Top Banner
TESIS HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DENGAN KADAR INTERLEUKIN-6 PADA PASIEN FRAKTUR TULANG PANJANG DENGAN POLITRAUMA PADA HARI PERTAMA, KETIGA, DAN KELIMA MADE AGUS MAHARJANA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
88

made agus maharjana

Dec 09, 2016

Download

Documents

vonhu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: made agus maharjana

TESIS

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DENGAN KADAR

INTERLEUKIN-6 PADA PASIEN FRAKTUR TULANG

PANJANG DENGAN POLITRAUMA PADA HARI

PERTAMA, KETIGA, DAN KELIMA

MADE AGUS MAHARJANA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Page 2: made agus maharjana

ii

TESIS

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DENGAN KADAR

INTERLEUKIN-6 PADA PASIEN FRAKTUR TULANG

PANJANG DENGAN POLITRAUMA PADA HARI

PERTAMA, KETIGA, DAN KELIMA

MADE AGUS MAHARJANA

NIM 1114118104

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Page 3: made agus maharjana

iii

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DENGAN KADAR

INTERLEUKIN-6 PADA PASIEN FRAKTUR TULANG

PANJANG DENGAN POLITRAUMA PADA HARI

PERTAMA, KETIGA, DAN KELIMA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MADE AGUS MAHARJANA

NIM 1114118104

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Page 4: made agus maharjana

iv

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL, 25 April 2016

Mengetahui,

Pembimbing I,

Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, Sp.B, Sp.OT (K)

NIP 19480909 197903 1 002

Pembimbing II,

dr. K.G Mulyadi Ridia, Sp.OT (K)

NIP 196002011986101001

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Dr. dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK

NIP 19580521198503 1 002

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S (K)

NIP 19590215 198510 2 001

Page 5: made agus maharjana

v

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 7 April 2006

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

1409/UN14.4/HK/2016 tertanggal 5 April 2016

Ketua : Prof. Dr.dr. Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT (K), FICS

Anggota :

1. Prof. Dr. dr. Ketut Siki Kawiyana, Sp.B, Sp.OT (K)

2. dr. I Wayan Suryanto Dusak, Sp.OT (K)

3. dr. K.G. Mulyadi Ridia, Sp.OT (K)

4. dr. I Ketut Suyasa, Sp.B, Sp.OT (K)

Page 6: made agus maharjana

vi

Page 7: made agus maharjana

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis

dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul Hubungan Kadar

Glukosa Darah dengan Kadar Interleukin-6 pada Pasien Fraktur Tulang

Panjang dengan Politrauma Hari Pertama, Ketiga, dan Kelima.

Adapun penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam

mengikuti program Magister Combined Degree, Program Studi Biomedik

Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. I Ketut Siki Kawiyana, SpB, SpOT (K) sebagai Ketua

Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana – Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

dan atas bimbingannya dalam penyusunan penelitian ini.

2. Dr. I Ketut Suyasa, Sp.B, Sp.OT (K) Spine sebagai Kepala Bagian

Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana- Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

3. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S (K) sebagai direktur program pasca

sarjana atas kesempatannya untuk mengikuti program pasca sarjana

Universitas Udayana.

4. Dr. dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK sebagai ketua

program studi ilmu biomedik program pasca sarjana Universitas

Udayana.

Page 8: made agus maharjana

viii

5. Dr. K.G Mulyadi Ridia, Sp.OT (K) Spine atas bimbingannya dalam

penyusunan proposal penelitian ini.

6. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT, M.Kes atas bimbingannya dalam

penyusunan penelitian ini.

7. Dr. A.A Wiradewi Lestari, Sp.PK dan staf atas bimbingan dalam

bidang patologi klinik.

8. Seluruh staf pengajar Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana – Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Denpasar atas dukungannya terhadap penelitian ini.

9. Rekan-rekan residen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana atas masukan dan dukungan dalam

penyusunan penelitian ini.

10. Keluarga atas dukungan dan pengertiannya selama penulis menjalani

proses pendidikan.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penelitian ini, oleh karena

itu penulis menerima saran dan kritik dari siapapun. Semoga Tuhan yang Maha

Esa senantiasa melimpahkan segenap dan seluruh rahmatNya.

Denpasar, Maret 2016

Penulis

Page 9: made agus maharjana

ix

ABSTRAK

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DENGAN KADAR SITOKIN IL-6

PADA PASIEN FRAKTUR TULANG PANJANG DENGAN

POLITRAUMA PADA HARI PERTAMA, KETIGA DAN KELIMA

Pendahuluan:Politrauma tidak hanya menimbulkan kerusakan pada organ yang

terkena namun dapat menimbulkan efek sistemik pada organ jauh karena proses

inflamasi. Nyeri dan stress akibat politrauma menyebabkan terjadinya perubahan

pada neuroendokrin, neuroimunologi dan metabolik. Perubahan neuroendokrin

ditandai dengan pelepasan hormon kontraregulasi yang menimbulkan efek

peningkatan kadar glukosa darah. Sedangkan pada neuroimunologi ditandai

dengan pelepasan beberapa sitokin proinflamasi, salah satunya yang paling

reliabel dan spesifik adalah IL-6. Beberapa penelitian tentang glukosa dan Il-6

telah dilakukan pada politrauma namun belum pernah dilakukan penelitian untuk

menilai hubungan antara keduanya.

Metode:Penelitian ini merupakan suatu penelitian cross sectional longitudinal

untuk mencari korelasi antara kadar glukosa dengan kadar sitokin IL-6 pada hari

pertama, ketiga dan kelima pada pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma.

Glukosa diperiksa dengan metode spektrofotometri sedangkan IL-6 diperiksa

dengan metode ELISA.

Hasil:22 pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma, usia 14-55 (mean 34

th), tanpa riwayat diabetes dengan kadar HbA1C normal (mean 5,08 %) yang

masuk ke IRD Bedah RSUP Sanglah, diperiksa kadar glukosa darah dan IL-6

pada hari pertama, ketiga dan kelima. Didapatkan korelasi yang kuat dan

signifikan pada hari pertama dan hari kelima (5,07 dan 5,20, p:0,016, p:0,013 ; p:

0,05). Tidak didapatkan korelasi signifikan pada hari ketiga, meskipun didapatkan

rerata tertinggi pada hari ketiga pada kadar glukosa dan IL-6.

Diskusi:Dari hasil analisa statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar

glukosa darah dapat dijadikan surrogate marker sitokin IL-6 pada hari pertama

dan kelima pada pasien politrauma dengan fraktur tulang panjang.

Kata kunci: glukosa, IL-6, politrauma, fraktur tulang panjang.

Page 10: made agus maharjana

x

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN GLUCOSE SERUM LEVEL

AND CITOKINE LEVEL IL-6 IN PATIENT WITH LONG

BONE FRACTURE AND POLITRAUMA AT FIRST, THIRD

AND FIFTH DAY

Introduction:Politrauma is not only damage the affected organ but also has

systemic effect to the distance organ because of the inflammatory process. Pain

and stress due to polytrauma result in neuroendocrine, neuroimmunology and

metabolic change. Neuroendocrine change marked by release of countraregulatory

hormones which increase glucose serum level. While neuroimmunology marked

by released of proinflammatory cytokines, one of the most reliable and spesific

cytokine is IL-6. Several study of glucose and Il-6 have been performed on

polytrauma but research to find the correlation between both of them never done.

Method:This is a longitudinal cross sectional study to find the correlation

between glucose level and IL-6 at the first, third, and fifth day in patients with

long bone fracture and polytrauma. Glucose level is cheked by spectrophotometry

and IL-6 level is measured by ELISA.

Result:22 patients with long bone fracture and politrauma, age range 14-55(mean

34 yr), no history of diabetes mellitus with normal HbA1C level (mean 5,08 %)

which admitted to emergency room RSUP Sanglah. Both glucose level and IL-6 is

measured at first, third, and fifth day. There was strong and significant correlation

between glucose and IL-6 at first and fifth day (5,07 dan 5,20, p:0,016, p:0,013 ;

p: 0,05). There is no significant correlation at third day although the highest mean

were found at third day.

Discussion:From the results of the statistic analysis it can be concluded that blood

glucose level can be a surrogate marker of the Il-6 at the first and fifth day in

patient polytrauma with long bone fracture.

Keywords: glucose, IL-6, polytrauma, long bone fracture.

Page 11: made agus maharjana

xi

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i

Lembar Pengesahan .......................................................................................... iii

Surat bebas plagiat……………………………………………………………… vi

Kata Pengantar ................................................................................................... vii

Abstrak ............................................................................................................... ix

Daftar Isi ............................................................................................................ xi

Daftar Gambar .................................................................................................... xv

DaftarTabel ........................................................................................................ xvi

Daftar Lampiran ................................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 4

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5

1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................. 5

1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 6

2.1 Politrauma .................................................................................................... 6

2.2 Injury Severity Score .................................................................................... 8

2.3 Penatalaksanaan Politrauma dengan Fraktur ............................................... 9

Page 12: made agus maharjana

xii

2.4 Respon Inflamasi dalam Trauma ................................................................. 12

2.5 Peran IL-6 dalam Inflamasi .......................................................................... 15

2.6 Metabolisme Normal Glukosa ..................................................................... 17

2.7 Metabolisme Glukosa dalam Inflamasi dan Trauma ................................... 18

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS .................... 23

3.1 Kerangka Berpikir ........................................................................................ 23

3.2 Kerangka Konsep ......................................................................................... 24

3.3 Hipotesis ....................................................................................................... 25

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 26

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................... 26

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 26

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 26

4.4 Populasi dan Sampel .................................................................................... 27

4.4.1 Populasi Penelitian ............................................................................. 27

4.4.2 Sampel Penelitian ............................................................................... 27

4.4.3 Kriteria Inklusi Sampel ...................................................................... 27

4.4.4 Kriteria Eksklusi Sampel ................................................................... 27

4.4.5 Kriteria Drop Out .............................................................................. 28

4.4.6 Cara Pengambilan Sampel ................................................................. 28

4.4.7 Besar Sampel ..................................................................................... 28

4.5 Variabel Penelitian ....................................................................................... 29

4.5.1 Definisi Operasional Variabel ............................................................ 29

4.6 Instrumen Penelitian..................................................................................... 30

Page 13: made agus maharjana

xiii

4.7 Prosedur Penelitian....................................................................................... 30

4.8 Alur Penelitian ............................................................................................. 32

4.9 Analisis Data ................................................................................................ 33

BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………34

5.1 Analisis Sampel ............................................................................................ 34

5.2 Analisis Deskriptif ....................................................................................... 35

5.2.1 Data Karakteristik Sampel Penelitian ................................................ 35

5.2.2 Data Rerata Kadar Glukosa hari I, III, dan V .................................... 36

5.2.3 Data Rerata Kadar Sitokin IL-6 hari I, III, dan V .............................. 37

5.3 Analisis Inferensial....................................................................................... 38

5.3.1. Uji Normalitas ................................................................................... 38

5.3.2 Uji Korelasi dengan Spearman Test................................................... 39

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 40

6.1 Analisis Sampel ............................................................................................ 40

6.2 Karakteristik Sampel Penelitian…………………………….........................40

6.3 Kadar Glukosa hari I, III dan ke V ............................................................... 41

6.4 Kadar Sitokin IL-6 hari I, III dan V ............................................................. 42

6.5 Korelasi kadar Glukosa dengan IL-6 hari I, III dan V ................................. 44

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………. .................................. 46

