Top Banner
46

Majalah Psychophrenia Edisi 3

Mar 23, 2016

Download

Documents

Pada edisi ketiga ini, Psychophrenia menerbitkan majalah dengan tema "Positive Psychology" atau "Psikologi Positif". Kita akan berkenalan dengan Martin Seligman, mantan ketua APA (American Psychology Assosiation), sekaligus pencetus mazhab Psikologi Positif. Apa itu Psikologi Positif? Bagaimana aplikasinya dalam masyarakat? Kenapa Psikologi Positif itu penting?
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 2: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Pelindung: Tuhan Yang Maha EsaPenasehat: DR. Aloysius Lukas Soenarjo Soesilo, MA.

Pemimpin Umum: Evan AdianantaSekretaris Umum: Astri Sari Rahmawati

Bendahara Umum: LusianaPemimpin Redaksi: William SusantoRedaktur Pelaksana: Liany D. Suwito

Editor: Evan AdianantaReporter: Monyca Mulyani Dewi, Defry Maria M. Nuban, Grace

ParamythiaFotografer: Aditya, Agustyana M. Panie, Bayu Yogi Styaji,

Christina W.Divisi Bisnis: Wisnu Anendya Sekti

Page 3: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Positive Psychology...

Mungkin istilah ini masih terkesan asing bagi sebagian besar orang. Padahal,

kalau dibilang asing, Positive Psychology sudah menjadi sesuatu yang umum di

kehidupan sehari-hari. Cuma istilahnya saja yang mungkin masih terkesan seperti

bahasa antah berantah.

Contohnya, sekarang ini sudah banyak sekali terdapat buku yang membahas

soal kebahagiaan, motivasi, self-esteem, dan lain-lain. Mulai dari Si Cacing dan

Kotoran Kesayangannya sampai Eat Love and Pray. Motivator-motivator kondang,

salah satunya Mario Teguh, juga acap kali mengangkat soal Positive Psychology ini

dalam acara mereka. Happiness, well-being, self-esteem, motivation, love,

character strength, wisdom, dan masih banyak lagi.

Intinya, Positive Psychology adalah psikologi yang membahas mengenai

kualitas positif dalam diri manusia dan percaya bahwa manusia itu pada dasarnya

memiliki potensi baiknya tersendiri.

Everybody is good. Positive Psychology membantu kita untuk menyadari hal

tersebut dan mencapai kebahagiaan sebenarnya. Love your life, life your love.

Be positive, psychology!

William Susanto,

Pemimpin Redaksi

Salam Redaksi

Terima kasih sebesar-besarnya pada Departemen Inforkom LKF Psikologi (Elia Okki Trisnawati), Voltaire Talo, Ayu Saraswati, Ernest Fergill, Great Erick Kaumbur, Christania Suwuh, Lussua Hanyi, Chrisandy S. R. Tarigan, Desi M. D. Sitompul, Irene Rompis, LPM Scientiarum yang meminjamkan kantornya untuk lembur, dan donatur dari teman-teman Locomotife Malang, serta seluruh pihak yang berpartisipasi dalam penerbitan Psychophrenia Edisi 3 tahun 2012 yang tidak bisa disebutkan semuanya.

U n t u k k r i t i k d a n s a r a n b i s a d i k i r m k a n v i a e m a i l ; [email protected] (redaksi).

1 PSYCHOPHRENIA III

Page 4: Majalah Psychophrenia Edisi 3

DAFTAR ISI

Salam Redaksi

Daftar Isi

OpiniPsikologi Positif, Sebagai Mazhab Baru Psikologi .......3Biografi Singkat

Martin Seligman ...........................................................5

Artikel

Nilai Psikologi Positif Bagi Kesehatan Psikologi ..................7

Filsafat: Hedonisme itu Gila ......................................10

Resensi Film

In a Better World ...........................................................12

Galeri Foto

Resensi Buku

Menjadi Manusia, Belajar dari Aristoteles .................24

Humor

Minta Dibaca ..........................................................28

Tips

Menjadi Pribadi yang Lebih Positif ...........................32

Cegah Galau Ujian Dengan Psikologi Positif .................34

Sastra Puisi

Langkah yang Berarti ...............................................36

Lukaku (harapan semu) ...............................................37

Jika Hidup Minta Mati ...............................................38

Liputan Kegiatan

Lomba Paskah UKSW 2012...............................................39

Pengumuman Kegiatan

2 PSYCHOPHRENIA III

Page 5: Majalah Psychophrenia Edisi 3

alah satu hal yang aku benci dari sebagian besar akademisi

psikologi mungkin juga terjadi pada akademisi lainnya adalah Spengklaiman mazhab atau aliran tertentulah yang paling benar.

Seperti yang beberapa kali aku dengar dan perhatikan dari akademisi

psikologi, mereka cenderung untuk mengindentifikasikan diri mereka sendiri

sebagai aliran tertentu, contoh, “aku aliran psikoloanalisa, aku tidak cocok

dengan aliran behaviorisme atau humanistik.”

Itu tadi hanya beberapa mazhab dari psikologi yang sekarang entah

ada berapa? Selain tiga mazhab di atas, aku hanya tahu beberapa mazhab

saja, seperti Neuropsikologi, Psikologi Sosial, Psikologi Pendidikan, Psikologi

Kognitif, dan, ah, entah ada berapa lagi? Sekarang ada lagi mazhab yang baru,

yaitu Positive Psychology atau Psikologi Positif. Mazhab ini baru didirikan

tahun 1998, oleh Dr. Martin E. P. Seligman, Ph.D., yang waktu itu terpilih

sebagai presiden APA (American Psychological Association).

“Psikologi harus memperhatikan kekuatan manusia, sama seperti

memperhatikan kelemahannya. Psikologi harus memperhatikan

pembangunan kekuatan seperti memperhatikan perbaikan kerusakan.

Psikologi harus tertarik harus tertarik terhadap hal-hal terbaik dalam hidup,

dan harus berusaha membuat kehidupan orang normal menjadi lebih utuh,”

kata Seligman.

Memang Psikologi Positif ini muncul karena adanya kritik terhadap

mazhab-mazhab sebelumnya, yang dianggap selalu berorientasi pada

penyakit jiwa saja. Selama kurang lebih 60 tahun dianggap ilmu pengetahuan,

psikologi sudah bisa mengidentifikasi berbagai macam penyakit, dan

beberapa diantara sudah bisa ditangani, bahkan disembuhkan. Itu sudah

cukup bagus dan akan kurang bagus nantinya.

Kenapa akan kurang bagus nantinya? Karena benar apa kata

Seligman, bahwa salah satu misi psikologi adalah memperbaiki kehidupan

manusia, termasuk manusia yang relatif normal menjadi lebih bahagia. Jadi,

psikologi bukan melulu soal penyakit dan cara penyembuhannya. Muncullah

kesadaran baru akan sebuah keilmuan.

– –

Psikologi Positif sebagai Mazhab Baru Psikologi

Oleh: Evan Adiananta

Opini

3 PSYCHOPHRENIA III

Page 6: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Menurutku bagus ketika Seligman berani mengkritisi “kebudayaan” ilmu

psikologi. Karena dengan cara kekritisan itu, maka siklus ilmu pengetahuan akan

terus berjalan. Bayangkan saja bila tidak ada yang berani mengkritisi ilmu

pengetahuan yang telah ada, mungkin tidak akan muncul sesuatu yang baru

mungkin kita akan hidup seperti di jaman batu sampai sekarang.

Tapi dengan pengkritisan yang kemudian memunculkan suatu ilmu baru,

patut disadari dan berhati-hati terhadap pengklaiman langsung benar-salah; baik-

jelek; dan relevan-usangnya sebuah ilmu pengetahuan.

Sayangnya, kebiasaan sebagian akademisi akan menganggap, bahwa ketika

didirikan sebuah mazhab baru, maka pendirian itu adalah bentuk “pengeliminasian”

atau bertujuan untuk menyingkirkan mazhab lainnya yang dianggap sudah tidak

relevan dengan perkembangan jaman setidaknya, ini adalah hasil dari

pengamatanku di lingkungan akademisi.

Bukankah yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru telah datang?

Maka, kita bisa dan boleh “menghakimi” teori lama sebagai teori usang, teori yang

sudah tidak berguna, dan boleh masuk keranjang teori sampah, begitukah?

Aku tidak setuju. Tidak selamanya yang lama itu salah, jelek, ataupun usang.

Bisa jadi itu masih ada benarnya, masih ada baiknya untuk dipelajari, dan masih bisa

relevan dengan keadaan sekarang.

Dan pembuangan teori tidak bisa dilakukan dengan begitu mudahnya.

Apakah hanya dengan penemuan atau pendirian mazhab baru, maka semua teori

dalam mazhab lama pantas dibuang semuanya? Hah, bukankah itu bodoh dan tidak

kritis? Kalau seorang akademisi itu pintar dan kritis, maka tidak pantas ada sebuah

istilah “aku aliran ini, dan aliran inilah yang paling relevan digunakan”.

Mengapa aku katakan tidak pantas? Karena upaya penyebutan dan

pengklaiman macam ini, sama saja pengerdilan akan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Bagaimana bukan sebuah pengerdilan, kalau belajar saja sudah dibuat batasannya

sendiri? Dengan berkata bahwa, “aku dari aliran tertentu,” maka akan timbul sebuah

ketertutupan akan aliran lain yang berarti penutupan diri akan ilmu pengetahuan

yang luas.

