BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sains sebagai salah satu mata pelajaran dalam kurikulum sekolah,
memiliki sejarah yang relatif panjang. Matthews (Sarkim 2005)
memperkirakan bahwa sains telah menjadibagian dari kurikulum
sekolah sejak pertengahan abad ke-18 di Eropa. Keberadaan sains
dalam kurikulum sekolah semakin diperkuat setelah kehadiran para
ahli pendidikan seperti Thomas Huxley dari Inggris dan John Dewey
dari Amerika Serikat pada abad ke-19. Dalam sejarah
perkembangannya, pendidikan sains telah mengalami berbagai
pem-baharuan baik dalam aspek tujuan, isi maupun metode
pengajarannya. Inisiatif pembaharuan itu muncul dari para pendidik,
ahli pendidikan atau para ilmuwan, seperti bidang-bidang Fisika,
Biologi dan Kimia dan sebagainya.
Salah satu sasaran yang dapat dicapai melalui pendidikan sains
adalah pengertian sains itu sendiri. Sains (IPA) merupakan bagian
kehidupan manusia dari sejak manusia itu mengenal diri dan alam
sekitarnya. Manusia dan lingkungan merupakan sumber, obyek, dan
subyek sains. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sains
merupakan pengalaman individu manusia yang oleh masing-masing
individu itu dirasakan atau dimaknai berbeda atau sama. Belajar
sains merupakan cara ideal untuk memperoleh kompetensi yang di
dalamnya termasuk keterampilan-keterampilan, memelihara
sikap-sikap, dan pengembangan konsep-konsep yang berkaitan dengan
pengalaman sehari-hari. Salah satu komponen penting dalam
pembelajaran khususnya sains adalah assesment (Suastra, 2009).
Assessments atau penilaian merupakan komponen penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan
dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan
kualitas penilaiannya. Penilaian (assessmens) pendidikan perlu
dilakukan secara professional karena (a) Hasil penilaian pendidikan
dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan berbagai keputusan
tentang siswa, proses pembelajaran, kurikulum dan kebijakan
pendidikan, (b) perlunya upaya membangun pendidikan bermutu dan
bermakna, hasil penilaian menjadi dasar dalam perumusan kebijakan
pembangunan dan perbaikan mutu pendidikan. Oleh karena itu
pelaksanaan kegiatan pendidikan perlu secara berkala dinilai untuk
memperoleh informasi yang berguna bagi pengambilan kebijakan
pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Meningkatkan
mutu pendidikan adalah sebagai upaya meningkatkan mutu sumber daya
manusia, meningkatkan daya saing masyarakat dan bangsa,
meningkatkan martabat pribadi, masyarakat dan bangsa serta
mewujudkan kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan hidup masyarakat
dan bangsa.
Penilaian merupakan satu rangkaian kegiatan dengan kegiatan
evaluasi dan pengukuran. Dalam konteks pendidikan, istilah
assessment/penilaian sering dicampuradukan dengan istilah evaluasi,
tes dan pengukuran. Padahal masing-masing istilah tersebut
mempunyai tujuan dan proses yang spesifik dan karakteristik yang
berbeda. Hal ini dikarenakan bahwa pengukuran, penilaian dan
evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga
kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar
tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya
harus dilaksanakan secara berurutan. Gabel (1993) mengungkapkan
bahwa evaluasi merupakan proses pemberian penilaian terhadap data
atau hasil yang diperoleh melalui assessment. Arikunto dan Jabar
(2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai
kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu
sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. Widoyoko (2009) mengatakan
bahwa esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan
angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut
aturan-aturan tertentu. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara tes
dan non-tes. Jadi kegiatan measurement, assessment dan evaluation
merupakan rangkaian kegiatan yang hierarki.
Pada dasarnya assesment merupakan suatu kegiatan mencari tahu
tentang potensi siswa melalui kegiatan pengamatan, pencatatan,
pendokumentasian pekerjaan siswa ataupun yang dapat digunakan
sebagai dasar pembuatan keputusan terbaik untuk siswa bersangkutan.
Oleh karena itu, perangkat assesment merupakan bagian integral atau
penting untuk dikembangkan berdasarkan tuntutan tujuan pendidikan.
Menurut Arikunto (2001), assesment dalam pendidikan merupakan
sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan ketercapaian tujuan
pendidikan, bahkan aktivitas penilaian dapat pula digunakan untuk
mengambil keputusan. Penilaian dilakukan dengan berbagai cara dan
menggunakan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi
tentang kemajuan atau pencapaian kompetensi siswa.
Indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas
pembelajaran dan kelulusan siswa dari suatu lembaga pendidikan,
sering didasarkan pada hasil belajar siswa yang tertera pada nilai
tes hasil belajar (THB) atau Nilai UN (Ujian Nasional) murni (NEM).
Dampak dari pandangan tersebut yang diperkuat dengan bentuk tes
yang digunakan, mendorong guru berlomba-lomba mentrasfer materi
pelajaran sebanyak-banyaknya untuk mempersiapkan anak didik dalam
mengikuti THB atau UN. Akibatnya seperti yang dikemukakan oleh A.
Malik Fajar dalam harian Kompas (Mei 1994:4) bahwa yang terjadi
kemudian adalah anak didik dipaksa untuk melahap informasi yang
disampaikan tanpa diberi peluang sedikit pun untuk melaksanakan
refleksi secara kritis. Dalam hal ini anak didik hanya dituntut
untuk belajar dengan cara menghapal semua informasi yang telah
disampaikan oleh guru.
Guru melakukan penilaian dengan tujuan untuk mengukur
perkembangan hasil belajar siswa di kelas, sebagaimana yang
dirumuskan dalam kerangka kerja pembelajaran. Selain itu, penilaian
juga dilakukan untuk mendiagnosis kesulitan belajar dan memberikan
umpan balik kepada siswa. Berdasarkan kerangka kerja pembelajaran,
maka penilaian dilakukan secara terus menerus guna memastikan
terjadinya kemajuan dalam belajar siswa. Hasil penilaian yang
diperoleh, dapat dijadikan sebagai dasar menentukan keputusan
tentang upaya perbaikan pembelajaran, khususnya bimbingan terhadap
siswa untuk memperbaiki hasil pembelajaran.
Kerangka kerja pembelajaran ini membantu pendidik dalam
mengorganisasikan, mendeskripsikan, dan mengembangkan strategi
mengajar, sehingga dapat mengembangkan daya nalar (proses berpikir)
peserta didik, mengintegrasikan model-model instruksi
(instructional models), dan merencanakan kurikulum, instruksi,
serta sistem assesment dengan memperhatikan aspek-aspek belajar
yang penting (critical aspects of learning). Pendidik dalam
pembelajarannya di kelas tetap dapat menjaga fokus pembelajaran
terkait bagaimana proses belajar pada peserta didiknya berlangsung
(learning how to learn) dengan cara memperhatikan dimensi belajar,
khususnya dimensi sains.
Saat ini, penyelidikan ilmiah telah menjadi unggulan dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan, yang salah satunya adalah dalam
bidang sains. Seiring dengan perkembangannya, proses yang terdapat
dalam penyelidikan ilmiah dikemas lebih sistematis berupa
keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk
melakukan penyelidikan secara ilmiah, keterampilan ini disebut
sebagai Keterampilan Proses Sains (KPS). Metode untuk melakukan
penyelidikan ilmiah yang menggunakan keterampilan proses sains
tersebut dikenal sebagai metode ilmiah (scientific method). Namun,
kedua istilah ini (keterampilan proses sains dan metode ilmiah)
sering digunakan dalam pengertian yang sama, demikian juga antara
scientific inquiry dan scientific method, walaupun sebenarnya
penyelidikan ilmiah lebih fleksibel dari metode ilmiah.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran sains seyogiyanya
lebih menekankan pada kegiatan siswa aktif. Siswa aktif selama
pembelajaran untuk membangun pengetahuannya melalui serangkaian
kegiatan agar pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Guna
menopang terwujudnya proses pembelajaran sains yang unggul dan
berkualitas tinggi, maka secara tidak langsung kita harus
mengetahui dimensi belajar sains dan bagaimana kaitannya dengan
assesment.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:1. Apakah pengertian sains?
2. Bagaimanakah assesment dengan enam dimensi sains?
3. Bagaimanakah penerapan pengembangan assesment berdasarkan
enam dimensi sains?1.3 Tujuan
Sejalan dengan perumusan masalah tujuan dari makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian sains.
