Top Banner
MAKALAH IMUNOLOGI AUTOIMUNITAS Oleh : ATIKA JAYA RANI (13330716) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL 1
66

Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Oct 23, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

MAKALAH IMUNOLOGI

AUTOIMUNITAS

Oleh :

ATIKA JAYA RANI (13330716)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2013

1

Page 2: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan karuniaNya serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan

tugas makalah ini dengan tepat waktu, guna memenuhi sebagai tugas mata kuliah

Imunologi.

Makalah ini merupakan ringkasan materi bagi para pembaca dalam

pembelajaran yang kami buat secara ringkas. Makalah ini dibuat sedemikian rupa

sehingga dapat menumbuhkan proses belajar mandiri, agar kreativitas dan

pengetahuan materi dari makalah ini dapat optimal sesuai yang diharapkan, dan

dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu mahasiswa/i dalam

menguasai materi pelajaran yang kami bahas.

Dalam penulisan makalah ini kami sangat menyadari bahwa dalam

penyusunan ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kekurangan dan

keterbatasan dalam ilmu pengetahuan kami, maka dengan segala kerendahan hati

kami mohon maaf. Sehubungan dengan makalah ini kami mengharapkan adanya

kritik dan saran dari para pembaca yang membangun demi mencapai hasil yang lebih

baik.

Akhirnya kepada Tuhan jugalah kami kembali berdoa mengharapkan semoga

usaha kami ini mendapat ridho-Nya serta dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Jakarta, Oktober 2013

Penulis

2

Page 3: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam keadaan normal, sistem imun dapat membedakan self antigen (antigen

tubuh sendiri) dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self

antigen (self-tolerance), tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa adakalanya

timbul reaksi autoimunitas. Idealnya, system imun dapat memelihara keseimbangan

antara respon yang efektif terhadap antigen lingkungan dan sistem pengendalian

terhadap sejumlah molekul yang mempunyai kemampuan merusak diri sendiri.

Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang

disebabkan oleh kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk

mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Potensi untuk

autoimunitas ditemukan pada semua individu oleh karena limfosit dapat

mengekspresikan reseptor spesifik untuk banyak self-antigen.

Autoimunitas terjadi karena self-antigen yang dapat menimbulkan aktivasi,

proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan

kerusakan jaringan dan berbagai organ. Respons terhadap self-antigen melibatkan

komponen-komponen yang juga terlibat dalam respons imun, seperti antibodi,

komplemen, kompleks imun, dan cell mediated immunity. Baik antibodi maupun sel

T atau keduanya dapat berperan dalam patogenesis penyakit autoimun.

Dalam populasi, sekitar 3,5 % orang menderita penyakit autoimun. 94 % dari

jumlah tersebut berupa penyakit Grave (hipertiroidism), diabetes melitus tipe 1,

anemia pernisiosa, artritisreumatoid, tiroiditis, vitiligo, sklerosis multipel dan LES

(Lupus eritematosus sistemik). Penyakit diemukan lebih banyak pada wanita (2,7

kali dibanding pria).

Dalam autoimunitas, antigen disebut autoantigen, sedang antibodi disebut

autoantibodi. Selautoreaktif adalah limfosit yang mempunyai reseptor untuk

autoantigen. Bila sel tersebut memberikan respon autoimun, disebut SLR (sel

3

Page 4: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

limfosit reaktif). Pada orang normal, meskipun SLR terpajan dengan autoantigen,

tidak selalu terjadi respons autoimun oleh karena ada sistem yang mengontrol reaksi

autoimun.

4

Page 5: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

BAB II

RUANG LINGKUP DAN ETIOLOGI

A. RUANG LINGKUP

Dalam kaitannya dengan fenomena autoimun harus dibedakan antara pengertian

respon autoimun dan penyakit autoimun. Respons autoimun selalu dikaitkan

dengan didapatkannya autoantibodi atau reaktivitas limfosit terhadap antigennya

sendiri. Respons autoimun tidak selalu harus mempunyai kaitan dengan penyakit

autoimun yang dideritanya, bahkan respon autoimun tidak selalu menampakkan

gejala penyakit autoimun.

Idealnya adalah apabila kita dapat menerapkan istilah ‘penyakit

autoimun’pada kasus-kasus di mana dapat diperlihatkan bahwa proses autoimun

berperan pada patogenesis penyakit dan bukan keadaan di mana autoantibodi

yang tidak berbahaya terbentuk setelah kerusakan jaringan, misalnya antibodi

terhadap jantung yang muncul setelah infark miokard. Namun, peran

autoimunitas pada banyak kelainan masih belum jelas, sehingga untuk

memudahkan kita anggap bahwa semua penyakit yang berkaitan erat dengan

pembentukan autoantibody adalah ‘penyakit autoimun’, kecuali kalau dapat

diperlihatkan bahwa fenomena imunologis yang ada adalah murni merupakan

fenomena sekunder.

Penyakit autoimun dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, menurut

mekanisme terjadinya, yaitu melalui antibodi/humoral, kompleks imun, selular,

selular dan humoral atau menurut organ yang menjadi sasaran yaitu organ

spesifik dan non organ spesifik atau sistemik.

1. Klasifikasi Penyakit Autoimun Menurut Organ yang Terlibat

5

Page 6: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Contoh alat tubuh yang menjadi sasaran penyakit autoimun adalah darah,

saluran cerna, jantung, paru, ginjal, susunan saraf, endokrin, kulit, otot, alat

reproduksi, telinga-tenggorok dan mata.

Berdasarkan organ yang menjadi sasaran, penyakit-penyakit autoimun

dapat dianggap membentuk spektrum. Suatu upaya untuk mengelompokkan

penyakit-penyakit utama yang dianggap berkaitan dengan autoimunitas dalam

suatu spektrum penyakit autoimun yang organ spesifik dan non organ spesifik

(sistemik) diperlihatkan pada tabel 1.

Tabel 1. Spektrum Penyakit Autoimun

Tiroiditis HashimotoMiksedema primerTirotoksikosisAnemia penisiosaGastritis atopik autoimunPenyakit AddisonMenopause prematur (beberapa kasus)Infertilitas pada pria (beberapa kasus)Miastenia gravisDiabetes juvenileSindroma GoodpasturePemfigus vulgarisPemfigoidOftalmia simpatetikUveitis fakogenikSklerosis multipel (?)Anemia hemolitik autoimunPurpura trombositopenik idiopatikLeukopenia idiopatikSirosis bilier primerHepatitis kronik aktif dengan HBsAg negativeSirosis kreptogenikKolitis ulserativaSindroma SjögrenArtritis reumatoidSklerodermaGranulomatosis WegenerPoly/dermatomiositisLE discoidLupus eritematosus sistemik (SLE)

6

SPESIFIK ORGAN

NON SPESIFIK ORGAN

Page 7: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Pada salah satu ujung spektrum kita lihat penyakit autoimun spesifik

organ dengan autoantibodi spesifik organ. Penyakit Hashimoto pada kelenjar

tiroid merupakan satu contohyang menunjukkan lesi spesifik pada tiroid yang

diinfiltrasi dengan sel-sel mononuklear (limfosit, histiosit, sel plasma),

destruksi sel-sel folikuler dan pembentukan pusat germinal, disertai produksi

antibodi dengan spesifisitas absolut terhadap unsur-unsur tertentu kelenjar

tiroid.

