Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian Umum Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi & ALKES, 2005). Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal, suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi perkembangan makrovaskuler.
74

Makalah Diabet Interna

Nov 28, 2015

Download

Documents

gfdg
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Diabet Interna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Umum

Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan

metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan

gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi

fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi

produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan

kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi &

ALKES, 2005).

Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal,

suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai

dengan adanya peningkatan komplikasi perkembangan makrovaskuler. Secara

umum, ketiga elemen diatas telah digunakan untuk mencoba menemukan

diagnosis atau penyembuhan diabetes (Mogensen, 2007).

Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes oleh

distribusi glukosa adalah pendistribusian glukosa ke seluruh jaringan dimana

berbeda distribusi glukosa pada setiap individual dengan atau tanpa diabetes.

Selain itu distribusi glukosa juga dapat menjadi parameter untuk penyakit

diabetes atau dengan kata lain, nilai defenisi diagnosis untuk diabetes didasarkan

Page 2: Makalah Diabet Interna

pada nilai distribusi glukosa pada tingkat populasi bukan sering atau tidaknya

berolahraga. Besarnya komplikasi mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik

menuju ke diabetes. Selain itu terjadinya komplikasi makrovaskuler dapat

menyebabkan kematian pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai

glukosa yang tidak normal seharusnya ditemukan sebagai peningkatan cepat dari

nilai glukosa, yang mana diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit

CVD (kardiovaskuler) (Mogensen, 2007).

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Gambar Anatomy Pankreas

Sumber : http://www.aboutcancer.com/pancreas1.htm

Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah

lambung dalam abdomen. Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar

dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia).

Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan

Page 3: Makalah Diabet Interna

biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak

pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk

organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam

ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus (Richard S.Snell,

2000).

1. Bagian Pankreas dapat dibagi ke dalam:

a. Caput Pancreatis

Berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung

duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena

mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus. 

b. Collum Pancreatis

Merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput dan

corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena

portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica

superior dari aorta.

c. Corpus Pancreatis

Berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan

melintang sedikit berbentuk segitiga.

d. Cauda Pancreatis

Berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan 

hubungan dengan hilum lienale (Richard S.Snell, 2000).

Page 4: Makalah Diabet Interna

2. Hubungan.

a. Ke anterior  : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan

mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster. 

b. Ke posterior  : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae

hepatisdan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria

mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula

suprarenalis sinistra, rensinister, dan hilum lienale (Richard S.Snell, 2000).

3. Vaskularisasi

a. Arteriae

A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )

A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)

A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior

cabangA.lienalis

b. Venae

Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem

porta (Richard S.Snell, 2000).

4. Aliran Limfatik 

Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.

Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci

danmesenterica superiores (Richard S.Snell, 2000).

Page 5: Makalah Diabet Interna

5. Inervasi

Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca)

dan parasimpatis (vagus) (Richard S.Snell, 2000).

6. Ductus Pancreaticus

a. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)

Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke

caput,menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara

ke parsdesendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung

dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-

kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus. 

b. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)

Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan

kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus

pancreaticus pada papilla duodeni minor.

c. Ductus Choleochus et  Ductus Pancreaticus

Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara

kedalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda).

Ampullaini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum,

yaitu papilladuodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara

ampulla (Richard S.Snell, 2000).

Page 6: Makalah Diabet Interna

Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi eksokrin (Sloane,

2003). Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas,

memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam

usus halus (Sloane, 2003).

Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, Sloane (2003), yaitu:

a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

b. Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi,

menyekresikan insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas

tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.

Pulau langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda.

Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50μ, sedangkan yang terbesar 300μ,

terbanyak adalah yang besarnya 100-225μ. Jumlah semua pulau langerhans di

pankreas diperkirakan antara 1-2 juta (Sloane, 2003).

Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu

kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ. Ada 4 jenis sel penghasil

hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, (Sloane, 2003):

a. Sel alfa, jumlah sekitar 20-40 %, memproduksi glukagon yang menjadi

faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like

activity.

b. Sel beta menyekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.

Page 7: Makalah Diabet Interna

c. Sel delta menyekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan

yang menghambat sekresi glukagon dan insulin.

d. Sel F menyekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk

fungsi yang tidak jelas.

