Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang, dengan angka kematian penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup masyarakat.Terlebih dalam kondisi sosial ekonomi yang kurang mendukung, tentu saja kejadian kasus penyakit menular ini memerlukan penanganan yang lebih vital, profesional dan berkualitas (MDG, keenam). Manusia sangat erat hubungannya dengan lingkungan, karena lingkungan merupakan daya dukung manusia untuk kelangsungan hidupnya. Dalam perkembangan ilmu epidemiologi menggambarkan secara spesifik bahwa lingkungan sejak lama mempengaruhi terjadinya suatu penyakit atau wabah.Chikungunya misalnya, penyakit ini dikenal dengan penyakit flu tulang, yang ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedesalbopictus, yang vektor penular penyakitnya sama dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara penanggulangan telah dikenal oleh masyarakat secara luas (Depkes RI, 2007). Penyakit ini ditandai oleh gejala flu, sakit tulang belakang, sakit pada persendian, arthtritis pada sendi-sendi di tangan dan tungkai. Penderita mengeluh tidak dapat bangun atau berjalan.Pada penderita ada yang sembuh dalam beberapa hari, dan ada pula yang sakit sampai berbulan- bulan. Penyakit Chikungunya tidak menyebabkankematian, akan tetapi dapat mengganggu aktivitas manusia. Penyakit Chikungunya ini dapat juga menyatu dengan penyakit Demam Berdarah ataupun dengan penyakit Demam Kuning yang mematikan (Sembel, 2008).Pada tahun 1960-an virus chikungunya merupakan suatu penyakit yang biasa menyerang bagian Tenggara Asia. Thaikruea et.al. (1997) melaporkan bahwa virus Chikungunya pertama-tama didiagnosis di Thailand pada 1960. Sesudah terjadi ledakan di India, Srilanka, Burma dan Thailand akhirnya menghilang di daerah-daerah tersebut. Namun, pada tahun 1982-1985 terjadi ledakan-ledakan lokal dan kasus-kasus sporadik di Burma, Thailand, dan Filiphina (Sembel, 2008).Penyakit chikungunya merupakan penyakit re-emerging yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Sejak tahun 1779 di Batavia (Jakarta), telah dilaporkan penyakit yang memiliki gejala mirip Chikungunya yang dikenal dengan nama penyakit Knuckle Fever, di Kairo (1779) Knee Trouble, di Calcuta, Madras dan Gujarat (1824) Scarletina Rhematica. Setelah hampir 20 tahun tidak ada kejadian 1
31

Makalah Chikungunya

Nov 28, 2015

Download

Documents

Widya Oktalisa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Chikungunya

BAB IPENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang, dengan angka kematian penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup masyarakat.Terlebih dalam kondisi sosial ekonomi yang kurang mendukung, tentu saja kejadian kasus penyakit menular ini memerlukan penanganan yang lebih vital, profesional dan berkualitas (MDG, keenam). Manusia sangat erat hubungannya dengan lingkungan, karena lingkungan merupakan daya dukung manusia untuk kelangsungan hidupnya. Dalam perkembangan ilmu epidemiologi menggambarkan secara spesifik bahwa lingkungan sejak lama mempengaruhi terjadinya suatu penyakit atau wabah.Chikungunya misalnya, penyakit ini dikenal dengan penyakit flu tulang, yang ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedesalbopictus, yang vektor penular penyakitnya sama dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cara penanggulangan telah dikenal oleh masyarakat secara luas (Depkes RI, 2007). Penyakit ini ditandai oleh gejala flu, sakit tulang belakang, sakit pada persendian, arthtritis pada sendi-sendi di tangan dan tungkai. Penderita mengeluh tidak dapat bangun atau berjalan.Pada penderita ada yang sembuh dalam beberapa hari, dan ada pula yang sakit sampai berbulan-bulan. Penyakit Chikungunya tidak menyebabkankematian, akan tetapi dapat mengganggu aktivitas manusia. Penyakit Chikungunya ini dapat juga menyatu dengan penyakit Demam Berdarah ataupun dengan penyakit Demam Kuning yang mematikan (Sembel, 2008).Pada tahun 1960-an virus chikungunya merupakan suatu penyakit yang biasa menyerang bagian Tenggara Asia. Thaikruea et.al. (1997) melaporkan bahwa virus Chikungunya pertama-tama didiagnosis di Thailand pada 1960. Sesudah terjadi ledakan di India, Srilanka, Burma dan Thailand akhirnya menghilang di daerah-daerah tersebut. Namun, pada tahun 1982-1985 terjadi ledakan-ledakan lokal dan kasus-kasus sporadik di Burma, Thailand, dan Filiphina (Sembel, 2008).Penyakit chikungunya merupakan penyakit re-emerging yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi sekarang muncul kembali. Sejak tahun 1779 di Batavia (Jakarta), telah dilaporkan penyakit yang memiliki gejala mirip Chikungunya yang dikenal dengan nama penyakit Knuckle Fever, di Kairo (1779) Knee Trouble, di Calcuta, Madras dan Gujarat (1824) Scarletina Rhematica. Setelah hampir 20 tahun tidak ada kejadian maka pada tahun 2001 mulai dilaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) chikungunya di Indonesia yaitu di Aceh, Sumatera Selatan,Jawa Barat. Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Jawa Barat dan Sulawesi Utara.Pada awalnya terjadi kebingungan untuk membedakan DEN (Dengue) dengan Chik (Chikungunya), tetapi sejak dapat dilakukan isolasi virus maka kedua penyakit ini dapat dibedakan, demikian juga gejala klinisnya yaitu Chikungunya lebih dominan pada nyeri di sendi-sendi.Demam Chikungunya banyak dijumpai di daerah tropis dan sering menyebabkan epidemi dalam interval tertentu (10-20 tahun). Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam Chikungunya antara lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat, kepadatan populasi nyamuk penular karena banyak tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan seperti saat ini (Depkes, 2009).

Dewasa ini banyak sekali permasalahan yang menyangkut tentang kesehatan, terutama di negara kita Indonesia. Masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia sekarang ini adalah tentang kurangnya pemeliharaan kesehatan yang efisien oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Akibatnya banyak masyarakat Indonesia yang terkena penyakit, karena dari kurangnya memperhatikan kesehatan masyarakat di lingkungan mereka sendiri secara tidak langsung mereka juga tidak memperhatikan masalah kesehatan tempat tinggal mereka. Demam Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue, demam berdarah dengue, dan campak, tetapi gejala nyeri sendi merupakan gejala

1

Page 2: Makalah Chikungunya

yang penting pada demam Chikungunya. Serangan demam Chikungunya dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) sudah sering terjadi, terutama karena penyebarannya oleh nyamuk. Untuk mencegah serangan demam Chikungunya, maka rumah, asrama, hotel, sekolah, pasar, terminal dan tempat-tempat lainnya, harus terbebas dari media berkembang biaknya nyamuk, termasuk 200 meter sekitarnya.