7.1 Simpulan ...................................................................................................... 46

7.2 Saran ............................................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 47

Page 14: made agus maharjana

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Penghitungan ISS ................................................................... 8

Gambar 2.2 Algoritma Penanganan Politrauma.................................................... 10

Gambar 2.3 Respon Host Pada Trauma ................................................................ 13

Gambar 2.4 Mekanisme Stress Mempengaruhi Hiperglikemia ............................ 21

Gambar 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 24

Gambar 4.1 Alur Penelitian................................................................................... 32

Page 15: made agus maharjana

xv

DAFTAR TABEL

2.1 Timing Pembedahan Dalam Politrauma ......................................................... 11

4.1 Nilai Korelasi Menurut de Vaus (2002)…………………………………….. 33

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian……………………………………………...35

5.2 Kadar Glukosa hari I, III, V………………………………………………… 36

5.3 Perbedaan Rerata Glukosa hari I, III dan V………………………………… 36

5.4 Kadar Sitokin IL-6 hari I, III, V……………………………………………. 37

5.5 Perbedaan Rerata IL-6 hari I, III, V……………………………………....... 37

5.6 Uji Normalitas Data Glukosa dan Sitokin IL-6…………………………… 38

5.7 Uji Korelasi Glukosa dengan Sitokin IL-6 dengan Spearman Test….………..39

Page 16: made agus maharjana

xvi

DAFTAR GRAFIK

6.1 Perbandingan rerata glukosa dan IL-6 hari I, III dan V……………………...45

Page 17: made agus maharjana

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran.1 Kuesioner Penelitian .......................................................................... 50

Lampiran.2 Informed Consent Penelitian ............................................................. 52

Lampiran 3 Ethical Clearance………………………………………………… 54

Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian……………………………………………… 55

Lampiran 5 Prosedur Penelitian……………………………………………… 56

Lampiran 6 Sampel Penelitian………………………………………………….. 58

Lampiran 7 Data Hasil Penelitian……………………………………................. 59

Page 18: made agus maharjana

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Politrauma merupakan suatu istilah yang digunakan pada suatu trauma

yang mengenai banyak sistem organ. Merupakan suatu sindrom trauma multipel

dengan Injury Severity Score (ISS) > 17. Penatalaksanaan politrauma masih

merupakan masalah yang belum terpecahkan dalam bidang kesehatan.

Politrauma tidak hanya menimbulkan kerusakan pada sistem organ yang

terkena, namun juga menimbulkan reaksi inflamasi sistemik yang dapat

menimbulkan kegagalan multiorgan (Trentz, 2000). Politrauma merupakan

penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada negara maju dan berkembang.

Penyebab utama kematian pada penduduk di bawah usia 45 tahun, angka insiden

politrauma semakin mengalami peningkatan (Payal dkk, 2013).

Politrauma sering merupakan hasil dari cedera energi tinggi. Salah satu

komponen utama dalam politrauma adalah fraktur (Nicola, 2013). Cedera pada

tulang dan jaringan lunak memberikan kontribusi stres, nyeri dan perdarahan.

Stress dan nyeri merupakan rangsangan yang poten menyebabkan perubahan

neuroendokrin, neuroimunologi dan metabolik (Trentz, 2000). Stres pada

politrauma menyebabkan pengaktifan mekanisme mediator inflamasi dan

hypothalamic-pituitary axis (HPA) (Xiu dkk, 2014). Perubahan neuroendokrin

muncul akibat pelepasan contraregulatory hormone seperti glukagon, growth

hormone, cathecolamine, glucorticoid, baik secara endogen maupun eksogen

Page 19: made agus maharjana

2

(McCowen, 2001). Hal ini menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah.

Hiperglikemia ringan dan sedang, merupakan suatu mekanisme protektif untuk

menyediakan bahan bakar sistem imun dan otak pada kondisi stres (Marik dan

Belomo, 2013).

Perubahan neuroimunologi pada politrauma dimulai dengan pengaktifan

respon inflamasi tubuh. Berdasarkan two hit theory hal ini dapat disebabkan baik

oleh first hit maupun pada second hit (Keel and Trentz, 2005; Craig, 2005). Pada

politrauma terjadi ketidakseimbangan antara sitokin pro dan antiinflamasi. Sitokin

proinflamasi diantaranya adalah tumor necrosis factor- α(TNF-α), interleukin-1β

(IL-1β), interleukin 6 (IL-6), interleukin-8 (IL-8), macrofag migratory factor

(MMF), neutrofil activating peptide (NAF), interferon-ϒ (IFN-ϒ), interleukin

12,18(IL-12, IL-18) (Keel dan Trentz, 2005). Sitokin ini membawa tubuh ke arah

SIRS (systemic inflammatory response syndrome). Sitokin dapat digunakan

sebagai biomarker inflamasi dalam politrauma, diantaranya yang paling reliable

adalah IL-6 (Craig, 2005). IL-6 adalah sitokin subakut dalam trauma. Terdapat

peningkatan IL-6 pada pasien dengan politrauma dengan ISS > 25 (Craig, 2005).

Serum level IL-6 banyak diteliti, berkorelasi dengan skor ISS, insiden MODS,

sepsis dan luaran akhir (Keel dan Trentz, 2005).

Reaksi inflamasi, neuroendokrin dan metabolik terjadi secara simultan dan

segera setelah terjadinya trauma. Belum didapatkan penelitian yang menjelaskan

pengaruh satu dengan yang lain. Respon inflamasi segera terjadi akibat sitokin

proinflamasi hiperakut, dan kemudian akan dipertahankan oleh sitokin subakut

seperti IL-6 (Keel dan Trentz, 2005). Cedera kepala berat, perdarahan, keadaan

Page 20: made agus maharjana

3

syok menyebabkan rangsangan aferen kepada hipotalamus. Kemoreseptor pada

sistem saraf pusat sensitif terhadap hipoksia, hipoglikemia, dan hiperkapnia

berperan dalam respon neuroendokrin. Baroreseptor yang sensitif akibat

terjadinya hipovolemia, memberikan rangsangan pada sistem simpatik-adrenal,

sistem renin angiotensin. Hal ini berakibat pada peningkatan kadar glukosa darah

segera setelah trauma, atau menimbulkan keadaan hiperglikemia (Keel dan

Trentz, 2005). Beberapa penelitian mendapatkan bahwa keadaan hiperglikemia ini

juga dipertahankan melalui sitokin proinflamasi IL-6 yang berperan terhadap

metabolisme glukosa melalui resistensi insulin (Xiu dkk, 2014). Namun penelitian

invitro menemukan sebaliknya bahwa kondisi hiperglikemia menghambat

beberapa sitokin, yang salah satunya adalah IL-6 (Xiu dkk, 2014). Keadaan

hiperglikemia ini mempengaruhi status fisiologis pasien dengan politrauma.

Status fisiologik dan metabolik pasien politrauma dari hari ke hari dibagi

menjadi tiga fase menurut Cuthberson 1942, yaitu fase ebb (shock) pada 24 jam

pertama, fase flow (catabolic stage) beberapa hari sampai 2 minggu, dan fase

reparatif, yaitu dimulainya fase anabolik diatas 2 minggu (Keel dan Trentz, 2005).

Berdasarkan hal ini, Trentz membuat suatu tabel untuk menentukan prioritas dan

waktu pembedahan pada pasiendengan politrauma. Hari pertama adalah waktu

untuk melakukan early total care atau damage control, hari kekedua dan ketiga

adalah fase hiperinflamasi, hari ke kelima sampai kesepuluh merupakan window

of opportunity dalam melakukan pembedahan, sedangkan diatas 2 minggu adalah

fase hipoinflamasi (Trentz, 2000). Pengaturan energi melalui proses katabolisme

akan sangat penting dalam mempengaruhi sistem imun. Berdasarkan hal tersebut,

Page 21: made agus maharjana

4

peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara kadar glukosa dengan

kadar IL-6 sebagai biomarker inflamasi, dalam setiap fase politrauma.

Untuk menentukan kondisi inflamasi dengan menggunakan IL-6 kurang

praktis bila digunakan pada saat awal cedera. Biaya yang diperlukan untuk

pemeriksaan ini juga cukup mahal. Apabila kadar glukosa dan IL-6 memiliki

korelasi yang kuat pada setiap fase politrauma, maka pemeriksaan kadar glukosa

darah pada pasien dengan politrauma dapat menjadi pemeriksaan sederhana yang

dapat meramalkan inflamasi dan merencanakan tindakan pada pasien fraktur

tulang panjang dengan politrauma.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka disusun

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar IL-6

pada pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma di hari pertama ?

2. Apakah terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar IL-6

pada pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma di hari ketiga ?

3. Apakah terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar IL-6

pada pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma di hari kelima ?

Page 22: made agus maharjana

5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar IL-6 pada pasien

fraktur tulang panjang dengan politrauma.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui hubungan kadar glukosa darah dengan IL-6 pasien fraktur tulang

panjang dengan politrauma pada hari ke pertama, ketiga dan kelima.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang hubungan kadar glukosa

darah dengan kadar IL-6 pada pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma.

1.4.2 Manfaat praktis

Kadar glukosa darah dapat digunakan sebagai surrogate marker kenaikan

IL-6 pasien dengan fraktur tulang panjang dengan politrauma.

Page 23: made agus maharjana

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Politrauma

Politrauma dapat didefinisikan sebagai cedera pada minimal dua sistem organ yang

menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Secara lebih khusus, politrauma adalah

suatu sindrom dari cedera multipel dengan derajat keparahan yang cukup tinggi (ISS

>17) yang disertai dengan reaksi sistemik akibat trauma yang kemudian akan

menimbulkan terjadinya disfungsi atau kegagalan dari organ yang letaknya jauh dan

sistem organ yang vital yang tidak mengalami cedera akibat trauma secara langsung

(Trentz, 2000).

Trauma merupakan masalah kesehatan yang cukup serius dan merupakan

salah satu penyebab utama dari kematian pada usia dibawah 40 tahun (Nicola, 2013).

Trauma menyebabkan kematian pada hampir 16.000 orang diseluruh dunia setiap

harinya atau sekitar 5,6 juta kematian pertahun (Barkin dkk, 1998; Tebby dkk 2014).

Di Amerika Serikat, diperkirakan 12.400 orang meninggal dunia setiap bulannya oleh

karena trauma. Pria lebih banyak yang mengalami trauma (60-80% dari kasus yang

terjadi) daripada wanita (Barkin dkk, 1998). Kematian akibat politrauma

menggunakan AIS/ISS menunjukkan insiden 25-50 per 100.000 penduduk tiap tahun

di benua eropa dan lebih dari 70 di Kanada (Tebby dkk, 2014)

Page 24: made agus maharjana

7

Mekanisme cedera adalah hal yang penting untuk diketahui. Dengan

mengetahui hal ini, dokter dapat memprediksi apakah pasien yang datang dengan

risiko besar terjadinya trauma mayor. Selain itu dapat diramalkan kerusakan organ

yang diakibatkan. Hal ini diperlukan untuk memfokuskan penanganan, karena

penanganan awal politrauma ditentukan pada jam pertama pertolongan. Waktu yang

disebut dengan golden hour of trauma (Payal dkk, 2013).

Penyebab utama politrauma pada penduduk sipil adalah kecelakaan lalu lintas

(Payal dkk, 2013). Barkin dkk, 1998 membuat suatu tabel yang berisikan mekanisme

cedera dan cedera yang diantisipasi. Mekanisme cedera diklasifikasikan menjadi

kecelakaan mobil, pejalan kaki, jatuh, trauma tajam dan cedera lain-lain, dengan pola

cedera yang berbeda sesuai dengan mekanismenya.

