang hal-hal yang memotivasi seseorang sehingga ingin memiliki
anak antara lain:
a. Ingin membuktikan bahwa ia seorang dewasa.
b. Memiliki beberapa perluasan pribadi dan mungkin dari seorang
leluhur yang akan berakhir pada suatu waktu.
c. Memuaskan sejumlah standard yang pasti oleh keluarganya sendiri
maupun religi.
d. Menciptakan suatu kemesraan, afeksi dalam kehidupan kelompok
melebihi dari sekedar keluarganya sendiri.
e. Mengalami petualangan dari kemampuan memiliki anak dan
membesarkan anak.
f. Menciptakan manusia baru.
37
g. Memiliki seseorang untuk bergantung dan merawat.
h. Untuk memmjukkan bahwa seseorang mampu melakukan sesuatu
dibanding orang lain.
i. Memiliki anggota keluarga yang lain untuk berbagai kerja dan untuk
menjamin di hari tua.
Masalah yang timbul dalam mencapai Norma Keluarga Kecil Bahagia
dan Sejahtera sebagaimana diuraikan diatas adalah menekankan dan
menggiring jumlah ideal ke arab caturwarga ataupun keluarga dengan 2
anak. Dua anak dalam keluarga dua laki-laki, dua perempuan atau satu laki-
laki dan satu perempuan sudah cukup.Disini terdapat dua permasalahan
secara garis besar.yaitu:
Masalah memasyarakatkan Norma Keluarga Kecil atan Norma
Keluarga dua anak yang jelas rapat kaitannya dengan nilai-nilai sosial,
ekonomi dan psikologi dari anak, begitu juga dengan tingkat kematian
yang relatif masih tinggi.
Bagaimana mencapainya secara teknis sekali norma itu sudah mulai
berkembang. Dari sudut teknologi kontrasepsi yang ada sekarang dan
yang dapat diterima oleh masyarakat, tidaklah begitu mudah untuk
membatasinya pada 2 (dua) anak. Bagaimanapun juga keputusan
untuk menambah anak atau tidak terserah pada keputusan pasangan
suami istri dan keputusan tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks
sosial budaya. Tetapi yang jelas, perubahan sosial mutlak diperlukan
untuk mendukung NKKBS yang dikampanyekan dalam program
Keluarga Berencana di Indonesia.
Nilai umum keluarga
1. Nilai kasih sayang
Keluarga merupakan lingkungan primer bagi setiap individu, dan
sejak masih balita mereka mulai menerima nilai-nilai yang akan
menjadi pegangan sepanjang hidupnya. Dalam keluarga setiap
individu membutuhkan pengayoman, perlindungan dan rasa cinta
kasih untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal
(Megawangi, 1996). Agar anak secara psikososial dapat berkembang
38
spontan dan wajar, anak sangat perlu mendapatkan perhatian,
pengertian, belaian kasih sayang, terutama sekali dari kedua orang
tuanya. Anak yang berkembang tanpa bantuan manusia akan
kehilangan hakekat kemanusiaanya (Gunarsa, 1980).
2. Nilai komunikasi
Keluarga yang mempunyai budaya komunikasi dengan anak secara
baik akan mampu menciptakan prakondisi bagi tumbuhnya
kecerdasan anak (Suyanto, 1998). Peran komunikasi yang penting
dalam keluarga adalah membangun interaksi dalam keluarga
meliputi : saling tukar informasi antar angota, sebagai sarana
sosialisasi bagi anak dan melatih tugas-tugas yang ada didalam
rumah tangga keluarga dan sebagai dasar untuk melakukan
kerjasama dalam keluarga.
3. Nilai tanggung jawab
Tugas-tugas keluarga merupakan tanggung jawab langsung setiap
pribadi. Hampir tidak ada peran tanggung jawab keluarga yang dapat
diwakilkan kepada orang lain, sehingga hampir semua orang
menyesuaikan diri atau mengaku menyesuaikan diri kepada tuntutan
keluarga. Menurut Taryati et.al (1994) pelatihan dan pembinaan
tanggung jawab diberikan kepada anak sejak kecil, yaitu pada saat
anak telah dapat diajak berkomunikasi, dapat berpikir, dan dapat
melakukan suatu pekerjaan yang paling ringan (usia 5 tahun ke atas).