Tak ada cara lain untuk mencegah demam chikungunya kecuali mencegah gigitan nyamuk serta memberantas tempat perindukan nyamuk dengan tiga M (menutup,menguras dan mengubur barang bekas yang bisa menampung air) atau menaburkan bubuk abate pada penampungan air sebagaimana mencegah demam berdarah.Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini pertama dideskripsikan pada tahun 1955 oleh Marion Robinsoni dan W.H.R Lumsden diikuti oleh kejadian KLB tahun 1952 di Makonde, Plateau, daerah sepanjang Tanganyika and Mozambique.seperti halnya penyakit malaria dan DBD, penyakit infeksi ini kebanyakan menjadi endemic di Negara India, khususnya India bagian tengah dan selatan (Kamath at all, 2006).Sebagai masyarakat Indonesia kita dituntut unuk lebih memperhatikan kesehatan dan kebersihan lingkungan disekitar kita, agar tidak lagi terjadi kejadian luar biasa (KLB).

1.2 Rumusan Masalah

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi timbulnya penyakit chikungunya, apa dampak yang ditimbulkan, dan bagaimana penanganan yang tepat dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit tersebut.

1.3 Tujuan Penulisan

Ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit chikungunya, apa dampak yang ditimbulkan, dan bagaimana penanganan yang tepat dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit tersebut.

1.4 Manfaat Penulisan

Sebagai bahan informasi tentang penyakit Chikungunya itu sendiri kepada pembaca. Sebagai bahan masukan untuk mengetahui cara pencegahan yang tepat dalam menangani

masalah yang ditimbulkan dari penyakit Chikungunya. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa lain dalam mengetahui kasus mengenai

penyakit chikungunya.

2

Page 3: Makalah Chikungunya

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian Demam Chikungunya

Chikungunya adalah penyakit yang ditandai dengan demam mendadak, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah dan kadang-kadang disertai dengan gatal pada ruam. Belum pernah dilaporkan adanya kematian karena penyakit ini (Suharto, 2007).

Demam Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue, demam berdarah dengue, dan campak, tetapi gejala nyeri sendi merupakan gejala yang penting pada demam Chikungunya. Serangan demam Chikungunya dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) sudah sering terjadi, terutama karena penyebarannya oleh nyamuk. Untuk mencegah serangan demam Chikungunya, maka rumah, asrama, hotel, sekolah, pasar, terminal dan tempat-tempat lainnya, harus terbebas dari media berkembang biaknya nyamuk, termasuk 200 meter sekitarnya. Ada gelombang epidemi 20 tahunan. Mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu, perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali (Suharto, 2007).

Etiologi dan PatogenesisVirus Chikungunya merupakan anggota genus Alphavirus dalam famili Togaviridae.

Strain Asia merupakan genotipe yang berbeda dengan yang dari Afrika. Virus Chikungunya disebut juga Arbovirus A Chikungunya Type, CHIK, CK. Virions mengandung satu molekul single stranded RNA. Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virions dibungkus oleh lipid membran; pleomorfik; spherikal; dengan diameter 70 nm. Pada permukaan envelope didapatkan glycoprotein spikes (terdiri atas 2 virus protein membentuk heterodimer). Necleocapsids isometric; dengan diameter 40 nm (Suharto, 2007).

2.2 Nyamuk Penular Demam Chikungunya

Vektor penular penyakit demam Chikungunya adalah Nyamuk A. aegypti dan A. africanus. A. aegypti yang paling berperan dalam penularan penyakit demam Chikungunya karena hidup dalam dan sekitar tempat tinggal manusia sehingga banyak kontak dengan manusia. A. aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan sub tropis (Suharto, 2007).

Nyamuk ini berkembang biak di dalam air bersih dan tempat-tempat gelap yang lembab, baik di dalam maupun di dekat rumah. Tempat yang sering dijadikan sarang untuk bertelur adalah drum, batok kelapa, kaleng-kaleng bekas, pot bunga, ember, vas bunga, tangki air tempat penampungan air pada lemari es, ban-ban bekas dan botol-botol kosong serta salah satu yang lain adalah talang atap rumah yang tergenang sisa air hujan (Depkes RI, 2003).

Nyamuk A. aegypti berukuran kecil dibanding nyamuk lain. Ukuran badan 3-4 mm, berwarna hitam, dengan hiasan bintik-bintik putih di badannya; dan pada kakinya warna putih melingkar. Nyamuk dapat hidup berbulan-bulan. Nyamuk jantan tidak menggigit manusia, ia makan buah. Hanya nyamuk betina yang menggigit, yang diperlukan untuk membuat telur. Telur nyamuk Aedes diletakkan induknya menyebar; berbeda dengan telur nyamuk lain yang dikeluarkan berkelompok. Nyamuk bertelur di air bersih. Telur menjadi pupa beberapa minggu.

Nyamuk Aedes bila terbang hampir tidak berbunyi, sehingga manusia yang diserang tidak mengetahui kehadirannya; menyerang dari bawah atau dari belakang, terbang sangat cepat. Telur

3

Page 4: Makalah Chikungunya

nyamuk Aedes dapat bertahan lama dalam kekeringan (dapat > 1 tahun). Virus dapat masuk dari nyamuk ke telur; nyamuk dapat bertahan dalam air yang chlorinated (Widoyono, 2008).

Nyamuk A. aegypti merupakan vektor Chikungunya (CHIK) virus (alphavirus). Beberapa nyamuk resisten terhadap CHIK virus namun sebahagian susceptibility. Ternyata susceptibility gene berada di kromosom 3. Vektor Chikungunya di Asia adalah A. aegypti, A. albopictus. Di Africa A. furcifer dan A. Africanus (Suharto, 2007).

2.3 Bionomik Vektor

Bionomik vektor sangat penting diketahui karena berhubungan dengan tindakan–tindakan dalam pencegahan dan pemberantasannya yang berhubungan dengan tempat perindukan, kebiasaan mengigit, tempat istirahat, jarak terbang dan siklus hidup.

Tempat Perindukan (Breeding Place) Tempat perindukan utama adalah tempat-tempat penampungan air di dalam dan di luar sekitar

rumah. Nyamuk A. aegypti tidak berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk A. aegypti dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperlakuan sehari-hari seperti drum, tengki reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain- lain.

2. Tempat penampungan bukan keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).

a.) Tempat minum hewan piaraan Tempat minum hewan piaraan yang dimaksud adalah tempat–tempat minum hewan piaraan yang dimiliki oleh responden yang berada di lingkungan sekitar rumah baik di dalam rumah maupun di luar rumah, misalnya: tempat minum burung, tempat minum ayam, dan hewan piaraan yang lain.

b.) Barang-barang bekas Barang-barang bekas yang dimaksud adalah barang–barang yang sudah tidak terpakai yang dapat menampung air, yang berada di dalam maupun di luar rumah responden. Barang-barang tersebut antara lain: kaleng, ban bekas, botol, pecahan gelas, dll.

c.) Vas bunga Vas bunga yang dimaksud adalah vas bunga yang berisi air yang terletak di dalam rumah responden yang memungkinkan nyamuk A. aegyptiberkembangbiak di dalam vas bunga tersebut.

d.) Perangkap semut Perangkap semut yang dimaksud adalah tempat perangkap semut yang berisi air yang biasanya diletakkan dibawah kaki meja untuk mencegah semut–semut naik keatas meja yang berisi makanan yang terletak didalam rumah responden.

e.) Penampungan air dispenser Penampungan air dispenser yang dimaksud adalah tempat penampungan air yang menyatu dengan dispenser yang terletak dibawah alat yang digunakan untuk mengalirkan air di dalam wadah/galon dispenser, letaknya di dalam rumah responden.

f.) Pot tanaman air Pot tanaman air yang dimaksud adalah pot – pot berisi air yang digunakan sebagai media tanaman air untuk hidup, yang terletak di dalam maupun di luar rumah responden.

