1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Usaha Koperasi sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Badan usaha yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan atas asas kekeluargaan ini juga telah cukup banyak membantu meningkatkan perekonomian masyarakat dan pembangunan nasional. Sejak pertama kali diperkenalkan pada masyarakat Indonesia, badan usaha koperasi telah mampu membantu masyarakat dalam meningkatkan kemampuan ekonominya melalui kegiatan-kegiatan usaha koperasi. Prinsip usaha dan karakter koperasi yang berbeda dengan badan usaha lainnya membuat badan usaha ini disenangi oleh masyarakat Indonesia yang melaksanakan seluruh kegiatan perekonomiannya berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan yang ada di Indonesia ini memang secara umum sangat cocok dengan badan usaha yang berbentuk koperasi. Keduanya, sama-sama menganut asas kekeluargaan dan mengedepankan prinsip gotong royong. Koperasi pada dasarnya secara historis bukanlah badan usaha yang lahir pertama kali dalam masyarakat Indonesia. Pada abad ke-20an gerakan koperasi untuk pertama kalinya lahir secara spontan dilatarbelakangi oleh gerakan masyarakat kecil yang mencoba mencari cara untuk meningkatkan hasil usahanya yang minim. Gerakan koperasi ini untuk pertama kalinya digagas oleh Robert Owen (1771-1858) yang diterapkannya pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Kemampuan ekonomi yang rendah mendorong dirinya untuk lebih meningkatkan hasil usaha melalui gerakan koperasi tersebut. Gerakan koperasi ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama “The Cooperator” yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang cara mengelola toko dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Badan Usaha Koperasi sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia.
Badan usaha yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan atas asas
kekeluargaan ini juga telah cukup banyak membantu meningkatkan perekonomian
masyarakat dan pembangunan nasional. Sejak pertama kali diperkenalkan pada
masyarakat Indonesia, badan usaha koperasi telah mampu membantu masyarakat
dalam meningkatkan kemampuan ekonominya melalui kegiatan-kegiatan usaha
koperasi. Prinsip usaha dan karakter koperasi yang berbeda dengan badan usaha
lainnya membuat badan usaha ini disenangi oleh masyarakat Indonesia yang
melaksanakan seluruh kegiatan perekonomiannya berdasarkan sistem ekonomi
kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan yang ada di Indonesia ini memang secara
umum sangat cocok dengan badan usaha yang berbentuk koperasi. Keduanya,
sama-sama menganut asas kekeluargaan dan mengedepankan prinsip gotong
royong.
Koperasi pada dasarnya secara historis bukanlah badan usaha yang lahir
pertama kali dalam masyarakat Indonesia. Pada abad ke-20an gerakan koperasi
untuk pertama kalinya lahir secara spontan dilatarbelakangi oleh gerakan
masyarakat kecil yang mencoba mencari cara untuk meningkatkan hasil usahanya
yang minim. Gerakan koperasi ini untuk pertama kalinya digagas oleh Robert Owen
(1771-1858) yang diterapkannya pada usaha pemintalan kapas di New Lanark,
Skotlandia. Kemampuan ekonomi yang rendah mendorong dirinya untuk lebih
meningkatkan hasil usaha melalui gerakan koperasi tersebut.
Gerakan koperasi ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh William King
(1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828,
King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama “The Cooperator” yang berisi
berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang cara mengelola toko dengan
2
menggunakan prinsip koperasi. 1
Koperasi sendiri di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh R. Aria
Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi
kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir.
Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Utomo.
Pada perkembangan selanjutnya, wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama,
Moh. Hatta menjadi salah satu tokoh nasional yang dengan gigih mendukung
kehadiran koperasi di Indonesia. Hal inilah yang menjadikannya sebagai Bapak
Koperasi Indonesia2. Secara resmi gerakan koperasi sendiri di Indonesia baru lahir
pada tanggal 12 Juli 1947 pada Kongres I di Tasikmalaya yang pada akhirnya
dijadikan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Sejak saat itu, koperasi semakin berkembang dan diminati oleh masyarakat
Indonesia. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan
meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan
Indonesia, koperasi diatur oleh Undang-undang No. 14 Tahun 1965 tentang
Perkoperasian. Setelah itu, terjadi beberapa peraturan mengenai koperasi tersebut
mengalami beberapa pergantian, mulai dari dihapusnya Undang-undang tersebut
dan digantikan oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian, kemudian oleh Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dan yang paling terbaru adalah Undang-undang No. 17 tahun 2002
tentang Perkoperasian.
Pergantian undang-undang perkoperasian Indonesia yang dilakukan dari masa
ke masa tersebut semata-mata dilakukan dalam rangka meningkatkan dan
mengembangkan peranan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia.
Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian digantikan oleh Undang
–Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian dengan tujuan
untuk membangkitkan peran koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat
dan mengembalikan koperasi pada landasan-landasan asas-asas dan sendi-sendi
koperasi yang murni. Perbaikan dan pengembangan pada undang-undang
perkoperasian terus dilakukan dalam rangka peningkatan perekonomian rakyat
melalui peran koperasi. Hal tersebut juga dilakukan dengan memegang teguh 1 Bambang Supriyanto, “Kritik Terhadap Koperasi (Serta Solusinya) Sebagai Media Pendorong Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)”, Britannica Concise Encyclopedia, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 4 Nomor 2, Nopember 2007, Hlm. 16-‐17. 2 Ibid.
3
prinsip-prinsip koperasi yang murni dan menjaganya agar tetap ada dan menjiwai
seluruh koperasi yang didirikan di Indonesia. Hingga akhirnya pada tahun 2012,
diterbitkanlah undang-undang perkoperasian terbaru yang dianggap banyak
membawa perubahan terhadap koperasi itu sendiri. Undang-Undang No. 17 Tahun
2012 mengenai Perkoperasian ini membawa banyak konsep-konsep baru yang
ditujukan dalam rangka mengembangkan koperasi dan menyesuaikannya dengan
keadaan perekonomian global. Undang-Undang ini diamanatkan untuk membawa
koperasi ke arah yang lebih baik lagi.
