KELOMPOK 6 KELOMPOK 7 KELOMPOK 8 KELOMPOK 9 KELOMPOK 10 PEMBIMBING : Dr. Tony Setiabudhi Ph.D, SpKJ (K)
KELOMPOK 6
KELOMPOK 7
KELOMPOK 8
KELOMPOK 9
KELOMPOK 10
PEMBIMBING : Dr. Tony Setiabudhi Ph.D, SpKJ (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
PENDAHULUAN
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun social yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lanjut usia.
Masalah kesehatan jiwa lanjut usia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas
pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu
ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lanjut usia, meliputi aspek fisiologis,
psikologis, social, cultural, ekonomi dan lain-lain.
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada
lanjut usia yang menyangkut aspek promotof,, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial
yang menyertai kehidupan lanjut usia.
Psikogeriatri atau psikiatri geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan
pencegahan,diagnosisi,dan terapi gangguan fisik dan psikologik atau psikiatrik pada lanjut
usia .Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiatri,analog dengan
psikiatri anak(Brocklehurst,Allen,1987).Diagnosisi dan terapi gangguan mental pada lanjut usia
memerlukan pengetahuan khusus,karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi
klinis,patogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara patogenesis dewasa muda dan lanjut
usia (Weinberg,1995; Kolb-Brodie,1982).Faktor penyulit pada pasien lanjut usi juga perlu
dipertimbangkan,antara lain sering adanya penyakit dan kecacatan medis kronis
penyerta,pemakaian banyak obat (polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan
kognitif ( Weinberg,1995;Gunadi,1984).
Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut (lihat tulisan mengenai demografi
di bagian lain buku ini),perlu mulai dipertimbangkan adanya pelayanan psikogeriatri di rumah
sakit yang cukup besar .Bangsal akut,kronis dan day hospital,merupakan tiga layanan yang
mungkin harus sudah,merupakan tiga layanan yang mungkin harus sudah mulai difikirkan
( Brocklehurst,Allen,1987).Tentang bagaimana kerjasama antara bidang psikogeriatri dan
geriatri dapat dilihat pada bab mengenai pelayanan kesehatan pada usia lanjut.
PEMBAHASAN
I. Faktor-Faktor Kesehatan Jiwa Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor
tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka
dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut :
1. Penurunan Kondisi Fisik
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
3. Perubahan aspek Psikososial
Penurunan Kondisi Fisik
Setelah seseorang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal
ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau
harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia
harus mampu mengatur cara hidupnya yang baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja
secara seimbang.
Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti :
1. Gangguan jantung
2. Gangguan metabolisme, missal diabetes mellitus
3. Vaginitis
4. Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
5. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
6. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan stereoid, tranquilier
7. Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta di perkuat oleh
tradisi dan budaya
Kelelahan atau kebosanan karena kurang Variasi dalam kehidupannya.
Pasangan hidup telah meninggal
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya cemas, depresi, pikun, dsb.
Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepabrikan lansia. Beberapa perubahan tersebut
dapat di bedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
Tipe kepribadian konstruktif (Construction personality), biasanya tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
Tipe kepribadian mandiri (Independent personaliy), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak di isi dengan
kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
Tipe kepribadian Tergantung (Dependent personality ), pada tipe ini bisanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada
masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
di tinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedudukannya.
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki
lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-
kadang tidak di perhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonominya menjadi morat-marit.
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality), pada lansia tipe ini umumnya
terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu oleh orang lain atau cenderung
susah dirinya.
II. Pemeriksaan Psikiatrik pada Usia Lanjut
Penggalian riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental pada penderita usi lanjut
harus mengikuti format yang sama dengan yang berlaku pada dewasa muda .Karena tingginya
prevalensi gangguan kognitif pada usi lanjut,dokter/calon dokter harus menentukan apakah
penderita mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan .Jika penderita mengalami gangguan
kognitif,riwayat pra-morbid dan riwayat sakit harus didapatkan dari anggota keluarga atau
mereka yang merawatnya.Namun,penderita juga tetap harus diperiksa tersendiri(walaupun
terlihat adanya gangguan yang jelas)untuk mempertahankan privasi hubungan dokter dan
penderita dan untuk menggali adakah pikiran bunuh diri atau gagasan paranoid dari penderita
yang mungkin tidak diungkapkan dengan kehadiran sanak saudara atau seorang perawat (Kaplan
et al 1997;Hamilton,1985).
1) Riwayat psikiatrik
Bisa didapatkan dari alo- atau oto- anamnesisi.Riwayat psikiatrik lengkap termasuk
identifikasi awal (nama,usia,jenis kelamin,status perkawinan),keluhan utama,riwayat penyakit
sekarang ,riwayat penyakit dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita ),riwayat
pribadi dan riwayat keluarga.Pemakainan obat (termasuk obat yang dibeli bebas).yang sedang
atau pernah digunakan penderita juga penting untuk diketahui.
Penderita yang berusia diatas 65 tahun (atau di atas 60 tahun di Asia) sering memiliki
keluhan subyektif adanya gangguan daya ingat yang ringan,seperti tidak dapat mengingat
kembali nama orang atau keliru meletakkan benda-benda.Gangguan daya ingat yang
berhubungan dengan usia tersebut perlu dibedakan dengan adanya kecemasan pada saat
dilakukanpemeriksaan/wawancara (Weinberg,1995;Hamilton,1985).Riwayat medis penderita
harus meliputi semua penyakit berat ,terutama gangguan kejang,kehilangan kesadaran ,nyeri
kepala ,masalah penglihatan dan kehilangan pendengaran.Riwayat penggunaan alkohol dan
pemakaian zat yang lama perlu diketahui karena bisa menyebabkan kelainan saat ini (Kolb-
Brodie,1982;Kaplan et al,1997;Dir Kes Wa,1982).
