TESIS PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT 20 MG/KGBB INTRAVENA SAMA EFEKTIF DENGAN MEPERIDIN 0,5 MG/KGBB INTRAVENA DALAM MENCEGAH MENGGIGIL PASCAANESTESI UMUM I MADE SUANDA MENARA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT 20 MG/KGBB INTRAVENA SAMA EFEKTIF DENGAN MEPERIDIN
0,5 MG/KGBB INTRAVENA DALAM MENCEGAH MENGGIGIL PASCAANESTESI UMUM
I MADE SUANDA MENARA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
TESIS
PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT 20 MG/KGBB INTRAVENA SAMA EFEKTIF DENGAN MEPERIDIN
0,5 MG/KGBB INTRAVENA DALAM MENCEGAH MENGGIGIL PASCAANESTESI UMUM
I MADE SUANDA MENARA NIM 0914108206
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
TESIS
PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT 20 MG/KGBB
INTRAVENA SAMA EFEKTIF DENGAN MEPERIDIN 0,5 MG/KGBB INTRAVENA DALAM MENCEGAH
MENGGIGIL PASCAANESTESI UMUM
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik pada Program Magister,Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana `
I MADE SUANDA MENARA NIM 0914108206
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 23 DESEMBER 2014 Pembimbing I, Pembimbing II, dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, MSi dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR NIP. 195507111983121001 NIP. 197202012008011017
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila, SpAnd,FAACS Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, SpS(K) NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 23Desember 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana,No. 4503/ UN.14.4/ HK/ 2014 Tertanggal 23Desember 2014
Ketua : dr. Ida BagusGdeSujana, SpAn, MSi
Anggota :
1. dr. I Made GedeWidnyana, SpAn, MKes, KAR
2. Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO
3. dr. I KetutSinardja, SpAn, KIC
4. dr. TjokGdeAgungSenapathi, SpAn, KAR
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas
asungkertawaranugraha-Nya, tugas penyusunan tesis ini dapat terselesaikan.
Kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, selaku Rektor
Universitas Udayana, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
atas perkenannya memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan spesialis di Universitas Udayana.
Kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), MKes, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, penulis juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya atas perkenannya memberikan kesempatan menjalani dan
menyelesaikan pendidikan spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Kepada dr.I Nyoman Semadi, SpB, SpBTKV, selaku Ketua TKP PPDS I
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terimakasih atas
kesempatan yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, MKes, selaku Direktur Utama RSUP
Sanglah, penulis menyampaikan terimakasih atas kesempatan yang diberikan
untuk menjalani pendidikan dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah
Denpasar.
Kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS(K), selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana, penulis menyampaikan terimakasih karena
telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada Program
Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Kepada dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC, selaku Kepala Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis
mengucapkan terimakasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan,
inspirasi dan motivasi yang telah diberikan selama penulis mengikuti program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, MSi, selaku Sekretaris Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
penulis mengucapkan terimakasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas
bimbingan, semangat, inspirasi dan motivasi selama penulis mengikuti program
pendidikan dokter spesialis ini dan khususnya selaku pembimbing satu dalam
penyusunan tesis ini.
Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO, selaku Ketua
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan
terimakasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas keteladanan dan
bimbingan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan
menempuh program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR, selaku Sekretaris
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan
terimakasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas bimbingan yang telah
diberikan selama penulis menempuh program pendidikan dokter spesialis ini dan
selaku pembimbing dua yang telah memberikan bimbingan, masukan dan
motivasi dalam penulisan serta penyusunan tesis ini.
Kepada dr.I Wayan Sukra, SpAn, KIC, penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya atas kemurahan hatinya dengan tidak mengenal lelah
memberikan bimbingan dan landasan berpikir tentang ilmu dasar anestesi.
Kepada semua guru: dr.I Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH; dr.I Gusti
Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR; Dr. dr. I Wayan Suranadi, SpAn, KIC; dr.I
Gede Budiarta, SpAn, KMN; Dr. dr.I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, MKes,
KNA, KMN; dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn, KAR; dr.Putu Agus
Surya Panji, SpAn, KIC; dr.I Wayan Aryabiantara, SpAn, KIC; dr.I Ketu
tWibawa Nada, SpAn, KAKV; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn; dr.I
Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa, SpAn, KAR; dr.IG.A.G. Utara Hartawan, SpAn,
MARS; dr.Pontisomaya Parami, SpAn, MARS; dr I Putu Kurniyanta, SpAn;
dr.Kadek Agus Heryana Putra, SpAn; dr.Cynthia Dewi Sinardja, SpAn, MARS;
dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan,
SpAn, MKes; dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn, penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar- besarnya atas bimbingan yang telah diberikan selama menjalani
program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid, selaku pembimbing
statistik, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan statistic dalam penyusunan
penelitian ini.
Kepada semua senior dan rekan - rekan residen anestesi, penulis
mengucapkan terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis
menjalani program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada Ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH dan seluruh staf karyawan di Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terimakasih atas semua
bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialias ini, kepada
segenap piñata anestesi, paramedic dan semua karyawan yang tidak bias penulis
sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses pendidikan ini.
Kepada Bapak I Wayan Menara, MBA dan Ibu Ni Gusti Ayu Ketut
Sudiartini, SE selaku orang tua yang telah merawat dan membesarkan penulis
dengan kasih sayang yang tanpa pamrih serta penuh kesabaran memberikan
dukungan semangat dan doa supaya penulis dapat menjalani dan menyelesaikan
studi ini dengan baik.
Serta terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pasien yang menjadi
“sumber ilmu” selama penulis menjalani proses pendidikan spesialisasi ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu
memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang tertulis di atas
maupun yang tidak tertulis, yang tidak bias disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama proses pendidikan dan penyusunan tesis ini.
Denpasar, Desember 2014
dr. I Made SuandaMenara
ABSTRAK
PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT 20 MG/KGBB INTRAVENA SAMA EFEKTIF DENGAN MEPERIDIN 0,5 MG/KGBB INTRAVENA
DALAM MENCEGAH MENGGIGIL PASCA ANESTESI UMUM
Menggigil (shivering) merupakan masalah yang sering dihadapi dalam setiap operasi.Pengunaan obat induks anestesi, suhu lingkungan dan pembedahan dapat menyebabkan menggigil. Tujuan penelitian ini membandingkan efektifitas magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena dengan meperidin 0,5 mg/kgBB intravena sebagai control dalam mencegah menggigil pasca anestesi umum.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized double blind controlled trial pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum di kamar operasi RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini mengambil sampel 48 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok (n=24), kelompk A menggunakan Magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena dan kelompok B menggunakan Meperidin 0,5 mg/kgBB intravena. Kejadian menggigil diobservasi saat pasien berada di ruang pemulihan. Uji statistic menggunakan Chi square, Mann-Whitney Test, independent sample T-test dan Fisher’s Exact Test (dengan derajat kemaknaan < 0,05). Analisis data menggunakan program SPSS v. 17,0 for windows (Statistical Package for the Social Sciences Inc, USA).
Pada penelitian ini didapatkan kejadian menggigil pada kelompok magnesium sulfat sebanyak 3 (12,5%) dari 24 pasien dan pada kelompok meperidin sebanyak 2 (8,3%) dari 24 pasien (p = 1,00). Derajat menggigil yang terjadi semuanya ada pada derajat 1, yaitu tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot-otot leher.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kejadian menggigil pasca anestesi umum pada pasien yang mendapat magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena tidak ada perbedaan bermakna dengan yang mendapat meperidin 0,5 mg/kgBB intravena, sehingga magnesium sulfat dapat digunakan sebagai alternative pilihan dalam mencegah menggigil pasca anestesi umum.
Kata kunci : Magnesium sulfat, meperidin, derajat menggigil.
ABSTRACT
MAGNESIUM SULFATE 20 MGS/KGBW INTRAVENOUSIS EQUALY EFFECTIVE AS MEPERIDINE 0,5 MGS/KGBW INTRAVENOUSIN
PREVENTING SHIVERING AFTER GENERAL ANESTHESIA
Shivering is a common problem faced in every operation. The use of anesthesia regimens for induction, environmental temperature and surgery can cause shivering.The purpose of this study is to compare the effectiveness of magnesium sulfate 20 mgs/kg intravenous with meperidine0.5 mgs/kg intravenous as a control in preventing shivering after general anesthesia.
The research design used a randomized double-blind controlled trial in patients underwentsurgery with general anesthesia in operating room in Sanglah Hospital. This study took samples of 48 patients, were divided into two groups (n=24), group A using magnesium sulfate 20 mgs/kg intravenously and group B using meperidine 0.5 mgs/kg intravenously. Incidence of shivering were observed when patients in the recovery room. Using Chi square test, Mann-Whitney test, independent sample T-test, and Fisher’s Exact Test (with degrees of significance < 0.05).Analyses were performed with SPSS v.17.0 for windows (Statistical Package for the Social Sciences Inc, USA).
This study shows incidence of shivering in the magnesium sulfate group 3 (12,5%) of the 24 patientsand in meperidine group 2 (8,3%) of the 24 patients (p=1.00). Degrees of shivering that occur all there in degree 1, that is mild tremors intermittent in the jaw and neck muscles.
From this study we conclude that the incidence of shivering after surgery with general anesthesia in patients who received magnesium sulfate 20 mgs/kg intravenous do not differ from those who received meperidine 0.5 mgs/kg intravenous, so magnesium sulfate is recommended for preventing shivering after general anesthesia.
Keywords :Magnesium sulfate, meperidine, the degree of shivering.
DAFTARISI
Halaman
SAMPUL DALAM …………………………………………………… i
PRASYARAT GELAR ………………………………………………. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………….. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………………………………….. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ….……………….……. v
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………. vi
ABSTRAK …………………………………………………………… x
ABSTRACT ………………………………………………………….. xi
DAFTAR ISI …………………………………………………………. xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………. xvi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………. xvii
DAFTAR SINGKATAN ………………………………...……………. xviii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………….…. xx
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang …….……………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………….…………….. 5
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………….. 6
1.3.1 Tujuan umum ………………….……………………. 6
1.3.2 Tujuan khusus …………………….………...………. 6
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………... 6
1.4.1 Aplikasi klinis ……………………….……………….. 6
1.4.2 Pengembangan Ilmu …………………….………….. 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ……………………………..………….. 7
2.1 Termoregulasi …………………………………..…………. 7
2.2 Menggigil pasca anestesi ………………………………….. 10
2.3 Meperidin ………………………………………………….. 15
2.3.1 Farmakokinetik ….………………………………….. 16
2.3.2 Farmakodinamik.…………………………………… 16
2.3.3 Efek samping obat ….………………….……………. 19
2.3.4 Interaksi obat ….……………………….……………. 19
2.4 Magnesium Sulfat ………………………………….……… 19
2.4.1 Fisiologisdan homeostasis ………...………………… 20
2.4.2 Mekanismekerja magnesium …….….……………… 23
2.4.3 Efek magnesium sulfat terhadap fisiologi sel …….…. 26
2.4.3.1 Aksi pada membrane dan pompa membran …… 26
2.4.3.2 Aksi pada kanal ion ….………………………… 26
2.4.3.3 Efek pada susunan saraf pusat…….…………. 27
2.4.3.4 Efek pada system kardiovaskular…….……….. 27
2.4.3.5 Efek pada otot dan transmisi neuromuskular … 28
2.4.4 Efek samping …………..…………………………….. 28
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN………………………………… 30
3.1 Kerangka Berpikir …………….……………………………. 30
3.2 Kerangka Konsep ………..………………………………… 32
3.3 Hipotesis Penelitian …………………………………….….. 32
BAB IV.METODE PENELITIAN …………………………………… 33
4.1 Rancangan Penelitian ………………………………….….. 33
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian…………………………….. 33
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian…………………………… 34
4.3.1 Populasi penelitian………….…………….………… 34
4.3.2 Sampel penelitian ….……………….…….………….. 34
4.3.2.1 Kriteria inklusi ………………………………….. 34
4.3.2.2 Kriteria eksklusi ……..…………………………. 34
4.3.2.3 Kriteria drop out ……………………………….. 34
4.3.2.4 Besar sampel penelitian ……..………………… 35
4.3.2.5 Cara sampling ………….……………………… 36
4.3.2.6 Cara alokasi subjek penelitian ………..………. 36
4.4 Cara Blinding ………………………………………………. 37
4.5 Variabel Penelitian …………………………………………. 37
4.6 Definisi Operasional ……………………………………….. 38
4.7 Bahan dan Alat Penelitian ………………………………… 40
4.8 Cara Kerja …………………………………………………. 41
4.9 Alur Penelitian ……………………………………………… 44
4.10 Analisis Data ……………………………………………… 45
4.11 Etika Penelitian …………………………………………… 45
BAB V. HASIL PENELITIAN ……………………………………....... 47
BAB VI. PEMBAHASAN ……………………………………………... 54
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 59
7.1 Simpulan …………………………………………………… 59
7.2 Saran ……………………………………………………….. 59
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 60
LAMPIRAN …………………………………………………………… 64
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Distribusi reseptor opioid…………………………………. . 14
Tabel 2.2 Klasifikasi reseptor opioid……………………………….... 18
Tabel 2.3 Manifesta siklinik hipermagnesemia……………………… 24
Tabel 5.1 Data karakteristik subjek penelitian kedua kelompok
perlakuan ………………………………………………… 47
Tabel 5.2 Data karakteristik klinik penderita lima menit sebelum
induksi …………………………………………………… 48
Tabel 5.3 Perbandingan TDS, TDD, MAP, HR, RR, SaO2 dan
suhu inti kedua kelompok ……………………………… 49
Tabel 5.4 Data kejadian dan derajat menggigil pada kedua kelompok
perlakuan ……………………………………………….. 52
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Ascending-Descending Thermoregulator Pathway...................... 9
Gambar 2.2 Sistem Pengaturan Suhu ............................................................... 9
Gambar 2.3 Ambang termoregulasi pada orang normal .................................. 10
Gambar 2.4 Ambang termoregulasi pada orang yang teranestesi .................... 10
Gambar 2.5Pola penurunan suhu selama anestesi umum ................................ 13
Gambar 2.6 Rumus kimia meperidin ............................................................... 15
Gambar 2.7 Wide dynamic spinal neuron ........................................................ 18
Gambar2.8 Mekanisme aksi magnesium ......................................................... 20
Gambar 2.9 Absorbsi magnesium pada gastrointestinal .................................. 22
Gambar 2.10 Skema representasi magnesium pada ginjal ............................... 23
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir ........................................................................ 31
Gambar 3.2 Kerangka Konsep ......................................................................... 32
Gambar 5.1 Grafik tekanan darah sistolik kedua kelompok perlakuan ….. 50
Gambar 5.2 Grafik tekanan darah diastolic kedua kelompok perlakuan ……. 51
Gambar 5.3 Grafik MAP kedua kelompok perlakuan ……………………. 51
Gambar 5.4 Perbandingan kejadian dan derajat menggigil dari kedua
Kelompok perlakuan ……………………………………….. 53
DAFTAR SINGKATAN
ASA : American Society of Anesthesiology
ATPase : AdenosinTriphosphatase
BMI : Body Mass Index
Ca : Calsium
CO2 : Karbondioksida
ICU : Intensif Care Unit
IMT : Indeks Massa Tubuh
IV : Intravena
K : Kalium
kg/m2 : kilogram per meter kubik
LJ : LajuJantung
MAP : Mean Arterial Pressure
mEq/L : milliEquivalen per liter
Mg : Magnesium
mg : milligram
mg/kgBB : milligram per kilogram BeratBadan
MgSO4 : Magnesium sulfat
ml : milliliter
mmol : millimolekul
Na : Natrium
NMDA : N-Methyl-D-Aspartate
N2O : Nitrogen Oksida
O2 : Oksigen
RR : Respirasi Rate
RSUP : RumahSakitUmumPusat
SaO2 : SaturasiOksigen
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
TAR : TekananArteriRerata
TDD : TekananDarahDiastolik
TDS : TekananDarahSistolik
Vol % : Volume persen
5-HT : 5 Hydroxytryptamine
µg/kgBB : microgram per kilogram BeratBadan
δ : Delta
κ : Kappa
μ : Mu
ς : Sigma
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Surat Keterangan Kelaikan Etik ............................................. 64
Lampiran 2 : Surat Ijin Uji Klinik ................................................................ 65
Lampiran 3 : Jadwal Penelitian .................................................................... 66
Lampiran 4 : Rincian Informasi ................................................................... 67
Lampiran 5 : Formulir Persetujuan Tindakan .............................................. 69
Lampiran 6 : Pencatatan Hasil Evaluasi Penelitian ..................................... 70
Lampiran 7 : Tabulasi Data Penelitian ......................................................... 72
Lampiran 8 : Hasil Analisis SPSS…………………………………………. 73
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menggigil adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan merupakan salah
satu komplikasi yang sering terjadi setelah pemberian anestesi pada pasien yang
menjalani operasi elektif dan darurat. Terjadinya menggigil bisa sesaat setelah
tindakan anestesi, dipertengahan jalannya operasi maupun diruang pemulihan
(Bhattacharya dkk., 2003).