Konsep koperasi terbaru yang diatur dalam Undang-undang No. 17 tahun 2012
mengenai Perkoperasian ini, dianggap mengadopsi beberapa prinsip / konsep yang
ada pada perseroan terbatas (PT). Keberadaan konsep-konsep koperasi baru yang
diadopsi dari konsep perseroan terbatas inilah yang seringkali dikhawatirkan dapat
menghilangkan jati diri dari koperasi tersebut. Oleh karena itu, penulis dalam
makalah ini akan mencoba membahas mengenai ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang No. 17 tahun 2012 mengenai Perkoperasian yang secara tidak
langsung diadopsi dari pengaturan mengenai Perseroan Terbatas yakni Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007. Melalui pembahasan ini, diharapkan dapat diperoleh
suatu kesimpulan mengenai prinsip-prinsip apa saja dalam undang-undang
perkoperasian yang diadopsi dari prinsip-prinsip perseroan terbatas, dan apa akibat
dari adanya prinsip-prinsip yang diadopsi secara tidak langsung tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka identifikasi
masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa saja prinsip-prinsip baru dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian yang memiliki kemiripan dengan prinsip-prinsip
pengaturan yang ada dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas?
2. Apa akibat dari adanya prinsip-prinsip baru dalam Undang-Undang No. 17
Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang memiliki kemiripan dengan prinsip-
prinsip pengaturan yang ada dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas terhadap peran koperasi di Indonesia?
4
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengaturan Mengenai Koperasi di Indonesia Sebelum Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian
Sebelum membahas lebih jauh tentang pengaturan koperasi di Indonesia sejak
pertama kali berdiri hingga sebelum lahirnya Undang-undang No. 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian (untuk selanjutnya disebut sebagai Undang-undang
Perkoperasian terbaru), dalam sub-bab ini akan dibahas terlebih dahulu sekilas
mengenai koperasi secara umum.
Dilihat dari segi harfiah, koperasi berasal dari bahasa Latin yaitu “Cum” yang
berarti dengan, dan “aperari” yang berarti bekerja. Sementara dalam bahasa Inggris
koperasi sendiri diangkat dari 2 suku kata, yakni Co dan Operation. Lain lagi halnya
dalam bahasa Belanda, koperasi ini disebut dengan istilah Cooperatieve Vereneging
yang berarti bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu3.
Secara umum koperasi dapat didefiniskan sebagai suatu perkumpulan atau
organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan, yang
memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai angoota menurut peraturan yang
ada; dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha, dengan
tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya4.
Sementara itu, bapak Koperasi Indonesia sendiri, Dr. Moh. Hatta,
mendefinisikan Koperasi dalam bukunya “The Movement in Indonesia” sebagai
suatu bentuk usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi
berdasarkan prinsip tolong menolong. Menurut beliau, koperasi didirikan oleh orang-
orang karena didorong oleh keinginan memberi jasa pada kawan dan rasa “seorang
3 R.T. Sutantya R. Hadhikusuma,SH,MH., Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 1 4 Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi Pada Umumnya dan Koperasi Indonesia dalam Perkembangan, Yogyakarta : TPK Gunung Mulia, 1986, hlm. 9.
5
buat semua dan semua buat seorang” yang dinamakan Auto Aktivitas Golongan.
Auto Aktivitas Golongan ini, terdiri dari5 :
a. Solidaritas;
b. Individualitas;
c. Menolong diri sendiri, dan
d. Jujur.
Lain halnya dengan International Labour Organization yang memberikan
definisi mengenai Koperasi sebagai berikut6 :
“Cooperation is an association of person, usually of limited means, who have voluntaily joined together to achieve a common economic and through the formation of a democratically controlled businnes organization, making equitable contribution of the capital required and eccepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking”
Di dalam definisi yang diberikan oleh ILO tersebut, tersirat 6 elemen penting
dari koperasi, yakni7 :
1. Koperasi adalah perkumpulan orang-orang
2. Penggabungan orang-orang berdasarkan kesukarelaan
3. Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai
4. Koperasi berbentuk organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara
demokratis
5. Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan
6. Anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang.
Berdasarkan beberapa pengertian koperasi di atas, dapat diketahui bahwa
koperasi berbeda dengan bentuk usaha lainnya. Koperasi bukanlah suatu organisasi
perkumpulan modal tetapi merupakan perkumpulan orang yang berasaskan sosial,
kebersamaan bekerja dan bertanggung jawab. Keanggotaan koperasi sendiri
bersifat sukarela, tanpa paksaan. Unsur yang paling penting dari koperasi, yang
paling membedakan koperasi dengan bentuk badan usaha lainnya adalah tujuan
koperasi itu sendiri, yakni untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dengan cara
bekerja sama secara kekeluargaan. Asas kekeluargaan menjadi pondasi bagi
seluruh kegiatan usaha koperasi. Oleh karenanya, konsep koperasi ini sangat cocok 5 http://bungatanjung18.blogspot.com/2012/11/pengertian-‐sejarah-‐konsep-‐dan-‐prinsip.html diakses : Rabu, 17 Juli 2013, pk. 16.38. 6 Ibid. 7 http://putri.blogspot.com/2013/01/prinsip-‐dan-‐pengertian-‐koperasi-‐menurut.html diakses : Kamis, 18 Juli 2013, pk. 16.53.
6
dengan keadaan Indonesia yang sendi-sendi perekonomiannya didasarkan atas
asas kekeluargaan sebagaimana tercantum dalam pasal 33 ayat 1 Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan bahwa :
“Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.”
Badan Usaha Koperasi telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan
koperasi pertama kali didirikan jauh sebelum Indonesia meproklamasikan
kemerdekaannya. Koperasi lahir di Indonesia sebagai lembaga usaha dalam
masyarakat yang membantu meningkatkan perekonomian dan pembangunan.
Selanjutnya, Koperasi tumbuh dan berkembang sebagai sebuah asosiasi /
perkumpulan orang-orang yang melakukan usaha bersama atas dasar prinsip-
prinsip Koperasi.
Pada awal perkembangannya, koperasi diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan Hindia Belanda, mengingat Indonesia saat itu masih berada
dalam jajahan Belanda. Kehadiran koperasi yang cukup pesat dalam masyarakat
Indonesia, membuat pemerintah kolonial Belanda berusaha mengaturnya, bahkan
terkesan menghambat perkembangnnya dengan menerbitkan Ketetapan Raja No.