Riwayat keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orang tua penderita dan
adaptasi terhadap ketuaan mereka.Jika mungkin informasi tentang kematian orang tua,riwayat
gangguan jiwa dalam keluarga.
Situasi sosial penderita sekarang harus dinilai.Siapa yang harus merawat penderita,apakah
penderita mempunyai anak.Bagaimana karakteristik hubungan orangtua-anak.Riwayat sosial
ekonomi dipakai untuk menilai peran ekonomi dalam mengelola pemyakit penderita dalam
membuat anjuran terapi yang realistik (Gunadi,1982;Kaplan et al,1997)
Riwayat perkawinan,termasuk penjelasan tentang pasangan hidup dan karakteristik
hubungan.Jika penderita adalah janda atau duda,harus digali bagaimana rasa duka citanya dulu
saat ditinggal mati oleh pasanganya.Jika kehilangan pasangan hidup terjadi dalam satu tahun
terakhir,penderita dalam keadaan resiko tinggi mengalami peristiwa fisik atau psikologik yang
merugikan (Dir Kes Wa,1982).
Riwayat seksual penderita termasuk aktivitas seksual,orientasi
libido,mastrubasi,hubungan gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi seksual (Dir Kes Wa,!
982).
2) Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berfikir(proses pikir),merasakan
dan bertingkah laku selama pemeriksaan.Keadaan umum penderita adalah termasuk
penampilan ,aktivitas psikomotorik,sikap terhadap pemeriksaan dan aktivitas bicara.
Gangguan motorik,antara lain gaya berjalan menyeret,posisi tubuh membungkuk,gerakan
jari seperti memilin pil,tremor dan asimetris tubuh perlu dicatat (Kaplan et al,19917).Banyak
penderita depresi mungkin lambat dalam bicara dan gerakannya.Wajah seperti topeng terdapat
pada penderita penyakit parkison (Kaplan et al,1997;Hamilton,1985).
Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan.Keluar air mata
dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan kognitif,terutama si penderita
merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa (Weinberg,1995;Kaplan et
al,1997;Hamilton,1985).Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita
gangguan pendengaran,misalnya selalu minta pertanyaan diulang,harus dicatat (Gunadi,1984).
Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama,curiga,bertahan dan tak berterima
kasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya reaksi transferensi.Penderita lanjut
usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih
tua ,tidak peduli terhadap adanya perbedaan usia (Weinberg,1995;Laitman,1990)
Penilaian fungsi. Penderita lanjut usia harus diperiksa tentang kemampuan mereka untuk
mempertahankan kemandirian dan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-
hari.Aktvitas tersebut adalah termasuk ke toilet,menyiapkan
makanan,berpakaian ,berdandan dan makan.Derajat kemampuan fungsional dari perilaku
sehari-hari adalah suatu pertimbangan penting dalam menyusun rencana terapi
selanjutnya (Weinberg,1995;Laitman,1990).
Mood,perasaan dan afek.Di negara lain,bunuh diri adalah salah satu penyebab utama
kematian pada golongan usia lanjut.Oleh karenanya pemeriksaan ide bunuh diri pada
penderita lanjut usi sangat penting.Perasaan kesepian ,tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya adalah gejala depresi.Kesepian merupakan alasan yang paling sering dinyatakan
oleh para lanjut usia yang ingin bunuh diri .Depresi merupakan resiko yang tinggi untuk
bunuh diri (Weinberg,1995;Kolb-Brodie,1982;Gunadi,1984;
Gangguan persepsi . Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang
disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik.Pemeriksa harus mencatat apakah
penderita mengalami kebingungan terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi
dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologo fokal yang lain.Pemeriksaan yang lebih
lanjut diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti (Halmiton,1985).
Fungsi visuospasial.Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan
lanjutnya usia.Meminta penderita untuk mencotoh gambar atau menggambar mungkin
membantu dalam penilaian.Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi
visuospasial sangat terganggu (Kaplan et al, 1997;Hamilton,1985).
Proses berpikir. Gangguan pada progresi pikiran adalah neologisme,gado-gado
kata,sirkumstansialitas,asosiasi longgar,asosiasi bunyi,flight of ideas,dan
retardasi.Hilangnya kemampuan untuk dapat mengerti pikiran abstrak mungkin tanda
awal dementia.
Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi ,preokupasi somatik,kompulsi atau
waham.Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari .Pemeriksaan harus
menentukan apakah terdapat waham dan bagaimana waham tersebut mempengaruhi
kehidupan penderita.Waham mungkin merupakan alasan untuk dirawat.Pasien yang sulit
mendengar mungkin secara keliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau
pencuriga(Weinberg,1995;Kaplan et al,1997;Hamilton,1985;Laitman,!990).
Sensorium dan kognisi. Sensorium mempermasalhkan fungsi dari indra
tertentu,sedangkan kognisi mempermasalahkan inrformasi dan intelektual
(Weinberg,1995;Hamilton,1985).
Kesadaran.Indikator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan
kesadaran ,adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik.Pada keadaan yang
berat penderita dalam keadaan somnolen atau stupor (Kaplan et al,1997;Hamilton,1995)
Orientasi.Gangguan orientasi terhadap waktu,tempat dan orang berhubungan dengan
gangguan kognisi.Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan
kognitif,gangguan kecemasan,gangguan buatan,gangguan konversi dan gangguan
kepribadian,terutama selam periode stres fisik atau lingkungan yang tidak mendukung
(Kaplan et al,1997;Hamilton,1985).Pemeriksa harus menguji orientasi terhadap tempat
dengan meminta penderita menggambar lokasi saat ini.Orientasi terhadap orang mungkin
dinilai dengan dua cara :apakah penderita,mengenali namnya sendiri,dan apakah juga
mengenali perawat dan dokter.Orientasi waktu diuji dengan menanyakan
tanggal,tahun,bulan dan hari.
