Top Banner
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK DAN ASUHAN KEPERAWTAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN DIFTERIA Dosen Pengampu: Boediarsih, S.KP, Ns. Disusun oleh : 1. Nur Alifah (1301046) 2. Wahyu Fatmasari (1301070) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN 1
37

makalah difteri

Nov 17, 2015

Download

Documents

Alifah Isida

difteria
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK DAN ASUHAN KEPERAWTAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN DIFTERIADosen Pengampu: Boediarsih, S.KP, Ns.

Disusun oleh :1. Nur Alifah (1301046)2. Wahyu Fatmasari (1301070)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADAPROGRAM STUDI D III KEPERAWATANSEMARANG2015

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah kita diberikan nikmat kesehatan hingga sampai sekarang ini. Dan tak lupa pula shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, beserta para sahabat-sahabat-Nya, pengikut-pegikutnya hingga akhir zaman. Dimana yang telah mengajarkan iman dan islam kepada kita, sehingga kita dapat menikmati indahnya keimanan dan Islam.Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan tugas makalah difteria ini, yang diberikan kepada kami sebagai tugas pembelajaran mata kuliah Keperawatan Anak.Dalam penulisan dan penyusuan kata-kata pada tugas ini masih banyak kesalahan penulisan, untuk itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pambaca demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Semarang, 17 Maret 2015Penulis,

Kelompok

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 41.2 Rumusan Masalah 41.3 Tujuan 5BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian62.2 Etiologi 82.3 Manifestasi Klinis 92.4 Patofisiologi112.5 Patway132.6 Pemeriksaan Diasnotik 132.7 Penatalaksanaan 142.8 Dampak hospitalisasi pada anak162.9 Komplikasi 17

BAB III- ASUHAN KEPERAWATAN3.1 Pengkajian 203.2 Diagnosa Keperawatan .....................223.3 Intervensi Keperawatan 23BAB IV - PENUTUP 25DAFTAR PUSTAKA 26

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDifteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit inidisebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.

Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit. Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

1.2 Rumusan Masalah1. Konsep medis difteri pada anak ?2. Asuhan keperawatan DIFTERI pada anak ?

1.3Tujuan1. Tujuan UmumMemahami konsep medis difteri pada anak.2. Tujuan Khususa. Mahasiswa mampu memahami definisi dari difteria?b. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi dan etiologi dari difteria?c. Mahasiswa mampu memahami manifestasi, patofisiologi dan komplikasi dari difteria?d. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diasnotik, penatalaksanaan dan pengobatan dari difteria?e. Mahasiswa mampu memahami Asuhan keperawatan dari difteria?

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 PengertianDifteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kumanCorynebacterium diphteriae.Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan tanda khas berupa pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal. Penularan umumnya melalui udara, berupa infeksi droplet, selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Masa tunas 2-7 hari. (FKUI: 2007)Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorok dan paling sering pada bulan-bulan dingin pada daerah beriklim sedang. Dengan adanya imunisasi aktif pada masa anak-anak dini.(Merensien kapian Rosenberg, buku pegangan pediatric, Hal. 337)Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering diserang adalah saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya pseudomembran.(Ngastiyah perawatan anak sakit, edisi 2 Hal. 41)Diferi adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari corynebacterium diphtheriae (c. diphtheriae). Penyakit ini menyerang bagian atas murosasaluran pernafasan dan kulit yang terluka. Tanda-tanda yang dapat dirasakan ialah sakit letak dan demam secara tiba-tiba disertai tumbuhnya membrane kelabu yang menutupi tansil serta bagian saluranpernafasan. (www.podnova.com)Diftery adalah toksiko infeksi yang disebabkan oleh Corynebacteryum diphtheriae ( Sarah S Long ,2003 ).Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular,sangat berbahaya pada anak anak terutama menyerang saluran pernafasan bagian atas,penularannya melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat (Sulianti Suroso. 2004).Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).Klasifikasi1. Berdasar berat ringannya penyakit diajukan Beach (1950):a. Infeksi ringanPseudomembran terbatas pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelanb. Infeksi sedangPseudomembran menyebar lebih luas sampai dinding posterior faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatifc. Infeksi berat1) Ada sumbatan jalan nafas, hanya dapat diatasi dengan trakeostomi2) Dapat disertai gejala komplikasi miokarditis, paralisis/ nefritis2. Berdasarkan letaknya, digolongkan sebagai berikut:a. Difteria Tonsil Faring (fausial)Gejala difteria tonsil-faring adalah anoreksia, malaise, demam ringan, dan nyeri menelan. Dalam 1-2 hari kemudian timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan pallatum molle atau ke bawah ke laring dan trakea. Usaha melepaskan membran akan mengakibatkan pendarahan. Dapat terjadi limfadetis servikalis dan submandibularis, bila limfadentis terjadi bersamaan dengan edema jaringan lunak leher yang luas, timbulbullneck. Selanjutnya, gejala tergantung dari derajat penetrasi toksin dan luas membran. Pada kasus berat, dapat terjadi kegagalan pernafasan atau sirkulasi. Dapat terjadi paralis palatum molle baik uni maupun bilateral, disertai kesukaran menelan dan regurgitasi. Stupor, koma, kematian dapat berangsur-angsur dan bisa disertai penyulit miokarditis dan neuritis. Pada kasus ringan membran akan terlepas dalam 7-10 hari dan biasanya terjadi penyembuhan sempurna.