Suatu dashboard injury akan menyebabkan cedera dislokasi panggul, fraktur

panggul, fraktur femur, dan fraktur acetabulum berbeda dengan pola akibat benturan

pada jendela mobil yang sering menyebabkan cedera kepala, fraktur tulang wajah,

fraktur tengkorak, fraktur tulang leher. Atau pasien yang terjatuh dalam posisi

supinasi akan berbeda pola dengan pasien yang jatuh dalam posisi pronasi, dengan

kepala terlebih dahulu dan posisi berdiri (Barkin dkk, 1998). Penelitian Boyle dkk

menunjukkan dari 10 kriteria yang digunakan sebagai mekanisme cedera trauma

mayor, hanya dua yang mendapatkan hasil yang signifikan dalam menyebabkan

trauma mayor. Mekanisme tersebut adalah jatuh dari ketinggian 5 meter, dan

terjebaknya pasien dalam sebuah kendaraan dalam kecelakaan lalu lintas > 30 menit

(Boyle dkk, 2008).

Page 25: made agus maharjana

8

2.2 Injury Severity Score (ISS)

ISS merupakan suatu anatomical scoring system yang dapat memberikan penilaian

pasien dengan multiple trauma. Setiap cedera diberi Abbreviated Injury Scale (AIS)

score dan dialokasikan ke salah satu dari enam regio pada tubuh pasien (kepala,

wajah, thorak, abdomen, ekstremitas (termasuk pelvis), serta struktur eksternal).

Hanya AIS score yang tertinggi di masing-masing regio tubuh yang digunakan.

Kemudian dari AIS score tiga regio tubuh yang memiliki cedera terparah

dikuadratkan dan dijumlahkan sehingga menghasilkan ISS (Chawda dkk, 2014).

Gambar 2.1 Contoh perhitungan ISS Score

ISS mempunyai rentang antara 1-75. Seseorang dikatakan mengalami

politrauma bila ISS lebih dari atau sama dengan 17 (Trentz 2000; Chawda dkk,

2004). ISS mempunyai keterbatasan, yaitu jumlah dari cedera yang diperhitungkan

hanya berjumlah tiga, yang masing-masing berasal dari tiga regio tubuh yang

memiliki cedera terparah, sehingga akan terjadi underscoring bila pada pasien

tersebut terdapat lebih dari satu cedera yang signifikan pada satu regio tubuh dan atau

lebih dari tiga regio tubuh.

Page 26: made agus maharjana

9

2.3 Penatalaksanaan Politrauma dengan Fraktur

Kematian akibat politrauma berdasarkan waktu memiliki distribusi trimodal.

Distribusi tersebut adalah immediate, early, dan late. Dengan angka tertinggi

kematian didapatkan pada fase immediate (dalam 1 jam pertama), maka tujuan utama

dari penanganan awal pasien multiple trauma adalah untuk mempertahankan hidup

(life saving). Prioritas awal adalah resusitasi untuk memastikan perfusi dan

oksigenasi yang adekuat ke semua organ vital. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara

konservatif seperti intubasi, ventilasi, dan volume replacement sesuai dengan

protokol Advanced Trauma and Life Support (ATLS). Bila dengan cara konservatif

tidak bisa memberikan respon yang positif maka dapat dilakukan immediate life-

saving surgery (Rockwood, 2006).

Pasien politrauma dengan orthopedi dapat dibagi menjadi 4 grup : stable,

borderline, unstable dan in extremis (Craig dkk, 2005). Peningkatan pengetahuan

terhadap patofisiologi politrauma sangatlah membantu mengidentifikasi

permasalahan yang muncul. Tiga triad letal dalam trauma adalah hipotermi,

koagulopati dan asidosis harus mendapatkan perhatian (Keel dan Trentz, 2005).

Pasien stabil dapat dilakukan penanganan definitif orthopedi, sedangkan pasien

unstable harus dilakukan damage control orthopaedic (Craig dkk, 2005). Hal ini

bertujuan untuk memfasilitasi dilakukan stabilisasi fungsi fisiologis pasien di ICU,

untuk persiapan pembedahan definitif bila kondisi pasien memungkinkan(Trentz,

2000). Pasien borderline mendapatkan perhatian karena sulit didefinisikan. Dibawah

ini (gambar 2.2) adalah algoritma penanganan politrauma.

Page 27: made agus maharjana

10

Gambar 2.2 Algoritma penanganan politrauma (Trentz, 2000)

Konsep pendekatan dan penanganan fraktur pada pasien politrauma

mengalami perubahan. Pendekatan yang ideal yaitu mengakses seluruh cedera dan

melakukan fiksasi definitif dalam satu kali operasi, suatu konsep yang dikenal dengan

Early Total Care. Konsep ini dikenal pada awal tahun 1980 dengan berbagai kritik

pada instabilitas pasien yang mengalami operasi, durasi operasi panjang, dan

hilangnya darah saat operasi. Hal ini membawa pada perubahan konsep menjadi

damage control orthopaedic pada awal 1990 (Nicola, 2013). Konsep ini terdiri dari 4

fase penting. Fase pertama adalah life saving procedure, fase kedua adalah kontrol

perdarahan, stabilisasi sementara untuk fraktur tulang panjang, penatalaksanaan

terhadap cedera jaringan lunak, dengan mencegah komplikasi sekunder dari

pembedahan. Fase ketiga berfokus pada pengawasan pasien ICU untuk mencapai

tindakan operasi definitif pada fase keempat (Nicola, 2013).

Page 28: made agus maharjana

11

Tujuan dan cakupan manajemen fraktur dalam politrauma adalah untuk

kontrol perdarahan, menghilangkan jaringan nekrotik, mencegah cedera iskemia-

reperfusi, menghilangkan nyeri dan memfasilitasi terapi intensif (Trentz, 2000).

Terapi definitif dilakukan pada waktu yang ditentukan. Timing untuk melakukan

pembedahan harus mempertimbangkan kondisi pasien serta respon pasien terhadap

resusitasi awal (Trentz, 2000). Waktu untuk pembedahan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Timing untuk Pembedahan (Trentz, 2000)

Status Fisiologis Intervensi Pembedahan Timing

Respon terhadap

resusitasi awal

(-) Life-saving surgery

Hari I (?) Damage control

(+) Delayed primary surgery

Hyper-inflammation “Second look”, only Hari II-III

“Window of opportunity” Scheduled definitive

surgery

Hari V-X

Immunosuppression No surgery

Recovery Secondary reconstructive

surgery

Minggu III

Operasi definitif fiksasi fraktur pada hari pertama politrauma hanya boleh

diijinkan apabila tercapainya endpoint resuscitation, yaitu : pasien dengan

hemodinamik stabil, tidak ada hipoksemia atau hiperkapnia, kadar laktat < 2

mmol/L, fungsi koagulasi normal, normotermia, produksi urin >1 mL/kg/jam dan

tidak memerlukan topangan vasoaktif (Trentz, 2000).

Page 29: made agus maharjana

12

2.4 Respon Inflamasi dalam Politrauma

Kaskade kompleks dari politrauma yang melibatkan host defence distimulasi oleh

rangsangan primer dan sekunder (two hit theory). Trauma akan menyebabkan efek

langsung pada organ primer, seperti misalnya perdarahan, cedera jaringan lunak dan

fraktur. Hal ini mengaktifkan respon inflamasi sistemik. Faktor endogen dan eksogen

berperan dalam respon pasca trauma ini. Faktor endogen pada second hit diantaranya

disebabkan oleh respiratory distress, hipoksia, instabilitas kardiogenik, asidosis

metabolik, cedera iskemia dan reperfusi, jaringan mati dan infeksi. Intervensi

pembedahan, perawatan intensif pasca operasi yang inadekuat, cedera yang

terlewatkan, transfusi masif merupakan faktor eksogen yang dapat menjadi second hit

(Keel dan Trentz, 2005).

Pada politrauma terjadi ketidakseimbangan antara sitokin pro dan

antiinflamasi. Sitokin proinflamasi diantaranya adalah TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8,

MMF, NAF, IFNϒ, IL-12, IL-18 (Keel dan Trentz, 2005). Sitokin ini membawa

tubuh ke arah SIRS (systemic inflammatory response syndrome). Serum level IL-6

banyak diteliti, berkorelasi dengan skor ISS, insiden MODS, sepsis dan luaran akhir

(Keel dan Trentz, 2005). Selain membentuk sitokin pro inflamasi, tubuh juga

membentuk sitokin antiinflamasi. Diantaranya TH2-cell, IL-4 yang dilepaskan

makrofag/monosit, IL-10, IL-13, dan TGF-β. Perbandingan IL-6 dengan IL-10

berkorelasi terhadap keparahan cedera setelah trauma mayor (Craig dkk, 2005)

Page 30: made agus maharjana

13

Gambar 2.3. Respon host pada trauma (Keel dan Trentz, 2005)

Melalui pengaruh antigen, T-helper lymphocyte (Th-CD4 cell) berdiferensiasi

menjadi TH1 dan TH2. Sel TH1 menyokong kaskade proinflamasi melalui sekresi IL-

2, interferon-ϒ dan TNF-β, dimana TH2 adalah pembentuk mediator inflamasi.

Monosit dan makrofag dipengaruhi dari diferensiasi sel TH1, melalui sekresi IL-12

(Keel dan Trentz, 2005). Sitokin proinflamasi mengaktivasi recruitment dan aktivasi

fagositosis polimorphonuclear leucocyte (PMNL) sel imun pada jam-jam pertama.

Stimulasi PMNL melepaskan protease, dan radikal oksigen bebas. PMNL

dipengaruhi colony stimulating factorgranulocyte dan granulocyte-macrofag,

mencegah apoptosis PMNL saat terjadinya SIRS (Keel dan Trentz, 2005).

Kerusakan sel mekanik dan hipoksia menyebabkan peningkatan kalsium

intraseluler dengan pengaktifan phospholipase A dan phospholipase C. enzim ini

Page 31: made agus maharjana

14

menyebabkan pelepasan arachcidonic acid dari membran fosfolipid. Melalui

pengaktivasian siklooksigenase dan 5-lipooksigenase prostaglandine E2, leucotriene

B4 dan tromboxane A2. Semua metabolit ini berperan dalam aktivasi dan recruitment

sel inflamasi, pengaturan permeabilitas vaskular, dan agregasi trombosit (Keel dan

Trentz, 2005).

Sitokin proinflamasi juga menyebabkan pengaktifan sistem kaskade plasma,

yang terdiri dari kaskade komplemen, sistem kalikrein-kinin dan kaskade koagulasi.

Jalur klasik adalah melalui kompleks antigen-antibodi (immunoglobulin M dan G)

atau aktivasi faktor koagulasi VII, sedangkan toksin dari bakteri (liposakarida) dapat

mengaktifkan jalur alternatif (Keel dan Trentz, 2005).

Pelepasan sitokin proinflamasi lokal dan sistemik dapat merangsang reaksi

fase akut. Terjadi sintesis protein fase akut pada sel hepatosit salah satunya adalah C-

reactive protein (CRP), fibrinogen, dan protrombin disertai penurunan protein lain

yaitu albumin, high density lipoprotein (HDL), protein C dan S. Namun kadar CRP

relatif tidak spesifik dan tidak dapat memprediksi komplikasi posttrauma.