4. Nilai saling menghormati
Setiap individu dianggap sebagai atasan dari bawahanya, dan harus
menjadi panutan bagi bawahanya dengan memberi perlindungan
kepada bawahanya. Sebaliknya bawahan akan memberi rasa
hormaat kepada atasanya. Sifat yang menjadi panutan ini bersumber
dari keluarga, yang masing-masing individu akan menempatkan
dirinya sesuai dengan posisinya didalam keluarga. Anak yang
terpanuhi kebutuhan rasa aman dan kasih sayangnya akan lebih
menurut dan mudah dibentuk. Atas dasar ini orang tua menanamkan
dasar-dasar kepribadian melalui penanaman nilai-nilai dan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai keluarga dan lingkungan sosial maupun
39
masyarakat yaitu : anak menghormati orangtua, anak yang muda
menghormati yang lebih tua (Megawangi, 1996)
5. Nilai komitmen
Menurut Lukmansyah (1973) anak perlu mendapat latihan untuk
makan, tidur dan bermain menurut waktunya, serta kebiasaan-
kebiasaan lain sesuai dengan usianya sehingga anak dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku didalam
lingkungan. Anak yang tidak dipersiapkan untuk menghadapi norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat akan mengalami kesukaran
dalam kehidupan sosialnya.
6. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI KELUARGA
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi nilai dalam keluarga. Antara lain:
a. Pendidikan orangtua
Keterlibatan seseorang dalam proses pendidikan atau tingkat pendidikan
yang dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan
kerangka berfikir, presepsi, pemahaman dan kepribadianya yang
kesemuanya itu merupakan bagian integral sebagai bekal dalam
berkomunikasi. Karena itu tingkat pendidikan baik secara langsung
maupun tidak langsung akan menentukan baik buruknya pola komunikasi
antar anggota keluarga (Gunarsa, 1991).
b. Pendapatan keluarga atau orangtua
Kondisi ekonomi yang kurang berpengaruh terhadap kondisi mental dan
psikis individu yang hidup dalam keluarga dan menentukan corak kualitas
hubungan antara pribadi dalam keluarga (Gunarsa 1991)
c. Besar keluarga
Kepadatan keluarga berpengaruh besaar kepada hubungan antar pribadi
dalam keluarga. Adanya perbedaan secara baik mengenai umur,
pendidikan, tugas dan kegiatan dan antanggung jawab akan mempersulit
proses penyesuaian. Setiap sistem interaksi memiliki kualitas emosi
tertentu yang mempuynyai pengaruh terhadap kepribadian dan sikap dari
seluruh anggota keluarga.
d. Status kerja ibu
40
Pada ibu pekerja yang terpenting adalah pembagian waktu antara
pekerjaan dan perhatian anak. Kalau waktu untuk anak-anak digunakan
seoptimal mungkin dengan mengikuti langkah-langkah yang dianjurkan,
maka hal ini akan mengurangi persoalan yang timbul (Sobur,1986).
e. Kepribadian orangtua
Kepribadian orangtua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
sikap orangtua dalam membina dan memelihara anak-anak yang
mempunyai terhadap kepribadian anak. Orantua yang aktif cenderung
aktif terhadap anak-anaknya, Ini tergantung dari kegiatan dan minat apa
yang dilakukan orangtua (Littauer, 1992).
f. Hubungan suami istri
Dalam membina dan memelihara anak-anak, orangtua memperlihatkan
dan menunjukkan sikap tertentu yang mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak. Hubungan suami istri yang mencapai
kepuasan bagi kedua belah pihak, maka sikap orangtua lebih positif
daripada bila tidak ada kepuasaan.
g. Riwayat hidup ibu
Menurut Freud (1986 dalam Hurlock (1993) bahwa apa yang dilakukan
sseseorang saat ini mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa-
peristiwa tertentu di masa lampau yang sangat mengesankan bagi
seseorang.
