Top Banner
Metodologi Penelitian Kerangka teori, kerangka konsep dan variabel kasus Peningkatan angka Tuberkulosis Paru MDR di Puskesmas K Teo Wijaya B1 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana Jl.Arjuna utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510 E-mail: [email protected] 1.1 Pendahuluan Penelitian adalah suatu usaha penyelidikan yang hati-hati dan secara teratur terhadap suatu objek tertentu untuk memperoleh suatu kebenaran atau bukti kebenaran. Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah, sistematis dan logis. Pada penelitian kesehatan berorientasikan atau memfokuskan kegiatan pada masalah-masalah yang timbul dibidang kesehatan/kedokteran dan sistem kesehatan.Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian kesehatan dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar 1
73

Makalah 26 Teo

Dec 11, 2015

Download

Documents

yogidj

KLHSALdm;laslfm;lasmd.D;Lsj;ldj;lmd,d';[p,/sflall;ma;ls;,;s,,/.dmnkhadsiansl.ams,nbkjabsjknak, sd.,andklanlkds .,sndajkdmf./as,c;la,s/
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah 26 Teo

Metodologi Penelitian

Kerangka teori, kerangka konsep dan variabel kasus Peningkatan

angka Tuberkulosis Paru MDR di Puskesmas K

Teo Wijaya

B1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen krida Wacana

Jl.Arjuna utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510

E-mail: [email protected]

1.1 Pendahuluan

Penelitian adalah suatu usaha penyelidikan yang hati-hati dan secara teratur terhadap

suatu objek tertentu untuk memperoleh suatu kebenaran atau bukti kebenaran.

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk memahami dan

memecahkan masalah secara ilmiah, sistematis dan logis. Pada penelitian kesehatan

berorientasikan atau memfokuskan kegiatan pada masalah-masalah yang timbul

dibidang kesehatan/kedokteran dan sistem kesehatan.Berdasarkan metode yang

digunakan, penelitian kesehatan dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu

metode penelitian survei dan metode penelitian eksperimen. Penelitian survei adalah

suatu penelitian yang dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap subjek

penelitian. Dalam survei penelitian dilakukan pada sebagian dari populasi ( sampel ),

sedangkan penelitian eksperimen adalah peneliti melakukan percobaan terhadap

variabel independennya. Langkah-langkah dalam penatalaksanaan survei yaitu

menentukan tujuan penelitian, hipotesis, kerangka teori dan kerangka konsep,

variabel, definisi operasional, desain penelitian, subjek penelitian, alat ukur,

pengolahan data, kesimpulan dan laporan.1

1

Page 2: Makalah 26 Teo

PEMBAHASAN

2.1 Kerangka Teori

Menurut kamus Bahasa Indonesia Poerwadarminta, teori adalah “pendapat yang

dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai sesuatu peristiwa (kejadian), dan

asas–asas, hukum–hukum umum yang menjadi dasar sesuatu kesenian atau ilmu

pengetahuan; serta pendapat cara –cara dan aturan–aturan untuk melakukan sesuatu”.

Kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu

teori dengan faktor‐faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.

Kerangka Teori atau Kerangka Pikir atau Landasan Teori adalah kesimpulan dari

Tinjauan Puskata yang berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau

berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Kerangka teori berisi

prinsip-prinsip teori yang memengaruhi dalam pembahasan. Prinsip-prinsip teori itu

berguna untuk membantu gambaran langkah dan arah kerja. Kerangka teori itu harus

dapat menggambarkan tata kerja teori. Penyusunan teori merupakan tujuan utama dari

ilmu karena teori merupakan alat untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang

diteliti. Teori selalu berdasarkan fakta, didukung oleh dalil dan proposisi. Secara

defenitif, teori harus berlandaskan fakta empiris karena tuijuan utamanya adalah

menjelaskan dan memprediksikan kenyataan atau realitas. Suatu penelitian dengan

dasar teori yang baik akan membantu mengarahkan si peneliti dalam upaya

menjelaskan fenomena yang diteliti.1,2,3

Teori memberikan konstribusi terhadap penilitian antara lain:

- teori meningkatkan keberhasilan penelitian karena teori dapat menghubungkan

penemuan-penemuan yang nampaknya bebeda- beda kedalam suatu keseluruhan

serta memperjelas proses-proses yang terjadi didalamnya.

2

Page 3: Makalah 26 Teo

- Teori dapat memberikan penjelasan terhadap hubungan-hubungan yang diamati

dalam suatu penelitian.

- Teori dapat memandu penelitian sehingga penelitian yang dilakukan

memberikan hasil yang diharapkan.4

2.2 Kerangka konsep

Dari hasil kerangka teori serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut

maka dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian. Yang dimaksud dengan

kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Jadi variabel adalah simbol

atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep. Variabel adalah

yang bervariasi.4

Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu

pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung.

Agar dapat diamati dan dapat diukur, maka konsep tersebuh harus dijabarkan ke

vriabel-variabel. Dari variabel itulah konsep dapat diamati dan diukur. Kerangka

konsep penelitian ini di diperlukan agar memperoleh gmbaran secara jelas ke arah

mana penelitian dapatberjalan, atau data apa yang dikumpulkaan.4

Contoh: sehat adalah suatu konsep, isilah ini mengungkapkan sejumlah observasi

tentang hal-hal atau gejala yangmencerminkan kerangka keragaman kondisi kesehatan

seorang. Untuk mengetahui apakah seseoraang itu sehat atau tidak sehat maka

pengukuran konsep sehat tersebut harus melalui konstruk atau variabel-variabel,

misalnya tekanan darah, denyut nadi, Hb darah, kolesterol, gula darah dan sebagainya.

3

Page 4: Makalah 26 Teo

Tekanan darah, denyut nadi, Hb dan sebagainya ini adalah variabel-varibel yang

digunakan untuk mengukur atau mengoservasi apakah seorang tersebutsehat atau

tidak sehat.4

Sosial ekonomi adalah suatu konsep, dan untuk mengukur sosial ekonomi keluarga

misalnya harus melalui variabel tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluaraga

dan sebagainya. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka

hubungan antara konsep-konsep yangt ingin diamati atau diukur melalui penelitian

yang akan dilakukan. Kerangka konsep ini dikembangkan atau diacukan ke pada

tujuan penelitian yang telah dirumuskan, serta didasari oleh kerangka teori yang telah

di sajikan dalam tinjauan kepustakaan sebelumnya. Dengan perkataan lain kerangka

konsep adalah merupakan formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori atau teori-

teori yang mendukung penelitia tersebut. Oleh sebab itu, kerangka konsep ini terdiri

dari variabel-variabel serta hubungan variabel yang satu dengan yang lain. Dengan

adanya kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil

penelitian.1,4,5

2.3 Variabel penelitian

Variabel didefinisikan sebagai karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu

subyek ke subyek lain. Yang dimaksud dengan variabel adalah karakteristik suatu

subyek, bukan subyek atau bendanya sendiri. Variabel mengandung pengertian

ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda

dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Variabel digunakan sebagai ciri, sifat atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,

pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya. Variabel juga dapat

4

Page 5: Makalah 26 Teo

diartikan sebagai konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai. Misalnya badan,

sosial, ekonomi, mahasiswa dan sebagainya.Selanjutnya konsep ini dapat diubah

menjadi variabel dengan cara memusatkan aspek tertentu. Misalnya:

a. Badan (konsep) berat badan, tinggi badan (variabel)

b. Mahasiswa ( konsep) jenis kelamin mahasiswa, umur mahasiswa, prestasi

mahasiswa (variabel).

c. Darah (konsep) tekanan darah.1,5,6

Berdasarkan sifatnya variabel dapat dibedakan menjadi:

a. variabel kontinu

variabel yang dapat ditentukan nilainya dengan jarak jangkau tertentu dengan desimal

yang tidak terbatas. Misalnya berat badan, tinggi badan, pendapatan dan sebagainya.

Misalnya seorang anak mempunyai tinggi 1,47 meter dengan berat badan 54,25

kilogram.1,4

b. variabel deskrit

konsep yang nilainya tidak dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan atau desimal.

Variabel ini sering juga dinyatakan sebagai kategori.jika mempunyai dua kategori

dinamakan variabel dikotomi. Misalnya jenis kelamin, terdiri dari dari laki-laki atau

perempuan. Status perkawinan, sudah menikah dan belum menikah. Jika ada lebih

dari dua kategori disebut juga vriabel politomi. Tingkat pendidikan adalah variabel

politomi, bisa SD, SMP, SMA, perguruan tinggi dan sebagainya. Jumlah anak hanya

bisa: 3,4 atau 10. tidak mungkin ada jumlah anak 4,4 dan sebagainya.1,4,6

Berdasarkan hubungan fungsional atau perannya variabel dibedakan menjadi:

1. Variabel tunggal

Variabel ini berdiri sendiri, tidak ada variabel lain yang mendampingi. Variabel

tunggal seperti ini digunakan pada penelitian deskriptif sebagai contoh penelitian

5

Page 6: Makalah 26 Teo

tentang “lama rawat pasien post sectio di RS jakarta” memiliki variabel tunggal yaitu

“ lama hari rawat”.1

2. Variabel bebas dan variabel tergantung

Yang dimaksud dengan variabel bebas adalah variabel yang bila ia berubah akan

mengakibatkan perubahan variabel lain; variabel yang berubah akibat perubahan

variabel bebas ini disebut sebagai variabel tergantung. Dengan perkataan lain

independent variable merupakan variabel risiko atau sebab, dan dependent variable

merupakan variabel akibat atau efek.