2. Untuk menjelaskan assesment dengan enam dimensi sains.
3. Untuk mengetahui penerapan pengembangan assessment
berdasarkan enam dimensi sains.1.4 Manfaat1. Pembaca dapat
mengetahui pengertian sains.
2 Pembaca dapat mengetahui keterkaitan assessment dengan enam
dimensi sains
3 Pembaca dapat mengetahui contoh pengembangan assessment
berdasarkan enam dimensi sains.
4 Pembaca dapat menggunakan makalah ini sebagai acuan penyusunan
rubrik berdasarkan enam dimensi sains.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian SainsKata sains berasal dari bahasa Latin yaitu
scientia yang artinya pengetahuan, sehingga dapat dinyatakan bahwa
sains merupakan sekumpulan pengetahuan ilmiah (Suastra, 2009).
Sains sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang khusus mengkaji
tentang fenomena-fenomena alam. Selain itu, sains juga merupakan
suatu pembelajaran yang terakumulasi dan sistematik tentang
fenomena alam.James B. Conant, mendeskripsikan sains sebagai
rangkaian konsep dan pola konseptual yang saling berkaitan yang
dihasilkan dari eksperimen dan observasi. Hasil-hasil eksperimen
dan observasi yang diperoleh sebelumnya menjadi bekal bagi
eksperimen dan observasi selanjutnya, sehingga memungkinkan ilmu
pengetahuan tersebut untuk terus berkembang.
Pengertian IPA menurut Carin & Sound (1989) adalah suatu
sistem untuk memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen
yang terkontrol. Abruscato (1996) dalam bukunya yang berjudul
Teaching Children Science mendefinisikan tentang IPA sebagai
pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian proses yang sistematik
guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan alam
semesta.
The Harper Encyclopedia of Science mendefinsikan sains sebagai
suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan didukung secara
sistematis oleh bukti-bukti yang dapat diamati.Fisher (dalam
Suastra, 2009) menyatakan bahwa sains adalah suatu kumpulan
pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang
berdasarkan observasi. Lebih lanjut Carin (dalam Suastra, 2009)
menyatakan bahwa sains adalah suatu kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara sistematik, yang dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Selain itu, menurut Conant (dalam
Suryadi, 2010), sains merupakan serangkaian skema konsep-konsep
yang telah dikembangkan sebagai suatu hasil eksperimen dan
pengamatan yang mendorong dilakukannya eksperimen dan pengamatan
lebih lanjut. Perkembangan sains ditunjukkan tidak hanya oleh
kumpulan fakta (produk ilmiah), tetapi juga oleh timbulnya metode
ilmiah dan sikap ilmiah. Pengumpulan fakta dilakukan melalui proses
yaitu metode ilmiah dan sikap ilmiah yang memungkinkan keduanya
berkembang seiring dengan perkembangan pemahaman manusia tentang
alam.
Jadi, sains merupakan proses belajar yang dilakukan manusia
untuk mempelajari fenomena-fenomena alam sehingga menghasilkan
sekumpulan fakta yang menuntun pada penemuan berbagai konsep,
prinsip, generalisasi, teori, dan hukum tentang alam sebagai wujud
dari produk sains.
Implikasi yang penting dari definisi sains ini adalah: (1) Sains
merupakan hasil dari aktivitas manusia melalui proses sistematik
yang disebut metode ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah; (2)
Sains memiliki otoritas yaitu observasi. Oleh karena itu, sains
memiliki keterbatasan, segala yang ada di luar jangkauan indra
manusia sebagai alat observasi berada di luar batas sains (Suastra,
2009).Titus (dalam Widyatiningtyas, 2010) menyatakan bahwa sains
mengandung tiga definisi yaitu sebagai sejumlah disiplin ilmu,
sebagai sekumpulan pengetahuan, dan sebagai metode-metode. Sains
juga merupakan suatu rangkaian konsep-konsep yang berkaitan dan
berkembang dari hasil eksperimen dan observasi. Menurut Robert
(dalam Widyatiningtyas, 2010), sains merupakan suatu tubuh
pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan.
Dengan demikian, pada hakekatnya sains merupakan suatu produk dan
proses. Produk sains meliputi fakta, konsep, prinsip-prinsip,
teori-teori dan hukum. Proses sains meliputi cara-cara memperoleh,
mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja,
cara berfikir, cara memecahkan masalah, dan cara bersikap. Sains
dirumuskan secara sistematis, terutama didasarkan atas pengamatan
eksperimen dan induksi.
Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa sains bukan
semata-mata sebagai kumpulan pengetahuan belaka tapi juga merupakan
kumpulan proses dan sikap. Adapun produk sains merupakan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori
mengenai gejala alam. Substansi sains ini perlu dikuasai oleh siswa
melalui pendidikan sains. Dengan penguasaan sains, siswa diharapkan
dapat mengerti dan mengaplikasikan sains untuk tujuan pemecahan
masalah dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Aspek sikap dalam sains yang dimaksud adalah berbagai keyakinan,
opini dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuwan
khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru.
Beberapa di antaranya adalah rasa tanggung jawab, rasa ingin tahu,
disiplin, tekun dan terbuka terhadap pendapat orang lain.
Pada hakikat pendidikan sains, baik sains sebagai produk,
sebagai proses maupun sebagai sikap hendaknya mendapatkan penekanan
seimbang. Pendidikan sains yang relevan dengan hakikat sains
membutuhkan suasana yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam
proses belajarnya, sehingga dengan memiliki sikap ilmiah dan
setelah melalui serangkaian proses pembelajaran, siswa dapat sampai
pada suatu kesimpulan yang mereka bentuk sendiri. Jadi, hakikat
belajar sains adalah mengembangkan sejumlah kompetensi adaptif yang
sesuai dengan perubahan kondisi saat ini menuju kondisi masa
depan.
2.1 Enam Dimensi Sains
Literasi sains menjadi tujuan utama proses pembelajaran sains.
Seseorang yang memiliki literasi sains tinggi akan mampu
mengaplikasikan sains dalam kehidupan sehari-harinya. Harapannya,
pebelajar yang melek sains akan menggunakan cara-cara ilmiah dalam
proses berpikir atau mengambil keputusan dalam kehidupannya serta
menggali pengetahuan ilmiah lainnya. Menurut Enger & Yager
(2001), pembelajaran yang dapat mengembangkan literasi sains
pebelajar harus memperhatikan empat hal berikut ini.
1. Kemampuan dan keahlian siswa dalam menemukan sesuatu.
2. Kemampuan siswa untuk mengaplikasikan apa yang dipelajari ke
dalam konteks baru.
3. Pemahaman konsep dan konten siswa.
4. Pemahaman siswa terhadap nature of science.
Berdasarkan keempat hal tersebut, maka orientasi penilaian
terhadap proses pembelajaran sains harus didasarkan pada enam
dimensi sains, yaitu konsep, proses, aplikasi, sikap positif,
kreativitas, dan nature of science. 2.2.1 Dimensi Konsep
Fakta-fakta hanyalah merupakan bahan kasar dan harus diolah lagi
sehingga membentuk gagasan yang berarti dan hubungan-hubungan
antarfakta. Aktivitas berpikir dan menalar diperlukan untuk
mengidentifikasi pola dan membuat kaitan antardata, sehingga
membentuk pertalian yang disebut dengan konsep.Pembentukan
pengetahuan yang dimiliki seseorang pada dasarnya berupa
konsep-konsep. Konsep tersebut diperoleh pebelajar sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan. Millar (dalam Enger & Yager, 2001)
mencatat bahwa tanpa adanya konsep sains, siswa tidak akan mampu
mengikuti berbagai hasil diskusi tentang sains atau isu-isu
kebijakan publik mengenai sains dan teknologi. Konsep-konsep itu
dapat disusun menjadi suatu prinsip, yang dapat digunakan sebagai
landasan dalam berpikir. Menurut Good (dalam Widyatiningtyas,
2010), konsep adalah gambaran dari ciri-ciri, yang dengan ciri-ciri
itu beberapa objek dapat dibeda-bedakan. Menurut Yelon et al.
(dalam Widyatiningtyas, 2010), konsep adalah elemen umum dari
sekelompok objek, peristiwa atau proses. Kuslan & Stone (dalam
Widyatiningtyas, 2010) menambahkan bahwa konsep merupakan sifat
khas yang diberikan pada sejumlah objek, proses, fenomena, yang
dapat dikelompokkan berdasarkan sifat khas itu.
Misalnya konsep tentang perpindahan. Nama dari konsep adalah
perpindahan, definisinya adalah sebuah vektor yang arahnya dari
benda pada kedudukan awal menuju kedudukan akhir dan mempunyai
besar yang sama dengan jarak terpendek antara dua kedudukan.