Daya ingat.Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang,pendek dan
segera.Tes yang diberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit dan
penderita diminta untuk mengulangi maju mundur .Penderita dengan daya ingat yang tak
terganggu biasanya dapat mengingat enam angka maju dan lima angka mundur .Daya
ingat jangka panjang diuji dengan menanyakan tempat dan tanggal lahir,nama dan hari
ulang tahun anak-anak penderita.Daya ingat jangka pendek dapat diperiksa dengan
beberapa cara ,misalnya dengan menyebut tiga benda pada awal wawancara dan meminta
penderita mengingat kembali benda tersebut akhir wawancara.Atau dengan memberikan
cerita singkat pada penderita dan penderita diminta untuk mengulangi cerita tadi secara
tepat/persisi (Hamilton,1985).
Fungsi intelektual,konsentrasi,informasi dan kecerdasan.Sejumlah fungsi intelektual
mungkin diajukan untuk menilai pengetahuan umum dan fungsi intelektual.Menghitung
dapat diujikan dengan meminta penderita untu mengurangi 7 dari angka 100 dan
mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya sampai tercapai angka 2.Pemeriksa
mencatat respons sebagai dasar untuk penguji selanjutnya.Pemeriksa juga dapat meminta
penderita intuk menghitung mundur dari 20 ke 1,dan mencatat waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan pemeriksaan tersebut (Kaplan et al,1997;Hamilton,1985).
Membaca dan menulis.Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca
menulis dan menetukan apakah penderita mempunyai defisit bicara khusus.Pemeriksaan
dapat meminta penderita membaca kisah singkat dengan suara keras atau menulis kalimat
sederhana untuk menguji gangguan membaca atau menulis pada penderita .Apakah
menulis dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat(Hamilton,1985).
III. Ciri Pasien Geriatri dan Psikogeriatri
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan psikogeriatri, yaitu :
Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia.
Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
b. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain )
c. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai
sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun, setelah sakit .cukup berat dan
lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain
Hal- hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasi) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama
aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu
biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya
kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan
penegak hokum, atau trauma psikis.
IV. Pendekatan Dalam Pelayanan Psikogeriatri
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu ditekankan
pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena
pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang
membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang
kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang
tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan
lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan
semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh.
Dilandasi oleh pemikiran diatas, maka pendekatan pelayanan kesehatan jiwa pada lanjut usia
meliputi:
Pendekatan Biologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menitikberatkan
perhatian pada perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada lansia. Perubahan-
perubahan tersebut mencakup aspek anatomis dan fisiologis serta berkembangnya kondisi
patologis yang bersifat multiple dan kelainan fungsional pada pasien-pasien lanjut usia.
Pendekatan Psikologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menekankan
pada pemeliharaan dan pengembangan fungsi-fungsi kognitif, afektif, konatif dan
kepribadian lansia secara optimal.
Pendekatan Sosial Budaya, yaitu pendekatan yang menitikberatkan perhatiannya pada
masalah-masalah sosial budaya yang dapat mempengaruhi lansia
Pendekatan Psikologis
Fungsi Kognitif
Kemampuan Belajar (Learning)
Lanjut usia yang yang sehat dalam arti tidak mengalami demensia atau gangguan
Alzemeir, masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip
belajar seumur hidup (long study) bahwa manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar
sejak dilahirkan sempai akhir hayat. Oleh karena sudak seyogyanya jika mereka tetap
diberikan kesempatan untuk mempelajari sesuatu hal yang baru. Implikasi praktis dalam
pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia baik yang bersifat promotif-preventif, kuratif dan
rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar
yang sudah disuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.
Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
Pada lanjut usia, kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian dipengaruhi oleh
fungsi pendengarannya. Dalam pelayanan terhadap lanjut usia agar tidak timbul salah
paham sebaiknya dilakukan kontak mata; saling memandang. Dengan kontak mata,
mereka akan dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengarannya
dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap yang hangat
dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima. Mereka akan lebih
tenang, lebih senang, merasa aman, merasa diterima, merasa dihormati dan sebagainya.
Kinerja (Performance)
Pada lanjut usia yang sangat tua memang akan terlihat penurunan kinerja baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan organ-organ
biologis ataupun perubahan yang sifatnya patologis. Dalam pelayanan kesehatan jiwa
lanjut usia, mereka perlu diberikan latihan-latihan ketrampilan untuk tetap
mempertahankan kinerja.
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin banyak. Banyak hal yang
dahulunya dengan mudah dapat dipecahkan menjadi terhambat karena terjadi penurunan
fungsi indra pada lanjut usia. Hambatan yang lain dapat berasal dari penurunan daya
ingat, pemahaman dan lain-lain, yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih
lama. Dalam menyikapi hal ini maka dalam pendekatan pelayanan kesehatan jiwa lanjut
usia perlu diperhatikan ratio petugas kesehatan dan pasien lanjut usia.
Daya Ingat (Memory)
Daya ingat adalah kemampuan psikis untuk menerima, mencamkan, menyimpan dan
menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa yang pernah dialami seseorang. Daya ingat
merupakan salah satu fungsi kognitif yang banyak berperan dalam proses berfikir,
memecahkan masalah, maupun kecerdasan (intelegensia), bahkan hampir semua tingkah
laku manusia itu dipengaruhi olah daya ingat. Pada lanjut usia, daya ingat merupakan
salah satu fungsi kognitif yang seringkali paling awal mengalami penurunan. Pada lanjut
usia yang menderita demensia, gangguan yang terjadi adalah mereka tidak dapat
mengingat peristiwa atau kejadian yang baru dialami, akan tetapi hal-hal yang telah lama
terjadi, masih diingat. Keadaan ini sering menimbulkan salah paham dalam keluarga.