431 pada tahun 1915. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam Ketetapan Raja No. 431/ Tahun 1915 tersebut dirasa sangat memberatkan
persyaratan pendirian koperasi.
Pada tahun 1920 Pemerintah Hindia Belanda membentuk suatu ‘Komisi
Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H.Boeke. Komisi ini diberi tugas untuk meneliti
sejauh mana penduduk Bumi Putera perlu untuk berkoperasi. Hasil dari penelitian
tersebut, menyatakan bahwa penduduk Bumi putera memang sangat perlu
berkoperasi untuk mendorong tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat (Volkscredit Wezen) untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat berkoperasi.
Dalam rangka menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930
didirikan Jawatan Koperasi. Kemudian pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan
Perkoperasian dalam berntuk Gouvernmentsbesluit No.21 yang termuat di dalam
Staatsblad No. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit No. 431 tahun
1915. Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan
7
golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2
Peraturan Perkoperasian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang
diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933
yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing.
Setelah Indonesia merdeka, Koperasi mulai diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan Indonesia. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang
“Founding Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan
perkoperasian di dalam “konstitusi”. Dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 ayat 1
disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas kekeluargaan
tersebut adalah koperasi.
Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian yang dimuat di dalam
Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah Federal
Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya hampir sama dengan
Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91 tahun 1927, dimana
ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan keadaan Inidonesia sehingga
tidak memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan koperasi.
Setelah Indonesia benar-benar terlepas dari penjajahan Belanda dan segala
bentuk agresi, diselenggarakanlah suatu “program koperasi” dalam rangka
memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat. Program ini diselenggarakan oleh
Kabinet Wilopo dan terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a. Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi
perkembangan gerakan koperasi;
b. Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi;
c. Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan atas
dasar koperasi.
Perkembangan koperasi terus menanjak hingga pada tahun 1953
dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya
antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi
Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Hal ini dilanjutkan dengan diselenggarakan
Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta pada tahun 1956. Keputusan Kongres di
samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga
mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International Cooperative
Alliance (ICA).
8
Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi
No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669.
Kehadiran Undang-Undang ini disambut baik oleh seluruh masyarakat Indonesia
terkait peran koperasi yang semakin penting bagi pertumbuhan dan peningkatan
perekonomian rakyat. Selanjutnya di tahun 1965 diterbitkan Undang-Undang No. 14
Tahun 1965 tentang Perkoperasian. Namun, substansi dari peraturan perundang-
undangan ini belum mampu menegaskan benar prinsip-prinsip koperasi. Undang-
Undang tersebut akhirnya digantikan oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Penggantian tersebut, semata-mata dilakukan
untuk membangkitkan peran koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat
dan mengembalikan koperasi pada landasan-landasan asas-asas dan sendi-sendi
koperasi yang murni8.
Dalam rangka memenuhi perkembangan jaman dan tuntutan perkembangan
ekonomi global, pada tahun 1992 Undang-Undang Koperasi mengalami pergantian
kembali. Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, lahir dan
menggantikan undang-undang koperasi yang lama. Selama dua dekade lamanya
undang-undang tersebut dijadikan dasar yuridis bagi koperasi, hingga akhirnya
digantikan dengan Undang-undang No. 17 tahun 2002 tentang Perkoperasian.
Undang- Undang Koperasi terbaru ini dipandang membawa angin segar perubahan
koperasi Indonesia menjadi Koperasi yang lebih modern lagi dan mampu
mengakomodir kepentingan masyarakat dan dapat lebih mensejahterakan
anggotanya.
2.2 Pengaturan Mengenai Koperasi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian
Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian menjadi dasar
yuridis terbaru yang mengatur mengenai masalah perkoperasian di Indonesia.
Layaknya undang-undang terdahulu, di dalam Undang-Undang ini pun dimuat
berbagai penjelasan mulai dari pengertian, pendirian, permodalan, keangotaan,
kegiatan usaha koperasi dll.
8 Konsiderans Undang-‐Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-‐Pokok Perkoperasian.
9
Undang-Undang Perkoperasian yang baru ini terdiri dari 17 Bab yang berisi
126 Pasal dan keseluruhan isi dari Undang-Undang tersebut kembali dijabarkan
dalam 10 Peraturan Pemerintah serta 7 Peraturan Menteri. Terdapat cukup banyak
perbedaan antara Undang-Undang Perkoperasian yang baru ini dengan Undang-
Undang Perkoperasian No. 12 Tahun 1992 yang telah berlaku selama 20 tahun
lamanya. Undang-Undang Perkoperasian yang baru lebih banyak memuat unsur-
unsur koperasi modern. Definisi koperasi pun mengalami perubahan pada Undang-
Undang Perkoperasian yang baru ini. Koperasi pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
ini didefinisikan sebagai berikut :
“Pasal 1 ayat 1
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan
atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha yang memenuhi
aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya
sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi”
Beberapa susbtansi penting dalam Undang-Undang Perkoperasian yan baru ini
adalah9 :
1. Undang-Undang ini mengakomodasikan Nilai dan Prinsip Koperasi yang
sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tertuang dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hasil
kongres International Cooperative Alliance (ICA); (Pasal 5-6)
2. Pendirian Koperasi harus melalui akta otentik; (Pasal 9) yang dibuat oleh
Notaris Pejabat Pembuat Akta Koperasi (NPAK).
3. Penggunaan nama koperasi diatur.
4. Undang-Undang ini mengutamakan kemudahan rakyat dalam membentuk
koperasi, dimana secara tegas diatur, setiap permohonan pendirian koperasi
harus sudah mendapat persetujuan selambat – lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
5. Dalam pengelolaan menganut sistem two layer (2 lapis pengawasan) yakni
pengawasan oleh :
- pengawas
- pengurus dan pengelola (jika diperlukan) 9 Sosialiasi Undang-‐Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan UMKM, http://slideshare.net
10
6. Jenis Koperasi. Berdasarkan Undang-Undang ini, maka jenis koperasi yang
diakui di Indonesia adalah :
a. Koperasi Produksi
b. Koperasi Konsumen
c. Koperasi Jasa
d. Koperasi Simpan Pinjam
7. Pengurus dapat berasal dari non anggota. 8. RAT(Rapat Anggota Tahunan) selambat-lambatnya 5 (lima) bulan, dimana
undangan sudah diedarkan 14 (empat belas) hari sebelumnya.