Lambang perpindahan adalah C, mempunyai nilai, misalnya 7 meter dan
mempunyai contoh sebagaimana gambar .
Kata konsep dan generalisasi sering dipergunakan secara
bergantian. Konsep kadangkala diartikan sebagai bayangan mental
atau sudut pandang secara individual. Sebagai contoh, jika seorang
anak mempunyai konsep jarak bumi ke bulan, maka konsep ini khas
untuk dirinya sendiri. Sementara generalisasi adalah pernyataan
yang didasarkan atas akumulasi pengalaman-pengalaman yang terjadi
dalam komunitas ilmiah.
Contoh lain dari konsep dalam sains antara lain: Hewan berdarah
dingin adalah hewan yang menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu
lingkungannya..
Satelit adalah benda angkasa yang bergerak mengelilingi
planet.
Air adalaha zat yang molekulnya tersusun atas 2 atom hidrogen
dan 1 atom oksigen.Rumusan definisi yang dikemukakan diatas
mengandung makna yang sama, yaitu konsep merupakan suatu abstraksi
yang mengambarkan ciri-ciri umum dari sekelompok objek, proses,
peristiwa, atau fenomena lainnya.
Gagne (dalam Dahar, 1989) menyatakan bahwa konsep dapat
digolongkan ke dalam dua golongan yaitu konsep konkrit dan konsep
terdefinisi. Konsep konkrit adalah konsep yang menunjukkan
ciri-ciri atau atribut dari suatu objek, yaitu relatif mudah
dikenali dengan indra. Contoh konsep konkrit misalnya konsep warna
(merah, hijau), bentuk (bulat, datar), sifat (keras, lunak), dan
sebagainya. Konsep terdefinisi adalah konsep yang dapat dikenali
(dipahami) melalui definisi, sehingga sifatnya abstrak. Contoh
konsep terdefinisi misalnya konsep: penduduk, fertilitas, ovulasi,
dan sebagainya. Konsep yang dimiliki setiap pebelajar bergantung
pada tingkat kompleksitas struktur kognitif yang dimiliki. Semakin
kompleks struktur kognitifnya, maka konsep yang dimiliki semakin
kompleks juga, begitu pula sebaliknya. Kompleksitas konsep yang
dimiliki pebelajar akan membantu mereka memahami suatu objek yang
dipelajari.
Pendekatan penilaian dalam proses pembelajaran di kelas
hendaknya memperhatikan pemahaman konsep yang dimiliki siswa.
Penilaian tidak hanya ditujukan pada hasil akhir saja, tetapi
bagaimana seseorang menggunakan pengetahuannya untuk berpikir dan
menghubungkan beberapa konsep sehingga memunculkan proses perubahan
konseptual dan pemahaman mendalam. Penguasaan konsep merupakan
faktor penting dalam pencapaian kesuksesan proses pembelajaran.
Jadi, pembelajaran sains harus didesain dengan tujuan agar peserta
didik memahami dan menguasai secara mendalam konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan teori-teori yang essensial sebagai dasar untuk
dapat menguasai produk-produk sains yang lebih kompleks.
2.2.2 Dimensi Proses
Selaras dengan hakekat sains yang telah diuraikan, maka
pembelajaran sains seyogiyanya lebih menekankan pada proses.
Artinya, siswa diharapkan aktif selama pembelajaran untuk membangun
pengetahuannya melalui serangkaian kegiatan agar pembelajaran
menjadi bermakna bagi siswa. Melalui pembelajaran sains, siswa
berperan seolah-olah sebagai ilmuan, menggunakan metode ilmiah
untuk mencari jawaban terhadap suatu permasalahan yang sedang
dipelajari. Peran siswa seolah-olah sebagai ilmuan dalam
pembelajaran sains mengandung arti bahwa dalam proses pembelajaran
sains, siswa diberikan kebebasan untuk mencari pengalaman belajar
sendiri melalui pendekatan keterampilan proses sains.
Menurut Siahaan (2010), keterampilan proses sains dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Keterampilan Dasar (Basic Skills)
Keterampilan dasar meliputi beberapa aspek, sebagai berikut.
a. Mengamati (observing)
Menggunakan indera untuk mengamati suatu objek atau fenomena
tertentu dan karakteristiknya. Hasil pengamatan yang diperoleh
dicatat dalam lembar observasi yang telah dibuat.b.
Mengklasifikasikan (classifying)
Mengelompokkan objek-objek atau kejadian berdasarkan persamaan
maupun perbedaannya. Hasil pengelompokkan dibuat dalam bentuk
daftar, tabel maupun grafik.c. Mengukur (measuring)Membandingkan
kuantitas yang belum diketahui dengan ukuran standar tertentu,
misalnya satuan panjang, waktu, dan suhu. Hasil pengukuran dicatat
dalam tabel, kemudian dibuat grafiknya secara manual maupun
menggunakan software.
d. Menyimpulkan (inferring)
Membuat kesimpulan berdasarkan data-data hasil pengamatan.e.
Meramalkan (predicting)
Meramalkan sesuatu yang belum dibuktikan dengan keyakinan bahwa
yang akan terjadi didasarkan pada pengetahuan, pemahaman,
pengamatan dan kesimpulan yang diperoleh dinyatakan dalam tulisan
dan atau lisan.f. Mengkomunikasikan
(communicating)Mengkomunikasikan hasil secara lisan maupun
tertulis. Secara lisan dapat berupa presentasi sedangkan tertulis
berupa laporan, grafik, tabel, dan gambar.
2. Keterampilan Terintegrasi (Integrated Skills)
a. Membuat Model (Making Models)
Mengkonstruksi model untuk mengklarifikasi gagasan.b.
Mendefinisikan secara operasional
Membuat definisi tentang apa yang dilakukan dan diamati.c.
Mengumpulkan Data (Collecting Data)
Mengumpulkan dan mencatat informasi hasil pengamatan dan
pengukuran dengan sistematis.d. Menginterpretasi Data (Interpreting
Data)
Mengorganisasi, menganalisis, dan mensistesis data dengan
menggunakan tabel, grafik, dan diagram sehingga terlihat pola yang
dapat digunakan dalam mengkonstruksi kesimpulan, prediksi atau
hipotesis.e. Mengidentifikasi dan Mengontrol Variabel (Identifying
and Controlling Variables)
Kemungkinan banyak variabel yang mempengaruhi hasil
penyelidikan, untuk itu perlu dimanipulasi variabel yang
mempengaruhi sedangkan variabel lainnya dibuat konstan.
f. Merumuskan Hipotesis (Formulating Hypotheses)
Membuat dugaan sementara mengenai permasalahan yang dikaji
berdasarkan bukti yang dapat diuji melalui percobaan.
g. Melakukan Percobaan (Experimenting)
Merancang sendiri percobaan dan melakukannya sesuai prosedur
untuk memperoleh data yang terpercaya dan akurat, sebagai bahan
untuk menguji hipotesis.Pada prinsipnya keterampilan dasar dan
keterampilan terintegrasi memiliki kesamaan dalam hal merumuskan
permasalahan, mengumpulkan data dan mengajukan solusi pemecahan
masalah.Hal senada juga diungkapkan oleh Enger & Yager (2001),
yang menyatakan bahwa keterampilan proses harus meliputi beberapa
aspek, yaitu: 1) Observing, 2) Using space and time relationship,
3) Classifying, grouping, and organizing, 4) Using numbers and
quantifying, 5) Measuring, 6) Communicating, 7) Inferring, 8)
Predicting, 9) Identifying and controlling variables, 10)
Interpreting data, 11) Formulating hypotheses, 12) Defining
operationally, 13) Experimenting.