Faktor internal tersebut antara lain :
1. Kemauan kerja keras menghidupi keluarga.
2. Melindungi anggota keluarga.
3. Memberi contoh berbuat baik kepada keluarga dan lingkungan hidupnya.
4. Kemampuan menciptakan norma moral bagi kehidupan keluarga.
5. Ikatan suami-istri yang telah equal, dimana wanita atau istri memiliki posisi
tawar (bargaining position) yang lebih baik akibat peningkatan pendidikan
dan peningkatan akses terhadap informasi dan kemajuan-kemajuan global,
serta kualitas dan kuantitas pengasuhan anak, terutama karena keputusan
wanita untuk memasuki sektor publik.
41
6. Perubahan disiplin orang tua yang semula lebih menekankan pada
hukuman fisik, terjadi toleransi nilai kepatuhan anak, serta lebih
menekankan pada dimengertinya alasan-alasan suatu aturan,
7. Lebih perhatian dan lebih intimnya hubungan personal ayah-anak dengan
berbagi rekreasi antara orang tua dan anak,
8. Dalam hal pendidikan, peningkatan penekanan pada tanggungjawab verbal
dengan menggunakan penjelasan-penjelasan, daripada demonstrasi
kekuatan fisik.
Faktor eksternal dapat mengubah sistem nilai keluarga menuju ke arah
perbaikan dan peningkatan kualitas hidup yang lebih baik daripada keadaan
sebelumnya (perubahan sistem nilai positif). Faktor eksterenal tersebut antara
lain adalah yang berikut ini :
1. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan.
Faktor ini membekali keluarga dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta ketrampilan guna menjadi hidup berkualitas.
2. Kegiatan keagamaan
Faktor ini membekali keluarga dengan iman dan takwa yang menjadi
pedoman kehidupan etis dan berguna sebagai pencegah perbuatan
mungkar yang merugikan diri sendiri dan keluarga.
3. Pergaulan dan komunikasi
Faktor ini membekali keluarga dengan pengalaman hidup yang bermanfaat
bagi perbaikan nasib dan menjadi sumber keberhasilan.
4. Pembauran dalam kelompok masyrakat
Faktor ini membekali keluarga dengan pengalaman sistem nilai yang
diperolehnya dari hubungan dan cara hidup masysdrakat setempat.
5. Adaptasi budaya setemopat dan budaya pendatang
Faktor ini membekali keluarga dengan sitem nilai baru yang lebih baik dari
keadaan sebelumnya karena perpaduan dan penyesuaian unsur-unsur
positif dari kedua budaya yang berlainan.
6. Kelas sosial
7. Tahap perkembangan
8. Idiosinkrasi (keadaantidak normal / tidak sesuai) keluarga dan pribadi
42
9. Industrialisasi, Ilmu pengetahun, dan Teknologi, Transformasi ekonomi dari
agraris ke industri telah mengubah kehidupan keluarga melalui perubahan
nilai arti ikatan kekerabatan, dan semakin elastisitasnya ikatan keluarga.
10.Modernisasi menyebabkan komersialisasi pada berabgai aspek. Informasi
global menyebabkan terjadinya globalisasi nilai standar hidup termasuk
didalamnya perawatan kesehatan, gizi, pendidikan, dan Hak Azazi
Manusia.
11.Migrasi penduduk, karena daya dorong desa (agrasi) dan daya tarik kota
(industri). Migrasi penduduk baik urbanisasi ataupun transmigrasi, telah
merubah gambaran keluarga dari keluarga luas (ektended) menjadi
keluarga inti (nuklear), dan segala konsekuensi dari perubahan tersebut.
12.Perubahan permintaan tenaga kerja. Perkembangan ekonomi telah
merubah peta bidang-bidang usaha dan jenis-jenis pekerjaan serta
kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan masing-masing jenis
pekerjaan. Meningkatnya kebutuhan tenaga kerja yang memiliki ketekunan
dan ketelitian, yang biasanya menjadi ciri keahlian wanita, telah mendorong
wanita, bersaing dengan pria memasuki pasaran kerja.
13.Peningkatan pendidikan wanita. Semakin meningkatnya pendidikan wanita
mendorong wanita (belum menikah dan telah menikah) untuk bekerja di
luar rumah.
14.Perubahan Demografi penduduk dengan menurunnya tingkat pertambahan
penduduk dan penurunan tingkat kematian. Penurunan laju pertambahan
penduduk terjadi berkat program pengendalian pertambahan penduduk,
yaitu program KB (di Indonesia).