9. Bahan RAT (Rapat Anggota Tahunan) secara lengkap terperinci.
10. Bagi koperasi yang memiliki anggota lebih dari 500 orang, RAT (Rapat
Anggota Tahunan) bisa dilakukan dengan sistem delegasi. 11. Pengawas sebagai unsur alat perlengkapan organisasi koperasi
ditingkatkan peranan dan kewenangannya. 12. Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi
sebagai modal awal; (Pasal 66) dengan pengaturan sebagai berikut :
a. Setoran Pokok
Harus dibuat dengan nilai yang serendah rendahnya, agar tidak ada
hambatan setiap orang untuk masuk sebagai anggota koperasi.
b. Sertifikat Modal Koperasi (SMK) Nilai nominal per lembar SMK tidak boleh melebihi nilai nominal Setoran
Pokok. SMK diharapkan menjadi instrumen penghimpunan modal / equity
koperasi yang dapat secara dinamis menangkap setiap peluang usaha
bagi koperasi.
c. Modal penyertaan Koperasi diperbolehkan menerima modal penyertaan dari anggota, non
anggota, pemerintah dan pemerintah daerah.
13. Istilah sisa hasil usaha diubah menjadi Selisih Hasil Usaha yang meliputi
Surplus Hasil Usaha dan Defisit Hasil Usaha;
14. Koperasi Simpan Pinjam hanya dapat menghimpun simpanan dan menyalurkan pinjaman kepada anggota; (Pasal 89) untuk non anggota
diberikan waktu 3 (tiga) bulan harus sudah menjadi anggota.
11
15. Koperasi Simpan Pinjam harus mempunyai izin usaha, tidak boleh
memberikan pinjaman kepada koperasi lain, harus melalui sekundernya.
16. Unit Simpan Pinjam Koperasi dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun, wajib
berubah / memisahkan menjadi Koperasi Simpan Pinjam yang merupakan
badan hukum koperasi tersendiri; (Pasal 122)
17. Untuk meningkatkan dan memantapkan pelayanan Koperasi sesuai
karakteristik masyarakat muslim secara tegas disebutkan bahwa koperasi
diberi kesempatan untuk melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip ekonomi syariah; (Pasal 87)
18. Untuk menjamin simpanan anggota Koperasi Simpan Pinjam, Pemerintah
diamanatkan untuk membentuk dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan anggota Koperasi Simpan Pinjam (LPS-KSP) melalui Peraturan
Pemerintah; (Pasal 95 ayat (2).
19. Pengawasan dan Pemeriksaan terhadap Koperasi akan lebih diintensifkan,
dalam kaitan ini khususnya untuk pengawasan terhadap koperasi simpan
pinjam Pemerintah juga diamanatkan untuk membentuk Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP) yang bertanggung jawab
kepada Menteri dan dibentuk melalui Peraturan Pemerintah; (Pasal 100)
20. Dalam pemberdayaan koperasi, pemerintah dan pemerintah daerah
memberikan bimbingan kemudahan diantaranya; adalah memberikan
insentif pajak dan fiskal. 21. Lembaga gerakan Koperasi didorong untuk menjadi lembaga yang mandiri
dengan menghimpun iuran dari anggota serta membentuk Dana Pengembangan Dewan Koperasi Indonesia. (Pasal 115).
22. Pengaturan tentang Sanksi Administratif atas pelanggaran ketentuan-
ketentuan tertentu dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian.
23. Dalam rangka penyesuaian terhadap Undang – Undang nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian diberi waktu 3 (tiga) tahun.
24. Pedoman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan menteri selambat
lambatnya 2 (dua) tahun.
12
Diantara substansi-substansi penting yang telah dipaparkan di atas, terdapat
banyak pengaturan baru tentang Koperasi di Indonesia yang jelas-jelas berbeda
dengan pengaturan koperasi yang sebelumnya. Undang-Undang Nomor. 17 Tahun
2012 tentang Perkoperasian banyak membawa perubahan terhadap dunia
perkoperasian Indonesia. Hal ini dapat dilihat mulai dari definisi koperasi itu sendiri
menurut Undang-Undang Perkoperasian terbaru. Undang-Undang Perkoperasian
terbaru ini mendefinisikan koperasi sebagai sebuah badan hukum, padahal awalnya,
koperasi di Indonesia tidaklah berbentuk badan hukum. Perubahan bentuk koperasi
ini jelas membawa dampak perubahan pada berbagai sisi dari koperasi lainnya.
Selain itu berbagai pengaturan yang berisi perubahan konsep / bentuk koperasi
yang diusung dalam Undang-Undang Perkoperasian terbaru dianggap memiliki
banyak kesamaan dengan pengaturan yang ada dalam Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini membuat masyarakat seringkali
menganggap bahwa bentuk koperasi modern ini semakin mirip dengan bentuk
usaha perseroan dan semakin lama semakin meninggalkan tujuan utama dari
koperasi itu sendiri yakni “untuk mensejahterakan anggotanya”.
Namun meskipun demikian, Undang-Undang Koperasi yang baru ini juga
mengandung banyak pengaturan yang lebih menegaskan prinsip-prinsip koperasi
dan membuatnya riil serta tidak mengambang lagi.
Undang-Undang Perkoperasian terbaru, mengakomodir pengaturan mengenai
nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang disesuaikan dengan keputusan kongres
ICA tahun 1995 di Manchester. Hal inilah yang membuat prinsip-prinsip koperasi itu
sendiri semakin tegas, sehingga dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi
dapat lebih fokus dan lebih terarah.