Procalcitonin, suatu protein lain yang dibentuk oleh sel C-thyroid dan juga hepatosit

lebih mampu memprediksi SIRS, MODS dan komplikasi septik (Keel dan Trentz,

2005).

Setelah dilakukan operasi mayor, sitokin yang dilepaskan antara lain adalah

IL-1, TNF-α dan IL-6 (Desborough, 2000). IL-1 dan TNF-α merupakan yang pertama

dihasilkan dari makrofag dan monosit yang dihasilkan jaringan yang mengalami

kerusakan. Setelah itu barulah dihasilkan sitokin lain yaitu IL-6, suatu sitokin utama

Page 32: made agus maharjana

15

yang berpengaruh terhadap perubahan sistemik yang dikenal dengan respon fase akut

(Desborough, 2000). IL-6 akan meningkat dalam 24 jam operasi dan tetap tinggi

pada 24-72 jam pasca operasi (Desborough, 2000).

2.5 Peran IL-6 dalam Inflamasi

IL-6 merupakan suatu glycoprotein dengan berat molekul 22-29 kD dan

diproduksi oleh beberapa jenis sel, antara lain sel T, sel B dan sel endotel. Produksi

IL-6 diinduksi oleh virus, LPS, IL-1 dan TNF. IL 6 kemudian menginduksi

proliferasi limfosit B untuk meningkatkan sintesis immunoglobulin serta

menginduksi proliferasi limfosit T. IL-6 juga meningkatkan diferensiasi sel T dan

aktivitas sel NK (Natural Killer). IL-6 merupakan salah satu marker prognosis terbaik

untuk mengetahui outcome pasien dengan SIRS, sepsis, atau MODS (Giannouidis P V

dkk., 2004).

IL-6 adalah mediator proinflamasi poten meskipun beberapa studi sebelumnya

menunjukkan bahwa IL-6 juga memiliki properti antiinflamasi lemah. IL-6 disekresi

oleh makrofag dan limfosit T. TNF-α dan IL-1β adalah sitokin perangsang IL-6 yang

kuat, dengan mekanisme umpan balik IL-6 menurunkan produksi TNF-α dan IL-1β

dan mengaktifkan hipothalamic-pituitary axis. Merupakan mediator hepatik fase akut

pada cedera dan penyembuhan. Setelah cedera IL-6 terdeteksi dalam 60 menit dan

mencapai puncaknya 4-6 jam dan menetap dalam 10 hari. Level IL-6 pada sirkulasi

proporsional terhadap kerusakan jaringan selama pembedahan. IL-6 digunakan

sebagai index respon inflamasi.

Page 33: made agus maharjana

16

Beberapa penelitian mengkonfirmasi peningkatan segera dari kadar IL-6

pasca trauma, dimana pasien dengan derajat trauma yang terberat mempunyai kadar

IL-6 tertinggi. Disebutkan bahwa terdapat hubungan antara peningkatan awal kadar

sitokin IL-6, nilai Injury Severity Score yang tinggi serta late adverse outcome. Pada

penelitian Gebhard F dkk tahun 2000 yang memaparkan perubahan kadar sitokin IL-6

pasca trauma. Pada penelitian tersebut didapatkan suatu korelasi antara kadar sitokin

Il-6 pada 6 jam pertama pasca trauma dengan derajat suatu trauma. Pasien dengan

cedera terparah memiliki kadar sitokin IL-6 tertinggi. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa kadar sitokin IL-6 dapat digunakan untuk mengevaluasi

dampak suatu trauma terhadap tubuh pasien (Gebhard F dkk., 2000).

Pada penelitian Giannoudis dkk tahun 2008 didapatkan bahwa kadar sitokin

IL-6 dapat memprediksi terjadinya komplikasi pada pasien multiple trauma, salah

satunya adalah terjadinya komplikasi MODS, pada cut off point 300 pg/mL dengan

akurasi 78%, sensitivitas 72% dan spesifisitas 78%. (Giannoudis dkk, 2008 ) Pada

penelitian Stensballe dkk tahun 2009 didapatkan bahwa pada hari pertama pasien

yang mempunyai kadar sitokin IL-6 lebih dari 300 pg/mL akan mengalami kematian

dalam 30 hari (Stensballe dkk, 2009).

Selain pada fase subakut IL-6 juga meningkat pada operasi mayor

(Desborough, 2000). Peningkatan IL-6 dimulai dengan peningkatan IL-1 dan TNF-α

akibat kerusakan jaringan.IL-6 akan meningkat dalam 24 jam operasi dan tetap tinggi

pada 24-72 jam pasca operasi (Desborough, 2000).

Page 34: made agus maharjana

17

2.6 Metabolisme Glukosa

Homeostasis glukosa vital terhadap homeostasis tubuh. Glukosa hampir merupakan

bahan bakar dari seluruh sel tubuh. Eritrosit dan neuron seluruhnya memerlukan

glukosa untuk pembentukan energi (Saladin, 2007). Kadar glukosa darah diatur

sedemikian rupa dalam rentang yang sempit dengan berbagai mekanisme.

Glukosa diabsorbsi pada usus halus melalui transporter aktif tergantung Na.

setelah diabsorbsi pada usus halus , glukosa memasuki sirkulasi portal dan ditransport

ke hati. Glikolisis, glikogenesis, glukoneogenesis semua mengambil tempat pada hati.

Glikolisis adalah pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat. Piruvat dioksidasi dan

memasuki siklus asam sitrat menghasilkan rantai transport elektron dengan produk

akhir ATP atau energi. Glikogenesis adalah sintesis glikogen, bentuk penyimpanan

jangka panjang dari glukosa. Glukoneogenesis adalah produksi glukosa dari molekul

precursor non karbohidrat. Semua proses ini dipengaruhi hormon terutama insulin

dan glukagon. Mekanisme ini disebut dengan mekanisme autoregulasi.

Hormon-hormon yang berperan dalam glukoregulasi :

1. Insulin, dikeluarkan oleh sel Beta pancreas yang berfungsi untuk menurunkan

kadar glukosa darah dengan meningkatkan ambilan glukosa jaringan

2. Glukagon, dikeluarkan oleh sel beta pankreas. Hormon ini meningkatkan

glikogenolisis dengan mengaktifkan enzim fosforilase. Hormon ini juga

meningkatkan glukoneogenesis dari asam amino dan laktat dengan

menghasilkan cAMP. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa

darah.

Page 35: made agus maharjana

18

3. Glukokortikoid disekresikan oleh korteks adrenal. Hormon ini meningkatkan

glukoneogenesis. Hal ini terjadi karena peningkatan katabolisme di jaringan,

peningkatan ambilan asam amino oleh hati, dan peningkatan enzim

transaminase serta enzim lainnya yang berhubungan dengan glukoneogenesis.

4. Epinefrin, disekresikan oleh medulla adrenal. Hormon ini menyebabkan

glikogenolisis di hati serta otot karena stimulasi enzim fosforilasi dengan

menghasilkan syclic AMP (cAMP).

5. Growth Hormon, disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Hormon ini

menurunkan ambilan glukosa di jaringan tertentu. Sebagian efek ini tidak

langsung, karena hormone ini memobilisasi asam lemak bebas dari jaringan

adipose dan asam lemak itu menghambat penggunaan glukosa.

Terdapat mekanisme kontrol dalam mempertahankan kadar glukosa darah dari

berbagai stress baik fisik maupun psikis.

2.7 Metabolisme Glukosa pada Inflamasi dan Trauma

Hiperglikemia yang dipengaruhi trauma disebabkan karena adanya pelepasan

katekolamin yang segera setelah trauma. Ditandai dengan stres repon yang

menyebabkan status hipermetabolik, katabolisme protein dan lemak, keseimbangan

nitrogen negatif, hiperglikemia dan resistensi insulin (Vogelzang dkk, 2006).

Meskipun pengambilan glukosa pada jaringan perifer juga meningkat, peningkatan

glukoneogenesis dan resistensi insulin menyebabkan hiperglikemia.

Efek trauma yang berat, infeksi dan pembedahan menyebabkan terjadinya

stres metabolik pada tubuh manusia. Stres terkait dengan kondisi kritis ditandai

Page 36: made agus maharjana

19

dengan aktivasi mediator sel inflamasi dan axis hipotalamus-pituitary. Pelepasan

kortisol, katekolamin, glukagon, dan growth hormon penting bagi adaptasi umum

terhadap penyakit dan stress. Respon akut terhadap penyakit kritis seperti perubahan

energi untuk organ-organ vital, modulasi sistem imun, dan penundaan proses

anabolisme merupakan hal penting yang terjadi di awal terjadinya trauma.

Stres hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar plasma glukosa darah > 200

mg/dl pada pasien dengan trauma berat atau kondisi kritis.Stres hiperglikemia ringan

sedang merupakan mekanisme protektif karena proses ini menyediakan bahan bakar

bagi sistem imun dan otak pada saat terjadinya stres. Namun banyak proses respon

endokrin kronik menyebabkan hiperglikemia persisten dan terjadinya resitensi

insulin. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan jangka waktu yang lama. Dengan

kombinasi dengan level insulin sistemik yang inadekuat dan resitensi insulin akibat

peningkatan hormon kontraregulasi, manifestasi klinis negatif dapat ditimbulkan

hiperglikemia menyebabkan kondisi mengancam jiwa.

Untuk membedakan hiperglikemia yang disebabkan stress atau kronik dapat

dilakukan pemeriksaan HbA1C. HbA1C atau (glycated hemoglobin) adalah

hemoglobin terikat glukosa, yang dapat merefleksikan kadar glukosa darah 3 bulan

terakhir. Selain digunakan untuk kontrol pengobatan, HbA1C dapat digunakan

sebagai skrining pasien yang sebelumnya belum terdiagnosa diabetes (Rohfhling dkk,

2000). HbA1C memiliki sensitifitas 63,2% dan spesifisitas 97,4% dalam skrining

diabetes pada rata-rata 2 SD diatas normal. Pada level standar deviasi ini HbA1C atau

Page 37: made agus maharjana

20

6,1% mengindikasikan bahwa individu yang sebelumnya tidak terdiagnosis diabetes

mengalami risiko komplikasi diabetes (Rohlfing dkk, 2000).

Hiperglikemia sendiri merupakan faktor risiko infeksi pasca operasi.

Hiperglikemia terbukti merupakan prediktor independen mortalitas pasien politrauma

di rumah sakit (Kreutziger dkk, 2009). Keadaan ini juga dapat digunakan dalam

memprediksi luaran akhir pasien dengan politrauma (Kreutziger dkk, 2009).

Hiperglikemia stress dan fungsi imun adalah hal yang terkait satu sama lain.

Keadaan hiperglikemia dapat menghambat sekresi sitokin seperti IL-6, IL-8 dan

macrophage-inflammatory protein (MIP) dan reactive oxygen species (ROS) (Xiu

dkk, 2014). Sebaliknya IL-6 dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan

menyebabkan resistensi insulin, suatu mekanisme yang akan menyebabkan

hiperglikemia kronik. Proliferasi makrofag meningkat pada peningkatan kadar

glukosa.