Contoh:

1. pemberian obat A menyebabkan penurunan tekanan darah

2. perbedaan kadar kolesterol pada siswa lelaki dan perempuan.

Pada contoh pertama pemakaian obat A merupakan variabel bebas, sedangkan

tekanan darah adalah variabel tergantung. Dalam contoh kedua, kadar kolesterol

serum adalah variabel tergantung, sedangkan jenis kelamin merupakan variabel bebas.

Dalam hubungan antar-variabel perlu dipahami bahwa satu jenis variabel dapat

berfungsi berbeda, bergantung kepada konteks penelitian. Misalnya dalam penelitian

tentang faktor resiko terjadinya hipertensi, hipertensi merupakan variabel tergantung (

dengan variabel bebas atau risiko misalnya faktor keturunan, konsumsi garam,

merokok,kegemukan, kebiasaan olahraga dan lain-lain). Akan tetapi dalam penelitian

tentang penyebab kematian pada manula, hipertensi merupakan salah satu variabel

bebas sedangkan variabel tergantung adalah kematian. Perlu ditekankan bahwa

meskipun namanya variabel “bebas -tergantung” atau variabel “prediktor-efek” atau ‘

kausa outcome’ namun perlu diingat bahwa terdapatnya hubungan antara variabel

bebas dengan variabel tergantung tidak selalu merupakan hubungan sebab-akibat.5

3. Variabel perancu( confounding )

6

Page 7: Makalah 26 Teo

Variabel perancu adalah jenis variabel yang berhubungan dengan variabel bebas dan

variabel tergantung, tetapi bukan merupakan variabel antara. Identifikasi variabel

perancu ini amat penting oleh karena bila tidak, ia dapat membawa kita kesimpulan

yang salah misalnya disimpulkan tidak ada hubungan antar variabel padahal

sebenarnnya hubungan tersebut tidak ada atau sebaliknya, disimpulkan tidak ada

hubungan padahal sebenarnya hubungan tersebut ada. Variabel pengganggu dapat

terjadi dengan dua cara yaitu membuat suatu perbedaan tersebut tidak ada atau

menyembunyikan suatu perbedaan yang sebenarnya ada.

Sebagai contoh kita tinjau penelitian yang mencari hubungan antara kebiasaan

minum kopi dan kejadian penyakit jantung koroner; peneliti ingin menguji hipotesis

bahwa PJK lebih sering terjadi pada peminum kopi. Disini yang bertidak sebagai

variabel bebas adalah kebiaaan minum kopi dan variabel tergantungnya adalah

variabel perancu, oleh karena

- kebiasaan minum kopi berhubungan dengan kebiasaan merokok; perokok

lebih sering minum kopi daripada bukan perokok.

- Kebiasaan merokok diketahui berhubungn dengan PJK.

Jadi kebiasaan merokok memenuhi syarat sebagai perancu oleh karena ia mempunyai

hubungan dengan kebiasaan minum kopi dengan kejadian PJK. Apabila kebiasaan

merokok ini tidak diindentifikasi, mungkin akan ditemukan hubungan positif antara

kebiasaan minum kopi dengan kejadian PJK, misalnya diperoleh data bahwa subyek

yang gemar minum kopi lebih banyak yang menderita PJK dibanding dengan subyek

yang tidak gemar minum kopi dengan kejadian PJK, namun ada hubungan antara

kebiasaan merokok dengan PJK; perokok banyak yang minum kopi, jadi seolah-olah

kebiasaan minum kopi berhubungan dengan kejadian PJK, namun ada hubungan

7

Page 8: Makalah 26 Teo

antara kebiasaan merokok dengan PJK; perokok banyak yang minum kopi, jadi

seolah-olah kebiasaan minum kopi berhubungan dengan kejadian PJK.4,5

4. variabel intervening

Variabel ini berada ditengah antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel ini

dipengaruhi oleh variabel bebas secara langsung dan sisi lain variabel ini

mempengaruhi variabel terikat. Sebagai dan disisi lain variabel ini mempengaruhi

variabel terikat. Sebagai contoh variabel ini pada penelitian tentang hubungan antara

pola mkan dan kadar Hb ibu hamil dipengaruhi pola makannya dan kadar Hb akan

mempengaruhi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.3

5. variabel pendahulu ( eksternus)

Variabel ini ada atau terjadi mendahului dua variabel yang saling berhubungan

tersebut menjadi tidak ada. Sebagai contoh dari sebuah penelitian di instalasi gawat

darurat RS cipto mangunkusumo jakarta disimpulkan bahwa kejadian KPD lebih

banyak terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Benarkah demikian?

Terkesan primigravida lebih beresiko dibangdingkan multigravida. Tetapi setelah

dimasukkan variabel eksternus yaitu “ aktivitas sehari-hari”. Hasilnya multigravida

lebih berhati-hati dalam beraktivitas dibandingkan primigravida. Jadi yang

berpengaruh besar pada kejadian KPD bukan status gravida tetapi bagaimana aktivitas

sehari-hari dilakukan.1,3

6. variabel aktif

Variabel yang dimanipulaasi oleh peneliti dinamakan variabel aktif. Jika seorang

peneliti memanipulasikan metode mengajar, cara menghukum, adalah variabel-

variabel aktif, karena variabel ini dapat dimanipulasikan.

7. variabel atribut

8

Page 9: Makalah 26 Teo

Ada juga variabel-variabel yang tidak bisa dimanipulasikan. Variabel

demikiandinamakan variabel atribut. Variabel-variabel atribut umumnya merupakan

karakteristik manusia seperti intelegensia, jenis kelamin, status sosial, pendidikan,

sikap dan sebagainya.4

Ditinjau dari segi korelasi antar variabel dalam penelitian, terdapat beberapa bentuk

korelasi antara lain:

1. Korelasi simetris, yaitu terjadi apabila antar dua variabel ada hubungan, tetapi

tidak ada mekanisme saling mempengaruhi, masing-masing bersifat mandiri.

Contohnya hubungan antara tinggi dan berat badan, merupakan variabel

tergantung dari variabel bebas pertumbuhan.

2. Korelasi asimetris, ialah korelasi antar dua variabel dengan satu variabel

(bebas bersifat mempengaruhi varibel yang lain (terikat). Contoh: tingginya

kadar lipoprotein berat jenis rendah (Low density lipoprotein) dalam darah akan

mengakibatkan aterosklerosis.

3. Korelasi timbal balik, korelasi antar dua variabel yang atar keduanya saling

mempengaruhi. Contoh:  korelasi antara malnutrisi dengan malabsorbsi. 

Malabsorbsi akan mengakibatkan malnutrisi, sementara malnutrisi

mengakibatkan atropi selaput lendir usus yang mengakibatkan malabsorbsi.7

Pada variabel dapat berskala kategorikal ( yang dibagi menjadi skala nominal dan

ordinal) dan skala numerik ( yang dapat dibedakan menjadi skala interval dan rasio).

Pembagian jenis variabel ini tidak hanya penting dalam proses melakukan pengukuran

tetapi juga dalam analisis data.

1. Skala pengukuran pada variabel kategorikal ada dua yaitu skala nominal dan skala

ordinal.

9

Page 10: Makalah 26 Teo

a)      Skala Nominal

Pengukuran paling lemah tingkatannya, terjadi apabila bilangan atau lambang-

lambang-lambang lain digunakan untuk mengkalsifikasikan obyek pengamatan.

Misal : Jenis kelamin, hanya membedakan laki-laki dan perempuan tanpa melihat

tingkatan atau urutan tertentu.4,5

b)     Skala Ordinal

Pengukuran ini tidak hanya membagi objek menjadi kelompok-kelompok yang tidak

tumpang tindih, tetapi antara kelompok itu ada hubungan (rangking). Jadi dari

kelompok yang sudah ditentukan dapat diurutkan menurut besar kecilnya. Dengan

kata lain, data skala ordina mempunyai urutan kategori yang bermakna, tetapi tidak

ada jarak yang terukur diantara kategori.

Misal: Tingkat pendidikan.4,5,6 

2. variabel dengan skala pengukuran numerik umumnya disajikan dalam bentuk tabel

dan grafik. Skala pengukuran pada variabel numerik ada dua yaitu skala interval dan

ratio.

a)      Skala Interval

Kalau di dalam skala ordinal kita hanya dapat menentukan urutan dari kelompok

maka di dalam skala interval selain membagi objek menjadi kelompok tertentu dan

dapat diurutkan juga dapat ditentukan jarak dari urutan kelompok tersebut dan tidak

mempunyai titik nol absolut.

Misal: Suhu normal  badan Andi biasanya 32 0C. Ketika dia menderita demam, suhu

tubuhnya menjadi 37 0C.  Berarti suhu Andi lebih panas 50C daripada suhu normal.

Nol derajat celcius bukan 0 absolut, artinya walaupun nilainya 0 bukan berarti suhu

menjadi normal, tetapi tetap ada nilainya. Tetapi jika suhu tubuh dalam skala Kelvin

(0K), termasuk dalam skala rasio karena memiliki 0 absolut/mutlak.4,5

10

Page 11: Makalah 26 Teo

b)      Skala Rasio

Dengan skala rasio kita dapat mengelompokkan data, kelompok itu pun dapat

diurutkan dan jarak antara urutan pun dapat ditentukan. Selain itu, sifat lain untuk

data dengan skala rasio kelompok tersebut dapat diperbandingkan (ratio). Hal ini

disebabkan karena skala rasio mempunyai titik ’nol mutlak’.