Pendekatan pembelajaran sains yang diarahkan pada pengembangan
keterampilan proses sains disebut pendekatan proses. Ada banyak
keuntungan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran pendekatan
proses sains, diantaranya:1. Meningkatkan potensi intelektual
siswa
2. Lebih membangkitkan motivasi intrinsik dari pada
ekstrinsik
3. Mengembangkan konsep diri pada diri siswa4. Konsep yang
dipelajari tersimpan dalam memori lebih lama
5. Meningkatkan kecerdasan sosial dan emosional
6. Memberi kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi dalam proses belajar
7. Belajar menjadi berpusat pada siswa (student centered).
Semua aspek keterampilan proses yang dimaksudkan tersebut
hendaknya dapat diakses selama siswa mengikuti proses pembelajaran,
misalnya pada saat melakukan kegiatan praktikum. Keterampilan
proses yang dilakukan siswa berdasarkan atas metode ilmiah akan
memberikan pijakan bagi siswa agar lebih peka terhadap objek yang
dipelajari atau diamati. Dalam hal ini, pengetahuan awal siswa akan
diuji melalui observasi yang dilakukan siswa dengan tetap
mengembangkan keterampilan proses yang dimiliki. Membiasakan siswa
untuk berpikir ilmiah maupun melakukan kegiatan ilmiah akan
memunculkan motivasi siswa untuk mendalami suatu konsep yang
dipelajari sehingga proses pembelajaran sains akan lebih
bermakna.2.2.3 Dimensi Aplikasi
Sains dapat dianggap sebagai aplikasi, artinya dengan memiliki
penguasaan pengetahuan dan produk sains dapat dipergunakan untuk
menjelaskan, mengolah, memanfaatkan, maupun memprediksi fenomena
alam serta mengembangkan disiplin ilmu lainnya dan teknologi.
Aplikasi pada dasarnya terletak pada sejauh mana siswa mampu
mentrasnfer dan menggunakan ilmu yang telah dipelajari pada situasi
yang baru, terutama dalam kehidupan mereka sehari-hari (Gronlund,
dalam Enger & Yager, 2001). Suatu ilmu akan berguna ketika
seseorang yang menguasai ilmu tersebut mampu menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Begitu pula dengan sains, sains akan lebih
berguna ketika dapat diaplikasikan langsung dalam kehidupan
sehari-hari. Kunci utama dimensi aplikasi pada pembelajaran sains
adalah bagaimana seorang pebelajar mampu mengaplikasikan konsep
yang telah dipelajari pada situasi baru yang lebih kompleks. Hal
ini penting, karena pebelajar tidak hanya dihadapkan pada
permasalahan yang monoton, tetapi mereka dihadapkan pada
permasalahan yang unik. Ini diharapkan dapat memotivasi pebelajar
untuk mengaplikasikan semua konsep yang dimiliki dan keterampilan
proses sesuai dengan objek yang dikaji.
Seorang pebelajar yang mampu mengaplikasikan pengetahuan yang
telah dipelajari ke dalam situasi baru membuktikan bahwa pebelajar
tersebut telah memiliki pemahaman mendalam terhadap suatu konsep.
Salah satu aplikasi sains dalam kehidupan sehari-hari adalah adanya
kemajuan teknologi yang semakin pesat. Orang yang bijak dan melek
sains akan selalu memanfaatkan teknologi tersebut ke arah positif.
Bahkan, orang tersebut mampu menciptakan teknologi baru yang
menunjang aktivitas sehari-hari sehingga lebih efektif dan
efisien.
Berikut ini disajikan beberapa aspek dimensi aplikasi dalam
pembelajaran sains (Enger & Yager, 2001), yaitu sebagai
berikut.
1. Menggunakan cara berpikir kritis
2. Menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka
3. Menggunakan proses-proses ilmiah untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari
4. Mampu menghubungkan ilmu pengetahuan yang termasuk dalam
bidang sains (integrasi sains)
5. Mampu untuk mengubungkan sains dengan ilmu pengetahuan
lainnya (integrasi sains dengan ilmu lain)
6. Membuat keputusan yang terkait dengan kesehatan diri,
penyediaan nutrisi dan gaya hidup sehat berdasarkan konsep
pengetahuan sains yang dimiliki.
7. Memahami dan mengevaluasi laporan media masa mengenai
perkembangan sains
8. Aplikasi dan keterampilan konsep sains untuk mengatasi
msalah-masalah yang berhubungan dengan kemajuan teknologi.2.2.4
Dimensi Sikap
Sains dapat dianggap sebagai sarana untuk mengembangkan sikap
dan nilai-nilai tertentu, misalnya: nilai religius, skeptisme,
objektivitas, keteraturan, sikap keterbukaan, nilai praktis dan
ekonomis, serta nilai etika atau estetika. Sains juga diyakini
dapat melatih atau menanamkan sikap dan nilai positif dalam diri
siswa. Jujur, dapat bekerja sama, teliti, tekun, hati-hati,
toleran, skeptis, merupakan sikap dan nilai yang dapat terbentuk
melalui pembelajaran sains.
Pembelajaran sains yang berlangsung dengan baik, akan dapat
membentuk sikap dan nilai positif dalam diri siswa sebagai bekal
yang diperlukannya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya
dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya hal tersebut dapat tercapai
jika pembelajaran sains dipandang sebagai proses tidak hanya
sekedar mempelajari produknya saja.
Sikap mengandung tiga komponen yaitu komponen kognitif, afektif
dan tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu obyek dan
sikap terhadap obyek ini disertai dengan perasaan positif atau
negatif. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu
kesiapan yang senantiasa cenderung untuk berprilaku atau bereaksi
dengan cara tertentu bilamana dihadapkan dengan suatu masalah atau
obyek (Bahrul, 2010).
Baharuddin (dalam Bahrul, 2010) mengemukakan bahwa sikap ilmiah
pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan
saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Sikap
ilmiah ini berarti kecendrungan individu untuk bertindak dalam
memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah
ilmiah. Pengukuran sikap ilmiah dapat didasarkan pada
pengelompokkan sikap sebagai dimensi sikap selanjutnya dikembangkan
indikator-indikator sikap untuk setiap dimensi sehingga memudahkan
menyusun butir instrumen sikap ilmiah. Untuk lebih memudahkan dapat
diguakan pengelompokkan / dimensi sikap yang dikembangkan oleh
Harlen (1996) seperti tabel dibawah ini:Tabel 1
Dimensi dan indikator Sikap IlmiahDimensiIndikator
Sikap Ingin Tahu Antusias mencari jawaban
Perhatian pada obyek yang diamati
Antusias pada proses sains
Menanyakan setiap langkah kegiatan
Sikap respek terhadap data / fakta Objektif/jujur
Tidak memanipulasi data
Tidak buruk sangka
Mengambil keputusan sesuai fakta
Tidak mencampur fakta dengan pendapat
Sikap berfikir kritis Meragukan temuan teman
Menanyakan setiap perubahan/hal baru
Mengulangi kegiatan yang dilakukan
Tidak mengabaikan data meskipun kecil
Sikap penemuan dan kreatifitas Menggunakan fakta-fakta untuk
dasar konklusi
Menunjukkan laporan berbeda dengan teman kelas
Merubah pendapat dalam merespon terhadap fakta
Menggunakan alat tidak seperti biasanya
Menyarankan percobaan-percobaan baru Menguraikan konklusi baru
hasil pengamatan
Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama Menghargai
pendapat/temuan orang lain Mau merubah pendapat jika data
kurang
Menerima saran dari teman
Tidak merasa selalu benar
Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif
Berpartisipasi aktif dalam kelompok
Sikap ketekunan Melanjutkan meneliti sesudah "kebaruannya"
hilang Mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan
Melengkapi satu kegiatan meskipun teman
Kelasnya selesai lebih awal
Sikap peka terhadap lingkungan Perhatian terhadap peristiwa
sekitar
Partisipasi pada kegiatan sosial
Menjaga kebersihan lingkungan sekolah
Catatan : indikator indikator tersebut diatas hanya contoh dan
masih dapat dikembangkan agar lebih lengkap dan tepat mendukung
dimensi sikap yang akan diukur.2.2.5 Dimensi Kreativitas
Kreativitas merupakan produk berpikir kreatif seseorang.
Munandar (1992) mengungkapkan bahwa kreativitas bukan berarti sama
sekali tidak pernah ada, tetapi merupakan kombinasi dari sesuatu
yang pernah ada menjadi sesuatu yang baru. Hodson & Reid (dalam
Enger & Yager, 2001), mengungkapkan bahwa kreativitas merupakan
bagian integral dari sains dan proses ilmiah yang digunakan untuk
meramalkan maupun menyelesaikan suatu permasalahan yang terencana
hingga akhinya memunculkan aksi. Berpikir kreatif dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran yang terlibat
dalam memproduksi sebuah ide, konsep, penciptaan, atau penemuan
sesuatu yang baru, asli, bermanfaat atau memuaskan para pencipta
atau orang lain (Meyers, 1982). Berpikir kreatif merupakan suatu
proses yang digunakan pada saat mendatangkan/memunculkan suatu ide
baru. Berpikir kreatif juga dapat diartikan sebagai suatu kombinasi
dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada
intuisi tetapi masih dalam kesadaran (Pehkonen, 1997). Berdasarkan
definisi-definisi yang telah diungkapkan tersebut, jelaslah bahwa
berpikir kreatif merupakan kecakapan menggunakan akal untuk
menghasilkan ide, mencipta sesuatu yang baru, asli, luar biasa,
bernilai, baik bersifat abstrak, nyata berupa ide atau gagasan,
mencari makna dan penyelesaian masalah secara inovatif.