3. Tempat penampungan air ilmiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa, talang penampungan air hujan (Suroso, 2000 dan Soedarmo, 1988).

4

Page 5: Makalah Chikungunya

Kebiasaan Mengigit (Feeding Habit) Nyamuk A. aegypti lebih menyukai darah manusia dari pada binatang (antropofilik).

Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh nyamuk jantan sehingga menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut satu siklus gonotropik (Suroso, 2000 dan Soedarmo, 1988).

Nyamuk ini aktif pada siang hari dan mengigit di dalam dan diluar rumah. Mempunyai dua puncak aktifitas dalam mencari mangsa yaitu mulai pagi hari dan petang hari yaitu antara pukul 09.00 - 10.00 WIB dan 16.00 - 17.00 WIB.

Tempat Istirahat (Resting Place) Tempat yang disayangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu bertelur adalah tempat

yang gelap, lembab dan sedikit angin. Nyamuk A. aegypti biasanya hinggap di dalam rumah pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian, kelambu (Suroso, 2000 dan Soedarmo, 1988).

Jarak Terbang (Flight Habit) Pergerakan nyamuk A. aegypti dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan tempat

istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk A. aegyptibetina adalah rata-rata 40-100 meter. Namun secara pasif karena angin dapat terbang sejauh 2 km (Depkes RI, 1992).

2.4 Siklus Hidup Nyamuk

Siklus hidup nyamuk A. aegypti mengalami metamorfosa sempurna dengan tahap telur, larva, pupa dan dewasa.

TelurNyamuk A. aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian

dalam tempat-tempat yang berisi air jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih adalah tempat air di dalam rumah dan dekat. Telur A. aegypti berwarna hitam seperti sarang tawon (Soedarmo, 1988).

Telur diletakkan satu persatu di tempat yang gelap, lembab dan tersembunyi di dalam rumah dan bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun dapur. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu poses emberionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari satu tahun). Telur akan menetas pada waktu yang sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan spesies selama kondisi iklim buruk (Suroso, 2003).

LarvaTelur yang tidak menetas karena keadaan lingkungan yang tidak sesuai membentuk larva

yang dilapisi kista dapat bertahan lebih dari setahun berbentuk oval dan berwarna putih. Larva A. aegypti menempel di permukaan dinding vartikel sampai pada waktu menetas (Suroso, 2003).

Perkembangan larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan dan kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi yang optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari termasuk dua hari untuk masa menjadi pupa, sedangkan pada suhu yang rendah membutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa. Habitat alami larva jarang ditemukan, tetapi dapat ditemukan di lubang pohon, pangkal daun dan tampurung kelapa. Selain di tempat alami larva dapat juga ditemukan pada kendi air, kaleng, pot bunga, botol, tempat penampung air terbuat dari logam dan kayu, ban (Suroso, 2003).

5

Page 6: Makalah Chikungunya

Pada daerah yang panas dan kering, tangki air diatas, tangki penyimpanan air di tanah dan septic tank bisa menjadi tempat habitat larva yang utama dan pada wilayah yang persediaan airnya tidak teratur, penghuni menyimpan air untuk kegunaan rumah tangga sehingga memperbanyak jumlah habitat yang ada untuk larva (Suroso, 2003).

Pupa Pupa nyamuk A. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala dada lebih besar

dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca ”koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat pernapasan seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu pada ruas perut tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air (Soegeng, 2006).

Nyamuk DewasaNyamuk Aedes larva dan nyamuk dewasa banyak ditemukan disepanjang tahun di semua kota

di Indonesia sesaat setelah menjadi dewasa akan kawin dengan nyamuk betina yang sudah dibuahi dan akan menghisap darah dalam waktu 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan telur (Depkes RI, 2004).

2.5 Paradigma Kesehatan Lingkungan

Hubungan interaktif antara manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang

memiliki potensi bahaya penyakit juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Proses kejadian satu

penyakit dapat pula disebut sebagai patogenesis penyakit. Tiap penyakit memiliki patogenesis sendiri-

sendiri. Dengan mempelajari patogenesis penyakit, kita dapat menentukan pada titik mana atau di

simpul mana kita bisa melakukan pencegahan. Tanpa memahami patogenesis atau proses kejadian

penyakit, kita tidak dapat melakukan pencegahan (Achmadi, 2008). Dinamika perubahan-perubahan

komponen lingkungan yang memiliki potensi menimbulkan dampak terhadap kesehatan masyarakat

dapat digambarkan mulai dari sumber perubahan (munculnya komponen dengan memiliki potensi

bahaya tersebut), dinamika dan kinetika komponen tersebut dalam lingkungan disekitar manusia

(ambient), interaksi manusia proses fisiologis dan patologis, hingga komponen tersebut tidak lagi

menimbulkan bahaya kesehatan masyarakat (Achmadi, 2008).

Adapun Teori Simpul dari timbulnya demam Chikungunya tersebut sebagai berikut :

1. penderita demam chikungunya → Virus Chik                   ↓

2. vektor yaitu nyamuk A.aegypti → Variabel lain yaitu : air bersih, manusia.                  ↓↑                                                                            

3. adanya virus chik dalam darah penderita → Semua golongan umur di daerah endemis.                   ↓

4. sakit/sehat                                     →

6

Page 7: Makalah Chikungunya

Diagram Skematik Patogenesis Penyakit

Dengan mengacu pada gambaran skematik tersebut di atas, maka patogenesis dapat diuraikan ke dalam 4 simpul yakni :

a. Simpul 1, kita sebut sebagai sumber penyakit. Dan dalam hal ini sumber penyakit yaitu orang

yang menderita demam Chikungunya, dan sebagai agent penyebab penyakit itu adalah virus

chik (CHIKV).

b. Simpul 2, yaitu komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit yang dapat

memindahkan agent penyakit. Dalam hal ini yang memindahkan agent yaitu nyamuk A.

Aegypti sebagai vektor penular. Selain itu, variabel lain yang berpengaruh pada penularan

penyakit ini adalah air bersih dan manusia.

c. Simpul 3, penduduk yang dalam darahnya terdapat virus Chik karena telah tertular dari orang

lain melalui vektor yaitu nyamuk. Serta ini semua terjadi pada semua golongan umur, baik itu

anak-anak maupun dewasa, laki-laki maupun perempuan di daerah endemis.

d. Simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi dengan

komponen lingkungan tersebut yang telah mengandung agent penyakit (Achmadi, 2008).

Adapun variabel lain yang berpengaruh dalam paradigma kesehatan

lingkungan yaitu meliputi faktor lingkungan, antara lain :a.) Variasi Musiman

Pola berjangkit virus Chikungunya tidak jauh beda dengan virus dengue yaitu dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda di setiap tempat. Pada musim hujan tempat perkembangbiakan A. aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi, mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat menetas pada waktu singkat akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat-tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan yang dapat digunakan sebagai tempat perkembangan nyamuk ini. Karena itu pada musim penghujan popolasi nyamuk A. aegypti meningkat. Dengan bertambahnya populasi nyamuk merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan virus Chikungunya. Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus Chikungunya sangat

7

Adanya Virus Chik Dalam

Darah PenderitaSakit / sehat

Penderita Demam

Chikungunya

Vektor yaitunyamuk

A.aegypti

Variabel lain yang berpengaruh :Variasi musiman, ketinggian tempat, curah

hujan, temperatur.