Kalau sudah begitu, di mana sikap keterbukaan sebagai bentuk kekritisan

para intelektual terhadap ilmu pengetahuan?

“Bahkan jika Anda berada di jalur yang benar, Anda akan terlindas jika Anda hanya duduk di sana.”–Will Rogers—

4 PSYCHOPHRENIA III

Page 7: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Biografi Singkat----------------Martin E. P. Seligman---------------

------------------------------------------------------------------------Oleh: William Susanto

Siapa yang tidak mengetahui pendiri mazhab (aliran) Psikologi Positif di tahun

1998 ini? Adalah Martin E. P. Seligman. Ya, nama itu tentunya tidak asing lagi

bagi sebagian orang yang berkecimpung di bidang psikologi. Namun, mungkin

sebagian orang itu juga tidak banyak yang tahu mengenai kehidupan pribadi

Seligman, prestasinya, hingga bagaimana Seligman mendirikan Psikologi

Positif.

Maka dari itu, ada baiknya kita mengulas lebih dalam profil diri dari

Martin Seligman. Apalagi, tema besar Psikologi Positif tentunya tidak akan

terasa lengkap tanpa mengangkat profil pendirinya.

Seligman lahir pada tanggal 12 Agustus 1942 di Albany, New York.

Setelah lulus dari SMA, Seligman melanjutkan pendidikannya di Princeton

University dan lulus di tahun 1964. Seligman lalu menikahi Mandy McCarthy

dan memiliki enam orang anak, yaitu Amanda, David, Lara, Nicole, Darryl, dan

Carly.

Seligman memperoleh gelar Ph.D di bidang psikologi dari University of

Pennsylvania di tahun 1967. Di universitas ini pula, Seligman melanjutkan

karirnya sebagai profesor psikologi. Tahun 1980, Seligman menjabat sebagai

Director of the Clinical Training Program of the Psychology Department di

University of Pennsylvania dan bertahan di posisi itu selama 14 tahun. Seligman

juga memperoleh penghargaan sebagai “Distinguished Practitioner” dari

National Academies of Practice dan penghargaan sebagai “Distinguished

Contributions to Science and Practice” dari Pennsylvania Psychological

Association's atas risetnya mengenai depresi dan learned helplessness. Tahun

1991, Seligman memperoleh Merit Award dari National Institute of Mental

Health atas risetnya tentang depresi.

Memang tidak banyak yang mengetahui bahwa Seligman memulai

risetnya dengan berangkat dari teori mengenai learned helplessness, depresi,

dan pesimisme―sesuatu yang bertentangan dengan psikologi positif yang

5 PSYCHOPHRENIA III

Page 8: Majalah Psychophrenia Edisi 3

diwarnai optimisme. Namun dari sini, Seligman menemukan pemikiran baru

mengenai optimisme, yang nantinya akan menjadi landasan dari Psikologi

Positif itu sendiri.

Keputusan Seligman untuk mendalami optimisme tidak terlepas dari

peranan Nicole, putrinya. Nicole memberi contoh pada Seligman bahwa jika

dirinya bisa berhenti merengek, mengapa Seligman tidak bisa berhenti

menjadi penggerutu? Komentar Nicole tersebutlah yang mendorong

Seligman mendalami optimisme, alih-alih pesimisme. Seligman ingin agar

psikologi mulai terbuka pada hal-hal positif di luar kelemahan dan penyakit,

antara lain dengan mempelajari character strength (kekuatan karakter) dan

virtue (kebaikan) yang ada pada diri tiap orang, optimisme, dan kebahagiaan.

Pada tahun 1998, Seligman akhirnya terpilih menjadi presiden

American Psychological Association (APA). Selain sebagai psikolog dan

presiden APA, Seligman juga menjadi pembicara di media populer dan penulis

buku.

Seligman memiliki misi mempromosikan bidang psikologi positif yang

meliputi emosi positif, karakter positif, dan institusi positif. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Seligman sendiri, psikologi seharusnya peduli pada hal-hal

yang terkait dengan pembangunan kekuatan, selain bagaimana mengatasi

kerusakan yang terjadi.

http://chrisjohnsavage.com/wp-content/uploads/2012/01/Seligman-1024x1024.jpg

6 PSYCHOPHRENIA III

Page 9: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Pertumbuhan gerakan “Psikologi Positif" menunjukkan peningkatan

penemuan ilmiah yang menekankan hubungan fenomena positif bagi mental

dan kesehatan fisik serta potensi yang sesuai untuk menunjukkan perasaan

positif, pikiran, dan pengalaman sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan

kesejahteraan.

Penelitian tentang psikologi positif secara umum berfokus pada fungsi

positif manusia (yaitu bagaimana manusia mampun menjalankan peran

hidupnya) , kesehatan psikologi, dan adaptasi terhadap penyakit atau situasi

buruk yang lain. Istilah psikologi positif diberikan untuk memperhatikan

meningkatan kejadian positif dan memperhatikan hal-hal seperti efek positif,

pemaknaan, harapan, optimisme dan spiritual, hubungan mental dengan

kesehatan fisik, dan kemampuan aplikasi untuk meningkatkan kesejahteraan

dan kesehatan.

Antonovsky (19231994), bapak ilmu "salutogenik" (ilmu berkaitan

dengan hubungan antara kesehatan, stres, dan cara mengatasi stress)

menjelaskan tiga elemen hubungan perasaan dengan kesehatan yaitu

kemampuan untuk bisa mengerti, kemampuan untuk mengatur, dan

kemampuan pemaknaan.

Stres dan trauma mungkin bisa saja menjadikan kehidupan seseorang

menjadi kacau, sembarangan dan sangat mebingungkan. Orang dapat

mengatasi stres bila mereka bisa memenuhi kebutuhan mereka untuk

mengatasi atau untuk mengatur kondisi/keadaan yang mereka alami.

Kebutuhan ini dapat diperoleh melalui faktor internal (dalam diri sendiri)

seperti cara mereka untuk mengontrol dirinya dengan memiliki pemikiran yang

positif tentang dirinya.

Dalam hal ini, pemaknaan mempunyai peranan dalam menanggapi

keadaan tidak menguntungkan. Antonovsky melihat pemaknaan dapat

mengendalikan orang untuk mengerti dan mengontrol peristiwa atau keadaan

yang mereka alami dan juga memainkan sebuah aturan penting dalam

hubungan antara mental dan kesehatan psikologi. Hubungan ini penting untuk

membuat orang tetap sehat dalam menanggapi kritik yang mereka hadapi,

misalnya dalam hubungan akrab dan dalam menganggapi isu eksistensial.

Nilai Psikologi Positif Bagi Kesehatan Psikologi

Oleh: Grace Paramythia

Artikel

7 PSYCHOPHRENIA III

Page 10: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Optimisme

Optimisme adalah sebuah generalisasi harapan untuk hasil positif yang

tampak pada perilakunya dan juga mungkin dapat digunakan untuk mengatasi

stres. Pengaturan optimisme dapat meningkatkan coping (pencegahan stress)

dengan kemampuan untuk mengontrol faktor-faktor yang menyebabkan stres dan

untuk mampu mempunyai presepsi yang lebih baik untuk mengatasi peristiwa

traumatik.

Optimisme berhubungan dengan kemampuan coping yang lebih baik

dalam menangani berbagai macam masalah kesehatan. Optimisme juga berkaitan

dengan kesehatan berperilaku yang positif, kesembuhan yang lebih baik dari

prosedur medis, perubahan positif fungsi sistem imun dan dapat meningkatkan

dasar kelangsungan hidup.

Benefit-finding (menemukan keuntungan) dan Growth (pertumbuhan)

Menemukan keuntungan dan pasca traumatik atau pertumbuhan stres

yang berhubungan dengan peristiwa traumatik mempunyai peranan penting

dalam kesehatan psikologi. Menemukan keuntungan dalam perbedaan atau

perkembangan pengalaman pribadi mempunyai hubungan dengan penyebab stres

dan trauma sehingga dapat dikenali secara umum orang-orang yang sudah

mengalami suatu peristiwa negatif, termasuk penyakit fisik.

Pasca traumatik berkembang dari orang-orang yang mengalami

perubahan akibat dari peristiwa traumatik. Pertumbuhan ini mungkin yang

menyebabkan munculnya kekuatan personal, peningkatan hubungan dengan

orang lain, pertumbuhan spiritual dan perkembangannya, serta kesempatan hidup

baru.

Untuk mengetahui dengan pasti keuntungan dari peristiwa positif sebagai

hasil dari hubungan optimis, kemampuan untuk menemukan (benefit-finding),

dan pertumbuhan pasca traumatik untuk dasar kesehatan psikologi, kita

memerlukan data-data yang mendukung hubungan dari variabel-variabel tersebut

baik untuk kesehatan atau hasil yang diinginkan, dan cara untuk menunjukkannya

mungkin dipengaruhi oleh faktor lain yaitu biologis, tingkah laku dan proses sosial.

Dalam hubungan pemikiran positif dan hasil kesehatan tidak ditemukan

faktor yang membawa efek merusak dari pesimis harapan atau sikap yang

membawa efek negatif seperti distres, depresi atau kemarahan.

