Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena banyak dipengaruhi faktor lingkungan dan perilaku hidup masyarakat. Terlebih lagi dalam kondisi sosial ekonomi yang memburuk, tentunya kejadian kasus penyakit menular memerlukan penanganan yang lebih serius, profesional, dan bermutu. Indonesia juga menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan atau yang dikenal dengan double burden. Dewasa ini masih dihadapkan dengan meningkatnya beberapa penyakit menular (re-emerging diseases), sementara penyakit tidak menular atau degeneratif mulai meningkat. Di samping itu telah timbul pula berbagai penyakit baru (new-emerging diseases). Salah satu masalah yang menjadi perhatian dan tercantum dalam PERPRES No. 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 - 2014 adalah pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti upaya penyehatan lingkungan. Salah satu penyakit menular yang masih menjadi perhatian dan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dewasa ini yaitu Demam Chikungunya yang penyebarannya semakin luas. Di Indonesia, infeksi virus Chikungunya telah ada sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus ini menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam 5 hari (vijfdaagse koorts) yang kadangkala disebut juga sebagai demam 1
32

MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

Dec 27, 2015

Download

Documents

IRmha DamaYanti
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Di negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian penyakit menular cukup

tinggi dan prevalensinya meningkat karena banyak dipengaruhi faktor lingkungan dan

perilaku hidup masyarakat. Terlebih lagi dalam kondisi sosial ekonomi yang memburuk,

tentunya kejadian kasus penyakit menular memerlukan penanganan yang lebih serius,

profesional, dan bermutu.

Indonesia juga menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan atau yang

dikenal dengan double burden. Dewasa ini masih dihadapkan dengan meningkatnya beberapa

penyakit menular (re-emerging diseases), sementara penyakit tidak menular atau degeneratif

mulai meningkat. Di samping itu telah timbul pula berbagai penyakit baru (new-emerging

diseases). Salah satu masalah yang menjadi perhatian dan tercantum dalam PERPRES No. 5

tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 -

2014 adalah pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti upaya

penyehatan lingkungan. Salah satu penyakit menular yang masih menjadi perhatian dan

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dewasa ini yaitu Demam Chikungunya yang

penyebarannya semakin luas.

Di Indonesia, infeksi virus Chikungunya telah ada sejak abad ke-18 seperti yang

dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus ini

menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam 5 hari (vijfdaagse koorts) yang

kadangkala disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Kejadian Luar Biasa (KLB)

penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan pada tahun 1973 di Samarinda Provinsi

Kalimantan Timur dan di Jakarta. Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun

1983 di Yogyakarta. Sejak tahun 1985 seluruh provinsi di Indonesia pernah melaporkan

adanya KLB Chikungunya. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999

yaitu di Muara Enim, tahun 2000 di Aceh, tahun 2001 di Jawa Barat (Bogor, Bekasi,

Depok ), tahun 2002 di Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI, Banten, tahun

2003 terjadi di beberapa wilayah pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah.

Pada tahun 2007, kasus demam Chikungunya muncul di Sumatera Utara, yakni di

Pancur Batu, Deli Serdang. Selanjutnya sejak tahun 2008 sampai dengan tanggal 10 Juni

2009 Chikungunya telah berjangkit di beberapa kabupaten/kota dengan beberapa penderita,

1

Page 2: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

namun belum ada kematian. Rincian berdasarkan laporan yang masuk, sebagai berikut :

Kabupaten Padang Lawas Selatan 48 penderita, Asahan 93 penderita, Serdang Bedagai 715

penderita, Labuhan Batu 726 penderita, Labuhan Batu Selatan 151 penderita, Labuhan Batu

59 penderita, Nias Selatan 80 penderita, Langkat 70 penderita, dan Deli Serdang 123

penderita. Tidak tertutup kemungkinan di daerah lain selain daerah-daerah tersebut sudah ada

kasus demam Chikungunya tetapi tidak dilaporkan ke puskesmas atau tidak termonitor oleh

petugas kesehatan (Chandra, 2009).