Oleh sebab itu dalam proses pelayanan terhadap lanjut usia, sangat perlu dibuatkan tanda-
tanda atau rambu-rambu baik berupa tulisan, atau gambar untuk membantu daya ingat
mereka. Misalnya dengan tulisan JUM’AT, TANGGAL 26 APRIL 2002 dan
sebagainya, ditempatkan pada tempat yang strategis yang mudah dibaca / dilihat.
Motivasi
Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku
demi mencapai sesuatu yang diinginkan atau yang dituntut oleh lingkungannya. Motivasi
dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif. Motif Kognitif lebih menekankan
pada kebutuhan manusia akan informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif ini
mendorong manusia untuk belajar dan ingin mengetahui. Motif Afektif lebih
menekankan aspek perasaan dan kebutuhan individu untuk mencapai tingkat emosional
tertentu. Motif ini akan mendorong manusia untuk mencari dan mencapai kesenangan
dan kepuasan baik fisik, psikis dan sosial dalam kehidupannya dan individu akan
menghayatinya secara subyektif. Pada lanjut usia, motivasi baik kognitif maupun afektif
untuk mencapai/memperoleh sesuatu cukup besar, namun motivasi tersebut seringkali
kurang memperoleh dukungan kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal
diinginkan banyak berhenti di tengah jalan.
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan termasuk dalam proses pemecahan masalah. Pengambilan
keputusan pada umumnya berdasarkan data yang terkumpul, kemudian dianalisa,
dipertimbangkan dan dipilih alternatif yang dinilai positif (menguntungkan ) kemudian
baru diambil suatu keputusan. Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau
seolah-olah terjadi penundaan, oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas atau
pendamping yang dengan sabar sering mengingatkan mereka. Keputusan yang diambil
tanpa dibicarakan dengan mereka, akan menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat
memperburuk kondisinya. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan, kaum tua tetap
dalam posisi yang dihormat
Kebijaksanaan
Bijaksana (wisdom) adalah aspek kepribadian (personality), merupakan kombinasi dari
aspek kognitif, afektif dan konatif. Kebijaksanaan menggambarkan sifat dan sikap
individu yang mampu mempertimbangkan antara baik dan buruk serta untung ruginya
sehingga dapat bertindak secara adil atau bijaksana. Kebijaksanaan sangat tergantung dari
tingkat kematangan kepribadian seseorang. Atas dasar hal tersebut, dalam melayani lanjut
usia termasuk psikogeriatik mereka harus memperoleh pelayanan yang penuh bijaksana
sehingga kebijaksanaan yang ada pada masing-masing individu yang dilayani tetap
terpelihara.
Fungsi Afektif
Fungsi Afektif (emosi/perasaan) adalah fenomena kejiwaan yang dihayati secara subyektif
sebagai sesuatu yang menimbulkan kesenangan atau kesedihan. Afeksi (emosi/perasaan) pada
dasarnya dibedakan atas :
· Biologis, meliputi perasaan indera (panas, dingin, pahit, asin dsb), perasaan vital
(lapar, haus, kenyang dsb) dan perasaan naluriah (kasih sayang, cinta, takut dsb)
· Psikologis, meliputi : perasaan diri, perasaan sosial, perasaan etis, estetis, perasaan
intelek serta perasaan religius.
Pada usia lanjut umumnya afeksi atau perasaan tetap berfungsi dengan baik dan jika ada yang
mengalami penurunan seringkali adalah afeksi biologis, sebagai akibat dari penurunan fungsi
organ tubuh. Sedangkan afeksi psikologis relatif tetap berperan dengan baik, bahkan makin
mantap, kecuali bagi mereka yang mempunyai masalah fisik ataupun mental. Usia lanjut kadang-
kadang menunjukkan hidup emosi yang kurang stabil, hal ini dapat ditangkap sebagai tanda
bahwa terdapat masalah atau ada hal-hal yang sifatnya patologis yang tidak mudah diamati,
karena itu perlu dikonsultasikan kepada para ahli.
Penurunan fungsi afektif nampak jelas pada usia lanjut yang sangat tua (diatas 90 tahun),
penurunan tersebut sering diikuti oleh tingkah laku regresi, misalnya mengumpulkan segala
macam barang kedalam tempat tidur. Pada umur tersebut, sering terjadi fungsi mentalnya
semakin buruk dan sering tidak tertolong dengan upaya terapi. Ada juga yang mengatakan lima
tahun terakhir pada usia lanjut yang sangat tua tersebut sering terjadi tragedi penurunan segala
fungsi mental yang semakin memburuk dan sering tidak tertolong dalam upaya terapi.
Sehubungan dengan fungsi afektif dalam pelayanan kesehatan jiwa usia lanjut perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Jika petugas menjumpai lansia dengan emosi yang labil atau menurun fungsi mental lainnya,
maka perlu diwaspadai kemungkinan adanya masalah mental emosional atau hal-hal yang
patologis. Untuk itu perlu pemeriksaan para ahli.
b. Jika petugas mendapatkan lansia yang sangat tua (very old) disertai penurunan fungsi mental
yang drastis, maka perlu dilakukan upaya-upaya terapi dan pelayanan yang sesuai dengan
kondisi lansia tersebut.
Fungsi Konatif (Psikomotor)
Konatif atau psikomotor adalah fungsi psikis yang melaksanakan tindakan dari apa yang telah
diolah melalui proses berpikir dan perasaan ataupun kombinasinya. Konatif mengandung aspek
psikis yang melakukan dorongan kehendak baik yang positif maupun yang negatif, disadari
maupun tidak disadari.
Pada usia lanjut umumnya dorongan dan kemauan masih kuat, akan tetapi kadang-kadang
realisasinya tidak dapat dilaksanakan, karena membutuhkan organ atau fungsi tubuh yang siap/
mampu melaksanakannya. Misalnya usia lanjut yang ingin sekali untuk dapat memenuhi
kebutuhan dirinya (activity daily living) tanpa bantuan orang lain. Ia ingin dapat makan dengan
cepat, keluar masuk kamar mandi sendiri. Namun keinginan tersebut yang tanpa mengingat
kondisi dirinya yang sudah menurun justru akan sering menimbulkan kecelakaan pada usia
lanjut.
