Top Banner
Irwandi Syahputra, S.H., M.H. PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI M O D U L
155

M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Oct 17, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Irwandi Syahputra, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUMFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

M O D U L

Page 2: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Irwandi Syahputra, S.H., M.H.

MODUL

TINDAK PIDANA KELAUTAN Khusus dipakai dilingkungan sendiri

Page 3: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

ADAGIUM HUKUM

Het Strafrecht Zich Richt

Tegen Min Of Meer Abnormale Gedragingen

Hukum Pidana Berfungsi Untuk Melawan Kelakuan-Kelakuan Yang

Tidak Normal

Page 4: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH
Page 5: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

i Tindak Pidana Kelautan

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya

Penulis dapat menyelesaikan Modul yang berjudul Tindak Pidana Kelautan yang

diperuntukkan bagi kegiatan pembelajaran di Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu,

membimbing, dan memberikan saran-saran serta arahan dalam proses

penyelesaian modul ini, khususnya kepada yang saya hormati:

1. Bapak Prof. Dr. Agung Dharma Syakti, S.Pi, DEA selaku Rektor Universitas

Maritim Raja Ali Haji;

2. Bapak Dr. Oksep Adhayanto, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik;

3. Ibu Marnia Rani, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum

4. Bapak Irman, S.H., M.H., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

5. Bapak Dr. (Cand). Endri, S.H., M.H., Ibu Ayu Efritadewi, S.H., M.H., dan

Ibu Heni Widiyani, S.H., M.H., selaku dosen di Departemen Hukum Pidana

Program Studi Ilmu Hukum

6. Keluarga Besar Program Studi Ilmu Hukum

7. Seluruh Staf di lingkungan Universitas Maritim Raja Ali Haji

8. Bapak Letkol Laut (KH) Deni Nugraha, S.H, M.H., M.M., M.Tr. Hanla,

selaku Kadiskum Lantamal IV Tanjungpinang

9. Bapak Letda Laut (KH) Adji Puspa Negara, S.H., selaku Paur TU Diskum

Lantamal IV

10. Bapak Iptu Ardian, S.H. selaku Kasat Pol Air Polres Tanjungpinang

11. Bapak Amiruddin, selaku Kasubseksi Intelijen Kantor Pengawasan dan

Pelayanan Bea dan Cukai Tanjungpinang

12. Bapak Ribut, selaku Kasubseksi Penindakan dan Sarana Operasi Kantor

Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tanjungpinang

13. Della Monika, S.H., M.kn, selaku bidang Layout Isi

14. Razil, S.H, selaku bidang Desain Sampul

15. Deni Crysyanto Tampubolon dan M. Reza Irawan Meliala, selaku Mahasiswa

yang mendampingi dalam pencarian data-data ke instansi terkait

16. Seluruh mahasiswa di Departemen Hukum Pidana Program Studi Ilmu

Hukum

Modul Tindak Pidana Kelautan ini pada dasarnya merupakan bahan tayang

perkuliahan yang penulis persipkan untuk mata kuliah tindak pidana kelautan di

Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji yang telah melalui

proses dengan penambahan dan penyempurnaan guna melengkapi materi dibidang

Tindak Pidana Kelautan.

Page 6: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

ii Tindak Pidana Kelautan

Penulis menyadari bahwa modul ini masih jauh dari kata sempurna. Agar

modul ini menjadi lebih sempurna, penulis berharap masukan dan saran yang

membangun guna mengoreksi segala kekurangan yang ada pada buku Tindak

Pidana Kelautan ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga modul ini dapat

bermanfaat bagi mahasiswa maupun semua pihak yang menggunakan modul ini

sebagai pedoman bagi ilmu pengetahuan dibidang tindak pidana kelautan. Akhir

kata, kiranya Allah Subhana wata’ala melimpahkan kebaikan dan kasih sayang

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian, sehingga dapat

bermanfaat bagi semua pihak. Amin yaa Robbal’alamiin.

Nuun Wal Qolami Wama Yasthuruun

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tanjungpinang, Oktober 2020

Penyusun,

Irwandi Syahputra

Page 7: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

iii Tindak Pidana Kelautan

Daftar Isi

Halaman Pengesahan

Prakata……………………………………………………………………………………

Daftar Isi…………………………………………………………………………………

Rencana Pembelajaran Semester (RPS)………………………………………………….

i

iii

iv

BAB I PEMAHAMAN DASAR TINDAK PIDANA KELAUTAN…………...