Secara epidemiologis, saat ini hampir seluruh wilayah di Indonesia berpotensial untuk

timbulnya KLB Chikungunya. Penyakit Chikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti

dan Aedes albopictus seperti halnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara

penanggulangannya telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Penanggulangan secara lintas

program dan lintas sektor telah dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan, sehingga

cara penanggulangan penyakit Chikungunya bukan merupakan sesuatu hal yang sangat

khusus, namun dapat dilakukan secara bersamaan dengan upaya pengendalian penyakit

DBD..

1.2 Rumusan masalah

a. Hal apa yang menyebabkan tingginya kejadian penyakit chikungunya di

kecamatan Sei Rampah

b. Bagaimana pengendalian dan pencegahan penyakit chikungunya di kecamatan

Sei Rampah

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui program pengendalian yang dapat dilakukan dalam upaya

menurunkan angka penyakit chikungunya di wilayah kerja puskesmas Sei

Rampah

b. Untuk mengurangi tempat perkembangbiakan vektor penyakit chikungunya di

wilayah kerja puskesmas Sei Rampah

1.4 Manfaat

a. Dapat diketahui program pencegahan dan pengendalian yang tepat dalam

menurunkan angka penyakit chikungunya.

b. Menurunkan tempat perkembangbiakan vektor penyakit chikungunya di

wilayah kerja puskesmas Sei Rampah.

2

Page 3: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Identifikasi Cikungunya (CHIK)

Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh beberapa

spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus ini

termasuk genus alphavirus ( “Group A” Arthropod-borne viruses) dan famili Togaviridae.

Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B” arthrophodborne viruses (flavivirus).

Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih

lanjut. Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis

sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup

di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari

setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium

kepompong (Pupa) berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk

dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

2.1.1 Habitat Perkembangbiakan

Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat

menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum,

tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.

2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat

minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air,

tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barangbarang bekas (contoh : ban,

kaleng, botol, plastik, dll).

3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah

daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung

coklat/karet, dll.

2.1.2 Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara

waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk

3

Page 4: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan

atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah.

Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat

antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu

yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk

mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka

waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik. Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp

biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -

10.00 dan 16.00 -17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang

kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan

demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.

Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan

lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya.

Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan

meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada

dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas

menjadi jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat

menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air)

dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau

kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.

2.1.3 Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara

pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes

spp tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas

baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan

berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ±

1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk

berkembangbiak.

Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang

tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya

(TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut

akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan

penularan penyakit Demam Chikungunya.

4

Page 5: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

2.1.4 Faktor Resiko

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit

Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara. Beberapa faktor penyebab

timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:

1) Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi

2) Sanitasi lingkungan yang buruk.

3) Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang

buruk)

Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Anti

bodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus

selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak

kembali.

2.1.5 Mekanisme Penularan

Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes SPP

Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut.

Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia

yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam

timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari

(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat

gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic

incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.

2.2. Epidemiologi demam Chikungunya (CHIK)

Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779 di Batavia dan

Kairo; 1823 di Zanzibar; 1824 di India; 1870 di Zanzibar; 1871 di India; 1901 di Hongkong,

Burma, dan Madras; 1923 di Calcuta.

Pada tahun 1928 di Cuba pertama kali digunakan istilah “dengue”, ini dapat diartikan

bahwa infeksi Chikungunya sangat mirip dengan Dengue. Istilah “Chikungunya” berasal dari

bahasa suku Swahili yang berarti “Orang yang jalannya membungkuk dan menekuk

lututnya”, suku ini bermukim di dataran tinggi Makonde Provinsi Newala, Tanzania (yang

sebelumnya bernama Tanganyika). Istilah Chikungunya juga digunakan untuk menamai virus

yang pertama kali diisolasi dari serum darah penderita penyakit tersebut pada tahun 1953 saat

5

Page 6: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

terjadi KLB di negara tersebut. Pada demam Chikungunya adanya gejala khas dan dominan

yaitu nyeri sendi.