Penyebab terjadinya menggigil sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
tetapi kemungkinan terjadinya menggigil pascaanestesi oleh karena obat-obat
anestesi dapat menginhibisi pusat termoregulasi sehingga terjadi perubahan
mekanisme termoregulasi tubuh terhadap penurunan suhu inti tubuh berupa
menggigil.
Kejadian timbulnya menggigil selama anestesi sekitar 40 – 60% pada kasus-
kasus yang telah dilaporkan. Angka kejadian menggigil perioperatif meningkat
pada umur yang ekstrim, tereksposenya tubuh terhadap ruang operasi yang dingin,
memberikan cairan infus atau transfusi darah dengan suhu ruang operasi yang
dingin atau tidak dihangatkan saat sebelum, selama, dan setelah tindakan anestesi
serta operasi dengan durasi yang panjang (Miller dkk., 1994).
Menggigil mempunyai banyak efek fisiologi yang merugikan, seperti
vasokonstriksi perifer dan kebutuhan oksigen yang meningkat 2-3 kali,
meningkatnya produksi karbondioksida, menurunnya saturasi oksigen arteri,
metabolisme obat yang menurun, terganggunya pembentukan faktor-faktor
pembekuan, menurunnya respon imun, gangguan penyembuhan luka, pelepasan
katekolamin, peningkatan cardiac output, takikardia, hipertensi, peningkatan
tekanan intraokuler, meningkatnya pemecahan protein dan iskemik otot jantung.
Efek fisiologi yang merugikan ini dapat mengakibatkan morbiditas terhadap
jantung diantaranya meningkatkan resiko angina dan meluasnya iskemik otot
jantung, luka operasi menjadi lebih mudah infeksi, meningkatnya perdarahan
sehingga kebutuhan transfusi darah juga dapat meningkat dan dapat
memperpanjang lama tinggal pasien di ruang ICU pascabedah (Kaplan dkk.,
1985).
Pada saat menggigil, terjadi peningkatan rangsangan simpatis tubuh yang
meningkatkan konsentrasi katekolamin dalam sirkulasi plasma sehingga terjadilah
peningkatan laju nadi, tekanan darah dan cardiac output. Keadaan ini sangat
merugikan bagi pasien, oleh karena itu menggigil harus dicegah terutama pada
pasien dengan gangguan fungsi kardiovaskular dan pulmonal, aritmia jantung,
gagal jantung, infark miokard, hipertensi, geriatri dan bayi.
Tindakan anestesi dapat menghilangkan mekanisme adaptasi dan berpotensi
mengganggu mekanisme fisiologis fungsi termoregulasi. Kombinasi antara
gangguan termoregulasi yang disebabkan oleh tindakan anestesi dan eksposur
suhu lingkungan yang rendah, akan mengakibatkan terjadinya hipotermia pada
pasien yang mengalami pembedahan, sesuai tulisan Pickering (1956) : “Suatu
sistem efektif yang membuat manusia menjadi kedinginan yaitu dengan
memberinya anestesi”. Menggigil (shivering) merupakan salah satu konsekuensi
terjadinya hipotermia perioperatif untuk meningkatkan temperatur inti tubuh.
Usaha untuk mengatasi dan mencegah menggigil perioperatif ada beberapa
cara, diantaranya dengan berbagai intervensi mekanik (alat pemanas cairan infus,
suhu lingkungan yang ditingkatkan, lampu penghangat dan selimut pemanas) dan
obat-obatan baik opioid maupun non opioid yang telah diuji untuk mencegah dan
mengurangi hipotermia perioperatif dan menggigil pada pasien yang menjalani
operasi dengan anestesi umum. Tetapi tidak semua rumah sakit tersedia peralatan
mekanik, oleh karena itu penatalaksanaan menggigil banyak dilakukan hanya
dengan obat-obatan sebagai alternatif terapi. Keberadaan beberapa obat dan
teknologi untuk mencegah menggigil selama periode perioperatif masih
menyisakan masalah, misalnya pemberian opioid yaitu meperidin beresiko
terjadinya mual, muntah serta depresi pernafasan, pemberian tramadol juga
beresiko tinggi terjadinya mual serta muntah, klonidin dapat menimbulkan
bradikardi dan hipotensi, sedangkan halusinasi dan delirium ditimbulkan karena
pemberian ketamin.
Meperidin dianjurkan untuk mengatasi kejadian menggigil pascaanestesi,
karena mempunyai efek anti menggigil melalui reseptor κ (kappa) dari reseptor
opioid, menghambat pengambilan 5-HT (5 hydroxytryptamine) atau serotonin
serta blokade reseptor N Metil D Aspartat (NMDA). Meperidin dosis 0,5
mg/kgBB sering digunakan sebagai terapi menggigil pascaanestesi. Meperidin
mempunyai efek spesifik yaitu sedasi, euphoria, pruritus dan rasa mual muntah
pascaanestesi, serta kejadian depresi pernafasan juga cukup tinggi. N Metil D
Aspartat (NMDA) merupakan reseptor glutamat, yaitu reseptor ligand-gated yang
tersusun dari beberapa subunit yang membentuk saluran kation non selektif
dengan coagonist asam amino glicin, dimana kekhususan reseptor NMDA terletak
pada kemampuan memasukkan ion kalsium dan adanya ion magnesium
ekstraseluler yang menutup celah tersebut pada keadaan hiperpolarisasi membran
(Stoelting dkk., 2006).
Magnesium sulfat (MgSO4) secara fisiologis merupakan antagonis dari
reseptor NMDA, pemberian MgSO4 dengan dosis 2-8 mmol (5-20 mg/kgBB)
dalam 2-5 menit secara intravena dikatakan juga dapat mencegah menggigil,
takikardi, dan kebutuhan analgesik pascaoperasi. Keuntungan yang didapat
dengan pemberian MgSO4 dengan dosis tersebut selain pengaruh terhadap
hemodinamik yang tidak bermakna, obat ini tidak menyebabkan depresi
pernafasan. Sehingga dapat dikatakan penggunaannya lebih aman, terutama pada
pasien dengan kondisi kardiorespirasi yang tidak baik. Disamping itu angka
kejadian mual muntah relatif lebih kecil dibandingkan meperidin (Ratnawati A.,
2010). Obat MgSO4 juga mudah tersedia di seluruh Indonesia dengan harga yang
relatif murah serta tersedia obat antagonisnya.
Overdosis MgSO4 dapat dideteksi dengan hilangnya refleks patela (bila
konsentrasi dalam darah > 8 mEq/L) dan pemberian kalsium glukonas dapat
untuk mengatasi hal tersebut. Pemberian MgSO4 ataupun meperidin
mempengaruhi reseptor NMDA menjadi tidak permeabel terhadap ion kalsium,
sehingga kalsium plasma akan meningkat dan kalsium di kornu posterior
menurun, sehingga kontraksi otot menurun dan sensasi suhu akan meningkat.
Beberapa penelitian tentang MgSO4 dalam mencegah menggigil
pascaanestesi antara lain Shirley dkk mengemukakan bahwa magnesium sulfat 1
mg/kgBB dapat mencegah menggigil pascaanestesi dibandingkan dengan kalsium
khlorida 200 mg. Hasil yang didapatkan tidak berkorelasi karena dari 153 pasien
yang diteliti hanya 40% dapat berhenti menggigil, sedangkan pada MgSO4 1
mg/kgBB didapatkan hasil 60% dari 40% tersebut dapat berhenti menggigil. Pada
penelitian Anupama Wadhwa dkk menggunakan dosis MgSO4 yang besar yaitu
dosis 80 mg/kgBB terbukti efektif menurunkan ambang menggigil dibandingkan
placebo. Pada penelitian Kizilirmak dkk menggunakan dosis 30 mg/kgBB MgSO4
terbukti sama efektif dengan meperidin 0,5 mg/kgBB dalam mencegah menggigil
pascaanestesi umum.
Banyaknya efek samping yang ditimbulkan akibat menggigil pascaanestesi
umum serta masih terbatasnya penelitian mengenai efektifitas MgSO4 dalam
mencegah menggigil pascaanestesi umum, menggugah peneliti menggunakan
MgSO4 dengan dosis yang lebih rendah sesuai rentang dosis antara 2-8 mmol (5-
20 mg/kgBB) yaitu dengan dosis MgSO4 20 mg/kgBB dan meperidin 0,5
mg/kgBB sebagai obat standar (kontrol) dalam mencegah menggigil pascaanestesi
umum.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah pemberian magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena sama efektif
dengan meperidin 0,5 mg/kgBB intravena sebagai standar (kontrol) dalam
mencegah menggigil pascaanestesi umum?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui efektifitas magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena dalam
mencegah menggigil pascaanestesi umum.
1.3.2 Tujuan khusus
Membuktikan pemberian magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena sama
efektif dengan meperidin 0,5 mg/kgBB intravena sebagai standar (kontrol) dalam
mencegah menggigil pascaanestesi umum.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Aplikasi klinis
Apabila hasil penelitian ini dapat membuktikan penggunaan magnesium
sulfat 20 mg/kgBB intravena sama efektifnya dengan meperidin 0,5 mg/kgBB
intravena, dapat dipakai sebagai alternatif dalam mencegah menggigil
pascaanestesi umum.
1.4.2 Pengembangan ilmu
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkuat bukti magnesium
sulfat dapat digunakan mencegah menggigil pascaanestesi umum dengan dosis
dan komplikasi yang minimal. Dan sebagai dasar penelitian lebih lanjut yaitu
membandingkannya dengan obat-obat lain yang memiliki efek mencegah
menggigil pascaanestesi umum dalam dosis yang berbeda.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Termoregulasi
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk
mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolerir.
Manusia adalah makhluk berdarah panas dimana suhu tubuhnya relatif konstan
terhadap perubahan suhu disekitarnya (Hervey dkk., 1988).
Termoregulasi manusia berpusat pada hipotalamus anterior dimana terdapat
tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu
termoreseptor, hipotalamus, dan saraf eferen. Termoregulasi dapat menjaga suhu
tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi
dibandingkan lingkungan sekitarnya.
Termoregulasi diaktifkan oleh sistem kontrol fisiologis yang mengintegrasi
respon sistem eferen dan sentral. Reseptor sensitif suhu terdapat pada kulit dan
membran mukosa yang selanjutnya berintegrasi menuju spinal cord dan berakhir
di hipotalamus anterior, yang merupakan pusat kontrol termoregulator (Hervey
dkk., 1988).
Organ tubuh manusia akan lebih efisien bila ada dalam suhu ± 37oC. Suhu
tubuh merupakan keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang
dikeluarkan. Suhu tubuh manusia dibagi menjadi suhu inti (core temperature) dan
suhu perifer/kulit. Suhu perifer/kulit berbeda dengan suhu inti, dimana suhu inti
7
dapat diukur pada membran timpani, esofagus distal, arteri pulmonal, nasofaring,
rektal atau vesika urinaria.
Variasi temperatur berbeda menurut penempatannya, pada rektal 0,3-0,6oC
lebih tinggi daripada mulut, sedangkan pada ketiak 0,3-0,6oC lebih rendah
daripada mulut. Temperatur di anus atau telinga ± 37,6oC, pada mulut ± 36,8oC,
dan pada ketiak ± 36,4oC (Colin dkk., 1971).
Suhu inti adalah pencerminan kandungan panas total tubuh. Untuk
mempertahankan kandungan panas total yang konstan, pemasukan panas ke tubuh
harus seimbang dengan pengeluaran panas. Jika suhu tubuh mulai turun, produksi
panas ditingkatkan dan kehilangan panas diminimalkan, begitu pula sebaliknya
(Guyton dkk., 1996).
Sebagai respon terhadap penurunan suhu inti yang disebabkan oleh
pemajanan tubuh ke lingkungan yang dingin, terjadi peningkatan aktivitas otot
rangka sehingga dihasilkan lebih banyak panas. Menggigil terdiri dari kontraksi
otot rangka yang ritmik dan terjadi dengan frekuensi tinggi yaitu 10-20 kali
perdetik. Mekanisme ini sangat efektif untuk meningkatkan produksi panas, yang
dapat meningkat 2-5 kali lipat dalam beberapa detik sampai menit. Mekanisme
tersebut tidak akan terjadi apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau lumpuh
karena pelumpuh otot (Guyton dkk., 1996).
Gambar 2.1 Ascending-Descending Thermoregulator Pathway
(Stoelting, 2006)
Gambar 2.2 Sistem Pengaturan Suhu (Witte dkk., 2002)
2.2 Menggigil pascaanestesi
Angka kejadian menggigil pascaanestesi cukup sering terjadi, berkisar antara
40% - 60%. Hal ini disebabkan karena anestesi umum dapat mengakibatkan
gangguan pada termoregulasi tubuh, dimana anestesi umum menyebabkan
peningkatan nilai ambang respon terhadap panas dan penurunan nilai ambang
respon terhadap dingin (Miller R, 1994).
33 35 37 39 41 Gambar 2.3 Ambang termoregulasi pada orang normal
(Miller R, 1994)
33 35 37 39 41
Gambar 2.4 Ambang termoregulasi pada orang yang teranestesi (Miller R, 1994)
Anesthesia
Vasoconstriction
Nonshivering
thermogenesis
Shivering
Vasodilation
Sweating
Normal
Vasoconstriction
Nonshivering
thermogenesis
Shivering
Vasodilation
Sweating
Sampai saat ini, mekanisme menggigil masih belum diketahui secara pasti.
Menggigil pascaanestesi diduga disebabkan oleh empat hal yaitu : (Sessler dkk.,
1991)
1. Hipotermi dan penurunan suhu inti selama anestesi yang disebabkan oleh
karena kehilangan panas yang bermakna selama tindakan pembedahan
dan suhu ruang operasi yang rendah. Panas yang hilang dapat melalui
permukaan kulit dan melalui ventilasi.
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pelepasan pirogen, tipe atau jenis
pembedahan, kerusakan jaringan yang terjadi dan absorbsi dari produk-
produk tersebut.