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,

dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada

rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam

darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah

(Manaf, 2006).

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon

insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,

prepoinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang

kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle) dalam sel

tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi

insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan

secara bersamaan melalui membran sel (Guyton, 2007).

Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya proses

metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi

glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan

komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta memproduksi

insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat

Page 8: Makalah Diabet Interna

memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin setelah adanya

rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya dipahami

secara jelas (Manaf, 2006).

Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa

memberikan rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati

membran sel yang membutuhkan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT)

adalah senyawa asam amino yang terdapat dalam berbagai sel yang berperan

proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai "kenderaan" pengangkut

glukosa masuk dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose transforter 2 (GLUT

2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya

glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini

merupakan langkah penting, agar selanjutnya ke dalam sel, molekul glukosa

tersebut dapat mengalami proses glikolisis dan fosforilasi yang akan

membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan

untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat pada membran

sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi

membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel.

Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca²⁺ sehingga meningkatkan

kadar ion Ca²⁺ intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin

melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan

(Manaf, 2006).

Page 9: Makalah Diabet Interna

2.3 Epidemiologi

Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16

juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 ribu

kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan

merupakan penyebab kebutaan pada orang dewasa akibat retino diabetik. Pada usia

yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2 ½ kali lebih sering terkena serangan

jantung dibandingkan mereka yang tidak terkena serangan jantung. Tiga puluh lima

persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan

jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi yang paling utama.

Selain kematian fetus intrauterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes melitus tidak

terkontrol juga meningkat (Schteingart, 2005).

Indonesia saat ini menjadi negara peringkat empat dengan jumlah penderita

diabetes mellitus atau kencing manis terbesar di dunia. Para penderita tersebar

mulai dari wilayah perkotaan hingga ke pedesaan. Total penderita diabetes

mellitus di Indonesia berdasar data WHO, saat ini sekitar 8 juta jiwa, dan

diperkirakan jumlahnya melebihi 21 jiwa pada tahun 2025 mendatang. Jumlah

tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara peringkat keempat penderita

diabetes terbesar setelah China, India, dan Amerika.

Page 10: Makalah Diabet Interna

Sementara jumlah penderita diabetes di dunia, mencapai 200 juta jiwa.

Diprediksi angka tersebut terus bertambah menjadi 350 juta jiwa pada tahun

2020. Demikian dituturkan ahli diabetes dari Rumah Sakit Umum Daerah dr

Saiful Anwar (RSSA) Malang, Prof.dr.Djoko Wahono Soeatmadji, SpPD-

KEMD, dalam rangka menyambut Kongres Nasional Persatuan Diabetes

Indonesia VII di Batu, Malang, Jawa Timur.

Page 11: Makalah Diabet Interna

2.4 Etiologi dan Penggolongan Diabetes

Banyak diketahui bahwa etiologi Diabetes Mellitus adalah kurangnya insulin

dalam tubuh manusia yang mengakibatkan kelebihan kadar glukosa darah. Akan

tetapi, ada beberapa kondisi berbeda yang menyebabkan hal itu terjadi. Menurut

anjuran Konferensi Kerja Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia (PERKENI)

umumnya klasifikasi atau penggolongan diabetes didasarkan pada etiologinya.

Indonesia sendiri menganut klasifikasi berdasar pada ADA (American Diabetes

Association) 2003.

Page 12: Makalah Diabet Interna

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk Diabetes mellitus

yaitu:

a. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes mellitus, IDDM)

adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam

sirkulasi darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau

Lagerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang

dewasa. Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah

raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1

(Anonima, 2009).

Page 13: Makalah Diabet Interna

Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat

badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas

maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita

diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari

kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi

autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas

tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh (Anonima, 2009).

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan

insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah

melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1,

bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin.

Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma

bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada

penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian

injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui

pompa, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam

sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan

pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta

dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled

powder" (Anonima, 2009).

b. Diabetes mellitus tipe 2

Page 14: Makalah Diabet Interna

Diabetes mellitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus,

NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan

oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan

metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk

yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin,

resistansi sel terhadap insulin terutama pada hati menjadi kurang peka

terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik

namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut

sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat

yang ditemukan pada manusia (Anonima, 2009).