Atas dasar hal tersebut implikasi yang perlu diperhatikan dalam pelayanan terhadap usia lanjut
termasuk psikogeriatiknya yang berhubungan dengan fungsi konatif, usia lanjut perlu dibantu
untuk memilih hal yang penting agar mereka tidak ragu dalam berbagai keinginannya. Perlu pula
diperhatikan keadaan yang dapat menimbulkan resiko bagi usia lanjut.
Kepribadian
Kepribadian adalah semua corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan
digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar
maupun dari dalam. Corak kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada
seseorang. Perkembangan kepribadian itu bersifat dinamis artinya selama individu masih tetap
belajar dan bertambah pengetahuan, pengalaman serta keterampilannya, ia akan semakin matang
dan mantap. Pada usia lanjut yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi baik, kecuali mereka
dengan masalah kesehatan jiwa atau tergolong patologik.
Dalam pelayanan usia lanjut termasuk psikogeriatik, hendaknya memperhatikan fungsi-fungsi
psikologik diatas agar pelayanan yang dilakukan dapat membantu mempertahankan dan
memperbaiki kondisi fisik, psikologik dan sosial usia lanjut.
Pendekatan Sosial Budaya
Ahli sosiologi membuat "disengagement theory of aging" yang berarti bahwa ada proses
pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan-pelan tapi pasti dan teratur daripada individu-
individu atau masyarakat terhadap satu sama lainnya, dan proses ini adalah terjadi secara alamiah
dan tak dapat dihindarkan, dan hal ini akan terjadi dan berlangsung sampai kepada penarikan diri
yang terakhir, yaitu mati.
Teori lainnya adalah "Continuity Theory" yang berdasarkan atas asumsi bahwa "identity" adalah
fungsi daripada hubungan dan interaksi dengan orang lain. Seseorang yang lebih sukses akan
tetap memelihara interaksi dengan masyarakat setelah masa pensiunnya, melibatkan diri dengan
wajar dengan masalah-masalah masyarakat, keluarga dan hubungan perseorangan. Mereka tetap
memelihara identitasnya dan kekuatan egonya.
Teori lainnya ialah "Activity Theory" yaitu yang menjelaskan bahwa orang yang masa mudanya
sangat aktif dan terus juga memelihara keaktifannya setelah dia menua. Ahli jiwa mengatakan
bahwa " sense of integrity" dibangun semasa muda dan akan tetap terpelihara sampai tua.
Ericson, membuat suatu ringkasan tentang fase-fase perkembangan manusia sejak bayisampai
tua, yang mana tiap fase menerangkan tentang adanya krsisis-krisis untuk memilih antara kearah
mana seseorang akan berkembang. Dalam fase terakhir disebut bahwa ada pilihan antara : "
sense of integrity" dan " Sense of despair" karena adanya rasa takut akan kematian.
Pada masa tua terjadi krisis antara deferensiasi egonya (ego differentitation) melawan preokupasi
peranannya dalam bekerja (work role preoccupation). Hal ini dipengaruhi oleh pikiran-pikiran
tentang pensiun.
Juga ditambahkan bahwa pada masa ini ada krisis, seseorang itu dapat membangun suatu
hubungan-hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan mengembangkan aktivitas-aktivitas
yang kreatif untuk melawan pikiran-pikiran yang terpusat kepada kemunduran-kemunduran
fisiknya.
V. Beberapa Masalah di Bidang Psikogeriatri
Kesepian
Kesepian atau loneliness,biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat ,terutama bila dirinya sendiri saat itu juga
mengalami penurunan status kesehatan,misalnya menderita berbagai penyakit fisik
berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik,terutama gangguan pendengaran
(Brocklehurst-Allen,1987)
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri.Banyak diantara lansia yang
hidup sendiri tidak mengalami kesepian,karena aktivitas sosial yang masih tinggi,taetapi dilain
pihak terhadap lansia yang walaupun hidup dilingkungan yang beranggotakan cukup
banyak ,mengalami kesepian.
Pada penedreita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti,karena bisa
bertindak menghibur,memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran sosial
penderita,disamping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan dirumah bila bila memang
terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.
Depresi
Menurut kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R Yang dikeluarkan oleh Asosiasi
Psikiater Amerika,diagnosis depresi harus memenuhi kriteria dibawah ini (Van der
Cammen,1991)
Tabel 1.Kriteria DSM-III R*(!987) untuk diagnosis depresi
1. Perasaan tertekan hampir sepanjang hari
2. Secara nyata berkurang perhatian atau keinginan untuk berbagi kesenangan,atau atas semua atau
hampir semua aktivitas.
3. Berat badan turun atau naik secara nyata,atau turun atau naiknya selera makan secara nyata
4. Isomnia atau justru hipersomnia
5. Agitasi atau retardasi psikomotorik.
6. Rasa capai/lemah atau hilangnya kekuatan.
7. Perasaan tidakn berharga,rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat (seiring bersifat delusi)
8. Hilangnya kemampuan untuk berpikir,berkosentrasi atau membuat keputusan.
9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati),pikiran berulang untuk lakukan
bunuh diri tanpa rencana yang jelas,atau upaya bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan
bunuh diri
Ditambah lagi
- Takdapat duibuktikan bahwa perasaan/gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan organik
- Gangguan tersebut bukan suatu reaksi normal atas kematian seseorang yang dicintainya
(Komplikasi duka-cita)
- Pada saat gangguan tersebut tidak pernah terjadi ilusi atau halusinasi selama berturut-turut 2 minggu
tanpa adanya gejala perasaan hati yang nyata(misal sebelum gejala perasaan hati tersebut atau
setelah perasaan hati menjadi lebih baik).