3. Efek langsung dari obat anestesi pada pusat pengaturan suhu di
hipotalamus, yaitu menurunkan produksi panas.
4. Kompensasi tubuh tidak terjadi karena penderita tidak sadar dan kadang-
kadang lumpuh karena obat pelumpuh otot.
Menggigil dapat terlihat berbeda derajatnya secara klinis. Kontraksi halus
dapat terlihat pada otot-otot wajah khususnya otot masseter dan meluas ke leher,
badan dan ekstremitas. Kontraksi ini halus dan cepat, tetapi tidak akan
berkembang menjadi kejang. Derajat berat ringannya menggigil secara klinis
dapat dinilai dalam skala 0 – 4 yaitu :
0 : Tidak ada menggigil
1 : Tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot-otot leher
2 : Tremor yang nyata pada otot-otot dada
3 : Tremor intermiten seluruh tubuh
4 : Aktivitas otot-otot seluruh tubuh sangat kuat dan terus menerus
Menggigil merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman bagi pasien.
Keadaan ini harus segera diatasi oleh karena dapat menimbulkan berbagai risiko.
Menggigil dapat menimbulkan efek yang berbahaya. Aktivitas otot yang
meningkat akan meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida.
Kebutuhan oksigen otot jantung juga akan meningkat, dapat mencapai 200%
hingga 400%. Meningkatkan cardiac output, takikardi, hipertensi serta
meningkatkan tekanan bola mata. Hal ini tentunya akan sangat berbahaya bagi
pasien dengan kondisi fisik yang jelek seperti pada pasien dengan gangguan kerja
jantung atau anemia berat, serta pada pasien dengan penyakit paru obstruktif
menahun yang berat. Selain itu menggigil juga menyebabkan pemulihan dari efek
anestesi dan penyembuhan luka operasi yang lama serta gangguan fungsi
trombosit, dimana terlihat waktu pembekuan yang memanjang (Kaplan dkk.,
1985).
Pusat pengaturan suhu tubuh manusia terletak di hipotalamus, dimana pusat
tersebut mendeteksi suhu tubuh diatas atau dibawah 37oC. Pada cornu posterior
ini terdapat reseptor NMDA dan reseptor opioid dan κ, yang merupakan
reseptor untuk bekerjanya obat yang digunakan mencegah menggigil
pascaanestesi. Hal ini akan memulai respon dari penurunan atau peningkatan suhu
tubuh. Terjadinya hipotermi akan merangsang terjadinya vasokonstriksi dengan
tujuan mengurangi hilangnya panas tubuh serta menggigil. Proses-proses tersebut
bertujuan untuk meningkatkan suhu inti. Pada satu jam pertama setelah induksi
anestesi umum akan terjadi vasodilatasi sehingga mengakibatkan penurunan yang
cepat pada suhu inti 1,5oC (fase redistribusi), kemudian diikuti dengan penurunan
secara gradual selama 2 – 4 jam berikutnya, yaitu sekitar 0,5oC setiap jamnya
(fase linear). Setelah pasien teranestesi dan melewati fase linear, suhu tubuh akan
mencapai keseimbangan, dimana produksi panas seimbang dengan panas yang
hilang (fase plateau). Fase ini dibagi dua, yaitu fase pasif dan aktif. Fase plateau
pasif terjadi jika produksi panas seimbang dengan panas yang hilang tanpa
disertai aktivitas termoregulasi. Fase ini lebih sering terjadi pada operasi-operasi
kecil pada pasien yang terjaga kehangatannya. Sedangkan fase plateau aktif
terjadi saat suhu tubuh telah tercapai keseimbangan dengan terjadinya mekanisme
vasokonstriksi (Miller dkk., 2000).
Gambar 2.5 Pola penurunan suhu selama anestesi umum (Miller, 2000)
Tabel 2.1 Distribusi reseptor opioid (Stoelting dkk., 2006)
Lokasi Anatomis Reseptor Pengaruh Sistem Saraf Pusat Korteks µ, δ, κ Sedasi, euforia,
psikotomi-metik Thalamus µ, κ Analgesia Medula Ventral µ Depresi ventilasi Hipothalamus µ, κ Pengaturan suhu,
endokrin Daerah ventral tegmental, N.Accumbens
µ, δ Reinforcement, adiksi
Spinal dorsal horn post sinaps
µ, κ Analgesia, suhu, hiperalgesia
Afferen Primer Spinal dorsal horn pre sinaps
µ, δ Analgesia, suhu
Peripheral terminals µ, δ, κ Analgesia Saluran Pencernaan Pleksus myenterikus µ, δ, κ Antimotilitas
Mukosa µ, δ Antisekresi Otot halus µ, δ Kontraksi
Menggigil pascaanestesi dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya
meminimalkan kehilangan panas selama operasi dan mencegah kehilangan panas
karena lingkungan tubuh.
Cara-cara untuk mengurangi menggigil pascaanestesi yaitu sebagai berikut :
(Miller dkk., 1994)
1. Suhu kamar operasi yang nyaman bagi pasien yaitu pada suhu 72oF (22oC)
2. Ruang pemulihan yang hangat dengan suhu ruangan 75oF (24oC)
3. Penggunaan sistem low-flow atau sistem tertutup pada pasien kritis atau
pasien resiko tinggi
4. Meperidin adalah obat paling efektif untuk mengurangi menggigil
5. Penggunaan cairan kristaloid intravena yang dihangatkan :
a. Kristaloid untuk keseimbangan cairan intravena
b. Larutan untuk irigasi luka pembedahan
c. Larutan yang digunakan untuk prosedur sistoskopi urologi
6. Menghindari genangan air/larutan di meja operasi
7. Penggunaan penghangat darah untuk pemberian darah dan larutan
kristaloid/koloid hangat atau fraksi darah
2.3 Meperidin
Meperidin termasuk dalam analgetik golongan narkotik. Pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1939 oleh Eisleb dan Schaumann. Rumus kimia dari
meperidin adalah etil – 1 – metil – 4 – fenilpiperidin – karboksilat.
MEPERIDIN
CH3CH2OC
O N CH3
Gambar 2.6 Rumus kimia meperidin
Meperidin bekerja pada reseptor spesifik pada susunan saraf pusat yang
disebut dengan reseptor opioid, dan secara spesifik pada reseptor κ. Sampai saat
ini telah teridentifikasi empat tipe reseptor opioid yaitu reseptor mu (µ, dengan
subtipe µ-1 dan µ-2), reseptor kappa (κ), reseptor delta (δ), dan reseptor sigma
(σ) (Stoelting dkk., 2006).
2.3.1 Farmakokinetik
Pemberian meperidin secara intramuskular, diabsorbsi secara cepat dan
komplit, dimana kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 20 - 60 menit.
Bioavailabilitas secara oral mencapai 45% - 75%.Meperidin 64% terikat pada
plasma, dengan lama kerja 2 – 4 jam dan waktu paruh eliminasinya adalah 3 – 4
jam. Rata-rata metabolisme meperidin 17% per jam (Stoelting dkk., 2006).
Meperidin 80% dimetabolisir di hati melalui proses hidrolisis dan dimetilasi
menjadi normeperidin dan asam meperidinat. Setelah mengalami konjugasi akan
dikeluarkan melalui ginjal. Sebanyak 5% - 10% meperidin diekskresi melalui
ginjal tanpa mengalami perubahan, sedangkan kurang dari 10% diekskresi melalui
sistem bilier (Stoelting dkk., 2006).
2.3.2 Farmakodinamik
Meperidin mempunyai efek analgesia, sedasi, euforia dan depresi pernafasan.
Efek yang menonjol dari meperidin yaitu analgesia. Pada pemberian secara
intramuskular dengan dosis 50 - 75 mg, akan meningkatkan ambang nyeri sampai
50%. Analgesia timbul karena terjadinya penghambatan pengeluaran substansi P
di jalur nyeri dan traktus gastrointestinal (Stoelting dkk., 2006).
Tekanan darah akan mengalami sedikit penurunan pada pemberian meperidin
dosis tinggi. Selain itu juga menyebabkan hipotensi orthostatik oleh karena
hilangnya refleks sistem saraf simpatis kompensatorik. Pada penggunaan dosis
besar, kontraktilitas otot jantung akan menurun, menurunkan volume sekuncup
dan tekanan pengisian jantung akan meningkat. Meperidin juga menyebabkan
peningkatan laju jantung.
Pada sistem respirasi, frekuensi nafas kurang dipengaruhi. Depresi
pernafasan terjadi terutama karena penurunan volume tidal dan penurunan
kepekaan pusat nafas terhadap CO2. Selain itu juga pemakaian meperidin akan
dapat mengurangi spasme bronkus.
Pada otak, penggunaan meperidin (dan obat opioid pada umumnya) akan
mengurangi konsumsi oksigen otak, mengurangi aliran darah otak dan
menurunkan tekanan intrakranial. Tetapi ada beberapa kasus dimana terjadi
sedikit peningkatan tekanan intrakranial pada pasien dengan tumor otak atau
trauma kepala.
Angka kejadian mual dan muntah pada pemberian meperidin lebih tinggi
dibandingkan dengan morfin, tetapi durasinya lebih pendek. Kejadian ini oleh
karena adanya stimulasi pada daerah medullary chemoreceptor trigger zone.
Meperidin menyebabkan spasme sfingter oddi dan meningkatkan tekanan
intrabilier. Selain itu juga menurunkan tonus dan amplitudo kontraksi ureter.
Meperidin sudah sering digunakan untuk terapi menggigil pascaanestesi.
Penggunaan dosis kecil meperidin (10 – 25 mg) setiap 5 – 10 menit, efektif untuk
mengatasi menggigil pascaanestesi. Mekanisme meperidin dalam mengatasi
menggigil pascaanestesi diduga disebabkan karena efek obat pada reseptor κ,
menghambat pengambilan 5-HT serta blokade reseptor NMDA. Serotonin (5-HT)
dan opioid merupakan salah satu dari reseptor NMDA inhibitor pada cornu
posterior, sehingga reseptor NMDA akan menurun, kontraksi otot menurun dan
sensasi suhu akan meningkat. Untuk pencegahan menggigil, beberapa peneliti
telah melakukan berbagai percobaan. Dosis meperidin yang digunakan sebesar 0,5
mg/kgBB ternyata efektif mencegah menggigil pascaanestesi (Stoelting dkk.,
2006).
Gambar 2.7 Wide dynamic spinal neuron (Longnecker, 2008)
Tabel 2.2 Klasifikasi reseptor opioid (Stoelting dkk., 2006)
Reseptor Pengaruh Klinis Agonis
Mu Analgesia supraspinal (µ-1) Depresi pernafasan (µ-2) Physical sependence Kekakuan otot
Morfin Met-enkephalin Beta-endorfin Fentanil
Kappa Sedasi Analgesia Spinal
Morfin Nalbuphin Dinorfin Oksikodon
Delta Analgesia Behavioral Epileptogenik
Leu-enkephalin Beta-endorfin
Sigma Disforia Halusinasi Stimulasi pernafasan
Pentazosin Nalorfin Ketamin
2.3.3 Efek samping obat
Penggunaan meperidin dapat menimbulkan efek samping diantaranya pusing,
berkeringat, mulut kering, mual muntah, palpitasi, disfori, perasaan lemah, sedasi
dan sinkop. Pada beberapa kasus atau keadaan dapat terjadi retensi urin dan
obstipasi (Stoelting dkk., 2006).
2.3.4 Interaksi obat
Kombinasi meperidin dengan obat-obat monoamine oxidase inhibitor dapat
mengakibatkan henti nafas, hipotensi atau hipertensi, koma dan hiperpireksia,
dimana sampai sekarang mekanismenya belum jelas diketahui. Pemakaian secara
bersama-sama dengan barbiturat, benzodiazepin dan obat-obat depresan sistem
saraf pusat akan mempunyai efek yang sinergis terhadap sistem kardiovaskular,
respirasi dan efek sedasi (Stoelting dkk., 2006).
2.4 Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan bahan murah yang relatif tidak
berbahaya dan mudah didapatkan. Ini pertama kali dikenal efikasinya untuk
aritmia dan preeklampsia. Saat ini pentingnya magnesium dalam praktik anestesi
telah mendapat sorotan.
2.4.1 Fisiologis dan homeostasis
Magnesium adalah ion dengan jumlah berlimpah dalam tubuh manusia dan
memainkan peranan penting dalam berbagai fungsi seluler, seperti penyimpanan,
metabolisme, dan pembentukan energi. Magnesium berfungsi sebagai kofaktor
untuk berbagai proses biologis, termasuk sintesis protein, fungsi neuromuskular,
dan stabilisasi asam nukleat. Magnesium merupakan komponen intrinsik dari
adenosin 5-triphosphatases dan regulator endogen beberapa elektrolit (Herroeder
dkk., 2011).
Gambar 2.8 Mekanisme aksi magnesium (Herroeder dkk., 2011)
Magnesium termasuk non kompetitif inhibitor dari inositol trifosfat-gated
saluran kalsium, magnesium berfungsi sebagai antagonis kalsium endogen dengan
mempengaruhi penyerapan dan distribusi. Magnesium juga menunjukkan efek
modulatory pada saluran natrium dan kalium, sehingga mempengaruhi membran
potensial. Pada sistem saraf pusat, efek depresi timbul pada pemberian
magnesium, bertindak sebagai antagonis pada reseptor N-Methyl D-Aspartat
(NMDA) glutamat dan penghambat pelepasan katekolamin (gambar2.8)
(Herroeder dkk., 2011).
Tubuh manusia dewasa mengandung rata-rata 24 gram magnesium, disimpan
terutama dalam tulang (60%) dan kompartemen intraseluler otot (20%) dan
jaringan lunak (20%), terutama terikat sebagai chelators, seperti adenosin 5-
trifosfat dan DNA. 2 – 3 % dari magnesium intraseluler terionisasi dan mengatur
homeostasis magnesium ruang intraseluler. Ruang ekstraseluler hanya
mengandung magnesium 1% dari total magnesium tubuh, termasuk 0,3% di
dalam plasma. Magnesium plasma terionisasi (60%), dalam bentuk anion (7%),
atau protein yang terikat (33%), dengan konsentrasi normal magnesium total
plasma berkisar 0,7-1,0 mM (1,7-2,4 mg/dl) (Herroeder dkk., 2011).
Pemeliharaan homeostasis magnesium sebagian besar diatur oleh penyerapan
usus dan ekskresi ginjal. Magnesium terutama diserap di usus halus melalui dua
jalur yang berbeda tergantung pada dosis dan formula dari asupan makanan. Pada
konsentrasi rendah intraluminal didominasi oleh transportasi transelular saturable
aktif dan dengan konsentrasi tinggi melalui difusi pasif nonsaturable (Herroeder
dkk., 2011).
Ketersediaan hayati dari senyawa organik, seperti magnesium aspartat atau
magnesium sitrat, lebih baik dibandingkan dengan campuran anorganik. Bila
kadar magnesium normal, sekitar 40 -50% diserap (gambar 2.9).
Mekanisme yang mendasari penyerapan magnesium tergantung kondisi
hipermagnesium atau hipomagnesium. Pada ginjal, sekitar 80% magnesium
plasma diultrafiltrasi melalui glomerulus, dengan lebih dari 95% yang diserap di
nefron (gambar 2.10) (Herroeder dkk., 2011).