13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Prinsip-Prinsip Baru Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Yang Memiliki Kesamaan Dengan Prinsip-Prinsip Pengaturan Yang Ada Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya, bahwa Undang-undang
No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian banyak mengandung pengaturan-
pengaturan baru mengenai koperasi. Oleh karenanya Undang-Undang
Perkoperasian terbaru ini, jelas membawa banyak perubahan terhadap eksistensi
koperasi di Indonesia. Beberapa di antara pengaturan-pengaturan baru yang
tercakup di dalam Undang-Undang Perkoperasian ini rupanya memiliki kemiripan
dari segi prinsip dengan pengaturan mengenai perseroan terbatas yang ada dalam
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Prinsip-prinsip dalam Undang-Undang Perkoperasian terbaru yang memiliki
kemiripan dengan prinsip-prinsip dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas itu, di
antaranya adalah :
A. Bentuk Badan Hukum Undang-Undang Perkoperasian terbaru telah mendefinisikan koperasi sebagai
suatu bentuk badan hukum dan bukan lagi badan usaha biasa. Perubahan bentuk
ini, jelas membawa banyak konsekuensi terhadap eksistensi koperasi itu sendiri.
Dengan adanya pengaturan mengenai hal ini, koperasi secara langsung memiliki
sifat yang sama dengan badan hukum lain pada umumnya. Ciri-ciri umum suatu
badan hukum, harus melekat pada koperasi. Ciri-ciri tersebut 3 di antaranya adalah :
- Adanya pemisahan kekayaan anggota
- Adanya tujuan tertentu
- Adanya organisasi yang jelas
14
Penegasan status badan hukum koperasi ini jelas diatur dalam definisi koperasi
yang ada pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Perkoperasian terbaru. Dengan
ditegaskannya bahwa bentuk koperasi adalah badan hukum, maka hal ini menjadi
salah satu indikator kemiripan bentuk antara koperasi dengan perseroan terbatas.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pendirian
Koperasi harus dilakukan melalui pembuatan akta oleh Notaris.
Pendirian koperasi dilakukan dengan akta pendirian koperasi yang dibuat oleh
Notaris dalam bahasa Indonesia atau Camat yang telah disahkan sebagai Pejabat
Pembuat Akta Koperasi, jika di suatu kecamatan tidak terdapat Notaris. Hal yang
15
menarik disini ialah, Notaris yang dimaksud dalam Undang-Undang Perkoperasian
terbaru merupakan Notaris yang terdaftar pada Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah10.
Prosedur pendirian koperasi yang merupakan pengaturan baru yang
terkandung dalam Undang-Undang Perkoperasian terbaru inilah yang kembali dapat
menjadi indikator kemiripan antara koperasi dengan perseroan terbatas.
D. Pengesahan Akta Pendirian Koperasi oleh Menteri Hukum & HAM Masih dalam rangkaian prosedur pendirian koperasi, selain pendiriannya harus
melalui pembuatan akta oleh notaris, ternyata koperasi modern pun akta
pendiriannya harus disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM untuk kemudian
didaftarkan pada daftar umum Koperasi. Pengesahan ini, merupakan konsekuensi
dari bentuk koperasi yang berubah menjadi badan hukum. Seandainya koperasi
tidak berbentuk badan hukum, maka koperasi tidak perlu dimohonkan pengesahan
akta pendiriannya pada Menteri Hukum dan HAM.
Pengesahan akta pendirian koperasi pada Menteri Hukum dan HAM ini
merupakan peraturan baru yang sebelumnya tidak ada dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Di dalam Undang-Undang
Perkoperasian terbaru, peraturan ini ditemukan dalam :
“Pasal 10 ayat 4 Permohonan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh para pendiri secara bersama-sama atau kuasanya kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum.”
Selanjutnya, koperasi memperoleh pengesahan sebagai badan hukum setelah
akta pendirian disahkan oleh Menteri. Pengesahan tersebut diberikan dalam waktu
30 hari terhitung sejak tanggal permohonan pengesahan diterima.
Ketentuan mengenai pengesahan akta pendirian oleh Menteri Hukum dan
HAM ini membuat seolah-olah prosedur pendirian Koperasi mirip dengan Perseroan
Terbatas. Sebagaimana diketahui bahwa Perseroan Terbatas akan memperoleh
status sebagai badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri.
10 Eddy Leks, SH., ACIArb, “Wajah Baru Koperasi”, http://eddyleks.blogspot.com , 28 Januari 2013.
16
E. Mengenai Berkurangnya Anggota setelah Memperoleh Status Badan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Perkoperasian terbaru, jika setelah Koperasi
memperoleh status badan hukum anggotanya berkurang dari jumlah anggota
minimal, maka dalam jangka waktu tertentu koperasi tersebut harus memenuhi
kembali jumlah anggota minimalnya. Namun jika ia pada akhirnya tidak dapat
memenuhi kembali jumlah anggota minimalnya, maka anggoat koperasi akan
bertanggung jawab secara tidak terbatas atas segala perikatan yang terjadi.
Ketentuan ini merupakan ketentuan mengenai perkoperasian baru yang terdapat
dalam pasal 14 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Perkoperasian terbaru:
Pasal 14 (1) Dalam hal setelah Koperasi disahkan, Anggotanya berkurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 maka dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut, Koperasi yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan. (2) Setelah melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anggota Koperasi tetap kurang dari jumlah minimal keanggotaan maka Anggota Koperasi bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian yang terjadi dan Koperasi tersebut wajib dibubarkan oleh Menteri.
Jika kita teliti dengan lebih seksama, dapat dianalisis bahwa pada intinya ketentuan
ini hampir sama dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 7 Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang berbunyi :
Pasal 7 (5) Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. (6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.
F. Anggaran Dasar Koperasi
Ketentuan mengenai anggaran dasar koperasi dan perubahannya juga
memiliki beberapa kemiripan dengan pengaturan mengenai Anggaran Dasar
Perseroan Terbatas dan masalah perubahannya.
17
Mulai dari isi, anggaran dasar koperasi dengan anggaran dasar perseroan
terbatas, memiliki cukup banyak kemiripan, hal ini dapat dilihat secara jelas dalam
pasal 16 Undang Undang Perkoperasian terbaru dan pasal 15 Undang-Undang
Perseroan Terbatas.