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya

sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar

insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti

diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau

mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit,

sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang

dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan

mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui

sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin. Obesitas

ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis

dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi sejarah keluarga,

Page 15: Makalah Diabet Interna

walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk

mempengaruhi anak remaja dan anak-anak (Anonima, 2009).

Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis.

Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan

aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan

karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Langkah yang

berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetic drugs

(Anonima, 2009).

Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM tipe 2 dapat

dibagi menjadi 4 kelompok:

Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal

Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga

Diabetes Kimia (Chemical Diabetes)

Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar

glukosa plasma puasa < 140mg/dl)

Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar

glukosa plasma puasa > 140mg/dl) (Ditjen Bina Farmasi dal ALKES,

2005).

c. Diabetes mellitus Gestasional

Page 16: Makalah Diabet Interna

Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama

sekali didapat selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G.

Solomon, 2005).

Diabetes Mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya

bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk Diabetes Mellitus

tipe 2. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan

umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Ditjen Bina

Farmasi dan ALKES, 2005).

2.5 Patogenesis

2.5.1 Diabetes Melitus tipe 1

Pada diabetes tipe 1 timbul karena adanya reaksi atoimin yang

disebabkan adanya peradangan pada sel-β insulinitis. Ini menyebabkan

timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell

Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang

ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel-β. Insulinitis bisa

disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie,

rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulinitis itu

hanya sel-β, biasanya sel-α dan delta tetap utuh. (Soegondo, 2005):

Page 17: Makalah Diabet Interna

Gambar : Skema proses perjalanan DM tipe 1.

Sumber : (Soegondo, 2005)

2.5.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin

lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada

permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan

sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi

jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun anak kuncinya

(insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka

glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan

glukosa dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan

demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Peebedaannya

Page 18: Makalah Diabet Interna

adalah DM tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga

tinggi atau normal keadaan ini disebut resistensi insulin (Soegondo,

2005).

Gambar : Mekanisme skeresi insulin pada sel-β pankreas.

Sumber : (Fauci, 2008)

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel-β berkurang sampai 50-

60% dari normal. Jumlah sel-α meningkat. Yang menyolok adalah

adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel-β yang disebut

amilin.

Page 19: Makalah Diabet Interna

Gambar : Mekanisme signal transduksi insulin normal, berbeda padaorang penderita DM jumlah reseptor insulin menurun sehungga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga glukosa darah meningkat.Sumber : (Kumar, 2005)

2.5.3 Diabetes Gestational

Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan

dan memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya

GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan

riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan

sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap

toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik.

Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik

mungkin akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis

diabetes pada kehamilan (Price, 2005).

Page 20: Makalah Diabet Interna

Gambar : Skema mekanisme pada diabetes gestasional. Sumber : (Gibbs, 2008)

2.6 Faktor Resiko Diabetes Melitus

Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan. Artinya

bila orang tuanya menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes

juga. Hal itu memang benar. Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup.

Diperlukan faktor lain yang disebut faktor resiko atau faktor pencetus misalnya

(Soegondo, 2005):

1. Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,

pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan

kadar glukosa darah menjadi 200mg%.

2. Hipertensi

Page 21: Makalah Diabet Interna

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan

tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari

dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus

Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen

diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang

yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes

Mellitus.

4. Dislipedimia

Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah

(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin

dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.

5. Umur

Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus

adalah > 45 tahun.

6. Riwayat persalinan

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi >

4000 gram.

7. Pola makan yang salah

8. Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)

9. Stress

10. Proses penuaan

Page 22: Makalah Diabet Interna

2.7 Gejala Diabetes mellitus

Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes

Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:

a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.

b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.

c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.

Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,

Polidipsia, Polifagia, Berat Badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus

menurun, Bisul/luka, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh, Keputihan

(Waspadji, dkk, 2002).

Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya

keluhan hingga ada yang bertanya mengapa jadi ribut dengan diabetes? Mereka

mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat check-up ditemukan kadar

glukosa darahnya tinggi. Oleh karena itu dalam rangka penyuluhan kepada

pasien seperti ini, kita sering mendapat hambatan karena sulit memotivasi.

Memang saat ini tidak ada keluhan tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar

glukosa darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan menimbulkan apa

yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien dapat

terkena komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain seperti kaki

busuk (gangren), komplikasi pada ginjal, jantung, dll (Waspadji, dkk, 2002).

Page 23: Makalah Diabet Interna

Beberapa faktor yang dapat menunjang timbulnya Diabetes mellitus yaitu

obesitas dan keturunan, sedangkan gejala yang dapat diamati adalah polidipsia,

poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu mendapat tanggapan di dalam

penyusunan diet penderita Diabetes mellitus (Tjokroprawiro, dkk, 1986).

2.8 Diagnosis Diabetes Melitus

2.8.1 Anamnesis

Diabetes melitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma

hiperglikemia, disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (poliuria,

polidipsi, nokturia), efek samping diabetes pada organ akhir (IHD,

retinopati, penyakit vaskular perifer, neuropati perifer), atau komplikasi

akibat meningkatnya keretanan terhadap infeksi (misalnya ISK, ruam

kandiada). Keadaan ini juga bisa ditemukan secara tidak sengaja saat

melakukan pemeriksaan darah atau urin (Gleadle, 2007). Maka hal di atas

harus ditanyakan secara lengkap!

Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pasien diketahui mengidap diabetes? Jika ya,

bagaimana manifestasinya dan apa obat yang didapat? Bagaimana

pemantauan untuk kontrol: frekuensi pemeriksaan pemeriksaan urin,

tes darah, HbA1C, buku catatan, kesadaran akan hipoglikemia?

Tanyakan mengenai komplikasi sebelumnya (Gleadle, 2007).

a. Riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hipergikemia.

Page 24: Makalah Diabet Interna

b. Penyakit vaskular: iskemia jantung (MI, angina, CCF), penyakit

vaskular perifer (klaudikasio, nyeri saat beristirahat, ulkus,

perawatan kaki, impotensi), neuropati perifer, neuropati otonom

(gejala gastroparesis – muntah, kembung, diare).

c. Retinopati, ketajaman penglihatan, terapi laser.

d. Hiperkolesterolemia, hipertrigliserida.

e. Disfungsi ginjal (proteinuria, mikroalbuminuria).

f. Hipertensi.

g. Diet/berat badan/olahraga.

Riwayat Pengobatan (Gleadle, 2007).

a. Apakah pasien sedang menjalani terapi diabetes: diet saja, obat-

obatan hipoglikemia oral, atau insulin?

b. Tanyakan mengenai obat yang bersifat diabetogenik (misalnya

kortikosteroid, siklosporin)?

c. Tanyakan riwayat merokok atau penggunaan alkohol?

d. Apakah pasien memiliki alergi?

Riwayat Keluarga dan Sosial (Gleadle, 2007).

a. Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga?

b. Apakah diabetes mempengaruhi kehidupan?

c. Siapa yang memberikan suntikan insulin/tes gula darah, dan

sebagainya (pasangan/pasien/perawat)?

Page 25: Makalah Diabet Interna

2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada

seluruh tubuh. Maka dalam pemeriksaan fisik harus dialkukan

pemeriksaan secara lengkap. Dan biasanya ditemukan beberapa kelainan

sebagai berikut (Boon, 2006) :

Page 26: Makalah Diabet Interna

Gambar : Keadaan-keadaan yang mungkinditemukan dalam pemeriksaan fisik.Sumber : (Boon, 2006)

2.8.3 Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah

satu resiko DM sebagai berikut: (Morgensen, 2007).

1. Usia > 45 tahun

2. Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2.

3. Hipertensi (> 140/90 mmHg)

4. Riwayat DM dalam keluarga

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >

4000 gram

Page 27: Makalah Diabet Interna

6. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau TG ≥ 250 mg/dl

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM

(Diabetes Mellitus), TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) dan (Glukosa

Darah Puasa Terganggu) GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang

tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahap

sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT

akan berkembang menjadi DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainya kembali

normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. pada

kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi

dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit

kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola

kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini

mungkin dan penegahan primer dan skunder dapat segera diterapkan

(Soegondo, 2005).

Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan

kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian

dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar

(Soegondo, 2005).

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa

darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis DM (Morgensen, 2007).

Page 28: Makalah Diabet Interna

Kriteria diagnostik DM menurut PERKENI, 2002 atau yang dianjurkan

ADA (American Diabetes Association) yaitu bila terdapat salah satu atau

lebih hasil pemeriksaan gula darah dibawah ini:

1. Kadar gula darah sewaktu (plasma vena) lebih atau sama dengan 200

mg/dl

2. Kadar gula darah puasa (plasma vena) lebih atau sama dengan 126 mg/dl

3. 3. Kadar glukosa plasma lebih atau sama dengan 200 mg/dl pada 2 jam

sesudah beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral.

2.8.4 Langkah-langkah Untuk Menegakkan Diagnosis DM dan Gangguan

Toleransi Glukosa

Diangnosi klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan

DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan

Page 29: Makalah Diabet Interna

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin

dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika

keluahan khas pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl sudah

cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah puasa ≥126 mg/dl juga digunakan untuk patokan

diagnosis DM (Soegondo, 2005).

Untuk keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang

baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan

diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat

sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl,

kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari

hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah

pasca pembebanan ≥200 mg/dl (Soegondo, 2005).

Page 30: Makalah Diabet Interna

Keterangan:GDP: Glukosa Darah PuasaGDS: Glukosa Darah SewaktuGDPT: Glukosa Darah Puasa TergangguTGT: Toleransi Glukosa TergangguTTGO: Tes Toleransi Glukosa Oral

Gambar : Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa. Sumber : (Sudoyo, 2006)

Page 31: Makalah Diabet Interna

2.9 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

2.9.1 Non-farmakologi

Dalam mengelola DM untuk jangka pendek tujuannya adalah

menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman

dan sehat. Untuk jangka panjangnya lebih jauh lagi, yaitu mencegah

penyulit, baik makroangipati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan

tujuan akhir menurunkan morbidilitas dan mortalitas DM (Soegondo,

2005).

Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe 2 adalah terdapatnya

faktor gentik, resistensi insulin dan insufisiensi sel-β pankreans, maka

cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar tersebut harus tercermin

pada langkah pengelolaan. Dalam mengelola DM langkah pertama yang

harus di lakukan adalah pengelolaan non-farmakologis, berupa

perencanaan makan dan kegiatan jasmani (Soegondo, 2005).

Lima pilar utama pengelolaan DM (Soegondo, 2005).

1. Perencanaan makanan

2. Latihan jasmani

3. Obat berkhasiat hipoglikemik

4. Penyuluhan (edukasi)

5. Pemeriksaan glukosa mandiri

Page 32: Makalah Diabet Interna

a. Perencanaan Makan

Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi yang

seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan

kecukupan gizi baik sebagai berikut: (Soegondo, 2005).

Karbohidrat : 60-70%

Protein : 10-13%

Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,

umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan

mempertahankan berat badan idaman (Soegondo, 2005).

Untuk penentuan status gizi, dipakai body mass index (BMI) =

indeks massa tubuh (IMT).

Klasifikasi IMT:

Berat badan kurang : < 18,5

Berat badan normal : 18,5-22,9

Berat badan lebih : ≥ 23,0

Dengan resiko : 23,0-24,9

Obes I : 25,0-29,9

Obes II : ≥ 30,0

BMI = IMT = BB (kg)

TB (m)2

Page 33: Makalah Diabet Interna

Penentuan kebutuhan kalori (Sudoyo, 2006)