Gambar 2.9 Absorbsi magnesium pada gastrointestinal
(Herroeder dkk., 2011)
Pada ansa Henle diserap (70%) dan pada tubulus proksimal dan distal 15-
25% dan 5-10% dari reabsorpsi secara berurutan. Pada lengkung Henle,
magnesium diserap kembali melalui difusi pasif paracellular, didorong oleh
gradien elektrokimia, hasil dari reabsorpsi adalah natrium klorida. Tight jungtion
protein claudin 16 diyakini memfasilitasi reabsorpsi magnesium paracellular
karena mutasi pada pengkodean gen paracellin-1 yang menyebabkan magnesium
wasting syndrome (Herroeder dkk., 2011).
Parathormon dan vitamin D merangsang reabsorpsi magnesium ginjal dan
usus, sedangkan insulin dapat menurunkan ekskresi magnesium di ginjal dan
meningkatkan selular uptake. Tubuh manusia selalu menjaga magnesium dalam
batas normal. Ekskresi magnesium biasanya 5 mmol/hari jika fungsi ginjal
normal, tapi bisa menurun hingga kurang dari 0,5% (0,03 mmol/hari) akibat
gangguan pada extrarenal. Namun, orang sangat rentan terhadap hipermagnesemia
pada gangguan fungsi ginjal (Herroeder dkk., 2011).
Gambar 2.10 Skema representasi magnesium pada ginjal
(Herroeder dkk., 2011)
2.4.2 Mekanisme kerja magnesium
Magnesium adalah kation terbanyak keempat dalam tubuh dan kation
intraseluler terbanyak kedua setelah kalium. Sekitar satu setengah dari total
magnesium tubuh terdapat dalam tulang dan 20% dalam otot rangka. Magnesium
diperlukan dalam pelepasan asetilkolin pada ujung saraf presinaptik dan dapat
menghasilkan efek yang mirip dengan obat yang menghambat masuknya
kalsium.
Ion magnesium terlibat sebagai kofaktor dari sekitar 300 reaksi enzimatik
dalam tubuh dan juga berperan dalam beberapa proses penting seperti pengikat
reseptor hormon, pintu saluran kalsium, masuknya ion melewati membran,
regulasi sistem adenilsiklase, aktivitas neuronal, tonus vasomotor, perangsangan
jantung dan pelepasan neurotransmiter (Edmundas Sirvinskas dkk., 2002).
Magnesium menghambat reseptor NMDA, sehingga dapat mencegah
sensitisasi sentral yang disebabkan oleh stimulasi nosiseptif perifer. Magnesium
memiliki efek anti nosiseptif pada hewan dan manusia. Efek ini terutama
didasarkan pada efek magnesium dalam regulasi masuknya kalsium ke dalam sel,
yang secara fisiologis sebagai antagonis kalsium dan antagonis reseptor NMDA.
Beberapa parameter klinis untuk menjamin keamanan peningkatan kadar
plasma yang berhubungan dengan efek samping meliputi : diuresis 25 mL/jam,
refleks patela positif, frekuensi napas lebih dari 12 kali per menit, dan perubahan
tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut jantung, dan tingkat kesadaran).
Tabel 2.3
Manifestasi klinik hipermagnesemia (Fabiano dkk., 2010)
Beberapa pasien yang mendapatkan terapi magnesium menunjukkan
beberapa reaksi minor seperti badan terasa lemah, scotomata, mual, muntah,
pandangan kabur, penglihatan ganda dan kelemahan badan. Efek samping
tersebut dapat dihilangkan dengan pemberian kalsium glukonas 1 gram intravena
(Fabiano dkk., 2010).
Magnesium merupakan antagonis alami kalsium dan antagonis non
kompetitif reseptor N-methyl-D aspartat (NMDA). Hal ini terlibat dalam beberapa
proses seperti kontrol tonus vasomotor, eksitabilitas jantung, pelepasan
neurotransmiter dan modulasi nyeri. Magnesium bersaing dengan kalsium pada
saluran membran. Hal ini dapat menghambat banyak respon yang dimediasi
kalsium seperti pelepasan katekolamin dari kedua kelenjar adrenal dan terminal
saraf adrenergik perifer dalam merespon stimulasi simpatik dan memiliki sifat
vasodilatasi. Magnesium juga menghambat pelepasan asetilkolin presinap pada
sambungan neuromuskular dan dapat mengakibatkan waktu onset dini dan
potensiasi blokade neuromuskular yang tak terduga. Selain itu, sebagai antagonis
reseptor NMDA dalam sistem saraf pusat, magnesium menurunkan sensitisasi
nosiseptor perifer dan respon stres pada pembedahan dan dengan demikian dapat
mengurangi kebutuhan opioid dalam periode perioperatif. Kebanyakan penelitian
menunjukkan bahwa magnesium perioperatif dapat mengontrol respon
kardiovaskular pada intubasi trakea, mengurangi kebutuhan anestesi dan memiliki
opioid sparing efek dalam periode perioperatif. Namun, beberapa studi
melaporkan efeknya terbatas atau tidak ada sama sekali (Gautam Piplai dkk.,
2013).
Aksi mekanisme yang mendasari anestesi dapat meningkatkan efek
magnesium tetap tidak diketahui. Antagonis kompetitif di hipokampus pada
saluran kalsium presinaptik yang mengatur pelepasan neurotransmiter di sistem
saraf pusat merupakan teori yang dipercaya saat ini. Gas volatile seperti isoflurane
diperkirakan menginduksi dengan menghambat saluran ini. Pelepasan
katekolamin dari medula adrenal dan kalsium efek antagonis pada sel otot polos
pembuluh darah juga dapat menyebabkan efek anestesi magnesium. Blokade
neuromuskular, penghambatan kalsium yang dimediasi pelepasan asetilkolin dari
terminal saraf presinaptik pada sambungan neuromuskular memainkan peranan
penting. Penurunan sensitivitas post sinaptik untuk asetilkolin dan efek langsung
pada potensial membran dari miosit juga dapat berkontribusi (Herroeder dkk.,
2011).
2.4.3 Efek magnesium sulfat terhadap fisiologi sel
2.4.3.1 Aksi pada membran dan pompa membran
Magnesium menurunkan aktivasi Ca ATPase dan Na-K ATPase yang terlibat
dalam pertukaran ion selama fase depolarisasi-repolarisasi. Defisiensi magnesium
akan mengganggu kerja pompa ATPase yang akan meningkatkan natrium dan
kalsium ekstrasel dan menurunkan kalium intrasel. Hal ini akan mengganggu
stabilitas membran sel dan organ sel dalam sitoplasma (Fawcett dkk., 1999).
2.4.3.2 Aksi pada kanal ion
Magnesium berperan sebagai pengatur keseimbangan perbedaan ion dalam
kanal ion. Konsentrasi magnesium intrasel yang rendah akan mengakibatkan
kalium keluar sel, dengan demikian akan merubah konduksi dan metabolisme sel
(Fawcett dkk., 1999).
2.4.3.3 Efek pada susunan saraf pusat
Efeknya sebagai antagonis reseptor NMDA dan penghambat kalsium
menyebabkan vasodilatasi arteriol dan mencegah vasospasme. NMDA merupakan
reseptor glutamat, yaitu reseptor ligand-gated yang tersusun dari beberapa subunit
yang membentuk saluran kation non selektif dengan co-agonist asam amino
glycine. Pada pengaturan suhu reseptor ini terdapat pada cornu posterior dari
spinal cord. Kekhususan reseptor NMDA terletak pada kemampuan memasukkan
ion kalsium dan adanya ion magnesium ekstraseluler yang menutup celah tersebut
pada keadaan hiperpolarisasi membran. Aktivitas reseptor NMDA akan
meningkat dengan berkurangnya konsentrasi magnesium di dalam ekstraseluler.
Pada pengaturan suhu, blokade kanal kalsium dan natrium secara fungsional
mempunyai peran. Pada monyet, kelebihan ion kalsium di hipotalamus posterior
menyebabkan penurunan suhu tubuh, sedangkan ion natrium meningkatkan suhu
tubuh. Pada kambing, pemberian magnesium di ventrikel tiga dapat meningkatkan
suhu tubuh, sedangkan kalsium menimbulkan hipotermi (Fawcett dkk., 1999).
2.4.3.4 Efek pada sistem kardiovaskular
Kerja magnesium pada kanal kalsium dan pompanya sebenarnya sebagai
pengatur aliran di transmembran dan intraseluler. Selain itu, magnesium juga
mempunyai efek tidak langsung pada otot jantung dengan menghambat ambilan
kalsium oleh troponin C di miosit dan akan mempengaruhi kontraktilitas otot
jantung. Dengan meningkatnya dosis yang diberikan, magnesium akan
menunjukkan efek inotropik negatif. Magnesium akan menurunkan tekanan arteri
sistemik dan arteri pulmonal dengan jalan menurunkan resistensi pembuluh darah.
Pemberian magnesium dosis 3 atau 4 gram dengan cepat akan menurunkan
tekanan sistolik arteri. Efek inotropik positif dan kronotropik dikompensasi oleh
peningkatan cardiac index, sedangkan resistensi pembuluh pulmonal tidak
mengalami perubahan.
Gangguan pergerakan ion dalam sel yang diakibatkan oleh karena
dismagnesemia akan mempengaruhi eksitabilitas sel-sel jantung pada nodus SA,
yang bertanggung jawab terhadap gangguan irama jantung (Fawcett dkk., 1999).
2.4.3.5 Efek pada otot dan transmisi neuromuskular
Hipomagnesium akan menstimulasi kontraksi otot yang akan menyebabkan
pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma, dan kadar magnesium yang tinggi
dapat memblokir keadaan ini.
Hipomagnesemia atau hipokalsemia menyebabkan hipereksitabilitas
neuromuskular, sedangkan hipermagnesemia atau hiperkalsemia menyebabkan
kelemahan neuromuskular atau penurunan refleks tendon (Fawcett dkk., 1999).
2.4.4 Efek samping
Efek samping MgSO4 terutama berhubungan dengan tingginya kadar
magnesium, meliputi hilangnya refleks patela, flushing, berkeringat, hipotensi,
depresi susunan saraf pusat, depresi jantung bahkan depresi nafas. Gejala klinis
awal dilihat dari ada tidaknya refleks tendon patela/biseps.
Berikut diuraikan toksisitas magnesium sulfat dilihat dari gejala klinisnya :
1. Kadar normal pada kehamilan 1,5-2,5mEq/L
2. Kadar terapetik untuk mencegah kejang 4-7 mEq/L
3. Hilangnya refleks patela 8-10 mEq/L
4. Rasa hangat, flusing, somnolen, pandangan kabur 10-12 mEq/L
5. Depresi pernafasan 12-14 mEq/L
6. Paralisis otot, kesulitan bernafas 15-17 mEq/L
7. Henti jantung 30-35 mEq/L
Bila ditemukan gejala klinis adanya toksisitas, periksa kadar magnesium.
Berikan kalsium glukonas 1 gram intravena selama 3 menit. Oksigenasi bila
terdapat gangguan pernafasan ringan sampai sedang. Kalsium glukonas sebaiknya
diberikan secara perlahan untuk menghindari hipotensi dan atau bradikardi
(Fawcett dkk., 1999).
Kalsium menghambat kompetitif magnesium pada “neuromuscular
junction”.
Pemberian kalsium hanya sementara sehingga untuk depresi nafas berat
diperlukan intubasi trakea dan ventilasi buatan, oleh karena itu diperlukan
peralatan intubasi untuk mengantisipasi toksisitas magnesium (Fawcett dkk.,
1999).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Menggigil adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan merupakan salah
satu komplikasi yang sering terjadi setelah pemberian anestesi pada pasien yang
menjalani operasi elektif dan darurat.
Angka kejadian menggigil perioperatif meningkat pada umur yang ekstrim,
tereksposenya tubuh terhadap ruang operasi yang dingin, memberikan cairan infus
atau transfusi darah dengan suhu ruang operasi yang dingin atau tidak
dihangatkan saat sebelum, selama, dan setelah tindakan anestesi serta operasi
dengan durasi yang panjang.
Meperidin dianjurkan untuk mengatasi kejadian menggigil pascaanestesi,
karena mempunyai efek anti menggigil melalui reseptor κ dari reseptor opioid,
menghambat pengambilan 5-HT (5 hydroxytryptamine) atau serotonin serta
blokade reseptor N Metil D Aspartat (NMDA). Magnesium sulfat (MgSO4) juga
secara fisiologis merupakan antagonis dari reseptor NMDA.
Pemberian MgSO4 ataupun meperidin mempengaruhi reseptor NMDA
menjadi tidak permeabel terhadap ion kalsium, sehingga kalsium plasma akan
meningkat dan kalsium di kornu posterior menurun, sehingga kontraksi otot
menurun dan sensasi suhu akan meningkat.
Suhu Lingkungan,
Infus
Obat Anestesi
Umum
Pusat
pengaturan suhu
tubuh
Tingkat
Kesadaran
Inhibisi
Reuptake
5 HT.
Reseptor
κ
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
3.2 Kerangka Konsep
INTERNAL :
1. Umur 2. Jenis kelamin 3. IMT 4. ASA
ANESTESI UMUM
EKSTERNAL :
- Suhu Lingkungan - Cairan infus
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
3.3 Hipotesis Penelitian
Pemberian magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena sama efektif dengan
meperidin 0,5 mg/kgBB intravena dalam mencegah menggigil pascaanestesi
umum.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan randomized double blind controlled trial untuk
membandingkan efektifitas magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena dan
meperidin 0,5 mg/kgBB intravena dalam mencegah terjadinya menggigil
pascaanestesi umum. Skema rancangan penelitian adalah sebagai berikut :
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang operasi RSUP Sanglah Denpasar pada periode
Oktober 2014 sampai dengan Nopember 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi penelitian
Pasien pasca
pembedahan
dengan
anestesi umum
Kelompok A :
Mendapat magnesium
sulfat 20 mg/kgBB IV
pada akhir operasi
Kelompok B :
Mendapat meperidin
0,5 mg/kgBB IV pada
akhir operasi
R
Menggigil
Menggigil
Tidak
menggigil
Tidak
menggigil
33
Populasi target penelitian adalah pasien pascabedah dengan anestesi umum di
kamar operasi RSUP Sanglah Denpasar periode bulan Oktober 2014 sampai
Nopember 2014.
4.3.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah pasien pascabedah dengan anestesi umum di kamar
operasi RSUP Sanglah Denpasar pada periode penelitian yang memenuhi kriteria
sebagai berikut :
4.3.2.1 Kriteria inklusi :
a. Menjalani pembedahan dengan anestesi umum di RSUP Sanglah
Denpasar
b. Usia antara 16 - 50 tahun
4.3.2.2 Kriteria eksklusi :
a. Sampel yang tidak bersedia menandatangani informed consent
b. Pasien dengan status fisik ASA 3, 4, 5, dan 6
c. Indeks Massa Tubuh < 18,5 kg/m2 atau > 23 kg/m2
d. Menderita epilepsi, hipertensi, penyakit pembuluh darah otak,
peningkatan tekanan intrakranial, renal failure dan kelainan psikiatri
4.3.2.3 Kriteria drop out
a. Lama operasi lebih dari 4 jam
b. Pasien yang memerlukan obat vasokonstriktor selama pembedahan
c. Nafas spontan yang adekuat dan refleks laringeal tidak muncul lebih
dari setengah jam
d. Pasien dengan efek samping obat setelah perlakuan
4.3.2.4 Besar sampel penelitian
Sesuai dengan hipotesis penelitian, besar sampel dihitung dengan rumus
besar sampel untuk uji hipotesis terhadap dua kelompok tidak berpasangan :
Keterangan :
n : Jumlah sampel tiap kelompok
1- α : Tingkat kesalahan tipe I = 0,05
1- β : Power penelitian 80%
Z1-α/2 = 1,96 berdasarkan batas kemaknaan α = 0,05
Z1-β = 0,84 berdasarkan power penelitian
Po = 0,04
Pa = 0,2
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kizilirmak dkk., 1997 diketahui
kejadian menggigil pascaanestesi umum pada kelompok standar yaitu meperidin
adalah 4% (Po = 0,04). Perkiraan antisipasi kejadian menggigil pascaanestesi
umum di RSUP Sanglah Denpasar sebesar 20 % (Pa = 0,2), dengan tingkat
kesalahan tipe I, α ditetapkan sebesar 0,05 dan power penelitian 80% sehingga
didapatkan sampel minimal untuk masing-masing kelompok sebanyak 20 orang.