Page 8: Makalah Chikungunya

kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kotrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis dan peningkatan sarana transportasi (Depkes RI, 2004).

b.) Ketinggian TempatKetinggian tempat berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk. Wilayah dengan ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditemukan nyamuk A. Universitas Sumatera Utaraaegypti karena ketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkanbagi kehidupan nyamuk (Soedarmo, 1988).

c.) Curah Hujan Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan menambah kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama musim hujan sangat kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk yang terinfeksi (Suroso, 2003).

d.) TemperaturVirus Chikungunya hampir sama dengan virus dengue yaitu hanya endemik di daerah tropis dimana suhu memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C. Pertumbuhan akan terhenti sama sekali bila suhu kering dari 10º C atau lebih dari 40ºC (Suroso, 2003).

2.6 Dinamika atau Kinetika Perjalanan Agent Penyakit

Virus Chikungunya disebarkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi. Nyamuk terinfeksi

ketika mereka menggigit orang yang terinfeksi  virus chikungunya. Nyamuk yang terinfeksi kemudian

dapat menyebarkan virus ke manusia lain ketika mereka menggigit. Monyet, dan hewan liar lainnya,

juga dapat berfungsi sebagai reservoir virus.

Transmisi penyakit Chikungunya

Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor utama virus chikungunya ke

manusia. Spesies ini menggigit pada siang hari dengan aktivitas puncak pada pagi dan sore hari yaitu

antara pukul 09.00 – 10.00 WIB dan 16.00 - 17.00 WIB. Nyamuk ini aktif pada siang hari dan

mengigit di dalam dan diluar rumah. Keduanya ditemukan menggigit luar rumah namun Ae.

Aegypti juga akan siap menggigit dalam ruangan. Nyamuk A. Aegypti tersebar di wilayah Asia,

Afrika, dan Eropa. Berbagai spesies nyamuk yang tinggal di hutan di Afrika telah ditemukan

terinfeksi dengan virus.

8

Page 9: Makalah Chikungunya

Nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia

yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul.

Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic

incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di

tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum

menimbulkan penyakit.

Setelah 3-5 hari demam, timbul ruam makulopapular minimal dan limfadenopati, injeksi

konjungtiva, pembengkakan kelopak mata, faringitis dan gejala-gejala serta tanda-tanda dari penyakit

traktus respiratorius bagian atas umum terjadi, tidak ada enantema. Beberapa bayi mengalami kurva

demam bifasik. Artralgia mungkin sangat hebat, walaupun hal tersebut jarang tampak.

Demam pada umumnya akan mereda setelah 2 hari, namun keluhan lain, seperti nyeri sendi,

sakit kepala dan insomnia, pada sebagian besar kasus akan menetap 5-7 hari. Penderita bahkan dapat

mengeluhkan nyeri sendi dalam jangka waktu yang lebih lama. Nyeri sendi ini dapat berlangsung

berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan pada beberapa kasus hingga beberapa tahun, tergantung

dari umur penderita.

2.7 Parameter Perubahan Lingkungan Serta Dampaknya

Parameter perubahan komponen lingkungan yang memiliki potensi dampak atau lazim

disebut parameter kesehatan lingkungan, yaitu parameter yang mempunyai potensi bahaya kesehatan

masyarakat, serta bagaimana mengukur berbagai parameter perubahan ataupun dinamika hubungan

interaktif tersebut. Dalam teori simpul berbagai parameter kesehatan lingkungan dapat diukur, yaitu :

Simpul 1, yaitu pengukuran pada sumbernya. Dan dalam hal ini sumber penyakit yaitu orang

yang menderita demam Chikungunya. Hal ini dapat diukur dari diagnosis yang menyatakan

bahwa orang tersebut terjangkit penyakit Chikungunya setelah kontak langsung dengan agent

melalui gigitan nyamuk.

Simpul 2, yaitu komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit yang dapat

memindahkan agent penyakit. Dalam hal ini yang memindahkan agent yaitu nyamuk A.

Aegypti sebagai vektor penular. Hal ini dapat diukur dari pengukuran survei jentik nyamuk

dan pengukuran vektor nyamuk A. Aegypti. Di mana ABJ (Angka Bebas Jentik) dengan nilai

ambang batas 95%, apabila kurang dari angka tersebut, maka resiko penularan penyakit akan

tinggi.

Simpul 3, yaitu penduduk yang dalam darahnya terdapat virus Chik karena telah tertular dari

orang lain melalui vektor yaitu nyamuk. Pengukuran dapat ditentukan dari pemeriksaan

makroskopis yaitu pemeriksaan uji hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM

capture ELISA. Di mana dari pemeriksaan menyatakan bahwa diagnosis pasti pada penyakit

Chikungunya bila terdapat salah satu hal berikut, yaitu pemeriksaan Titer antibodi naik 4 kali

lipat, Isolasi virus, dan deteksi virus dengan PCR.

Simpul 4, yaitu penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi

dengan komponen lingkungan tersebut yang telah mengandung agent penyakit. Dalam hal ini,

penyakit Chikungunya bersifat self limiting disease, yang berarti sembuh dengan sendirinya

dan tidak pernah dilaporkan kejadian kematian, namun keluhan sendi mungkin berlangsung

lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi virus chikungunya, 87,9%

9

Page 10: Makalah Chikungunya

sembuh sempurna; 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort;

2,8% mempunyai persisten residual joint stiffnes, tetapi tidak nyeri; dan

5,6% mempunyai keluhan sendi yang persisten, kaku dan sering

mengalami efusi sendi.

2.8 Identifikasi Population at Risk

Virus ini menyerang semua umur baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Pada anak

kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan serta sering disertai gejala flu. Bahkan ada

anak dijumpai dengan demam tinggi yang mengakibatkan kejang demam. Pada anak yang lebih besar

dan orang dewasa, demam diikuti rasa sakit pada otot dan sendi sehingga sulit untuk berjalan dan

pembesara kelenjar getah bening. Mual dan muntah juga bisa menyertai. Demam ini biasanya hanya 3

hari tanpa perdarahan.

Seperti DBD, chikungunya endemik di daerah yang banyak ditemukan kasus DBD. Kasus DBD

pada wanita dan anak lebih tinggi dengan alasan mereka lebih banyak berada dirumah pada siang hari

saat nyamuk menggigit. KLB chikungunya bersifat mendadak dengan jumlah penderita relatif banyak.

Selain manusia, virus chikungunya juga dapat menyerang tikus, kelinci, monyet, baboon dan

simpanse.

