BUDIDAYA BAWANG MERAH (Allium cepa L.) ORGANIK I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Brebes memiliki wilayah seluas 116.117 Ha yang terdiri dari dataran rendah, sedang, dan perbukitan. Brebes memiliki hasil pertanian yang beraneka ragam dari palawija, buah-buahan, dan sayuran. Khusus untuk sayuran dataran rendah terutama bawang merah, Brebes telah dikenal sejak lama sebagai daerah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah di Kab. Brebes memilik aroma dan rasa yang khas sehingga sangat digemari oleh pengguna bawang merah baik lokal maupun regional. Kebutuhan serta daya beli bawang merah yang tinggi mengakibatkan petani Brebes melakukan teknik budidaya yang berorientasi pada hasil tanpa memerhatikan kelestarian lingkungan. Bawang merah dipacu pertumbuhannya serta dicegah dari gangguan hama dan penyakit dengan berbagai cara. Petani di daerah Brebes lebih memilih pengaplikasian pestisida dan penggunaan pupuk kimia daripada cara-cara konvensional. Cara tersebut dianggap paling mudah dilakukan, jaminan keberhasilan tinggi, dan hasilnya lebih cepat terlihat. Penggunaan pestisida dengan jumlah yang banyak dan berlanjut dalam jangka waktu lama tentu memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Hama dan patogen yang awalnya dapat ditekan populasinya menggunakan pestisida menjadi resisten. Residu dari pestisida juga berbahaya bagi kesehatan manusia 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BUDIDAYA BAWANG MERAH (Allium cepa L.) ORGANIK
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Brebes memiliki wilayah seluas 116.117 Ha yang terdiri dari dataran
rendah, sedang, dan perbukitan. Brebes memiliki hasil pertanian yang beraneka ragam dari
palawija, buah-buahan, dan sayuran. Khusus untuk sayuran dataran rendah terutama bawang
merah, Brebes telah dikenal sejak lama sebagai daerah penghasil bawang merah terbesar di
Indonesia. Bawang merah di Kab. Brebes memilik aroma dan rasa yang khas sehingga sangat
digemari oleh pengguna bawang merah baik lokal maupun regional.
Kebutuhan serta daya beli bawang merah yang tinggi mengakibatkan petani Brebes
melakukan teknik budidaya yang berorientasi pada hasil tanpa memerhatikan kelestarian
lingkungan. Bawang merah dipacu pertumbuhannya serta dicegah dari gangguan hama dan
penyakit dengan berbagai cara. Petani di daerah Brebes lebih memilih pengaplikasian
pestisida dan penggunaan pupuk kimia daripada cara-cara konvensional. Cara tersebut
dianggap paling mudah dilakukan, jaminan keberhasilan tinggi, dan hasilnya lebih cepat
terlihat.
Penggunaan pestisida dengan jumlah yang banyak dan berlanjut dalam jangka waktu
lama tentu memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Hama dan patogen yang awalnya
dapat ditekan populasinya menggunakan pestisida menjadi resisten. Residu dari pestisida
juga berbahaya bagi kesehatan manusia dan ternak. Pestisida juga dapat menyebabkan
kematian pada musuh-musuh alami (Suwahyono dan Wahyudi,1998).
Sebenarnya, hasil tanaman yang baik belum tentu menjadi preferensi produk bagi
konsumen apabila keamanan produk bagi kesehatan tidak terjamin. Saat ini, konsumen
cenderung memilih produk yang diproduksi secara alami tanpa penggunaan pestisida
(organik). Konsumen memilih produk tersebut karena relatif lebih sehat dan proses
produksinya ramh lingkungan. Preferensi produk organik tersebut mengakibatkan permintaan
produk pertanian organik di seluruh dunia meningkat pesat.
Hal tersebut menjadi sebuah tuntutan dan tantangan bagi petani Bawang Merah di
Brebes. Petani Brebes harus menjaga kuantitas produksi tinggi dengan kualitas yang baik
tetapi tetap aman untuk dikonsumsi masyarakat. Beberapa petani di Brebes kemudian
mengembangkan teknik budidaya dengan memerhatikan kelestarian lingkungan, atau yang
lebih dikenal sebagai Pertanian Organik. Petani-petani tersebut kemudian membentuk
1
kelompok tani, seperti kelompok tani Bahagia IV di Desa Banjaratma, Kecamatan
Bulakamba, Brebes.
Teknik dan manajemen budidaya bawang merah secara organik atau semi-organik
tentunya berbeda dari teknik dan manajemen budidaya bawang merah non-organik.
Perbedaan tersebut terdapat mulai dari persiapan bahan tanam, pengolahan lahan,
penanaman, hingga penanganan panen dan paskapanen. Untuk itu sangat penting memelajari
teknik dan manajemen budidaya bawang merah organik, terutama untuk pemanfaata bawang
merah sebagai tanaman obat. Hal ini karena tanaman obat harus berasal dari bahan yang
aman dikonsumsi dan terjaga khasiatnya bagi kesehatan manusia.