Page 38: made agus maharjana

21

Gambar 2.4 Mekanisme Stress mempengaruhi Hyperglikemia (Xiu dkk, 2014)

Peran glukosa terhadap respon inflamasi, dan keterkaitannya terhadap sitokin

proinflamasi masih diperdebatkan. Beberapa penelitian awal mendapatkan bahwa

hiperglikemia diperlukan untuk keadaan fase akut. Namun penelitian baru

menunjukkan bahwa kadar glukosa yang rendah menghasilkan luaran yang lebih

baik. Glukosa yang rendah dan insulin memiliki efek antiinflamasi pada pasien

dengan politrauma (Xiu dkk, 2014). Pada trauma, IL-6 berperan dalam metabolisme

Page 39: made agus maharjana

22

glukosa dan aksi insulin. IL-6 meningkatkan resistensi insulin jaringan dalam kondisi

hiperglikemi (Xiu dkk, 2014). Namun bagaimanakah korelasi antara kadar glukosa

dengan IL-6 pada politrauma belum diketahui. Pada pasien diabetes mellitus (DM)

yang mengalami trauma ekstremitas bawah, menunjukkan peningkatan risiko infeksi

dan waktu tinggal di rumah sakit lebih lama (Tebby dkk, 2014). Mortalitas yang lebih

tinggi dan jumlah komplikasi operasi didapatkan pada pasien dengan politrauma

disertai dengan DM. Identifikasi yang cepat dan kontrol glukosa yang ketat

memberikan peningkatan luaran akhir pada pasien tersebut (Tebby dkk, 2014).

Page 40: made agus maharjana

23

23

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Politrauma tidak hanya menimbulkan kerusakan pada organ yang terkena,

namun dapat menimbulkan efek sistemik pada organ jauh karena proses inflamasi.

Nyeri dan stress pada fraktur merupakan rangsangan yang kuat terhadap perubahan

neuroendokrin, neuroimunologi, dan metabolik. Peningkatan kadar glukosa

merupakan salah satu respon tubuh akibat stress pada trauma. Hal ini terjadi akibat

pelepasan contraregulatory hormone seperti glukagon, growth hormone,

cathecolamine, glucorticoid baik secara endogen maupun eksogen (McCowen, 2001).

Perubahan neuroimunologi pada politrauma dimulai dengan pengaktifan

respon inflamasi tubuh. Pada politrauma terjadi ketidakseimbangan antara sitokin pro

dan antiinflamasi. Sitokin proinflamasi diantaranya adalah TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8,

MMF, NAF, IFNϒ, IL-12, IL-18 (Keel dan Trentz, 2005). Sitokin ini membawa

tubuh ke arah SIRS (systemic inflammatory response syndrome). Sitokin dapat

digunakan sebagai biomarker inflamasi dalam politrauma, diantaranya yang paling

reliable adalah IL-6 (Craig, 2005). Serum level IL-6 banyak diteliti, berkorelasi

dengan skor ISS, insiden MODS, sepsis dan luaran akhir (Keel dan Trentz, 2005).

Page 41: made agus maharjana

24

Apakah terdapat hubungan antara peningkatan kadar glukosa dan peningkatan kadar

IL-6 belumlah diketahui sehingga diperlukan penelitian terhadap hal tersebut.

Page 42: made agus maharjana

25

3.2 Kerangka Konsep

Gambar 3.1

Kerangka Konsep

Variabel bebas

Variabel tergantung

Fraktur tulang

panjang dengan

politrauma

Hiperinflamasi

Peningkatan IL- 6

Hiperkatabolisme

Neuroimunologi

Peningkatan kadar

glukosa

Stres, Nyeri,

Kerusakan Jaringan

Lunak, Fraktur

Neuroendokrin

Page 43: made agus maharjana

25

3.3 Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar IL-6 pada pasien

fraktur tulang panjang dengan politrauma di hari pertama.

2. Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar IL-6 pada pasien

fraktur tulang panjang dengan politrauma di hari ketiga

3. Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar IL-6 pada pasien

fraktur tulang panjang dengan politrauma di hari kelima.

Page 44: made agus maharjana

26

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional

longitudinal. Penelitian ini dilakukan padapasien fraktur tulang panjang dengan

politrauma (ISS Score >17) yang datang ke IGD Bedah RSUP Sanglah dan telah

memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria ekslusi dilakukan

pemeriksaan pemeriksaan glukosa dan IL-6 pada hari pertama, hari ketiga dan

hari kelima.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di IGD Bedah dan ruang perawatan pasien trauma.

RSUP Sanglah dari bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Maret 2016.

Analisis data dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu

Orthopaedi dan Traumatologi.

Page 45: made agus maharjana

27

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang masuk ke IGD

Bedah RSUP Sanglah dengan politrauma dan fraktur tulang panjang.

4.4.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah pasien politrauma dengan fraktur tulang

panjang yang masuk ke IGD Bedah RSUP Sanglah yang memenuhi kriteri

inklusi dan tidak memenuhi kriteria ekslusi sampel.

4.4.3 Kriteria Inklusi Sampel

1. Pasien berusia 14-65 tahun yang mengalami fraktur tulang panjang

dengan politrauma (ISS score > 17).

2. Pasien yang mendapat perawatan dan bertahan sampai dengan hari

kelima (window of opportunity) atau lebih.

3. Pasien setuju untuk dijadikan sampel dalam penelitian.

4.4.4 Kriteria Eksklusi Sampel

1. Pasien politrauma yang death on arrival (DOA)

2. Pasien politrauma yang menolak pengobatan standar.

3. Pasien menolak untuk ikut serta dalam penelitian.

4. Pasien politrauma yang memiliki riwayat diabetes mellitus.

Page 46: made agus maharjana

28

4.4.5 Kriteria Drop Out

1. Pasien yang mundur menjadi subjek penelitian sebelum hari kelima.

2. Pasien meninggal dalam perawatan sebelum hari kelima.

4.4.6 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel adalah dengan consecutive sampling sesuai

dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pasien yang telah memenuhi

kriteria inklusi diambil sampel darahnya untuk pemeriksaan glukosa dan IL-6

pada hari 1, 3 dan 5 setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian yang

akan dilakukan dan menandatangani lembar informed consent yang diberikan.

4.4.7. Besar Sampel

Adapun besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitungdengan

menggunakan rumus uji analitik korelatif (Dahlan S, 2013) :

Sehingga:

n = Zα+Zβ 2

0,5 ln [ (1+r/1-r)] + 3

dimana:

n = jumlah sampel

Zα = kesalahan tipe 1 ( 5 % : 1,64)

Zβ = kesalahan tipe 2 (10% : 1,28)

r = korelasi minimal yang dianggap bermakna oleh peneliti (0,6)

Berdasarkan rumus diatas, didapatkan jumlah sampel sebanyak 20 subyek.

Page 47: made agus maharjana

29

Ditambah dengan perkiraan drop out 10%, maka total jumlah sampel yang

diperlukan adalah 22 orang.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel bebas : Politrauma + fraktur tulang panjang (ISS > 17).

Variabel tergantung : Kadar glukosa darah dan kadar IL 6 (hari ke I, III, V)

Variabel kendali : Umur 14-65 tahun

4.5.1. Definisi Operasional Variabel

1. Kadar glukosa adalah kadar glukosa darah darah sewaktu(random blood

sampling)diambil dengan dengan mengambil darah serum 5 ml, diperiksa

dengan spektrfotometri,dengan satuan mg/dl. Diambil pada hari I, III dan

V setelah cedera.

2. Pasien politrauma adalah pasien dengan cedera pada minimal dua sistem

organ (termasuk sistem muskuloskeletal) dengan ISS >17.

3. Pasien dengan fraktur tulang panjang adalah pasien dengan satu atau lebih

fraktur pada tulang mayor (humerus, radius, ulna, femur, tibia, dan fibula)

baik fraktur terbuka maupun tertutup.

4. Injury Severity Score (ISS) adalah sistem skor pada pasien

politraumadengan pemberian AIS score (1-6) yang dialokasikan ke salah

satu dari enam regio pada tubuh pasien (kepala, wajah, thorak, abdomen,

ekstremitas, serta struktur eksternal). Hanya AIS score yang tertinggi di

masing-masing regio tubuh yang digunakan. Kemudian dilakukan

Page 48: made agus maharjana

30

penjumlahan kuadrat dari AIS score tertinggi pada tiga regio tubuh yang

mengalami cedera terparah. ISS mempunyai rentang antara 1-75.

5. Umur adalah usia sampel penelitian yang dihitung mulai lahir sampai

waktu dijadikan sampel yang dinyatakan dalam tahun, berdasarkan kartu

identitas pasien.

6. Kadar sitokin IL-6 adalah kadar sitokin IL-6 dalam sampel darah yang

diukur melalui metode ELISA, menggunakan reagan R/D system bitechne

brand, hasildalam satuan pg/mL. Diambil pada hari pertama, ketiga, dan

kelima.

4.6 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi variabel penelitian.

(Kuesioner terlampir).

4.7 Prosedur Penelitian

Pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma di IRD RS Sanglah yang

memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi dijadikan sampel

penelitian. Untuk mengekslusi diabetes mellitus (DM), pasien politrauma yang

datang ke UGD RSUP Sanglah akan dilakukan heteroanamnesis tentang riwayat

penyakit DM dan pemeriksaan serum HbA1C untuk menilai apakah hiperglikemia

yang terjadi merupakan suatu proses kronik terkait penyakit DM. Nilai >6,1%

dianggap memiliki riwayat DM sebelumnya.

Page 49: made agus maharjana

31

Pada sampel penelitian akan dilakukan pengambilan darah untuk

memeriksakan kadar glukosa darah dan kadar sitokin IL-6. Masing-masing

diambil 5 ml darah untuk glukosa dan IL-6. Sampel darah yang diambil adalah

nilai sewaktu (random blood sampling). Pengambilan sampel dilakukan di UGD

pada hari pertama dan di ruang perawatan pada hari ketiga dan kelima.

Nilai kadar glukosa didapatkan langsung setelah pemeriksaan sedangkan

sampel darah IL-6 diberikan kode nomor dan nomor rekam medis pasien dan

disimpan sementara dalam kontainer di laboratorium Patologi Klinik RSUP

Sanglah dalam suhu minus 40 derajat celcius. Sampel kemudian akan dianalisis

secara bersamaan.

Page 50: made agus maharjana

32

4.8 Alur Penelitian

Hari I

IRD Bedah

Hari ke III

Ruang perawatan

Hari ke V

Ruang Perawatan

Gambar 4.1 Alur Penelitian

Fraktur tulang panjang

dengan politrauma

Kadar Glukosa

IL-6

ISS > 17

Usia 14-65 th

Riwayat DM (-)

HbA1C < 6,1%

Dirawat sampai hari

kelima

Kadar Glukosa

IL-6

Kadar Glukosa

IL-6

Analisis Data

Page 51: made agus maharjana

33

4.9 Analisis Data

Analisis data menggunakan bantuan komputer dengan program SPSS versi 22.0.

Analisis penelitian diawali dengan analisis deskriptif subjek penelitian untuk

mengetahui karakteristik subjek penelitian. Kemudian dilakukan analisis uji

normalitas data pada kadar glukosa dankadar IL-6. Analisis normalitas dilakukan

dengan Shaphiro-Wilk Test karena jumlah sampel <50. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui normalitas data dan sebagai syarat asumsi analisis parametrik.

Apabila data yang didapatkan berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji

korelasi Pearson, apabila r positif (0-1) maka kedua variabel dikatakan berkorelasi

positif. Apabila tidak berdistribusi normal maka uji korelasi dilakukan dengan uji

korelasi Spearman. Nilai koefisien korelasi diinterpretasikan berdasarkan tabel de

Vaus (2002), apakah korelasi tersebut lemah, moderat, kuat, sangat kuat dan

hampir sempurna.

Tabel 4.1 Nilai Korelasi Menurut de Vaus (2002).