1. Pengertian Laut dan Hukum Laut……………………………………..

2. Konsepsi Hukum Laut………………………………………………….

3. Jenis-Jenis dan zonasi Laut…………………………………………….

4. Pengertian Hukum Laut dan Tindak Pidana Kelautan…………………

5. Pembagian Delik dalam Hukum Pidana……………………………….

6. Sumber Hukum terhadap Tindak Pidana Kelautan dan jenis Tindak

Pidana Kelautan secara umum…………………………………………

1

2

2

2

3

4

4

BAB II PEROMPAKAN BERSENJATA ATAU PEMBAJAKAN DI LAUT...

1. Tinjauan mengenai Perompakan bersenjata atau Pembajakan…………

2. Yurisdiksi yang dimiliki oleh negara berdaulat dan pemberlakuan asas

Hukum………………………………………………………………….

3. Kejahatan Pelayaran dalam KUHP……………………………………..

7

8

16

16

BAB III KEJAHATAN PENYELUNDUPAN MELALUI JALUR LAUT

(SMUGGLING)……………………………………………………..........

1. Pengertian penyeludupan dan menurut pendapat para ahli…………….

2. Jenis-jenis Tindak pidana Penyeludupan………………………………

3. Faktor-faktor pendorong terjadinya Penyeludupan……………………

4. Ketentuan Pidana terhadap kejahatan Penyeludupan…………………..

5. Penyeludupan Manusia (Human Smunggling)…………………………

19

20

21

22

23

26

BAB IV TINDAK PIDANA DI BIDANG PELAYARAN………………………..

1. Pengertian Pelayaran dan jenis angkutan……………………………….

2. Asas dan Tujuan Pelayaran……………………………………………..

3. Sanksi Administrasi…………………………………………………….

4. Ketentuan Pidana dalam KUHP dan di luar KUHP……………………

5. Penegak Hukum………………………………………………………...

30

31

33

34

35

38

BAB V TINDAK PIDANA PENCEMARAN LAUT……………………………

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Lingkungan Hidup……………………….

2. Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup dan Pencemaran Laut……..

3. Sumber dan Jenis-Jenis Pencemaran Lingkungan Laut…………………

4. Sanksi Pidana terkait dengan Pencemaran Laut………………………...

40

41

42

43

45

Page 8: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

iv Tindak Pidana Kelautan

5. Kasus dan Penyelesaian Hukum………………………………………...

6. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup………………………………….

47

50

BAB VI TINDAK PIDANA BENDA CAGAR BUDAYA DI BAWAH

PERMUKAAN LAUT……………………………………………………

1. Pengertian Cagar Budaya……………………………………………….

2. Asas dan Tujuan Pelestarian Cagar Budaya……………………………

3. Pemilikan Dan Penguasaan Benda Cagar Budaya……………………...

4. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Cagar Budaya………………………………………………….

5. Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga

Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam…………………………………..

6. Perburuan Cagar Budaya Di Laut Bintan Dari Masa Ke Masa………...

52

53

54

56

56

58

59

BAB VII TINDAK PIDANA TERHADAP PENGELOLAAN WILAYAH

PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL………………………………..

1. Pengertian, Asas dan Tujuan…………………………………………...

2. Pemanfaatan dan Hak Atas Pulau-Pulau Kecil…………………………

3. Tindak Pidana Terhadap Trumbu Karang dan Mangrove……………...

4. Tindak Pidana Penambangan Pasir, Mineral, Minyak dan Gas………...

5. Tindak Pidana Reklamasi………………………………………………

62

63

67

69

70

71

BAB VIII TINDAK PIDANA KONSERVASI SUMBER DAYA HAYATI DAN

EKOSISTIMNYA…………………………………………………………

1. Pengertian dan Kegiatan Konservasi Sumber Daya Hayati Dan

Ekosistimnya……………………………………………………………

2. Asas dan Tujuan………………………………………………………...

3. Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar…………………………

4. Ketentuan Larangan dan Pengecualian…………………………………

5. Satwa Laut yang Dilindungi Berdasarkan Peraturan Pemerintah Dan

Peraturan Menteri……………………………………………………….

6. Ketentuan Pidana……………………………………………………….

7. Kasus Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati Dan Ekosistimnya di

Kepulauan Riau…………………………………………………………

73

74

75

75

76

77

79

83

BAB IX TINDAK PIDANA DI ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA...

1. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia…………………………………….

