Top Banner

of 23

Makalah 11

Oct 16, 2015

Download

Documents

Makalah 11
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Kenaikan muka air laut akibat efek dari pemanasan bumi (global warming) merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi dalam masalah lingkungan hidup

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada

Kota Pantai

Di Kotamadya Surabaya

INDIKASI KENAIKAN MUKA AIR LAUT PADA

KOTA PANTAI DI

KOTAMADYA SURABAYA

Oleh:

Ir. Wahyu Wuryanti, MSc.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kenaikan muka air laut efek dari pemanasan global (global warming) merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi dalam masalah lingkungan hidup untuk jangka panjang. Untuk membedakan kenaikan muka air laut akibat pasang atau pemanasan global, beberapa ahli tetap memakai istilah sea level rise untuk menggambarkan akibat kedua. Beberapa issue menyebutkan bahwa telah terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada muka air laut.

Studi dampak kenaikan muka air laut (selanjutnya disebut dakmal) merupakan tema penting untuk mengetahui sejauh mana dampak tersebut berpengaruh terutama di kota-kota yang berbatasan langsung dengan laut atau kota lain yang tidak langsung berhubungan dengan laut, seperti kawasan sepanjang sungai.

Seperti yang telah ditentukan dalam tim bahwa asumsi dasar yang digunakan sebagai acuan penelitian adalah kenaikan muka air laut setinggi satu meter. Meskipun waktu kejadiannya belum dapat diperkirakan dengan pasti, tapi sangat penting untuk mengetahui dampak apa yang mungkin terjadi sepanjang umur rencana suatu proyek pembangunan. Perhitungan semua resiko yang akan terjadi direfleksikan dengan memperhitungan semua fasilitas eksisting di kawasan pesisir. Studi ini juga menjadi penting bagi pemerintah daerah bila menyadari semua kemungkinan kerusakan yang akan ditimbulkan akan menata kawasan dan kegiatan perkotaannya menjadi lebih ramah terhadap lingkungan.

Derajat kerusakan yang ditimbulkan pada setiap kota mungkin akan berlainan tergantung pada daya dukung kawasan atau kapasitas dari ekosistem pesisir dan lautan. Perbedaan ini selain disebabkan karena kondisi agroekologis antar pulau yang berbeda sehingga peluang pemanfatan kawasan pesisir berlainan, juga karena kebijakan dan kosentrasi pelaksanaan pembangunan di setiap kawasan sangat beragam.

Surabaya sebagai kota yang terletak di tepi pantai dimana eksploitasi kawasan pesisir dilakukan besar-besaran dapat menimbulkan tingkat kerusakan berganda. Pemikiran ini diambil berdasarkan pertimbangan bahwa perusakan ekosistem pesisir akan memperburuk daya dukung kawasan pesisir yang secara alami sudah sangat rentan terhadap kerusakan akibat perubahan lingkungan dan bencana alam.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari studi dampak kenaikan muka air laut pada kota-kota pantai adalah untuk melakukan investigasi lapangan untuk memperjelas adanya dampak yang telah terjadi dan memperkirakan kemungkinan dampak di masa mendatang sebagai akibat meningkatnya muka air laut pada kawasan perkotaan di pinggir pantai.

Tujuan dari studi ini dilakukan untuk membentuk pusat basis data yang berguna dalam mengidentifikasi kerugian dan permasalahan aspek fisik dan sosial pada kawasan permukiman perkotaan akibat kenaikan muka air laut.

1.3 Lingkup aktivitas

Sesuai dengan maksud dari studi ini maka aktivitas yang dilakukan adalah

(1) mengindentifikasi semua permasalahan yang akan terjadi pada aspek fisik dan sosial pada kawasan studi apabila sea level rise terjadi

(2) identifikasi tipologi kawasan perkotaan yang meliputi peta penggunaan lahan

(3) identifikasi kondisi geomorfologi melalui pemetaan atau foto udara jika ada

(4) evaluasi aset dan kerusakan-kerusakan pada suatu bangunan dengan mengidentifikasi jenis kerusakan-kerusakan yang pernah terjadi akibat terjadinya genangan air

(5) peta kontur untuk memetakan ketinggian lahan terhadp permukaan laut

1.4 Metodologi

1.4.1 Metodologi teoritis

Metodologi pendekatan di dalam studi dakmal terhadap kawasan kota Surabaya secara umum dan teoritis dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Studi Literatur