Dari tahun 1952 sampai kini virus telah tersebar luas di daerah Afrika dan menyebar

ke Amerika dan Asia. Virus Chikungunya menjadi endemis di wilayah Asia Tenggara sejak

tahun 1954. Pada akhir tahun 1950 dan 1960 virus berkembang di Thailand, Kamboja,

Vietnam, Manila dan Burma. Tahun 1965 terjadi KLB di Srilanka.

Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada

tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982

di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB

Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh

(2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara

bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).

Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti

Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain.

Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB,

Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera

Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada

beberapa provinsi dengan 149.526 kasus tanpa kematian.

Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam

Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan

peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia

potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim

hujan. Penyakit Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban.

Di Indonesia, infeksi virus Chikungunya telah ada sejak abad ke-18 seperti yang

dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus ini

menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam 5 hari (vijfdaagse koorts) yang

kadangkala disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Kejadian Luar Biasa (KLB)

penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan pada tahun 1973 di Samarinda Provinsi

Kalimantan Timur dan di Jakarta. Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun

1983 di Yogyakarta. Sejak tahun 1985 seluruh provinsi di Indonesia pernah melaporkan

adanya KLB Chikungunya. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999

yaitu di Muara Enim, tahun 2000 di Aceh, tahun 2001 di Jawa Barat (Bogor, Bekasi,

6

Page 7: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

Depok ), tahun 2002 di Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI, Banten, tahun

2003 terjadi di beberapa wilayah pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah.

Pada tahun 2007, kasus demam Chikungunya muncul di Sumatera Utara, yakni di

Pancur Batu, Deli Serdang. Selanjutnya sejak tahun 2008 sampai dengan tanggal 10 Juni

2009 Chikungunya telah berjangkit di beberapa kabupaten/kota dengan beberapa penderita,

namun belum ada kematian. Rincian berdasarkan laporan yang masuk, sebagai berikut :

Kabupaten Padang Lawas Selatan 48 penderita, Asahan 93 penderita, Serdang Bedagai 715

penderita, Labuhan Batu 726 penderita, Labuhan Batu Selatan 151 penderita, Labuhan Batu

59 penderita, Nias Selatan 80 penderita, Langkat 70 penderita, dan Deli Serdang 123

penderita. Tidak tertutup kemungkinan di daerah lain selain daerah-daerah tersebut sudah ada

kasus demam Chikungunya tetapi tidak dilaporkan ke puskesmas atau tidak termonitor oleh

petugas kesehatan (Chandra, 2009).

Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Sei Rampah yang terdiri dari 17 desa yang

berpenduduk 15.302 pada bulan September 2009. Telah terjadi wabah demam Chikungunya

yang menjangkit banyak penduduk karena pada tahun – tahun sebelumnya belum pernah

terjadi wabah demam Chikungunya. Wabah demam Chikungunya yang terjadi di tujuh desa

awalnya muncul pada bulan April sampai pada bulan Juni 2009 yaitu di Desa Simpang Empat

dengan jumlah kasus sebanyak 88 kasus, Desa Tanah Raja 165 kasus, Desa Pergulaan 26

kasus, Desa Sinah Kasih 60 kasus, Desa Silau Rakyat 176 kasus, Desa Cempedak Lobang 26

kasus, Desa Rambung Estate 10 kasus tanpa adanya ditemui kasus kematian. Dan mungkin

saja dapat kasus yang sama di desa lain tetapi tidak terdata oleh pelayan kesehatan setempat

atau masyarakat merasa tidak terlalu menimbulkan bahaya bagi dirinya sehingga tidak mau

memeriksakannya.