2. Kedaulatan di ZEEI dalam UNCLOS 1982…………………………….

3. Hak Berdaulat, Hak-Hak Lain Dan Yurisdiksi Republik Indonesia Di

Zona Ekonomi Eksklusif………………………………………………..

4. Wewenang Penegak Hukum……………………………………………

85

86

88

89

91

Page 9: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

v Tindak Pidana Kelautan

5. Ketentuan Pidana………………………………………………………. 92

BAB X TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN DI PERAIRAN...........................

1. Pengertian Dan Kebijakan Selektif……………………………………..

2. Izin Tinggal Terbatas Perairan………………………………………….

3. Subjek dan Fasilitas Izin Tinggal Terbatas Perairan……………………

4. Instansi Pemberi Rekomendasi Izin Tinggal Terbatas Perairan………..

5. Tata Cara Pemberian Izin Tinggal Terbatas Perairan…………………..

6. Persyaratan Untuk Permohonan Izin Tinggal Terbatas Perairan.............

7. Dinamika Izin Tinggal Terbatas Perairan di Masa Moratorium..............

8. Ketentuan Pidana……………………………………………………….

9. Tindak Pidana Keimigrasian di Perairan Kepri………………………...

94

95

95

96

97

97

99

100

102

103

BAB XI TINDAK PIDANA PERIKANAN.............................................................

1. Dasar Pertimbangan dan Perubahan Undang-Undang Tentang

Perikanan.........................................................................................

2. Ketentuan Pidana Di Bidang Perikanan………………………………...

3. Penegakan Hukum Illegal Fishing Di Indonesia……………………….

4. Kasus-Kasus Perikanan Regional dan Nasional………………………..

106

107

112

116

122

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................

RIWAYAT PENULIS.....................................................................................................

126

131

Page 10: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan vi

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

MATA

KULIAH KODE

RUMPUN

MK

BOBOT

(SKS) SEMESTER

Tanggal

Penyusunan

Tindak Pidana

Kelautan

ILMU

HUKUM 2 GENAP

(VI)

1 JANUARI

2020

OTORISASI Dosen Pengembang RPS

Koordinator

RMK/Dosen

Pengembang

Ketua Prodi

Irwandi Syahputra, S.H., M.H.

Marnia Rani, S.H., M.H

Capaian

Pembelajaran

CPL-PRODI yang dibebankan pada Mata Kuliah

S-1 Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu

menunjukkan sikap religius;

S-2 Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam

menjalankan tugas berdasarkan agama,moral, dan etika

S-3 Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan kemajuan

peradaban berdasarkan Pancasila

S-4 Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta

tanah air, memiliki nasionalisme serta rasa

tanggungjawab pada negara dan bangsa

S-7 Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara

S-9 Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di

bidang keahliannya secara mandiri

P-1 Menguasai teori-teori ilmu hukum;

Page 11: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan vii

P-2 Menguasai sumber-sumber ilmu hukum ;

P-3 Menguasai asas-asas hukum

P-4 Menguasai konsep-konsep yang diatur dalam hukum

positif di indonesia

P-5 Menguasai teori-teori dan konsep dalam penyelesaian

sangketa hukum

KK-04

Dapat membuat pendapat hukum (legal opinion);

KK-06 Mampu memberikan konsultasi hukum;

KK-07 Mampu membangun argumentasi hukum (legal

reasoning);

KK-08 Mampu membuat karya-karya ilmiah di bidang kajian

ilmu pengetahuan hukum;

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)

CPMK-1 Mampu memberikan definisi dan menyebutkan Istilah

dan Pengertian yang terdapat dalam tindak pidana

kelautan serta sumber hukum (S-3, P-1, P-3, P-5)

CPMK-2 Mampu menyebutkan dan menjelaskan Perompakan

bersenjata atau pembajakan di Laut (S-3, P-1, P-3, P-4)

CPMK-3 Mampu menguraikan dan menyimpulkan tentang

Kejahatan Penyelundupan Melalui Jalur Laut

(Smuggling) (S-3, S-4, P-3, P-4)

CPMK-4 Mampu menguraikan dan menyimpulkan tentang Tindak

Pidana di Bidang Pelayaran (S-1, S-2, S-3, P-2, P-3, P-

5)

CPMK-5 Mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Pencemaran Laut (S-3, S-4, P-1, P-3, P-4)

CPMK-6 Mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Benda Cagar Budaya di bawah permukaan Laut (S-3, S-

9, P-1, P-4)

CPMK-7 Mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil (M-11)