Munandar (1999) menyatakan beberapa keuntungan dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, yaitu 1) siswa
memiliki kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian terhadap suatu masalah, 2) siswa mempunyai kemampuan
berpikir kreatif mendapatkan manfaat dan kepuasan terhadap hasil
belajarnya, 3) kemampuan berpikir kreatif melibatkan metakognisi
meliputi kemampuan-kemampuan siswa untuk menentukan tujuan
belajarnya, keberhasilan pencapaiannya, dan memilih
alternatif-altenatif untuk mencapai tujuan, dan 4) dengan adanya
kemampuan berpikir kreatif siswa memungkinkan untuk meningkatkan
kualitas hidupnya.
Menurut Petty (2002), proses seseorang menjadi kreatif akan
melalui enam tahapan, yaitu sebagai berikut.
1. Inspirasi (membangkitkan gagasan sebanyak-banyaknya)
2. Klasifikasi (memfokuskan diri pada sasaran)
3. Distilasi (memeriksa gagasan yang telah dihasilkan dan
mencoba untuk menentukan solusi pemecahan yang akan dilakukan.
4. Perpirasi (mengerjakan gagasan terbaik dengan tekun)
5. Evaluasi (mereview kembali gagasan/solusi yang sedang
dilakukan, bagaimana kelemahan maupun kelebihannya)
6. Inkubasi (meninggalkan gagasan yang telah dilakukan meskipun
terkadang masih mempertimbangkannya dan membiarkannya berada
padapermukaan pikiran.
Melalui penerapan keenam tahapan tersebut, maka proses berpikir
kreatif seseorang terus dilatih hingga menjadi suatu kebiasaan
tersediri. Selama proses pembelajaran sains, hendaknya guru
menuntun siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya
dengan cara menerapkan strategi atau model pembelajaran
tertentu.
Berbagai pengalaman ilmiah akan mendorong seseorang untuk
berpikir kreatif sehingga memunculkan kreativitas tinggi. Anak
kreatif akan memiliki sudut pandang berbeda dari umumnya yang
bersifat khas dan fantastis dalam mencari solusi suatu
permasalahan. Berikut disajikan 10 aspek dimensi kreativitas (Enger
& Yager, 2001), yaitu sebagai berikut.1.
Visualization-production of mental images.2. Divergent thinking.3.
Open-ended question.4. Consideration of alternative viewpoints.5.
Generation of unusual ideas.6. Generation of metaphors.7.
Novelty-combining objects and ideas in new ways.8. Solving problems
and puzzles.9. Designing devices and machines.10. Multiple modes of
communicating results.McKinney dalam Meyers (1982), mengungkapkan
bahwa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, maka
dalam pembelajaran harus dikembangkan unsur-unsur sebagai
berikut.
1. Meningkatkan kesadaran siswa akan pentingnya kreativitas
untuk mengembangkan pribadi mereka.
2. Meningkatkan pemahaman siswa mengenai sifat kreativitas,
orang-orang kreatif, hambatan untuk berpikir kreatif, dan proses
kreatif.
3. Menyajikan teknik untuk berpikir kreatif, yaitu: verbal dan
kefasihan ideasional, berpikir fleksibilitas, orisinalitas,
kepekaan persepsi dan kesadaran, visualisasi keterampilan,
kemampuan untuk memprediksi konsekuensi, dan keterampilan
perencanaan.
4. Menempatkan pengetahuan baru, keterampilan, kemampuan, dan
sikap dalam praktek kehidupan sehari-hari. Siswa didorong untuk
mengeksplorasi kepentingan baru, untuk mengalami kegiatan dan
lingkungan yang baru, untuk terbuka dan mau menerima ide-ide baru,
untuk menghasilkan dan menangkap ide-ide mereka sendiri, dan
menggunakan teknik-teknik kreatif dalam memecahkan masalah mereka
sendiri. 2.2.6 Dimensi Hakikat Sains (Nature of Science)
Nature of Science (NOS) didefinisikan sebagai hakikat ilmu
pengetahuan yang merupakan konsep yang kompleks, melibatkan aspek
filosofi, sosiologi, dan historis dari ilmu pengetahuan (McComas et
al. dalam Wenning, 2006). Selanjutnya Lederman et al. (dalam
Wenning, 2006) menyatakan NOS sebagai pemahaman karakteristik
pengetahuan ilmiah yang berurusan dengan sifat empirisnya, kreatif
dan imajinatif, karakteristik teori, hakekat sosial budaya, dan
sifat tentatifnya.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
NOS mencakup tiga hal, ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Jadi,
NOS merupakan jembatan bagi para siswa untuk mengungkap dan
memahami realitas alam. Pemahaman terhadap realitas alam sangat
dibutuhkan bagi siswa dalam rangka memahami jati diri dan
membangkitkan kesadaran untuk mencintai alam beserta isinya.
Menurut Wenning (2006), untuk mewujudkan pemahaman siswa tentang
NOS diterapkan enam praktek pengajaran yang dapat membantu para
siswa mencapai pemahaman yang diharapkan yaitu background reading,
case study discussions, inquiry lessons, inquiry labs, historical
studies, dan multiple assessments. Keenam praktek pengajaran NOS
tersebut dapat ditunjukkan seperti Gambar 1.
Gambar 1. Implementasi Model NOS
Pembelajaran di dalam kelas hendaknya mengembangkan hakikat
sains itu sendiri tidak hanya sekedar paper and pencil semata. Guru
harus mampu mengemas pembelajaran menjadi lebih bermakna dengan
mengajak siswa terlibat aktif dalam proses belajar dan memecahkan
masalah dalam dunia nyata sehingga belajar bukan hanya sekedar
menghafal teori saja, melainkan belajar merupakan kegiatan
mengkontruksi pengetahuan. Akibatnya, konsep yang dipelajari
tersimpan dalam memori jangka panjang sehingga proses berpikir
divergen akan berkembang.
Enger & Yager (2001), menyatakan ada enam orientasi NOS,
yaitu sebagai berikut.
1. The framing of questions for scientific research.
2. The methodologis used in scientific research.
3. The ways which teams cooperate in scientific research.
4. The competitive side of scientific research.
5. The interactions among science, technology, economy,
politics, history, sociology, and philosophy.6. The history of
scientific ideas.Penilaian adalah komponen penting dalam membantu
siswa untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang NOS.
Penilaian yang dimaksud seperti penilaian kinerja ilmiah, sikap
ilmiah, portofolio, presentasi, dan juga dalam bentuk tes pilihan
ganda diperluas ataupun uraian tes. Penilaian hendaknya mampu
mengakses seluruh aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Penilaian tidak hanya memandang hasil akhir saja, melainkan melihat
juga proses yang dilalui siswa hingga menjadi bisa.
Guru hendaknya memberikan peluang seluas-luasnya kepada siswa
untuk mengembangkan kemampuannya. Siswa sebagai subjek dan objek
pembelajaran harus dituntun untuk memahami hakikat sains tersebut.
Dengan demikian, akan dapat meningkatkan keterampilan proses dan
sikap ilmiah siswa. Selain itu, pemahaman konsep siswa semakin
mendalam dan aplikatif. Siswa mampu mengembangkan ide-ide mereka
dalam memecahkan suatu permasalahan sehingga secara tidak langsung
melatih kemampuan berpikir kreatif siswa.
Aktivitas siswa yang diakses adalah kemampuan merencanakan,
kemampuan melaksanakan, kemampuan presentasi, kemampuan melaporkan
secara tertulis, kemampuan melaporkan secara lisan, pembuatan
jurnal berkala, fokus pemahaman terhadap NOS, sikap dan persepsi
siswa terhadap pelajaran dan model pembelajaran yang diterapkan.
Untuk meminimisasi subyektivitas penilaian, assesment hendaknya
dilengkapi dengan rubrik, sehingga mampu menilai siswa secara lebih
akurat.Berdasarkan enam dimensi sains sebagai landasan menyusun
penilaian, maka guru dituntut tidak hanya memberikan teori belaka
melainkan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari sehingga
memunculkan literasi sains yang tinggi. Guru dalam merancang
pembelajaran dan penilaian harus mengacu pada bagaimana siswa
menjadi tahu bukan pada apa yang dipelajari siswa. Pemahaman siswa
tentang realitas alam terbentuk bila siswa memahami hakikat sains
dimana pemahaman tentang hakikat sains dapat diperoleh siswa
melalui implementasi penilaian berdasarkan enam dimensi sains dalam
pembelajaran sains.