B. Tujuan
Mengetahui teknik budidaya bawang merah organik sebagai kearifan lokal di daerah Brebes.
2
II. TEKNIK DAN MANAJEMEN BUDIDAYA
A. Taksonomi, Asal, dan Penyebaran Tanaman
Menurut Rahayu dan Berlian (1999) tanaman bawang merah dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliales
Family : Liliaceae
Genus : Alium
Spesises : Alium cepa L.
Bawang merah (Allium cepa L.) menjadi sayur yang bernilai tinggi bagi semua
orang di dunia. Dalam konteks mural dari Mesir Kuno, sekitar 3000 tahun sebelum masehi,
menggambarkan bawang merah telah menjadi bagian kehidupan pada masa itu. Bawang
merah, atau onions dalam bahasa inggris, berasal dari bahasa latin yang berarti “mutiara
besar”. Bawang merah dibandingkan dengan mutiara tidak hanya karena bentuknya saja,
tetapi juga karena nutrisinya yang bernilai tinggi (Phrophens and Nuez, 2008)
Bawang merah adalah spesies yang termasuk dalam keluarga Allium. Genus tersebut
terdiri dari sekitar 750 spesies yang hampir keseluruhan terdistribusi di belahan bumi utara.
Kebanyakan spesies Allium dapat ditemukan di Eurasia dan bagian kecil dari Amerika.
Anggota genus Allium menyukai lingkungan tumbuh di situs yang terbuka, kering, dan cerah
pada iklim lembab maupun kering. Sebagian besar spesies dapat dijumpai di daerah sekitar
mediterania pada bagian timur asia barat hinga tengah (Phrophens and Nuez, 2008).
Melihat dari segi morfologisnya, bawang merah merupakan tanaman semusim yang
berbentuk rumput, berbatang pendek dan berakar serabut. Daunnya panjang serta berongga
seperti pipa. Pangkal daunnya dapat berubah fungsi seperti menjadi umbi lapis. Oleh karena
itu, bawang merah disebut umbi lapis. Tanaman bawang merah mempunyai aroma yang
spesifik yang marangsang keluarnya air mata karena kandungan minyak eteris alliin.
Batangnya berbentuk cakram dan di cakram inilah tumbuh tunas dan akar serabut. Bunga
bawang merah berbentuk bongkol pada ujung tangkai panjang yang berlubang di dalamnya.
Bawang merah berbunga sempurna dengan ukuran buah yang kecil berbentuk kubah dengan
tiga ruangan dan tidak berdaging. Tiap ruangan terdapat dua biji yang agak lunak dan tidak
tahan terhadap sinar matahari (Sunarjono 2004).
3
Tanaman bawang merah varietas Bima Brebes memiliki ciri-ciri tinggi tanaman 25-
44 cm, jumlah anakan 7-12, bentuk daun silindris, warna daun hijau, jumlah daun 14-50
helai, umur panen ±60 HST, pembungaan 50 hari (agak sukar), jumlah biji 120-160, tangkai
bunga/ rumpun 2-4, buah/tangkai 60-100. Bentuk biji bawang merah Bima Brebes bulat, agak
gepeng, dan berkeriput hitam dengan bentuk umbi lonjong. Potensi produksi Bima Brebes 9,9
ton/ha dengan susut bobot 21,5 %. Bawang Merah jenis ini tahan terhadap busuk umbi.
Tanaman bawang merah berakar serabut dengan system perakaran dangkal dan
bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran
tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar. Diameter bervariasi antara 5-2 mm.
Akar cabang tumbuh dan terbentuk antara 3-5 akar (AAK, 2004). Tanaman ini memiliki
batang sejati atau disebut “discus” yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai
tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), diatas discus terdapat batang semu
yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semua yang berbeda di dalam tanah
berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis. Daun bawang merah berbentuk silindris kecil
memanjang antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, berwarna hijau muda
sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relative pendek. Tangkai
bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm, dan di
ujungnya terdapat 60-100 kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah berbentuk
payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang
sari berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir
segitiga (Sudirja, 2007). Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji
berjumlah 2-3 butir. Biji-biji berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan
tenaman secara generatif (Rukmana, 1995).
B. Faktor Tumbuh
Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai
dataran tinggi ± 1.100 m (ideal 0-800 m) diatas permukaan laut, tetapi produksi terbaik
dihasilkan dari dataran rendah yang didukung keadaan iklim meliputi suhu udara antara 25-
32°C dan iklim kering, tempat terbuka dengan pencahayaan ± 70%, karena bawang merah
termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang, tiupan angin sepoi-sepoi
berpengaruh baik bagi tanaman terhadap laju fotosintesis dan pembentukan umbinya akan
tinggi (BPPT, 2007 ).
Angin merupakan faktor iklim bepengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bawang
merah. Sistem perakaran tanaman bawang merah yang sangat dangkal, maka angin kencang
4
yang berhembus terus-menerus secara langsung dapat menyebabkan kerusakan tanaman.
Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi.
Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara
300-2500 mm/tahun (Deptan, 2007 ). Kelembaban udara (nisbi) untuk dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik serta hasil produksi yang optimal, bawang merah menghendaki
kelembaban udara nisbi antara 80-90 persen. Intensitas sinar matahari penuh lebih dari 14
jam/hari, oleh sebab itu tanaman ini tidak memerlukan naungan/pohon peneduh (Deptan,
2007 ).
Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi,
yaitu pada ketinggian 0-1.000 m dpl. Meskipun demikian ketinggian optimalnya adalah 0-
400 m dpl saja, Secara umum tanah yang dapat ditanami bawang merah adalah tanah yang
bertekstur remah sedang sampai liat, drainase yang baik, penyinaran matahari minimum 70%.
(BPPT, 2007 ).
Bawang merah tumbuh baik pada tanah subur, gembur dan banyak mengandung
bahan organik dengan dukungan jenis tanah lempung berpasir atau lempung berdebu, drajad
kemasaman tanah (pH) tanah untuk bawang merah antara 5,5-6,5, tata air (darainase) dan tata
udara (aerasi) dalam tanah berjalan baik, tidak boleh ada genangan (Sudirja, 2007).
C. Persiapan Bahan Tanam dan Pengolahan Lahan
Secara umum pengolahan lahan dilakukan dengan mencangkul tanah sekitar 20 – 30
cm hingga gembur. Setelah itu dibuat bedengan dengan lebar 1 – 1,5 m. Diantara bedengan
tersebut dibuat parit dengan kedalaman 40 – 50 cm. Langkah terakhir adalah pemberian
pupuk (Rahayu dan Berlian, 1999).
Petani bawang merah didaerah Brebes dugunakan umbi sebagai benihnya, benih
tersebut berasal dari umbi yang dipanen tua lebih dari 80 hari untuk dataran rendah dan 100
hari dataran tinggi. Benih tersebut disimpan 2-3 bulan, ukuran benih sekitar 1,5-2cm dengan
bentuk yang bagus, tidak cacat, berwarna merah tua mengkilap. Jarak tanam yang dipakai
petani Brebes adalah 20x20cm dengan bobot umbi 3–5 gram, dibutuhkan bobot sekita 1,4ton
benih per hektar. Ada pula yang menggunakan jarak tanam 15x15cm sehingga dibutuhkan
2,4 ton perhektar. Untuk dataran rendah, bawang merah yang optimal ditanam adalah varietas
Kuning, Bima Brebes, Bangkok, Kuning Gombong, Klon no. 33, dan klon no. 86. Sementara
itu, untuk dataran sedang atau tinggi dapat ditanamai varietas Sumenep, Menteng, klon no.
33, dan Bangkok2 (Bintara, 2013).
5
Petani di Brebes membuat bedengan dengan lebar 1-1,2 m dan tinggi 20-30cm
dengan panjang sesuai dengan kondisi kebun. Jarak antar bedengan 50cm, jarak tersebut
sekaligus dijadikan sebagai parit sedalam 50cm. Bedengan yang sudah dibuat dicangkul
sedalam 20cm dan digemburkan tanahnya. Bentuk permukaan bedengan dibuat rata.
Petani biasanya manambahkan kapur atau dolomit sebanyak 1-1,5 ton per hektarnya.
Kapur tersebut diberikan 2 minggu sebelum tanam. Gunakan pupuk kompos atau kandang
sebanyak 15-20 kg sebagai pupuk dasar per hektar. Pupuk tersebut ditaburkan diatas
bedengan dan aduk dengan tanah hingga merata, kemudian ditambahkan urea, ZA, SP36, dan
KCL sebanyak 47 kg, 100 kg, 311 kg, dan 56 kg setiap hektarnya. Pupuk buatan dicampur
dan didiamkan selama 1 minggu sebelum pengaplikasian dibedengan.
Gambar 1. Contoh aturan pembuatan bedengan (Rahayu dan Berlian, 1999).
D. Penanaman
Bawang merah biasanya ditanam pada akhir musim hujan atau awal musim
kemarau. Musim kemarau biasanya jatuh pada bulan April–Oktober. Waktu tanam sangat
penting, sehingga harus diperhitungkan agar tanaman berumur 60–90 hst dapat dipanen pada
musim kemarau juga. Apabila penanaman dilakukan di awal musim kemarau, maka tanaman
bawang merah dapat ditanam dua kali berturut-turut. Tanaman bawang merah sebenarnya
dapat ditanam sepanjang tahun, asalkan drainasi dijakan dengan intensif. Penanaman
sebaiknya dilaksanakan ketika cuaca cerah, tidak berkabut, bukan saat pergantian musim, dan
tidak menghindari angin kering menjelang musim kemarau.
6
Gambar 3. Cara penanaman bawang merah (sumber: <http://stockisthcs.com/wp-