CPMK-8 Mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistimnya (M-

Page 12: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan viii

11)

CPMK-9 Mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (S-2, S-3, P-1, P-3,

P-5)

CPMK-10 Mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Keimigrasian di Perairan (S-2, S-3, P-1, P-3, P-5)

CPMK-11 Mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Perikanan dan Perubahan Undang-undang (S-2, S-3, P-

1, P-3, P-5)

CPMK-12 Mampu menerangkan dan menguraikan Penegak

Hukum Di Bidang Perikanan (S-2, S-3, P-1, P-3, P-5)

CPMK-13 Mampu menerangkan dan menguraikan Penegakan

Hukum di Bidang Perikanan dan kasus-kasus

perikanan(S-2, S-3, P-1, P-3, P-5)

Sub-CPMK

Sub-CPMK-1 Mahasiswa mampu memberikan definisi dan

menyebutkan Istilah dan Pengertian yang terdapat dalam

tindak pidana kelautan serta sumber hukum (M-1 dan

M-2)

Sub-CPMK-2 Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan

Perompakan bersenjata atau pembajakan di Laut (M-3

dan M-4 )

Sub-CPMK-3 Mahasiswa mampu menguraikan dan menyimpulkan

tentang Kejahatan Penyelundupan Melalui Jalur Laut

(Smuggling)(M-5)

Sub-CPMK-4 Mahasiswa mampu menguraikan dan menyimpulkan

tentang Tindak Pidana di Bidang Pelayaran (M-6)

Sub-CPMK-5 Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan

Tindak Pidana Pencemaran Laut (M-6)

Sub-CPMK-6 Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan

Tindak Pidana Benda Cagar Budaya di bawah

permukaan Laut (M-10)

Sub-CPMK-7 Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan

Tindak Pidana Terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil (M-11)

Page 13: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan ix

Deskripsi Singkat

MK

Mata kuliah ini membahas tentang tindak pidana kelautan, untuk

membekali mahasiswa dengan pengetahuan tentang segala peraturan

perundang-undangan berkaitan dengan tindak pidana di laut,

kejahatan-kejahatan yang terjadi dilaut serta penegakan hukum, mata

kuliah ini juga berpedoman terhadap prosedur ketetapan (Protap)

dalam penegakan hukum Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.

Bahan Kajian : 1. Istilah dan Pengertian yang terdapat dalam tindak pidana

kelautan serta sumber hukum

2. Perompakan bersenjata atau pembajakan di Laut

3. Kejahatan Penyelundupan Melalui Jalur Laut (Smuggling)

4. Tindak Pidana di Bidang Pelayaran

5. Tindak Pidana Pencemaran Laut

6. Tindak Pidana Benda Cagar Budaya di bawah permukaan

Laut

7. Tindak Pidana Terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

8. Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati dan

Ekosistimnya

9. Tindak Pidana di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

10. Tindak Pidana Keimigrasian di Perairan

11. Tindak Pidana Perikanan dan Perubahan Undang-undang

12. Penegak Hukum Di Bidang Perikanan

13. Penegakan Hukum di Bidang Perikanan

Materi

Pembelajaran

Sub-CPMK-8 Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan

Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati dan

Ekosistimnya (M-11)

Sub-CPMK-9 Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan

Tindak Pidana di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (M-

11)

Sub-CPMK-10 Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan

Tindak Pidana Keimigrasian di Perairan (M-11)

Sub-CPMK-11 Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan

Tindak Pidana Perikanan dan Perubahan Undang-

undang (M-11)

Sub-CPMK-12 Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan

Penegak Hukum Di Bidang Perikanan (M-11)

Sub-CPMK-13 Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan

Penegakan Hukum di Bidang Perikanan dan kasus-kasus

perikanan (M-11)

Page 14: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan x

14. Kasus-Kasus Perikanan Regional dan Nasional.

Pustaka Utama

1. Arief, Barda Nawawi. 1991. Upaya Non Penal dalam

Menanggulangi Kejahatan, Makalah Seminar Kriminologi UI,

Hukum UNDIP. Semarang.

2. Fauzi, Akhmad. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan, PT

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

3. Gosita, Arief. 1989. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,

Citra Aditya Bakti. Bandung.

4. Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Penegakan Hukum. Rajawali. Jakarta.

5. Subagyo, Joko. 2002. Hukum Laut Indonesia. PT Rineka Cipta.

Jakarta.