2.3. Faktor Determinan

2.3.1. Faktor yang mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit ini adalah faktor

lingkungan seperti kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat

perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim hujan. Faktor biologi seperti

tanaman yang terdapat di sekitar tempat tinggal yang disukai nyamuk sebagai tempat

berkembang biak. Serta perilaku individu-individu yang tidak berperilaku hidup sehat

dan tidak menjaga kesehatan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan rendahnya

status kekebalan kelompok masyarakat.

7

Page 8: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

2.3.2. Penyebab Penyakit dan Vektor yang Menularkan

Chikungunya merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus

chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor potensial (Soedarto, 2007).

Virus Chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang mempunyai selubung dan

merupakan anggota ”group A” arthropode bone viruses (flavivirus) dalam genus

alphavirus, family Togaviridae. Virus ini bila dilihat dengan mikroskop elektron maka

akan muncul gambaran virion simteris kasar atau polygonal dengan diameter 40-45

nm dengan inti berdiameter 25-30 nm. Maka dari itu virus ini mudah terhisap nyamuk

dan akan dipindahkkan ke orang lain bersama air liurnya pada saat menggigit.

Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus termasuk

metamorfosis sempurna, yaitu terdiri dari fase telur, larva (jentik), kepompong (pupa),

dan nyamuk. Telur Aedes dapat bertahan beberapa bulan pada kondisi kering pada

waktu dan intensitas yang bervariasi. Telur Aedes membutuhkan media air bersih

yang tidak mengalir (stagnan) tanpa dihuni spesies lain untuk dapat berkembang

menjadi larva. Telur akan menetas menjadi larva dalam 1-2 hari setelah telur

terendam air. Umur larva Aedes sendiri adalah sekitar 7-9 hari untuk kemudian

berubah menjadi pupa yang merupakan fase akhir siklus hidup nyamuk dalam media

air. Umur pupa berkisar 2-4 hari untuk kemudian berubah menjadi nyamuk. Setelah

berubah menjadi nyamuk, nyamuk betina akan hidup berkisar 2-3 bulan. Nyamuk

dapat bertahan hidup lebih lama sampai 2 bulan jika berada ditempat dengan suhu

28°C dengan kelembaban udara sebesar 80%.

2.4. Pencegahan Demam Chikungunya (CHIK)

2.4.1. Perorangan

Jangan biarkan jentik-jentik nyamuk berkembang biak. Lakukan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dengan melakukan ”3 M” yaitu Menguras,

Menutup dan Mengubur pada TPA dan non TPA serta habitat alamiah secara teratur

setiap minggu atau menaburkan larvasida (Abate) serta memelihara ikan pemakan

jentik (ikan kepala timah/cethul). Sedapat mungkin lindungi diri dari gigitan nyamuk

terutama pada siang hari, misalnya dengan menggunakan obat gosok (repellant),

pemakaian kelambu dan pemasangan kawat kasa nyamuk di rumah.

2.4.2. Kelompok/Masyarakat

8

Page 9: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

Secara bersama-sama bergotong-royong membersihkan lingkungan dari

tempat-tempat perkembanganbiakan nyamuk penular.

2.5 Pengendalian dan Penanggulangan Chikungunya

Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor

dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur

vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan

penyakit

Pada dasarnya metode pengendalian vektor Chikungunya yang paling efektif adalah

dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode pengendalian

vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara cepat memutus rantai penularan.

Berbagai metode PengendalianVektor (PV) Chikungunya yaitu:

- Kimiawi

- Biologi

- Manajemen lingkungan

- Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN

- Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vector Management/IVM)

a. Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida merupakan salah

satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat dibanding dengan cara

pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena

insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap

lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis

insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam

kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan

menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.

Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian vektor adalah :

Sasaran nyamuk dewasa adalah : Organophospat (Malathion, methyl pirimiphos),

Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine, Permethrine & S-

Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara

pengabutan panas/Fogging dan pengabutan dingin/ULV

Sasaran jentik dengan menggunakan larvasida : golongan Organophospat (Temephos).