No Nilai r Interpretasi

1 0 Tidak ada hubungan

2 0,01-0,09 Tidak berarti

3 0,1-0,29 Hubungan lemah

4 0,3-0,49 Hubungan moderate

5 0,5-0,69 Hubungan kuat

6 0,7-0,89 Hubungan sangat kuat

7 >0,9 Mendekati sempurna

Page 52: made agus maharjana

34

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis Sampel

Dari data penelitian didapatkan 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan

tidak memenuhi kriteria ekslusi. Seluruh sampel penelitian yang datang di IRD

Bedah RSUP Sanglah dinilai ISS. Pasien dieksklusi apakah memiliki riwayat

diabetes atau tidak dengan cara heteroanamnesis dan dilakukan pemeriksaan

HbA1C. Dari seluruh sampel didapatkan kadar HbA1C yang normal (nilai mean

5,08%).

Dalam masa perawatan, 8 orang pasien mengalami drop out karena tidak

dirawat sampai dengan hari kelima. Hal ini disebabkan karena pasien pulang

paksa (3 orang), menolak pengobatan standar (3 orang) dan 2 diperbolehkan

pulang. Sehingga didapatkan total 22 sampel. Pemeriksaan kadar glukosa dan IL-

6 dilakukan pada 22 sampel di IRD pada hari I, di ruang perawatan pada hari ke

III dan ke V. Kadar glukosa dan IL-6 diberikan kode penomoran sehingga

memudahkan dalam analisis. Data kadar glukosa didapatkan langsung setelah

dilakukan pemeriksaan sedangkan data IL-6 sementara disimpan dalam kontainer

di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah dalam suhu -40 derajat celcius.

Kadar glukosa sampel darah ini kemudian diperiksakan dengan cara dengan alat

Page 53: made agus maharjana

34

spectrofotometer, dan didapatkan hasil dalam mg/dl. Kadar IL-6 diperiksa dengan

metode ELISA (enzyme linked immunoassay). Penelitian ini menggunakan alat R

Page 54: made agus maharjana

35

and D system a biotechne brand, sebuah quantitative sandwich enzyme

immunoassay. Reagen ini telah secara luas digunakan untuk penelitian tentang IL-

6. Hasil IL-6 dibaca oleh seorang ahli patologi klinik yang berpengalaman. Data

diolah dan dianalisis untuk mengevaluasi serta menjawab hipotesis dan tujuan

penelitian yang dibuat.

5.2 Analisis Deskriptif

Data sampel yang didapatkan dianalisis berdasarkan umur, jenis kelamin dan ISS.

5.2.1. Data Karakteristik Sampel Penelitian

Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Total (n=22)

Jenis kelamin

Laki – laki 86,40 % (19)

Perempuan 13,60 % (3)

Umur (tahun) 34,00 ± 12,11

ISS 18,57 ± 5,40

HbA1C 5,079± 0,237

Dari 22 sampel yang didapatkan, 86,40 % sampel berjenis kelamin laki-laki.

Rentang usia sampel dari 14-55 tahun dengan rerata usia sampel 34 tahun.

Rentang ISS sampel dari 18 s/d 25, dengan rerata ISS 19. Seluruh HbA1C sampel

tidak ada yang melebihi 6,1%, dengan rerata nilai HbA1C yang didapatkan

sebesar 5,08%.

Page 55: made agus maharjana

36

5.2.2 Data Rerata Kadar Glukosa hari I, III, dan V

Tabel 5.2 Kadar Glukosa hari Pertama, Ketiga dan Kelima

Total

(n=22)

(Mean ± SD)

p*

(Asymp.

Sig.)

Kadar Glukosa Pertama (g/mL) 118,27 ± 13,63

Kadar Glukosa Ketiga (g/mL) 128,27 ± 15,84

Kadar Glukosa Kelima (g/mL) 119,63 ± 13,41

0,001

* FriedmanTest

Rerata glukosa pada hari I, III, V didapatkan dalam rentang 118-128 mg/dl.

Dengan kadar glukosa pada hari III memiliki rerata tertinggi yaitu 128 mg/dl, bila

dibandingkan dengan hari dan V. Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga rerata

dalam hasil penelitian berbeda secara signifikan.

Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Glukosa Hari Pertama, Ketiga dan Kelima

Glucose 3rd

-

Glucose 1st

Glucose 5th

-

Glucose 1st

Glucose 5th

-

Glucose 3rd

Z -3.004a -.504

a -3.054

b

Asymp. Sig. (2-

tailed) .003 .615 .002

Dari analisis post hoc dengan uji Wilcoxon, dicari perbedaan rerata antara hari

pertama, ketiga dan kelima. Pada penelitian ini didapatkan terdapat perbedaan

Page 56: made agus maharjana

37

rerata glukosa yang signifikan pada hari pertama dan ketiga p=0,003, serta pada

hari ketiga dan kelima p=0,002, p<0,05.

5.2.3 Data Rerata Kadar Sitokin IL-6 Hari Pertama, Ketiga dan Kelima

Tabel 5.4 Kadar Sitokin IL-6 hari I, III, V

Total

(n=22)

(Mean ± SD)

p*

(Asymp.

Sig.)

Kadar Sitokin IL-6 Pertama 79,79 ± 109,33

Kadar Sitokin IL-6 Ketiga 97,31 ± 125,65

Kadar Sitokin IL-6 Kelima 91,56 ± 121,50

0,036

* FriedmanTest

Rerata kadar IL-6 pada penelitian ini didapatkan dalam rentang 79-97 pg/dl.

Rerata IL-6 yang lebih tinggi didapatkan pada hari ketiga dibandingkan hari I dan

V. Perbedaan rerata ini signifikan secara statistik p=0,036.

Tabel 5.5 Perbedaan Rerata IL-6 pada Hari Pertama, Ketiga dan Kelima

IL-6 3rd

- IL-6 1st IL-6 5

th - IL-6 1

st IL-6 5

th - IL-6 3

rd

Z -2.890a -1.542

a -1.445

b

Asymp. Sig. (2-

tailed) .004 .123 .149

Pada analisis post hoc dengan uji Wilcoxon, didapatkan perbedaan rerata yang

bermakna pada IL-6 hari pertama dan ketiga, dengan p=0,004, p<0,05.

Page 57: made agus maharjana

38

5.3. Analisis Inferensial

5.3.1. Uji Normalitas

Tabel 5.6 Uji Normalitas Data Glukosa dan Sitokin IL-6

Shapiro-Wilk

Statistic Sig. Keterangan

Kadar Glukosa

Pertama 0.988 0,992 Normal

Kadar Glukosa

Ketiga 0,903 0,035 Tidak Normal

Kadar Glukosa

Kelima 0,968 0,657 Normal

Kadar Sitokin

IL-6 Pertama 0,679 0,000 Tidak Normal

Kadar Sitokin

IL-6 Ketiga 0,699 0,000 Tidak Normal

Kadar Sitokin

IL-6 Kelima 0,699 0,000 Tidak Normal

Berdasarkan uji normalitas didapatkan sebaran data glukosa dan IL-6 yang tidak

normal sehingga uji korelasi dilakukan dengan uji Spearman.

Page 58: made agus maharjana

39

5.3.2. Uji Korelasi dengan Spearman Test antara Kadar Glukosa dengan

Kadar IL-6

Tabel 5.7 Uji Korelasi variabel Glukosa dengan Sitokin IL-6 dengan

Spearman Test

Spearman’s Rho

Koefisien Korelasi

P

(Sig. (2-tailed))

Glukosa Hari Pertama

dengan IL-6 Hari Pertama 0,507 0,016

Glukosa Hari Ketiga

dengan IL-6 Hari Ketiga 0,249 0,264

Glukosa Hari Kelima

dengan IL-6 Hari Kelima 0,520 0,013

Signifikan pada nilai p< 0,05

Pada penelitian ini didapatkan bahwa kadar glukosa dan IL-6 memiliki korelasi

positif dan kuat pada hari I dan ke V yang signifikan secara statistik dengan

p=0,016 dan 0,013 (p<0,05). Nilai koefisien yang didapatkan pada hari I dan

kelima sebesar 0,507 dan 0,520 yang berarti korelasi kuat menurut de Vaus

(2002).

Page 59: made agus maharjana

40

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Analisis Sampel

Didapatkan 22 sampel yang dianalisis secara statistik. Analisis dilakukan secara

deskriptif dan inferensial. Pemeriksaan yang digunakan untuk melakukan analisis

merupakan alat yang sudah terstandardisasi. Pemeriksaan glukosa darah dilakukan

dengan metode spektrofotometri di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah.

Kadar sitokin IL-6 diperiksa menggunakan Human IL-6 quantine ELISA kit dari

R/D system biotechne brand, suatu reagen dengan menggunakan 4,5 hour solid

phase ELISA yang telah banyak digunakan dalam penelitian IL-6 di beberapa

trauma centre di dunia. Pemeriksaan dan analisis dilakukan di Laboratorium

Patologi Klinik RSUP Sanglah. Hasil yang didapatkan dianalisis oleh seorang ahli

patologi klinik yang telah berpengalaman.

6.2 Karakteristik Sampel Penelitian

Politrauma masih merupakan masalah yang belum terpecahkan dalam bidang

kesehatan. Politrauma merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada

negara maju dan berkembang. Trauma merupakan penyebab kematian utama pada

kelompok usia produktif dengan angka insiden yang mengalami peningkatan

(Payal dkk, 2013). Pada penelitian didapatkan rerata usia adalah 34 tahun yang

merupakan kelompok usia produktif. Laki-laki memiliki prevalensi lebih tinggi

dibandingkan perempuan dengan rasio 6 : 1 (19 : 3 sampel). Hal ini sesuai dengan

Page 60: made agus maharjana

41

penelitian Barkin dkk tahun 1998 yang menyebutkan bahwa pria lebih banyak

mengalami trauma dibandingkan dengan wanita dengan angka 60-80%.

Injury Severity Score (ISS) merupakan salah satu metodescoring dalam

politrauma. ISS diperlukan untuk dapat merencanakan tindakan pada pasien dan

meramalkan prognosis. Hal ini juga terkait dengan kapan dilakukan fiksasi pada

pasien dengan fraktur tulang panjang. Pada ISS < 25 dapat dilakukan tindakan

internal fiksasi pada fraktur femur misalnya dengan nail intrameduler, sedangkan

pada ISS> 40 tetap diperlukan fiksasi, namun dengan menggunakan eksternal

fiksasi (Trentz, 2000). Pada penelitian ini didapatkan rerata ISS 19, yang artinya

apabila diperlukan pada sampel dapat dilakukan tindakan early internal fixation

pada fraktur tulang panjang. Tidak ada sampel penelitian yang mengalami

MODS dan meninggal saat perawatan.

6.3 Kadar Glukosa hari I, III dan ke V

Kadar glukosa meningkat pada politrauma. Stres akut hiperglikemia dapat terjadi

dalam hari-hari awal politrauma (fase Ebb). Hal ini disebabkan karena

ketidakseimbangan antara kerja insulin dan hormon-hormon kontraregulasi, serta

pengaruh dari sitokin proinflamasi (Pishar chik, dkk 2012).

Glukosa dapat memprediksi luaran akhir pada pasien dengan politrauma.