Misal : Usia Responden pada penelitian.1,4,5

11

Page 12: Makalah 26 Teo

Tabel 1. Skala pengukuran variabel

SKALA PENGUKURAN

KATEGORIKAL/KUALITATIF/DIKONTINYU

NUMERIK/NON KATEGORIKAL/KUANTITATIF/KON

TINYU

Nominal

Jenis kelamin

Golongan darah

Status Pernikahan

Agama

Kota

Rasio

Berat badan

Umur

Tinggi badan

Kadar gula darah

Kadar kolesterol

Lama tinggal di suatu kota

Ordinal

Tingkat pendidikan

Klasifikasi kadar kolesterol

Sikap

Tingkat Pengetahuan

Derajat Keganasan Kanker

Tingkat Kesembuhan

Interval

Suhu badan (oC)

Tingkat Kecerdasan (IQ)

2.4 Desain Penelitian

Jenis penelitian surveyy yang biasa dikenal adalah suvey deskriptip yang

disebut juga sebagai explanatory study atau studi menjelajah dan survey analitik atau

explanatory study.

Survei Deskriptip

Survei ini diarahkan untuk menjelaskan atau menguraikan keadaan dalam

suatu komunitas atau masyarakat. Misalnya, prevalensi karies gigi untuk golongan

12

Page 13: Makalah 26 Teo

umur 8 tahun di Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada tahun 1999 adalah 60% dengan

tingkat keparahan sedang. Disini ada informasi mengenai apa,dimana, dan kapan

untuk menjawab pertanyaan bagaimana atau how. Survei deskriptif umumnya

digunakan untuk menelaah gejala atau masalah yang sedang hangat dialami, menelaah

kasus yang ingin dijelskan secara tepat, melihat insidens atau prevalesni penyakit

tertentu guna perencanaan program pelayanan kesehatan.7

urutan langkap penelitian deskriptif adalah

1. Memilih masalah yang akan diteliti

2. Merumuskan dan membuat batasan masalah yang akan diteliti, dan

berdasarkan masalah tersebut diadakan studi pendahuluan untuk mendapatkan

informasi dan teori yang diapaki sebagai dasar menyusun konsep penelitian.

3. Merumuskan dan memilih alat ukur dan teknik pengumpulan data.

4. Menentukan kriteria atau kategori untuk klasifikasi data.

5. Mengadakan kalibrasi untuk menghindari bias antar-peneliti bila peneliti lebih

dari satu orang, selanjutnya uji coba alat ukur dan keabsahan alat ukur tersebut.

6. Melaksanakan pengumpulan data.

7. mengolah dan menganalisis data.

8. menyimpulkan dan menjelaskan hasil penelitian dalam laporan penelitian

Survei yang bersifat analitik

survei ini berusaha menjawab pertanyaan bagaimana atau how dan mengapa atau wht

karena penelitian ini berusaha menjelaskan bagaimana dan mengapanya suatu

keadaan. Misalnya, ”Mengapa masyarakat Kampung Ambon kelurahan Kayu Putih,

Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur kurang memanfaatkan fasilitas kesehatan gigi

di balai kesehatan Masyarakat FKUI? Mengapa anak-anak sekolah dasar negeri

kebersihan giginya buruk? ” Di sini peneliti mencoba menjelaskan. Survey analitik

terdiri atas:

a. Penelitian potong-lintang atau cross sectional study

Jenis penelitian ini berusaha mempelajari dinamika hubungan atau korelasi antara

faktor-faktor resiko dengan dampak atau efeknya. Faktor risiko dan dampak atau

efeknya di observasi pada saat yang sama, artinya setiap subyek penelitian diobservasi

hanya satu kali saja dan faktor risiko serta dampak diukur menurut keadaan atau

status pada saat diobservasi.7

besar rasio prevalensi dengan potongan lintanng adalah :

13

Page 14: Makalah 26 Teo

angka rasio prevalensi memberi gambaran tentang prevalensi suatu penyakit di

dalam populasi yang berkaitan dengan faktor risiko yang dipelajari atau yang timbul

akibat faktor-faktor resiko tertentu.7

Langkah-langkah penelitian potong lintang adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dengan memilah antara faktor

resiko dan yang termasuk dampak serta faktor risiko yang tidak dipelajari dampaknya

untuk mengendalikan pengaruhnya. Misalnya, antara variabel gizi anak, kebiasaan

mengisap ibu jari, dan kebiasaan bernapas melalui mulut dihubungkan dengan

prognati dan maloklusi gigi.

2. Setelah variabel teridentifikasi, dilakukan penelitian kembali untuk

mengetahui apakah masih ada variabel luar yang mungkin berpengaruh atau

berhubungan dengan variabel yang telah teridentifikasi. Juga diteliti apakah

pengaruhnta dapat dikontrol. Bila tidak dapat dikontrol, model yang telah ditetapkan

perlu dirancang ulang. selanjutnya apakah subyek penelitian sudah sesuai dengan

tujuan penelitian ? apakah seluruh populasi diambil sebagai sampel atau hanya

sebagian saja? apabila populasi terlalu besar, perlu dihitung besarnya sampel dengan

rumus, antara lain:

Rumus ini untuk populasi besar, yaitu lebih dari 10.000 subyek penelitian.

pxq

apabila populasi subyek penelitian kurang dari 10.000 maka rumus yang dipakai :

3. Menetapkan subyek penelitian dengan memperhatikan atau mengusahakan

variabilitas, yaitu dengan cara memaksimalkan variabilitas faktor resiko yang

dipelajari dan meminimalkan variabilitas faktor resiko yang tidak dipelajari.

4. melaksanakan analisi hubungan atau perbedaan proporsi antar-kelompok hasil

observasi.

keterbatasan penelitian potong lintang adalah :

1. Dibutuhkan subyek penelitian yang relatif besar atau banyak dengan asumsi

variabel bebas yang berpengaruh cukup banyak.

2. Kurang dapat menggambarkan proses perkembangan penyakit secara tepat.

3. Faktor-faktor resiko tidak dapat diukur secara akurat dan akan mempengaruhi

hasil penelitian.

14

Page 15: Makalah 26 Teo

4. nilai prognosanya atau prediksinya lemah atau kurang tepat.

5. korelasi faktor resiko dengan dampaknya adalah paling lemah bila

dibandingkan dengan rancangan penelitian yang lainnya.

6. kesimpulan hasil penelitian berkaitan dengan kekuatan rancangan yang

disusun sangat berpengaruh, umumnya kekuatan rancangan yang baik adalah sekitar

40% artinya hanya sebesar 40% variabe bebas atau faktor resiko mampu menjelaskan

variabel terikat atau dampak, sisanya yaitu 60% tidak mampu dijelaskan dengan

model yang dibuat.

Rancangan penelitian kasus-kontrol

Rancangan penelitian ini ada yang menyebutnya sebagai studi retrospektif, meskipun

istilah ini kurang tepat. Penelitian ini berusaha melihat ke belakang, yaitu data digali

dari dampak (efeknya) atau akibat yang terjadi. Kemudia dari dampak tersebut

ditelusuri variabel-variabel penyebabnya atau variabel yang mempengaruhinya.

penelitian epidemiologi kasus kontrol ini hasil korelasinya lebih tajam dan mendalam

bila dibandingkan dengan rancangan penelitian potong-lintang, sebab menggunakan

subyek kontrol atau subyek dengan dampak positif dicarikan kontrolnya dan subyek

dengan dampak negatif juga dicari kontrolnya. kemudia variabel penyebab atau yang

berpengaruh ditelusuri lebih dulu, baru kemudian faktor resiko atau variabel yang

berpengaruh diamati secara retrospektif. Keuntungan rancangan kasus kontrol

dibanding rancangan potong lintang, kasus kontrol mempunyai kelebihan, yaitu

variabel bebasnya atau faktor resiko dapat dibatasi, justru keterbatasan jumlah faktor

risiko akan meningkatkan potensi rancangan. selain itu tingkat keabsahan rancangan

kasus kontrol lebih tinggi, untuk mempelajari perkembangan atau etiologi penyakit.

yang dimaksud dengan matching adalah pemilihan subyekkontrol dengan

karakteristik semirip mungkin dengan kasus. hal ini penting untuk mengendalikan

faktor resiko yang perlu dikendalikan misalnya karakteristik jenis kelamin, umur,

pendidikan yang dapat atau dikehendaki untuk dikendalikan.7

Tahap pertama : mengindentifikasi variable dependen (efek) dan variable-variabel

independen (factor risiko)

variable dependen : malnutrisi

variable independen  : perilaku ibu dalam memberikan makanan.

variable independen yang lain : pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jumlah

anak dsb.

15

Page 16: Makalah 26 Teo

Tahap kedua : menetapkan objek penelitian, yaitu populasi dan sampel

penelitian. Objek penelitian di sini adalah pasangan ibu dan balita daerah mana yang

dianggap menjadi populasi dan sampel penelitian ini.

Tahap ketiga : mengindentifikasikan kasus, yaitu anak balita yang menderita

malnutrisi. Yang dimaksud kasus di sini adalah anak balita yang memenuhi criteria

malnutrisi yang telah ditetapkan. Misalnya berat per umumnya kurang dari 75%

standar Havard. Kasus diambil dari populasi yang telah ditetapkan.