Kemudian mengenai penamaan yang harus dicantumkan dalam anggaran
dasar koperasi. Ketentuan mengenai penamaan koperasi ini juga merupakan
ketentuan baru yang sebelumnya tidak ada dalam Undang-Undang No. 25 Tahun
1992 mengenai Perkoperasian. Ketentuan mengenai penamaan dalam Undang-
Undang Perkoperasian terbaru, tepatnya pada pasal 17 berbunyi :
“Pasal 17 (1) Koperasi dilarang memakai nama yang: a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota; b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan/atau c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan.”
Ketentuan tersebut pada intinya hampir memiliki kesamaan dengan ketentuan
tentang penamaan Perseroan Terbatas yang diatur dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas, tepatnya :
“Pasal 16 (1) Perseroan tidak boleh memakai nama yang: a. telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan nama Perseroan lain; b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan d. ....”
Terakhir mengenai perubahan anggaran dasar koperasi. Berdasarkan pasal 19
dan pasal 20 Undang-Undang Perkoperasian terbaru, Anggaran Dasar koperasi
dapat diubah oleh Rapat Anggota apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 bagian dari
jumlah anggota koperasi dan disetujui oleh paling sedikit ½ bagian dari jumlah
anggota yang hadir. Kemudian, Perubahan Anggaran Dasar terhadap (i) nama, (ii)
tempat kedudukan, (iii) wilayah keanggotaan, (iv) tujuan, (v) kegiatan usaha,
dan/atau (vi) jangka waktu berdirinya, harus mendapat persetujuan Menteri.
Ketentuan ini jelas memiliki kesamaan dengan ketentuan mengenai perubahan
18
anggaran dasar yang ada dalam pasal 19 dan pasal 20 Undang-Undang Perseroan
Terbatas. Rapat Anggota secara tidak langsung dapat dipersamakan dengan Rapat
Umum Pemegang Saham.
G. Pengumuman Pengesahan Koperasi
Ketentuan dalam pasal 24 mengenai pengumuman dan pasal 25 mengenai
daftar umum Koperasi pada Undang-Undang Perkoperasian yang baru dsecara
tidak langsung dapat dianggap hampir sama dengan ketentuan Pasal 29 dan 30
Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai Daftar Umum Perseroan dan
Pengumuman melalui Tambahan Berita Negara RI. Walaupun pada koperasi
pengumuman dilakukan melalui Berita Negara Republik Indonesia namun pada
intinya perihal pengumuman dan dimasukkannya koperasi maupun perseroan
terbatas yang telah memperoleh status badan hukum pada suatu daftar umum
adalah hampir sama. Prosedur tersebut sama-sama ditempuh oleh Koperasi
maupun Perseroan Terbatas sebagai konsekuensi atas status badan hukumnya.
H. Perangkat Organisasi Koperasi
Perangkat organisasi koperasi terdiri dari Rapat Anggota, Pengawas, dan
Pengurus. Hal ini diatur dalam pasal 30 Undang-Undang Perkoperasian terbaru.
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Selain
Rapat Anggota tahunan, diatur juga Rapat Anggota Luar Biasa di dalam UU
Koperasi. Pengurus dipilih dari anggota koperasi maupun non anggota koperasi oleh
Rapat Anggota. Pengurus bertugas mengelola koperasi sesuai Anggaran Dasar.
Pengawas dipilih dari dan oleh anggota melalui Rapat Anggota. Dengan
demikian, jika pengurus bisa dipilih dari non anggota, pengawas hanya bisa diambil
dari anggota koperasi. Pengawas bertugas mengawasi kepengurusan yang
dilakukan oleh pengurus koperasi.
Secara umum jika dianalisis peran dan proses pemilihannya, perangkat-
perangkat organisasi koperasi tersebut memilik kemiripan dengan perangkat
organisasi perseroan terbatas. Rapat Anggota dalam Koperasi memiliki peran dan
fungsi yang hampir sama dengan Rapat Umum Pemegang Saham yang ada dalam
suatu Perseroan Terbatas. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan bunyi pasal 33
19
Undang-Undang Perkoperasian yang baru dengan BAB VI pada Undang-Undang
Perseroan Terbatas mengenai RUPS.
Kedudukan Pengurus pada koperasi pun secara umum dapat dipersamakan
layaknya kedudukan direksi pada koperasi, keduanya memiliki tugas dan fungsi
untuk menjalankan koperasi dan mengurusi kepentingan koperasi. Direksi diangkat
oleh RUPS dan Pengurus Koperasi diangkat oleh Rapat Anggota. Jika dianalisis
secara seksama ketentuan pada pasal 55 Undang-Undang Perkoperasian terbaru
mengenai Pengurus pun memiliki inti yang sama dengan ketentuan dalam pasal 92
Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai direksi. Keduanya mengatur
kewenangan direksi maupun pengurus koperasi dalam menjalankan kegiatan usaha
organisasi. Contoh lainnya kesamaan fungsi dari direksi dan pengurus ini diatur
dalam pasal 58 Undang-Undang Perkoperasian dan pasal 98 Undang-Undang
Perseroan Terbatas. Ketentuan tersebut mengatur fungsi Direksi maupun Pengurus
untuk mewakili organisasi di dalam maupun di luar pengadilan.
Selain itu, peran dan fungsi Komisaris pada PT serta Pengawas pada Koperasi
ini juga secara umum memiliki kesamaan. Kesamaan ini dapat kita analisis pada
pasal 108 Undang-Undang Perseroan Terbatas dan pada pasal 48 Undang-Undang
Perkoperasian. Keduanya, sama-sama diangkat melalui Rapat Umum Anggota
maupun Rapat Umum Pemegang Saham, dan menjalankan fungsi pengawasan
terhadap jalannya badan usaha.
Walaupun secara umum perangkat organisasi antara Koperasi dan PT ini
memiliki banyak kesamaan, namun keduanya memiliki susunan hierarki kedudukan
yang tidak sama. Pada Undang-undang Perseroan terbatas No. 40 Tahun 2007
kedudukan antara RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi adalah sejajar, sementara
pada Undang-Undang Perkoperasian, Rapat Anggota memiliki kedudukan dan
kekuasaan tertinggi diantara Pengurus dan Pengawas.