7. PROSES KEPERAWATAN
1. Area Pengkajian
a. Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :
Nama kepala keluarga (KK)
Umur
Alamat dan telepon
43
Pekerjaan kepala keluarga
Pendidikan kepala keluarga
Komposisi keluarga dan genogram (genogram keluarga dalam tiga
generasi): Nama/inisial, Jenis kelamin, Tanggal lahir/ umur, Hubungan
dengan kepala keluarga, Pendidikan, Pekerjaan.
Tipe keluarga: Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta
kendala atau masalah yangterjadi dengan jenis keluarga tersebut.
Latar Belakang Keluarga: Mengkaji asal suku bangsa keluarga
tersebut serta mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait
dengan kesehatan.
Latar belakang etnis keluarga atau anggota keluarga:
Tempat tinggal keluarga (bagian dari sebuah lingkungan yang
secara etnis besifat homogen).
Kegiatan-kegiatan keagamaan, social, budaya, rekreasi, pendidikan
Kebiasan-kebiasan diet dan berbusana (tradisional atau madern)
Struktur keluarga tradisional atau madern
Bahasa yang digunakan dirumah
Penggunakan jasa-jasa perawatan kesehatan keluarga dan praktisi
(Apakah keluarga mengunjungi pelayanan praktisi, terlibat dalam
praktisi-praktisi pelayanan kesehatan tradisional, atau
memilikikepercayaan tradisional asli dalam bidang kesehatan).
Identifikasi Religius : Mengkaji agama yamg dianut serta kepercayaan
yang dapat mempengaruhi kesehatan:
Apakah anggota keluarga berada dalam praktek keyakinan
beragamaan mereka.
Seberapa aktif keluarga tersebut terlibat dalam kegiatan agama
atau oganisasi keagamaan.
Agama yang dianut oleh keluarga.
Kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai keagamaan yamg dianut
dalam kehidupan keluarga terutama dalam hal kesehatan.
Status Ekonomi : Status ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan
baik dari kepala keluargamaupun anggota keluarga lainnya. Selain itu
status sosial ekonomi keluargaditentukan pula oleh kebutuhan-
44
kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang
dimiliki oleh keluarga:
Jumlah pendapatan per bulan
Sumber-sumber pendapatan per bulan
Jumlah peneluaran per bulan
Apakah sumber pendapatan mencukupi kebutuhan keluarga
Bagaimana keluarga mengatur pendapatan dan pengeluarannya
Aktivitas Rekreasi atau Waktu LuangAktivitas rekreasi keluarga tidak
hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk
mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun juga penggunaan
waktuluang/ senggang keluarga.
b. Riwayat Dan Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga adalah mengkaji keluarga
berdasarkan tahap kehidupan keluarga berdasarkan Duvall, ditentukan
dengan anak tertua dari keluarga inti dan mengkajisejauh mana keluarga
melaksanakan tugas sesuai tahapan perkembangan. Sedangkan
riwayatkeluarga adalah mengkaji riwayat kesehatan keluarga inti dan
riwayat kesehatan keluarga:
Tahapan perkembangan keluarga saat ini.
Sejauh mana keluarga memenuhi tugas-tugas perkembangan yang
sesuai dengan tahap perkembangan saat ini.
Riwayat keluarga inti mulai lahir hingga saat ini, termasuk riwayat
perkembangan dankejadian-kejadian dan pengalaman-pangalaman
kesehatan yang unik atau yang berkaitandengan kesehatan
(perceraian, kematian, hilang dll) yang terjadi dalam
kehidupankeluarga.
Riwayat keluarga sebelumnya: keluarga asal kedua orang tua (seperti
apa kehidupankeluarga asalnya; hubungan masa silam dan saat
dengan orang tua dari kedua orang tua.
c. Struktur Nilai Keluarga
Kesesuaian antara nilai-nilai keluarga dengan kelompok atau
komunitasyang lebih luas
45
Pentingnya nilai-nilai yang dianut bagi keluarga
Apakah nilai-nilai ini dianut secara sadar atau tidak sadar
Konflik nilai yang menonjol dalam keluarga
Kelas sosial keluarga, latar balakang kebudayaan mempengaruhi nilai-
nilaikeluarga
Bagaimana nilai-nilai mempengaruhi kesehatan keluarga
d. Data Lingkungan
Karakteristik Rumah
Gambaran tipe tempat tinggal (rumah, apartemen, sewa kamar,
dll). Apakahkeluarga memiliki rumah ini sendiri atau menyewa?