Kalau kita bergerak menuju bagian tengah spektrum, terdapat

kelainan yang cenderung menunjukkan lesi terbatas pada satu organ tetapi

antibodi yang terbentuk tidak spesifik organ bersangkutan. Contoh yang khas

adalah sirosis bilier primer di mana saluran empedu kecil merupakan sasaran

utama infiltrasi sel-sel radang tetapi antibodi dalam serum yang ada –

terutama mitokondrial – tidak spesifik untuk hati.

Pada ujung lain dari spektrum terdapat penyakit autoimun tidak

spesifik organ (sistemik)yang secara luas digolongkan penyakit reumatologik;

salah satu contoh adalah lupuseritematosus sistemik (SLE) yang baik lesi

maupun autoantibodinya tidak terbatas pada organ tertentu. Perubahan

patologiknya tersebar terutama kelainan pada jaringan ikat dengan

nekrosisfibrinoid. Kelainan tampak pada kulit (ruam kupu-kupu ‘lupus’ pada

wajah yang merupakan ciri khas), glomerulus ginjal, sendi, membran serosa

dan pembuluh darah. Di samping itu, unsur- unsur darah juga sering terkena.

Sejumlah besar autoantibodi dapat dijumpai, beberapa diantaranya dapat

bereaksi dengan DNA dan unsur nukleus sel lain di seluruh tubuh.

Ada kecenderungan bahwa pada seseorang dapat dijumpai lebih dari

satu jenis kelainan autoimun dan apabila ini terjadi maka seringkali kelainan-

kelainan itu berada dalam satu kelompok pada spektrum. Jadi penderita

dengan tiroiditis autoimun (penyakit Hashimoto atau miksedema primer)

lebih sering menderita anemia pernisiosa dibanding yang diharapkan pada

populasi umum dengan umur dan jenis kelamin yang sama (10 % vs 0,2 %).

7

Page 8: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Sebaliknya baik tiroiditis maupun tirotoksikosis sering dijumpai pada

penderita anemia pernisiosa dengan frekuensi yang sangat tinggi. Hubungan

lain sering dijumpai antara penyakit Addison dengan penyakit tiroid

autoimun dan pada remaja yang menderita anemia pernisiosa dan

poliendokrinopati termasuk penyakit Addison, hipoparatiroidisme, diabetes

dan tiroiditis.

Tumpang tindih (overlapping) bahkan lebih besar dalam hasil

pemeriksaan serologik. 30% penderita penyakit tiroid autoimun juga

mempunyai antibodi terhadap sel-sel parietal dalam serumnya. Di lain pihak,

antibodi terhadap tiroid dapat dijumpai pada hampir 50 % penderita anemia

pernisiosa. Perlu ditekankan bahwa ini bukan antibodi yang bereaksi silang.

Antibodispesifik tiroid tidak akan bereaksi dengan lambung dan sebaliknya.

Bila serum bereaksi dengan kedua organ, berarti bahwa ada dua populasi

antibodi, satu dengan spesifisitas terhadap tiroid yang lain terhadap lambung.

Kedua antibodi tersebut jarang ditemukan bersamaan dengan antibodi yang

non organ spesifik atau sistemik seperti antibodi terhadap komponen nukleus

dan nukleoprotein (gambar 1).

Gambar 1. Autoantibodi yang tumpang tindih

Pada ujung spektrum tidak spesifik organ, penyakit autoimun sistemik

seperti SLE secara klinis dihubungkan dengan atritis reumatoid dan beberapa

yang lain yang jarang dijumpai tersendiri : anemia hemolitik, leukopenia

8

Page 9: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

idiopatik dan purpura trombositopenik, dermatomiositis dan sindrom Sjögren.

Antibodi antinuklear (anti-DNA) dan antiglobulin (faktor rheumatoid)

merupakan gambaran yang umum. Di samping itu sering pula ditemukan

gejala klinis yang sama pada kedua penyakit tersebut.

Sindrom Sjögren menempati posisi yang menarik; di samping

gambaran klinis dan serologis yang dihubungkan dengan penyakit sistemik

seperti disebut di atas, penyakit ini menunjukkan kelainan spesifik organ

yang khas. Sering dijumpai antibodi yang bereaksi dengan saluran kelenjar

liur sekaligus dijumpai pula autoantibodi terhadap tiroid dengan angka

kekerapan tinggi; secara histologik kelenjar air mata dan kelenjar liur yang

terkena menunjukkan perubahan sama seperti yang tampak pada penyakit

Hashimoto, yaitu penggantian unsur-unsur kelenjar dengan jaringan

granuloma limfosit dan sel plasma. Hubungan antara penyakit-penyakit yang

berada pada kedua ujung spektrum pernah dilaporkan, tetapi, seperti dapat

diramalkan dari data serologik (tabel 2) hal ini tidak lazim.

Tabel 2. Hubungan timbal balik data serologik antara penyakit spesifik organ

dan non-spesifik organ pada manusia

Perbedaan dan kesamaan antara penyakit autoimun organ spesifik dan non-

organspesifik (sistemik) terlihat pada tabel 3.

9

Page 10: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Tabel 3. Perbandingan Penyakit Autoimun Organ Spesifik dan Non-Organ

Spesifik

Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Autoimun

Klasifikasi Penyakit Autoimun

a. Penyakit autoimun menurut system organ

1) Penyakit autoimun hematologi

a) Anemia hemolitik autoimun (AHA)

(1) AHA antibodi panas

(2) AHA antibodi dingin

10

Page 11: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

(3) Hemoglobinuriadingin paroksismal (HDP)

b) Neutropenia ( yang ditimbulkan oleh autoantibodi)

c) Penyakit gangguan pembentukan darah autoimun

(1) Sindrom kegagalanhematopoietik (anemiaaplastik)

(2) Anemia aplastik didapat (AAD)

(3) Sindrommielodisplastik (SMD)

(4) Hemoglobinurianokturnal paroksismal (HNP)

(5) Aplasia sel darahdidapat murni (ASDDM)

(6) Trombositopeniaidiopatik (ITP)

(7) Sindrom kegagalan sumsum kongenital (anemia Fanconi)

(8) Penyakit lain-lain :

Penyakit gangguan proliferasi LGL (large granular

lymphocyte)

Neutropenia siklik (NS)

Trombositopenia amegakariositik (TA)

2) Penyakit autoimun saluran cerna

a) Anemia pernisiosa

b) Aklorhidria (gastritisantral difus)

c) Hepatitis autoimun(HAI)

HAI tipe I

HAI tipe II

HAI tipe III

d) Sirosis bilier primer (SBP)

e) Penyakit inflamasi usus(inflammatory bowel desease/IBD)

f) Crohn dan kolitisulseratif (KU)

3) Penyakit autoimun jantung

a) Miokarditis dankardiomiopati

b) Varian Miokarditis :

Miokarditis sel datia

Miokarditis eosinofilik

Sarkoidosis jantung

11

Page 12: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Miokarditis peripartum dan kardiomiopati

c) Sindrom pasca perikardiotomi dan sindrom pasca infark miokard

(penyakit Dressler)