b. Difteria LaringDifteria laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Pda difteri primer gejala toksik kurang nyata, oleh karena mukosa laring mempunyai daya serap toksin yang rendah dibandingkan mukosa faring sehingga gejala obstruksi saluran nafas atas lebih mencolok. Gejala klinis difteri laring sukar untuk dibedakan dengan tipeinfectius croupsyang lain, seperti nafas bunyi, stridor yang progresif, suara parau dan batuk kering. Pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi suprasternal, interkostal dan supraklavikular. Bila terjadi pelepasan membran yang menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak.c. Difteri Kulit, Vulvovaginal, Konjungtiva dan TelingaDifteria kulit, difteria vulvovaginal, diftera konjungtiva dan difteri telinga merupakan tipe difteri yang tidak lazim. Difteri kulit berupa tukak di kulit, tetapi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Difteri pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dan sekret purulen dan berbau.

2.2 Etiologi Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak.Disebabkan olehCorynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan palisade, bentuk L atau V, atau merupakan kelompok dengan formasi mirip huruf cina. Pada membran mukosa manusiaC.diphteriaedapat hidup bersama-sama dengan kuman diphteroid saprofit yang mempunyai morfologi serupa, sehingga untuk membedakan kadang-kadang diperlukan pemeriksaan khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji,glukosa, maltosa dan sukrosa.Basil ini hanya tumbuh pada medium tertentu, seperti: medium Loeffler, medium tellurite, medium fermen glukosa, danTindale agar. Pada medium Loeffler, basil ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni yang kecil, glanular, berwarna hitam, dan dilingkari warna abu-abu coklat.Pada pemeriksaan bakteriologik, basil difteri ini kadang-kadang dikacaukan dengan adanya basil difteroid yang bentuknya mirip dengan basil difteri. Misalnya basil Hoffman, danCorynebacterium serosis.Terdapat 3 jenis basil yaitu bentuk gravis mitis dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk koleni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium terlarut.Basil dapat membentuk :a. Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih keabu-abuan yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan basil.b. Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.

2.3 Manifestasi Klinis Gejala :a. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,b. Batuk dan pilek yang ringan.c. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokand. Mual, muntah , sakit kepala.e. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan kotor.f. Kaku leher

keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.a. Diphtheria HidungPada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi.b. Diphtheria Tonsil-FaringGejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.c. Diphtheria LaringPada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.d)Diphtheria Kulit, Konjungtiva, TelingaDiphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria padaGejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala. Pembengkakan kelenjar getah bening di leher sering terjadi. (Ditjen P2PL Depkes,2003)Masa tunas 3-7 hari khas adanya pseudo membrane, selanjutnya gejala klinis dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena. Gejala umum yang timbul berupa demam tidak terlalu tinggi lesu, pucat nyeri kepala dan anoreksia sehingga tampak penderita sangatlemah sekali. Gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk setiap bagian yang terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan sesak dan strides, sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan yang terkena seperti iniokorditis paralysis jaringan saraf atau nefritis.