9

Page 10: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

b. Biologi

Pengendalian vektor dengan biologi menggunakan agent biologi seperti

predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor Jenis

predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll),

sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator

walau bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian vektor .

Jenis pengendalian vektor biologi :

• Parasit : Romanomermes iyengeri

• Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis

Golongan insektisida biologi untuk pengendalian vektor (Insect Growth Regulator/IGR

dan Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi), ditujukan untuk stadium pra dewasa yang

diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan vektor.

Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalangi pertumbuhan nyamuk di masa

pra dewasa dengan cara merintangi/menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik

berganti kulit atau mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs

memiliki tingkat racun yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan

akut pada methoprene adalah 34.600 mg/kg ).

Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida yang tidak

menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum

pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang

predator entomophagus dan spesies lain. Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di

dasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar

dan rusak oleh sinar matahari.

c. Manajemen lingkungan

Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan air, vegetasi dan

musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat perkembangbiakan dan pertumbuhan

vektor. Nyamuk Aedes sp sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di

kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya

pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau

dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus (menguras, menutup dan mengubur, dan

plus: menyemprot, memelihara ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat

10

Page 11: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat

yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll)

d. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN

Pengendalian Vektor yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai

penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan melalui

upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue PSN dalam bentuk kegiatan

3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan

secara serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap dan

perilaku yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini. Untuk itu

sosialisasi kepada masyarakat/individu untuk melakukan kegiatan ini secara rutin serta

penguatan peran tokoh masyarakat untuk mau secara terus menerus menggerakkan

masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa,

serta reward bagi yang berhasil melaksanakannya.

Cara PSN

PSN dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud yaitu:

Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc,

drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan

lain-lain (M2).

Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air

hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:

Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang

sejenis seminggu sekali.

Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan tanah,

dan lain-lain)

Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di

daerah yang sulit air

Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air

Memasang kawat kasa

Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

11

Page 12: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

Menggunakan kelambu

Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.

e. Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)

IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk

mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai institusi. IVM dalam

pengendalian vektor Chikungunya saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta

sektor lain melalui kegiatan Pokjanal, Kegiatan PSN anak sekolah dll.

BAB III

12

Page 13: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

HASIL KEGIATAN

3.1 Identifikasi Masalah

Demam Chikungunya termasuk salah satu penyakit yang berpotensi KLB dengan

penyebaran penyakit yang cepat.Sehingga dapat menimbulkan keresahan di masyarakat dan

menyebabkan menurunnya produktivitas pada orang yang terjangkit. Penyebaran

Chikungunya di Indonesia terjadi pada daerah endemis penyakit demam berdarah dengue

karena vektor pembawa virus ditularkan oleh nyamuk yang sama yaitu Aedes aegypti dan

Aedes albopictus. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Banyaknya tempat

perindukan nyamuk sangat berbahaya sekali karena bisa mempengaruhi peningkatan kejadian

Chikungunya dan juga kedekatan tempat perindukan nyamuk tersebut dengan tempat tinggal

manusia merupakan faktor risiko terjadinya Chikungunya (Depkes, 2007).

Pada tahun 2009 jumlah penderita penyakit chikungunya di Kabupaten Serdang

Bedagai sebanyak 715 penderita dan Kecamatan Sei Rampah mempunyai proporsi penderita

terbesar yaitu sebanyak 551 penderita dan desa yang jumlah penderitanya paling besar adalah

desa Silau Rakyat 176 penderita. Hal ini di sebabkan oleh perubahan lingkungan dan kondisi

lingkungan yang kurang bersih sehingga memicu adanya tempat sarang nyamuk albovictus.