Kalori basal

Laki—laki : BB idaman x 30 kalori /kg = ........kalori

Wanita : BB idaman x 25 kalori/kg = .........kalori

Koreksi / Penyesuaian

Umur > 40 tahun : -5 % x kalori basal = - ..........kalori

Aktivitas ringan : +10% x kalori basal = + ..........kalori

sedang : + 20% x kalori basal

berat : +30% x kalori basal

BB gemuk : -20% x kalori basal = - /+..........kalori

lebih : -10% x kalori basal

kurang : + 20% x kalori basal

Stres metabolik : + (10-30%) x kalori basal = + ............kalori

Hamil trimester I & II = + 300 kalori

Hamil trimester III/ laktasi = + 500 kalori

Page 34: Makalah Diabet Interna

Total kebutuhan = ..............kalori

Note: RUMUS BROCA

BB idaman = (TB-100)-10%

BB kurang = < 90% BB idaman

BB normal = 90-110% BB idaman

BB lebih = 110-120% BB idaman

Gemuk = >120 % BB idaman

b. Latihan Jasmani

Manfaat :

menurunkan kadar glukosa darah (mengurangi resistensi

insulin ,meningkatkan sensitivitas insulin)

menurunkan berat badan

mencegah kegemukan

mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik ,

gangguan lipid darah , peningkatan tekanan darah,hiperkoagulasi

darah.

Prinsip : Continuous , Rhytmic , Interval , Progressive , Endurance

(CRIPE) (Soegondo, 2005).

Continuous adalah latihan harus berkesinambungan dan

dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30

Page 35: Makalah Diabet Interna

menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa

istirahat.

Rhytmic adalah latihan olah raga harus dipilih yang

berirama,yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara

teratur.Contoh: jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda,

mendayung.

Interval adalah latihan dilakukan selang seling antara gerak

cepat dan lambat.Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging

diselingi jalan, dan lain-lain.

Progressive adalah latihan dilakukan secara bertahap sesuai

dengan kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga

mencapai 30-60 menit

Endurance adalah latihan daya tahan untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai

umur ), jogging, berenang, dan bersepeda.

Dalam latihan jasmani ada hal-hal yang perlu dihindari

sebagai berikut:

Page 36: Makalah Diabet Interna

Hindari berlatih pada suhu terlalu panas/dingin

Bila kadar glukosa darah > 250 mg/dl . Jangan melakukan

latihan jasmani berat ( misalnya bulu tangkis , sepak bola , dan

olah raga permainan lain )

Jangan teruskan bila ada gejala hipoglikemia

2.9.2 Farmakologi

a. Sulfonil urea

Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak

1957. Berbagai macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat

farmakologis yang serupa, demikian juga efek klinis dan mekanisme

kerjanya. Beberapa informasi baru mengenai obat golongan ini ada,

terutama mengenai efek farmakologis pada pemakaian jangka lama dan

pemakaiannya secara kombinasi dengan insulin. (Soegondo, 2005).

Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel-β pankreas

untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya

dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan

untuk mensekresikan insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada

DM tipe 1. Efek ekstra prankreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin

ada, tetapi tidak penting karena ternyata obat ini tidak bermanfaat pada

pasien yang insulinopenik (Soegondo, 2005).

Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea:

Page 37: Makalah Diabet Interna

1. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (stored insulin)

2. Menurunkan ambang sekresi insulin

3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa,

berbeda dalam hal masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya.

Semuanya dapat menyebabkan hipoglikemia yang mungkin dapat fatal.

Untuk mengurangi kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada orang tua

dipilih obat yang masa kerjanya paling pendek. Obat sulfonilurea

dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia

lanjut(Soegondo, 2005).

Kombinasi Sulfonilurea dengan Insulin

Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar

glukosa darah sepanjangn hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa

darah puasnya. Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan

kurang lebih sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah puasanya.

Dengan memberikan dosis insulin kerja sedang malam hari, produksi

glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah

puasa dapat menjadi lebih rendah. Selanjutnya kadar glukosa darah

siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasanya

(Soegondo, 2005). Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih

baik daripada insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata

Page 38: Makalah Diabet Interna

lebih rendah. Selain itu pasien lebih bisa menerima cara pengelolaan

kombinasi daripada pengelolaan dengan suntikan yang lebih sering

(Soegondo, 2005).

b. Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjnya sama dengan

sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam

benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan

cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui

hati (Soegondo, 2005).

c. Biguanid

Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin.

Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap

kerja insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta juga

pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Metformin

meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan

glukosa darah dan juga disangka menghambat absorbsi glukosa dari

usus pada keadaan sesudah makan (Soegondo, 2005). Metformin

menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan penurunan

sampai di bawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat

hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi

Page 39: Makalah Diabet Interna

dengan sulfonilurea, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh

sulfonilureanya. Pada pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan

kadar glukosa darah sampai 20%. Kadar insulin plasma basal juga turun.

Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada

pemakaian sulfonilurea.1

d. Tiazolidindion

Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek

farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. dapat diberikan secara

oral. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel

dan mengurangi produksi glukosa di hati (Soegondo, 2005).

Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat kerjanya pada

sasaran kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk

mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan

hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel-β pankreas

(Soegondo, 2005).

e. Penghambat Glukosidase Alfa

Obat ini bekerja secara kompetitif megnhambat kerja enzim

kosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan

penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial

(Soegondo, 2005). obat ini bekerja di dalam lumen usus dan tidak

menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar

Page 40: Makalah Diabet Interna

insulin. Efek samping akibat maldigestif karbohidrat berupa gejala

gastrointestinal seperti meteorismus, flatus dan diare (Soegondo, 2005).

f. Insulin

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian

akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa

darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar

glukosa darahnya dengan kombinasi sulfonilurea dan metformin,

langkah berikut yang mungkindiberikan adalah insulin.Disamping

pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan memakai

insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi

insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan

campuran insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan respons kadar

glukosa darahnya. Umumnya dapat juga pasien langsung diberikan

insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali sehari (Soegondo,

2005).

Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum

tidur dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik

daripada dengan insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin

campuran. Keuntungannya pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan

pasien tentu lebih besar (Soegondo, 2005).

2.10Komplikasi

Page 41: Makalah Diabet Interna

2.10.1 Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang

relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang

paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:

a. Ketoasidosis Diabetik (DKA).

Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe

1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar

insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut: (Boon,

2006)

Hiperglikemia

Hiperketonemia

Asidosis metabolik

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,

peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai

pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton).

Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan

produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.

Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis

osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien

dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok (Boon, 2006).

Page 42: Makalah Diabet Interna

Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien

akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA

saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah

menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat

dilakukan sedini mungkin (Price, 2005)

Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik (Boon, 2006)

1. Dehidrasi 8. Poliuria

2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung

3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan

4. Takikardi 11. Mual-muntah

5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram

6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur

7. Hipotermia 14. Koma (10%)

b. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)

Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi

pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi

insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis.

Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut: (Price, 2005)

Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.

Dehidrasi berat

Uremia

Page 43: Makalah Diabet Interna

Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini

tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%.

Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak

terdapat ketosis (Price, 2005).

c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang

disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa

gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering

hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan

sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-

1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan

episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita

lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM.

meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan

insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena

pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh

beberapa perubahan pada tubuhnya.(Soegondo, 2005).

Penyebab Hipoglikemia

1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan

2. Berat badan turun

Page 44: Makalah Diabet Interna

3. Sesudah olah raga

4. Sesudah melahirkan

5. Sembuh dari sakit

6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa

Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl,

meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa

darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat

bervariasi dan berbeda pada setiap orang (Soegondo, 2005).

2.10.1 Komplikasi Kronik Jangka Panjang (Boon, 2006)

A. Mikrovaskular / Neuropati

- Retinopati, catarak penurunan penglihatan

- Nefropati gagal ginjal

- Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak

- Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis

- Kelainan pada kaki ulserasi, atropati

B. Makrovaskular

- Sirkulasi koroner iskemi miokardial/infark miokard

- Sirkulasi serebral transient ischaemic attack, strok

- Sirkulasi claudication, iskemik

2.11Pencegahan

a. Usaha Pencegahan Primer

Page 45: Makalah Diabet Interna

Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya diabetes melitus.