2.4 Patofisiologi Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit dan terjadi gangguan pernafasan.Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf.Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan. Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasi toksin. Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai. Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja selama minggu pertama sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak sebagai kelainan ringan pada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara perlahan selama berminggu-minggu. Pada penderita dengan tingkat kebersihan buruk, tak jarang difteri juga menyerang kulit.Pada serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di dekat amandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek dan berwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir di bawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udara atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami kesulitan bernafas.Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran inilah diagnosis ditegakkan. Tak jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibat penyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG. .(Ditjen P2PL Depkes,2003)

2.5Patway

2.6Pemeriksaan Diasnotik1. Bakteriologik. Preparat apusan kuman difteri dari bahan apusan mukosa hidung dan tenggorok (nasofaringeal swab)2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin3. Urin lengkap : aspek, protein dan sedimen4. Enzim CPK, segera saat masuk RS5. Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal)6. EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot jantung dilakukan sejak hari 1 perawatan lalu minimal 1x seminggu, kecuali bila ada indikasi biasa dilakukan 2-3x seminggu.7. Tes schick Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Tes ini tidak berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari kemudian. Untuk pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED. Yang diberikan intrakutan dalam bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah kecoklatan dalam 24 jam. Uji schick dikatakan negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada tempat suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang tinggi. Positif palsu dapat terjadi akibat reaksi alergi terhadap protwin antitoksin yang akan menghilang dalam 72 jam.

2.7PenatalaksanaanPengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.Pengobatan spesifik untuk difteri :a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita difteria didasarkan kepada gejala klinis maka antitoksin harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat ini yang tersedia adalah antitoksin yang berasal dari kuda). Diphtheria Antitoxin (DAT) tersedia di CD-Atlanta sebagai investigational product. Program imunisasi (Amerika Serikat) melayani permintaan DAT pada waktu jam kerja (pukul 08.00 am 04.30 pm. EST; Senin Jumat dengan menghubungi nomor telepon 404-639-8255). Diluar jam kerja dan pada waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada nomor 404-639-2888. DAT disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara bagian di Amerika Serikat. Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu skin test untuk mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 100.000 unit tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk kasus berat pemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian antibiotika tidak dapat menggantikan pemberian antitoksin. Procain Penicillin G (IM) diberikan sebanyak 25.000 50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan 1,2 juta unit/kg BB untuk orang dewasa per hari. Dibagi dalam dua dosis. Penderita dapat juga diberikan erythromycin 40-50 mg/kg BB per hari maksimum 2 g per hari secara parenteral. Jika penderita sudah bisa menelan dengan baik maka erythromycin dapat diberikan per oral dibagi dalam 4 dosis per hari atau penicillin V per oral sebesar 125-250 mg empat kali sehari, selama 14 hari. Pernah ditemukan adanya strain yang resisten terhadap erythromycin namun sangat jarang. Antibiotik golongan macrolide generasi baru seperti azythromycin dan chlarithromycin juga efektif untuk strain yang sensitif terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin.Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal penicillin G sebesar 600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2 juta unit untuk usia 6 tahun ke atas. Atau dapat juga diberikan erythromycin oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per hari untuk anak-anak dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.

2.8Dampak hospitalisasi pada anakDampak tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya, pada umumnya ,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri.Dampak anak pada hospitalisasi :1. Masa bayi (0-1 th)Dampak perpisahanPembentukan rasa P.D dan kasih sayangUsia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemasa. Menangis kerasb. Pergerakan tubuh yang banyakc. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan

2. Masa todler (2-3 th)Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lainb. Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatisc. Pengingkaran/ denial1) Mulai menerima perpisaha2) Membina hubungan secara dangkal3) Anak mulai menyukai lingkungannya

3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )a. Menolak makanb. Sering bertanyac. Menangis perlahand. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahunPerawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , klg, klp sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dlm klg, kehilangan klp sosial,perasaan takut mati,kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal.