3.2 Study Kelayakan

3.2.1 Metode

Penyuluhan kepada masyarakat tentang pemberantasan sarang nyamuk

penyebab chikungunya

Melakukan fogging pada setiap rumah

Pemantauan hygiene sanitasi container penampungan air

Memasyarakatkan penggunaan kelambu (kelambunisasi)

Melakukan abatisasi

3.2.2 Sumber dana

Sumber dana berasal dari APBD kabupaten Serdang Bedagai

3.2.3 Personal

Dilaksanakan oleh petugas sanitasi Dinas Kesehatan Kabupaten dan petugas puskesmas

serta berkerjasama dengan pihak-pihak terkait baik kerjasama lintas program maupun

kerjasama lintas sektor

3.2.4 Material

13

Page 14: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

Perangkat penyuluhan kebersihan lingkungan, peralatan dan perlengkapan fogging,

peralatan kebersihan, kelambu yang dicelupkan dengan malathion, repellent, obat

nyamuk, larvasida.

3.3 Percobaan Lapangan

Metode percobaan dilakukan di daearah-daerah endemis chikungunya yaitu pada

lingkungan rumah yang memungkinkan terjadinya tempat perindukkan nyamuk seperti

genangan air, rawa-rawa, botol plastic bekas, kaleng bekas, ban bekas.

3.4 Analisis Dampak Lingkungan

3.4.1 Dampak Positif

a. Dapat melakukan pengendalian vector penyakit chikunguya

b. Dapat menghilangkan vector penyakit chikunguya

c. Mencegah timbulnya penyakit chikunguya

d. Mencegah penyebaran penyakit chikunguya

e. Menghilangkan tempat perindukkan jentik nyamuk

f. Mencegah masyarakat dari gigitan nyamuk

3.4.2 Dampak Negatif

a. Bahan-bahan kimia hasil fogging dapat menimbulkan keracunan pada

manusia

b. Pemakaian bahan kimia yang berlebihan dapat merusak lingkungan

c. Penggunaan insektisida secara berulang-ulang dapat menyebabkan resistensi

vector, membunuh hewan yang bukan sasaran dan pencemaran lingkungan

14

Page 15: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisis Situasi

Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini belum ada

obat ataupun vaksinnya. Kondisi faktor lingkungan fisik seperti adanya perubahan iklim,

pencahayaan yang kurang,kelembaban yang tinggi, kondisi lingkungan disekitar rumah yang

buruk menyebabkan perkembangbiakan vektor semakin meningkat, salah satunya adalah

penyakit demam Chikungunya. Disamping kasus demam berdarah yang merebak di sejumlah

wilayah Indonesia dan penderitanya semakin banyak, masyarakat direpotkan pula dengan

kasus Chikungunya. Demam Chikungunya banyak ditemukan di daerah – daerah beriklim

tropis dan subtropis. Penyakit ini tidak menimbulkan kematian tetapi apabila mewabah dapat

menimbulkan kerugian karena akan menurunkan produktivitas individu (Anies, 2006).

Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan adanya kematian.

Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi

Chikungunya, 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild

discomfort, 2,8% mempunyai persistent residual joint stiffness, tapi tidak nyeri, dan 5,6%

mempunyai keluhan sendi yang persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi.

Program pengendalian chikungunya saat ini masih belum berjalan dengan maksimal

dikarenakan belum dilaksanakannya kegiatan pengendalian ini secara terintegrasi dari

berbagai aspek.  Selain itu pentingnya penataan lingkungan yang perlu dilakukan secara

terpadu agar tujuan pemutusan mata rantai penularan chikungunya dapat memberikan hasil

yang maksimal. Program yang telah dilakukan puskesmas Sei Rampah yaitu:

1. Penyuluhan kebersihan lingkungan tentang pemberantasan sarang nyamuk

2. Melakukan fogging setiap rumah penduduk

3. Pemberian kelambunisasi kepada masyarakat

4. Pemberian bubuk larvasida kepada masyarakat

Namun, kegiatan ini belum sepenuhnya terlaksana, karena kurangnya partisipasi dari

masyarakat dalam pengendalian nyamuk penyebab chikungunya. Oleh sebab itu perlunya

15

Page 16: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

kerjasama masyarakat dalam melaksanakan program sehingga program dapat terlaksana

dengan baik dan berkesinambungan.