Hiperglikemia (kadar glukosa darah > 200 mg/dl) yang terjadi awal, berkorelasi

dengan angka mortalitas dan morbiditas pasien dengan politrauma (Thoyaja,

2014). Dari hasil penelitian didapatkan rerata rentang glukosa antara 118-128

mg/dl. Tidak didapatkan hiperglikemia awal (kadar glukosa > 200 mg/dl) pada

Page 61: made agus maharjana

42

seluruh sampel. Hal ini menunjukkan masih terjadi kesimbangan pada kontrol

glukosa, meskipun sedikit meningkat di atas normal (90-110 mg/dl). Rerata ISS

rendah (19) pada sampel memungkinkan terjadinya hal tersebut pada penelitian

ini.

Dari hasil penelitian didapatkan rerata kadar glukosa yang lebih tinggi

didapatkan pada hari ke 3. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perubahan

metabolik setelah terjadinya trauma. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa

proses ini sering dialami pada fase-fase awal trauma. Terjadi stimulasi

glukoneogenesis hepatik, glikogenolisis dan resistensi insulin untuk memberikan

fokus glukosa pada organ-organ vital. Hal ini dapat berlangsung pada hari

pertama sampai dengan hari ketiga setelah politrauma (Pisarchik dkk, 2012). Hal

ini berlangsung beberapa hari sampai dengan kira-kira dua minggu, tergantung

derajat trauma dimana seluruh simpanan energi glukosa, asam lemak dan protein

digunakan untuk host defense response(Keel dan Trentz, 2005).

6.4 Kadar Sitokin IL-6 hari I, III dan V

Sitokin dapat digunakan sebagai biomarker inflamasi dalam politrauma,

diantaranya yang paling reliable adalah IL-6 (Craig, 2005). IL-6 adalah protein

sitokin yang paling spesifik dalam menentukan risiko MODS dan mortalitas pada

pasien dengan politrauma (Frink dkk, 2009). Pada trauma IL-6 merupakan marker

yang paling baikuntuk menentukan derajat trauma karena stabil di plasma dengan

waktu paruh lebih dari 6 jam (Astawa, 2007). IL-6 dapat meramalkan outcome

Page 62: made agus maharjana

43

dari politrauma dan sekarang telah diimplementasikan sebagai pemeriksaan

laboratorium di pusat trauma (Robert et al, 2005).

Rerata IL-6 tertinggi didapatkan pada hari ke III 97, 31 pg/dl, lebih tinggi

dibandingkan hari I dan V. Hal ini sesuai dengan fase yang dibuat oleh Trentz

dalam penanganan politrauma, bahwa hari 2-3 adalah fase hiperinflamasi dan ahli

bedah disarankan hanya melakukan second look only (Trentz, 2000). Hal ini juga

sesuai dengan penelitian Astawa 2007, yang menemukan bahwa kadar IL-6 lebih

rendah secara signifikan pada pasien fraktur tulang panjang yang dilakukan

internal fiksasi dini pada hari I dibandingkan internal fiksasi tertunda (3-5 hari).

Hal ini disebabkan oleh karena aktifitas makrofag yang tinggi pada hari ketiga,

serta edema jaringan yang maksimum pada hari III-V menyebabkan relatif

iskemia pada jaringan sehat disekitarnya.

IL-6 merupakan protein subakut, yang diproduksi pada > 2 jam setelah

trauma, berkorelasi dengan ISS, risiko MODS, ARDS, sepsis dan luaran akhir

(Keel dan Trentz, 2005). Tidak ada sampel yang mengalami kematian dalam

perawatan, seluruh sampel memiliki outcome yang baik serta layak dilakukan

tindakan definitif yang diperlukan. Hal ini sesuai dengan penelitian Giannoudis

2008 bahwa kadar sitokin IL-6 dapat memprediksi terjadinya komplikasi pada

pasien multiple trauma, salah satunya adalah terjadinya komplikasi MODS, pada

cut off point 300 pg/mL dengan akurasi 78%, sensitivitas 72% dan spesifisitas

78%. (Giannoudis dkk, 2008). Dengan rerata IL-6 dibawah 100 pg/dl, hampir

seluruh sampel tidak mengalami multiple organ dysfunction (MODS).

Page 63: made agus maharjana

44

6.5 Korelasi kadar Glukosa dengan IL-6 hari I, III dan V

Banyak penelitian telah dilakukan untuk menilai prognosis pasien baik dengan

menggunakan glukosa maupun IL-6, namun informasi mengenai hubungan antara

glukosa dan IL-6 pada setiap fase politrauma belum pernah diteliti. Pada

penelitian ini didapatkan korelasi yang kuat dan signifikan antara glukosa dan IL-

6 pasien politrauma yang dirawat pada hari ke I (nilai koefisien korelasi: 0,507).

Hal ini menggambarkan bahwa pada pasien yang mengalami politrauma,

didapatkan peningkatan sitokin proinflamasi segera setelah terjadinya trauma

(setelah 2 jam pasca trauma) dan hal ini juga diimbangi dengan reaksi

neuroendokrin yang mempersiapkan tubuh dalam menghadapi stress.

Pada hasil penelitian didapatkan rerata IL-6 dan glukosa tertinggi

didapatkan pada hari III seperti yang terlihat dalam grafik, namun kedua

peningkatan yang terjadi tidak memiliki korelasi yang signifikan secara statistik.

Hal ini kemungkinan disebabkan karena distribusi data yang didapatkan tidak

normal. Hari ketiga pada politrauma merupakan suatu peralihan antara fase akut

dengan fase katabolik menurut Cuthberson. Pada fase akut akan terjadi penurunan

metabolisme sementara, yang kemudian diikuti oleh fase katabolisme untuk

menghasilkan asam amino. Bahan inilah yang akan digunakan untuk sintesis

protein fase akut hepar dan mediator proinflamasi. Sehingga hari ketiga menurut

Trentz, 2000 merupakan suatu fase hiperinflamasi dimana terjadi peningkatan

aktifitas pada mediator-mediator proinflamasi dan pada fase ini disarankan tidak

melakukan tindakan operasi.

Page 64: made agus maharjana

45

Grafik 6.1 Perbandingan rerata glukosa dan IL-6 hari I, III dan V

Melihat grafik di atas kedua grafik memiliki kecenderungan peningkatan

pada hari ke III trauma. Namun glukosa dan IL-6 tidak berkorelasi secara statistik.

Sehingga hanya peningkatan glukosa pada hari I dan hari ke V yang dapat

memprediksi peningkatan kadar IL-6 pada pasien fraktur tulang panjang dengan

politrauma.

Page 65: made agus maharjana

46

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Pada pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma, glukosa dan IL-6

memiliki korelasi yang kuat dan signifikan pada hari I.

2. Pada pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma, glukosa dan IL-6

tidak memiliki korelasi yang signifikan pada hari ke III.

3. Pada pasien dengan fraktur tulang panjang dengan politrauma, glukosa

danIL-6 memiliki korelasi yang kuat dan signifikan pada hari ke V.

Jadi simpulan umum yang didapatkan adalah glukosa dapat digunakan

sebagai surrogate marker untuk IL-6 pada hari I dan hari V pada pasien

fraktur tulang panjang dengan politrauma.

7.2 Saran

1. Pemeriksaan glukosa perlu dilakukan secara rutin untuk menentukan

respon inflamasi pada pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma,

sehingga dapat menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan pada

pasien dengan politrauma.

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai peran glukosa

dalam politrauma dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

Page 66: made agus maharjana

46

Daftar Pustaka

Astawa P. 2007. “Makrofag Pengekspresi IL-1β serta Respons Inflamasi Sistemik Pada

Fiksasi Interna Dini Fraktur Femur Tertutup Lebih Rendah Dibandingkan Dengan

Yang Tertunda” (Disertasi). Universitas Udayana: Denpasar.

Barkin RM, Rosen P, Daniel F. Danzl DF. 1998. Emergency Medicine Concept and Clinical

Practise. 4th

ed. Vol. 1. Mosby. St. Louis, Missiouri. Pp.352-3.

Boyle MJ, Smith EC, Archer F. 2008. Is mechanism of injury alone a useful predictorof

major trauma?Injury, Int. J. Care Injured.39 Ed,p: 986-992.

Chawda MN, Hildebrand F, Pape HC, Giannoudis PV. 2004. Predicting outcome after

multiple trauma: Which scoring system?Int J Care Injured. Vol 35:p: 347-58.

Dahlan MS, 2013. Penelitian Analisis Korelatif. Besar Sampel dan Cara Pengambilan

Sampel. Salemba Medika: Jakarta.Pp.75-77.

De Vaus DA. 2002. Survey in Social Research. 5th

edition. Allen and Unwin. New South

Wales: UK.

Desborough JP. 2000. The Stress Response to Trauma and Surgery. British Journal of

Anaesthesia. Vol.85 (1) p: 109-17.

Frink M, Grienven M, Kobbe P. 2009. IL-6 Predict Organ Disfunction and Mortality in

Patient with Multiple Injury. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation, and

Emergency Medicine. Vol 17: 49.

Gebhard F, Pfetsch H, Steinbach G, Strecker W, Kinzl L, Brickner UB. 2000. Is interleukin 6

an early marker of injury severity following major trauma in humans?.Arch Surg. Vol

135. p:291-5.

Giannoudis PV dkk. 2008. Correlation Between IL-6 Levels and the Systemic Inflammatory

Response Score: Can an IL-6 Cutoff Predict a SIRS State? The Journal of Trauma,

Injury, Infection, and Critical Care. Vol. 65.p: 646-52.

Giannouidis PV, F. Hildebrand, H.C Pape.Inflammatory serum markers in patients with

multiple trauma. 2004.J Bone Joint Surgery. Vol.86-B(3).p: 313-23.

Keel M, Trentz O, 2005. Pathophysiology of polytrauma. Injury, Int. J. Care Injured. 36 Ed,

p: 691-709.

Kreutziger J. Sclaepfer J, Wenzel V. Constantinescu MA. 2009. The Role of Admission

Glucose in Outcome Prediction of Surviving Patient with Multiple Injury. J Trauma.

Vol.67(4) p.704-708.

Page 67: made agus maharjana

46

Marik PE, Bellomo R, Demla V. 2013. Lactate clearance as a target of therapy in sepsis: a

flawed paradigm. OA Critical CareVol.Mar 01;1(1). p:3-7.

McCowen K, Malhotra A Bistrian BC. 2001. Stress induced Hyperglicemia. Critical Care

Clinic. Vol 17 (1) p.107-124.

Nicola R. 2013. Early Total Care versus Damage Control: Current Concepts inthe Orthopedic

Care of Polytrauma Patients. ISRN Orthopaedic.Hindawi Publishing Corporation.p. 1-

9.

Payal P, Sonu G, Gupta A K, Prachi V. 2013. Management of polytrauma patients in

emergency department: An experience of a tertiary care healthinstitution of northern

India. World J Emerg Med, Vol 4, No 1.

Pisarchik AN, Pochepen O.N, Pisarchik L.A. 2012. Increasing Blood Glucose Variability is a

Precursor of Sepsis and Mortality in Burned Patient. P LoS one. Vol 7 (10).

Roberts CS, Pape H.C, Jones AL, Malkani AL, Rodriguez, Giannoudis PV. 2005. Damage

Control Orthopaedic. Evolving Concept in the Treatmentof Patient Who Have

Sustained Orthopaedic Trauma. JBJS am 87: 434-449.

Rockwood and Green’s. 2006. Fracture in Adult. Chapter 3. Management of the Multiply

Injured Patient. 6th

ed. Lippincott William and Wilkin.

Rohlfing CL, Little LL, Wiedmayer HM, England JD, Madsen R. 2000. Diabetes Care. 23

(2). Pp.187-191

Saladin KS. 2007. Anatomy and Physiologic: the unity form and function. New York:

McGraw and Hill.