Untuk mengantisipasi kejadian drop out, jumlah sampel ditambahkan 20%
sehingga jumlah sampel minimal masing-masing kelompok menjadi 24 orang.
4.3.2.5 Cara sampling
Pemilihan subjek dilakukan menggunakan cara consecutive sampling yaitu
berdasarkan kedatangan subjek penelitian untuk mendapatkan tindakan
pembedahan di RSUP Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria eligibilitas
dimasukkan dalam penelitian. Pengambilan sampel dilakukan sampai jumlah
subjek penelitian pada setiap kelompok terpenuhi.
4.3.2.6 Cara alokasi subjek penelitian
Penentuan sampel yang mendapat intervensi dilakukan secara random
menggunakan computer generated permutted block randomization of graphpad
quickcalcs software untuk menentukan subyek penelitian masuk ke kelompok
perlakuan A atau kelompok perlakuan B, dengan hasil sebagai berikut :
1 A 9 B 17 A 25 A 33 B 41 B
2 A 10 B 18 A 26 B 34 A 42 A
3 B 11 A 19 A 27 B 35 A 43 B
4 A 12 B 20 B 28 A 36 A 44 B
5 B 13 A 21 B 29 B 37 B 45 A
6 A 14 B 22 B 30 A 38 B 46 B
7 B 15 B 23 A 31 B 39 A 47 A
8 A 16 A 24 B 32 B 40 A 48 A
4.4 Cara Blinding
Obat yang diberikan (meperidin atau magnesium sulfat) yang kesemuanya
berwarna jernih, dimasukkan ke dalam spuit 10 ml dan diberikan pada pasien
sesuai dengan urutan nomor. Penyiapan obat dilakukan oleh petugas (dokter
residen anestesi) yang tidak ikut serta dalam penyusunan protokol penelitian.
Kode obat akan dimasukkan ke dalam amplop tertutup yang diberi nomor urut.
Dokter residen anestesi yang bertugas memberikan obat kepada pasien sesuai
dengan kode amplop tanpa diberitahukan kepada peneliti dan memberi catatan
nomor amplop pada lembar khusus penelitian untuk masing-masing pasien. Untuk
kode perlakuan dibuat petugas yang tidak terlibat dalam penyusunan protokol
penelitian dan disimpan dalam amplop tertutup yang akan dibuka pada akhir
penelitian.
4.5 Variabel Penelitian
Variabel bebas : Pemberian meperidin 0,5 mg/kgBB atau magnesium
sulfat 20 mg/kgBB pascaanestesi umum
Variabel tergantung : Derajat menggigil
Variabel perancu : Karakteristik sampel (Umur, Jenis Kelamin, IMT,
ASA)
4.6 Definisi Operasional
1. Operasi dengan anestesi umum adalah tindakan operasi yang didahului
dengan prosedur memberikan obat anestesi yang memiliki efek amnesia,
analgesia, hipnotika, dan melumpuhkan otot.
2. Umur adalah umur resmi pada saat dilakukan operasi, yang diketahui dari
tanggal lahir yang didapat dari wawancara atau dari dokumen resmi,
misalnya KTP atau SIM.
3. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu pemeriksaan antropometri
untuk menentukan status gizi yang dinilai dengan cara membagi berat
badan dengan pangkat dua tinggi badan (IMT = BB/TB2), dengan satuan
kilogram per meter persegi (kg/m2).
4. Suhu lingkungan adalah suhu di ruang operasi dan ruang pemulihan dalam
derajat celcius. Suhu di Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah adalah
19oC - 21oC.
5. Cairan infus adalah cairan steril kristaloid atau koloid yang dimasukkan
secara intravena ke dalam tubuh pasien. Cairan infus yang diberikan
dihangatkan dengan infus warmer.
6. Selimut adalah sebuah selimut tebal yang dipakai untuk menghangatkan
tubuh pasien selama operasi dan sesudah operasi diruang pemulihan.
7. Meperidin adalah obat golongan opioid dengan sediaan injeksi dalam
ampul 100 mg, diberikan pada akhir pembedahan, 15 menit sebelum
ekstubasi dengan dosis 0,5 mg/kgBB intravena yang diencerkan menjadi
10 ml (skala nominal).
8. Magnesium sulfat adalah obat dengan sediaan injeksi dalam flash 10 gram,
diberikan pada akhir pembedahan, 15 menit sebelum ekstubasi dengan
dosis 20 mg/kgBB intravena yang diencerkan menjadi 10 ml (skala
nominal).
9. Menggigil adalah kontraksi yang halus dan cepat dari otot-otot tubuh,
tetapi tidak akan berkembang menjadi kejang (skala nominal). Derajat
berat ringannya menggigil secara klinis dapat dinilai dalam skala 0 – 4,
yaitu :
0 : Tidak ada menggigil
1 : Tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot-otot
leher
2 : Tremor yang nyata pada otot-otot dada
3 : Tremor intermiten seluruh tubuh
4 : Aktifitas otot-otot seluruh tubuh sangat kuat dan terus
menerus
10. Klasifikasi status fisik menurut ASA (American Society of
Anesthesiologists) adalah sebagai berikut : (Morgan dkk., 2013)
ASA 1: Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik
selain penyakit yang akan dioperasi
ASA 2: Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai
dengan sedang selain penyakit yang akan dioperasi.
Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau hipertensi
ringan
ASA 3: Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang
akan dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya
diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial,
hipertensi tak terkontrol
ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam
jiwa selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma
bronkial yang berat, koma diabetikum
ASA 5: Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan
anestesi mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko
kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada
pasien koma berat
ASA 6 : Pasien yang dinyatakan telah mati otaknya yang mana
organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai
organ donor bagi yang membutuhkan
4.7 Bahan dan Alat Penelitian
a. Monitor Bionet BM 5, untuk mengukur tekanan darah, laju jantung,
tekanan arteri rerata dan saturasi oksigen
b. Thermometer telinga ThermoOne, untuk mengukur suhu telinga penderita
c. Kateter intravena 18 G dan set infus
d. Spuit disposibel 10 ml, 5 ml, dan 3 ml
e. Magnesium sulfat injeksi
f. Meperidin injeksi
g. Midazolam injeksi
h. Fentanyl injeksi
i. Atrakurium injeksi
j. Propofol injeksi
k. Isoflurane
l. Oksigen
m. Nitrogen oksida
n. Aqua injeksi
4.8 Cara Kerja
Seleksi penderita dilakukan pada penderita yang akan menjalani operasi
dengan anestesi umum di RSUP Sanglah Denpasar, berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya. Penderita diberikan penjelasan tentang hal-hal yang
akan dilakukan, serta bersedia untuk mengikuti penelitian dan mengisi informed
consent.
Semua penderita dipuasakan 8 jam sebelum operasi, dan kebutuhan cairan
selama puasa dipenuhi sebelum pembedahan dengan menggunakan Ringer Laktat.
Pada saat masuk ke kamar operasi, tekanan darah sistolik (TDS), tekanan darah
diastolik (TDD), tekanan arteri rerata (TAR), laju jantung (LJ), respirasi rate
(RR), saturasi oksigen (SaO2) dan suhu telinga diukur 5 menit sebelum dilakukan
induksi anestesi dan semua penderita akan diberikan medikasi Fentanyl 2
µg/kgBB intravena 2 menit sebelum induksi. Induksi dilakukan dengan
menggunakan propofol 2 - 3 mg/kgBB. Setelah refleks bulu mata hilang dan
ventilasi baik, diberikan atracurium 0,5 mg/kgBB, kemudian dilakukan intubasi
endotrakeal. Rumatan anestesi dengan menggunakan isoflurane 0,8-1,2 vol%,
N2O 50% dan O2 50%. Jika diperlukan, atracurium intermiten diberikan dengan
dosis 0,1 mg/kgBB. Temperatur diukur segera setelah dilakukan induksi. Durante
operasi semua pasien terjaga kehangatannya, antara lain pemakaian blanket roll,
infus hangat, selimut tebal, dan pemeliharaan suhu kamar operasi 19oC - 21oC.
Randomisasi dilakukan pada akhir operasi. Penderita dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok A dan kelompok B.
Setelah nafas spontan adekuat dan refleks laringeal kembali ada, dilakukan
perlakuan. Ekstubasi dilakukan 15 menit setelah perlakuan. TDS, TDD, TAR, LJ,
RR, SaO2 dan suhu telinga diukur dan dicatat segera setelah dilakukan ekstubasi.
TDS, TDD, TAR, LJ, RR, SaO2 dan suhu telinga diukur terus menerus setiap 5
menit selama 15 menit setelah ekstubasi. Pascaekstubasi, penderita diberikan
oksigen 6 L/menit dengan menggunakan sungkup muka.
Berat ringan dan lama menggigil dicatat. Derajat berat ringannya menggigil
secara klinis dapat dinilai dalam skala 0 – 4, yaitu :
0 : Tidak ada menggigil
1 : Tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot-otot leher
2 : Tremor yang nyata pada otot-otot dada
3 : Tremor intermiten seluruh tubuh
4 : Aktifitas otot-otot seluruh tubuh sangat kuat dan terus menerus
Pengamatan dilakukan oleh 3 orang dokter termasuk peneliti. Apabila hasil
pengamatan derajat menggigil oleh minimal 2 orang dokter sama, maka data
langsung dicatat. Apabila pengamatan semua dokter tidak sama, maka dilakukan
pengamatan ulang saat itu juga. Apabila pengamatan kategori menggigil tetap
berbeda, maka pasien tidak digunakan sebagai subjek penelitian. Sebelum
penelitian, dokter residen anestesi yang bertugas diberi pelatihan untuk
mengamati kategori menggigil sehingga diperoleh persepsi yang sama. Dikatakan
memiliki persepsi yang sama apabila pada uji kesesuaian (agreement) diperoleh
nilai Kappa ≥ 0,8.
Pasien yang menggigil diterapi dengan penghangatan dan diberikan
meperidin dosis 25 mg, dan diulang dengan interval 5 menit sampai menggigil
teratasi.
Apabila terdapat efek samping obat, maka dicatat dan diberikan terapi yang
sesuai. Bila timbul gatal-gatal setelah pemakaian meperidin dapat diberikan
dexamethazone 10 mg, diphenhydramin 10 mg. Jika terjadi keluhan pada pasien
akibat pemberian MgSO4 seperti : badan terasa panas, scotomata, mual, muntah,
pandangan kabur, penglihatan ganda dan kelemahan otot, gangguan irama jantung
sebagai komplikasi pemberian MgSO4, diberikan kalsium glukonas 1 gram
intravena. Pasien dengan efek samping tidak digunakan sebagai subjek penelitian.
4.9 Alur Penelitian
Populasi Target
RANDOMISASI
Memenuhi Kriteria
Inklusi
Eligible Subject /
Sampel Penelitian
Akhir Pembedahan
KELOMPOK A Magnesium sulfat 20 mg/kgBB IV
KELOMPOK B Meperidin 0,5 mg/kgBB IV
Sadar - Ekstubasi
Pengukuran derajat menggigil, durasi menggigil
Analisis data dan laporan penelitian
Populasi Terjangkau
Memenuhi Kriteria
Eksklusi
4.10 Analisis Data
Data yang terkumpul diperiksa kelengkapan datanya, kemudian ditabulasi,
diberi kode dan dimasukkan ke dalam komputer.
Analisa data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Data yang berskala
kontinyu seperti umur, tinggi badan dan berat badan dinyatakan sebagai rerata dan
simpang baku atau median bila berdistribusi tidak normal. Uji normalitas data
dilakukan dengan uji Saphiro Wilk. Data yang berskala kategorial seperti jenis
kelamin, ASA dan kategori menggigil dinyatakan sebagai distribusi frekuensi dan
persen.
Uji hipotesis menggunakan uji Chi square. Uji Chi square digunakan karena
membandingkan 2 kelompok yang tidak berpasangan dan kategori menggigil
berskala nominal, sedangkan independent sample T test atau Mann Whitney test
digunakan untuk menganalisis perubahan TDS, TDD, TAR, LJ, RR, SaO2 dan
suhu inti yang berskala rasio. Nilai p < 0,05 dianggap signifikan.
Analisis data menggunakan program SPSS for windows v. 17,0 (SPSS Inc,
USA).
4.11 Etika Penelitian
Pasien yang memenuhi syarat telah diminta persetujuannya secara tertulis
dengan menandatangani informed consent. Pasien berhak menolak untuk
diikutsertakan dalam penelitian dengan alasan apapun serta berhak keluar dari
penelitian kapanpun. Data identitas pasien dirahasiakan, dan seluruh biaya yang
berhubungan dengan penelitian menjadi tanggung jawab peneliti. Pada penelitian
ini juga dimintakan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan RSUP Sanglah Denpasar.
BAB V
HASILPENELITIAN
Telah dilakukan penelitian perbandingan efektifitas magnesium sulfat dan
meperidin dalam mencegah menggigil pasca anestesi umum pada 48 pasien
dengan status fisik ASA I dan ASA II yang memenuhi criteria inklusi dan
eksklusi tertentu. Penderita dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
magnesium sulfat (A) mendapatkan magnesium sulfat 20 mg/kgBB dan kelompok
meperidin (B) mendapatkan meperidin 0,5 mg/kgBB, yang semuanya diberikan
menjelang akhir operasi.
Tabel 5.1
Data karakteristik subjek penelitian kedua kelompok perlakuan
Variabel Kelompok
MgSO4
( n = 24 )
Kelompok Meperidin ( n = 24 )
P
Usia (tahun) 30 ± 10,3 35 ± 11,5 0,117a
JenisKelamin :
Laki-laki 12 (50,0) 11 (45,8) 0,773b
Perempuan 12 (50,0) 13 (54,2)
IMT (kg/m2) 21,09 ± 1,38 21,85 ± 1,25 0,057a
Status Fisik :
ASA I 18 (75,0) 14 (58,3) 0,221b
ASA II 6 (25,0) 10 (41,7)
Keterangan : Uji statistik : a.Uji Saphiro Wilk : berbeda tidak bermakna
b.Uji Chi Square : berbeda tidak bermakna
Berdasarkan tabel 5.1 terlihat bahwa karakteristik subjek meliputi umur, jenis
kelamin, status ASA, dan IMT antar kelompok perlakuan tidak berbeda. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa antar kelompok perlakukan sudah sebanding
(comparable).
Data karakteristik klinis (tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik,
tekanan arteri rerata, laju jantung, saturasi oksigen dan suhu inti) penderita lima
menit sebelum dilakukan induksi anestesi dapat dilihat padaTabel 5.2 berikut ini.