2.9 Standard Normalitas

Setiap hasil pengukuran merujuk pada nilai-nilai standar normal sebagai bahan acuan dalam

menghitung potensi bahaya yang dapat menimbulkan masalah. Standar normalitas yang digunakan

dalam pengukuran ini yaitu pengukuran keberadaan jentik (melalui survei jentik) dan vektor nyamuk

A. Aegypti :

Survei Jentik

Pada Survei Entomologi DBD ada 5 Kegiatan Pokok, yaitu : pengumpulan data terkait, survei

telur, survei jentik atau larva, survei nyamuk, dan survei lain-lain (Depkes RI, 2002). Yang

mengamati perilaku dari berbagailingkungan, vektor, cara-cara pemberantasan vektor dan cara-cara

menilai hasil pemberantasan vektor. Survei jentik dapat dilakukan dengan cara :

A. Metode Single Larva

Pada setiap kontainer yang ditemukan ada jentik, maka satu ekor jentik akan diambil dengan cidukan (gayung plastik) atau menggunakan pipet panjang jentik sebagai sampel untuk pemeriksaan spesies jentik dan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya. Jentik yang diambil ditempatkan dalam botol kecil/vial bottle dan diberi label sesuai dengan nomor tim survei, nomor lembar formulir berdasarkan 1 nomor rumah yang di survei dan nomor kontainer dalam formulir.

B. Metode Visual

Hanya dilihat dan dicatat ada tidaknya jentik didalam kontainer tidak dilakukan pengambilan dan pemeriksaan spesies jentik. Survei ini dilakukan pada survei lanjutan untuk memonitor indek-indek jentik atau menilai PSN yang dilakukan (Depkes RI, 2002). Tiga indeks yang biasa dipakai untuk memantau tingkat gangguan A. Aegypti, yaitu:

10

Page 11: Makalah Chikungunya

1. House Index (HI) yaitu persentase rumah yang terjangkit larva/ jentik.HI = Jumlah yang rumah yang terjangkit x 100

Jumlah rumah diperiksa yang 2. Container index (CI) yaitu persentase penampungan air yang terjangkit larva atau jentik.

CI = Jumlah Penampung yang positif x 100 Jumlah Penampung yang diperiksa

3. Breteau index (BI) yaitu jumlah penampung air yang positif per 100 rumah yang diperiksa. BI = Jumlah Penampung yang positif x 100

Jumlah rumah yang diperiksa

Vektor Nyamuk Aedes Aegypti

Virus chik ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk aedes dari sub genus stegomyia.Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk aedes yang bisa menularkan virus chik yaitu: A. aegypti, A. albopictus dan A. scutellaris (Depkes RI, 2002). Dari ketiga jenis nyamuk tersebut A. Aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit Chikungunya. Nyamuk ini banyak ditemukan di dalam rumah atau bangunan dan tempat perindukanya juga lebih banyak terdapat di dalam rumah. Keberadaan jentik berhubungan dengan keberadaan vektor nyamuk A. aegypti juga, oleh karena itu untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk A. aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei di rumah yang dipilih secara acak. Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator.

Indek-indek nyamuk yang di gunakan adalah:

1. Bitting/Landing Rate = Jumlah A. aegypti yang tertangkap umpan orang Jumlah penangkapan x Jumlah jam penangkapan

2. Resting/Rumah = Jumlah A.aegypti betina pada penangkapan nyamuk hinggap

Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan

Karena vektor penyakit Chikungunya sama dengan vektor penyakit DBD, maka secara

teoritis dinyatakan bahwa, angka bebas jentik (ABJ) akan berbanding terbalik dengan angka kesakitan

DBD. Bila ABJ nya rendah maka kemungkinan besar angka kesakitannya akan tinggi, karena risiko

penularannya pun tinggi. Angka bebas jentik ini sangat dipengaruhi oleh banyak factor selain

perilaku, sikap, nilai-nilai lainnya dan juga keadaan curah hujan. Oleh karena itu kebijakan dalam

pelaksanan PSN menetapkan bahwa, ABJ dengan nilai ambang batas 95 %, apabila ABJ kurang dari

angka tersebut maka, risiko penularan penyakit akan tinggi dan harus menjadi perhatian semua pihak.

2.10 Identifikasi Potensi Bahaya Ikutan atau SekunderPotensi bahaya juga dapat ditimbulkan dari kegiatan-kegiatan lainnya yang mendukung

terjadinya insidensi penyakit Chikungunya di suatu daerah, yaitu :

1. Imigran (pendatang baru)

Seorang imigran yang berasal dari daerah endemis dan positif terinfeksi virus Chik, masuk ke

wilayah tidak endemis akan meningkatkan resiko penyebaran penyakit Chikungunya tersebut

di daerah yang sebelumnya tidak endemis tersebut.

2. Transportasi

11

Page 12: Makalah Chikungunya

Kegiatan yang mendukung terjadinya penyebaran penyakit adalah melalui transportasi, dalam

artian suatu transportasi yang membentuk suatu kegiatan di suatu wilayah, contohnya

transportasi kapal yang berlabuh di suatu pelabuhan. Virus tersebut bisa di bawa dari hewan

ataupun manusia yang terbawa dari transportasi tersebut.

3. Bukaan Lahan Baru

Suatu daerah yang awalnya merupakan daerah hutan dan dengan perkembangan zaman

menuntut orang-orang untuk membuka kawasan hutan tersebut untuk dijadikan sebagai

kawasan tertentu, seperti perumahan. Hal ini menyebabkan banyak nyamuk bersarang pada

wilayah bukaan baru tersebut dan berkembang di daerah tersebut. Sehingga meningkatkan

resiko perkembangan agent pada vektor dan berpengaruh pada peningkatan resiko penularan

pada manusia.

2.11 Investigasi Wabah Chikungunya

Simulasi KasusPada tanggal 08 Januari 2012 Dinas Kesehatan Kota Salatiga mendapat laporan dari Puskesmas

Siderejo Lor kemungkinan telah terjadi KLB Chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor dengan

jumlah kasus sebanyak 46 orang dengan gejala demam, nyeri persendian dan menggigil dalam

waktu priode waktu 2-4 hari. Dan pada tanggal 9-12 Januari pasien chikungunya bertambah

menjadi 72 kasus (Dinkes Kota Salatiga, 2012).

Langkah-langkah Dalam Melakukan Investigasi Wabah Chikungunya1. Memastikan Adanya Wabah

Penetapan untuk memastikan adanya wabah/KLB dilakukan karena keresahan yang terjadi di masyarakat. Keresahan diakibatkan karena ketidak tahuan masyarakat perihal penyakit ini. Keresahan semakin meluas semenjak ada beberapa orang menderita penyakit dan keluhan yang sama dalam beberapa hari yaitu mendadak demam serta beberapa anggota tubuh terutama tangan dan kaki sulit untuk digerakkan.

Kasus demam chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor merupakan kejadian luar biasa (KLB). Hal ini didasarkan pada laporan W1 (laporan KLB/wabah/24 jam) dan didukung dengan laporan mingguan W2 Puskesmas Siderejo Lor. Penetapan adanya KLB juga dilakukan dengan membandingkan data surveilans Puskesmas Siderejo Lor dan Dinas Kesehatan Kota Salatiga selama ini belum pernah ditemukan kasus demam chikungunya di daerah tersebut. Jadi kasus demam chikungunya yang terjadi merupakan kasus pertama.

Puskesmas siderejo Lor selama 3 tahun kebelakang belum pernah terjadi kasus chikungunya. Penetapan KLB untuk penyakit chikungunya adalah jika ditemukan lebih dari satu kasus demam chikungunya yang berhubungan secara epidemilogis atau terjadi secara berkelompok (Depkes RI, 2009).