Tahap keempat : pemilihan subjek sebagai control, yaitu pasangan ibu-ibu

dengan anak balita mereka. Pemilihan control hendaknya didasarkan kepada

kesamaan karakteristik subjek pada kasus. Misalnya cirri-ciri masyarakatnya, social

ekonominya, letak geografis dsb. Pada kenyataannya memang sulit untuk memilih

kelompok control yang mempunyai karakteristik yang sama dengan kelompok kasus.

Oleh sebab itu sebagian besar cirri-ciri tersebut kiranya dapat dianggap mewakili.

Tahap kelima : melakukan pengukuran secara retrospektif, yaitu dari kasus

(anak balita yang malnutrisi) itu diukur atau dinyatakan kepada ibunya

dengan ,menggunakan metode “recall” mengenai perilaku atau kebiasaan

memberikan makanan kepada anaknya. Recall disini maksudnya menanyakan kepada

ibu anak balita kasus tentang jenis-jenis makanan serta jumlahnya yang diberikan

kepada anak balita selama periode tertentu. Biasanya menggunakan metode 24 jam

(24 hours recall).

Tahap keenam : melakukan engolahan dan analisis data. Analisis data

dilakukan dengan membandingkan proporsi perilaku ibu yang baik dan yang kurang

baik dalam hal memberikan makanan kepadsa anaknya pada kelompok kasus, dengan

proporsi perilaku ibu yang sama pada kelompok control. Dari sini akan diperoleh

bukti atau tidak adanya hubungan antara perilaku pemberian makanan dengan

malnutrisi pada anak balita.

 Kelebihan Rancangan Penelitian Case Control7

a. Adanya kesamaan ukuran watu antara kelompok kasus dengan kelompok control

b. Adanya pambatasan atau pengndalian factor resiko sehingga hasil penilitian lebih

tajam disbanding dengan hasil rancangan cross sectional

c. Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen atau cohort

d. Tidak memerlukan waktu lama (lebih ekonomis)

 Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control7

16

Page 17: Makalah 26 Teo

a. Pengukuran variable yang retrospektif, objektifitas dan reliabilitasnya kurang

karena subjek penelitian harus mengingat kembali factor-faktor risikonya,

b. Tidak dapat diketahui efek variable luar karena secara teknis tidak dapat

dikendalikan

c. Kadang-kadang sulit memilih control yang benar-benar sesuai dengan kelompok

kasus karena banyaknya factor resiko yang harus dikendalikan.

Penelitian kohort atau sering disebut penelitian prospektif adalah suatu

penelitian survey (non eksperimen) yang paling baik dalam mengkaji hubungan antara

factor resiko dengan efek (penyakit). Faktor resiko yang akan dipelajari diidentifikasi

dulu kemudian diikuti ke depan secara prospektif timbulnya efek yaitu penyakit atau

salah satu indicator status kesehatan. Contoh klasik studi kohort adalah Framingham

Heart Study.7

Rancangan penelitian kohort disebut juga sebagai survey prospektif meskipun

sesungguhnya kurang tepat. Rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian

epidemiologis noneksperimental yang paling kuat mengkaji hubungan antara faktor

risiko dengan dampak atau efek suatu penyakit.7

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan longitudinal ke depan, dengan

mengkaji dinamika hubungan antara faktor risiko dengan efek suatu penyakit.

Pendekatan yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor risiko, kemudian

dinamikanya diikuti atau diamati sehingga timbul suatu efek atau penyakit.

Kesimpulan hasil penelitian diketahui dengan membandingkan subyek yang

mempunyai efek positif (sakit) antara kelompok subyek dengan faktor risiko positif

dan faktor risiko negative (kelompok kontrol).7

Kelebihan penelitian Kohort7

a.    Dapat membandingkan dua kelompok, yaitu kelompok subyek dengan faktor

risiko positif dan subyek dari kelompok control sejak awal penelitian.

b.    Secara langsung menetapkan besarnya angka risiko dari waktu ke waktu.

c.    Keseragaman observasi terhadap faktor risiko maupun efek dari waktu ke waktu.

Kekurangan penelitian Kohort7

a.    Memerlukan waktu penelitian yang relative cukup lama.

b.    Memerlukan sarana dan prasarana serta pengolahan data yang lebih rumit.

c.    Kemungkinan adanya subyek penelitian yang drop out sehingga mengurangi

ketepatan dan kecukupan data untuk dianalisis.

17

Page 18: Makalah 26 Teo

d.    Menyangkut etika sebab faktor risiko dari subyek yang diamati sampai terjadinya

efek, menimbulkan ketidaknyamanan bagi subyek.

Contoh penelitian retrospektif kohort: penelitian yang dilakukan oleh National

Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) yang bertujuan untuk menguji

hipotesis bahwa energy yang dihasilkan oleh video display terminal (VDT’s)

dimungkinkan dapat menybabkan keguguran secara spontan.7

2.5 Konsep Penelitian Tuberkulosis

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka maka kerangka konsep penelitian

ini adalah :

Definisi Konsep :

1. Karakteristik individu adalah hal-hal yang melekat dalam diri penderita TB Paru

yang membedakan seseorang dengan lainnya, meliputi : umur, jenis kelamin, status

perkawinan, pekerjaan dan pengetahuan.2

2. Motivasi adalah suatu perasaan, pikiran dan dorongan atau daya penggerak yang

berasal dari dalam diri penderita TB Paru maupun yang berasal dari kekuatan di luar

18

Page 19: Makalah 26 Teo

pribadi penderita yang menyebabkan kepatuhan berobat penderita TB Paru, meliputi :

dukungan keluarga, peran PMO, dorongan petugas, dan rasa tanggung jawab.2

3. Kepatuhan berobat penderita TB Paru adalah ketaatan penderita TB Paru dalam

menelan obat pada tahap intensif sesuai jadwal yang ditentukan yaitu selama 2 bulan

dan menaati segala nasihat dari petugas kesehatan.2

2.6 Usulan Penelitian TBC

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien TBC dalam meminum obat

serta efektivitas dari PMO dan program wajib puskesmas di wilayah K.

2.7 Tuberkulosis Paru

Data yang dilaporkan WHO Indonesia menempati urutan nomor tiga setelah

india dan cina yaitu dengan angka 1,7 juta orang Indonesia, menurut teori apabila

tidak diobati, tiap satu orang penderita tuberkulosis akan menularkan pada sekitar 10

sampai 15 orang dan cara penularannya dipengaruhi berbagai factor. Tuberkulosis

paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Tuberkulosis

paru (TBC) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium

tuberkulosa. Penularan kuman dipindahkan melalui udara ketika seseorang sedang

batuk, bersin, yang kemudian terjadi droplet. Seseorang penderita TBC akan

mengalami tanda dan gejala seperti kelelahan, lesu, mual, anoreksia, penurunan berat-

badan, haid tidak teratur pada wanita, demam sub febris dari beberapa minggu sampai

beberapa bulan, malam batuk, produksi sputum mukuporolent atau disertai darah,

nafas bunyi crakles (gemercik), Wheezing (mengi). Keringat banyak malam hari,

kedinginan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi tuberkulosis menurut

Alsagaff (2001) adalah adanya sumber infeksi (sering kontak dengan penderita),

penurunan daya tahan tubuh (pasien infeksi HIV, pengguna obat-obat terlarang atau

alkohol), faktor lingkungan (pemukiman yang penuh, kumuh), virulensi tinggi dan

jumlah basil banyak (perilaku buang dahak sembarangan), faktor imunologis, faktor

psikologis, dan kelompok sosio ekonomi rendah (nutrisi dan sebagainya).

19

Page 20: Makalah 26 Teo

Penatalaksanaan TBC meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Penatalasanaan secara promotif yaitu Peningkatan kesehatan diberikan pada individu

dan keluarga baik yang kontak dengan penderita TBC maupun tidak, adapun cara-cara

untuk meningkatkan kesehatan terkait dengan TBC meliputi hal-hal : menghindari

factor resiko, mengelola stress, menjaga kebersihan diri (Personal higiene), nutrisi

yang seimbang, imunisasi, pemeriksaan rutin (laboratorium).

Pengetahuan penderita TBC dan keluarga pada tingkatan tahu adalah mengingat

penyebab kambuhnya batuk, tertarik menjadi tahu setelah melihat iklan obat batuk

dan dengan obat batuk tersebut gejala batuk bisa reda. Contoh dari pengetahuan

tingkat kedua (memahami) adalah mampu menjelaskan tanda dan gejala penyakit

TBC, ataupun penyakit lainya. Pengetahuan yang terkait pada aplikasi misalnya

adalah seorang penderita atau keluarga yang mampu memilih berobat secara rutin ke

puskesmas atau Balai Paru untuk pengobatan sakit TBC.

2.7.1 Epidemiologi

Di Negara industri diseluruh dunia ,angka kesakitan dan kematian akibat

penyakit TBC menunjukkan penurunan. Tetapi sejak tahun 1980an,grafik menetap

dan meningkat di daerah dengna prevalensi HIV tinggi. Morbiditias tinggi biasanya

terdapat pada kelompok masyarakat dengan social ekonomi rendah dan prevalensinya

lebih tinggi pada daerah perkotaan daripada pedesaan.8

Menurut hasil SKRT (survei kesehatan rumah tangga) tahun 1986 ,penyakit

tuberculosis di Indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan

ke-10 penyakit terbanyak di masyarakat. SKRT tahun 1992 menunjukkan jumlah

penderita penyakit tuberculosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian

terbanyak yaitu pada urutan kedua. Pada tahun 1999 di Jawa Tengah, penyakit

tuberculosis menduduki urutan ke-6 dari 10 penyakit rawat jalan di rumah sakit,

sedangkan menurut SURKERNAS 2001, TBC menempati urutan ke-3 penyebab

kematian (9,4%).8

WHO memperikrakan terjadi kasus TBC sebanyak 9 juta per tahun di seluruh

dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta orang per tahun.Dari

seluruh kematian tersebut, 25% terjadi di Negara berkembang. Sebanyak 75% dari

penderita berusia 15-50 tahun (usia produktif). WHO menduga kasus TBC di

Indonesia merupakan nomor 3 terbesar di dunia setelah Cina dan India. Prevalensi

20

Page 21: Makalah 26 Teo

TBC secara pasti belum diketahui. Asumsi prevalensi BTA(+) di Indonesia adalah

130 per 100.000 penduduk. WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi

di dunia 50% nya berasal dari Negara Negara Afrika dan Asia serta Amerika.

Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta mulai

merambah tidak hanya pada golongan social ekonomi rendah saja. Profil kesehatan

Indonesia tahun 2002 menggambarkan persentase penderita TBC sebesar adalah usia

25-34 tahun (23,67%). Gambaran di seluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas

dan mortalitas meningkat sesuai dengna bertambahnya umur dan pada pasien berusia

lanjut ditemukan bahwa penderita laki laki lebih banyak daripada wanita. Laporan

dari seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 76.230

penderita TBC BTA+ terdapat 43.249 laki-laki (56,79%) dan 32,936

perempuan(43,21%).8,9

Anak yang pernah terinfeksi TBC mempunyai risio menderita penyakit ini

sepanjang hidupnya sebesar 10%. Di Amerika Serikat dan Kanada, peningkatan TB

pada anak berusia 0-4 tahun adalah 19%,sedangkan pada usia 5-15 tahun adalah 40%.

Pada tahun 1998-2002 dari jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit

Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun adalah penyandang TB dengan angka

kematian yang bervariasi dari 0%-14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60

bulan (42,9%) sedangkan untuk bayi <12 bulan didapatkan 16,5%. Karena sulitnya

menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB anak sangat terbatas,termasuk di

Indonesia. Untuk mengatasi kesulitas tersebut, WHO sedang melakukan upaya

dengan cara membuat consensus diagnosis di berbagai Negara. Dengan adanya

consensus ini, diharapkan diagnosis TB anak dapat ditegakkan, sehingga

kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis dapat diperkecil dan angka

prevalens pastinya diketahui. Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan

hanya mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan. Rendahnya angka kesembuhan

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu penderita(perilaku,karakteristik,social

ekonomi),petugas (perilaku, keterampilan) , ketersediaan obat,lingkungan,

PMO(pengawas minum obat) serta virulensi dan jumlah kuman.10

2.7.2 Interaksi host,agent dan environment

Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala ,pengobatan dan pencegahan TBC suatu penyakit

infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari faktor-faktor

penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah.8

21

Page 22: Makalah 26 Teo

1. Periode Prepatogenesis

a. Faktor  Agent  ( Mycobacterium tuberculosis)

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap desinfektan

kimia atau antibiotik dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang

lama. Kuman ini bersifat tahan asam. Pada Host ,daya infeksi dan kemampuan tinggal

sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan

daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host . Sifat resistensinya

merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi

moderm,sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.

Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.

Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi

kongenitalyang jarang terjadi. Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam

keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan

keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit. 8,11

b. Faktor lingkungan

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang

besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola

sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial-ekonomi merupakan

hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya

korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan,

perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Pada

lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan

hewanternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik.

Lingkungan fisik antara lain seperi keadaan geografis dan lingkungan tempat

tinggal. Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan penularan

penyakit. Rumah dengan pencahayaan yang kurang memudahkan

perkembangan sumber penyakit. Sinar matahari mengandung sinar ultra violet

yang bisa membunuh kuman penyakit. Aliran udara berkaitran dengan

penularan penyakit. Rumah denan ventilasi yang baik akan menyulitkan

pertumbuhan kuman penyakit. Pertukaran udara dapat memecah dan menugrai

konsentrasi kuman di udara.

22

Page 23: Makalah 26 Teo

Lingkungan nonfisik meliputi social, budaya, ekonomi dan politik.

Lingkungan social masyarakat berpengaruh pada tingkat pengetahuan sikap

dan praktek masyarakat dalam bidang kesehatan. Kemampuan ekonomi

masyarakt biasanya tercermin pad akondisi lingkungan perumaha seperti

sarana air minum , dan kondisi rumah. Pemimpin dengan tingkat kepedulian

tinggi terhadap kesehatan masyarakat akan mendukung dalam bentuk

komitmen dari dana untuk penanggulangan penyakit. 8

c. Faktor Host

Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi, daya tahan

tubuh, higieni , dan pengobatan. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan

bobot agen penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit.

Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC.

Terdapat 3 puncak kejadian dankematian ; (1) paling rendah pada awal anak

(bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai

dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3)

puncak sedang pada usia lanjut. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa

muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.

Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak

lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Kebiasaan sosial dan pribadi

turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan

kelalaian. Status gizi,kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan

tingkah laku sebagai mekanismepertahanan umum juga berkepentingan besar.

Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer memberikan beberapa resistensi,

namun sulit untuk dievaluasi.8,11

2. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) 

Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi

dan pencernaan Host .Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian

berdormansi sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis.

Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent,Host dan

Lingkungan.

Pada rantai penularan atau skema diatas, prinsip memutuskan rantai penularan

penyakit menular adalah memotong garis penghubung di antara host-agent-

23

Page 24: Makalah 26 Teo

environment dan bila penyakit diketahui ditularkan melalui vector, maka garis yang

menghubungkan vector dengan agent host dan environment juga harus diputuskan.

Sebagai contoh memutuskan garis antra agent dan host dengan melakukan imunisasi

sehingga host menjadi imun, memberikan pengobatan kepada penderita secara

adekuat sehingga terjadi konversi bakteri(+) menjadi (-) sehingga penderita menjadi

tidak menularkan lagi. Antara agent dan environment dengna melakukan sanitasi air

minum (pada diare) sehingga di dalam air tidak mengandung agent lagi. Penyehatan

lingkungan pemukiman misalnya membuat rumah sehat sehingga sinar matahari dapat

masuk , ventilasi udara yang baik dapat membuat agent menjadi tidak dapat hidup

sekaligus host juga dapat hidup secara seimbang di lingkungan yang sehat. Pada

pengobatan TBC yang terjadi adalah pasien umumnya tidak patuh minum obat yang

direncanakan selama 6 bulan, sehingga akan menimbulkan resistensi dan kekambuhan

yang lebih parah,di Puskesmas diberikan pengobatan dengan Pengawasan Minum

Obat(PMO) sehingga obat yang diberikan benar benar diminum sampai selesai.8

2.7.3 Penularan

Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium

tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TBC batuk

dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat

bernapas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang

lain,basil tuberculosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat. Masa

inkubasinya selama 3-6 bulan.9

Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas papran dengan

sumber infeksi dan tidak berhubungan dengna faktor genetic dan faktor pejamu

lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusaia di bawah

3 tahun , risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada masa

remaja,dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui

saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran

darah,pembuluh limfe atau langsung ke orang terdekatnya.9

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,

sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil studi

lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua

kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah). Seorang penderita

24

Page 25: Makalah 26 Teo

dengan BTA+ yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit ini.

Sebaliknya penderita dengan BTA(-) dianggap tidak menularkan. Angka risiko

penularan infeksi TBC di Amerika Serikat adalah sekitar 10/10.000 populasi. Di

Indonesia angka ini sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3

warga yang akan terinfeksi TBC. Setengah dari mereka BTAnya akan positif(0,5%).

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber

penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular Tb. Sumber penularan adalah

orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut.

Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA

sputum. Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak disekitarnya

atua yang kontak erat harus ditelusur ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan

sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakuakn dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisikm

dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. 18,10

2.7.4 Diagnosis dan manifestasi

Pathogenesis TB sangat kompleks ,sehingga manifestasi klinis TB sangat

bervariasi dan bergantung pada beberpa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman

TB, pejamu, serta interaksi antar keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah

dan virulensi kuman,sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia, dan kompetensi

imun serta kerentanan pejamu pada awal terjadi infeksi. Untuk mengetahui tentang

penderita tuberculosis dengan baik harus dikenali tanda dan gejalanya. Seseorang

ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberculosis paru apabila ditumeukan gejala

klinis utama(cardinal symptom) pada dirinya.8,10,11

Gejala utama pada tersangka TBC adalah :

Batuk berdahak lebih dari tiga minggu

Batuk berdahak

Sesak napas

Nyeri dada

2.7.5 Pengobatan TB Paru

a. Pengobatan penderita (case holding)

25

Page 26: Makalah 26 Teo

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan

lanjutan.

1. Tahap awal (intensif)

Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi

obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting

untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan.1,3,5

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di

Indonesia:

Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.

Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan OAT

Anak : 2HRZ/4HR

1. Kategori-1

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif.

Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

Pasien TB ekstra paru

Tabel 2. Dosis paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)310

Berat Badan Tahap Intensif

tiap hari selama 56 hari

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu selama 16 minggu

26

Page 27: Makalah 26 Teo

RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.1  Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R310

Tahap

Pengobatan

Lama

Pengobatan

Dosis per hari / kali Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tablet

Isoniasid

@ 300 mgr

Kaplet

Rifampisin

@ 450 mgr

Tablet 

Pirazinamid

@ 500 mgr

Tablet

Etambutol

@ 250 mgr

Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

Kategori -2

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

Pasien kambuh

Pasien gagal

Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 3. Dosis paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E310

27

Page 28: Makalah 26 Teo

Berat

Badan

Tahap Intensif

tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu

RH (150/150) + E(400)

Selama 56 hariSelama 28

hariselama 20 minggu

30-37 kg 2 tab 4KDT

+ 500 mg Streptomisin inj.