Tabel 5.2
Data karakteristik klinis penderita lima menit sebelum induksi
Variabel Kelompok
MgSO4
( n = 24 )
Kelompok Meperidin ( n = 24 )
P
TD Sistolik 121,96 ± 11,896 124,71 ± 11,377 0,417
TD Diastolik 73,92 ± 8,880 73,33 ± 8,360 0,816
MAP 91,08 ± 9,486 90,92 ± 7,801 0,947
HR 83,17 ± 7,458 82,13 ± 11,881 0,718
RR 14,29 ± 1,488 15,21 ± 1,474 0,056
SaturasiO2 99,17 ± 0,482 98,92 ± 0,408 0,051
SuhuInti (oC) 36,8000 ± 0,35753 36,8833 ± 0,24789 0,353
Keterangan : Uji statistic menggunakan independent sample T-test dan Mann-Whitney
Test, dinyatakan dalam rerata ± simpang baku.
Data karakteristik klinis penderita diatas, dengan menggunakan independent
sample T-test dan Mann-Whitney Test maka didapatkan perbedaan yang tidak
bermakna (p > 0,05) pada seluruh variable pada kedua kelompok.
Atas dasar hasil uji statistik yang dilakukan pada data dasar subjek penelitian
dan karakteristik klinis penderita lima menit sebelum induksi pada kedua
kelompok perlakuan yang menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna, maka
antara kedua kelompok dapat dikatakan homogeny dan semuanya layak untuk
diperbandingkan.
Tabel 5.3
Perbandingan TDS, TDD, MAP, HR, RR, SaO2 dan suhu inti kedua kelompok
Variabel
Waktu Kelompok MgSO4
( n = 24 ) Kelompok Meperidin
( n = 24 ) P
TD Sistolik 5’ pre induksi 121,96 ± 11,896 124,71 ± 11,377 0,417 5’ post ekstubasi 113,54 ± 12,187 117,96 ± 13,917 0,248 10’ post ekstubasi 113,96 ± 11,555 117,21 ± 11,680 0,338 15’ post ekstubasi 113,67 ± 10,520 117,13 ± 10,522 0,261
TD Diastolik 5’ pre induksi 73,92 ± 8,880 73,33 ± 8,360 0,816 5’ post ekstubasi 69,88 ± 9,962 71,75 ± 12,273 0,564 10’ post ekstubasi 72,21 ± 10,117 69,75 ± 8,734 0,372 15’ post ekstubasi 71,96 ± 9,598 69,00 ± 8,668 0,268
MAP 5’ pre induksi 91,08 ± 9,486 90,92 ± 7,801 0,947 5’ post ekstubasi 84,79 ± 9,344 86,00 ± 11,806 0,696 10’ post ekstubasi 86,04 ± 9,822 85,67 ± 8,776 0,890 15’ post ekstubasi 85,50 ± 9,882 84,38 ± 7,400 0,657
HR 5’ pre induksi 83,17 ± 7,458 82,13 ± 11,881 0,718 5’ post ekstubasi 77,29 ± 10,984 75,00 ± 12,427 0,502 10’ post ekstubasi 76,29 ± 10,752 74,25 ± 12,109 0,540 15’ post ekstubasi 76,67 ± 9,485 72,75 ± 12,323 0,224
RR 5’ pre induksi 14,29 ± 1,488 15,21 ± 1,474 0,056 5’ post ekstubasi 14,67 ± 1,736 14,88 ± 1,154 0,577 10’ post ekstubasi 14,04 ± 1,197 14,50 ± 1,063 0,168 15’ post ekstubasi 13,88 ± 1,191 14,21 ± 1,382 0,375
SaturasiO2 5’ pre induksi 99,17 ± 0,482 98,92 ± 0,408 0,051 5’ post ekstubasi 99,08 ± 0,408 98,96 ± 0,359 0,260 10’ post ekstubasi 99,00 ± 0,511 98,75 ± 0,532 0,103 15’ post ekstubasi 98,96 ± 0,624 98,96 ± 0,359 1,000
SuhuInti 5’ pre induksi 36,8000 ± 0,35753 36,8833 ± 0,24789 0,353 5’ post ekstubasi 36,3167 ± 0,42801 36,2917 ± 0,35743 0,827 10’ post ekstubasi 36,3917 ± 0,44126 36,3833 ± 0,28539 0,938 15’ post ekstubasi 36,5333 ± 0,41564 36,5083 ± 0,26526 0,805
Keterangan : Uji statistic menggunakan independent sample T-test dan Mann-Whitney
Test, dinyatakan dalam rerata ± simpang baku.
Tabel 5.3 menunjukkan pada kelompok magnesium sulfat dan meperidin
terjadi penurunan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, laju jantung dan
suhu inti pada 5 menit pasca ekstubasi.
Gambar 5. 1 Grafik tekanan darah sistolik kedua kelompok perlakuan
Gambar 5.2 Grafik tekanan darah diastolic kedua kelompok perlakuan
Gambar 5.3 Grafik MAP kedua kelompok perlakuan
Uji statistic dilakukan dengan menggunakan independent sample T-test dan
Mann-Whitney Test, semua variable pengukuran (TDS, TDD, MAP, HR, RR,
SaO2dan suhu inti) pada 5 menit sebelum induksi, 5 menit, 10 menit, dan 15
menit setelah ekstubasi dari kedua kelompok perlakuan semuanya menunjukkan
perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05).
Tabel 5.4 Data kejadian menggigil pada keduakelompok perlakuan
Kejadian Kelompok
MgSO4
( n = 24 )
Kelompok Meperidin ( n = 24 )
P
Menggigil 3 (12,5%) 2 (8,3%) 1,000
Tidak Menggigil 21 (87,5%) 22 (91,7%)
Keterangan : Uji statistic menggunakan Fisher’s Exact Test : tidak ada perbedaan
Kejadian dan derajat menggigil pada kelompok magnesium sulfat didapatkan
3 (12,5%) dari 24 pasien yang mengalami kejadian menggigil dengan derajat 1,
yaitu tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot-otot leher. Pada
kelompok meperidin didapatkan 2 (8,3%) dari 24 pasien yang mengalami
kejadian menggigil dengan derajat 1. Karena kedua perlakuan menunjukkan
jumlah yang diharapkan kurang dari 5, maka uji statistik yang digunakan yaitu
Fisher’s Exact Test. Hasil Fisher’s Exact Test menunjukkan kejadian menggigil
pada kelompok magnesium sulfat dengan kelompok meperidin tidak ada
perbedaan, sehingga untuk mencegah kejadian menggigil dapatd igunakan
magnesium sulfat.
Gambar 5.4 Perbandingan kejadiandan derajat menggigil dari kedua kelompok
perlakuan
Gambar 5.4 menunjukkan perbandingan kejadian dan derajat menggigil dari
kedua kelompok. Pada kelompok magnesium sulfat didapatkan 3 dari 24 pasien
mengalami menggigil pasca anestesi umum dan pada kelompok meperidin
didapatkan 2 dari 24 pasien, yang pada kelima pasien tersebut mengalami
menggigil derajat 1 yaitu tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot-otot
leher.
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan ini adalah membandingkan efektifitas antara
magnesium sulfat dan meperidin dalam mencegah menggigil pasca anestesi
umum. Penderita dibagi menjadi dua kelompok (kelompok A dan B) yang
masing-masing terdiri dari 24 orang penderita.
Data karakteristik penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, berat badan,
tinggi badan dan status fisik penderita serta karakteristik penderita lima menit
sebelum induksi anestesi, dapat kita lihat tidak didapatkan perbedaan yang
bermakna dari kedua kelompok perlakuan. Dengan demikian kedua kelompok
dapat dikatakan homogen dan layak untuk diperbandingkan.
Hasil pengukuran tanda vital yang meliputi tekanan darah sistolik, tekanan
darah diastolik, tekanan arteri rerata, laju jantung, saturasi O2 dan suhu inti pada 5
menit sebelum induksi anestesi, serta 5 menit, 10 menit, dan 15 menit setelah
ekstubasi dari kedua kelompok perlakuan semuanya menunjukkan perbedaan
yang tidak bermakna.
Penurunan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, laju jantung, dan
suhu inti terjadi 5 menit pasca ekstubasi pada kelompok magnesium sulfat dan
meperidin. Meskipun secara substansial system kardiovaskular tidak terpengaruhi
secara bermakna.
54
Dari 48 pasien, terdapat 5 pasien (10,4%) yang mengalami kejadian
menggigil pasca anestesi umum. Derajat menggigil yang terjadi semuanya ada
pada derajat 1, yaitu tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot-otot leher.
Kejadian menggigil dan derajat menggigil pada kelompok magnesium sulfat dan
kelompok meperidin menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna, sehingga untuk
mencegah kejadian menggigil dapat digunakan magnesium sulfat.
Shirley dkk mengemukakan bahwa magnesium sulfat 1 mg/kgBB dapat
mencegah menggigil pasca anestesi dibandingkan dengan kalsium khlorida 200
mg, dengan dosis tersebut tidak terjadi perubahan kardiovaskular atau
neuromuskular. Hasil yang didapatkan tidak berkorelasi karena dari 153 pasien
yang diteliti hanya 40% dapat berhenti menggigil, sedangkan pada MgSO4 1
mg/kgBB didapatkan hasil 60% dari 40% tersebut dapat berhenti menggigil.
Pada penelitian AnupamaWadhwa dkk menggunakan dosis MgSO4 yang
besar yaitu dosis 80 mg/kgBB terbukti efektif menurunkan ambang menggigil
dibandingkan placebo (NaCl 0,9%). Kesimpulan dari penelitian
AnupamaWadhwa dkk adalah pemberian magnesium sulfat dosis tinggi dapat
menurunkan ambang menggigil tanpa terjadi resiko penurunan kekuatan otot dan
efek sedasi.
Pada penelitian Kizilirmak dkk menggunakan dosis 30 mg/kgBB MgSO4
terbukti sama efektif dengan meperidin 0,5 mg/kgBB dalam mencegah menggigil
pasca anestesi umum.
Magnesium adalah ion dengan jumlah berlimpah dalam tubuh manusia dan
memainkan peranan penting dalam berbagai fungsi seluler, seperti penyimpanan,
metabolisme, dan pembentukan energi. Magnesium berfungsi sebagai kofaktor
untuk berbagai proses biologis, termasuk sintesis protein, fungsi neuromuskular,
dan stabilisasi asam nukleat. Magnesium merupakan komponen intrinsic daria
denosin 5-triphosphatases dan regulator endogen beberapa elektrolit (Herroeder
dkk., 2011).
Magnesium adalah kation terbanyak keempat dalam tubuh dan kation
intraseluler terbanyak kedua setelah kalium. Sekitar satu setengah dari total
magnesium tubuh terdapat dalam tulang dan 20% dalam otot rangka. Magnesium
diperlukan dalam pelepasana setilkolin pada ujung saraf presinaptik dan dapat
menghasilkan efek yang mirip dengan obat yang menghambat masuknya kalsium
(Herroeder dkk., 2011).
Magnesium sulfat (MgSO4) secara fisiologis merupakan antagonis darir
eseptor NMDA, pemberian MgSO4 dengan dosis 2-8 mmol (5-20 mg/kgBB)
dalam 2 - 5 menit secara intravena dikatakan juga dapat mencegah menggigil,
takikardi, dan kebutuhan analgesic pasca operasi. Keuntungan yang didapat
dengan pemberian MgSO4 dengan dosis tersebut selain pengaruh terhadap
hemodinamik yang tidak bermakna, obat ini tidak menyebabkan depresi
pernafasan. Sehingga dapat dikatakan penggunaannya lebih aman, terutama pada
pasien dengan kondisi kardiorespirasi yang tidak baik. Disamping itu angka
kejadian mual muntah relative lebih kecil disbanding meperidin.
NMDA merupakan reseptor glutamat, yaitu reseptor ligand-gated yang
tersusun dari beberapa sub unit yang membentuk saluran kation non selektif
dengan co-agonist asam amino glycine. Pada pengaturan suhu reseptor ini
terdapat pada cornu posterior dari spinal cord. Kekhususan reseptor NMDA
terletak pada kemampuan memasukkan ion kalsium dan adanya ion magnesium
ekstraseluler yang menutup celah tersebut pada keadaan hiperpolarisasi membran.
Aktivitas reseptor NMDA akan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi
magnesium di dalam ekstraseluler. Diharapkan dengan pemberian magnesium
sulfat akan meningkatkan kadar magnesium dalam darah, sehingga dapat
menurunkan aktivitas NMDA dalam memasukkan ion kalsium kedalam spinal
cord dan dari efek tersebut didapatkan kadar kalsium dalam darahhanya sedikit
menurun atau mendekati normal (Herroeder dkk., 2011).
Hasil pengukuran suhu tubuh yang dilakukan pada kedua kelompok terjadi
sedikit penurunan suhu inti tubuh yang berbeda tidak bermakna. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian obat-obatan seperti magnesium sulfat atau
meperidin cukup efektif dalam mengurangi kejadian menggigil pasca anestesi
umum.
Penelitian ini tidak menunjukkan adanya efek samping obat yang ditimbulkan
akibat pemberian magnesium sulfat dan meperidin. Efek samping obat yang
berhubungan dengan respirasi yang biasanya muncul akibat pemberian golongan
opioid, pada penelitian ini tidak terjadi. Hal ini oleh karena pemberian obat
dilakukan secara perlahan-lahan dan konsentrasi obat diperkecil.
Kelima pasien yang mengalami kejadian menggigil derajat 1 yaitu tremor
intermiten dan ringan pada rahang dan otot-otot leher setelah dilakukan tindakan
anestesi umum, tidak mendapat intervensi obat-obatan.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Kejadian menggigil pasca anestesi umum pada pasien yang mendapat
magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena tidak ada perbedaan bermakna dengan
yang mendapat meperidin 0,5 mg/kgBB intravena.
7.2 Saran
Kejadian menggigil pada kelompok magnesium sulfat dengan kelompok
meperidin tidak ada perbedaan bermakna, sehingga magnesium sulfat dapat
digunakan sebagai alternative pilihan dalam mencegah menggigil pasca anestesi
umum.
DAFTARPUSTAKA
Barash, P.G., Cullen, B.F., Stoelting, R.K. 2001. Management of acute postoperative pain.In:Clinical Anesthesia.4th.Ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins. p.1028-48.
Bhattacharya, P.K., Bhattacharya, L., Jain, R., Agarwal, R.2003. Post
AnaesthesiaShivering (PAS): a review. Ind J Anaesth ; 47(2): 88-93. Buggy, D., Crossley, W.2000.Thermoregulation, mild perioperative hypothermia
and post-anaesthetic shivering.Br J Anaesth; 84(5): 615-28. Buggy, D.J., Hughes, N. 1994.Pre-emptive use of the space blanket reduce
shivering after general anaesthesia. Br J Anaesth ; 72: 393-6. Campbell, I.T. 1997. Thermoregulation in critical illness.Br J Anaesth; 78: 121-2. Casey, W.F., Smith, C.E., et al. 1988. Intravenous meperidine for control of
shivering during caesarean section under epidural anaesthesia.Can J Anaest ; 35: 128-33.
Chernow, B., Bamberger, S., Hoellerich,V., et al.1989. Hypomagnesemia in
Patients in Postoperative Intensive Care.American College of Chest Physicians(serial online), [cited 2011 Aug 24]: 95:391-7. Available from :URL : http://chestjournal.chestpubs.org/content/95/2/391.
Colin, J., Timbal, J., Houdas, Y., Boutelier, C., Guieu, J.1971. Computation of
mean body temperature from rectal and skin temperature.J ApplPhysiol ; 31: 484-9.