6. Tribawono, Djoko. 2002. Hukum Perikanan Indonesia. PT Citra

Aditya Bakti. Bandung

7. Likiadja, Frans. E dan Bessie, Daniel, F. 1988. Hukum Laut dan

Undang-Undang Perikanan Indonesia. Ghalia Indonesia. Bandung.

8. Marpaung, Leden. 1993. Tindak Pidana Wilayah Perikanan (Laut)

Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.

Pendukung

1. Undang-Undang Perikanan

2. Undang-Undang Pelayaran

3. Undang-Undang Kepabeanan

4. Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup

5. Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil

6. Undang-Undang Cagar Budaya

7. Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Hayati dan

Ekosistimnya

8. Undang-Undang Keimigrasian

9. Undang-Undang Zona Ekonomi Ekslusif

Dosen Pengampu Irwandi Syahputra, S.H., MH.

Mata Kuliah Syarat

MINGGU

KE-

SUB-CP-MK (KEMAMPUAN

AKHIR YANG

DIHARAPKAN)

INDIKATOR MATERI

PELAJARAN

METODE

PEMBELA

JARAN

REFE

RENSI

(1) (2) (3) (4) (5) (9)

1 Mahasiswa mengetahui

kontrak Perkuliahan

dan mampu memahami

Pengertian, Jenis-jenis

dan zonasi Laut,

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

1. Kontrak

Mata Kuliah

2. Pendahuluan

a. Pengertian

Laut dan

Saintifik

(mengamat,

menanya,

mengumpul

kan

1,2,3,4,5

, 6, 7

dan 8

Page 15: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan xi

pembagian delik dalam

hukum pidana dan

sumber hukum

terhadap kejahatan

kelautan dan jenis-jenis

secara umum.

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Hukum

Laut

b. Jenis-Jenis

dan zonasi

Laut

c. Pengertian

Hukum

Laut dan

Tindak

Pidana

Kelautan

d. Pembagian

Delik

dalam

Hukum

Pidana

e. Sumber

Hukum

terhadap

Kejahatan

Kelautan

dan jenis

kejahatan

secara

umum

informasi,

menalar,

mengomuna

sikan)

2 Mahasiswa

diharapkan mampu

memahami, mengerti

dan mengetahui

tentang Perompakan

bersenjata atau

pembajakan di Laut

dan Mahasiswa

mampu untuk

menjelaskan dan

menguraikan serta

menyimpulkan

mengenai Peraturan-

peraturan terkait

Perompakan

bersenjata atau

pembajakan di Laut

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Perompakan

bersenjata

atau

pembajakan

di Laut

1. Konsepsi

Hukum Laut

2. Laut Lepas

Berdasarkan

Unclos 1982

3. Tinjauan

mengenai

Perompakan

bersenjata

atau

Pembajakan

4. yurisdiksi

yang dimiliki

oleh negara

berdaulat dan

pemberlakuan

asas Hukum

5. Kejahatan

Saintifik

(mengamat,

menanya,

mengumpul

kan

informasi,

menalar,

mengomuna

sikan)

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

Page 16: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan xii

Pelayaran

dalam KUHP

3 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

menunjukkan sikap

ilmiah serta

keaktifan belajar,

Mahasiswa mampu

untuk menjelaskan

dan menguraikan

serta

menyimpulkan

mengenai

Kejahatan

Penyelundupan

Melalui Jalur Laut

(Smuggling)

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Kejahatan

Penyelundupa

n Melalui

Jalur Laut

(Smuggling)

1. Pengertian

penyeludu

pan dan

menurut

pendapat

para ahli

2. Jenis-jenis

Tindak

pidana

Penyeludu

pan

3. Faktor-

faktor

pendorong

terjadinya

Penyeludu

pan

4. Ketentuan

Pidana

terhadap

kejahatan

Penyeludu

pan

5. Penyeludu

pan

Manusia

(Human

Smungglin

g

1,2,3,4,5

, 6, 7

dan 8

4 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

Mahasiswa mampu

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

Tindak Pidana

di Bidang

Pelayaran

1. Pengertian

Pelayaran

dan jenis

angkutan

Saintifik

(mengamat,

menanya,

mengumpul

kan

informasi,

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

Page 17: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan xiii

untuk menjelaskan

dan menguraikan serta

menyimpulkan

mengenai Tindak

Pidana di Bidang

Pelayaran, dan

menunjukkan sikap

ilmiah serta keaktifan

belajar

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

2. Asas dan

Tujuan

Pelayaran

3. Sanksi

Administra

si

4. Ketentuan

Pidana

dalam

KUHP dan

di luar

KUHP

5. Penegak

Hukum

menalar,

mengomuna

sikan)