Stensballe J et al. 2009. The Early IL-6 and IL-10 Response in Trauma is Correlated with

Injury Severity and Mortality. Acta Anaesthesiol Scand; 53:515-21.

Tebby J. Lecky F, Edwards A.Jenks T, Bouamra O, Dimitriou R,Giannoudis PV. 2014.

Outcomes of polytrauma patients with diabetes mellitus. BMC Medicine Vol 12:111

Thoyaja DV, Vijayalaksmi. 2014. Early Biochemical Change in Patient with Politrauma.

Indian Journal of Basic and Applied Medical Research. Vol 3: 4. Pp.134-141

Trentz O. 2000. AO Principle of Fracture Management, Polytrauma: Pathophysiology,

Priorities, and Management. New York.p: 661-74.

Vogelzang M, Nilboer JM, Horst VD, Ziljstra E, Nijsten M. 2006. Hyperglicemia has a

Stronger Relation with Outcome in Trauma Patient than in Other Critically Ill Patient.

J Trauma. Vol 60 (4) p. 873-7.

Page 68: made agus maharjana

46

Xiu F, Stanojcic M, Diao L, Jeschke MG. 2014.Stress Hyperglycemia, Insulin Treatment,

andInnate Immune Cells. International Journal of Endocrinology. Hindawi

Publishing Corporation.

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Identitas

Nama :

Jenis Kelamin :

Usia :

No CM :

MOI :

Timing :

Vital Sign

BP :

Page 69: made agus maharjana

46

PR :

RR :

Region

Injury description AIS Square top three

Head and Neck

Face

Chest

Abdomen

Extremity

External

ISS Total

HbA1C :

Timing

Glucose IL-6

Day 1

Day 3

Day 5

Perjalanan Penyakit

Damage Control :

(Day: )

Page 70: made agus maharjana

46

Operasi Definitif :

(Day : )

Outcome :

Lampiran 2. Informed Consent Penelitian

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar glukosa dengan kadar IL-6 pada

pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma.

Kadar glukosa dan kadar Interleukin 6 akan diukur pada hari I, III dan V. Pengukuran

glukosa dan pengukuran IL-6 dilakukan dengan cara mengambil darah kapiler sebanyak 5 cc.

Manfaat penelitian bagi pasien adalah apabila kadar glukosa dan IL-6 memiliki korelasi

positif, maka glukosa dapat dijadikan surrogate marker dalam menentukan waktu dan

rencana tindakan pada pasien fraktur tulang panjang dengan politrauma.

Pasien tidak akan dibebankan biaya apapun terkait dengan penelitian ini

Semua hasil yang dikumpulkan pada penelitian ini bersifat rahasia

Penelitian bersifat sukarela dan pasien berhak menolak untuk ikut dalam penelitian bila

tidak setuju untuk mengikuti peneltian ini

Page 71: made agus maharjana

46

Apabila Bapak/Ibu/Sdr/Sdri memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai riset ini, dapat

menghubungi :

Dr. Made Agus Maharjana

Residen Orthopaedi dan Traumatologi Bali

RSUP Sanglah

Telpon (0361) 227911

Telp/sms 081338325000

email [email protected]

Page 72: made agus maharjana

46

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama :

Jenis Kelamin/ Umur :

Alamat :

Memberikan persetujuan kepada : saya sendiri/anak/orang tua/

untuk menjadi subyek penelitian yang berjudul “Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan

Kadar IL-6 pada Pasien Fraktur tulang panjang dengan politrauma” dan untuk itu bersedia

diambil darah untuk pemeriksaan IL-6 dan glukosa darah pada hari I, III, dan V.

Sebelumnya saya telah diberikan penjelasan mengenai :

1. Diagnosis

2. Rencana Tindakan

3. Tujuan Penelitian

4. Manfaat Penelitian

Yang Bertandatangan, Peneliti Saksi

( ) (Made Agus Maharjana) ( )

Lampiran 3. Ethical Clearance

Page 73: made agus maharjana

46

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian

Page 74: made agus maharjana

46

Lampiran 5. Prosedur Penelitian

Sampel IL-6 Reagen IL-6

Page 75: made agus maharjana

46

Page 76: made agus maharjana

46

Peneliti dan bahan IL-6 telah di buffer dan siap dianalisis.

Lampiran 6. Sampel Penelitian

Page 77: made agus maharjana

46

Lampiran 7.Data Hasil Penelitian

No HbA1c IL61 IL63 IL65 glucose1 glucose3 glucose5 jk umur skor

1 5.12 44.057 37.254 26.107 133 152 123 1 40 17

2 5.1 9.667 17.33 11.376 104 111 106 1 37 18

3 5.49 218.916 379.884 351.117 119 123 132 1 39 22

4 5.16 42.418 40.779 46.005 110 118 117 1 19 18

5 4.89 175.544 203.307 180.429 129 102 96 1 41 18

6 5.3 64.399 96.459 82.106 123 152 148 1 31 18

7 4.9 6.25 11.376 7.869 93 124 103 1 21 18

8 4.7 20.119 27.664 18.434 118 125 122 2 29 18

9 5.3 24.263 48.238 31.844 113 127 119 1 54 18

10 4.8 10.746 23.42 33.566 110 123 133 1 23 20

11 4.8 46.762 44.385 38.811 122 120 115 1 20 20

12 5.4 71.016 91.799 112.392 117 124 126 1 52 20

13 5.1 7.599 23.63 7.329 97 118 104 1 34 18

14 4.7 369.884 393.119 359.637 134 139 137 2 30 20

15 5.1 33.556 63.374 71.016 109 139 125 1 39 18

16 4.8 20.119 46.27 39.139 124 122 121 1 20 18

17 5.2 19.487 14.361 7.239 115 112 104 1 45 18

18 5.3 9.667 13.167 3.297 132 162 118 1 46 18

19 5.4 169.586 193.774 156.2 148 159 137 1 55 18

20 5.18 16.889 10.083 23.56 136 126 122 1 37 20

21 4.9 357.492 357.968 388.591 115 128 124 2 22 25

22 5.1 17.1 3.279 18.434 101 116 100 1 14 18

Page 78: made agus maharjana

46

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Page 79: made agus maharjana

46

HbA1c .172 22 .091 .945 22 .254

IL61 .305 22 .000 .679 22 .000

IL63 .288 22 .000 .699 22 .000

IL65 .283 22 .000 .699 22 .000

glucose1 .070 22 .200* .988 22 .992

glucose3 .234 22 .003 .903 22 .035

glucose5 .118 22 .200* .968 22 .657

umur .136 22 .200* .954 22 .372

skor .388 22 .000 .609 22 .000

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

NPar Tests

Glucose 1,3,5

Descriptive Statistics

N Mean Std. Minimu Maximu

Percentiles

Page 80: made agus maharjana

46

Deviation m m

25th

50th

(Median) 75th

glucose1 22 118.2727 13.63183 93.00 148.00 109.7500 117.5000 129.7500

glucose3 22 128.2727 15.84202 102.00 162.00 118.0000 124.0000 139.0000

glucose5 22 119.6364 13.41479 96.00 148.00 105.5000 121.5000 127.5000

Friedman Test

Ranks

Mean Rank

glucose1 1.64

glucose3 2.64

glucose5 1.73

Page 81: made agus maharjana

46

Test Statisticsa

N 22

Chi-Square 13.455

Df 2

Asymp. Sig. .001

Monte Carlo Sig. Sig. .001

95% Confidence

Interval

Lower Bound .000

Upper Bound .001

a. Friedman Test

Post Hoc-Wilcoxon Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

glucose3 -

glucose1

Negative

Ranks 5a 6.80 34.00

Positive

Ranks 17b 12.88 219.00

Page 82: made agus maharjana

46

a. Based on

positive

ranks.

b. Wilcoxon

Signed

Ranks Test

Ties 0c

Total 22

glucose5 -

glucose1

Negative

Ranks 9d 12.33 111.00

Positive

Ranks 13e 10.92 142.00

Ties 0f

Total 22

glucose5 -

glucose3

Negative

Ranks 19g 11.61 220.50

Positive

Ranks 3h 10.83 32.50

Ties 0i

Total 22

Test Statisticsc

glucose3 -

glucose1

glucose5 -

glucose1

glucose5 -

glucose3

Z -3.004a -.504a -3.054b

Asymp. Sig. (2-tailed) .003 .615 .002

a. Based on negative ranks.

b. Based on positive ranks.

c. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 83: made agus maharjana

46

NPar Tests

IL-6 1,3,5

Descriptive Statistics

N Mean

Std.

Deviation Minimum Maximum

Percentiles

25th

50th

(Median) 75th

IL61 22 79.7971 109.33254 6.25 369.88 15.3533 28.9095 95.6585

IL63 22 97.3145 125.65356 3.28 393.12 16.5878 42.5820 120.7878

IL65 22 91.5681 121.50853 3.30 388.59 16.6695 36.1885 123.3440

Friedman Test

Ranks

Mean Rank

IL61 1.64

IL63 2.41

IL65 1.95

Test Statisticsa

Page 84: made agus maharjana

46

N 22

Chi-Square 6.636

df 2

Asymp. Sig. .036

Monte Carlo Sig. Sig. .038

95% Confidence

Interval

Lower Bound .035

Upper Bound .042

a. Friedman Test

Post Hoc-Wilcoxon

Ranks

Page 85: made agus maharjana

46

N Mean Rank Sum of Ranks

IL63 - IL61 Negative Ranks 6a 6.25 37.50

Positive Ranks 16b 13.47 215.50

Ties 0c

Total 22

IL65 - IL61 Negative Ranks 8d 9.88 79.00

Positive Ranks 14e 12.43 174.00

Ties 0f

Total 22

IL65 - IL63 Negative Ranks 15g 11.40 171.00

Positive Ranks 7h 11.71 82.00

Ties 0i

Total 22

Test Statisticsc

IL63 -

IL61

IL65 -

IL61

IL65 -

IL63

Z -2.890a -1.542a -1.445b

Asymp. Sig. (2-

tailed) .004 .123 .149

a. Based on negative ranks.

b. Based on positive ranks.

c. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 86: made agus maharjana

46

Correlation

Page 87: made agus maharjana

46

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

IL61 IL63 IL65 glucose1 glucose3 glucose5

Spearman's

rho

IL61 Correlation

Coefficient 1.000 .901

** .908

** .507

* .249 .520

*

Sig. (2-tailed) . .000 .000 .016 .264 .013

N 22 22 22 22 22 22

IL63 Correlation

Coefficient .901

** 1.000 .905

** .372 .263 .566

**

Sig. (2-tailed) .000 . .000 .088 .237 .006

N 22 22 22 22 22 22

IL65 Correlation

Coefficient .908

** .905

** 1.000 .365 .209 .590

**

Sig. (2-tailed) .000 .000 . .095 .350 .004

N 22 22 22 22 22 22

glucose1 Correlation

Coefficient .507

* .372 .365 1.000 .489

* .449

*

Sig. (2-tailed) .016 .088 .095 . .021 .036

N 22 22 22 22 22 22

glucose3 Correlation

Coefficient .249 .263 .209 .489

* 1.000 .689

**

Sig. (2-tailed) .264 .237 .350 .021 . .000

N 22 22 22 22 22 22

glucose5 Correlation

Coefficient .520

* .566

** .590

** .449

* .689

** 1.000

Sig. (2-tailed) .013 .006 .004 .036 .000 .

N 22 22 22 22 22 22

Page 88: made agus maharjana

46