- Tidak merupakan superimposing pada suatu skizofrenia,gangguan skizofreniform,gangguan
delusional atau psikotik.
Tabel 2.Prognosis depresi pada usi lanjut
Prognosis baik Prognosis buruk
Usia < 70 tahun
Riwayat keluarga adanya penderita depresi atau
manik
Riwayat pernah depresi berat (sembuh sempurna)
sebelum usia 5 tahun
Kepribadian ekstrovert dan tempramen yang datar
(Tak berubah-ubah)
Usia>70 tahun dengan wajah tua
Terdapat penyakit fisik serius + disabilitas
Riwayat depresi terus menerus selama 2 tahun
Terbukti adanya kerusakan otak,misal gejala
neurologik dadanya dementia
Diagnosis
Anamnesis merupakan hal yang sngat penting dalam diagnosis depresi dan harus
diarahkan pada pencarian terjadinya berbagai perubahan dari fungsi terdahulu dan terdapatnya 5
atau lebih gejala depresi mayor seperti disebutkan pada defenisi depresi di atas.Aloanamnesis
dengan keluarga atau informan lain bisa sangat membantu.
Gejala depresi pada usi lanjut sering hanya berupa apatis dan penarikan diri dari aktifitas
sosial,gangguan memori,perhatian serta memburuknya kognitif secara nyata.Tanda disfori atau
sedih yang jelas seringkali tidak terdapat .Seringkali sukar untuk mengorek adanya penurunan
perhatian dari hal-hal yang sebelumnya disukai,penurunan nafsu makan,aktivitas atau sukar
tidur.
Depresi pada usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena hal-hal berikut :
Penyakit fisik yang diderita seringkali mengacaukan gambaran depresi,antara lain mudah
lelah dan penurunan berat badan.
Golongan lanjut usia sering kali menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukan
bahwa dia lebih aktif.
Kecemasan,obsesionalitas,histeria dan hipokondria yang sering merupakan gejala depresi
justru sering menutupi depresinya.Penderita dengan hipokondria,misalnya justru sering
dimasukkan ke bangsal Penyakit Dalam atau Bedah (misalnya karena diperlukan
penelitian untuk konstipasi dan lain sebagainya)
Masalah sosial yang juga di derita seringkali membuat gambaran depresi menjadi lebih
rumit.
Mengingat hal-hal tersebut diatas,maka dalam setiap asesmen geriatri seringkali
disertakan form pemeriksaan untuk depresi,yang seringkali berupa skala depresi geriatrik (GDS)
atau skala penilian (depresi)Hamilton (Hamilton Rating Scale=HRS).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik,penatalaksanaan dan pencegahan
sosial dan penatalaksanaan farmakologik.Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita
menunjukan gejala (Van der Cammen,1991).
Masalah diagnostik yang serius
Risiko bunuh diri tinggi
Pengabaian diri (self neglect)yang serius
agitasi,delusi atau halusinasi berat
tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang diberikan
Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik lain.
Diantara obat-obat depresi harus dipilih dan disesuaikan dengan keadaan dan gejala yang
diderita.Untuk penderita yang secara fisik aktif,sebaiknya tidak diberikan obat yang memberikan
efek sedatif,sebaliknya penderita yang agiant golongan obat tersebut mungkin diperlukan
Tabel 3.Berbagai pilihan obat antidepresan
Antidepresan trisiklik
Yang bersifat sedatif : Amitriptilin
Dotipin
Sedikit bersifat sedatif : Imipramin
Nortriptilin
Protriptilin
Antidepresan yang lebih baru
Bersifat sedatif : Trasodon
Mianserin
Kurang sedatif : Maprotilin
Lofepramin
Flukfosamin
Dari Van der Cammen,1991
Walaupun obat golongan litium mungkin bisa memberikan efek,terutama penderita
dengan depresi manik,obat ini sebaiknya hanya diberikan setelah berkonsultasi pada
psikiater.Obat juga harus diberikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila terdapat
penurunan fungsi ginjal.
Gangguan cemas
Gangguan cemas dibagi dalam beberapa golongan ,yaitu fobia,gangguan panik,gangguan
cemas umum,gangguan stres pasca trauma dan gangguan obsesif-kompulsif.Puncak Insidensi
antara usi 20-40 tahun,dan prevalensi pada lansia lebih kecil dibandingkan pada dewasa
muda.Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas ini merupakan kelanjutan dari dewasa
muda.Awitan yang terjadi pada usia lanjut biasanya berhubungan/sekunder akibat
depresi,penyakit medis,efek samping obat atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat
(Reuben et al,1996).
Gejala dan pengobatan pada usia lanjut hampir serupa dengan pada usia dewasa
muda,oleh karenanya tidak akan disinggung lebih mendalam.
Psikologis pada usia lanjut
Berbagai bentuk psikosis bisa terdapat pada usia lanjut,baik sebagai kelanjutan keadaan
pada dewasa muda atau yang timbul pada usia lanjut.Pada dasarnya jenis dan Penatalaksanaanya
hampir tidak berbeda dengan yang terdapat pada populasi dewasa muda.Walaupun beberapa
jenis khusus akan disinggung sedikit berikut ini.
Parafrenia.Adalah suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdpat pada lanjut usia yang
ditandai dengan waham (Biasanya waham curiga dan menuduh),sering penderita merasa
tetangga mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat membunuhnya (Brocklehurst-
Allen,1987).Biasanya terjadi pada individu yang terisolasi atau menarik diri pada kegiatan
sosial.Apabila waham tersebut menimbulkan keributan antar tetangga atau bahkan
skandal,pemberian terapi dengan derivat fenotiasin sering bisa menenangkan (Brocklehurst-
Allen,1987).