Untuk dapat menghayati dan melaksanakan benar usah pencegahan primer

harus dikanali dahulu faktor yang berpengaruh terjadinya penyakit diabetes

melitus. Faktor yang berpengaruh pada terjadinya diabetes melitus adalah:

(Soegondo, 2005)

Faktor keturunan

Faktor kegiatan jamnasi yang kurang

Faktor kehemukan/distribusi lemak

Faktor nutrisi berlebihan

Faktor lain, obat-obatan, hormon

Faktor keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya DM. keturunan

oang yang mengidap DM (apalagi kalau kedua orang tuanya mengidap DM

jelas lebih besar kemungkinannya untuk mengidap DM daripada orang

normal). Demikian pula saudara kembar identik pengidap DM, hampir

100% dapat dipastikan akan juga mengidap DM nantinya (Soegondo,

2005).

Faktro keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah tetapi

faktor lingkuangan (kegemukan, kegiatan jasmani, nutrisi berlebih)

merupakan faktor yang dapat diubah dan diperbaiki (Soegondo, 2005).

Usaha pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada

masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan

Page 46: Makalah Diabet Interna

baik pada mereka yang beresiko tinggi untuk kemudian mengidap DM

(Soegondo, 2005).

Tindakan yang di lakukan untuk usaha pencegahan primer meliputi:

penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini

mungkin dengan memberikan pedoman sebagai berikut: (Soegondo, 2005)

Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang

yaitu:

- Meningkatkan konsumsi sayur dan buah

- Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana

- Mempertahankan berat badan normal/idaman sesuai dengan umur

dan tinggi badan

Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan

kemampuan

Menghindari obat yang bersifat diabetogenik

b. Usaha Pencegahan Sekunder

Usaha pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi diri

penderita DM. karena itu dianjurkan untuk setiap kesemapatan terutama

untuk meraka yang mempunyai resiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan

penyaring glukosa darah. Dengan demikian mereka yang mempunyai resiko

tinggi DM dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang dicurigai DM

akan dapat ditindak lanjuti, sampai diyakini benar mereka mengidap DM.

Page 47: Makalah Diabet Interna

Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini DM kemudian dapat dikelola

dengan baik guna mencegah penyulit lebih lanjut. Pengelolaan untuk

mencegah terjadinya penyulit dikerjakan bersama bersama oleh dokter dan

para petugas kesehatan. Peran dokter dalam mendapatkan hasil pengendalian

glukosa darah yang baik sangat menonjol. Walapun demikian, hasil

pengelolaan yang baik tidak akan dapat dicapai tanpa keikutsetaan aktif para

penderita DM (Soegondo, 2005).

Tujuan pengelolaan DM

Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan gejala DM.

Jangka panjang : mencegah penyulit DM baik mikroangiopati,

makroangiopati maupun retinopati.

Saran untuk mencapai sasaran kadar glukosa darah yang terkendali

baik telah berulangkali dikemukakan dan telah berulang kali pula

dibicarakan dan ditekankan kembali oleh para pengelola kesehatan pada

setiap kesempatan pertemuan dengan penderita DM (Soegondo, 2005).

c. Usaha Pencegahan Tersier

Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk mencegah lebih lanjut

terjadinya kecacatan kalau penyulit sudah terjadi. Kecacatan yang mungkin

timbul akibat penyulit DM adalah: (Soegondo, 2005)

Pembuluh darah otak : stroke dan segala gejala sisanya

Pembuluh darah mata : kebutaan

Page 48: Makalah Diabet Interna

Pembuluh darah ginjal : gagal ginjal kronik

Pembuluh darah tungkai bawah : amputasi tungkai bawah

Untuk mencegah terjadinya kecacatan tentu saja harus dimulai

dengan deteksi dini penyulit DM agar kemudian penyulit dapat dikelola

dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar

glukosa darah. (Soegondo, 2005)

Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini adalah:

Mata - pemeriksaan mata/fundus secara berkala setiap 6-12 bulan.

Paru - pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau

keluhan batuk kronik.

Jantung - pemeriksaan berkala EKG/uji latihan jantung secara berkala

setiap tahun atau kalau ada keluhan nyeri dada.

Ginjal - pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein

dalam urin.

Kaki - pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara

perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan

timbulnya kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin kemudian

ditimbulkan.

Dengan berbagai usaha pencegahan tersebut para penderita DM

diharapkan dapat hidup sehat bersama DM seperti orang sehat atau

Page 49: Makalah Diabet Interna

normal, terutama dalam kaitannya dengan penyulit manahun DM

(Soegondo, 2005).