4) Penyakit autoimun ginjal

a) Nefropati imunoglobulin A

b) Nefropati membran

c) Sindrom nefropati idiopatik

d) Glomerulonefritismesangiokapiler

e) Glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi

f) Nefritistubulointerstisial

g) Sindrom Goodpasture

5) Penyakit autoimun susunan saraf

a) Neuropati autoimun(sindrom Guillan – Barre atau polineuritis

idiopatik akut)

b) Vaskulitis saraf perifer

c) Neuropati perifer lainnya (neuropati idiopatik dengan gamopati

monoklonal dan neuropati demielinisasi motor multifokal)

d) Sindrom paraneoplastik autoimun yang mengenai otak dan saraf

perifer

e) Sklerosis multipel

f) Mielitis transversa

g) Neuritis optik

h) Neuromielitis optika(sindrom Devic)

i) Ensefalomielitisdiseminasi akut (EMDA)

6) Penyakit autoimun endokrin

a) Penyakit autoimunkelenjar hipofisis (hipofisitislimfositik)

b) Tirotoksikosis(penyakit Grave,hipertiroidsm)

c) Goiter

d) Tiroiditis kronis(tiroiditis Hashimoto)

e) Tiroiditis postpartum(tiroiditis yang silent,transient, atau

limfositik)

12

Page 13: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

f) Penyakit adrenal autoimun (penyakit Addison)

g) Hipoparatiroidismeautoimun

h) Diabetes melitus

Diabetes melitus tipe I / IDDM (insulindependent DM) /

juvenile DM

Sindrom insulinautoimun

Resistensi insulin tipe B

Penyakit poliglandular autoimun (koeksistensi

endokrinopati)

7) Penyakit autoimun otot

a) Miastenia gravis

b) Polimiositis – dermatomiositis

8) Penyakit autoimun reproduksi

a) Endometriosisautoimun

b) Orkitis autoimun

c) Kegagalan prematur ovarium autoimun

d) Infertilitas

9) Penyakit autoimun telinga dan laring (kepala dan leher)

a) GranulomatosaWegener (GW)

b) Sarkoidosis

c) Tuli autoimun

d) Sialadenitis autoimunrekuren (pseudosialektasisautoimun,

sindrom Mikulicz, sindrom Sicca atau penyakit Sjogren primer,

dan sindrom Sjogren sekunder)

10) Penyakit autoimun kelenjareksokrin – Sicca complex

11) Penyakit autoimun paru

12) Penyakit autoimun kulit

a) Penyakit autoimunyang menimbulkan lepuh :

(1) Pemfigus

(2) Pemfigus foliaseus

(3) Pemfigusvulgaris

13

Page 14: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

(4) Pemfiguseritematosus (sindrom Senear – Usher)

(5) Pemfigus bulosa

(6) Dermatitisherpetiformis

(7) Pemfigoid gestasionis

(8) Epidermolisisbulosa (EB)

(9) EB simpleks

(10) EB junctional

(11) EB distrofis

b) Penyakit-penyakit autoimun kulit lain :

(1) Alopesia areata

(2) Vitiligo

(3) Penyakit autoimun nonorgan spesifik (LES)

(4) Sklerosis sistemik

(5) Dermatomiositis

(6) Sklerosis lichen

(7) Graft versus host disease

13) Penyakit autoimun mata

a) Episkleritis

b) Skleritis

c) Sindrom Sjogren (SS) – keratokonjungtivitas sicca(KKS)

d) Uveitis

e) Mooren’s ulcer

f) Penyakit pemfigoid sikatrikal (cicatrical ocular pemfigoid)

g) Skleritis nekrotik

h) Sindrom Vogt – Koyanagi – Harada (VKH)

i) Sindrom Cogan

j) Penyakit Behcet

k) Sklerosis multipel (SM)

l) Vaskulitis retina

m) Sarkoidosis

n) Oftalmia simpatetik

14

Page 15: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

o) Koroidopati serpiginus

p) Neuritis optik

q) Neuromielitis optika (sindrom Devic)

r) Penyakit-penyakit mata lain yang diduga berdasarkan autoimun

(miastenia gravis, keratokonjungtivitis limbus superior Theodore,

uveitis yang melibatkan lensa, neuroretinitis dan sindrom

Schlossman)

b. Penyakit autoimun non organ spesifik (sistemik)

1) Lupus eritematosus sistemik (LES)

2) Skleroderma (sklerosis sistemik progresif, sindrom CREST)

3) Sindrom Sjogren (SS)

4) Artritis reumatoid

2. Klasifikasi Penyakit Autoimun menurut Mekanismenya

a. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibody

Berbagai antibodi dapat menimbulkan kerusakan langsung. Penyakit-

penyakit yang ditimbulkannya serta auto antigennya terlihat pada tabel5

15

Page 16: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Tabel 5. Efek patogenik antibodi humoral langsung).

b. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi dan sel T

Pada banyak penyakit autoimun, kerusakan dapat ditimbulkan oleh antibodi

(humoral) serta sel T (tabel 6).

16

Page 17: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Tabel 6. Contoh-contoh penyakit autoimun yang terjadi melalui antibody

3. Penyakit autoimun yang terjadi melalui kompleks antigen-antibodi

Kompleks imun yang terbentuk dalam sirkulasi menimbulkan Penyakit

sistemik seperti LES. Sebaliknya, auto antibodi atau respons sel T terhadap

self antigen menimbulkan penyakit dengan distribusi jaringan yang terbatas,

organ spesifik seperti miastenia gravis, diabetes melitus tipe I dan

sklerosismultipel.

4. Penyakit autoimun yang terjadi melalui komplemen

Oleh sebab yang belum jelas, defisiensi komplemen dapat menimbulkan

penyakit autoimun seperti LES. Di samping itu beberapa alotipe dari

komplemen memudahkan timbulnya autoimunitas. Diduga bahwa

kompleksimun yang mungkin timbul dalam tubuh tidak dapat disingkirkan

oleh system imun yang komplemen dependen.

17

Page 18: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

B. ETIOLOGI

1. Teori Fenomena Autoimun

Ada tiga hipotesis yang mencoba menjelaskan tentang fenomena

autoimunitas

Teori klon terlarang (forbidden clones theory)

Teori antigen terasing (sequestered/hidden antigen theory)

Teori defisiensi imun (immunologic deficiency theory)10

a. Teori klon terlarang (forbidden clones theory)

Burnett mengajukan teori forbidden clones, yang menyatakan bahwa tubuh

menjadi toleran terhadap jaringannya sendiri oleh karena sel-sel yang

autoreaktif selama perkembangan embriologiknya akan musnah.

Mutan yang memiliki antigen permukaan akan segera dibinasakan,

sedangkan mutan yang memiliki antigen tersembunyi dapat hidup terus

sehingga berfungsi dalam respon imun dan menimbulkan kerusakan.

18

Page 19: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Gambar 2. Bagan teori klon terlarang

b. Teori antigen terasing (sequestered/hidden antigen theory)

Pada masa embrio merupakan tahap pengenalan antigen. Sequestered atau

hidden antigen adalah antigen yang karena sawar anatomik tidak pernah

terpajan dengan sistem imun misalnya antigen sperma, lensa mata, dan

saraf pusat. Bila sawar tersebut rusak pada tahap dewasa, antigen yang

tadinya terasing sekarang terpapar sehingga limfosit mengenal sebagai

asing sehingga dapat timbul penyakit autoimun.

19

Page 20: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Gambar 3. Bagan teori antigen terasing

c. Teori defisiensi imun

Hilangnya self tolerance mungkin disebabkan oleh karena adanya

gangguan sistem limfoid. Teori ini didasarkan atas kemunduran fungsi

sistemimun. Adanya kenyataan pada pengamatan bahwa penyakit

20

Page 21: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

autoimun seringditemukan bersamaan pada individu dengan defesiensi

imun, misalnya padalanjut usia.