2. Memastikan DiagnosaPemastian diagnosis dilakukan melalui identifikasi 3 gejala klinis untuk penetapan

kasus chikungunya yaitu mendadak demam, nyeri sendi, bercak merah pada kulit serta gejala lainnya seperti nyeri otot, sakit kepala, menggigil.

12

Page 13: Makalah Chikungunya

Berdasarkan identifikasi dan observasi di lapangan ditemukan 7 gejala dengan proporsi terbesar pada kasus tersangka. Tanda dan gejala klinis pada kasus tersangka dalam penyelidikan pada Tabel 1.Tabel 1. Distribusi Gejala Klinis Demam Chikungunya di Rukun Tetangga (RT) 06 dan RT

11 Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga 3. Tahun 2012

Gejala Klinis Jumlah PersentaseDemam 84 100,0Nyeri persendian 73 86,9Nyeri otot 73 86,9Ruam pada kulit 43 51,2Sakit Kepala 40 47,6Gejala lain seperti mual dan muntah 13 15,5Kejang 1 1,2

Berdasarkan Tabel 1 bahwa gejala yang paling dominan terjadi pada kasus adalah demam, nyeri sendi, nyeri otot dibandingkan dengan gejala lainnya. Pemastian diagnosis secara laboratorium, telah dilakukan pemeriksaan immunoglobulin terhadap 7 tersangka kasus dengan menggunakan rapid diagnostic test (RDT) adalah negatif, pengambilan darah oleh petugas Dinas Kesehatan Kota Salatiga.

Pemastian perbedaan diagnosis demam chikungunya dengan penyakit lainnya berdasarkan gejala klinis yang mirip dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Diagnosis Berdasarkan Gejala Klinis

Gejala klinis Chikungunya DBDCampak

Malaria

Demam typoid

Gejala yang ditemukan dilapangan

Nyeri sendi + + - - - +Demam + + + + + +Ruam + + - - - +Sakit kepala + + - + + +Mual/muntah + + - + - +Mata merah + - + - - -Renjatan (shock) - + - + - +Pedarahan - + - - - -Nyeri ulu hati - + - - - -Batuk - - + - + -Pilek - - + - - -Kulit bersisik - - + - - -Diare - - + + - -Bercak koplek di muka - - + - - -Menggigil - - - + + -Kejang - - - + - -Ikterus - - - + - -

13

Page 14: Makalah Chikungunya

Berkeringat - - - + - -Rose spot - - - - + -

Sumber : Control of Communicable Diseases Manual, 2000.Gejala klinis penderita pada KLB ini dibandingkan dengan gejala klinis penyakit-

penyakit pada Tabel 6 lebih mendekati pada gejala klinis demam chikungunya.

4. Membuat Definisi Kasus Chikungunya

Pada tanggal 08 Januari 2012 Dinas Kesehatan Kota Salatiga mendapat laporan dari

Puskesmas Siderejo Lor kemungkinan telah terjadi KLB Chikungunya di Kelurahan Siderejo

Lor dengan jumlah kasus sebanyak 46 orang dengan gejala demam, nyeri persendian dan

menggigil dalam waktu priode waktu 2-4 hari. Dan pada tanggal 9-12 Januari pasien

chikungunya bertambah menjadi 72 kasus (Dinkes Kota Salatiga, 2012).

5. Mendeskripsikan Wabah Chikungunya

a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Variabel Tempat

Pertama kali yang melaporkan adanya kasus Chikungunya adalah di RT 06 RW 08, dimana

warganya mengalami gejala panas, persendian sakit, pusing, demam, badan menggigil,

tulang linu dan tidak bisa berjalan, kemudian menyebar ke RT 11 yang sangat berdekatan

dengan gejala yang sama. Distribusi kasus demam chikungunya menurut tempat dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Penderita Demam Chikungunya Berdasarkan di RT di Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga

Tahun 2012

RT Jumah pendudukJumlah

PenderitaAR(%)

RT 06 116 48 41,3RT 11 118 36 30,5

Jumlah 234 84 35,8Berdasarkan Tabel 7 bahwa penderita demam chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor

hanya terjadi di RW 08 yang terdiri dari 2 RT, dan RT yang paling banyak kasusnya adalah RT 06 sebanyak 48 orang, sedangkan RT 11 sebanyak 36 orang, di RT 06 lebih banyak menderita chikungunya (AR=41,3%) bila dibandingkan dengan RT 11.

b. Deskripsi Kasus Berdasarkan Variabel Orang

Deskripsi kasus demam chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor di RW 08 menurut variabel orang adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Distribusi Penderita Demam Chikungunya Berdasarkan Jenis Kelamin di RT 6 dan RT 11 di Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012

Jenis KelaminJumlah

penduduk Jumlah Penderita AR

(%)

Laki-laki 108 38 35,3

Perempuan 126 46 36,4

14

Page 15: Makalah Chikungunya

 Jumlah 234 84 35,8

Dari Tabel 4 diperoleh bahwa distribusi penderita demam chikungunya berdasarkan jenis kelamin lebih banyak pada jenis kelamin perempuan (AR = 36,4%). Hal ini disebabkan oleh karena perempuan lebih banyak berada di rumah dibandingkan dengan laki-laki.

Tabel 5. Distribusi Penderita Demam Chikungunya Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RT 6 dan RT 11 di Kelurahan Siderejo Lor

Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012

PendidikanJumah

pendudukJumlah Penderita

AR(%)

Tidak sekolah 11 1 9,3Belum sekolah 28 6 21,7Belum tamat SD 12 9 75,0

SD 39 16 40,6

SLTP 38 15 39,2SLTA 75 32 42,4Sarjana 31 5 16,1

Jumlah 234 84 35,8

Berdasarkan Tabel 5 di peroleh bahwa penderita chikungunya lebih banyak terjadi pada pendidikan SLTA sedangkan menurut AR maka yang paling tinggi terjadi pada yang belum tamat SD (AR=75,0%) sedangkan yang paling rendah terjadi pada yang tidak sekolah.

Tabel 6. Distribusi Penderita Demam Chikungunya Berdasarkan Pekerjaan di RT 6 dan RT 11 di Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo

Kota Salatiga Tahun 2012

PekerjaanJumah

PendudukJumlah

PenderitaAR(%)

Ibu rumah tangga (IRT) 18 13 72,2Pedagang 18 3 16,7Pelajar/siswa (termasuk tidak) berkerja

42 9 21,4

PNS 8 3 37,5Wiraswasta 82 32 39,0Buruh pabrik 34 4 11,8Petani 8 1 12,5Pegawai swasta 18 1 5,6Pensiunan 6 2 33,3

Jumlah 234 84 35,8

Berdasarkan Tabel 6 di peroleh bahwa penderita chikungunya paling banyak terjadi pada wiraswasta, sedangkan menurut angka AR paling tinggi terjadi pada IRT dengan AR=72,2%, hal ini disebabkan oleh karena ibu rumah tangga lebih banyak berada di rumah dibandingkan dengan pekerjaan yang lainnya.

c. Deskripsi Kasus Berdasarkan Variabel Waktu

15

Page 16: Makalah Chikungunya

Kejadian luar biasa chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor dapat diketahui perkiraan pola penularan, periode paparan, puncak kejadian serta periode terjadinya kejadian luar biasa dengan pengamatan data terjadi penularan terus menerus dalam satu tempat sepanjang masa paparan penyakit. Dengan menarik kebelakang sebesar masa inkubasi terpendek (3 hari) dari kasus pertama dan inkubasi terpanjang pada kasus yang terakhir (12 hari), maka dengan demikian dapat diketahui bahwa waktu paparan terjadi pada tanggal 17 Desembar 2011 sampai 18 Januari 2012 atau 33 hari.