I. Modal Koperasi
Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Perkoperasian terbaru menyatakan bahwa
Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai
Modal awal. Selain itu, pasal 66 ayat 2 Undang-Undang ini juga mengatur bahwa :
“Pasal 66 (2) Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal Koperasi dapat berasal dari:
20
a. Hibah; b. Modal Penyertaan; c. modal pinjaman yang berasal dari: (1. Anggota; 2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; 3. bank dan lembaga keuangan lainnya; 4. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau 5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.) dan/atau d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Setoran pokok dibayarkan oleh anggota pada saat yang bersangkutan
mengajukan permohonan sebagai anggota dan tidak dapat dikembalikan. Selain itu
setiap anggota harus membeli Sertifikat Modal Koperasi yang jumlah minimumnya
ditentukan dalam Anggaran Dasar Masing-Masing. Sertifikat Modal Koperasi ini
dikeluarkan atas nama dan sertifikat ini tidak mempunyai hak suara. Jika dilihat
berdasarkan definisinya, SMK (Sertifikat Modal Koperasi) ini adalah bukti penyertaan
Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.
Secara umum jika kita analisis secara keseluruhan isi ketentuan dari BAB VII
Undang-Undang Perkoperasian yang tepatnya mengatur tentang Modal ini, maka
kita dapat mengambil sebuah hipotesis bahwa struktur permodalan koperasi mulai
memiliki kesamaan dengan permodalan Perseroan Terbatas. Kedudukan Setoran
Pokok dalam permodalan koperasi dapat dipersamakan dengan Modal yang disetor
yang ada pada Perseroan terbatas berdasarkan sifat-sifatnya. Sementara
Kedudukan Sertifikat Modal Koperasi sendiri seolah-olah dapat dipersamakan
dengan Saham yang ada dalam suatu perseroan terbatas. Hal ini terlihat dari
ketentuan pasal 68 dalam Undang-Undang Perkoperasian yang menyatakan bahwa:
1. Koperasi harus menerbitkan Sertifikat Modal Koperasi dengan nilai
nominal per lembar maksimum sama dengan nilai Setoran Pokok.
2. Pembelian Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah minimum merupakan
tanda bukti penyertaan modal Anggota di Koperasi.
3. Kepada setiap Anggota diberikan bukti penyetoran atas Sertifikat Modal
Koperasi yang telah disetornya.
Selain itu, terkait dengan modal penyertaan yang ditandai dengan
dikeluarkannya SMK ini, berdasarkan Undang-Undang Perkoperasian yang baru
pemerintah dan/atau masyarakat pun dapat berpartisipasi di dalam koperasi melalui
modal penyertaan ini11. Bagian keuntungan yang diperoleh dengan diberikannya
11 Iin Solihin, “UU No. 17 Tahun 2012 hasilkan Sertifikat Modal Koperasi”, http://kopkarbisnisindonesia.com, 12 Desember 2012.
21
modal penyertaan menjadi hak bagi pemerintah dan/atau masyarakat yang
berpartisipasi. Begitupun sebaliknya, pemerintah dan/atau masyarakat wajib
menanggung kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan, sebatas nilai
modal penyertaan yang ditanamkan dalam koperasi12.
Dengan demikian, semakin jelas bahwa kedudukan Sertifikat Modal Koperasi
ini memiliki banyak kesamaan dengan Saham. Walaupun di samping itu juga banyak
perbedaan, salah satunya adalah SMK yang tidak memberikan hak suara pada
pemegangnya.
J. Selisih Hasil Usaha dan Surplus
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Bab VII Undang-
Undang Perkoperasian mengenai Selisih Hasil Usaha dan Dana Cadangan, dapat
dianalisis bahwa kedudukannya memiliki kesamaan dengan Laba yang berbentuk
dividen dan cadangan wajib / dana cadangan pada perseroan terbatas. Hal ini
terlihat dari kedudukannya itu sendiri. Surplus Hasil Usaha yang berasal dari
transaksi dengan non anggota tidak boleh dibagikan kepada anggota dan wajib
digunakan untuk mengembangkan usaha koperasi dan peningkatan layanan
keanggotan, hal ini layaknya cadangan wajib pada perseroan terbatas, sementara
Surplus Hasil Usaha yang berasal dari transaksi dengan anggota dapat dibagikan
kepada anggota layaknya dividen pada Perseroan Terbatas.
K. Penggabungan dan Peleburan Koperasi Ketentuan terbaru lainnya yang ada dalam Undang-Undang Perkoperasian
adalah mengenai Penggabungan dan Peleburan Koperasi. Hal ini diatur dalam BAB
XII pasal 101 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 mengenai Perkoperasian.
Walaupun tata cara dan persyaratannya berbeda dengan Peleburan dan
Penggabungan Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, namun keberadaan perbuatan hukum
Penggabungan dan Peleburan ini telah cukup menggambarkan bahwa badan usaha
Koperasi modern mulai memiliki kesamaan dengan badan usaha perseroan
terbatas.
Di dalam ketentuan mengenai Peleburan dan Penggabungan Koperasi ini juga
diatur mengenai akibat hukum dari peleburan dan penggabungan tersebut yang 12 Ibid.
22
memiliki kesamaan secara umum dengan akibat hukum penggabungan dan
peleburan suatu Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam pasal 122 Undang-
Undang Perseroan Terbatas.
L. Pembubaran dan Hilangnya Status Badan Hukum
Melalui bentuknya yang menjadi badan hukum, otomatis Koperasi tidak dapat
dibubarkan dengan begitu saja. Alasan pembubaran Koperasi pun disini memiliki
kesamaan setidaknya dengan beberapa alasan pembubaran suatu badan hukum
lainnya, yakni perseroan terbatas. Berdasarkan pasal 103 Undang-Undang
Perkoperasian, koperasi dapat dibubarkan karena habisnya jangka waktu,
keputusan menteri (karena pailit maupun karena tidak dapat menjalankan
kegiatannya selama 2 tahun berturut-turut) dan karena keputusan Rapat Anggota.
Secara umum, alasan ini dapat dipersamakan dengan alasan pembubaran PT
karena keputusan RUPS, berakhirnya jangka waktu dan karena terjadinya pailit. Hal
tersebut diatur dalam pasal 142 Undang-Undang Perseroan Terbatas.
Kemudian setelah suatu koperasi maupun perseroan terbatas dibubarkan,
menteri akan melakukan penghapusan status badan hukum atas keduanya.