Untuk kegiatan yang pertama perlu dilakukan pemantauan jentik nyamuk 1 seminggu

yang dilakukan oleh kader dari Puskesmas dan kerjasama dengan warga dan dievaluasi secara

berkala 3 bulan sekali. Kegiatan ini dilakukan di rumah warga dan di setiap tempat yang

memungkinkan utnuk vektor dapat berkembang biak. Pada kegiatan yang kedua, melakukan

penyuluhan kepada masyarakat dan mengajak masyarakat untuk dapat dan mampu

melakukan manajemen lingkungan dengan cara 3M (Menguras,Menimbun dan Menutup).

Fogging dilakukan sesuai dengan dosis yang telah dianjurkan karena bahan kimia fogging

berbahaya jika melebihi dosis. Kelambunsasi diperuntukkan bagi keluarga yang memiliki

bayi karena jika dilakukan fogging akan berbahaya bagi kesehatan ibu dan bayi. Kemudian

pemberian bubuk larvasida kepada masyarakat dan mengajarkan kepada masyarakat cara

pengguanaannya.

4.2 Teori Simpul/Paradigma Penyakit Chikungunya

Simpul 1: Simpul 2: Simpul 3: Simpul 4:

Virus Alphavirus Air

Vektor

(nyamuk

Aedes

albopictus

dan Aedes

aegypti)

Manusia

umur

perilaku

Lokasi

Pendidikan

Status gizi

Sehat

Sakit

Simpul 1 : Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik yang menyimpan dan/atau menggandakan agen penyakit

serta mengeluarkan atau mengemisikan agen penyakit.

16

Page 17: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

Dalam penyakit Chikungunya ini sumber penyakit nya yaitu berupa virus

(Alphavirus)

Simpul 2: Media transmisi penyakit

Media transmisi penyakit tidak akan memilki potensi penyakit kalu didalamnya tidak

mengandung agen penyakit. Di simpul dua ini kami memilih :

air , air disini berfungsi sebagai tempat perindukan bagi larva/jentik dari nyamuk

aedes albopictus atau aedes aegypty

vektor, penyakit chikungunya ini ditularkan oleh vektor nyamuk aedes albopictus

dan aedes aegypty

manusia, penyakit chikungunya ini bersifat menular. Jadi dapat ditularkan dari orang

ke orang. Manusia yang mengandung virus chikunguya didalam tubuhnya digigit

oleh nyamuk aedes, selanjutnya nyamuk tersebut menggigit orang yang sehat.

Simpul 3 : Perilaku Pemajanan

Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya,

dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan, atau dengan kata lain

jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi

bahaya penyakit. Disimpul tiga ini kami memilih :

Umur, nyamuk aedes menyerang semua umur baik anak-anak maupun dewasa

Perilaku, perilaku individu yang mau atau tidak menerapkan hidup bersih dan

sehat

Lokasi, Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis

DBD, Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya

KLB Chikungunya. Penyakit Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban dan

tropis. Vektor dari aedes albopictus lebih sering dijumpai di perkebunan.

Pendidikan, pendidikan atau pengetahuan sesorang sangat membantu dalam

pengendalian penyakit chikungunya

Status Gizi, Daya tahan tubuh yang baik pada seseorang bisa membuat rasa ngilu

pada persendian atau gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini akan cepat

hilang

Simpul 4 : Kejadian Penyakit

17

Page 18: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan

lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan (sudah menimbulkan dampak

kesehatan).