2.3 CONTOH PENGEMBANGAN ASSESMENT BERDASARKAN ENAM DIMENSI
SAINS
2.3.1 Pengembangan Assesment Berdasarkan Dimensi Konsep
Salah satu contoh pengembangan assesment berdasarkan dimensi
konsep yaitu menggunakan tes pemahaman konsep. Tes ini berguna
untuk mengukur pemahaman konsep siswa terhadap materi sains. Tes
pemahaman konsep yang dapat dikembangkan adalah jenis tes uraian
(essay) atau pilihan ganda diperluas. Adapun rubrik dari tes
pemehaman konsep adalah sebagai berikut.
Skor Kriteria
4Menjawab benar, menunjukkan alasan yang benar disertai
bukti-bukti: prinsip, formulasi, atau perhitungan
3Menjawab benar dan menunjukkan alasan yang benar
2Menjawab benar, tetapi tidak menunjukkan alasan
1Menjawab, tetapi salah atau miskonsepsi
0Tidak menjawab
Santyasa (2006)
2.2.2 Pengembangan Assessment Berdasarkan Dimensi Proses
Pengembangan assessment berdasarkan dimensi proses berkaitan
erat dengan penilaian unjuk kinerja. Berikut merupakan contoh
rubrik penilaian kinerja.
Petunjuk:
1. Bacalah dan pahamilah kriteria penilaian atau rubrik
penilaian dengan baik, sebelum melakukan penilaian.
2. Tentukan skor perolehan pada setiap aspek tugas kinerja yang
dinilai, dengan rentang skor yang telah tersedia sebagai
berikut.
3. Pelaksanaan penilaian dilakukan oleh guru.
NoKemampuan DasarIndikatorKriteria Penilaian (Rubrik)Skor
1.
Merencanakan penelitian
Merumuskan masalah Bentuk kalimat pertanyaan
Rumusan masalah operasional (dapat diukur)
Mempertanyakan secara logis hubungan antara dua faktor
(variabel) atau lebi
Data menjawab masalah sangat mungkin untuk diperoleh 4 3 2 1
Merumuskan hipotesis Bentuk kalimat pernyataan
Rumusan hipotesis singkat dan jelas
Koheren dengan teori dan hasil penelitian terdahulu
Mencerminkan hubungan antar variabel 4 3 2 1
Menetapkan alat dan bahan
(instrumen pengumpulan data) Jenis alat yang digunakan sesuai
dengan data yang akan dikumpulkan
Jenis bahan yang digunakan sesuai dengan data yang
diperlukan
Alat dan bahan yang disiapkan bersifat kontekstual
Alat dan bahan yang diperlukan dapat dijamin ketersediaannya4 3
2 1
Menetapkan langkah kerja Sistematis
Urutannya logis dan mudah dipahami
Ada upaya memperoleh data dengan presisi yang tinggi
Ada prosedur menjaga keamanan/ keselamatan alat dan peneliti 4 3
2 1
Melaksanakan penelitian Menggunakan alat dan bahan Langkah
menggunakan alat sistematis
Cermat
Teliti
Tidak ceroboh (terampil)4 3 2 1
Melakukan pengamatan Menggunakan semua indera yang sesuai
Akurat dalam mencatat hasil pengamatan
Data yang diamati sesuai dengan perencanaan
Hasil pengamatan berupa data kuantitatif dan kualitatif4 3 2
1
Mengumpulkan data Jenis data yang dikumpulkan sesuai dengan
variabel yang ditetapkan
Jumlah data sesuai keperluan analisis
Satuan yang digunakan konsisten
Data dapat dikelompokkan secara tepat4 3 2 1
Menganalisis data Tabulasi data sistematis
Deskripsi datanya sistematis dan logis Perhitungannya cermat
Hasil analisisnya akurat4 3 2 1
Menarik simpulan Simpulan merupakan jawaban terhadap rumusan
masalah
Sinkron terhadap tujuan penelitian
Simpulan didasarkan atas hasil analisis data
Kalimat singkat dan jelas4 3 2 1
1. Mengkomunikasikan hasil penelitianPresentasi dan diskusi
Menyajikan hasil penelitian secara lugas
Menguasai materi dan mampu menjawab pertanyaan
Memiliki kemampuan dalam berdiskusi
Bersikap ilmiah4 3 2 1
2.2.3 Pengembangan Assessment Berdasarkan Dimensi Aplikasi
Pengembangan assessment berdasarkan dimensi aplikasi melibatkan
kemampuan siswa dalam bepikir kritis dan kemampuan memecahkan
masalah. Berikut disajikan contoh rubrik assessment keterampilan
berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah.Rubrik Assessment
Keterampilan Berpikir Kritis
NoKeterampilan berpikir kritis siswaIndikatorSkorKriteria
1Merumuskan masalah Rumusan masalah sesuai dengan narasi
permasalahan.
Dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yang memberikan arah untuk
menemukan jawaban/solusi.4Jika kedua indikator terpenuhi
3Jika salah satu indikator terpenuhi
2Jika kedua indikator ada tetapi tidak terpenuhi
1Jika salah satu indikator ada tetapi tidak terpenuhi
0Jika kedua indikator tidak ada
2Memberikan Argumentasi Memberikan argumen secara utuh.
Memberikan argumen dengan alasan yang sesuai dengan menunjukan
persamaan dan perbedaannya.4Jika kedua indikator terpenuhi
3Jika salah satu indikator terpenuhi
2Jika kedua indikator ada tetapi tidak terpenuhi
1Jika salah satu indikator ada tetapi tidak terpenuhi
0Jika kedua indikator tidak ada
3Melakukan Deduksi Melakukan deduksi secara logis.
Melakukan intepretasi terhadap pertanyaan.4Jika kedua indikator
terpenuhi
3Jika salah satu indikator terpenuhi
2Jika kedua indikator ada tetapi tidak terpenuhi
1Jika salah satu indikator ada tetapi tidak terpenuhi
0Jika kedua indikator tidak ada
4
Melakukan Induksi
Melakukan investigasi/pengumpulan data secara lengkap. Membuat
generalisasi data, tabel atau grafik.4Jika kedua indikator
terpenuhi
3Jika salah satu indikator terpenuhi
2Jika kedua indikator ada tetapi tidak terpenuhi
1Jika salah satu indikator ada tetapi tidak terpenuhi
0Jika kedua indikator tidak ada
5Melakukan evaluasi Solusi/saran yang diberikan sesuai dengan
masalah.
Solusi/saran yang diberikan sesuai dengan teori yang ada4Jika
kedua indikator terpenuhi
3Jika salah satu indikator terpenuhi
2Jika kedua indikator ada tetapi tidak terpenuhi
1Jika salah satu indikator ada tetapi tidak terpenuhi
0Jika kedua indikator tidak ada
6Memutuskan & Melaksanakan Solusi/saran yang diberikan
sesuai dengan masalah.
Solusi/saran yang diberikan sesuai dengan teori yang ada.4Jika
kedua indikator terpenuhi
3Jika salah satu indikator terpenuhi
2Jika kedua indikator ada tetapi tidak terpenuhi
1Jika salah satu indikator ada tetapi tidak terpenuhi
0Jika kedua indikator tidak ada
Sumber: Arnyana (2004)Rubrik Assessment Kemampuan Pemecahan
MasalahNOKomponen Kemampuan
Pemecahan MasalahIndikatorSkor
1Deskripsi
menunjukkan bukti pemahaman konsep Variabel-variabel
teridentifikasi dengan jelas, konsep-konsep dan prinsip-prinsip
serta hubungan-hubungan teridentifikasi dengan jelas.
Variabel-variabel teridentifikasi dengan jelas, hanya sebagian
konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta hubungan-hubungan
teridentifikasi dengan jelas.
Variabel-variabel teridentifikasi dengan jelas, konsep-konsep
dan prinsip-prinsip serta hubungan-hubungan tidak teridentifikasi
dengan jelas.
Tidak semua variabel-variabel teridentifikasi dengan jelas,
konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta hubungan-hubungan tidak
teridentifikasi dengan jelas.