5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun )Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat MRS cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan controlReaksi yang muncul :a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukanb. Tidak kooperatif dengan petugasPerasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :1) bertanya-tanya2) menarik diri3) menolak kehadiran orang lain

2.9Komplikasi Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya:a. Infeksi tumpangan oleh kuman lainInfeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan staphilokokus. Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi tumpangan dengan kuman streptokokus.b. Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafasObstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas. Obstruksi jalan nafas dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan atelektasis.c. Sistemik1) MiokarditisSering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat terjadi pada bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak diperkirakan 10-20%. Faktor yang mempengaruhi terhadap niokarditis adalah virulensi kuman. Virulensi makin tinggi komplikasi jantung. Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat pada minggu keenam.

2) NeuritisTerjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan komplikasi dari difteri berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:3) Timbul setelah masa laten4) Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih dominan dari pada sensorik5) Biasanya sembuh sempurna.

d. Susunan sarafKira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik. Paralysis ini dapat berupa:1) Paralysis palatum molle2) Manifestasi saraf yang paling sering3) Timbul pada minggu ketiga dan khas dengan adanya suara dan regurgitasi hidung, tetapi ada yang mengatakan suara ini timbul pada minggu 1-24) Kelainan ini biasanya hilang sama sekalidalam 1-2 minggu.5) Ocular palsy6) Biasanya timbul pada minggu kelima ataukhas ditandai oleh paralysis dari otot akomodasi yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Otot yang kena ialah m. rectus externus.7) Paralysis diafragma8) Dapat terjadi pada minus 5-79) Paralisis ini disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak segera diatasi penderita akan meninggal.10) Paralysis anggota geraka) Dapat terjadi pada minggu 6-10b) Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon menghilang, cairan cerebrospinal menunjukan peningkatan protein yang mirip dengan sindrom guillian barre.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

3.1Pengkajiana. BiodataMengkaji identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur(Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayiberumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun), agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, tanggal masuk. Diagnosa medis dan No.CM. penanggung meliputi nama, alamat, umur, agama, pekerjaan, hubungan dengan klien.b. Keluhan utamaKlien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia, lemahc. Riwayat kesehatan1) Riwayat kesehatan sekarangBagaimana kondisi klien dari awal masuk ke rumah sakit sampai sekarang biasanya Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia.2) Riwayat kesehatan masa laluMeliputi penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya, seperti klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah dsb.3) Riwayat kesehatan keluargaDapat dikaji melalui Adanya keluarga yang mengalami difteri

d. Pola Aktivitas1) Pola nutrisidan metabolik: disesuaikan dengan tanda difteri seperti apakahnafsu amakan berkuarang (anoreksia) muntah dsb2) Pola eliminasi : Bandingkansesudah atau sebelum penyakit difteri dengan mencatat frekuensi sehari3) Pola Aktifitas dan latihan : Jika klien terjangkit difteri maka tampak anak akan malas, lemah dan lesu4) Polatidur dan istirahat : Mengkaji apakah anak tidurnya nyaman atautidak mau tidur5) Kognitif & perseptual : anak akan susah berkonsentrasi6) Persepsi diri : Karena klien masih kategori anak maka konsep dirinya akan masih dalam tahap perkembangan dan anak akan tampak cemas karena penyakit yang diderita atau kerna perspisahan7) Hubungan peran : Anak banyak tampak diam karena efek hospitalisasi