Gambaran kondisi rumah (baik interior maupun ekterior rumah).
Interior rumahmeliputi jumlah kamar dan tipe kamar (kamar tamu,
kamar tidur, dll), penggunaankamar tersebut dan bagaimana kamar
tersebut diatur. Bagaimana kondisi dankecukupan perabot.
Penerangan, ventilasi, lantai, tangga, susunan dan kondisi
bangunan.
Dapur: suplai air minum, pengunaan alat-alat masak, pengamanan
untuk kebakaran.
Kamar mandi: sanitasi, air, fasilitas toilet, ada tidaknya sabun dan
handuk.
Mengkaji pengaturan tidur di dalam rumah. Apakah peraturan
tersebut memadai bagi anggota keluarga, dengan pertimbangan
usia mereka, hubungan dankebutuhan-kebutuhan khusus mereka
lainnya.
Mengkaji keadaan umum kebersihan dan sanitasi rumah. Apakah
ada serbuanserangga-serangga kecil (khususnya di dalam) dan/
atau masalah-masalah sanitasiyang disebabkan oleh kehaduran
binatang piaraan.
Mengkaji perasaan-perasaan subjektif keluarga terhadap rumah.
Apakah keluargamenganggap rumahnya memadai bagi mereka.
Evaluasi pengaturan privasi dan bagaimana keluarga keluarga
merasakan privasimereka memadai. Evaluasi ada dan tidak
bahaya-bahaya terhadap keamanan rumah/ lingkungan.
46
Evaluasi adekuasi pembuangan sampah.
Kaji perasaan puas/ tidak puas dari anggota keluarga secara
keseluruhan dengan pengaturan/ penataan rumah.
Karakteristik Lingkungan dan Komunitas Tempat Tinggal
Tipe keluarga/ komunitas (desa, kota, subkota, kota).
Tipe tempat tinggal (hunian, industri, campuran hunian dan industri
kecil, agraris)di lingkungan.
Keadaan tempat tinggal dan jalan raya (terpelihara, rusak, tidak
terpelihara,semantara/ diperbaiki).
Sanitasi jalan, rumah (kebersihan, pengumpulan sampah dll).
Adanya dan jenis-jenis industri di lingkungan (kebisingan, masalah-
masalah polusiair dan udara).
Bagaimana karakteristik demografis dari lingkungan dan
komunitas?
Kelas sosial dan karakteristik etnis penghuni.
Perubahan-perubahan secara demografis yang berlangsung
belakangan ini dalamlingkungan/ komunitas.
Pelayanan-pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial apa yang
ada dalamlingkungan dan komunitas?
Fasilitas-fasilitas ekonomi (warung, took, apotek, pasar).
Lembaga-lembaga kesehatan (klinik-klinik, rumah sakit, dan
fasilitas gawatdarurat).
Lembaga-lembaga pelayanan sosial (kesejahteraan, konseling,
pekerjaan)
Bagaimana mudahnya sekolah-sekolah dilingkungan atau
komunitas?
Fasilitas-fasilitas rekreasi yang dimiliki daerah ini.
Tersedianya transportasi umum.
Bagaimana insiden kejahatan dilingkungan dan komunitas?
Apakah adakeselamatan yang serius?
Mobilitas Geografi Keluarga
Lama keluarga tinggal didaerah ini.
Apakah sering berpindah-pindah tempat tinggal?
47
Hubungan Keluarga dan Fasilitas-fasilitas Kesehatan Dalam
Komunitasa.
Anggota keluarga yang sering menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan dantempat pelayanan kesehatannya.
Seberapa sering keluarga menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan?
Sistem pendukung keluarga
Fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga yang dapat dimanfaatkan
untuk pemeliharaan kesehatan.
Sumber pendukung keluarga pada saat keluarga membutuhkan