6. Mengembangkan Hipotesis

Hasil analisis bivariat di dapatkan variabel :

1. Kebiasaan tidur siang merupakan faktor risiko (OR=2,68) dan secara statistik bermakna dimana (CI=1,384-5,226, p=0.003).

2. Kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk merupakan faktor risiko (OR=2,640) dan secara statistik bermakna dimana (CI=1.405-4.960, p=0,002).

3. Rumah yang tidak menggunakan kawat kasa anti nyamuk merupakan faktor risiko (OR=4,281) dan secara statistik bermakna (CI=2,046-8,956, p=0,000).

4. Rumah yang dekat dengan kebun merupakan faktor risiko (OR=3,900) menderita chikungunya dan secara statistik bermakna dimana (CI=1,909-7,967, p=0,000).

Kota Salatiga berada di cekungan kaki bukit diantara gunung-gunung kecil serta curah hujan cukup tinggi yaitu 1.935 mm per tahun terutama pada Desember sampai Pebruari peningkatan kejadian chikungunya erat kaitannya dengan semakin banyaknya tempat perindukan nyamuk dengan meningkatnya curah hujan serta meningkatnya mobilisasi penduduk.

Di Kelurahan Siderejo Lor terutama di RT 11 dan RT 06 terdapat dua pengusaha yang pengumpul barang-barang bekas di lingkungan warga, sehingga barang-barang bekas dapat menampung air hujan yang memungkinkan untuk tempat nyamuk bertelur seperti kaleng-kaleng bekas, tempat air mineral bekas, dan lain-lain yang berada disekitar rumah penduduk yang dapat menjadi tempat perindukan vektor penyakit demam chikungunya dan ditemukan juga kebun jati yang dimana terdapat cekungan di pohon tersebut sehingga dapat merupakan tempat perindukan nyamuk yang akan meningkatnya populasi nyamuk.

7. Menguji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis pada kasus ini digunakan penelitian Kasus Kontrol.a. Batasan Kasus Mereka yang diagnosis chikungunya dengan gejala klinis utama demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) dan gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, selama 1-10 hari dan bertempat tinggal di Kelurahan Siderejo Lor Kota Salatiga.

b. Batasan Kontrol Mereka yang tidak sakit dan tidak baru mengalami sakit dengan gejala klinis utama demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) pada saat terjadi KLB dan bertempat tinggal di Kelurahan Siderejo Lor Kota Salatiga.

c. Cara Pengambilan Kasus /Kontrol

16

Page 17: Makalah Chikungunya

Semua penderita atau yang pernah memiliki riwayat menderita selama 2 minggu terakhir dengan gejala klinis utama demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) diambil sebagai kasus, sedangkan orang yang tinggal satu rumah atau tetangga penderita tetapi tidak sakit diambil sebagai kontrol. Survei kontak (kunjungan kerumah berdasarkan alamat kasus yang diperoleh dari Puskesmas, Dinkes Kota Salatiga dan informasi dari ketua RT untuk mencari tahu sumber penularan yang memungkinkan.

d. Variabel Penelitian Variabel yang akan diteliti adalah :

Kebiasaan tidur siang Baju atau celana panjang Tidur siang menggunakan kelambu Tidak menggunakan anti nyamuk Tidur siang menggunakan selimut Melaksanakan PSN Kebiasaan menggantung pakaian Pengetahuan tentang chikungunya Kawat kasa anti nyamuk Rumah dekat kebun

8. Memperbaiki Hipotesis

Analisis bivariat menunjukkan bahwa dari variabel faktor kebiasaan tidur siang, menggunakan anti nyamuk, kawat kasa anti nyamuk, rumah dekat kebun, untuk melihat faktor resiko yang dominan tersebut berhubungan terhadap kejadian KLB, dilakukan analisis multivariabel pada faktor risiko yang secara statistik bermakna.

Dari hasil analisis dengan regresi logistik diketahui bahwa faktor risiko yang dominan berhubungan dengan KLB chikungunya adalah :1. Rumah yang tidak menggunakan kawat kasa anti nyamuk merupakan faktor risiko

(OR=4,281) dan secara statistik bermakna (CI=2,046-8,956, p=0,000), hal ini mungkin karena penderita lebih banyak digigit di dalam rumah dimana perempuan (AR=36,4%), lebih banyak menghabiskan waktu di rumah serta kebiasaan anak-anak yang belum tamat SD (AR=75,0%), yang memiliki kebiasaan bermain di dalam, halaman dan sekitar rumah,

2. Rumah yang dekat dengan kebun memiliki peluang 4 kali (OR=3,900) lebih besar menderita chikungunya dan secara statistik bermakna dimana (CI=1,909-7,967, p=0,000), hal ini disebabkan karena kebun yang tidak dirawat tersebut terdapat cekungan-cekungan dan terdapat kaleng-kaleng bekas dimana pada musim penghujan dapat menampung air sehingga dapat menjadikan media yang baik bagi nyamuk untuk berkembang biak.

9. Melaksanakan Pengendalian dan Pencegahan

Kepada dinas Kesehatan Kota Salatiga :

a. Meningkat sistem kewaspadaan dini terhadap KLB dengan melaksanakan kegiatan

surveilands aktif, serta pembinaan secara kontinyu terhadap pemegang program

surveilands Puskesmas tentang penyakit-penyakit yang potensial wabah.

17

Page 18: Makalah Chikungunya

b. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam melakukan analisis data kejadian

penyakit sehingga diketahui trends setiap penyakit.

c. Meningkatkan kerjasama lintas program dengan bagian Promosi kesehatan untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan tentang

chikungunya.

d. Meningkatkan kegiatan penyelidikan epidemiologis terhadap penyakit serta

pemantauan perkembangan KLB chikungunya setiap saat.

Kepada Puskesmas Siderejo Lor :a. Meningkatkan peran serta masyarakat melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk

dengan merangkul tokoh masyarakat, tokoh agama serta mengaktifkan forum kesehatan kelurahan (FKK).

b. Sistem pencatatan dan pelaporan surveilands (W1, W2) ditingkatkan sehingga apabila terjadinya peningkatan kasus akan segera diketahui dengan melaksanakan pelatihan-pelatihan singkat di puskesmas.

Kepada Masyarakat Siderejo Lor :a. Melaksanakan kegiatan gotong royong melalui forum kesehatan kelurahan (FKK)

sehingga kegiatan tersebut lebih terorganisir dengan melibatkan seluruh masyarakat melalui peraturan dari Kelurahan.

b. Lebih meningkatkan kembali kegiatan PSN di lingkungan rumah masing-masing untuk mengurangi populasi jentik nyamuk yang dapat dilakukan seminggu atau dua minggu sekali.

c. Masyarakat dianjurkan untuk selalu menghindari gigit nyamuk seperti menggunakan kawat kasa anti nyamuk di rumah-rumah, menggunakan obat anti nyamuk, menggunakan baju atau celana panjang jika keluar rumah.