e. Pemeriksaan Fisik1) Memeriksa TTV pada anak dan bmelakukan observasi secara IPPA dari kepala samapai kaki (Head to toe) dan yang terpenting adalah .Kaji tanda-tanda yang terjadi pada nasal, tonsil/faring dan laring. Lihat dari manifestasi klinis berdasarkan alur patofisiolog2) Pemeriksaan fisik ROS3) B1: Breathing (Respiratory System)RR tak efektif (Sesak nafas), edema laring, obstruksi laring, penumpukan sekret dihidung,4) B2: Blood (Cardiovascular system)Tachicardi, kelemahan otot jantung, sianosis.5) B3: Brain (Nervous system)Normal6) B4: Bladder (Genitourinary system)Normal7) B5: Bowel (Gastrointestinal System)Anorexia, nyeri menelan, kekurangan nutrisi8) B6: Bone (Bone-Muscle-Integument)Lemah pada lengan, turgor kulitf. Pemeriksaan DiagnostikUji Shick dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil toksin difteri ke dalam kulit.Jika orang tersebut kebal, maka toksin tersebut dinetralkan oleh antitoksin di dalam tubuhnya dan tidak terjadi reaksi. Tetapi bila orang itu rentan-tidak mempunyai antitoksin alamiah naka akan terjadi reaksi peradangan setempat yang mencapai intensitas maksimum dalam 4 7 hari.Jika uji Shick ini menunjukkan adanya kerentanan terhadap difteri, maka orang dewasa sekalipun harus diimunisasi secara aktif.

3.2Diagnosa Keperawatan a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafasb. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang).c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit (metabolisme meningkat, intake cairan menurun).

3.3Intervensi Keperawatan

NoHari/TanggalNo.dxTujuan dan NOCNICTTD

1Selasa, 17-03-20151Pola nafas tidak efektif dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 24 jam dengan kriteri hasil;1. Respirasi 18 24 x /menit2. Tidak ada tanda tanda sianosis3. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang

1. .Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi4. .Bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk5. KolaborasiBerikan oksigen tambahan

2Selasa, 17-03-20152Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat teratasi dalam waktu 2 24 jam dengan kriteria hasil :1. Klien tidak mengeluh mual dan muntah, 2. nafsu makan klien meningkat, 3. BB meningkat.4. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai5. Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat6. Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni7. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.8. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

3Selasa, 17-03-20153Resiko kurangnya volume cairan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat teratasi dalam waktu 1 x 24 jam dengan kriteria hasil :1. Intake cairan meningkat. Kulit lembab. Membran mukosa oral lembab1. Timbang pasien2. Mengukur intake dan output cairan.3. Kaji turgor kulit.4. Observasi konsistensi sputum.5. Observasi konsentrasi urine.6. Monitor hemoglobin dan hematocrit.7. Observasi lidah dan mukosa membran.8. Bantu pasien mengidentifikasi cara untuk mencegah kekurangan cairan.

BAB IIIPENUTUP

1. SIMPULANDifteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit inidisebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.

2. SARANKarena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan dilkaukan uji schick.Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es karena minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan dan menyebabkan tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan badan, pakaian, dan lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan makanan yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5 sempurna.DAFTAR PUSTAKA

Ainizah. 2011.Difteri.http://ainizanoor.wordpress.com//.Diakses tanggal 16 Maret 2015, pukul 16.00Brunner & Suddarth. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.1. Jakarta:EGCCarpentino, Lynda Juall.2001.Buku Saku : Diagnosa keperawatan edisi : 8 Penterjemah Monica Ester.EGC.JakartaIra.Asuhan keperawatan difteri.http://quantumnursing2.blogspot.com/2009/12/asuhan-keperawatan.html. Diakses tanggal 16 Maret 2015, pukul 16.00Kadun I Nyoman.2006.Manual Pemberantasan Penyakit Menular. CV Infomedika: JakartaNursalam, dkk. 2005.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika: JakartaRaya, Rheny. 2010.Asuhan Keperawatan Anak dengan Difteri. www.raya.blogspot.com. Diakses tanggal 16 Maret 2015, pukul 16.00Sumarmo, dkk. 2008.Infeksi dan Pediatri Tropis.Edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Bag. IKA FK UI: JakartaSudoyo, Aru W. 2006.Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III Edisi IV. Penerbit Ilmu Penyakit Dalam: JakartaStaf Pengajar IKA FKUI. 2007.Ilmu Kesehatan Anak.Vol.2. Infomedika: JakartaSisi. 2011.Penyakit difteri.http://shisiell-vierche.blogspot.com/2011/11/artikel-tentang-penyakit-difteri.html. Diakses tanggal 16 Maret 2015, pukul 16.00

18