Ciri khas dari pemikiran positif adalah mempunyai hubungan pada banyak

proses untuk menghasilkan kesehatan seperti proses biologis yaitu

neuroendocrine dan sistem imun, serta tingkah laku dan proses sosial yaitu seperti

8 PSYCHOPHRENIA III

Page 11: Majalah Psychophrenia Edisi 3

pembatasan tingkah laku, tingkah laku bermasalah, dukungan sosial, pembuat

stres, coping dan penanganan masalah kesehatan. Optimisme dan efek positif

juga berhubungan dengan baik buruknya dukungan sosial dan kualitas interaksi

sosial.

Perasan positif dan negatif tidak dapat terjadi pada saat yang bersamaan

dan karena itu orang yang mengalami peristiwa hidup negatif atau penyakit serius

tidak dapat dan tidak bisa secara bersamaan memperoleh perasaan positif atau

mempunyai harapan. Salah satu contohnya adalah identifikasi ilmiah, dari

penelitian respon psikologis untuk peristiwa hidup negatif seperti kehilangan dan

cacat fisik.

Ekspresi dari pikiran positif dan harapan oleh orang-orang yang

menghadapi diri mereka sendiri atau kesehatan orang lain sering terlihat tidak

sebagai indikasi dari upaya seseorang untuk menemukan makna dalam kesulitan,

tapi terindikasi sebagai orang-orang yang tidak datang untuk berdamai dengan

situasinya yang berat. Jadi, menurut pandangan ini tujuan penting harus untuk

membebaskan orang dari harapan.

Dalam pandangan ini, yang konsisten dengan ide-ide dicatat sebelumnya,

pengalaman pikiran positif dan perasaan merupakan pusat untuk manajemen

yang efektif pada pikiran negatif dan perasaan, bukan hanya gangguan. Sebuah

implikasi penting dari cara berpikir seperti ini adalah bahwa intervensi yang

berusaha untuk mempromosikan emosi positif, harapan, perubahan hidup atau

antara orang-orang mengelola penyakit serius atau kerugian dapat melakukan

lebih dari mengalihkan perhatian orang dari masalah mereka, mereka mungkin

memainkan peran penting dalam efektif pengelolaan situasi mereka.

Dengan demikian, psikologi positif dan psikologi kesehatan harus fokus

tidak hanya pada kehadiran pikiran dan perasaan positif pada orang-orang

mengelola penyakit serius, tetapi juga pada peran yang tepat perasaan seperti,

mungkin memainkan peran dalam mengelola kedua penyakit itu sendiri dan

tuntutan psikologis dan pengaruh sosial. Misalnya, aktivasi bersama yang positif

dan pikiran negatif dan perasaan memungkinkan orang untuk memproses

pikiran negatif dan perasaan yang dapat membuat stres.

Sumber dari:

The Value of Positive Psychology for HealthPsychology: Progress and Pitfalls in Examiningthe Relation of Positive Phenomena to HealthBy Lisa G. Aspinwall, Ph.D. & Richard G. Tedeschi, Ph.D.

9 PSYCHOPHRENIA III

Page 12: Majalah Psychophrenia Edisi 3

“Ubbu, apakah menurutmu hedonisme itu salah?” tanyaku pada Fredy Umbu

Bewa Guty.

“Hedonisme menurutmu apa?” tanyanya balik.

“Itu adalah paham yang hanya mengejar kenikmatan, dan menghindari rasa

sakit,” jawabku.

“Oh, hmm. Bagiku hedonisme itu salah. Kenapa? Karena manusia hidup tidak bisa

hanya melihat dan mementingkan dirinya, tanpa mau tahu dan peduli dengan

persoalan-persoalan di sekitarnya,” katanya, menjawab pertanyaan pertamaku

tadi.

“Bukankah manusia hidup tentunya mencari yang enak-enak saja? Lalu,

bagaimana manusia bisa hidup bahagia kalau manusia itu masih bisa merasakan

sakit?” tanyaku kembali.

----------------

Hedonisme berasal dari kata hēdonē (Yunani kuno), yang artinya adalah

pleasure atau kesenangan. Maka dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa

hedonisme adalah paham atau ajaran untuk mengejar kenikmatan sebanyak

mungkin dan menghindari rasa sakit.

Tentu secara sepintas, ajaran yang sudah ada pada masa filsuf-filsuf

Yunani ini, cukup logis. Logis dari sudut pandang keinginan manusia. Sayangnya,

ketika ajaran ini dibenturkan pada kenyataan, tidak akan menjadi logis lagi jadi

tidak masuk akal, iya bagiku.

Karena sampai kapan kesenangan itu bisa ada? Dalam kenyataannya,

hidup itu selalu pasang-surut, antara kesenangan dengan kesedihan. Sebentar

senang, sebentar sedih, dan begitu seterusnya. Kita tidak akan mengalami hanya

senang atau hanya sedih selamanya.

“Langgeng Bungah Susah,” begitulah slogan para Pelajar Kawruh Jiwa.

Aku sendiri hanya sedikit belajar Kawruh Jiwa (KJ), dulu. Dan memang yang paling

aku ingat adalah slogan tersebut, artinya kesenangan dan kesedihan itu bersifat

Hedonisme itu “Gila”Oleh: Evan Adiananta

Filsafat

10 PSYCHOPHRENIA III

Page 13: Majalah Psychophrenia Edisi 3

abadi. Keduanya bagaikan siklus yang hanya akan berhenti berputar ketika manusia

berhenti hidup.

Kawruh Jiwa yang juga memiliki nama lain, Ilmu Begja atau Ilmu Bahagia ini,

adalah pemaparan filsafat asli dari seorang Ki Ageng Suryomentaram (KAS) yang

tinggal di desa Bringin, sebuah desa kecil di sebelah utara Salatiga.

Ajaran KJ, hampir sama dengan Psikologi Positif, yaitu bagaimana manusia

bisa hidup bahagia. Menurutku, KJ lebih pada filsafat yang akhirnya bertujuan untuk

penyadaran diri sendiri untuk kehidupannya yang lebih bermakna, sedangkan

Psikologi Positif lebih berkutat pada praktisnya.

Contohnya, dalam KJ hanya ada proses belajar (berpikir dengan kesadaran

reflektif) murni filsafat. Sedangkan dalam Psikologi Positif, aku sudah diterangkan

bagaimana cara-cara agar bahagia tidak ada proses berpikir reflektif seperti KJ dan

tinggal dilaksanakan saja.

Karena itu, KJ selalu membuka banyak peluang tiap-tiap orang untuk

menemukan dan menjalani cara bahagianya sendiri-sendiri, ini hanya membuat

orang menjadi berpikir dengan kesadaran reflektifnya. Kesadaran reflektif ini tentu

berbeda dengan kesadaran biasa. Contoh, kesadaran sewaktu aku bangun pagi

dengan membuka mata terlebih dulu (kesadaran biasa), berbeda dengan kesadaran

ketika aku harus memilih antara makan makanan pedas dengan tidak pedas

(kesadaran reflektif).

Jadi, dengan kesadaran reflektif tadi, aku akhirnya bisa membuat suatu

pertimbangan sebab-akibat (bahwa kalau aku makan pedas, kemungkinan aku bisa

sakit perut). Dan dari pertimbangan itulah, aku bisa tahu, kenapa aku memilih itu

(aku tetap makan makanan pedas karena aku suka pedas, meski nanti aku sakit

perut, ya tidak apa-apa)?

Jadi, kembali lagi pada pertanyaan apakah hedonis itu salah? Terserah

bagaimana anda merefleksikannya? Tapi yang jelas buatku, ada saatnya kita

mencari kenikmatan dan ada saatnya kita menerima penderitaan.

Orang tua hanya bisa memberi nasihat yang baik atau menempatkan mereka pada jalan yang benar, tetapi akhir

pembentukan karakter seseorang terletak di tangan mereka sendiri.”

--Anne Frank—

11 PSYCHOPHRENIA III

Page 14: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Sutradara : Susanne Bier

Penulis Cerita : Anders Thomas Jensen dan Susanne Bier

Pemain : Mikael Persbrandt (Anton),

Trine Dyrholm (Marianne), Ulrich Thomsen (Claus),

Markus Rygaard (Elias) dan William Jøhnk Juel Nielsen (Christian).

Judul asli : In a better world (Hævnen)

Tahun : 2010

Anton : ” Sometimes it feels, like there's a veil between you and death, but that veil disappears, when you lose someone you loved or someone who was close to you and you see death clearly for a second, but later the veil returns and you carry on living, then things will be alright again “

Review:

ehidupan memang suatu hal yang menarik untuk dijadikan ide dari sebuah film. Cinta, rasa bersalah, kekerasan, moralitas, relasi, dendam Kserta kekonyolon merupakan tema-tema dalam kehidupan yang sering

difilmkan. Kita bisa menemukan tema-tema tersebut dalam setiap film. Tidak jarang tema-tema tersebut membantu mendongkrak nilai jual dan kesuksesan sebuah film, sehingga sutradara harus cerdas dalam menentukan alur dan tema kehidupan apa yang ingin digunakan dalam filmnya.