Gambar 4. Bagan teori defisiensi imun

Teori – teori lainnya

Determinan antigen baru: Pembentukan autoantibodi dapat

dicetuskanoleh karena timbul determinan antigen baru pada protein

normal. Contohautoantibodi yang timbul akibat hal tersebut ialah

factor rematoid (FR). FR dibentuk terhadap determinan antigen yang

terdapat pada imunoglobulin.

21

Page 22: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Reaksi silang dengan mikroorganisme: Kerusakan jantung pada

demamreumatik anak diduga terjadi akibat produksi antigen terhadap

streptokok A yang bereaksi silang dengan miokard penderita.

Virus sebagai pencetus autoimunitas: Virus yang terutama

mengginfek sisystem limfoid dapat tmempengaruhi mekanisme

kontrol imunologik sehingga terjadi autoimunitas.

Autoantibodi dibentuk sekunder akibat kerusakan

jaringan :Autoantibodi terhadap jantung ditemukan pada jantung

infark. Pada umumnya kadar autoantibodi disini terlalu rendah untuk

dapat menimbulkan penyakit autoimun. Autoantibodi dapat dibentuk

pula terhadap antigen mitokondria pada kerusakan hati atau jantung.

Pada tuberculosis dan tripanosomiasis yang menimbulkan kerusakan

luas pada berbagai jaringan, dapat pula ditemukan autoantibody

terhadap antigen jaringan dalam kadar gula yang rendah.

2. Faktor yang Berperan pada Autoimunitas

Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebab penyakit autoimun adalah

multifaktor. Mungkin sebagian besar, kalau tidak semua, faktor-faktor

tersebut berperan serta dalam berbagai kombinasi pada penyakit yang

berbeda. Walaupun faktor kelainan tersebur jarang dijumpai, asal-usulnya

tetap belum jelas. Selain kepekaan genetik yang kompleks, kita berhadapan

dengan proses penuaan padatimus, atau sel induk limfoid dan kontrol internal

autoreaktivitas. Hormon seks mungkin juga berperan. Belum lagi sejumlah

faktor lingkungan, khususnya mikroba yang dapat menyebabkan berbagai

dampak pada organ sasaran, system limfoid dan jaring-jaring sitokin.

a. Faktor keturunan/genetik

Penyakit autoimun mempunyai persamaan predisposisi genetik.Meskipun

sudah diketahui adanya kecenderungan terjadinya penyakit padakeluarga,

tetapi bagaimana hal tersebut diturunkan, pada umumnya

22

Page 23: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

adalahkompleks dan diduga terjadi atas pengaruh beberapa gen. Bukti

yang ada hanyamenunjukkan hubungan antara penyakit dan HLA.

Halotipe HLA merupakanrisiko relatif untuk penyakit autoimun tertentu

(tabel 7).

Tabel 7. Hubungan antara HLA dan penyakit autoimun

Fenomena autoimun cenderung dijumpai pada satu keluarga

tertentu.Misalnya, anggota keluarga generasi pertama (saudara kandung,

orang tua dan anak-anak) dari penderita penyakit Hashimoto

mengandung autoantibodi (gambar 5) dan tiroiditis yang nyata maupun

yang subklinis dengan angka kekerapan tinggi. Persentase anggota

keluarga yang mengandung autoantibodi lebih tinggi dalam keluarga

23

Page 24: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

dengan lebih dari seorang anggota keluarga menderita penyakit itu.

Penelitian paralel mengungkapkan hubungan serupa dalam keluarga

penderita anemia penisiosa yang menunjukkan bahwa antibody terhadap

sel-sel parietal sering dijumpai pada anggota keluarga yang cenderung

menderita aklorhidria dan gastritis. Antibodi terhadap mitokondria sering

dijumpai dalam satu keluarga yang anggota keluarganya menderita

sirosis bilier primer, walaupun kekerapannya lebih sedikit. Kembali pada

SLE, pernah dilaporkan adanya gangguan sintesis imunoglobulin dan

kepekaan untuk menderita penyakit jaringan ikat, tetapi mengenai hal ini

masih ada pertentangan yang belum dapat dipecahkan.

Gambar 5. Autoantibodi terhadap tiroid dan lambung pada anggota

keluargagenerasi pertama penderita penyakit Hashimoto dan anemia

pernisiosa

24

Page 25: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Hubungan dalam keluarga ini dapat disebabkan oleh faktor

lingkungan misalnya kuman penyebab infeksi, tetapi ada bukti bahwa

peran satu atau lebih komponen genetik perlu dipertimbangkan secara

serius. Pertama-tama, bilatiroiditis terjadi pada kembar, kemungkinan

bahwa keduanya menderita penyakit yang sama lebih besar pada kembar

identik dibanding kembar tidak identik. Kedua, autoantibodi terhadap

tiroid lebih sering dijumpai pada penderita dengan disgenesis ovarium

yang menunjukkan aberasi kromosom X misalnya XO khususnya

kelainan isokromosom X. Selain itu, ada hubungan yang kuat antara

beberapa penyakit autoimun dengan spesifisitas HLA, misalnya DR3

pada penyakit Addison dan DR4 pada artritis reumatoid (tabel7). Analisis

polimorfisme pada VNTR (variable number of tandem repeat)

mengungkapkan hubungan kepekaan terhadap diabetes non-insulin

dependen pada individu dengan HLA-DR4.

b. Faktor hormon dan seks

Hormon dari kelenjar tiroid, hipotalamus dan adrenal memang

diketahuimempengaruhi homeostasis sistem imun dan rangsangan

terhadap antigen.

Hormon seks berbeda yang terdapat pada pria dan wanita mungkin

juga berperan pada kekerapan untuk menderita penyakit

autoimun.SLEdan artritisreumatoid lebih kerap berlaku pada wanita, dan

myasthenia gravis lebih kerap berlaku pada pria.

25

Page 26: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Gambar 6. Angka kekerapan penyakit autoimun yang meningkat pada

wanita

Ada kecenderungan umum bahwa penyakit autoimun lebih sering

dijumpai pada wanita dibanding pria (gambar 6). Alasan pasti untuk hal

ini belum diketahui. Ada kemungkinan bahwa kadar estrogen yang tinggi

dijumpai pada penderita dan mencit dengan SLE. Kehamilan sering

dikaitkan denganmakin beratnya penyakit, terutama pada artritis

reumatoid, dan kadang-kadang terjadi kekambuhan setelah melahirkan,

pada saat mana terjadi perubahan kadar hormon yang drastis dan

hilangnya plasenta. Juga harus dicatat sering terjadi hipotiroidi

postpartum pada wanita yang sebelumnya telah menderita penyakit

autoimun.

c. Faktor mikroba (infeksi dan kemiripan molekular)

Banyak infeksi yang menunjukkan hubungan dengan penyakit autoimun

tertentu. Beberapa bakteri memiliki epitop yang sama dengan antigen

26

Page 27: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

selsendiri. Respons imun yang timbul terhadap bakteri tersebut dapat

bermula pada rangsangan terhadap sel T yang selanjutnya merangsang

pula sel B untuk membentuk autoantibodi (gambar 7).