Sindroma Diogenes.Adalah suatu keadaan dimana seorang lanjut usia menunjukkan
penampakan perilaku yang sangat terganggu .Rumah atau kamar sangat kotor,bercak dan bau
urin dan feses dimana-mana(karena sering penderita terlihat bermain-main dengan
feses/urin).Tikus berkeliaran dan sebagainya .Penderita menumpuk barang-barangnya dengan
tidak teratur (“nyusuh”).
Individu lanjut usi yang menderita keadaan ini biasanya mempunyai IQ yang tinggi,50% kasus
intelektualnya normal (Brocklehurs-Allen,1987).Mereka biasanya menolak untuk dimasukkan di
institusi.Upaya untuk mengadakan pengaturan/pembersihan rumah/kasar,biasanya akan
gagal,karena setelah beberapa waktu hal tersebut akan terulang kembali.
VI. Prinsip-Prinsip Dalam Pelayanan Psikogeriatri
Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa
pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta
psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Dalam psikogeriatri terdapat perumusan kebijakan
dan program pelayanan bagi lanjut usia secara umum dan pelayanan kesehatan secara khusus.
Oleh karena itu, dalam psikogeriatri dikenal adanya 3 (tiga) prinsip umum dan 10 prinsip khusus.
3 (Tiga) Prinsip Umum :
Tiga prinsip umum ini sangat penting dalam memotivasi masyarakat untuk menentukan
kesepakatan politis dalam pembinaan dan pelayanan lanjut usia meliputi :
1. Kebijaksanaan bagi masyarakat
Kebijaksanaan bagi pembinaan dan pelayanan lanjut usia mencerminkan tanggung jawab
pemerintah dalam mempertahankan lanjut usia dalam masyarakat serta memberi
pemuliaan bagi lanjut usia.
2. Keberhasilan dalam mempertahankan hidup
Adalah salah bila menganggap keberhasilan dalam mempertahankan hidup dan
pengaturan fertilitas sebagai suatu masalah. Hal tersebut seharusnya dipandang secara
positif sebagai kemenangan dan berkah dalam peradaban dan pembangunan abad ke 21.
Lanjut usia adalah salah satu tanda keberhasilan pembangunan SDM yang sehat dan
bahagia sehingga dapat mencapai usia yang panjang.
3. Kemajuan Kemanusiaan
Setiap kebijaksanaan dalam memajukan kemanusiaan (humanity) harus tanpa
mendasarkan pada kelompok ras, agama dan umur. Pada abad melenium lanjut usia dan
kelompok yang lebih muda memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan
kondisinya masing-masing, bahkan saat ini bukti pemuliaan terhadap lansia lebih nyata,
misalnya mendapat Kartu Tanda Penduduk seumur hidup, mendapatkan potongan harga
dalam berbagai transportasi, mendapat pelayanan yang lebih manusiawi dalam perjalanan
dan sebagainya.
10 (Sepuluh) Prinsip Khusus :
Merupakan acuan dalam pengembangan program pembinaan dan pelayanan bagi lanjut usia
dengan memperhatikan sistem pelayanan serta kondisi sosial budaya setempat. 10 prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Berbagai keuntungan dari kemajuan masyarakat.
Semua hak azasi dan kehormatan juga berlaku bagi kelompok lanjut usia. Dalam
hidupnya, lanjut usia telah menyumbangkan hidupnya bagi pembangunan, oleh karena itu
berhak pula untuk menikmati kemajuan yang dicapai pada saat ini.
2. Individu Manula (manusia lanjut usia)
Ternyata para lanjut usia tidak sama satu sama lainnya, masing-masing dengan
keunikannya sendiri, oleh sebab itu kepada setiap lanjut usia perlu diperhatikan
kebutuhannya, kepribadiannya serta kekhususannya masing-masing.
3. Mandiri
Lanjut usia perlu dijamin agar dapat mandiri dalam berbagai bidang seperti pelayanan
kesehatan, jaminan pemeliharaan dalam bidang sosial, ekonomi, transportasi, kegiatan,
perumahan, kesejahteraan sosial terutama bila mereka terkena kecacatan sehingga mereka
dapat mandiri.
4. Pilihan
Lanjut usia diberikan jaminan agar mereka dapat turut menentukan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pelayanan kesehatan dan sosial terutama bagi mereka yang
sudah tua dan cacat.
5. Pelayanan melalui keluarga (Home Care)
Pelayanan bagi lanjut usia dapat diberikan di rumahnya sendiri karena dengan berdiam
bersama keluarga atau di rumahnya sendiri lanjut usia akan lebih bahagia dan sejahtera.
Tinggal di panti merupakan alternatif terakhir bagi mereka yang memerlukan dengan
kerelaan dan ketulusan hati (bukan paksaan).
6. Aksesibilitas
Pelayanan masyarakat diberbagai bidang agar dapat dicapai dengan mudah oleh para
lanjut usia seperti pelayanan kesehatan, tempat rekreasi, fasilitas pendidikan dan lain-
lain. Bila mungkin mereka dibebaskan dari biaya pelayanan (sebagian fasilitas sudah
memberi kebebasan atau potongan / keringanan.
7. Mengikutsertakan Lanjut usia (Enganging the Elderly)
Mendorong ikatan antar generasi, semua anggota keluarga, tetangga, masyarakat serta
lanjut usia, agar semuanya saling membantu untuk meningkatkan kesejahteraan.
Mendorong mereka untuk membantu kaum muda yang cacat serta berperan sebagai
kakek atau nenek asuh yang bijaksana dan penuh ketauladanan.
8. Mobilitas
Para lanjut usia khususnya didaerah pedesaan sering tidak dapat menggunakan fasilitas
umum karena berkurangnya mobilitas mereka. Maka prioritas pertama adalah
memungkinkan bagi para lanjut usia untuk dapat bergerak lebih bebas dengan
menyediakan fasilitas untuk menjalankan fungsinya.