Susanne Bier agaknya menyadari hal tersebut sehingga menjadikan In a better world sukses memenangkan nominasi best foreign language movie dalam academy award. Tema-tema kehidupan seperti moralitas, kekerasan, rasa bersalah, dan kehilangan menjadi sajian utama dalam film ini. Hævnen merupakan judul asli dari film ini, yang berarti revange atau balas dendam, namun judul tersebut kemudian diubah

Resensi Film

12 PSYCHOPHRENIA III

Page 15: Majalah Psychophrenia Edisi 3

menjadi in a better world agar tidak terlalu ekstrim dan dapat memenuhi ekspektasi penonton. Bayangkan saja jika film ini memakai judul revange, penonton mungkin akan berpikir bahwa film ini adalah film bergenre action dan mengharapkan ada banyak kekerasan dan plot-plot yang diisi oleh adegan tembak-menembak atau baku pukul dan ketika menonton film ini penonton akan berpendapat bahwa film ini tidak lebih dari film drama romantis yang cengeng.. Ya, film ini tidak lebih dari sekedar film melodrama, untuk itu judul in a better world agaknya tepat menggambarkan film yang 'hampir' tidak menggambarkan adegan action atau baku-pukul dan lebih memfokuskan pergulatan batin setiap karakternya.

Bier membuka film ini dengan landscape kamp pengungsian di Afrika yang kering dan berdebu, dimana Anton (Mikael Persbrandt) seorang dokter mengabdikan dirinya di kamp tersebut untuk bekerja. Sebagai dokter yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pasiennya, Anton berusaha agar bisa optimal dalam membantu penyakit yang diderita oleh para pasien. Salah satu pasien yang ditangani Anton adalah seorang wanita yang menjadi korban kekerasan penjahat lokal yang terkenal dengan sebutan Big Man.

Di tempat yang lain ada Christian (William Jøhnk Juel Nielsen), yang sedang jatuh dalam kesedihan karena kematian ibunya akibat kanker. Peristiwa kematian ibunya, membuat Christian menyalahkan sang ayah, Claus (Ulrich Thomsen). Peristiwa ini kemudian mengubah Christian menjadi orang tertutup dan selalu menghindar dari ayahnya karena menganggap ayahnya adalah laki-laki yang lemah dan merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas kematian sang ibu.

Elias (Markus Rygaard) merupakan anak dari Anton (Mikael Persbrandt) dan Marianne (Trine Dyrholm), yang sehari-hari menjadi korban bullying teman-temannya di sekolah. Keterpisahan Elias dan Anton yang harus bekerja di kamp pengungsian secara tidak langsung mempengaruhi hubungan Elias dengan ibunya, Marianne. Elias menjadi individu yang tertutup dengan ibunya dan cenderung menunjukan perilaku tidak nyaman dalam hubungan ibu-anak. Sebagai seorang anak, Elias juga berada dalam posisi dilematis masalah hubungan ayah-ibunya yang berada diambang perceraian hal ini juga menjadikan Elias tumbuh menjadi pribadi introvert.

Perkenalan Elias dan Christian terjadi ketika Christian melihat Elias di ganggu oleh sekelompok anak-anak nakal di sekolah. Christian akhirnya membantu Elias dan mengancam Sofus, salah seorang anak yang melakukan bullying terhadap Elias dengan pisau. Melalui kejadian ini hubungan teman sebaya pun berkembang antara Elias dan Christian. Mereka saling membangun rasa percaya satu dengan yang lain. Hubungan pertemanan mereka pun berkembang ke arah yang semakin

13 PSYCHOPHRENIA III

Page 16: Majalah Psychophrenia Edisi 3

dalam namun bersifat destruktif. Hubungan Christian dan Elias ini mengingatkan saya kepada film BOY A (2007) yang juga menggambarkan begitu kuatnya pengaruh teman sebaya.

Film ini menjadi lebih menarik karena di sisi yang lain kita dapat melihat konflik yang dialami Anton, ayah Elias. Anton adalah seorang dokter yang memiliki idealisme kemanusiaan namun idealisme ini kemudian membawa Anton pada situasi dilematis dan emosional. Situasi antara kemanusiaan dan kebaikan moral. Memang dalam film yang berdurasi 1 jam 57 menit terlihat fokus terhadap karakter Christian, Elias dan Anton namun peran Claus, ayah Christian dan Marianne, ibu Elias tidak bisa dipandang sebelah mata. Sekalipun porsi mereka sedikit namun mereka berhasil membangun suatu interaksi emosional yang luar biasa sebagai seorang ayah yang single parent dan ibu yang menderita akibat keadaan rumah tangganya.

Apa yang menarik?

Bagi saya film ini menarik karena menceritakan pengaruh teman sebaya yang sangat kuat yang muncul dalam relasi antara Christian dan Elias. Dalam tahapan perkembangan manusia, pada usia remaja awal, teman sebaya memegang peranan dalam pembentukan identitas diri. Awal mulanya hubungan ini ialah persahabatan. Dalam persahabatan yang dibangun inilah muncul suatu konsep yang disebut dengan konformitas. Konformitas adalah suatu bentuk penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku sesuai dengan norma kelompok atau orang lain.

Karena masa remaja merupakan masa krisis dalam perkembangan hidup manusia dan dalam masa ini hubungan yang dibangun adalah dengan teman sebaya maka pengaruh teman sebaya ini kian menjadi nyata dalam seluruh aspek kehidupan seorang remaja. Pada tahap perkembangan ini pula konformitas terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada tahap perkembangan lainnya. Konformitas yang cukup kuat dapat mengakibatkan seorang remaja melakukan sesuatu yang destruktif atau melanggar norma sosial. Pola perilaku seperti inilah yang terjadi dalam hubungan antara Christian dan Elias dalam film In a better world. Kita bisa melihat bagaimana Elias dan Christian bekerja sama untuk membuat bom dan membalas dendam, meskipun sebelumnya Elias tidak setuju, tapi karena merasa ingin diterima akhirnya dia melakukan hal tersebut tanpa memikirkan dampaknya. Kondisi emosional Elias

14 PSYCHOPHRENIA III

Page 17: Majalah Psychophrenia Edisi 3

yang labil memungkinkannya untuk dengan mudah melakukan konformitas.

Kumpulan pertanyaan menuju suatu dunia yang lebih baik

Selain pertemanan sebaya antara Elias dan Christian, bagi saya film ini sangat menarik untuk direfleksikan dalam bentuk pertanyaan. Oleh karena itu dalam mendedah film ini baiklah kita memikirkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

Apakah suatu keadaan lebih baik jika kita membalas kejahatan dengan

kebaikan? Dan apakah dendam itu dibutuhkan dalam dunia ini?

Mungkinkah seseorang yang baik sekalipun melakukan kejahatan? Apa yang menyebabkan hal tersebut?

Apa sekiranya yang membuat kita menjadi manusia?

Apakah ada harapan bahwa dunia akan menjadi lebih baik?

Apakah suatu dunia yang lebih baik justru muncul ketika kita mengalami krisis?

Sama seperti Socrates, pertanyaan-pertanyaan ini tidak melulu akan menghasilkan suatu jawaban tapi bisa saja menimbulkan pertanyaan yang lain dan dengan terbukanya kita pada setiap pertanyaan, kita bisa mewujudkan suatu dunia yang lebih baik. Dunia yang penuh dengan keterbukaan. Mungkinkah?

Voltaire Talo, Mahasiswa Penggiat Kelompok Diskusi In(ter)displiner

Once you replace negative thoughts with positive ones, you'll start having positive result. –Willie Nelson—

15 PSYCHOPHRENIA III

Page 18: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 19: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 20: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 21: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 22: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 23: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 24: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 25: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 26: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Judul : Menjadi Manusia, Belajar dari AristotelesPenulis : Franz Magnis-SusenoPenerbit : KanisiusTahun : 2009Halaman : xii + 68

Manusia Aristoteles

“If happiness is not a destination, then what? A stairway?” tulis nona manis di status Facebook-nya.

“Destination for what?” tanyaku di kolom komentar statusnya.

“Wah cukup susah dijawab, tujuan yang ingin dicapai dalam hidup adalah bahagia. Kalau bukan kebahagiaan yang dicari, lantas apa?” tanggapnya kepadaku.

Bagiku ini menarik, selain memang paras nona manis itu menarik buat aku, pemikirannya juga bisa membuat aku tertarik. Karena itu, mari sejenak kita mencermati dan merenungkan pertanyaan nona itu. “Kalau bukan kebahagiaan yang dicari, lantas apa?”

Pertanyaan ini serupa dengan pertanyaan yang ada dalam buku di atas, apa tujuan hidup manusia? Apakah ada suatu tujuan yang apabila tercapai kita benar-benar puas, tidak akan ada tujuan yang lebih lanjut?

“Oh, ya selama ini aku belum menemukan tujuan hidup selain kematian yang (ke)bahagia(an),” jawabku pada nona.

Resensi Buku

24 PSYCHOPHRENIA III

Page 27: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Anggap saja jawabanku di atas sebagai lelucon, kita langsung pada Aristoteles yang langsung menjawab, “ada, yaitu kebahagiaan.” Baginya, jika seseorang sudah merasa bahagia, tidak akan merasa ingin lebih lagi.

Tapi, apakah bahagia itu? Bagaimana manusia bisa mencapai kebahagiaannya? Juga, apakah tingkat kebahagiaan ini berbanding lurus dengan tingkat kualitas hidup manusia? Aku pikir buku ini, sudah dituliskan oleh Romo Magnis sebagai pengantar pemikiran filosof itu mengenai permasalahan-permasalahan ini.