18

Page 19: Makalah Chikungunya

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit chikungunya disebabkan oleh sejenis virus yang disebut virus Chikungunya. Virus ini

termasuk keluarga Togaviridae, genus alphavirus atau “group A” antropho borne viruses. Virus ini

telah berhasil diisolasi di berbagai daerah di Indonesia. Sejarah Chikungunya di Indonesia Penyakit

ini berasal dari daratan Afrika dan mulai ditemukan di Indonesia tahun 1973.

Virus chikungunya termasuk kelompok virus RNA yang mempunyai selubung, merupakan

salah satu anggota grup A dari arbovirus, yaitu alphavirus dari famili Togaviridae.

Penularan demam Chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit digigit oleh nyamuk

penular, kemudian nyamuk penular tersebut menggigit orang lain. Virus menyerang semua usia, baik

anak-anak maupun dewasa di daerah endemis (berlaku dengan kerap di suatu kawasan atau populasi

dan senantiasa ada).

Gejalanya adalah demam, sakit persendian, nyeri otot, bercak kemerahan pada kulit, dan sakit

kepala.

Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji hambatan

aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA.

Pengobatan terhadap penderita ditujukan terhadap keluhan dan gejala yang timbul.  Perjalanan

penyakit ini umumnya cukup baik, karena bersifat “self limited disease”, yaitu akan sembuh sendiri

dalam waktu tertentu.

Chikungunya tidak menyebabkan kematian atau kelumpuhan. Dengan istirahat cukup, obat

demam, kompres, serta antisipasi terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh sendiri

dalam tujuh hari.

3.1.1. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam ChikungunyaPemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular lainnya, didasarkan

atas pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk memutuskan rantai penularan penyakit demam Chikungunya yaitu:

a. Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita dengan obat anti virus.b. Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lainc. Mencegah gigitan nyamuk/vektor.d. Immunisasi terhadap orang sehat.e. Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.

Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan lingkungan ataupun chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara terbaik. Untuk mencapai tujuan ini di perlukan usaha yang terus-menerus secara berkesinambungan. Hasil yang diharapkan memang tidak tampak dengan segera.

19

Page 20: Makalah Chikungunya

Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan (fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap di benda-benda tergantung karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular penyakit demam Chikungunya (Depkes RI, 2002). Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat misalnya malathion dan feritrothion, pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan parmietrin, dan karbamat. Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra low volume(ULV), karena penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan, maka tidak mempunyai efek residu (Suroso, 2003).

Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi penularan virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk mengandung virus Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentik agar populasi nyamuk dapat ditekan serendah-rendahnya (Suroso, 2003).

Pemberantasan Larva (Jentik)

Pemberantasan terhadap jentik A. Aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia, biologi dan fisik. 1.) Cara kimia

Cara pemberantasan jentik A. Aegypti secara kimia dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larva) atau dikenal dengan abatisasi. Larvasida yang biasanya digunakan adalah temephos. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (lebih kurang atau satu sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Bentuk fisik temephos yang digunakan ialah granula (sand granula). Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu tiga bulan (Depkes RI, 2004 dan Soedarmo, 1988).

2.) Cara BiologiPemberantasan cara biologi dengan memanfaatkan predator alami seperti memelihara ikan pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gufi, ikan nila merah dan ikan lega. Selain itu dapat pula dengan golongan serangga yang dapat mengendalikan pertumbuhan larva (Depkes RI, 2004).

3.) Cara FisikPemberantasan cara fisik melalui kegiatan 3 M + 1 T yaitu mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat terisinya air hujan, menguras tempat penampungan air minimal 1 kali seminggu, menutup tempat penampungan air, dan menelungkupkan barang – barang yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk A. aegypti (Depkes RI, 2004).

Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan peran serta masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 1992)

20

Page 21: Makalah Chikungunya

.3.1.2. Jenis Kegiatan Pemberantasan Nyamuk

Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular demam Chikungunya meliputi:1. Penyemprotan massal

Desa/kelurahan rawan dapat merupakan sumber penyebarluasan penyakit ke wilayah lain. Kejadian luar biasa/wabah demam Chikungunya sering kali dimulai dari peningkatan jumlah kasus demam Chikungunya di wilayah lain. Biasanya di desa/kelurahan ini, pada tahun-tahun berikutnya akan terjadi kasus demam Chikungunya. Oleh karena itu penularan penyakit di wilayah ini diperlukan segera dibatasi dengan penyemprotan insektisida dan diikuti PSN oleh masyarakat untuk membasmi jentik-jentik penular demam Chikungunya. Penyemprotan ini dilaksanakan sebelum musim penularan penyakit demam Chikungunya di desa rawan agar sebelum terjadi puncak penularan virus Chikungunya, populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga KLB dapat dicegah (Depkes RI, 2004).

2. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)Pemantauan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk A. aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk yang dilakukan di rumah dan di tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam Chikungunya.

3. Pemberantasan Sarang NyamukPencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan di tempat tempat umum dengan melaksanakan PSN meliputi:a.) Menguras tempat penampungan air sekurang kurangnya seminggu sekali atau

menutupnya rapat-rapat.b.) Mengubur barang bekas yang dapat menampung air.c.) Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi).d.) Memelihara ikan dan cara-cara lain untuk membasmi jentik (Soedarmo, 1988).

3.2 SaranBagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama

protein dapat meningkatkan daya tahan tubuh, serta minum air putih sebanyak mungkin untuk menghilangkan gejala demam. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar (sebaiknya minum jus buah segar).

Cara mencegah penyakit ini adalah membasmi nyamuk pembawa virusnya, termasuk memusnahkan sarangpembiakan larva untuk menghentikan rantai hidup dan penularannya. Cara sederhana yang sering dilakukan masyarakat misalnya:

Menguras bak mandi, paling tidak seminggu sekali. Mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.

Menutup tempat penyimpanan air Mengubur sampah Menaburkan larvasida. Memelihara ikan pemakan jentik Pengasapan Pemakaian anti nyamuk Pemasangan kawat kasa di rumah.

Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara pengasapan,

21

Page 22: Makalah Chikungunya

bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini dikarenakan nyamuk Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.

DAFTAR PUSTAKA

ANALISIS   FAKTOR…lib.unnes.ac.id/7989/4/8571.pdf diakses pada tgl 15/3/2013

Demam   Chikungunya  2.1.1   … repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23166/…/Chapter

%20II.pd diakses pada tgl 15/3/2013

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/03/chikungunya.html diakses pada tgl

15/3/2013

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20945/4/Chapter%20IIchikungunya.pdf  diak

ses pada tgl 17/3/2013

HUBUNGAN   FAKTOR  LINGKUNGAN FISIK

…repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20945/…/Chapter%20II.pdf diakses pada tgl

17/3/2013

Indonesia merupakan   … etd.eprints.ums.ac.id/16086/2/BAB_I.pdf diakses pada tgl 15/3/2013

http://kompael.wordpress.com/2010/08/26/contoh-laporan/

Kajian Kebijakan   Penanggulangan  (Wabah)

Penyakit   … kgm.bappenas.go.id/document/makalah/18_makalah diakses pada tgl 17/3/2013

pengertian chikungunya  « Blognya Ummu

Kautsar ummukautsar.wordpress.com/tag/pengertian-chikungunya diakses pada tgl

15/3/2013

22