Pengaturan yang memiliki kesamaan ini terdapat dalam pasal 110 Undang-Undang
Perkoperasian terbaru dan pasal 152 Undang-Undang Perseroan Terbatas
3.2 Akibat dari Adanya Prinsip-Prinsip Baru Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Yang Memiliki Kesamaaan Dengan Prinsip-Prinsip Pengaturan Yang Ada Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Banyaknya ketentuan-ketentuan baru dalam Undang-Undang No. 17 Tahun
2012 tentang Perkoperasian yang memiliki kesamaan dengan ketentuan-ketentuan
dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tentunya
menimbulkan akibat tersendiri pada eksistensi Koperasi di Indonesia. Salah satu
akibatnya adalah perubahan dari bentuk dan prinsip usaha dari koperasi itu sendiri.
Bentuk dan prinsip-prinsip Koperasi modern yang diusung oleh Undang-Undang
Perkoperasian terbaru tersebut, sudah banyak berbeda dengan bentuk dan prinsip-
prinsip koperasi terdahulu.
23
Secara umum perubahan yang diakibatkan oleh banyaknya ketentuan-
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan koperasi yang memiliki kesamaan
dengan perseroan terbatas ini membawa dampak yang baik bagi perkembangan
koperasi. Koperasi terbentuk menjadi sebuah badan usaha berstatus badan hukum
yang mampu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Dengan
banyaknya prinsip-prinsip perseroan terbatas yang dipakai dalam menjalankan suatu
koperasi, membuat koperasi menjadi lebih modern dan tanggap akan kebutuhan
perkembangan jaman. Selain itu, dengan adanya hal tersebut pemberdayaan
koperasi lebih efektif dilaksanakan. Jati diri koperasi menjadi lebih nyata dalam
peranannya yang lebih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam rangka memenuhi tantangan perekonomian global, pada dasarnya
keberadaan suatu koperasi yang modern sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Koperasi sebagai soko guru perekonomian rakyat akan mampu menjawab semua
tantangan perekonomian global tersebut selama prinsip-prinsipnya dilaksanakan
dengan baik dan tetap berpegang teguh pada tujuan utama koperasi yakni untuk
mensejahterakan rakyat.
Walaupun demikian, banyak pula masyarakat yang bersifat kontra terhadap
perubahan yang timbul akibat banyaknya pengaturan dalam undang-undang
perkoperasian yang memiliki kesamaan dengan pengaturan perseroan terbatas.
Masyarakat tersebut menganggap prinsip-prinsip koperasi yang sesungguhnya
justru telah terkikis dan perlahan-lahan hilang dengan diadopsinya prinsip-prinsip
yang memiliki kesamaan dengan prinsip perseroan terbatas. Koperasi modern yang
dilahirkan oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 justru dianggap telah berubah
orientasinya, tidak lagi bertujuan mensejahterakan rakyat, melainkan lebih bertujuan
mencari profit sebanyak-banyaknya layaknya suatu perseroan terbatas.
Pada hakikatnya, sesuai dengan konsiderans Undang-Undang No. 17 Tahun
2012 tentang Perkoperasian, pengaturan mengenai koperasi modern, yang banyak
mengadopsi prinsip-prinsip dalam perseroan terbatas ini, dilahirkan dalam rangka
mewujudkan demokrasi ekonomi untuk menciptakan masyarakat yang maju, adil,
dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Selain itu koperasi modern ini pun dilahirkan dalam rangka
pengembangan dan pemberdayaan Koperasi dengan tetap mencerminkan nilai dan
24
prinsip Koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan
kebutuhan ekonomi Anggota sehingga koperasi itu sendiri dapat tumbuh menjadi
kuat, sehat, mandiri, dan tangguh dalam menghadapi perkembangan ekonomi
nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan.
Jadi, selama prinsip-prinsip baru pada koperasi modern yang memiliki banyak
kesamaan dengan prinsip-prinsip perseroan terbatas tetap dijalankan dengan
memegang teguh asas kekeluargaan yang berdasarkan ekonomi kerakyatan, maka
kekhawatiran masyarakat akan hilangnya jati diri koperasi yang sesungguhnya pada
koperasi modern ini tidak akan terjadi. Koperasi akan tetap menjadi soku guru
perekonomian rakyat yang mampu mensejahterakan anggotanya dan meningkatkan
perkembangan perekonomian nasional.
25
BAB IV SIMPULAN
Berdasarkan pemaparan mengenai analisis pengaturan dalam Undang-
Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Koperasi yang memiliki kesamaan dengan
pengaturan pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
diperoleh beberapa poin kesimpulan, sebagai berikut :
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Koperasi jelas mengandung
banyak pengaturan yang memiliki banyak kesamaan dengan pengaturan
pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Koperasi Modern yang diusung dalam Undang-Undang Perkoperasian
terbaru ini pada beberapa aspek seolah-olah mirip dengan Perseroan
Terbatas, misalnya dalam hal pendiriannya, perangkat organisasinya dan
bentuk / statusnya sebagai badan hukum.
2. Banyaknya pengaturan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang
Koperasi yang memiliki kesamaan dengan pengaturan pada Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan wajah
baru pada koperasi di Indonesia. Pengaturan-pengaturan tersebut
memberikan perubahan dan angin segar pada Koperasi. Koperasi menjadi
lebih berkembang dan mampu memenuhi tantangan perekonomian global.
Pengaturan-pengaturan tersebut juga pada dasarnya merupakan bentuk
pemberdayaan terhadap koperasi-koperasi di Indonesia dan bertujuan
untuk mewujudkan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia.
26
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi Pada Umumnya dan Koperasi Indonesia dalam Perkembangan, Yogyakarta : TPK Gunung Mulia, 1986.
R.T. Sutantya R. Hadhikusuma,SH,MH., Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000.
Peraturan Perundang-undangan:
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian 5. Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 6. Undang-undang Nomor 17 tahun 2002 tentang Perkoperasian
Lain-lain :
Jurnal Bambang Supriyanto, “Kritik Terhadap Koperasi (Serta Solusinya) Sebagai Media
Pendorong Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)”, Britannica Concise Encyclopedia, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 4 Nomor 2, Nopember 2007.