Studi ini dilakukan untuk memahami keterkaitan antara dakmal terhadap semua kegiatan perkotaan di kawasan pesisir. Keterkaitan tersebut meliputi aspek pemahaman terhadap kondisi eksisting kawasan pesisir, baik kondisi lingkungan, kondisi fisik seperti penggunaan lahan, fasilitas sosial dan umum, fasilitas penunjang kehidupan (lifeline) seperti jaringan listrik, jaringan jalan, jaringan telekomunikasi, dsb. Di samping itu studi literatur juga dilakukan untuk mengkaji studi-studi yang telah dilakukan pad masa lalu yang materinya berkaitan dengan kawasan pesisir. Beberapa studi maupun hasil perencanaan pembangunan yang perlu dikaji antara lain;

(a) Perencanaan pengaruh kegiatan daratan terhadap kawasan pesisir dan lautan di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya

(b) Studi potensi kawasan pesisir di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya

(c) Penyusunan Masterplan Drainage di Kota Surabaya

2) Investarisasi Data

Dalam proses investarisasi data, beberapa jenis data yang dikumpulkan ada yang terkait dengan proses deskripsi/pemaparan kondisi kegiatan perkotaan yang ada di darat dan ada pula yang terkait dengan proses analisis studi. Data-data tersebut antara lain adalah

data lapangan

adaptasi fisik dan non fisik masyarakat setempat dalam menangani masalah naiknya muka air laut

kualitas dan kuantitas semua fasilitas yang rentan terhadap dakmal

identifikasi tipologi bangunan

daftar jenis dan tingkat masalah maupun kerusakan akibat kenaikan muka air laut

(a) korelasi antara peningkatan muka air laut terhadap kehilangan aset

data instasional

penggunaan lahan (luas dan penyebaran)

kependudukan

geomorfologi

batas administrasi unit analisa

topografi

Selain itu dalam invetarisasi data juga dilakukan wawancara dengan tokoh utama masyarakat ataupun yang mewakili untuk menggambarkan kondisi lingkungan yang terjadi di lapangan dengan unit anilisa yang lebih kecil yaitu satu RT (Rukun Tetangga). Metoda ini dilakukan walaupun tidak terkait langsung dengan Dakmal tetapi adapatasi masyarakat setempat terhadap suatu bencana dan tingkat kerusakan yang pernah terjadi dapat menjadi gambaran dasar tentang adanya fenomewa kenaikan muka air laut.

3) Analisa data

Proses analisa menggunakan metoda korelasi untuk memperkirakan bagaimana kenaikan muka air laut berdampak terhadap kegiatan perkotaan di wilayah daratan. Beberapa variabel yang digunakan untuk mengaplikasikan metoda korelasi antara lain:

(i) variabel penggunaan lahan

(ii) variabel kependudukan

(iii) variabel lingkungan dengan melihat kualitas air tanah maupun air permukaan dan kondisi salinitasnya

(iv) variabel non-fisik seperti kondisi sosial ekonomi, kesehatan lingkungan dan adaptasi masyarakat

Korelasi antara variabel-variabel di atas digunakan untuk menggambarkan kondisi eksisting dari suatu unit analisa.

1.4.2 Metodologi Teknis- Aplikatif

Metodologi teknis-aplikatif lebih terkait dengan cara-cara dan prosedur yang lebih terperinci dan detail dalam menggambarkan kondisi eksisting dari suatu kawasan unit analisa. Adapun metodologi yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan data-data sekunder. Meskipun analisa yang dilakukan kurang mewakili kondisi eksisting karena terkait langsung dengan kelengkapan data dan studi-studi yang ada serta keterbatasan waktu survey, tetapi gambaran awal mengenai semua dakmal akan menjadi jelas.

a. Pembuatan peta dari unit analisa. Pembuatan peta unit analisa dilakukan melalui proses inventarisasi terhadap dokumen-dokumen dan peta yang ada, baik peta geologi, topografi dan peta-peta dasar lainnya.

b. Penggambaran peta penggunaan lahan. Data dari berbagai sumber yang ada digambarkan peta penggunaan lahan eksisting pda kawasan studi.

c. Pembatasan wilayah studi. Wilayah pengaruh dakmal dalam jangka panjang kemungkinan bisa mencakup seluruh areal kota. Tetapi pembatasan wilayah dalam unit analisa perlu dilakukan agar penjabaran masalah dakmal dapat teridentifikasi lebih detail.

2. GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

2.1 Gambaran umum Kota Surabaya

Kotamadaya Daerah Tingkat II Surabaya merupakan ibukota propinsi Jawa Timur yang terletak di tepi pantai antara pulau Jawa, yang merupakan bagian dari daerah Otonom Tingkat I Jawa Timur. Secara administratif batas wilayah Kotamdaya Daerah Tingkat II Surabaya adalah:

sebelah utara: Selat Madura dan Kabupaten Bangkalan

sebelah timur: Selat Madura

sebelah selatan: Kabupaten Sidoarjo

sebelah barat: Kabupaten Gresik

Daerah ini secara astronomis berada di Garis Lintang Selatan dan Bujur Timur antara 7(12 s.d 7(21 lintang Selatan dan 112(36 s.d 127(54 Bujur Timur.

Wilayah kotamadya Surabaya sebagian besar merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 3-6 meter di atas permukaan laut. Adapun daerah perbukitan ada di bagian barat daya kota yaitu di Bukit Lidah dan Bukit Gayungan dengan ketinggian 25 50 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kotamadya daerah Tingkat II Surabaya adalah 32.639 Ha yang terbagi dalam lima wilayah pembatu walikota, 28 wilayah kecamatan dan 163 desa/kelurahan.

Dengan melihat kondisi topografis di Surabaya maka dakmal di kota Surabaya secara langsung akan berpengaruh pada wilayah dataran rendah yang berada di kawasan pesisir. Oleh sebab itu batasan wilayah yang akan diuraikan lebih lanjut lebih difokuskan pada daerah-daerah yang terletak di kawasan pesisir. Batasan fisik kawasan pesisir sebagai unit analisa disesuai dengan definisi kawasan pesisir yang digunakan dalam studi oleh Pemda Surabaya. Pengertian wilayah pesisir diberikan batasan sebagai suatu daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut ayng dicirikan oleh vegetasinya yang khas.

Berdasarkan definisi tersebut batasan pesisir yang digunakan oleh Pemda Surabaya terletak di antara batas barat Kotamadya Surabaya sampai batas kawasan Pelabuhan Tanjung perak dan kawasan sebelah timur sampai dengan batas dengan Kabupaten Sidoarjo. Kawasan pesisir ini meliputi 9 kecamatan dan 17 kelurahan.

KecamatanKelurahan

BenowoRomo Kalisari dan Tambak Oso Wilangun

AsemrowoTambak Langen, Greges dan Kalianget

KrembanganMorokrembangan dan Peak Barat

SemampirUjung

Pabean CantikanPerak Utara dan Perak Timur

SukoliloKeputih

MulyorejoDukuh Sutorejo, Kalisari dan Kejawen Putih Tambak

RungkutMedokan Ayu dan Wonorejo

Gunung AnyarGunung Anyar Tambak

2.2 Penggunaan tanah

Di Kotamdaya Surabaya belum semua penggunaan tanahnya bersifat urban. Masih banyak dijumpai penggunaan tanah yang bersifat rural yaitu dengan jenis penggunaan tanah untuk sawah, tegalan, tambak atau hutan pantai. Jenis penggunaan tanah ini banyak dijumpai di daerah pinggiran kota Surabaya yaitu bagian barat, barat daya dan timur kota.

Ditinjau secara keseluruhan sebagain besar penggunaan tanah untuk perumahan yaitu seluas 12.474,42 Ha atau 38,89%, sedangkan peruntukkan laun yaitu 20,02% untuk sawah, 19,98% untuk tambak dan sisanya diperuntukkan untuk kebutuhan lain seperti industr, gudang, tegalan dan sebagainya.

Jika ditinjau dari wilayah pembantu Walikota untuk WIlayah Surabaya Timur sebagian besar tanahnya masih diperuntukkan untuk sawah, tambak ataupun kawasan pantai (52,07%). Sedangkan Wilayah Surabaya barat peruntukkan lahannya masih didominasi oleh tambak, tambak garam tepatnya di daerah pantai Utara, khususnya kecamatan tandes dan Benowo yang mencapai kurang lebih 50% dari luas lahannya.