Apakah Bahagia itu?Apakah sekarang anda bahagia? Kenapa anda bisa bahagia? Apakah

karena anda telah mendapat sesuatu yang baik, atau karena anda telah mengusahakan sesuatu yang baik?

Bingung? Tidak apa-apa, karena untuk bisa menjawab itu semua, kita perlu memahami makna dari kata “bahagia” itu sendiri. Dan sebelum kita bisa memahami kata “bahagia”, ada baiknya jika kita melihat etika filosofis yang berhasrat untuk menemukan pertimbangan rasional sebagai dasar moralitas.

Apa itu moralitas? Moralitas dapat kita sebut sebagai keseluruhan peraturan tentang bagaimana manusia harus mengatur hidupnya agar menjadi orang baik. Dan meskipun pandangan tentang baik dan buruk itu sering menjadi relatif, namun aku yakin bahwa tetap ada nilai-nilai universal di dalam kebaikan, seperti kasih sayang.

Dan dengan adanya pertimbangan dasar moralitas dalam mencapai kebahagiaan, maka kita akan mendapat sedikit gambaran bahwa kebahagiaan bukanlah kesenangan ataupun kenikmatan yang biasa kita rasakan sehari-hari. Karena dasar moralitas lebih melihat pada tindak tanduk manusia, sehingga kita bisa melihat lebih lanjut, bahwa kebahagiaan bisa diusahakan dengan perbuatan nyata.

Perbuatan yang seperti apa? Untuk menjawab ini, kita perlu masuk lebih jauh pada pemikiran Aristoteles di buku ini. Dalam buku ini, ada pandangan Epikuros, seorang kaum Sofis, yang mengatakan bahwa bila manusia ingin bahagia, ia harus mengejar rasa nikmat dan menghindari rasa sakit disebut hedonisme.

Bisa bahagia dengan cara itukah? Seperti yang sudah aku jelaskan di tulisanku sebelumnya, bahwa hedonisme itu “gila”. “Mencari nikmat jasmani dan menghindari perasaan sakit adalah apa yang kita miliki bersama dengan

25 PSYCHOPHRENIA III

Page 28: Majalah Psychophrenia Edisi 3

binatang, jadi bukan ciri khas manusia. Berfokus pada kecenderungan alami itu akan menggagalkan kita dalam usaha menjadi manusia utuh.” kutipan dari buku.Dengan membaca kutipan di atas, bisa kita telusuri lebih dalam lagi, bahwa meski manusia memiliki kecenderungan alami yang sama seperti binatang, tetap saja ia memiliki ciri khas bisa membuatnya berbeda dan akhirnya menjadi manusia utuh.

Apa ciri khas dari manusia?Bagi Aristoteles ada dua kekhasan manusia, yaitu filsafat dan politik.

Mengapa? Bukankah banyak orang yang menolak untuk berfilsafat? Dan seberapa banyak orang yang sadar akan kehidupan politiknya? Boro-boro berfilsafat dan berpolitik, memenuhi kebutuhan makan saja susah, jelas tidak akan kepikiran untuk berfilsafat dan berpolitik-lah.

Sebenarnya, maksud dari Aristoteles mengenai kedua hal ini, jelas tidak akan bisa diartikan secara harafiah kekinian. Berfilsafat secara harafiah bisa dikatakan sebagai ber-theoria, namun theoria masa modern, jelas berbeda dengan masa para filosof Yunani Kuno. Kata theoria pada masa Aristoteles, lebih berarti pada “memandang”, yang maksudnya adalah merenungkan realitas yang abadi, realitas yang tidak pernah berubah, atau bisa disebut sebagai realitas ilahi. Dengan begitu, manusia akhirnya bisa mendapatkan kebijaksanaan dirinya.

Bukan bermaksud untuk meninggalkan tanya pada pembahasaan kebijaksanaan, ada baiknya kita langsung saja lanjut supaya pembaca tidak bingung kaitan antar keduanya, memang seharusnya keduanya dijelaskan dulukekhasan yang kedua, yaitu politik. Untuk bisa mengerti maksud Aristoteles mengenai politik memang harus memperhatikan situasi kehidupan di masanya. Pada masa itu, politik dianggap puncak kehidupan sosial manusia, yang di mana dalam politik itu terdapat kegiatan-kegiatan yang memang khas manusia, seperti diskursus (suatu proses komunikatif dalam menguji klaim-klaim kebenaran intersubjektif, yang terwujud dalam dialog, diskusi, debat, di mana ada usaha untuk menguji kesahihan dari klaim-klaim tadi) rasional.

Lalu, apa hubungan keduanya? Antara filsafat yang memberikan kebijaksanaan dengan politik yang merupakan puncak kehidupan sosial, membuat kesimpulan yang jelas bahwa manusia akan bahagia jika manusia tidak hanya berdiam diri, namun mengembangkan potensinya secara optimal. Manusia adalah mahkluk sosial, maka manusia juga dituntut untuk bisa menyelesaikan masalah secara bersama. Tapi jika dalam penyelesaian bersama

26 PSYCHOPHRENIA III

Page 29: Majalah Psychophrenia Edisi 3

itu tidak dibarengi oleh kebijaksanaan, yang terjadi hanyalah penambahan masalah tanpa adanya solusi sama sekali.

Dan sedikit menghubung-hubungkan dengan Nietzche yang pernah bilang bahwa, manusia perlu mencapai eksistensinya sebagai “manusia super”, yaitu manusia yang bisa mengembangkan potensi dirinya. Dia mencontoh itu dari para bangsawan, sama seperti Aristoteles yang melihat politik tadi dari para bangsawan Yunani Kuno.

“O my soul, do not aspire to immortal life, but exhaust the limit of the possible.” PINDAR, Pythian iii

Mencapai Kebahagiaan dengan Hidup yang BermutuHidup yang bermutu hanya bisa dijalani dengan dua cara yang saling

berkaitan, yaitu hidup bermoral yang sudah aku jelas di atas mengenai moralitas dan hidup yang senantiasa mengembangkan potensinya secara optimal.

Tapi, tentu tulisan ini belumlah mencangkup semua mengenai isi buku ini, maka aku sarankan untuk membacanya sendiri. Tidak perlu takut kalau tidak mengerti filsafat, karena buku ini sudah dikemas secara “seksi” oleh Romo Magnis, sehingga mudah dimengerti, bahkan oleh orang awam sekalipun, sama seperti aku.

Oleh: Evan Adiananta

27 PSYCHOPHRENIA III

Page 30: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Humor : Minta Dibaca______________________________________________________________Oleh: Aditya______________________________________________________________

Intro

Banyak hal yang pasti kita rasakan ketika menginjakkan kaki kita di

tingkat pendidikan yang lebih tinggi, kita garis bawahi perguruan tinggi, apa yang

anda rasakan ya. Itu adalah yang anda rasakan dan itu sama sekali bukan urusan

aku, dan aku tidak mau tahu (marah? Emosi? Itu pun juga urusan anda). Yang aku

tahu, aku penulis, jadi apapun tulisannya minumnya teh botol sosro…. Ga

nyambung ya? Oke, aku ulang. Hmm… yang aku tahu saat ini, yaitu cerita tentang

diriku, di mana saat ini aku meminta para pembaca untuk menyanyikan lagu

Vierra yang berjudul “Dengarkan Curhatku”. Pada intinya aku hanya ingin curhat.

Yak, aku/guwe/ane/beta, apapun tulisannya, minumnya te…. Ng…

maksudku dari manapun bahasa itu berasal, artinya tetap sama saja. Daripada

berlebar panjang, aku akan mulai saja cerita tentang kehidupan saya, tentunya

kita semua sudah pasti mengetahui visi dan misi kita untuk melanjutkan tingkat

pendidikan kita di tempat yang lebih tinggi (tentunya, gak mungkin lebih

rendah), dan anda tahu juga syarat untuk melanjutkan pendidikan kita bukan?

Bila anda lupa mari aku ingatkan, hal-hal yang perlu kita siapkan yaitu, pertama,

universitas yang siap untuk menerima kita apa adanya dengan segala

kekurangan dan dosa-dosa yang kita bawa dari saat kita masih di SMA dan

tentunya sehabis kita merasakan keagungan dari Ujian Nasional yang jahanam

itu.

Kedua, yang perlu kita siapkan untuk melanjutkan kehidupan kita yaitu

kondom! Ups, maksud saya kos. Mengapa kos? Ya untuk kita transit-lah, setelah

kita merasakan kerasnya dunia perkuliahan dengan cercaan dari tugas jurnal,

proposal, riset, teori, praktik, presentasi, dan lain sebangsanya. Perlu digaris

bawahi, kalau kedua syarat ini aku tujukan kepada orang-orang yang pergi dari

tanahnya untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang kita

satukan dalam Pancasila.

Ketiga, uang untuk pegangan, kalau-kalau saja anda lapar, anda bisa

membeli makanan untuk dimakan, dan kalau-kalau saja anda kedinginan, anda

bisa membeli baju untuk dipakai (jangan lupa celana dan yang ada di dalamnya).