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT

+ 2 tab Etambutol

38-54 kg 3 tab 4KDT

+ 750 mg Streptomisin inj.

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT

+ 3 tab Etambutol

55-70 kg 4 tab 4KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

+ 4 tab Etambutol

≥71 kg 5 tab 4KDT

+ 1000mg Streptomisin inj.

5 tab 4KDT 5 tab 2KDT

+ 5 tab Etambutol

Tabel 3.1 Dosis paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E310

Berat

Badan

Tahap Intensif

tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu

RH (150/150) + E(400)

Selama 56 hariSelama 28

hariselama 20 minggu

30-37 kg 2 tab 4KDT

+ 500 mg Streptomisin inj.

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT

+ 2 tab Etambutol

38-54 kg 3 tab 4KDT

+ 750 mg Streptomisin inj.

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT

+ 3 tab Etambutol

55-70 kg 4 tab 4KDT

+ 1000 mg Streptomisin inj.

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

+ 4 tab Etambutol

≥71 kg 5 tab 4KDT

+ 1000mg Streptomisin inj.

5 tab 4KDT 5 tab 2KDT

+ 5 tab Etambutol

28

Page 29: Makalah 26 Teo

Tabel 3.2 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)10

Tahap

Pengoba-

tan

Lama

Pengoba-

tan

Tablet

Isoniasid

@ 300

mgr

Kaplet

Rifampisin

@ 450 mgr

Tablet

Pirazinamid

@ 500 mgr

Etambutol

Streptomisin

injeksi

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tablet

@ 250

mgr

Tablet

@ 400

mgr

Tahap

Intensif

(dosis

harian)

2 bulan

1 bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0,75 gr

-

56

28

Tahap

Lanjutan

(dosis 3x

semggu)

4 bulan 2 1 - 1 2 - 60

Catatan:

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin  adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).8,9,10

OAT Sisipan (HRZE)

Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir pengobatan

intensif masih tetap BTA positif.

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1

yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 4. Dosis KDT Sisipan : (HRZE)

Berat BadanTahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

29

Page 30: Makalah 26 Teo

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT

38 – 54 kg 3 tablet 4KDT

55 – 70 kg 4 tablet 4KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 4.1. Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE

Tahap

Pengobatan

Lamanya

Pengobatan

Tablet

Isoniasid

@ 300 mgr

Kaplet

Ripamfisin

@ 450 mgr

Tablet

Pirazinamid

@ 500 mgr

Tablet

Etambutol

@ 250

mgr

Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tahap

intensif

(dosis

harian)

1 bulan 1 1 3 3 28

OAT Kategori Anak

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam

waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun

tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.10

Tabel 4 Dosis OAT KDT anak10

Berat badan (kg)2 bulan tiap hari

RHZ (75/50/150)

4 bulan tiap hari

RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Sumber data: IDAI

Tabel  4.1 Dosis OAT Kombipak anak: 2RHZ/ 4RH 10

30

Page 31: Makalah 26 Teo

Jenis ObatBB

< 10 kg

BB

10 – 19 kg

BB

20 – 32 kg

Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Keterangan:

Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit

Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.

Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus

sesaat sebelum diminum.

Tabel 4.2 Dosis Obat Antituberkulosis pada anak10

Nama obatDosis harian

(mg/kgBB/hari)

Dosis

maksimal            

(mg per hari)

Efek samping

Isoniazid 5−15* 300 hepatitis, neuritis perifer,

hipersensitivitas

Rifampisin** 10−20 600 gastrointestinal, reaksi kulit,

hepatitis, trombositopenia,

peningkatan enzim hati, cairan tubuh

berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid 15−30 2000 toksisitas hati, artralgia,

gastrointestinal

Etambutol 15−20 1250 neuritis optik, ketajaman mata

berkurang, buta warna merah-hijau,

penyempitan lapang pandang,

hipersensitivitas, gastrointestinal

Streptomisin 15−40 1000 ototoksik, nefrotoksik

*    Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh

melebihi 10 mg/kgBB/hari.

31

Page 32: Makalah 26 Teo

**  Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena

dapat menganggu bioavailabilitas rifampisin.

Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat

perut kosong (satu jam sebelum makan).10

b. Pengamatan timbulnya efek samping:

o Tubuh melemah

o Nafsu makan berkurang

o Gatal-gatal

o Sesak napas

o Mual dan muntah

o Berkeringat dingin dan menggigil

o Gangguan pendengaran dan penglihatan (biru dan merah)

efek samping obat :

o INH : neuropati perifer , hepatotoksik/hepatitis

o Rifampicin: sindrom flu, hepatotoksik

o Pirazinamid : hiperurisemia, hepatotoksik

o Etambutol : neuritis optic, nefrotoksik, ruam kulit

o Streptomisin : nefrotoksik, gangguan N.VIII

Kriteria kesembuhan :

o Pemeriksaan dahak (3x dalam seminggu) dengan hasil

negative dinyatakan sembuh tetapi bila pada akhir

pengobatan masih BTA+ maka pengobatan dilanjutkan

selama 3 bulan lagi

o Jumlah obat yang diminum minimal 90% dari paket

pengobatan.

(Masa pengobatan intensif dan intermiten maksimal 9

bulan)

o Pencatatan dan pelaporan yang harus dilakukan oleh

puskesmas adalah register laboratorium, kartu pengobatan

32

Page 33: Makalah 26 Teo

penderita, kartu pengenal penderita, register pengobatan,

catatan kotor penderitam data lokasi penderita per desa.

c. Evaluasi pengobatan

Sebaiknya pasien kontrol tiap dua bulan. Evaluasi hasil pengobatan setelah 2 bulan

terapi. Evaluasi pengobatan penting karena diagnosis TB pada anak sulit dan tidak

jarang terjadi salah diagnosis. Dilakukan dengan cara evaluasi klinis yaitu menghilang

atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan,

misalnya penambahan BB yang bermakan, hilangnya demam, hilangnya batuk,

perbaikan nafsu makan , dan lain lain. Apabila respons pengobatan baik,maka

pengobatan dilanjutkan.

2.7.6 Upaya Kesehatan Puskesmas

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni

terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung

jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan

masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional

merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut

dikelompokkan menjadi dua yakni:12

a) Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan

komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit

tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan

wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah

Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:12

1. Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif)  yaitu bentuk pelayanan 

kesehatan untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada seseorang

pasien dilakukan oleh seorang dokter  secara ilmiah berdasarkan temuan-temuan 

yang diperoleh  selama anamnesis dan pemeriksaan.

2. Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas yang

diarahkan untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara optimal melalui

kegiatan penyuluhan (induvidu, kelompok maupun masyarakat).

3. Pelayanan KIA dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan KB di 

Puskesmas yang ditujukan  untuk memberikan pelayanan kepada PUS (Pasangan

33

Page 34: Makalah 26 Teo

Usia Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan

bayi dan balita.

4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu 

program pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan

penular penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta).

5. Kesehatan Lingkungan yaitu  program pelayanan kesehatan lingkungan di

puskesmas untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya

sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk

pengendalian pencemaran lingkungan dengan peningkatan peran serta masyarakat.

6. Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan,

perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan pendidikan

gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat

Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih,

Peningkatan Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi

Keluarga/Masyarakat.9

2.7.7 Program Nasional Pemberantasan TB Paru

Pedoman Nasional Pemberantasan TB Paru

Dalam perkembangannya dalam upaya ekspansi penanggulangan TB,

kemitraan global dalam penanggulangan TB mengembangkan strategi sebagai

berikut: 13

1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS

2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya

3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan

4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintahmaupun

swasta

5. Memberdayakan pasien dan masyarakat

6. Melaksanakan dan mengembangkan riset

Adapun kegiatan P2TB dilaksanakan dengan cara penemuan dan pengobatan

pasien, perencanaan, pemantauan dan evaluasi, peningkatan SDM (pelatihan,

supervisi), penelitian, promosi kesehatan, dan kemitraan dengan lintas sector.13

Tujuan dan Target

34

Page 35: Makalah 26 Teo

Tujuan P2TB adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,

memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multidrug  resistance

(MDR),sehingga TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Kebijakan

a. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi

dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi:

perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan

sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana)

b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS

c. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program

penanggulangan TB

d. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan

mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga

mampu memutuskan rantai penularan dan mencegahterjadinya MDR-TB

e. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh

seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit

Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru(RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru

Paru (BP4), Klinik Pengobatanlain serta Dokter Praktek Swasta (DPS)

f. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerjasama dan

kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta

dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB)

g. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan

untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring

h. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikankepada pasien

secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya

i. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yangmemadai

untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program

j. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dankelompok

rentan terhadap TB

k. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya

l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium

Development Goals (MDGs)

35

Page 36: Makalah 26 Teo

Strategi

a. Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin

ketersediaan sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu prioritas

b. Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan secara

bertahap dan sistematis

c. Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melaluikegiatan

advokasi, komunikasi dan mobilisasi social

d. Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan bantuan

sumber daya.

e. Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan

supervisi, pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan

2.8 Hubungan antara pekerjaan, PMO pelayanan kesehatan dan dukungan

keluarga dengan perilaku berobat pasien Tb paru

2.8.1 Perilaku Berobat

Pencapaian untuk menurunkan angka mortalitas dan mobiditas sangat diinginkan oleh

pemerintah terhadap kasus Tuberkulosis Paru. Pengobatan yang teratur dan tuntas

merupakan suatu usaha pengendalian penularan TB Paru yang telah dilakukan oleh

pemerintah melalui strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-course).