Connoly, E., Worthley,L..1999. Intravenous magnesium. Critical Care and
Resuscitation1 : 162-72. Cork, R. C., Vaughan, R., Humphrey, L. 1983. Precision and accuracy of
intraoperative temperature monitoring.AnesthAnalg.; 62: 211-4. Crossley, A. W. 1992. Peri-operative shivering.Anaesthesia;47: 193-5. Dahlan, S. 2009. PenelitianDiagnostikDasar-dasarTeoritiesdanAplikasidengan
Program SPSS danStata. Jakarta: PenerbitSalembaMedika. Decourcy, J. G., Eldred, C. 1989. Artefactual hypotension from
shivering.Anaesthesia;44: 787-8.
60
Fawcett, W.J., Haxby, E., Male, D.1999.Magnesium physiology and pharmacology.British Journal of Anesthesia ; 83: 302-20.
Frank, S.M., Fleisher, L.A., Breslow, M.J., et al. 1997. Perioperative maintenance
of normothermia reduces the incidence of morbid cardiac events. JAMA ; 277: 1127-34.
Guyton, A.C. 1996. Body temperature, temperature regulation and fever. In:
Guyton, A.C., Hall, J. E., editors. Textbook of Medical Physiology.9th.Ed. Philadelphia: W.B. Saunders. p. 911-22.
Hardy, J.D. 1961. Physiology of temperature regulation.PhysiolRev ; 41: 521-86. Hervey, G.R. 1988. Thermoregulation. In: Emslie-Smith, D., Paterson, C.,
Scratcherd, T., Read, N., editors. Textbook of physiology. 11th.Ed. Edinburgh: Churchill-Livingstone. p. 510-33.
Hines, R.A., Marschall, K.E. 2008. In: Stoelting Anesthesia and Co-Existing
Disease.5th. Ed. Churchill Livingstone.
Holdcroft, A., Hall, G. M. 1978. Heat loss during anaesthesia.Br J Anaesth ; 58: 157-64.
Horn, E. P., Sessler, D. I., Standl, T., et al. 1998.Non-thermoregulatory shivering
in patients recovering from isoflurane or desflurane anesthesia.Anesthesiology ; 89: 878-86.
Hynson, J., Sessler, D. I., Moayeri, A. 1993.The effects of pre-induction warming
on temperature and blood pressure during propofol-nitrous oxide anesthesia.Anesthesiology ; 79: 219-24.
Hynson, J. M., Sessler, D. I., Belani, K., et al. 1992.Thermoregulatory
vasoconstriction during propofol/nitrous oxide anesthesia in humans: threshold and oxyhemoglobin saturation. Anesth.Analg.; 75: 947-52.
Ikeda, T., Sessler, D. I., Tayefeh, F., et al. 1998.Meperidine and alfentanil do not
reduce the gain or maximum intensity of shivering. Anesthesiology ; 88: 858-65.
Kaplan, J. A., Guffin,A.V. 1985. Shivering and changes in mixed venous oxygen
saturation after cardiac surgery. Anesth.Analg.; 64: 235-9. Kizilirmak, S., Karakas, S. E., Akca, O., et al. 1997. Magnesium sulfate stops
postanesthetic shivering. Ann N Y Acad Sci. ; 813: 799-806. Kurz, A. 2001.Effect of anaesthesia on thermoregulation.CurrAnaesthCritCare ;
12: 979-84.
Kurz, M., Belani, K. G., Sessler, D. I., Lanson, M.D. 1993.Naloxone, meperidine,
and shivering.Anesthesiology; 79: 1193-201. Latta, K. S., Ginsberg, B., Barkin, R. 2002.Meperidin : A Critical Review.
American Journal of Therapeutics ; 9 ; 53-68. Liem, S. T., Aldrete, J. A. 1974. Control of post anaesthetic
shivering.CanadAnaest. Soc. J. ;vol 21; no.5. Lindahl,S.G. 1997. Sensing cold and producing heat. Anesthesiology ; 86: 758-9. Macintyre, P. E., Pavlin, E. G., Dwersteg, J. F. 1987. Effect of meperidine on
oxygen consumption, carbon dioxide production, and respiratory gas exchange in postanesthesia shivering.Anesth.Analg. ; 66: 751-5.
Pusponegoro, H. D., WilaWirya, I. G. N., Pudjiadi, A. H., Bisanto, J., Zulkarnain,
S. Z. 2012. UjiDiagnostik. Dalam :Sastroasmoro, S. dan Ismael, S., editors. Dasar-dasarMetodologiPenelitianKlinis. 4th. Ed. Jakarta, SagungSeto. p.219-44.
Ratnawati, A. 2010.“Efektifitas magnesium
sulfatsebagaipencegahmenggigilpascaanestesi” (tesis).Semarang :UniversitasDiponegoro.
Sessler, D. I. 1994.Temperature Monitoring.In : Miller, R. D., ed. Anesthesia.
New York: ChurcillLivingstone ; 1363-82. Sessler, D. I. 1993.Perianesthetic thermoregulation and heat balance in human.
FASEB J. ; 7: 638-44. Sessler, D. I. 1991.Central thermoregulatory inhibition by general
anaesthesia.Anesthesiology ; 75: 557-9. Soliman, M. G., Gillies, D. M. 1972. Muscular hyperactivity after general
anaesthesia.Can AnaesthSoc J. ; 19: 529-35. Stoelting, R. K. 2006. Thermoregulation.In :Stoelting, R. K., Hiller, S. C., editors.
Pharmacology and Physiology in Anaesthetic Practice. 4th. Ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.p.688-94.
Tramer,M.R., Schneider, J., Marti, R., Rifat, K. 1996. Role of magnesium
sulphate in postoperative analgesia.Anesthesiology;vol.84.p.340-7. Witte, J. D., Sessler, D. I. 2002.Perioperative Shivering Physiology and
Pharmacology.Anesthesiology; 96: 467-84.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
JADWAL PENELITIAN
No.
Kegiatan
Jul’14
Aug’14
Sep’14
Okt’14
Nop’14
Des’14
1. Pembuatan
Proposal
2. Seminar
Proposal
3. Perbaikan/Ijin
Penelitian
4. Pelaksanaan
Penelitian
5. Pengolahan
data
6. Seminar hasil
7. Penyempurnaan
hasil
8. Ujian Tesis
9. Penyempurnaan
Tesis
Lampiran 4
RINCIAN INFORMASI
Penjelasan mengenai Penelitian
PEMBERIAN MAGNESIUM SULFAT 20 MG/KGBB INTRAVENA SAMA
EFEKTIF DENGAN MEPERIDIN 0,5 MG/KGBB INTRAVENA DALAM
MENCEGAH MENGGIGIL PASCAANESTESI UMUM
Bapak/ibu Yth,
Di RSUP Sanglah Denpasar saat ini sedang dilakukan penelitian oleh tim
peneliti dari Bagian Ilmu Anestesi & Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Penelitian ini untuk mengetahui PEMBERIAN
MAGNESIUM SULFAT 20 MG/KGBB INTRAVENA SAMA EFEKTIF
DENGAN MEPERIDIN 0,5 MG/KGBB INTRAVENA DALAM
MENCEGAH MENGGIGIL PASCAANESTESI UMUM.
Pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum akan mengalami
menggigil (shivering) walaupun pasien selalu terjaga kehangatannya selama
operasi. Kejadian menggigil ini dapat berpotensi untuk terjadi sejumlah sekuele,
yaitu peningkatan konsumsi oksigen dan potensi produksi karbondioksida,
pelepasan katekolamin, gangguan fungsi jantung, peningkatan cardiac output,
takikardia, tekanan darah tinggi, dan peningkatan tekanan bola mata.
Selain itu efek dari kejadian menggigil dapat meningkatkan nyeri pasca
operasi karena terjadi peregangan jahitan operasi kemudian dapat timbul
perdarahan dan infeksi pada luka operasi.
Tujuan Penelitian :
Kami akan meneliti efektifitas magnesium sulfat 20 mg/kgBB intravena
dibandingkan dengan meperidin 0,5 mg/kgBB intravena dalam mencegah
menggigil pascaanestesi umum. Pemeriksaan meliputi observasi vital sign
(pemeriksaan fisik). Bila terjadi reaksi alergi, kami akan berikan Dipenhydramin
10 mg dan Dexametazone 10 mg intravena.
Manfaat untuk Bapak/ibu :
Pemberian obat/profilaksis tersebut bermanfaat untuk mengatasi kejadian
menggigil pascaanestesi, sehingga kerugian atau efek akibat kejadian menggigil
tersebut dapat dikurangi/dihindari.
Tindakan yang akan dialami oleh Bapak/ibu :
Setelah Bapak/ibu mengisi lembar informed consent, maka Bapak/ibu
akan diberi obat meperidin 0,5 mg/kgBB intravena atau magnesium sulfat 20
mg/kgBB intravena (sesuai random) setelah operasi dengan anestesi umum.
Dilakukan observasi vital sign termasuk suhu telinga sebelum dan setelah
intervensi obat.
Apabila Bapak/ibu bersedia ikut dalam penelitian ini, kami mohon
Bapak/ibu menandatangani surat persetujuan (informed consent). Data mengenai
Bapak/ibu akan kami rahasiakan. Demikian penjelasan ini kami sampaikan, dan
atas kesediaan Bapak/ibu kami ucapkan terima kasih. Bila ada hal-hal yang belum
jelas, Bapak/ibu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menanyakan
semua hal yang belum jelas tentang penelitian ini kepada peneliti. Bapak/ibu
dapat menghubungi peneliti dr. I Made Suanda Menara dengan nomor telepon
081337761133.
Hormat Kami,
Peneliti
dr. I Made Suanda Menara
Lampiran 5
FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN
(Informed Consent)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur : tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Pekerjaan :
Alamat :
Telah membaca dengan seksama keterangan (terlampir) yang berkenaan
dengan penelitian ini dan setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai
maksud, tujuan, dan manfaat penelitian ini, Saya mengerti dan bersedia ikut serta
dalam penelitian ini.
Disetujui oleh pasien,
Tempat, Tanggal,
……………., .………………
……………………………… …...………………………… Tanda Tangan dan Nama Jelas Tanda Tangan Saksi Keluarga
dan Nama Jelas
……………………………… …………………………….. Tanda Tangan Peneliti Tanda Tangan Saksi Pihak RS
Lampiran 6
PENCATATAN HASIL EVALUASI PENELITIAN
A. Identitas Penderita
Nomor RM :
Nama :
Umur : Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Diagnosa :
Jenis Operasi :
Status Fisik : ASA I / II
Tinggi Badan : cm
Berat badan : kg
IMT : kg/m2
Tanggal Pemeriksaan :
B. Vital Sign :
VITAL SIGN
5 menit
sebelum
induksi
5 menit
setelah
ekstubasi
10 menit
setelah
ekstubasi
15 menit
setelah
ekstubasi
TENSI
MAP
HR
RR
Saturasi O2
Suhu Telinga
C. Recovery Room
Derajat berat ringannya menggigil secara klinis dinilai (Skala 0 – 4) :
Nomor Urut :
Kode Perlakuan : A / B
0 : Tidak ada menggigil.
1 : Tremor intermiten dan ringan pada rahang dan otot-otot
leher.
2 : Tremor yang nyata pada otot-otot dada.
3 : Tremor intermiten seluruh tubuh.
4 : Aktifitas otot-otot seluruh tubuh sangat kuat dan terus
menerus.