28 PSYCHOPHRENIA III

Page 31: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Journey to The Kost

Ketiga syarat itu wajib hukumnya, tak ada salah satu, berakhirlah sudah

motivasi anda, dan… kembali ke laptop (meniru gaya bang tukul). Di sini aku akan

sedikit menceritakan pengalaman yang aku dapat dalam pemenuhan syarat kedua

yang sudah aku paparkan di atas, tidaklah mudah untuk menjalani perjalanan dari

kota asalku ke tempat di mana aku akan melanjutkan kuliah, saat memasuki gang,

terpapar tulisan “ngebut benjut”, saat di belakang truk tinja, terpapar tulisan “taimu

uripku” (truk sedot WC), saat di sebelah bis, terpapar tulisan “sumber bencana”.

Semua sudah aku lewati, dan akhirnya sampailah aku di kota hijau yang tercinta,

Salatiga.

Inilah pertama kalinya aku menginjakkan ban motorku di kota ini, dan pada

hari ini pula aku harus mengejar impian, yaitu mencari kos. Saya mencoba untuk

menyisir kota yang terlalu “besar” ini, dan pada akhirnya akupun… tersesat! Aku

mencoba kembali untuk mencari kos, tentunya yang dekat dengan kampus, tetapi

satu hal yang menjadi permasalahan di sini, kampusnya pun aku belum melihat,

bagaimana bisa aku mencari kos yang dekat kampus?

Kira-kira hampir 1 jam aku mengitari kota Salatiga untuk menemukan

universitas tercinta, dan akhirnya nasib berkata lain, seperti kata pepatah “malu

bertanya sesat di jalan, sudah tanya masih tersesat, malu-maluin!” Lalu aku

mencoba bertanya sama orang yang ada ada di pinggir jalan (untung di pinggir, coba

kalau di tengah, bosen hidup itu orang), orang itupun memberikan jalan terang

tentang di mana dan dengan siapa universitas yang aku cari, gokilnya ternyata sudah

7 kali aku melewati universitas itu. Kabar baiknya, tidak ada yang tahu situasi waktu

itu. Kabar buruknya, sekarang semua tahu tentang situasi tersebut. Langkah

pertama sudah aku lalui dengan lumayan lancar, sekarang misi saya, yaitu mencari

kos yang sesuai dengan tipe kepribadianku yang lumayan “mawut” ini.

Dalam misi pencarian, aku menemukan sebuah pengalaman, di mana

waktu itu aku melihat sebuah gang yang indah dan aku ingin memasukinya. Akupun

memasukinya, dan dalam penyusuran gang yang sepi itu, terlihat seorang gadis tua,

memakai daster kembangan berwarna biru yang membuatku gemas (perlu diingat,

orientasi seksual saya masih dan akan selalu normal) untuk bertanya kepadanya,

lalu aku membuka pertanyaan seperti ini;

“Permisi tante (supaya terlihat sopan), numpang tanya?”

“Hmm?” bengong gadis dengan penjelmaan mak lampir itu.

29 PSYCHOPHRENIA III

Page 32: Majalah Psychophrenia Edisi 3

“Ng… tau kos-kos'an deket sini gak, tante?” tanyaku.

“Banyak, mau?”… no comment.

“ Bisa kasih tahu lokasinya gak, tan?” tanyaku lagi.

“Ini lurus aja, ada pertigaan belok kiri, terus di depan belok kanan. Coba cari sekitar

situ banyak,” jawabnnya

Setelah mengucapkan terima kasih, aku langsung bergegas untuk mencari

lokasi yang telah diberitahukan nenek tersebut, seperti mendapat ilham saja di

dalam hati ketika ada orang yang bersedia membantu aku seperti nenek itu.

Walaupun pedas di hati, aku harus menerimanya, tidak seperti orang

kebanyakan, aku orangnya sabar dan legowo dengan perlakuan yang diberikan ke

aku. Informasi lokasi yang diberikan ke aku berujung di kuburan yang terkenal

dengan sebutan “bong cino”. Teganya-teganya-dirimu-padaku neeekkk!! “aku

belum mati neeekkkk!!!”(jeritan di dalam hati).

Dengan kejadian tersebut aku belajar untuk tidak lagi bertanya ke seorang

nenek-nenek berdaster kembangan berwarna biru lagi, dan aku bersumpah pada

waktu itu untuk mencari sendiri kos-kos'an, calon tempat tinggalku secara mandiri,

yang pada akhirnya aku temukan juga, tidak terlalu jauh dari tempat yang

diberitahukan oleh nenek itu.

De Loop Moet Bloei (baca kamus untuk artinya)

Banyak cerita yang menyatakan OSPEK adalah neraka bagi mahasiswa

baru, dan akupun merasa tidak ragu untuk takut menghadapinya, hari pertama

yang aku lewati yaitu hari ketiga yang teman-teman lewati, di mana pada hari itu,

aku merasakan tidak enak di hati, tak ada yang aku kenal, dan tak satupun dari

mereka yang mengenalku, apalagi kakak angkatan yang akan siap menerkamku,

kalau aku melakukan sebuah kesalahan (atut mami… atut). Akhirnya, aku bertekad

untuk memberanikan diri berangkat menjalani OSPEK yang menjadi syarat untuk

dipenuhi, tidak disangka-sangka, aku disambut hangat oleh beberapa teman yang

sama sekali tidak aku kenal, disambut juga oleh mentor wanita yang baik dan aneh.

Tidak seperti yang mereka semua katakana, setelah sedikit penjelasan dari

mentor, para MaBa (Mahasiswa Baru) diamanatkan untuk berkumpul di suatu

ruangan untuk pembekalan, saya tidak bisa berkata apa-apa ketika kami

30 PSYCHOPHRENIA III

Page 33: Majalah Psychophrenia Edisi 3

mendapatkan perintah untuk berdiri dan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul

“tahu tante susi towel-towel”, jelaslah semua tentang penyiksaan yang dibicarakan

umum tentang ospek... Ini penyiksaan mental! Yang aku pertanyakan mengapa harus

Tante Susi? Apa salahnya? Kapan Tante Susi punya tahu? Bagaimana caranya kok bisa

ditowel-towel?

Aku sadar, setelah aku melalui banyak hal yang ada, ragu terbesit dalam

benak, tetapi dengan terus maju akhirnya saya memasuki Fakultas Psikologi, di sini

aku belajar bukan untuk menjadi gila, tetapi belajar untuk menghadapi kegilaan yang

aku timbulkan. Banyak orang-orang di departemenku mengatakan, “anda harus

membuktikan, dan merasakan untuk mengetahui”, aku sangat setuju dalam hal itu,

untuk mengetahui mabuk, anda harus mencium ketek, untuk merasakan sakau anda

harus mencium pantat, akan tetapi aku tidak setuju, kalau aku harus mencium banci

untuk mengetahui gangguan transgender itu (seperti kata “project pop”: jangan

ganggu banci). Dan kali ini aku sedang dalam masa pencarian untuk membuktikan

dan merasakannya, banci oh banci… Pilihlah salah satu dan jangan serakah, seperti

aku memilih psikologi sebagai ilmu satu-satunya yang akan dan terus aku dalami,

amin.

The Hope

Mungkin teman-teman bertanya-tanya mengapa aku memilih untuk

memasuki ranah kejiwaan. Bukan karena aku ingin berobat jalan, tapi aku memilih

ilmu kejiwaan karena dalam ilmu itu sangat “berantakan”, bahasa halusnya “abstrak”,

mari kita bandingkan dengan ilmu yang lain. Kedokteran, anda berhadapan dengan

tubuh manusia (nyata). Komputerisasi, anda berhadapan dengan perangkat

computer (nyata), coba kita bandingkan dengan ilmu kejiwaan, anda menghadapi

sebuah jiwa di mana bila ada kerusakan akan sulit bagi kita untuk mengobatinya, dan

mengembalikannya menjadi seperti semula. Itulah mengapa aku sangat-sangat

mencurigai ilmu ini, dan dari curiga itu aku menjadi ingin tahu, semakin aku ingin

tahu, semakin aku tertarik untuk mencari, dan semakin aku mencari semakin aku

goblok (amit-amit, sambil ketok meja 3 kali), dan akhir kata, aku berharap juga untuk

bisa terus maju menuju kepelaminan, eh maksudku maju menuju kelulusan.

31 PSYCHOPHRENIA III

Page 34: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Menjadi diri yang positif memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa.

Pada dasarnya setiap individu atau manusia di dunia selalu berusaha untuk

menjadi pribadi yang lebih baik. Namun sebenarnya menjadi pribadi yang positif

merupakan proses belajar seumur hidup yang tidak dapat kita raih hanya dengan

sekali percobaan atau sedikit usaha. Untuk mencapai kehidupan dan diri yang

positif kita perlu menerapkan beberapa hal mendasar, diantaranya adalah sebagai

berikut;

1. Ubah cara pandang yang negatif menjadi lebih positif.

Pikiran-pikiran yang negatif dan hidup yang pesimis sebaiknya mulai kita

kurangi atau bahkan hilangkan. Mulailah penuhi kehidupan dengan pikiran yang

positif sehingga kita pun dapat menjadi pribadi yang lebih optimis. Ada banyak

keuntungan yang bisa didapat dengan menjadi pribadi yang optimis. Seperti

halnya yang dikatakan Martin Seligman dalan bukunya ”Menginstal Optimisme”

bahwa pribadi yang optimis biasanya memiliki kesehatan jasmani yang lebih baik.

Jarang terkena demam, sistem imun bekerja lebih baik dan memiliki hidup

kesehatan yang lebih baik dari pada orang-orang pesimis.