Gambar 7. Pembentukan autoantibodi

Infeksi virus dan bakteri dapat berkontribusi dalam terjadinya eksaserbasi

autoimunitas. Pada kebanyakan hal, mikroorganisme tidak dapat

27

Page 28: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

ditemukan atau diisolasi. Kerusakan tidak disebabkan oleh penyebab

mikroba, tetapi merupakan akibat respons imun terhadap jaringan pejamu

yang rusak. Infeksivirus sebelum berlaku penyakit telah dikaitkan

denganSLE, sklerosis multipel dandiabetes.

Gambar 8. Streptokok grup A dan demam reumatik

Contoh penyakit yang ditimbulkan oleh kemiripan dengan antigen sendiri

adalah demam reumatik (karditis reumatik) pasca infeksi streptokokus

28

Page 29: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

grup A, disebabkan antibodi terhadap streptokok yang diikat jantung dan

menimbulkan miokarditis. Homologi juga ditemukan antara antigen

protein jantung dan antigen klamidia dan tripanosoma cruzi. Keduanya

berhubungan dengan miokarditis (tabel 8 dan gambar 9).

Gambar 9. Kemiripan pada autoimunitas

29

Page 30: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Contoh lainnya, penyakit sifilis yang disebabkan oleh Treponema

pallidum, antibodi yang dihasilkan terhadap organisma ini mungkin

bertindak terhadap antigen eritrosit dan menghasilkan anemia.

Pada penderita Hepatitis C dapat ditemukan berbagai autoantibodi.

Infeksi saluran cerna oleh salmonela, sigela atau kampilobakter

dansaluran kencing oleh klamidia trakomatis atau ureaplasma urealitikum

dapat memacu sindrom Reiter. Inflamasi insersi tendon dan ligamen pada

tulang merupakan ciri sindrom Reiter dan artritis reaktif.

Berbagai infeksi yang berhubungan dengan eritema nodosum terlihat

pada tabel 10.

Tabel 10. Infeksi yang berhubungan dengan eritema nodosum

d. Faktor non mikroba (lingkungan, makanan dan obat)

Sinar matahari merupakan perangsang timbulnya kelainan kulit

padaSLE. Pemaparan pada larutan organik dapat mengawali penyakit

autoimun membran basal yang menyebabkan sindroma Good-pasture –

perhatikan frekuensi tinggi penyakit ini pada individu dengan HLA-DR2

yang bekerja pada perusahaan ”dry-cleaning” atau terpapar pada minyak

30

Page 31: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

syphon yang berasal dari tanki minyak syphon orang lain. Keadaan yang

lebih mengherankan adalah terjadinya penyakit yang sama pada tikus

Brown Norway yang disuntik dengan air raksa, tetapi hal itu memang

terjadi.

Diet mungkin merupakan salah satu faktor. Minyak ikan

yangmengandung asam lemak tak jenuh omega-3 yang berantai panjang

dianggap menguntungkan bagi penderita artritis reumatoid.

Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh obat misalnya

SLE,trombositopenia, miastenia gravis, anemia hemolitik autoimun dan

lain-lain. Berbagai obat dapat memacu LES (tabel 11), misalnya

hidralazin, metildopa, prokainamid, sulfalazin, penisilamin,

klorpromazin, sitokin, antibodimonoklonal, kinidin dan kinin,

antikonvulsan (fenitoin, mefenitoin, etoksuksidin, trimetadion,

karbamazepin, valproat dan primidon). Antibodi antifofolipid diinduksi

obat-obatan yang sama yang menginduksi LES, terutama klorpromazin,

fenotiazin dan quinidin. Obat (penisilamin) dapat menginduksi pemfigus

dengan efek direk terhadap epidermis atau indirek melalui modifikasi

sistem imun. Sejumlah obat seperti α-metil-dopa, iproniazid, minosiklin,

asamtienilik, klometasin, halotan dan herbal dai-saiko dapat menginduksi

hepatitis melalui produksi autoantibodi organ non spesifik. IFN-α dan

IFN-β, GM-CSFdan IL-2 dilaporkan berhubungan dengan timbulnya atau

eksaserbasi psoriasis.20

Mekanismenya dihubungkan dengan kemiripan profil Th1 pada

psoriasisidiopatik. Diduga bahwa β-bloker dapat menginduksi psoriasis

melalui ikatan dengan reseptor β di kulit, sehingga menjadi lebih

imunogenik. Antibodi terhadap reseptor yang diproduksi lagi akan

merusak fungsi dan terjadinya psoriasis. Anemia hemolisisdapat terjadi

pada individu rentan yang memakaiantibiotik penisilin.

31

Page 32: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

Tabel 11. Obat-obat yang berhubungan dengan LES

e. Sequestered antigen

Sequestered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak

anatominya,tidak terpajan dengan sistem imun. Pada keadaan normal,

sequestered antigen tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun. Antigen-

32

Page 33: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

antigen yang terdapat dalam beberapa tempat tertentu seperti otak, ovari,

plasenta, testis, uterus dan kebuk mata anterior dianggap sebagai antigen

istimewa (immunologically privilege sites) dan tidak mempengaruhi

reaksi imun dalam keadaan normal karena tidak interaksi antara antigen

ini dengan sel T. Perubahan anatomik dalam jaringan seperti inflamasi

(sekunder oleh infeksi, kerusakan iskemia atautrauma), dapat

memajankan sequestered antigen dengan sistem imun yang tidak terjadi

pada keadaan normal. Contohnya protein intraokular dan sperma.

Uveitis autoimun pasca vasektomi diduga disebabkan respons autoimun

terhadap sequestered antigen.Inflamasi jaringan dapat pula menimbulkan

perubahan struktur pada self antigen dan pembentukan determinan baru

yang dapat memacu reaksi autoimun(gambar 10).

Gambar 10. Penglepasan sequestered antigen

33

Page 34: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

f. Kegagalan autoregulasi

Regulasi imun berfungsi untuk mempertahankan homeostasis. Gangguan

dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respons

MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF-β) dan gangguan

respons terhadapIL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga

bergantung pada sel Ts atauTr. Bila terjadi kegagalan sel Ts atau Tr,

maka sel Th dapat dirangsang sehingga menimbulkan autoimunitas.

g. Aktivasi sel B poliklonal

Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal olehvirus

(EBV), LPS dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara

langsung yang menimbulkan autoimunitas. Antibodi yang dibentuk

terdiri atas berbagai autoantibodi (gambar 11).

Gambar 11. Aktivasi anergi anti-self sel B

34

Page 35: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

BAB III

PATOGENESIS, DIAGNOSIS, DAN PENGOBATAN

A. DAMPAK PATOGEN AUTOANTOBODI HUMORAL

1. Darah

Antibodi terhadap eritrosit memegang peranan dalam destruksi eritrosit pada

anemia hemolitik autoimun 1.

2. Reseptor Permukaan

a. Tiroid

Ada alasan untuk percaya bahwa pembesaran kelenjar tiroid

padatirotoksikosis disebabkan oleh aktivitas antibody yang bereaksi

dengan reseptor pertumbuhan dan secara langsung merangsang

pembelahan sel.

b. Otot

Kelemahan otot sementara yang tampak pada bayi yang dilahirkan oleh

ibudengan miastenia gravis mengingatkan kita pada trombositopenia dan

hipertiroidi neonatal akibat masuknya IgG ibu melewati plasenta dan

padakasus ini IgG tersebut memiliki kemampuan menghambat

transmisineuromuscular. Dukungan kuat terhadap anggapan ini

diperlihatkan olehadanya antibody terhadap reseptor asetilkolin otot

(ACh-R)secara konsisten pada penderita miastenia dan tidak adanya

reseptor ini pada saraf otot

c. Lambung

Kerusakan histopatologik yang mendasari anemia pernisiosa adalah

gastritisatopik dengan infiltrasi sel-sel radang mononuclear disertai

degenerasi kelenjar sekresi dan kegagalan memproduksi asam lambung.