Strategi DOTS yang telah gencar dilakukan telah menunjukkan angka kesembuhan

pasien menjadi >85%. Masa pengobatan penderita TB Paru mempunyai kebiasaan

pindah berobat dengan alasan tidak ada perubahan (tidak sembuh) dan sakitnya

bertambah parah 11 . Panduan OAT jangka pendek dan peran Pengawas Menelan

Obat (PMO) merupakan strategi untuk menjamin kesembuhan penderita 6 . Walaupun

panduan obat yang digunakan baik tetapi apabila penderita tidak berobat dengan

teratur, maka umumnya hasil pengobatan akan mengecewakan. Sehingga

menyebabkan kegagalan yang dapat mengakibatkan terjadinya kemungkinan

resistensi primer kuman TB terhadap obat anti Tuberkulosis atau Multi Drug

Resistance (MDR) 10 . Tuberkulosis adalah penyakit yang mudah menular dan

menyebar melalui udara. Jika tidak diobati, setiap orang dengan TB aktif dapat

menginfeksi rata-rata 10 sampai 15 orang per tahun. Lebih dari dua miliar orang,

36

Page 37: Makalah 26 Teo

sama dengan sepertiga dari total penduduk dunia, terinfeksi basil TB, mikroba yang

menyebabkan TB. Satu dari setiap 10 orang-orang akan menjadi sakit dengan TB

aktif dalam seumur hidupnya. Orang yang hidup dengan HIV berada pada risikoyang

jauh lebih besar. Oleh karena itu sangat diperlukan perilaku berobat yang teratur bagi

setiap penderita. Penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Batua dan Puskesmas

Tamamaung mengungkapkan bahwa dari 74 pasien TB Paru didapatkan 22 orang

yang tidak teratur dalam menjalani pengobatannya, sedanglan 52 orang teratur dalam

pengobatan. Pasien TB Paru yang tidak teratur berobat memberikan alasan yang

beragam mengapa tidak menjalani pengobatannya dengan teratur.14

2.8.2 Hubungan Pekerjaan Dengan Perilaku Berobat

Berdasarkan variabel pekerjaan, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien TB

Paru yang tidak teratur berobat lebih banyak yang memiliki pekerjaan yang

menghasilkan pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari pasien dan keluarga sama

halnya dengan pasien TB Paru yang teratur berobat lebih banyak memiliki pekerjaan.

Hasil uji statistik (OR=0.617, LL-UL=0.221- 1.720) menunjukkan bahwa pekerjaan

bukan merupakan faktor risiko terhadap perilaku berobat pasien TB Paru. Hasil ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Perdana (2008) menunjukkan bahwa

pasien TB Paru yang bekerja lebih patuh dibandingkan dengan yang tidak memiliki

pekerjaan namun tidak menunjukkan adanya hubungan dan penelitian oleh Zuliana

(2009) menemukan bahwa pekerjaan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan berobat

penderita TB Paru. Namun, menurut Philipus (1997) yang dikutip oleh Perdana

(2008) memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan

dengan keteraturan dalam berobat. Pekerjaan merupakan suatu aktifitas yang

dilakukan untuk mencari nafkah. Faktor lingkungan kerja mempengaruhi seseorang

untuk terpapar suatu penyakit. Lingkungan kerja yang buruk mendukung untuk

terinfeksi TB Paru antara lain supir, buruh, tukang becak dan lain- lain dibandingkan

dengan orang yang bekerja di daerah perkantoran. Penelitian yang dilakukan oleh

Arsin dkk (2004) menunjukkan bahwa jenis pekerjaan yang berisiko tinggi terpapar

kuman TB adalah sopir, buruh/tukang, pensiunan/purnawirawan, dan belum bekerja.

Penyebab pasien yang tidak bekerja cenderung tidak teratur berobat karena didasari

oleh pendapat mereka yang mengatakan bahwa berobat ke puskesmas harus

mengeluarkan biaya untuk transportasi dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari daripada untuk pengobatan. Tetapi obat yang diberikan oleh pihak

37

Page 38: Makalah 26 Teo

puskesmas gratis. Sehingga tidak ada alasan bagi pasien untuk tidak teratur berobat

walaupun tidak bekerja. Hendaknya pasien maupun keluarga pasien membuka usaha

kecil-kecilan untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.14

2.8.3 Hubungan Peran PMO Dengan Perilaku Berobat

Metode DOTS sangat berpengaruh terhadap sikap pasien terhadap keteraturan minum

obat. Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT (Obat Anti

Tuberkulosis) jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin

keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (Pengawas Menelan Obat). Namun

dalam penelitian menemukan bahwa pengawasan langsung oleh PMO tidak berjalan

dengan seharusnya. Hasil tabulasi silang variabel peran PMO dengan perilaku pasien

TB Paru diperoleh nilai OR =3.636 yang berarti pasien TB Paru yang memiliki peran

PMO yang kurang berisiko 3.636 kali untuk tidak teratur berobat dibandingkan

dengan penderita TB Paru yang memiliki peran PMO yang baik. Jika dilihat dari nilai

upper dan lower limit (95% CI 1.225 – 10.790), maka peran PMO bermakna secara

statistik. Penelitian ini didukung oleh penelitian Sumarman dan Krisnawati (2012)

yang menemukan bahwa peran PMO yang kurang baik berisiko sebesar 3.013 kali

untuk menyebabkan pasien tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir

pengobatan dibandingkan dengan pasien yang memiliki peran PMO yang baik. Sama

halnya yang ditemukan oleh Sumange (2010) menemukan bahwa ada hubungan

antara peran PMO dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru. Dukungan sosial

oleh PMO berupa dukungan emosional meningkatkan motivasi kepada pencderita TB

Paru untuk sembuh. Peran PMO lebih banyak dilakukan oleh anggota keluarga

sebanyak 41 orang kemudian diikuti oleh teman sebanyak 4 orang. Pasien yang tidak

teratur secara keseluruhan (100%) memiliki PMO dari anggota keluarga tetapi tidak

berperan dengan baik. Kurangnya pemahaman akan tugas sebagai PMO sehingga

pasien TB Paru dengan peran PMO yang kurang lebih banyak tidak teratur berobat.

Tugas sebagai PMO kebanyakan dikerjakan berupa mengingatkan untuk ambil obat

dan mengawasi menelan obat, tetapi kurang melakukan tugas untuk memberikan

penyuluhan kepada anggota keluarga yang lain. 14

2.8.4 Hubungan Pelayanan Kesehatan Dengan Perilaku Berobat

Peranan petugas kesehatan dalam melayani pasien TB Paru diharapkan dapat

membangun hubungan yang baik dengan pasien. Unsur kinerja petugas kesehatan

38

Page 39: Makalah 26 Teo

mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan

kesehatan terhadap pasien Tuberkulosis Paru yang secara langsung atau tidak

langsung akan berpengaruh terhadap keteraturan berobat pasien yang pada akhirnya

juga menentukan hasil pengobatan. Pasien yang tidak teratur berobat lebih banyak

menyatakan mendapat sikap petugas kesehatan yang baik sebanyak 13 orang (59.1%)

daripada sikap petugas kesehatan yang kurang sebanyak 9 orang (40.9%). Sedangkan

pasien yang teratur berobat lebih banyak menyatakan mendapat sikap petugas

kesehatan yang kurang sebanyak 28 orang (53.8%) daripada sikap petugas kesehatan

yang baik sebanyak 24 orang (46.2%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa petugas

kesehatan bukan merupakan faktor risiko terhadap perilaku berobat pasien TB Paru.

Hal ini disebabkan karena nilai OR (odds ratio)< 1 (OR=0.593). Hasil yang

ditemukan dalam penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Perdana (2008) yang mengemukakan bahwa pelayanan kesehatan berhubungan

kepatuhan berobat penderita TB Paru. Tetapi sejalan dengan penelitian

Erawatyningsih dkk (2009) dan Zuliana (2009) yang menemukan bahwa pelayanan

kesehatan tidak berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru 13,18 .