Hanya sebagian kecil variabel teridentifikasi, tidak
mengidentifikasi konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting. 5
4
3
2
1
2Kebergunaan Deskripsi
Semua informasi yang diperlukan telah disajikan dalam
deskripsi
Sebagian besar informasi yang diperlukan telah disajikan dalam
deskripsi
Sebagian informasi yang diperlukan telah disajikan dalam
deskripsi
Sebagian kecil informasi yang diperlukan telah disajikan dalam
deskripsi
Informasi yang diperlukan tidak disajikan dalam
deskripsi54321
3Kesesuaian persamaan dengan deskripsi Semua persamaan yang
digunakan konsisten dengan deskripsi.
Sebagian besar persamaan yang digunakan konsisten dengan
deskripsi.
Sebagian persamaan yang digunakan konsisten dengan
deskripsi.
Sebagian kecil persamaan yang digunakan konsisten dengan
deskripsi.
Persamaan yang digunakan tidak konsisten dengan
deskripsi.54321
4Rencana solusi yang masuk akal Dimulai dari konsep-konsep atau
prinsip-prinsip umum, bekerja dari varibel target sampai ditemukan
cukup informasi untuk pemecahan masalah, mencirikan langkah-langkah
matematik yang tepat untuk pemecahan masalah
Dimulai dari konsep-konsep atau prinsip-prinsip umum, bekerja
dari variabel target sampai ditemukan cukup informasi untuk
pemecahan masalah, tidak mencirikan langkah-langkah matematik yang
tepat untuk pemecahan masalah.
Dimulai dari konsep-konsep atau prinsip-prinsip umum, tidak
bekerja dari variabel target sampai ditemukan cukup informasi untuk
pemecahan masalah, tidak mencirikan langkah-langkah matematik yang
tepat untuk pemecahan masalah.
Dimulai dari konsep-konsep atau prinsip-prinsip umum, tidak
bekerja dari variabel target sampai ditemukan cukup informasi untuk
pemecahan masalah, tidak mencirikan langkah-langkah matematik untuk
pemecahan masalah
Tidak dimulai dari konsep-konsep atau prinsip-prinsip umum,
tidak bekerja dari variabel target sampai ditemukan cukup informasi
untuk pemecahan masalah, tidak mencirikan langkah-langkah matematik
yang tepat untuk pemecahan masalah.5
4
3
2
1
5Perkembangan logika Solusi dimulai dari ungkapan
prinsip-prinsip umum, melakukan manipulasi aljabar variabel yang
tidak diketahui, mensubstitusikan bilangan dan satuan dengan benar
dan masuk akal.
Solusi dimulai dari ungkapan prinsi-prinsip umum, tidak
melakukan manipulasi aljabar variabel yang tak diketahui, dan
langsung bekerja dengan bilangan mensubstitusikan bilangan dan
satuan dengan benar, sampai diperoleh hasil yang benar dan masuk
akal.
Solusi dimulai dari ungkapan prinsip-prisip umum, tidak
melakukan manipulasi aljabar variabel yang tak diketahui, terdapat
kesalahan mensubstitusikan bilangan tanpa satuan, sampai diperoleh
hasil yang tidak benar dan tidak masuk akal.
Dimulai dengan menebak rumus, dan langsung bekerja dengan
bilangan tanpa melakukan manipulasi aljabar variabel yang tak
diketahui, mensubstitusikan bilangan dan tanpa satuan dengan benar,
diperoleh hasil yang tidak benar dan tidak masuk akal.
Terdapat kesalahan dalam menentukan formulasi spesifik sehingga
hasil, tidak menggunakan variabel yang teridentifikasi, tidak
dimulai dari variabel target, dan mensubstitusikan bilangan tanpa
satuan, sehingga hasil yang diperoleh salah.5
4
3
2
1
2.2.4 Pengembangan Assessment Berdasarkan Dimensi Sikap
Pengembangan assessment berdasarkan dimensi sikap berkaitan
dengan afektif siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Berikut disajikan assessment sikap.
No.Nama SiswaIIIIIIIVVVIVIIVIIISkor Total
1.
2
3
N
Keterangan:
I: Kehadiran di KelasII: Kesopanan Berpakaian
III: Ketepatan Mengumpulkan TugasIV: Menunjukkan Kesungguhan
BelajarV: Kerjasama dalam Kelompok BelajarVI: KejujuranVII:
Beretika dalam BertanyaVIII: Beretika dalam Menyampaikan
PendapatPedoman Penskoran:
Kehadiran di kelas:
KriteriaSkor
Hadir tepat waktu90
Hadir terlambat 5-10 menit85
Hadir terlambat 11-20 menit80
Hadir terlambat 21-60 menit75
Hadir terlambat >60 menit = tidak hadir70
Ketepatan mengumpulkan tugas:
KriteriaSkor
Tepat waktu95
Terlambat 1-2 hari90
Terlambat 3-4 hari85
Terlambat 5-6 hari80
Terlambat 7-9 hari75
Terlambat 10-12 hari70
Terlambat > 12 hari65
Tidak mengumpulkan tugas0
Kesopanan berpakaian, menunjukkan kesungguhan belajar,
kejujuran, kerjasama dalam kelompok, etika dalam menyampaikan
pertanyaan, dan etika dalam menyampaikan pendapat:
KriteriaSkor
Sangat Baik90-100
Baik80-89
Cukup70-79
Kurang60-69
Sangat kurang60>
Kategori Nilai Afektif:
KriteriaSkor
Sangat Baik90-100
Baik80-89
Cukup70-79
Kurang60-69
Sangat kurang60>
2.2.5 Pengembangan Assessment Berdasarkan Dimensi
Kreativitas
Pengembangan assessment berdasarkan dimensi kreativitas,
mengikuti karakteristik dan proses berpikir kreatif. Berikut
disajikan rubik assessment berpikir kreatif.
Rubrik Assessment Berpikir Kreatif
IndikatorSkorKarakteristik
Berpikir lancar
4Menjawab lebih dari satu jawaban, lengkap disertai argumentasi
yang tepat dan lancar dalam mengungkapkan jawaban.
3Menjawab lebih dari satu jawaban, disertai argumentasi yang
tepat tetapi tidak lancar dalam mengungkapkan jawaban.
2Menjawab lebih dari satu jawaban, tidak disertai argumentasi
yang tepat dan tidak lancar dalam mengungkapkan jawaban.
1Menjawab tidak lebih dari satu jawaban, tidak disertai
argumentasi yang tepat dan tidak lancar dalam mengungkapkan
jawaban.
0Tidak menjawab sama sekali.
Berpikir luwes
4Menggolongkan sesuatu menurut kategori yang berbeda-beda untuk
memecahkan permasalahan, memberikan penafsiran yang berbeda dengan
teman dan tidak monoton terhadap permasalahan yang diberikan.
3Menggolongkan sesuatu menurut kategori yang berbeda-beda untuk
memecahkan permasalahan, memberikan penafsiran yang berbeda dengan
teman tetapi monoton terhadap permasalahan yang diberikan.
2Menggolongkan sesuatu menurut kategori yang berbeda-beda untuk
memecahkan permasalahan, memberikan penafsiran yang sama dengan
teman dan monoton terhadap permasalahan yang diberikan.
1Menggolongkan sesuatu menurut kategori yang sama untuk
memecahkan permasalahan, memberikan penafsiran yang sama dengan
teman dan monoton terhadap permasalahan yang diberikan.
0Tidak menjawab sama sekali.
Berpikir orisinil4Mengungkapkan gagasan yang orisinil dalam
memecahkan masalah, mengungkapkan gagasan yang unik dan berbeda
dari biasanya, gagasan tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru
atau reintegrasi dari hal-hal yang sudah ada.
3Mengungkapkan gagasan yang orisinil dalam memecahkan masalah,
tetapi bukan gagasan yang unik dan berbeda dari biasanya, gagasan
tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru atau reintegrasi dari
hal-hal yang sudah ada.
2Mengungkapkan gagasan yang orisinil dalam memecahkan masalah,
terapi bukan gagasan yang unik dan berbeda dari biasanya dan tidak
mencerminkan hasil kombinasi baru atau reintegrasi dari hal-hal
yang sudah ada
1Mengungkapkan gagasan yang tidak orisinil dalam memecahkan
masalah, bukan gagasan yang unik dan berbeda dari biasanya dan
tidak mencerminkan hasil kombinasi baru atau reintegrasi dari
hal-hal yang sudah ada.
0Tidak menjawab sama sekali.
Berpikir elaboratif
4Langkah-langkah pemecahan masalah ditulis secara elaboratif,
mencari arti yang lebih mendalam terhadap pemecahan masalah, dan
langkah-langkah pemecahan masalah ditulis secara rinci.