9. Produktivitas
Kenyataan membuktikan bahwa sebagian besar para lanjut usia mempunyai tingkat
kesehatan yang baik, untuk itu mereka perlu didorong agar secara ekonomik masih
produktif. Berbagai kegiatan yang dapat memberikan kesempatan bagi lanjut usia untuk
produktif perlu difasilitasi sehingga tidak memberi peluang untuk menganggur dan
menarik diri dari kehidupan bermasyarakat, terkecuali bagi mereka yang kondisinya tidak
memungkinkan.
10. Memelihara diri sendiri dan dipelihara oleh keluarga
Menyertakan lanjut usia dalam upaya pemeliharaan kesehatan dirinya serta membantu keluarga
yang ada anggota lanjut usia, agar mereka aktif merawat lanjut usia di rumah.
SARAN
Demi menjaga kesejahteraan para lansia dalam menikmati hari tua mereka, maka dalam
pelayanan terhadap mereka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Kegiatan yang sifatnya kegiatan kognitif sebaiknya tetap diadakan sepanjang yang
bersangkutan (lansia) masih bersedia
b. Untuk membantu daya ingat para lansia, sebaiknya di tempat-tempat yang strategis
dalam pelayanan ditulis hari, tanggal dan sebagainya dengan huruf ukuran besar dan
jelas.
c. Ditempat-tempat tertentu misalnya ruang tamu, kamar mandi, ruang makan, lemari
pakaian dan sebagainya sebaiknya diberi tulisan atau tanda khusus yang mudah dikenali
oleh para lansia.
d. Bentuk tempat tidur, kursi, pintu, jendela dan sebagainya yang sering kali mereka
gunakan/lewati/pegang seyogyanya dibuat sederhana, kuat dan mudah dipergunakan. Bila
perlu diberi alat bantu yang memudahkan untuk berjalan, bangun, duduk dan sebagainya.
Hal tersebut sangat penting untuk menambah rasa aman mereka dan memperkecil
bahaya.
e. Bentuk kamar mandi khusus sebaiknya dibuat untuk keperluan mereka, misalnya bak
kamar mandi tidak terlalu dalam, tidak menggunakan tangga atau tanjakan. Demikian
pula jamban dibuatkan sehinga mudah digunakan mereka dan pada dinding sebaiknya
ada pegangan. Bila fasilitas terpenuhi mereka akan merasa aman dan bahayapun akan
berkurang.
f. Pengaturan tempat duduk waktu makan, istirahat bersama sebaiknya mempermudah
mereka untuk melakukan interaksi sosial. Hindari susunan kursi / tempat duduk yang
saling membelakangi, karena akan membuat para lansia tidak dapat berinteraksi dengan
leluasa. Satu kelompok diusahakan antara 4 sampai 6 orang untuk suatu kegiatan agar
lebih efisien.
g. Biasakan mereka untuk memiliki kebiasaan yang positif misalnya buang sampah,
meludah dan sebagainya pada tempat yang tersedia. Hindarkan mereka dari kebiasaan
buruk seperti mengisolasi diri, menarik diri dari pergaulan dengan rekan-rekannya dan
sebagainya.
KESIMPULAN
Bahwa pelayanan geriatri di Indonesia sudah saatnya diupayakan diseluruh jenjang pelayanan
kesehatan di Indonesia.Untuk itu pengetahuan mengenai geriatri harus sudah merupakan
pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan.Dalam hal ini pengetahuan mengenai
psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah satu diantara berbagai
pengetahuan yang perlu diketahui .Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh karena itu
sering disertakan dalam pemeriksaan/asesmen geriatri,antara lain mengenai pemeriksaan
gangguan mental.Kognitif,depresi dan beberapa pemeriksaan lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. American psychiatric Association.Diagnostic and statistical manual of mental disorder,3rd
edits,revised.Washington DC,1987.
2. Brocklehurs JC and Allen SC (1987).Sociological and psychological gerontology.In
Brocklehurs JC and Allen SC (eds).Geriatric Medicine for students,3rd eds.Churchill
Livingstone.
3. Brocklehurs JC and Allen SC.Care of the dying.In Brocklehurst JC anf Allen SC
(eds).Geriatric Medicine for students,Churchill Livingstone.
4. Direktorat Kesehatan Jiwa.Pedoman Pengelolaan Jiwa dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia.Dep Kes RI,1982
5. Gunadi H.Problematik usia lanjut ditinjau dari sudut kesehatan jiwa .Jiwa XVII (4): 89-
97,1984
6. Hamilton M.Fish's clinical psychophysiology.Wright,bristol,1985
7. Hadi Martono.Socio cultural factors influencing the development of depression in elderly
patients admited to the acute geriatric wards in Indonesia.Word Congress of
Gerontology,Adelaide,1997.
8. Kaplan HI,Sadock BJ and Greb.Geriatri.Sinpsi Psikiatri vol 1/7.Alih bahasa :Wijaya
Kusuma,Bina Rupa Aksara,Jakarta,867-881,1997.
9. Kolb LC,Brodie HK,Modern clinical psychiatry.WB Saunders Co.Philadelphia,1982
10. Laitman LR Paraphrenias and other psychoses.In Geriatric Medicine and Gerontology,2nd
eds.McGraw Hill New York,1019-1024,1990
11. Reuben DB,Yoshikawa TT and Besdine RW.Geriatric psychiatry.In Reuben
DB,Yoshikawa TT and Besdine RW (eds) .Geriatric Review Syllabus,Kendall-Hunt
Publishing Coy,Debuque,Iowa,1996
12. Van der Cammen TJM,Rai TGS and Exton-Smith AN (eds).Manual of Geriatric
Medicine.Chuchill Livingstone,Edinburgh,1991
13. Weinberg J.Genatric psychiatry.In Freedman AN,Kaplan HI anf Sadock RJ
(eds).Comprehensive Textbook of Psychiatry,6th eds.The William-Wilkins Co.,2507-
1527,1995