2. Bersyukur.

Banyak orang sepertinya terlalu fokus pada apa yang tidak mereka miliki

sehingga akhirnya terus merasakan ketidakpuasan dalam hidup. Untuk

mengatasinya diperlukan rasa syukur atas segala sesuatu yang telah kita terima.

Seperti kita ketahui bahwa tidak semua hal dalam kehidupan dapat berjalan

seperti yang kita inginkan. Maka mulailah bersyukur atas hal-hal kecil yang terjadi

hari ini sehingga kita dapat melanjutkan kembali perjalanan hidup dengan penuh

sukacita.

3. Menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya.

Untuk dapat menerima orang lain apa adanya kita harus terlebih dahulu

menerima diri sendiri. Menerima diri sendiri dapat membantu kita agar dapat

memahami kelebihan dan kekurangan diri sehingga kita pun dapat

Tips

Menjadi Pribadi yang Lebih Positif

Oleh: Liany D. Suwito

32 PSYCHOPHRENIA III

Page 35: Majalah Psychophrenia Edisi 3

memaksimalkan potensi-potensi yang kita miliki. Termasuk di dalamnya adalah dengan

memaafkan diri sendiri atas kesalahan-kesalahan yang telah kita buat di masa lalu.

Sepanjang proses ini kita pun dapat belajar menghargai orang lain dan menerima

keunikan yang dimiliki tiap orang sehingga kita kemudian dapat menerima orang lain

apa adanya.

4. Keinginan untuk terus belajar.

Hidup merupakan sebuah proses belajar dan bertumbuh. Untuk itu agar dapat

menjadi pribadi yang lebih baik kita harus terbuka pada hal-hal baru yang berguna bagi

kehidupan kita. Belajar juga untuk mau menerima teguran yang positif dan membangun

dari orang lain. Termasuk didalamnya membaca tips-tips seperti ini .

5. Bangun hubungan spiritualitas dengan Sang Pencipta.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di California ditemukan bahwa

kehidupan spiritualitas merupakan hal penting yang diperlukan manusia dalam

menjalani kehidupan. Bahkan ditemukan bahwa kehidupan spiritualitas dapat

mempercepat proses penyembuhan seseorang dari trauma tertentu. Manusia yang

terdiri dari raga, jiwa, dan roh tidak akan pernah merasa penuh tanpa adanya kerinduan

untuk menjalin relasi dengan Sang Pencipta. Maka tidak ada salahnya untuk memulai

hari-hari yang ada dengan doa dan pengharapan.

Jadi, tunggu apa lagi? Ayo belajar untuk jadi pribadi yang lebih positif, tidak

hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain di sekitar kita. Semangat! Pasti

bisa!

http://beritaterkini.us/wp-content/uploads/2011/12/kata-kata-semangat.jpg

33 PSYCHOPHRENIA III

Page 36: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Cegah Galau Ujian Dengan Positive Psychology

Oleh:

April. Bulan yang terkenal membuat galau para pelajar. Segala

macam ujian menumpuk di sini. Mulai dari ujian tengah semester atau tes

akhir untuk mahasiswa hingga ujian nasional untuk siswa SMA dan SMP.

Maka tidak perlu heran kalau bulan April menjadi “Bulan Galau Pelajar”,

termasuk bagi para mahasiswa.

Tuntutan ujian dan tugas yang bertumpuk pastinya membuat

stres. Entah karena memang tugas dan ujiannya yang menyusahkan, entah

karena deadline yang mepet atau karena kita sendiri yang pesimis bahwa

kita tidak bisa melakukannya.

Menurut Nurlaila (2011) dalam jurnalnya yang berjudul

“Pelatihan Efikasi Diri Untuk Menurunkan Kecemasan pada Siswa-Siswi

Yang Akan Menghadapi Ujian Akhir Nasional, pesimisme membuat

pelajar mengalami ketakutan gagal dalam tugas dan tidak yakin akan

kemampuan yang dimilikinya. Hal ini membuat pelajar merasa tertekan,

tidak nyaman, sulit berkonsentrasi, sulit memahami materi, sulit

mengatur waktu belajar, dan lainnya. Upaya sebesar apa pun akan terasa

tidak berguna karena adanya mindset negatif yang berbunyi, “agaknya

saya akan gagal.”

Lalu, apa kaitan positive psychology dalam membantu para

pelajar melewati “Bulan Galau Pelajar”?

Positive psychology membantu pelajar untuk menendang

mindset negatif yang dimilikinya. Menurut Seligman (pendiri positive

psychology), setiap manusia memiliki karakter positif dalam dirinya yang

bisa digunakan untuk membantu mengatasi problem-problem kehidupan.

Believe in yourself. Be optimist! Optimisme dan efikasi diri akan sangat

membantu mengatasi problem-problem yang ada, termasuk ujian.

Ayu Saraswati

Tips

34 PSYCHOPHRENIA III

Page 37: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Dengan bersikap optimis dan percaya pada kemampuan diri sendiri, semua

ketegangan yang ada saat ujian akan dapat disingkirkan. Optimisme dan efikasi diri

pun berkorelasi dengan peningkatan motivasi intrinsik, yakni motivasi dalam diri

yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dan mencapai hasil yang

diharapkan. Optimisme meningkat, motivasi intrinsik meningkat, semangat belajar

meningkat, maka nilai juga meningkat. Silogisme sederhana.

Seligman sendiri menegaskan bahwa emosi positif penting bagi setiap orang.

Pesimisme dan kecemasan yang tinggi hanya akan menurunkan performa seseorang.

Hal ini bahkan dibahas oleh Irmayanti dan Warsito, dalam penelitiannya yang

berjudul “Penerapan Strategi Relaksasi Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa

Menjelang Ujian”. Jadi buang jauh-jauh semua mindset negatif yang ada, sebelum

hal tersebut malah memberikan dampak buruk pada diri kita (dan pada transkrip

nilai kita).

Tetapi, mungkin banyak yang berpikir, “Bagaimana mau optimis? Aku ini ‘kan

bego. Ndak pintar. IQ jongkok, malah tiarap.” Bagi yang punya pikiran semacam itu,

Seligman punya bantahannya. Seligman menegaskan mengenai konsep

achievement, yang mana tidak ditentukan oleh IQ semata. Setiap orang punya

potensi sukses dan mampu meraihnya.Yang dibutuhkan hanyalah kemampuan untuk

menyadarinya.

Stop being negative. Let's be positive.

Pergilah dengan penuh percaya diri ke arah impian Anda. Menjalani

kehidupan Anda bayangkan. ” —Henry David Thoreau—“35 PSYCHOPHRENIA III

Page 38: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Sastra Puisi

Kelopak mata ini beratIngin tetap terpejamMeski mentari terang bersinar

Dan burung-burung berkicauan, Badan ini lelahTak kuasa bergerakMenghadapi lagi hariYang penuh beban berat,

tapi, tiba-tiba kuteringatOrang-orang yang kukasihiMenanti kukembali

Membawa hidup yang lebih berarti, dapat kubayangkan wajah bahagia merekayang kan selalu menanti

kukembali membawa jati diri,aku sadar, aku mengertisemua jerih lelah semua keringat yang terkuras

selama ini tak sia-sia hidup adalah proses belajaryang harus kujalanidengan hati ringan

dan langkah yang pastimaka kembali kubuka matamenarik nafas dengan gembiratuk menjalani hari-hari yang tersisadengan gagah dan berani karena kuyakin dan percaya

tak ada yang sia-sia di dunia inikasih kan selalu menyertai

dan membuat langkahku berarti

Langkah yang Berarti

Liany D. Suwito

36 PSYCHOPHRENIA III

Page 39: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Sastra Puisi

Lukaku (harapan semu)

kau hadir dalam kesempurnaan..seperti apa adanya dirimu..

membuatku jatuh hati saat pertama kali mengenalmu..Membuat hidupku hanya tertuju padamu seorang..

membuat hati dan perasaanku beku..hingga aku tak dapat mencintai orang lain selain dirimu..

namun disaat aku putuskan hatiku untuk memilih dirimu..kau seperti tak sadar akan kehadiran diriku..

kau bakar aku dengan senyum manismu..yang kini membuatku menangis..

ingin sekali aku marah padamu..namun aku sadar,

aku tak berhak untuk itu..karena aku tahu atas keterbatasan diriku..

mungkin memang hatimu telah kau berikan untuk orang lain..dan akulah yang terlalu berharap padamu..

sehingga aku terjatuh..pada kesalahan yang tak ku sadari atas dirimu..

dengan mencintaimu setulus hatiku..

untaian kata yang teralun menjadi sebuah kalian,terinspirasi dari seorang gadis yang pernah sesaat datang dalam hidupku sejak aku pertama kali mengenalnya di fakultas ungu

untukmu, MT

37 PSYCHOPHRENIA III

Page 40: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Sastra Puisi

Jika Hidup Minta Mati

Bila hidup tinggal segaris

Maka nafas sebentar lagi habis

Kan di tanya Yang kuasa

Kenangan apa yang masih tersisa

Kalau hidup kurang manis

Kenapa masih ditimpa dengan sikap sinis

Lanjutkan cerita, bila perlu dengan teriak

Daripada menanggung derita, dan luruh

terdiam seperti maniak

Setiap orang punya rasa, setiap orang punya masa

Setiap insan pasti punya cerita, dan tiap cerita pasti ada derita

Masing-masing punya bekal, entah menuju kasih atau durjana

Tak ada yang kekal, dan semua isi dunia itu fana

Bila hidup tinggal segaris

Maka nafas sebentar lagi habis

Jika hidup minta mati

Maka kita tuan tak berhati

Great Erick K.