3Langkah-langkah pemecahan masalah ditulis secara elaboratif,
mencari arti yang lebih mendalam terhadap pemecahan masalah, tetapi
langkah-langkah pemecahan masalah tidak ditulis secara rinci.
2Langkah-langkah pemecahan masalah ditulis secara elaboratif,
tidak mencari arti yang lebih mendalam terhadap pemecahan masalah,
dan langkah-langkah pemecahan masalah tidak ditulis secara
rinci.
1Langkah-langkah pemecahan masalah tidak ditulis secara
elaboratif, tidak mencari arti yang lebih mendalam terhadap
pemecahan masalah, dan langkah-langkah pemecahan masalah tidak
ditulis secara rinci.
0Tidak menjawab sama sekali.
Sumber Munandar (1992)2.2.6 Pengembangan Assessment Berdasarkan
Dimensi NOSPengembangan assessment berdasarkan dimensi NOS
dilaksanakan pada setiap proses atau sintaks pembelajaran
berorientasi NOS. Berikut disajikan assessment di setiap tahapan
dan komponen-komponen yang dinilai. Rentang skor pada tiap komponen
adalah 0 sampai 100.
a. Background ReadingsNo.Nama SiswaIIIIIIIVSkor Total
1.
2
3
N
Keterangan:
I: Ketepatan buku dan/atau artikel yang dijadikan sumber
belajarII: Sistematika latar belakang pembelajaranII: Ketepatan
rumusan masalah pembelajaranIV: Tujuan pembelajaranb. Case Study
DiscussionsNo.Nama SiswaIIIIIIIVVVISkor Total
1.
2
3
N
Keterangan:
I: Mengajukan pertanyaanII: Menjawab pertanyaanIII: Keterbukaan
menerima saranIV: Penampilan dalam persentasiV: Menyumbang
saran/gagasanVI: Mengambil kesimpulanc. Inquiry LessonsNo.Nama
SiswaIIIIIIIVSkor Total
1.
2
3
N
Keterangan:
I: Aktivitas belajar siswa yang diakses adalah kesesuaian
pertanyaan pembelajaran yang diajukanII. Ketepatan prosedur
pembelajaran yang akan dilakukanIII. Kecermatan memprediksi
masalahIV. Hambatan dan upaya pemecahan yang diajukand. Inquiry
Labs
No.Nama SiswaIIIIIIIVVVISkor Total
1.
2
3
N
Keterangan:
I: Sistematika penulisanII: Bahasa sajianIII: Penulisan daftar
pustakaIV: Kesesuaian laporan dengan pertanyaan pembelajaran,V:
Keluasan dan kedalaman pembahasan yang disajikanVI: Kesesuaian
simpulan dan saran yang disajikane. Historical StudiesNo.Nama
SiswaIIIIIISkor Total
1.
2
3
N
Keterangan:I: Kemampuan mengelaborasi berbagai aspek penelitian
ilmiahII:Kemampuan mengungkap, memahami, dan menerapkan hakekat
pengetahuan yang menjadi obyek Inquiry labs, III:Kemampuan
mendeskripsikan pengetahuan dalam perspektif historis dan budaya
yang berbeda.f. Multiple AssessmentsNo.Nama
SiswaIIIIIIIVVVIVIIVIIISkor Total
1.
2
3
N
Keterangan:
I: Kemampuan merencanakanII: Kemampuan melaksanakanIII:
Kemampuan presentasiIV: Kemampuan melaporkan secara tertulisV:
Kemampuan melaporkan secara lisanVI: Pembuatan jurnal berkalaVII:
Fokus pemahaman terhadap NOSVIII : Sikap dan persepsi siswa
terhadap pelajaran dan model pembelajaran yang diterapkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan :3.1.1
Sains merupakan proses belajar yang dilakukan manusia untuk
mempelajari fenomena-fenomena alam sehingga menghasilkan sekumpulan
fakta yang menuntun pada penemuan berbagai konsep, prinsip,
generalisasi, teori, dan hukum tentang alam sebagai wujud dari
produk sains. 3.1.2 Asesesmen pembelajaran dengan enam dimensi
sains, yaitu konsep, proses, aplikasi, sikap positif, kreativitas,
dan Nature Of Science (NOS).3.1.3 Penerapan Assessment berdasarkan
enam dimensi sains sebagai berikut:a. Assessment dengan dimensi
konsep dapat dilaksanakan dengan memberikan tes pemahaman konsep
dan tes kemampuan untuk menghubungkan beberapa konsep.b. Assessment
dengan dimensi proses dapat dikembangkan melalui ketrampilan proses
kegiatan ilmiah berdasarkan atas metode ilmiah.c. Assessment dengan
dimensi aplikasi dapat dikembangkan melalui cara berpikir kritis,
kreatif dan mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-harid.
Assessment dengan dimensi sikap melalui penerapan sikap ilmiah
(jujur, dapat bekerja sama, teliti, tekun, hati-hati, toleran dan
skeptis dalam pembelajaran.
e. Assessment dengan dimensi kreativitas dapat dikembangkan
dengan proses pengembangan gagasan yang baru dan terperincian dalam
mengemukakan gagasan dalam pemecahan masalah.
f. Assessment dengan dimensi NOS dapat dikembangkan dengan
penilaian kinerja,sikap ilmiah, portofolio, dan tes (tes pilihan
ganda dan tes uraian).3.2 Saran
Guru mata pelejaran sains, disarankan mampu mengimplementasikan
enam dimensi sains selama proses pemebelajaran.DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2001. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta:
Bumi AksaraArikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: Bumi AksaraArnyana, I B. P. 2004. Pengembangan
Perangkat Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Dipandu Strategi
Kooperatif serta Pengaruh Implementasinya terhadap Kemamampuan
Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa SMA pada Pelajaran
Ekosistem. Disertasi (tidak diterbitkan). PPs Universitas
Mulawarman.Bahrul, U. 2010. Sikap ilmiah. Artikel. Tersedia pada:
http://www.sikap-ilmiah.edukasia.Carin, A.A. & Sund, R.B.
(1989). Teaching Science Through Discovery. Columbus: Merrill
Publishing CompanyDahar, R. W. 1989. Teori-teori belajar. Jakarta:
Penerbit ErlanggaEnger, S. R., & Yager, R. E. 2001 Assesing
student understanding in science: A standards-based K-12 handbook.
California: Corwin Press, INC.Gabel. 1993
Harlen, W. & Galton, M. (Eds.). 1990. Observing Activities -
Assessing Science in The Pri-mary Classroom. London: Paul Chapman
Publishing LtdMeyers, B. G. 1982. Developing creative thinking
through experiential learning. Developments in Business Simulation
& Experiential Exercises. Vol. 9.Munandar, S. C. U. 1999.
Kreativitas dan keberbakatan: Strategi mewujudkan potensi kreatif
dan bakat. Jakarta: PT Gramedia.
Munandar, S. C. U. 1992. Mengembangkan bakat dan kreativitas
anak sekolah. Jakarta: PT Gramedia.
Pehkonen, Erkki. 1997. The State of Art in Mathematical
Creativity. Electronic Edition ISSN 1615-679X. 29(3).
Petty, G. 2002. Creativity: memaksimalkan potensi kreatif.
Jakarta: PT Gramedia.Santyasa, I W. 2006. Pembelajaran Inovatif:
Model Kolaboratif, Basis Proyek, dan Orientasi NOS. Makalah.
Disajikan dalam Seminar di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2
Semarapura Tanggal 27 Desember 2006, di Semarapura.Sarkim.
2005.
Siahaan, P. 2010. Hakekat sains dan pembelajaran sains. Artikel.
Tersedia pada: http://hakekat-sainsphp.pdf.
Suastra, I W. 2009. Pembelajaran sains terkini. Singajara:
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.Suryadi, M. 2010.
Pendidikan sains di sekolah dan kebutuhan masyarakat. Artikel.
Tersedia pada: http://www.pendidikansains.edukasia.Wenning, C. J.
2006. A framework for teaching the nature of science. Journal of
Physics Teacher Education Online. 3(3): 3-10Widoyoko, S. Eko Putro,
(2009). Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.Widyatiningtyas, R. 2010. Pembentukan pengetahuan sains,
teknologi dan masyarakat dalam pandangan pendidikan IPA. Jurnal
Pendidikan dan Budaya. Tersedia pada:
http://educare.e-fkinpula.net.
WWW.Kompas.Com
A
C
B
4 Jika semua kriteria terpenuhi
3 Jika tiga kriteria terpenuhi
2 Jika dua kriteria terpenuhi
1 Jika satu kriteria terpenuhi
0 Jika tidak ada kriteria terpenuhi
37 | Assesment