Sehat, orang yang mau menerapkan hidup bersih dan sehat dimulai dari dirinya

dan lingkungannya

Sakit, orang yang tidak mau mnerapkan hidup bersih dan sehat pada dirinya dan

lingkungannya yang mengakibatkan timbulnya penyakit.

18

Page 19: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Chikunguya merupakan penyakit menular sejenis demam virus yang disebabkan

alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes Albopictus

dan Aedes Aegypty serta merupakan penyakit yang tidak mematikan.

2. Gejala chikunguya dalam kaitannya dengan pemberantasan chikunguya adalah

sebagai berikut: Demam, Menggigil, Nyeri pada otot dan sendi, Sakit kepala,

Kejang, flu. Ada gejala khas yang timbul pada anak kecil seperti demam

mendadak, ruam-ruam merah, mata merah, dan kejang demam. Pada anak yang

lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan pembesaran kelenjar

getah bening. Gejala pada orang dewasa, nyeri sendi dan otot dan sampai

menimbulkan kelumpuhan sementara.

3. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi gametosit, menghindari gigitan

nyamuk, membunuh nyamuk dan jentik, mengurangi tempat perindukan nyamuk

malaria, serta peranan masyarakat dalam menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

4. Dampak dari kegitan tersebut adalah berkurangnya jumlah nyamuk dewasa dan

jentik, kasus chikunguya menurun. Selain itu ada juga dampak negatif dari

kegiatan ini terhadap lingkungan.

5.2 Saran

1. Program pengendalian nyamuk chikunguya terus dilakukan secara terpadu dan

berkesinambungan.

2. Agar masyarakat dan lintas sektor dapat membantu dalam kegiatan pengendalian

nyamuk chikungunya.

3. Petugas kesehatan terus melakukan pemantauan terhadap lingkungan sekitar

wilayah puskesmas.

19

Page 20: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

Lampiran

PERINCIAN ANGGARAN PENGENDALIAN CHIKUNGUNYA

Kegiatan Biaya Keterangan1. Penyiapan

Masyarakat• Poster• Leaflet• Gambar dan Kasus Nyata• Snack• Sewa Proyektor• Sewa Genset

Rp 500.000,-Rp 500.000,-Rp 750.000,-Rp 1.000.000,-Rp 300.000,-Rp 300.000

Metoda:- Ceramah- Pertunjukan FilmPenyelenggara :- Petugas Kesehatan

2. Penyiapan Petugas • Upah Petugas Fogging• Baju Seragam• Masker • Konsumsi

Rp 2.000.000,-Rp 400.000,-Rp 100.000,-Rp 500.000,-

3. Foging Organophospat Rp 800.000,-4. Pemberian

KelambunisasiKelambu Rp. 7.500.000,-

5. Larvasida Bubuk Larvasida Rp. 300.000,-Biaya tak terduga = 10% dari Rp 15.935.000,-

Rp 200.000,-

Total Rp. 16.135.000,-

20

Page 21: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F., 2013, Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta: Rajawali Press

Aditama, T. A., 2009, Profil Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan tahun 2008,

http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/PROFIL%20%20PP&PL%202008.pdf.

Diakses 03 April 2014.

Anies, 2006, Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah dan Menanggulangi

Penyakit Menular. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Azwar, A., 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Balitbangkes Depkes R.I., 2005, Kecenderungan Kejadian Luar Biasa Chikungunya di

Indonesia Tahun 2001-2003, Cermin Dunia Kedokteran,Volume, No 148.

Chandra. 2009. Mewaspadai Penyakit Chikungunya di Sumut. http//:www.waspada.co.id.

Diakses pada tanggal 03 April 2014.

Depkes R.I. 2012. Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya.

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bk%20cikungunya

%20edited_27_10_12ok.pdf. Diakses pada tanggal 03 April 2014

Sumantri, Arif . 2010, Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam, Jakarta : Prenada Media

21

Page 22: MAKALAH CHIKUNGUNYA terbaru 1.docx

22