Derajat menggigil : 0 / 1 / 2 / 3 / 4
Lama menggigil : ………… menit
Penginterpretasi Hasil,
………………………
Lampiran 8
HASILANALISIS SPSS
Klpk
Case Processing Summary
Klpk
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
IMT MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Tests of Normality
Klpk
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Usia MgSO4 .125 24 .200* .931 24 .102
Meperidin .132 24 .200* .917 24 .049
IMT MgSO4 .210 24 .008 .916 24 .047
Meperidin .110 24 .200* .964 24 .529
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Group Statistics
Klpk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Usia MgSO4 24 29.96 10.310 2.105
Meperidin 24 34.96 11.517 2.351
IMT MgSO4 24 21.0994 1.38243 .28219
Meperidin 24 21.8575 1.25543 .25626
Mann-Whitney Test
Ranks
Klpk N Mean Rank Sum of Ranks
Usia MgSO4 24 21.33 512.00
Meperidin 24 27.67 664.00
Total 48
IMT MgSO4 24 20.67 496.00
Meperidin 24 28.33 680.00
Total 48
Test Statisticsa
Usia IMT
Mann-Whitney U 212.000 196.000
Wilcoxon W 512.000 496.000
Z -1.569 -1.901
Asymp. Sig. (2-tailed) .117 .057
a. Grouping Variable: Klpk
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
J/K * Klpk 48 100.0% 0 .0% 48 100.0%
ASA * Klpk 48 100.0% 0 .0% 48 100.0%
J/K * Klpk
Crosstab
Klpk
MgSO4 Meperidin Total
J/K Laki-laki Count 12 11 23
% within Klpk 50.0% 45.8% 47.9%
Perempuan Count 12 13 25
% within Klpk 50.0% 54.2% 52.1%
Total Count 24 24 48
% within Klpk 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .083a 1 .773
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .084 1 .773
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .082 1 .775
N of Valid Cases 48
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
b. Computed only for a 2x2 table
ASA * Klpk
Crosstab
Klpk
MgSO4 Meperidin Total
ASA 1 Count 18 14 32
% within Klpk 75.0% 58.3% 66.7%
2 Count 6 10 16
% within Klpk 25.0% 41.7% 33.3%
Total Count 24 24 48
% within Klpk 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.500a 1 .221
Continuity Correctionb .844 1 .358
Likelihood Ratio 1.512 1 .219
Fisher's Exact Test .359 .179
Linear-by-Linear Association 1.469 1 .226
N of Valid Cases 48
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Klpk
Case Processing Summary
Klpk
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
TDS5pre MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
TDD5pre MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
MAP5pre MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
HR5pre MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
RR5pre MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
SaO25pre MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Suhu5pre MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
TDS5post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
TDD5post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
MAP5post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
HR5post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
RR5post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
SaO25post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Suhu5post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
TDS10post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
TDD10post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
MAP10post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
HR10post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
RR10post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
SaO210post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Suhu10post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
TDS15post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
TDD15post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
MAP15post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
HR15post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
RR15post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
SaO215post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Suhu15post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Tests of Normality
Klpk
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TDS5pre MgSO4 .149 24 .182 .970 24 .660
Meperidin .196 24 .018 .943 24 .190
TDD5pre MgSO4 .121 24 .200* .970 24 .658
Meperidin .096 24 .200* .981 24 .920
MAP5pre MgSO4 .167 24 .084 .967 24 .599
Meperidin .104 24 .200* .935 24 .124
HR5pre MgSO4 .164 24 .095 .924 24 .072
Meperidin .102 24 .200* .961 24 .451
RR5pre MgSO4 .214 24 .006 .821 24 .001
Meperidin .252 24 .000 .863 24 .004
SaO25pre MgSO4 .427 24 .000 .647 24 .000
Meperidin .539 24 .000 .209 24 .000
Suhu5pre MgSO4 .140 24 .200* .963 24 .499
Meperidin .152 24 .160 .966 24 .559
TDS5post MgSO4 .131 24 .200* .963 24 .512
Meperidin .097 24 .200* .947 24 .233
TDD5post MgSO4 .104 24 .200* .976 24 .822
Meperidin .115 24 .200* .968 24 .623
MAP5post MgSO4 .088 24 .200* .985 24 .970
Meperidin .167 24 .083 .947 24 .236
HR5post MgSO4 .120 24 .200* .973 24 .739
Meperidin .115 24 .200* .960 24 .448
RR5post MgSO4 .233 24 .002 .880 24 .008
Meperidin .294 24 .000 .753 24 .000
SaO25post MgSO4 .456 24 .000 .558 24 .000
Meperidin .463 24 .000 .493 24 .000
Suhu5post MgSO4 .166 24 .087 .941 24 .174
Meperidin .218 24 .005 .903 24 .025
TDS10post MgSO4 .126 24 .200* .962 24 .479
Meperidin .175 24 .055 .934 24 .122
TDD10post MgSO4 .131 24 .200* .957 24 .383
Meperidin .132 24 .200* .976 24 .821
MAP10post MgSO4 .091 24 .200* .973 24 .734
Meperidin .140 24 .200* .979 24 .885
HR10post MgSO4 .109 24 .200* .977 24 .844
Meperidin .127 24 .200* .962 24 .478
RR10post MgSO4 .319 24 .000 .789 24 .000
Meperidin .389 24 .000 .700 24 .000
SaO210post MgSO4 .375 24 .000 .688 24 .000
Meperidin .473 24 .000 .531 24 .000
Suhu10post MgSO4 .180 24 .042 .952 24 .298
Meperidin .190 24 .025 .933 24 .112
TDS15post MgSO4 .099 24 .200* .974 24 .757
Meperidin .120 24 .200* .955 24 .346
TDD15post MgSO4 .126 24 .200* .988 24 .987
Meperidin .089 24 .200* .978 24 .851
MAP15post MgSO4 .104 24 .200* .983 24 .945
Meperidin .100 24 .200* .968 24 .621
HR15post MgSO4 .145 24 .200* .954 24 .327
Meperidin .122 24 .200* .948 24 .250
RR15post MgSO4 .333 24 .000 .787 24 .000
Meperidin .393 24 .000 .739 24 .000
SaO215post MgSO4 .318 24 .000 .778 24 .000
Meperidin .463 24 .000 .493 24 .000
Suhu15post MgSO4 .135 24 .200* .971 24 .699
Meperidin .196 24 .018 .938 24 .150
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
T-Test
Group Statistics
Klpk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
TDS5pre MgSO4 24 121.96 11.896 2.428
Meperidin 24 124.71 11.377 2.322
TDD5pre MgSO4 24 73.92 8.880 1.813
Meperidin 24 73.33 8.360 1.706
MAP5pre MgSO4 24 91.08 9.486 1.936
Meperidin 24 90.92 7.801 1.592
HR5pre MgSO4 24 83.17 7.458 1.522
Meperidin 24 82.13 11.881 2.425
Suhu5pre MgSO4 24 36.8000 .35753 .07298
Meperidin 24 36.8833 .24789 .05060
TDS5post MgSO4 24 113.54 12.187 2.488
Meperidin 24 117.96 13.917 2.841
TDD5post MgSO4 24 69.88 9.962 2.034
Meperidin 24 71.75 12.273 2.505
MAP5post MgSO4 24 84.79 9.344 1.907
Meperidin 24 86.00 11.806 2.410
HR5post MgSO4 24 77.29 10.984 2.242
Meperidin 24 75.00 12.427 2.537
Suhu5post MgSO4 24 36.3167 .42801 .08737
Meperidin 24 36.2917 .35743 .07296
TDS10post MgSO4 24 113.96 11.555 2.359
Meperidin 24 117.21 11.680 2.384
TDD10post MgSO4 24 72.21 10.117 2.065
Meperidin 24 69.75 8.734 1.783
MAP10post MgSO4 24 86.04 9.822 2.005
Meperidin 24 85.67 8.776 1.791
HR10post MgSO4 24 76.29 10.752 2.195
Meperidin 24 74.25 12.109 2.472
RR10post MgSO4 24 14.04 1.197 .244
Meperidin 24 14.50 1.063 .217
SaO210post MgSO4 24 99.00 .511 .104
Meperidin 24 98.75 .532 .109
Suhu10post MgSO4 24 36.3917 .44126 .09007
Meperidin 24 36.3833 .28539 .05826
TDS15post MgSO4 24 113.67 10.520 2.147
Meperidin 24 117.13 10.522 2.148
TDD15post MgSO4 24 71.96 9.598 1.959
Meperidin 24 69.00 8.668 1.769
MAP15post MgSO4 24 85.50 9.882 2.017
Meperidin 24 84.38 7.400 1.511
HR15post MgSO4 24 76.67 9.485 1.936
Meperidin 24 72.75 12.323 2.515
RR15post MgSO4 24 13.88 1.191 .243
Meperidin 24 14.21 1.382 .282
SaO215post MgSO4 24 98.96 .624 .127
Meperidin 24 98.96 .359 .073
Suhu15post MgSO4 24 36.5333 .41564 .08484
Meperidin 24 36.5083 .26526 .05415
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
TDS5pre Equal variances
assumed
.479 .492 -.818 46 .417 -2.750 3.360
Equal variances not
assumed -.818 45.909 .417 -2.750 3.360
TDD5pre Equal variances
assumed
.005 .945 .234 46 .816 .583 2.490
Equal variances not
assumed .234 45.833 .816 .583 2.490
MAP5pre Equal variances
assumed
1.912 .173 .066 46 .947 .167 2.507
Equal variances not
assumed .066 44.346 .947 .167 2.507
HR5pre Equal variances
assumed
5.915 .019 .364 46 .718 1.042 2.863
Equal variances not
assumed .364 38.690 .718 1.042 2.863
Suhu5pre Equal variances
assumed
2.494 .121 -.938 46 .353 -.08333 .08881
Equal variances not
assumed -.938 40.962 .354 -.08333 .08881
TDS5post Equal variances
assumed
.347 .558 -1.170 46 .248 -4.417 3.776
Equal variances not
assumed -1.170 45.212 .248 -4.417 3.776
TDD5post Equal variances
assumed
1.091 .302 -.581 46 .564 -1.875 3.227
Equal variances not
assumed -.581 44.134 .564 -1.875 3.227
MAP5post Equal variances
assumed
.922 .342 -.393 46 .696 -1.208 3.073
Equal variances not
assumed -.393 43.693 .696 -1.208 3.073
HR5post Equal variances
assumed
.997 .323 .677 46 .502 2.292 3.386
Equal variances not
assumed .677 45.316 .502 2.292 3.386
Suhu5post Equal variances
assumed
1.369 .248 .220 46 .827 .02500 .11382
Equal variances not
assumed .220 44.583 .827 .02500 .11382
TDS10pos
t
Equal variances
assumed
.000 .983 -.969 46 .338 -3.250 3.354
Equal variances not
assumed -.969 45.995 .338 -3.250 3.354
TDD10pos
t
Equal variances
assumed
.662 .420 .901 46 .372 2.458 2.728
Equal variances not
assumed .901 45.041 .372 2.458 2.728
MAP10po
st
Equal variances
assumed
.334 .566 .139 46 .890 .375 2.689
Equal variances not
assumed .139 45.428 .890 .375 2.689
HR10post Equal variances
assumed
.543 .465 .618 46 .540 2.042 3.306
Equal variances not
assumed .618 45.365 .540 2.042 3.306
RR10post Equal variances
assumed
.404 .528 -1.402 46 .168 -.458 .327
Equal variances not
assumed -1.402 45.368 .168 -.458 .327
SaO210po
st
Equal variances
assumed
1.622 .209 1.661 46 .103 .250 .150
Equal variances not
assumed 1.661 45.927 .103 .250 .150
Suhu10po
st
Equal variances
assumed
5.465 .024 .078 46 .938 .00833 .10727
Equal variances not
assumed .078 39.377 .938 .00833 .10727
TDS15pos
t
Equal variances
assumed
.077 .782 -1.139 46 .261 -3.458 3.037
Equal variances not
assumed -1.139 46.000 .261 -3.458 3.037
TDD15pos
t
Equal variances
assumed
.314 .578 1.121 46 .268 2.958 2.640
Equal variances not
assumed 1.121 45.530 .268 2.958 2.640
MAP15po
st
Equal variances
assumed
1.502 .227 .446 46 .657 1.125 2.520
Equal variances not
assumed .446 42.625 .658 1.125 2.520
HR15post Equal variances
assumed
2.792 .102 1.234 46 .224 3.917 3.174
Equal variances not
assumed 1.234 43.173 .224 3.917 3.174
RR15post Equal variances
assumed
.054 .818 -.895 46 .375 -.333 .372
Equal variances not
assumed -.895 45.014 .376 -.333 .372
SaO215po
st
Equal variances
assumed
4.237 .045 .000 46 1.000 .000 .147
Equal variances not
assumed .000 36.697 1.000 .000 .147
Suhu15po
st
Equal variances
assumed
5.350 .025 .248 46 .805 .02500 .10065
Equal variances not
assumed .248 39.070 .805 .02500 .10065
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
TDS5pre Equal variances assumed -9.513 4.013
Equal variances not assumed -9.514 4.014
TDD5pre Equal variances assumed -4.428 5.594
Equal variances not assumed -4.428 5.595
MAP5pre Equal variances assumed -4.880 5.213
Equal variances not assumed -4.885 5.218
HR5pre Equal variances assumed -4.722 6.805
Equal variances not assumed -4.752 6.835
Suhu5pre Equal variances assumed -.26209 .09542
Equal variances not assumed -.26269 .09602
TDS5post Equal variances assumed -12.018 3.184
Equal variances not assumed -12.021 3.188
TDD5post Equal variances assumed -8.370 4.620
Equal variances not assumed -8.377 4.627
MAP5post Equal variances assumed -7.395 4.978
Equal variances not assumed -7.404 4.987
HR5post Equal variances assumed -4.523 9.106
Equal variances not assumed -4.526 9.109
Suhu5post Equal variances assumed -.20412 .25412
Equal variances not assumed -.20431 .25431
TDS10post Equal variances assumed -10.001 3.501
Equal variances not assumed -10.001 3.501
TDD10post Equal variances assumed -3.033 7.950
Equal variances not assumed -3.036 7.953
MAP10post Equal variances assumed -5.037 5.787
Equal variances not assumed -5.039 5.789
HR10post Equal variances assumed -4.612 8.695
Equal variances not assumed -4.615 8.698
RR10post Equal variances assumed -1.116 .200
Equal variances not assumed -1.116 .200
SaO210post Equal variances assumed -.053 .553
Equal variances not assumed -.053 .553
Suhu10post Equal variances assumed -.20759 .22425
Equal variances not assumed -.20857 .22524
TDS15post Equal variances assumed -9.572 2.655
Equal variances not assumed -9.572 2.655
TDD15post Equal variances assumed -2.356 8.272
Equal variances not assumed -2.357 8.274
MAP15post Equal variances assumed -3.948 6.198
Equal variances not assumed -3.959 6.209
HR15post Equal variances assumed -2.473 10.306
Equal variances not assumed -2.484 10.317
RR15post Equal variances assumed -1.083 .416
Equal variances not assumed -1.084 .417
SaO215post Equal variances assumed -.296 .296
Equal variances not assumed -.298 .298
Suhu15post Equal variances assumed -.17759 .22759
Equal variances not assumed -.17857 .22857
Klpk
Case Processing Summary
Klpk
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
RR5pre MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
SaO25pre MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
RR5post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
SaO25post MgSO4 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Meperidin 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
Descriptives
Klpk Statistic Std. Error
RR5pre MgSO4 Mean 14.29 .304
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 13.66
Upper Bound 14.92
5% Trimmed Mean 14.32
Median 14.00
Variance 2.216
Std. Deviation 1.488
Minimum 12
Maximum 16
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness -.290 .472
Kurtosis -1.061 .918
Meperidin Mean 15.21 .301
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 14.59
Upper Bound 15.83
5% Trimmed Mean 15.21
Median 16.00
Variance 2.172
Std. Deviation 1.474
Minimum 12
Maximum 18
Range 6
Interquartile Range 2
Skewness .053 .472
Kurtosis -.288 .918
SaO25pre MgSO4 Mean 99.17 .098
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 98.96
Upper Bound 99.37
5% Trimmed Mean 99.18
Median 99.00
Variance .232
Std. Deviation .482
Minimum 98
Maximum 100
Range 2
Interquartile Range 0
Skewness .519 .472
Kurtosis 1.057 .918
Meperidin Mean 98.92 .083
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 98.74
Upper Bound 99.09
5% Trimmed Mean 99.00
Median 99.00
Variance .167
Std. Deviation .408
Minimum 97
Maximum 99
Range 2
Interquartile Range 0
Skewness -4.899 .472
Kurtosis 24.000 .918
RR5post MgSO4 Mean 14.67 .354
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 13.93
Upper Bound 15.40
5% Trimmed Mean 14.63
Median 14.00
Variance 3.014
Std. Deviation 1.736
Minimum 12
Maximum 18
Range 6
Interquartile Range 2
Skewness .129 .472
Kurtosis -.475 .918
Meperidin Mean 14.88 .236
95% Confidence Interval for Lower Bound 14.39
Mean Upper Bound 15.36
5% Trimmed Mean 14.95
Median 14.50
Variance 1.332
Std. Deviation 1.154
Minimum 12
Maximum 16
Range 4
Interquartile Range 2
Skewness -.478 .472
Kurtosis -.493 .918
SaO25post MgSO4 Mean 99.08 .083
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 98.91
Upper Bound 99.26
5% Trimmed Mean 99.08
Median 99.00
Variance .167
Std. Deviation .408
Minimum 98
Maximum 100
Range 2
Interquartile Range 0
Skewness .716 .472
Kurtosis 3.673 .918
Meperidin Mean 98.96 .073
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 98.81
Upper Bound 99.11
5% Trimmed Mean 98.96
Median 99.00
Variance .129
Std. Deviation .359
Minimum 98
Maximum 100
Range 2
Interquartile Range 0
Skewness -.646 .472
Kurtosis 6.341 .918
Mann-Whitney Test
Ranks
Klpk N Mean Rank Sum of Ranks
RR5pre MgSO4 24 20.90 501.50
Meperidin 24 28.10 674.50
Total 48
SaO25pre MgSO4 24 26.92 646.00
Meperidin 24 22.08 530.00
Total 48
RR5post MgSO4 24 23.46 563.00
Meperidin 24 25.54 613.00
Total 48
SaO25post MgSO4 24 25.90 621.50
Meperidin 24 23.10 554.50
Total 48
Test Statisticsa
RR5pre SaO25pre RR5post SaO25post
Mann-Whitney U 201.500 230.000 263.000 254.500
Wilcoxon W 501.500 530.000 563.000 554.500
Z -1.909 -1.951 -.558 -1.126
Asymp. Sig. (2-tailed) .056 .051 .577 .260
a. Grouping Variable: Klpk
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Derajatmenggigil * Klpk 48 100.0% 0 .0% 48 100.0%
Derajatmenggigil * KlpkCrosstabulation
Klpk
MgSO4 Meperidin Total
Derajatmenggigil Tidakmenggigil Count 21 22 43
% within Klpk 87.5% 91.7% 89.6%
Ringan Count 3 2 5
% within Klpk 12.5% 8.3% 10.4%
Total Count 24 24 48
% within Klpk 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .223a 1 .637
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .225 1 .636
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .219 1 .640
N of Valid Cases 48
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Derajatmenggigil
(Tidakmenggigil / Ringan)
.636 .096 4.197
For cohort Klpk = MgSO4 .814 .374 1.773
For cohort Klpk = Meperidin 1.279 .420 3.891
N of Valid Cases 48