Terjadinya aklorhidriahampir selalu meningkat sejalan dengan

peningkatan aktivitas antibody yang menghambat pompa proton

lambung, suatu ATP-ase yang bergantung padaH+, K+ yang terdapat

pada membrane kanalikuli sekretorik dan mungkin juga reseptor gastrin

35

Page 36: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

d. Reseptor seluler lain

Beberapa penderita dengan alergi atopik mengandung antibody

penghambat terhadap reseptor β-adrenergik dan hal ini dapat merupakan

salah satu tipe diantara berbagai factor yang dapat mengganggu

sensitivitas dasar sel mastositdan menyebabkan seseorang mempunyai

resiko tinggi menderita penyakit tersebut. Antibodi yang menutup

reseptor insulin merupakan jenis antibody yang dapat dijumpai pada

penderita akantosis nigrikans (tipe B) disertai resistensi terhadap insulin

3. Jaringan Lain

a. Saluran Cerna

Gastritis atropik jangka panjang yang mempunyai sel parietal tapi tidak

mempunyai antibody terhadap factor intrinsic tidak menunjukkan

keseimbangan B12. Anemia pernisiosa timbul bila antibody terhadap

factor intrinsic memperberat gastritis atopik.

b. Kulit

Suatu antibody dapat menyebabkan penyakit pemfigus vulgaris bila ia

dapatmengenali dan bereaksi dengan antigen 130 kDa pada sel epitel

skuamosa yangmerupakan salah satu jenis molekul adhesi dalam

kelompok cadherin. Samahalnya, antibody teerhadap desmoglein juga

merupakan kandidat untuk penyebab timbulnya gelembung epidermis

pada pemfigus foliaseus

c. Sperma

Pada beberapa pria infertile, antibody pengaglutinasi menyebabkan

agregasisperma dan menyebabkan gangguan penetrasi sperma ke dalam

lender serviks

d. Membran Sel Glomerulus (g.b.m)

Biopsi-biopsi ginjal pada penderita glomerulonefritis tertentu, khususnya

yang berhubungan dengan hemoragi paru (sindroma Goodpasteur),

menunjukkanendapan linier IgG dan C3 sepanjang membrane basal

pembuluh darah kapiler glomerulus. Setelah nefrektomi, antibody

terhadap g.b.m dapat dideteksi dalam serum. Lerner dkk melarutkan

36

Page 37: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

antibody g.b.m dari ginjal yang sakit dan menyuntikkannya pada monyet.

Antibodi dengan cepat mengendap pada g.b.m hewan resipien dan

menimbulkan nefritis yang fatal. Sulit mengelak dari kesimpulan bahwa

kerusakan pada manusia merupakan akibat langsung penyerangan g.b.m

oleh antibody pengikat komplemen ini. Kelaianan paru pada sindroma

Goodpasteur disebabkan reaksi silang dengan beberapa diantara antibody

g.b.m.

e. Jantung

Lupus eritematous neonatal adalah penyebab utama terjadinya “complete

heart block’ congenital yang menetap. Hampir semua kasus dihubungkan

dengan anti-La/SS-B atau anti-Ro/SS-A maternal dengan titer tinggi.

Jantung ibu tidak terkena. Alasannya adalah karena anti-Ro dapat

berikatan dengan jaringan jantung neonatus tetapi tidak dengan jaringan

jantung dewasa, kemudian mengganggu arus listrik transmembran

dengan menghambat repolarisasi. Ig Ganti-Ro masuk ke dalam sirkulasi

janin melalui plasenta, dan walaupun jantungmaternal dan janin

keduanya terpapar pada antibodi itu, hanya jantung janinyang terkena.

B. DAMPAK PATOGEN KOMPLEKS DENGAN AUTOANTIGEN

1. Lupus Eritematosus Sistenik (SLE)

Bila autoantibody dibentuk terhadap komponen terlarut kemudian terus-

menerus terpapar padanya, akan terbentuk kompleks yang dapat

mengakibatkan kerusakan yang menyerupai kerusakan pada serum sickness,

terutama bila defek pada komponen komplemen klasik menghambat

pembersihan secara efektif. Jadi walaupun defisiensi komplemen homozigot

jarang menyebabkan SLE yang merupakan model pertama penyakit kompleks

imun, ia mewakili genotip kepekaan penyakit yang paling kuat yang

ditemukan sejauh ini; lebih dari 80% kasus dengan defisiensi C1q dan C4

homozigot menunjukkan SLE. Ada banyak variasi autoantigen pada

lupus,banyak diantaranya terdapat dalam nucleus, dan yang paling

37

Page 38: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

patonemonik adalah DNA untaian ganda. Kompleks DNA dan antigennucleus

lain, bersama-sama dengan imunoglobin dan komplemen dapat dideteksi

dengan pewarnaan imunofloresensi biopsy ginjal penderita disfungsi ginjal.

Selamafase aktif penyakit, kadar komplemen serum menurun karena

komponen itu terikat dalam agregat imun dalam ginjal dan sirkulasi.

Pengendapan kompleks dapat tersebar luas dan walaupun 40% penderita

dapat menderita kelaianan ginjal, kerusakan organ yang umumnya terjadi

adalah 98% pada kulit, 98% pada sendi/otot, 64% pada paru, 60% pada darah,

60% pada otak dan 20% pada jantung

2. Atritis Reumatoid

Kelaianan sendi pada arthritis rheumatoid pada dasarnya disebabkan oleh

pertumbuhan ganas sel-sel sinovial sebagai suatu selaput yang melapisi dan

merusak tulang rawan dan tulang. Membran sinovial yang mengelilingi dan

membentuk rongga sendi menjadi sangat seluler sebagai akibat

hipereaktivitas imunologik seperti yang ditunjukkan oleh adanya sejumlah

besar sel-T, terutamaCD4, dalam berbagai stadium maturasi, biasannya

disertai sel-sel dendrite danmakrofag; gumpalan sel-sel plasma sering terlihat

dan bahkan kadang-kadang folikel sekunder dengan pusat-pusat germinal

seolah-olah membrane synovial menjadi kelenjar limfe yang aktif. Memang

telah diduga bahwa sintesis immunoglobulin oleh membrane sinovial

setingkat dengan yang dilakukan oleh kelenjar limfe yang distimulasi.Sintesis

autoantibody terhadap bagian Fc IgG yang dikenal sebagai antiglobulin atau

factor rheumatoid, merupakan cirri khas penyakit ini, dijumpai pada hampir

semua penderita dengan arthritis rheumatoid Salah satu hal yang menarik

pada arthritis rheumatoid adalah penemuan bahwa IgG peenderita mengalami

glikosilasi yang abnormal. Gangguan glikosilasi ini dapat menyebabkan

perubahan pada struktur Fc dengan 3 kemungkinan:

a. Fc mempunyai sifat autoantigenitas yang meningkat

38

Page 39: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

b. Kompleks IgG yang saling berikatan dapat lebih kuat terikat satu

dengan yanglain bla galaktosa terminal pada karbohidrat Fab IgG sesuai

dengan bagianlektin pada CH2 yang kosong akibat tidak adanya

galaktosa pada karbohidratFc

c. Interaksi dengan reseptor Fcγ pada sel-sel efektor tertentu atau dengan

system komplemen dapat dimodifikasi

Peningkatan kasdar agalakto-IgG tidak tampak pada arthritis reaktif yang

dirangsang oleh yersina atau chlamidia, juga tidak pada radang kronik yang

lain,tetapi kadar abnormal tinggi dapat dijumpai pada infeksi tuberculosis

aktif,sehingga mendukung duugaan bahwa orgabisme yang tumbuhnya

lambat (mikobakteria) dapat merupakan pencetus penyakit. Pasangan

penderita arthritisrheumatoid juga cenderung mempunyai kadar agalakto-IgG

yang tinggi; apakah ini bukti adanya agen infeksi?