Hubungan yang saling mendukung antara pelayanan kesehatan dengan penderita TB

Paru serta keyakinan penderita terhadap pelayanan kesehatan merupakan faktor yang

penting bagi penderita untuk menyelesaikan pengobatannya.14

2.8.5 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Perilaku Berobat

Kegagalan pengobatan TB Paru dapat disebabkan oleh putus berobat atau terjadinya

resisten terhadap obat yang disebabkan oleh ketidakteraturan pasien dalam menjalani

pengobatannya. Keluarga merupakan orang yang dekat dengan pasien. Peran keluarga

sangat dibutuhkan dalam memperhatikan pengobatan anggota keluarganya. Sehingga

keluarga harus memberi dukungan agar penderita dapat menyelesaikan

pengobatannya sampai sembuh. Penelitian ini menemukan bahwa pasien yang tidak

teratur berobat lebih banyak ditemukan dukungan keluarga yang kurang sebanyak 14

orang (63.6%) daripada untuk kategori baik 8 orang (36.4%). Pasien yang teratur

berobat lebih banyak ditemukan dukungan keluarga yang baik sebanyak 33 orang

(63.5%) dan kategori kurang 19 orang (36.5%). Hasil tabulasi silang variabel

dukungan keluarga dengan perilaku pasien TB Paru diperoleh nilai OR=3.039 yang

berarti penderita TB Paru yang memiliki dukungan keluarga yang kurang berisiko

3.039 kali untuk tidak teratur berobat dibandingkan dengan penderita TB Paru yang

39

Page 40: Makalah 26 Teo

memiliki dukungan keluarga yang baik. Jika dilihat dari nilai upper dan lower limit

(95% CI 1.079 - 8.564), maka dukungan keluarga bermakna secara statistik.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Perdana (2008)

yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

pasien TB Paru. Tetapi sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Raharno (2005)

di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan dan Tahan (2006)

menemukan bahwa dukungan keluarga berhubungan dengan ketidakteraturan berobat

pasien TB Paru. Peran keluarga yang baik merupakan motivasi atau dukungan yang

ampuh dalam mendorong pasien untuk berobat teratur sesuai anjurannya. Adanya

dukungan atau motivasi yang penuh dari keluarga dapat mempengaruhi perilaku

minum obat pasien TB Paru secara teratur. Sehingga keluarga perlu berperan aktif

mendukung supaya pasien menjalani pengobatan secara teratur sampai dinyatakan

sembuh oleh petugas kesehatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan

keluarga terhadap pasien untuk teratur berobat cukup baik. Pada umumnya dukungan

keluarga yang diberikan dalam bentuk memberikan motivasi untuk teratur berobat,

bantuan dana untuk kebutuhan sehari-hari, serta bantuan transportasi untuk pasien TB

Paru. Tetapi masih ada anggota yang menghindari pasien yang menyebabkan pasien

merasa malu untuk menjalani pengobatan. Peran keluarga menentukan pasien untuk

menjalani pengobatan.14

2.9 Health Promotion & Preventive Tuberkulosis Paru

2.9.1 Health Promotion

o Penyuluhan perorangan menggunakan metode penyuluhan langsung. Materi

yang dijelaskan adalah informasi tentang TB.

o Penyuluhan kelompok menggunaka metode penyuluhan langsung dengan cara

ceramah mengenai TB. Materi penyuluhan adalah semua informasi tentang

TB.15

Materi penyuluhan :

Pengertian dan Faktor Resiko TB

40

Page 41: Makalah 26 Teo

TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Cara penularan :

• Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

• Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak.

• Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

• Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab.

• Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan

dahak, makin menular pasien tersebut.

• Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan :

• Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien

TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih

besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

• Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang

diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

• ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.5

41

Page 42: Makalah 26 Teo

• Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi

positif. Risiko menjadi sakit TB

• Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

• Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi

1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB

setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

• Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah

daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi

(gizi buruk).5

2.9.2 Preventif

Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari

TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

Pencegahan Primer

Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TB paling

efektif,walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan

mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi

spesifik dengan tujuan pencegahan TB yang meliputi yaitu :

Imunisasi Aktif,melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada

daerah dengan angka kejadiantinggi dan orang tua penderita atau beresiko

tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolutdan tergantung Host tambahan

dan lingkungan.

Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan

pengobatan diabetes, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

Contohnya :

- Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent) bertujuan

mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh agent tuberculosis yaitu

mycobacterium tuberkulosis serendah mungkin dengan melakukan isolasi

pada penderita tuberkulosis selama menjalani proses pengobatan.

42

Page 43: Makalah 26 Teo

- Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan

tuberkulosis seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan

menyediakan ventilasi pada rumah dan mengusahakan agar sinar matahari

dapat masuk ke dalam rumah.

- Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi

individu, pemberian imunisasi BCG terutama anak.

- Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah dengan bukan

penderita karena bisa menyebabkan penularan.

- Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host) tentang tuberculosis

defenisi, peyebab, cara untuk mencegah penyakit tuberculosis paru seperti

imunisasi BCG, dan pengobatan tuberculosis paru.

Pencegahan Sekunder

Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus

TB yang timbul dengan 3 komponen utama yaitu Agent, Host dan Lingkungan.

Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern

kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.

Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TB

sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan

tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk

yang paling efektif. Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai

infeksi TB, dengan imunisasi TB negatif dan Chemoprophylaxis pada TB positif.

Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat

mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi

lingkungan memegang peranan terhadap epidemiologi TB. Melalui usaha pembatasan

ketidak mampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan

menghindari tekanan psikis.16

Pecegahan sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosis dini

dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah

proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran

pencegahan ini ditujukan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita

(suspect) atau yang terancam akan menderita tuberkulosis (masa tunas). 6

43

Page 44: Makalah 26 Teo

Contohnya :

- Pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) pada penderita tuberkulosis paru

sesuai dengan kategori pengobatan seperti isoniazid dan rifampisin.

- Penemuan kasus tuberkulosis paru sedini mungkin dengan melakukan

diagnosis pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang

dewasa.

- Diagnosis dengan tes tuberkulin

- Anamnesis baik terhadap pasien maupun keluarganya

- Melakukan foto thorax

- Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosis.6

Pencegahan Tersier

Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TB. Dimulai dengan

diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara

psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,

kemudian rehabilitas ipekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya,

pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi

cacat sosial dari TB, serta penegasan perlunya rehabilitasi.16

Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi

perbedaan pengetahuan tentang TB, yaitu dengan jalan sebagai berikut :

Perkembangan media

Metode solusi problem keresistenan obat

Perkembangan obat bakterisidal baru

Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin

Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TB yang fleksibel

Studi lain yang intensif

Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TB yang terkontrol.

Pencegahan tertier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah

jangan sampai mengalami kelainan permanent, mencegah bertambah parahnya suatu

44

Page 45: Makalah 26 Teo

penyakit atau mencegah kematian. Dapat juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah

efek fisik, psikologis dan sosial.6

- Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis dan

berjenjang.

- Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir terhadapat pengobatan

- Kadang-kadang perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat sebagian

paru-paru untuk membuang nanah

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan petugas

kesehatan.16

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Langkah-langkah dalam penelitian yaitu menentukan tujuan penelitian,

hipotesis, kerangka teori dan kerangka konsep, variabel, definisi operasional, desain

penelitian, subjek penelitian, alat ukur, pengolahan data, kesimpulan dan laporan.

Pada kasus ini usulan penelitiannya ialah faktor-faktor apa yang mempengaruhi

kepatuhan pasien tb paru dalam meminum obat sehingga diperlukan beberapa data

sampel dari suatu populasi yang diambil sampel untuk dilakukan penelitian dan dicari

apa penyebab tidak patuhnya pasien meminum obat apakah ada hubungannya dengan

pekerjaan,PMO pelayanan kesehatan ataupun dukungan keluarga. Angka TBC di

Indonesia cukup tinggi menduduki posisi 3 di dunia oleh karena itu diperlukan

perhatian pemerintah dalam menangani kasus TB di masyarakat dalam bentuk

pelayanan di puskesmas atau pelayanan kesehatan agar programnya dapat terlaksana

dan pasien yang telah mendapat regimen pengobatan dapat patuh meminum obat

sehingga angka MDR tidak meningkat.

45

Page 46: Makalah 26 Teo

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.

h.83-113.

2. Arifin Z. Dasar-dasar penulisan karya ilmiah. Jakarta: Gramedia Wigiasarana

Indonesia;2008.h. 56-57.

3. Suyanto. Metodologi dan aplikasi penelitian keperawatan. Jakarta: Nuha

Medika; 2011.h.22-26.

4. Nazir M. Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia:2009.h.25,149-160.

5. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Ed-3. Jakarta:

Sagung seto; 2008.h. 59-61, 255-261.

6. Azwar A, Prihartono J. Metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan

masyarakat. Jakarta: Binarupa akara;2005.h. 23-24.

7. Budiharto. metodologi penelitian kesehatan gigi. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2011.h.1-47.)

8. Widoyono.Penyakit

Tropis,Epidemiologi,Penularan,Pencegahan&Pemberantasan. Jakarta: Penerbit

Erlangga;2008.h.1-21.

9. Ranuh IGN,Suyitni H,Hadinegoro SRS,Kartasasmita CB,

Ismoedijanto.Pedoman imunisasi di Indonesia.ed 3.Jakarta:Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia;2008.4-5,131.

10. Rahajoe N Nastiti,Basir Darfioes, MS Makmuri, Kartasasmita CB.Pedoman

Nasional Tuberkulosis Anak.ed 2.Jakarta:UKK Respirologi PP IDAI;2007.3-

5,25-41,53-7,63-5.

11. Waloejono K .Pedoman Praktis Pelaksanaan Kerja di

Puskesmas.Magelang:Balai Pelatihan Kesehatan;2000.120-3.

12. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I. Jakarta: Bakti

Husada;1991.h.B1-6, C2-4.

13. Budiman Chandra. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas / penulis,

Budiman Chandra ; editor penyelaras, Husny Muttaqin, Windriya Kerta

Nirmala. – Jakarta : EGC, 2009.

46

Page 47: Makalah 26 Teo

14. Amelda,Ridwan,Leida (2012). “Hubungan antara Pekerjaan,PMO,Pelayanan

Kesehatan,Dukungan Keluarga dan Diskriminasi dengan Perilaku Berobat

Pasien TB Paru”. Jurnal Epidemiologi.h.7-10.

15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Standar Penanggulangan Penyakit

Tuberkulosis:Jakarta;2002.

16. Merryani Girsang. Pengobatan Standar Penderita TBC. Cermin Dunia

Kedokteran:2000; 13: 6-8.

47