38 PSYCHOPHRENIA III

Page 41: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Peliputan: Lomba Paskah UKSW 2012

Oleh: Monyca Mulyani Dewi

Pada hari jumat tanggal 30 Maret 2012, Campus Ministry (CM)

mengadakan lomba menyanyi Vocal Group (VG) dan Duet Paskah di Recital

Hall, Gedung Fakultas Seni dan Pertunjukan UKSW.

Acara ini diawali dengan doa lalu dilanjutkan kata sambutan oleh

Ketua Panitia Paskah UKSW 2012, Esfron Banoet. Seluruh rangkaian acara

lomba ini dipandu oleh dua orang MC (Host) kemudian dilanjutkan dengan

pembacaan tata tertib untuk peserta dan penonton. Lagu yang wajib

dibawakan oleh peserta duet adalah Getsemani, sedangkan lagu wajib untuk

peserta Vocal Group(VG) adalah Tuhan T'lah Bangkit. Para peserta

diharuskan menyanyikan satu lagu wajib dan satu lagu bebas, dengan waktu

5-10 menit.

Penampilan para peserta dinilai oleh tiga orang juri, yaitu Aldi Lasso

(dosen FTI), Ruswanto (FSP), dan Eriani Tengalonga (mahasiswa FSP). Untuk

peserta duet ada lima pasang, yaitu: Wolla dan Filia yang menyanyikan “How

Could You Say No?”, lalu Vina dan Agri menyanyikan lagu “Lead Me To The

Cross”, kemudian Dhimas dan Hendra dengan lagu “Karya Terbesar”,

dilanjutkan Haris dan Ocha dengan lagu “Yesus Kekuatanku”, dan satu pasang

peserta yaitu Lisa dan Killa tidak hadir saat lomba.

Kemudian dilanjutkan dengan penampilan dari peserta Vocal Group

(VG), yaitu VG Perwasus yang tidak hadir saat lomba, lalu dilanjutkan dengan

penampilan ED Voice dari Fakultas Bahasa dan Satra (FBS) yang menyanyikan

lagu berbahasa Jawa dengan judul Manggul Salib. Selanjutnya, penampilan

dari VG Mutiara dari Fakultas Psikologi dengan lagu yang berjudul “Karena

Kita”.

Setelah seluruh peserta selesai mempersembahkan penampilan

mereka, para juri keluar ruangan untuk berdiskusi mengenai hasil lomba

tersebut selama kurang lebih 15 menit. Adapun hadiah yang akan diberikan

pada peserta lomba yang menjadi pemenangnya yaitu trofi dan sertifikat

yang akan diberikan pada saat ibadah paskah. Bagi juara I akan tampil dalam

ibadah paskah pada tanggal 9 April 2012.

39 PSYCHOPHRENIA III

Page 42: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Setelah menunggu selama sekitar 15 menit, para juri pun kembali dan

mengumumkan hasilnya. Untuk pemenang lomba VG, juara dua diraih oleh ED

Voice 1229 dan juara satu diraih oleh VG Mutiara dengan perolehan nilai 1840.

Sedangkan, untuk lomba duet, juara ketiga dengan perolehan nilai 1994

diraih oleh pasangan duet Dhimas dan Hendra, juara kedua dengan total nilai

2071 diraih oleh pasangan duet Wolla dan Filia, sementara pada juara pertama

dengan perolehan poin 2102 diraih oleh Haris dan Ocha.

“Lomba ini diadakan sebagai salah satu rangkaian acara dalam rangka

menyambut hari paskah yang diadakan oleh Campus Ministry,” kata Bagus

Wisesa selaku Koordinator Lomba saat kami temui saat perlombaan selesai.

Saat kami menemui beberapa peserta, misalnya Dhimas Christian Aditya

(juara ketiga lomba duet), ia menyatakan melakukan persiapan dengan berdoa

dan latihan, serta menentukan lagu dan beberapa kali sempat ganti lagu karena

adanya lagu wajib dan harus mengaransemen lagu tersebut. Ia mengatakan

bahwa kegiatan lomba menyanyi ini bagus saja jika diselenggarakan terus-

menerus dan alangkah lebih baiknya jika yang mengadakan Fakultas Psikologi

dengan konsep lomba antar angkatan.

Meinetha sebagai salah seorang anggota VG Mutiara yang menjadi juara

1 lomba VG menyatakan bahwa VG Mutiara mengadakan latihan sekitar satu

minggu sebelum acara. Menurut Meinetha, acara lomba ini cukup luar biasa

walaupun hanya ada 2 VG yang ikut berpartisipasi dalam lomba ini.

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.

–Einstein—

40 PSYCHOPHRENIA III

Page 43: Majalah Psychophrenia Edisi 3

Fakultas Psikologi akan mengadakan TEMU ILMIAH NASIONAL 2012 yang

berisikan rangkaian acara seminar, workshop, dan call for papers pada

tanggal 18-20 Juni 2012 mendatang dengan tema “Identifikasi

Perkembangan Anak Usia Dini”. Tujuan dari acara ini pada umumnya agar

para orang tua, guru, dan pendidik dapat mengatasi masalah-masalah

umum yang terjadi terkait anak berkebutuhan khusus pada anak usia dini

dan menjadi pertemuan para peneliti dan penulis artikel ilmiah yang

pesertanya merupakan mahasiswa profesi psikologi dan psikolog untuk

berdiskusi mengenai penelitian yang telah dilakukan selama ini.

Pembicara yang akan hadir dalam TEMU ILMIAH NASIONAL 2012 mendatang adalah Dr. I. L. Gamayanti, M.Si., beliau seorang psikolog di Bagian Tumbuh Kembang Anak RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, Staf Pengajar di Fakultas Kedokteran UGM, dan Ketua Ikatan Psikologi Klinis Indonesia (IPK). Beliau akan membawakan seminar dan salah satu workshop yang bertemakan “Identifikasi anak usia dini berkebutuhan khusus”. Selain Dr. I.L. Gamayanti, M.Si., ada juga Evy Tjahyono, S.Psi., M.GE yang merupakan Staf Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (UBAYA) dan Peneliti di Pusat Pengembangan Keberbakatan, Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya (UBAYA) yang akan membawakan workshop “Identifikasi anak usia dini cerdas istimewa (gifted)”.

Adapun kegiatan call for papers mengundang para akademisi dan praktisi

untuk mempresentasikan hasil penelitian, artikel ilmiah maupun rancangan/

intervensi terkait tema perkembangan, pendidikan, serta parenting anak

usia dini dan berkebutuhan khusus/cerdas istimewa. Hasil penelitian, artikel

ilmiah maupun rancangan/ intervensi dikirim paling lambat tanggal 18 Mei

2012 (abstrak) dan 8 juni 2012 (full paper).

Mengundang para akademisi dan praktisi untuk mempresentasikan

h a s i l p e n e l i t i a n , a r t i k e l i l m i a h , m a u p u n r a n c a n g a n

penanganan/intervensi, dengan tema:

a. Perkembangan Anak Usia Dini dan Berkebutuhan Khusus/Cerdas-

Istimewa

b. Pendidikan bagi Anak Usia Dini dan Berkebutuhan Khusus/Cerdas-

Istimewa

Pengumuman Kegiatan

41 PSYCHOPHRENIA III

Page 44: Majalah Psychophrenia Edisi 3

c. Parenting pada Anak Usia Dini dan Berkebutuhan Khusus/Cerdas-

Istimewa

Batas waktu pengiriman: Abstrak (18 Mei 2012) Full Paper (8 Juni 2012)

Bagi Anda yang tertarik untuk menghadiri TEMU ILMIAH NASIONAL 2012 yang akan diadakan Fakultas Psikologi UKSW ada biaya yang dikenakan sebagai kontribusi. Untuk seminar, bagi peserta Umum dikenakan biaya Rp 50.000, Mahasiswa Luar UKSW Rp 40.000 dan Mahasiswa UKSW Rp 25.000. Untuk kegiatan workshop, bagi Umum (Orang tua & Guru) dikenakan biaya kontribusi Rp 250.000, Mahasiswa S2 Profesi Psikologi Rp 400.000 (*), Psikolog Rp 500.000,(*). Untuk call of papers dikenakan biaya kontribusi Rp 150.000, (**)

(*) Khusus untuk mahasiswa S2 Profesi Psikologi dan Psikolog akan ada sesi tentang psikodiagnostika (**) Biaya belum termasuk proceeding

Proceeding akan di muat dalam website Universitas Kristen Satya Wacana : www.uksw.eduBagi yang menginginkan cetak proceeding ada biaya sebesar Rp. 100.000, -

Contact Person: Enjang Wahyuningrum (0815 793 4340) Krismi Ambarwati (0813 9232 9323) Liany Dianita Suwito (0877 47886797)

Email : [email protected] : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52 60 Salatiga 50711 Indonesia Tlp 0298 7104070 Fax. 0298 324197

42 PSYCHOPHRENIA III

Page 45: Majalah Psychophrenia Edisi 3
Page 46: Majalah Psychophrenia Edisi 3