Prasarana perkotaan yang ada pada kawasan pesisir meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan dan jasa, fasilitas kebudayaan dan rekreasi, serta ruang terbuka hijau.

2.3 Iklim dan Curah Hujan

Sebagaimana kota di daerah tropis, Surabaya mempunyai dua musim yang berbeda yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya jatuh pada bulan Nopember-April dan musim kemarau pada bulan Juli Oktober, sedangkan pad abulan Mei Juni dan Oktober- Nopember merupakan bulan peralihan.

Keadaan temparatur di Surabaya berkisar antara 22,7 33,7 (C dengan kelembaban udara maksimum mencapai 97% dan tekanan udara 1014,8 Mbs.

Arah angin di Surabaya selama periode 10 tahun mempunyai kecenderungan ke arah Barat pada bulan Desember-Pebruari dan ke arah Timur pada bulan Mei-oktober, sedang pada bulan lainnya berubah-ubah arah.

Dari hasil pembacaan curah hujan pada 10 stasiun penakar hujan yang dikelola oleh Badan Metereologi dan Geofisika serta Dinas Pekerjaan Umum-Pengairan Brantas Surabaya menujukkan bahwa curah hujan maksimum yang terjadi selama 1980-1990 adalah sbb:

Tahun1981198219831984198519861987198819891990

Rata-rata (mm)105.3797.47101.61107.90109.8097.7490.7089.30101.3879.40

Sumber: Dinas PU Pengairan Daerah brantas Surabaya

2.4 Kependudukan

Sebagai ibukota Jawa Timur, Surabaya merupakan pusat kegiatan pemerintah, industri dan berbagai kegiatan bisnis yang merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk bertempat tinggal. Jumlah penduduk hasil registrasi tahun 1994 sekitar 2,3 juta. Seperti keaddan kota pada umumnya, kepadatan penduduk terpusat pada pusat kota. Kecamatan yang ada di kawasan pesisir mempunyai kepadatan cukup rendah, terendah adalah 8 jiwa/ha.

Pertumbuhan penduduk rata adalah 0,96% pertahun terhitung sejak tahun 1983. Kecamatan-kecamatan pesisir mempunyai pertumbuhan cukup tinggi dibandi kecamatan di wilayah lain. Pembangunan yang pesat di pusat kota membutuhkan lahan luas yang mengakibatkan penduduk berpindah ke daerah penggir yang masih mempunyai lahan kosong.

Mata pencaharian masyarakat di kawasan pesisir mempunyai sumber nafkah utama di sektor perikanan laut, yaitu sebagai nelayan laut, tambak ikan/udang, tambak garam dan persewaan perahu. Faktor modal dan ketrampilan yang terbatas merupakan kendala dalam mengembangkan usahanya. Selain itu lahan yang semkin sempit untuk usaha tambak juga mulai dikeluhkan sebagian masyarakat.

Kelompok masyarakat ini diklasifikasikan sebagai masyakat berpenghasilan rendah dimana pendapatan rata-rata setiap bulan sekitar Rp.150.000,- s.d Rp.450.000,- (Laporan Pemda Surabaya, 1996) hanya cukup untuk kebutuhan pokok sandang, pangan, papan serta kebutuhan pendidikan dan kesehatan keluarga.

3. GEOMORFOLOGI

3.1 Topografi

Dengan luas lahan 32.639 Ha, wilayah dengan luas 25.919,04 Ha atau 80,72% dari luas tanah total merupakan wilayah dataran rendah dengan ketingian antara 0,5 5 m SHVP atau 3 8 m LWS. Peningkatan titik kontrool vertikal diambil dari titik I BPP Tanjung Perak dengan tinggi 3,6073 m terhadap ARP (Air Rendah Perbani/Purnama). Pada Gambar 3 memperlihat garis kontur dari kawasan pesisir.

3.2 Morfologi

Daerah tingkat II Surabaya didominasi oleh dataran rendah, yaitu sekitar 80% dari luas daerah. Sedangkan sisanya sekitar 20% merupakan daerah perbukitan dengan gelombang rendah.

Wilayah dataran rendah meliputi wilayah-wilayah Surabaya Timur, Surabaya Utara, dan sebagian dari wilayah Surabaya Selatan. Dataran rendah tersebut terletak pada ketinggian