Telah diketahui bahwa wanita hamil yang menderita arthritis rheumatoid

menunjukkan remisi penyakit bila kehamilannya mendekati cukup bulan

tetapi kambuh post partum; bila arthritis rheumatoid menunjukkan remisi,

kadar agalakto-IgG menurun dan bila penyakinya kambuh setelah melahirkan

kadar agalaktosa Ig-G menjadi normal kembali, sehingga menunjukkan

keterlibayannya pada proses penyakit. Penelitian jangka panjang pada

populasi Indian Pima yang hidup berkelompok dan menunjukkan angka

kekerapan arthritis rheumatoid yang tinggi, mengungkapan bahwa perubahan

pada galaktosa IgG merupakan penanda dini bahwa seseorang akan menderita

penyakit ini dikemudian hari kompleks sehingga ini dapat mempunyai nilai

prognostic.

Kompleks dapat distabilkan oleh molekul pengikat-Fcγ multivalent, factor

rheumatoid IgM dan C1q, dan bila terdapat pada rongga sendi ia dapat

mencetuskan reaksi Arthus yang berakibatkan influks sel-sel polimorf, sel-sel

ini kemudian bereaksi dengan kompleks dan menghasilkan reaktiv oxygen

intermediate; (ROI)dan enzim lisosom. Termasuk diantaranya, proteinase dan

kolaginase yang dapat merombak proteoglikan dan fibril kolagen. Kerusakan

lebih lanjut terjadi apabila skompleks itu melekat pada tulang rawan karena

39

Page 40: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

kompleks daapat diikat pada permukaann sel polimorf tetapi tidak terjadi

internalisasi (fagosit yag frustasi); akibatnya adalah dilepaskannya hidrolase

lisosom keluar sel dan masuk ke dalam celah antara sel dengan tulang rawan

sehingga ia terlindung dari inhibitor enzimseperti α2-makroglobulin. Agregat-

agregat ini juga dapat merangsang sel-sel seperti makrofag pada batas

sinovial, baik secara langsung melalui reseptor permukaan atau secara tidak

langsung melalui fagositosis dan resisten terhadap perombakan intraseluler.

Sel sinovial yang teraktivasi tumbuh sebagai selaput ganas yang menutupi

tulang rawan dan pada batas jaringan granulasi yang makin lama makin tebal

ini dapat dilihat pengrusakan, yang hampir pasti disebabkan pelepasan

enzim,ROI, dan khususnya IL-1, IL-6, dan TNFα. Makrofag yang teraktivasi

jugamensekresi activator plasminogen dan plasmin yang terbentuk

kemudianmengadakan kolagenase laten yang diproduksi oleh sel sinovial.

Sensitasi pada kolagen yang dirombak partial, menyebabkan kerusakan lebih

parah. Produk yang disekresi oleh makrofag yang distimulasi dapat

mengaktifkan sel kondrosit yang merombak tulang rawan lebih lanjut, dan

munculnya osteoklas yang menyebabkan resorpsi tulang, dan hal ini

mrupakan komplikasi lebih lanjut pada penyakit yang parah. Nodul subkutan

berbentuk granuloma yang mungkin terjadi akibat produksi local antiglobulin

tak terlarut yang saling berikatan.

C. HIPERSENSITIVITAS DENGAN PERANTARAAN SEL-T SEBAGAI

FAKTOR PATOGEN PADAPENYAKIT AUTOIMUN

1. Artritis Reumatoid

Sinovium yang terkena radang kronik penuh dengan sel-T yang teraktivasi

dan perannya yang penting pada proses penyakit. Seperti dijelaskan

sebelumnya bahwasekresi TNFα dan GM-CSF oleh sel-T akan menyebabkan

pembentukan selaput ganas dengan konsekuensi erosi tulang rawan dan

tulang.

40

Page 41: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

2. Penyakit Endokrin Spesifik Organ

a. Tiroiditis Autoimun

Infiltrat radang pada tiroiditis autoimun biasanya hanya terdiri atas sel-

selmononuclear dan walaupun bukan merupakan petunjuk pasti, hal ini

dianggap menunjukkan hipersensitivitas sel-T Bukti kuat partisipasi

langsung limfosit-T masih harus dicari walaupun adanya molekul kelas II

pada tirosit penderita dansel-T spesifik antigen dalam kelenjar tiroid

sesuai dengan adanya keterlibatan selini

b. Diabetes Melitus Insulin-Dependen (IDDM)

Seperti halnya pada tiroiditis autoimun, pada IDDM terdapat infiltrasi

radangkronik dan destruksu jaringan spesifik, yaitu destruksi sel-selβ

pulau Langerhans pancreas yang memproduksi insulin. Kelambatan

timbulnya awal penyakit yangdisebabkan oleeh pengobatan awal

siklosporin A dengan kadar yang hanyamemberi dampak sedikit pad

produksi antibody, menunjukan bahwa sel-T efektor adalah penyebab

destruksi karena obat itu ditujukan pada sintesis sitokin oleh sel-T secara

sspesifik. In vitro, respons sel T terhadap antigen-antigen sel

pulau,termasuk glutamic acid decarboxylase, secara langsung

menggambarkan resiko perkembangan ke arah IDDM klinik. Dalam

percobaan pada mencit diabetic non obese (NOD) yang menderita

penyakit diabetes spontan yang sangat mirip dengan IDDM pada manusia

dalam perangai histologik dan berbagai respon autoimunnya. Transfer sel

T yang berasal darimencit diabetic dapat mencetuskan diabetic dini pada

NOD muda; sel-sel CD4+menyebabkan infiltrasi sekitar sel pulau dan

CD8+ menimbulkan insulitis destruktif dalam sel pulau.

c. Sklerosis Multipel (SM)

Dugaan bahwa MS mungkin merupakan penyakit autoimun telah lama

diramalkan berdasarkan kemiripan morfologik dengan ensefalomielitis

41

Page 42: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

alergik eksperimental (EAE), yaitu suatu penyakit dengan demielinasi

yang berakibat paralysis motorik. Diduga bahwa sel-T mencetuskan

radang local pada sel-sel endotel jaringan sawar darah-otak yang

menyebabkan antibody dari darah bisa masuk ke dalam jaringanotak

D. NILAI DIAGNOSTIK TES AUTOANTIBODI

Autoantibodi dalam serum sering memberikan penanda diagnostic yang

bermakna.Tes rutin yang paling berguna adalah skrining serum dengan

imunofluoresen pada jaringan potong beku yang diperoleh dari blok berisi

campuran jaringan tiroid danlambung manusia serta ginjal an hati tikus yang

tidak difiksasi. Tes ini dilengkapidengan tes aglutinasi untuk mendeteksi factor

rheumatoid dan tiroglobulin, tiroid peroksidase dan anti-eritrosit serta tes ELISA

untuk mengukur kadar antibodyterhadap factor intrinssik, DNA dan IgG

E. PENGOBATAN PENYAKIT AUTOIMUN

1. Pegontrolan Metabolik

Pada banyak penyakit spesifik organ, upaya memperbaiki metabolisme,

biasanya mencukupi, misalnya pemberian tiroksin pada miksedema primer,

insulin padadiabetes juvenile, vitamin B12 pada anemia pernisiosa, obat

abtitiroid pada penyakit Graves, dan lain-lain. Obat antikolinergik biasanya

digunakan untuk pengobatan jangka panjang miastenia gravis; timektomi

bermanfaat untuk sebagian besar kasus dan dapat dimengerti bahwa kelenjar

pada keadaan imunogenik tertentu mengandung reseptor terhadap Ach

2. Obat Anti Inflamasi

Penderita dengan gejala miastenia berat memberikan respon baik terhadap

steroiddosis tinggi, demikian pula prnyakit autoimun berat yang lain,

42

Page 43: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

misalnya SLE dan nefritis kompleks imun di mana obat-obat itu mengurangi

lesi inflamasi.Pada Artritis rheumatoid, selain steroid, obat anti inflamasi

seperti salisilat dan obat sintetik penghambat prostaglandin yang gtak

terhitung banyaknya digunakan secara luas. Sulfasalazin, penisilamin, garam

emas dan anti malaria sepertiklorokuin, semuanya mendapat tempat penting

dalam tempat pengobatan, tetapi cara kerjanya tidak diketahui.

3. Obat Imunosupresif

Pada dasarnya karena siklosporin menghambat sekresi limfokin oleh sel-T,

iadisebut obat anti inflamasi dank arena limfokin seperti IL-2 pada keadaan

tertentu juga dapat meningkatkan proliferasi, siklosporin juga dapat dianggap

sebagai obatanti mitotic. Obat ini telah terbukti bermanfat pada uveitis,,

diabetes dini tipe I,sindroma nefrotik dan psoriasis, dan terbukti menunjukkan

manfaat moderat pada purpura trombositopenia idiopatik, SLE, poliomiositis,

penyakit Crohn, sirosis bilier primer dan miastenia gravis. Pada uji klinik

obat dengan cara ‘double blind’acak, siklosporin menunjukkan penekanan

gejala penyakit secara bermakna selama12 bulan walaupun tidak lengkap

pada kelompok penderita arthritis rheumatoid yang sebelumnya refrakter.

4. Strategi Pengontrolan Imunologik

a. Manipulasi Seluler

Penguatan antigen jelas merupakan peristiwa berkelanjutan pada

penyakitautoimun, sehingga anti CD4 seharusnyya dapat dipakai sebagai

obat yangideal bagi penyakit ini kalau sel T masaih mampu menerima

sinyal tolerogenik alami untuk menghentikan reaksi; hal ini mungkn

tidak terjadi pada tiap kasustetapi pengobatan ini merupakan cara yang

baik untuk menguji apakahmekanisme pengeenalan CD4 masih normal.

b. Pengontrolan Idiotip dengan antibody

Aktivitas imunosupresif yang kuat dari antibody-antiidiotip

menimbulkan banyak harapan akan kemungkinan mengendalikan

produksi antibody denganmemprovokasi interaksi yang tepat dalam

43

Page 44: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

system imun. Makin lama makin disadari bahwa secara umum,

penekanan autoimun yang lebih mendasar dapat berhasil dengan

mengunakan unsur-unsur internal jaring-jaring idiotip dan bukan dengan

reagen antiidiotip pyang dihasilkan oleh spesies lain.Yang aneh adalah

bahawa penyuntikkan Ig yang dikumpulkan dari banyak donor normalke

dalam vena menunjukan hasil baik pada sejumlah prnyakit darah

autoimun,abortus berulang diserta antikardiolipin, dermatomiositis

juvenile dan penderitadengan autoantibodii terhadap prokoagulan factor

VIII. Yang terkhir telah diteliti secara rinci dan dampak hambatan fraksi

(Fab’) Ig normal membuktikan bahwa hal itu merupakan reaksi

antiidiotip; seolah-olah Ig normal itu menyusun kembali jaring-jaring

yang dikontrol dengan benar.

c. Vaksinasi dengan idiotip sel-T

Vaksinasi dengan sel-T meningkatkan kinbetik respon terhadap

antigen,meniadakan penekanan spesifik antigen, mengaktifkan sel-T

antiidiotipik danmenghambat arthritis. Munculnya antiidiotip dan

supresor spesifik antigenyang amat cepat segera setelah imunisasi dengan

protein 65 kDa yangdipanaskan merupakan bukti kuat bahwa

sebelumnya telah ada jarring-jaring yang berhubungan dengan epitop

pada antigen seperti yang dianggap dalam konsep ‘immunological

homunculus’. Bila gangguan fungsi jarring-jaring itu menyebabkan

penyakit autoimun, vaksinasi dengan epitop reseptor sel-T merupakan

upaya yang logis untuk mendapatkan kembali control normal.

d. Manipulasi dengan menggunakan antigen

Tujuannya adalah menampilkan antigen yang bersalah dalam konsentrasi

yang cukup dan dalam bentuk demikian rupa hingga ia menghentikan

respon autoimun yang sedang berlangsung. Salah satu strategi adalah

mendesain peptide analog yang akan berikatan erat dengan molekul

MHC yang tepat dan menghentikan respon terhadap autoantigen.

44

Page 45: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

e. Plasmaferesis

Penggantian plasma untuk menurunkan derajat endapan kompleks imun

padaSLE hanya menghasilkan manfaat sementara tetapi bermanfaat pada

kasus arthritis yang membahayakan. Hasil yang baik dijumpai pada

sindroma Good pasteur bila tindakan ini diterapkan bersama-sama

dengan obat anti-mitotik, rrasionalnya adalah meningkatkan

kecenderungan membelah diri padasel-sel yang reaktif terhadap antigen,

karena dampak umpan balik IgG akan berkurang bila protein plasma

dikeluarkan

45

Page 46: Makalah Autoimunitas Atika Jaya Rani (13330716)

DAFTAR PUSTAKA

1. Teori Autoimunitas. Maret 2008,dari

:http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/teori-autoimunitas.html

2. Penyakit Autoimun. Dalam :Imunologi Klinik

3. Baratawidjaja, K.Autoimunitas.Dalam :Imunologi Dasar ed. ke-10.

Jakarta:Balai Perbit FKUI; 2006 : 304– 334.

4. Kresno, S. Penyakit Autoimun.Dalam :Imunologi : Diagnosis dan

ProsedurLaboratorium.Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001 : 286 – 307.

5. Baratawidjaja, K., Rengganis, I.Imunologi Dasar. Dalam :Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI; 2006

6. Subowo.Otoimunitas dan Penyakit Otoimun. Dalam : Imunologi

Klinik .Bandung : Penerbit Angkasa Bandung; 1993 : 37 – 70.

7. Danial. Penyakit – Penyakit Autoimun. 2008, dari

:http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Penyakit%20autoimun.html32

m/doc/61604133/Makalah-Imunologi

46