5 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

Mahasiswa mampu

untuk menjelaskan

dan menguraikan

serta menyimpulkan

mengenai Tindak

Pidana Pencemaran

Laut, dan

menunjukkan sikap

ilmiah serta keaktifan

belajar

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Tindak

Pidana

Pencemaran

Laut

1. Pengertian

dan Unsur-

Unsur

Lingkungan

Hidup

2. Pengertian

Pencemaran

LH dan

Pencemaran

Laut

3. Sumber dan

Jenis-Jenis

Pencemaran

Lingkungan

Laut

4. Sanksi Pidana

terkait

dengan

Pencemaran

Laut

5. Kasus dan

Penyelesaian

Hukum

6. Penegakan

Hukum

Lingkungan

Hidup

Saintifik

(mengamat,

menanya,

mengumpul

kan

informasi,

menalar,

mengomuna

sikan)

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

6 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

1. Ketepatan

dan Tindak Pidana

Benda Cagar

Saintifik

(mengamat,

1,2,3,4,

5, 6, 7

Page 18: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan xiv

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

Mahasiswa mampu

untuk menjelaskan

dan menguraikan serta

menyimpulkan

mengenai Tindak

Pidana Benda Cagar

Budaya di bawah

permukaan Laut dan

menunjukkan sikap

ilmiah serta keaktifan

belajar

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Budaya di

bawah

permukaan

Laut

1. Asas

Pelestarian

Cagar

Budaya

2. Pemilikan

Dan

Penguasaa

n

3. Ketentuan

Pidana dan

Pemberata

n

Hukuman

4. Perburuan

Cagar

Budaya

menanya,

mengumpul

kan

informasi,

menalar,

mengomuna

sikan)

dan 8

7 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

menyatakan

pendapat atas

diskusi materi

yang ditanyakan

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Review materi

yang telah

diajarkan dari

pertemuan 1-6

dengan

berdiksusi dan

Tanya jawab.

Serta

pemberian

kisi-kisi Ujian

Tengah

Semester

(UTS)

Saintifik

(mengamat,

menanya,

mengumpul

kan

informasi,

menalar,

mengomuna

sikan)

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

8 UTS

9 Menunjukkan sikap

ilmiah serta keaktifan

belajar , menyatakan

pendapat atas diskusi

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

Pengelolaan

Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau

Kecil

Saintifik

(mengamat,

menanya,

mengumpul

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

Page 19: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan xv

materi yang

ditanyakan,

Mahasiswa mampu

memberikan

gambaran,

menjelaskan dan

menguraikan

mengenai Tindak

Pidana Terhadap

Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil ,

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

1. Pengertian,

Asas dan

TujuanPeman

faatan dan

Hak Atas

Pulau-Pulau

Kecil

2. Tindak

Pidana

Terhadap

Trumbu

Karang dan

Mangrove

3. Tindak

Pidana

Penambangan

Pasir,

Mineral,

Minyak dan

Gas

4. Tindak

Pidana

Reklamasi

kan

informasi,

menalar,

mengomuna

sikan)

10 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

menunjukkan sikap

ilmiah serta keaktifan

belajar menyatakan

pendapat atas diskusi

materi yang

ditanyakan,

Mahasiswa mampu

menjelaskan dan

menguraikan tentang

Tindak Pidana

Konservasi Sumber

Daya Hayati dan

Ekosistimnya.

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Tindak Pidana

Konservasi

Sumber Daya

Hayati dan

Ekosistimnya

1. Asas dan

Tujuan

2. Ketentuan

larangan dan

Pengecualian

dari Larangan

3. Pemanfaatan

Jenis

Tumbuhan

Dan Satwa

Liar

Ketentuan

Pidana

Saintifik

(mengamat,

menanya,

mengumpul

kan

informasi,

menalar,

mengomuna

sikan)

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

Page 20: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan xvi

11 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

menunjukkan sikap

ilmiah serta keaktifan

belajar menyatakan

pendapat atas diskusi

materi yang

ditanyakan dan

Mahasiswa mampu

untuk menjelaskan,

menguraikan serta

menyimpulkan

mengenai Tindak

Pidana di Zona

Ekonomi Ekslusif

Indonesia

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Tindak Pidana

di Zona

Ekonomi

Ekslusif

Indonesia

1. Hak

Berdaulat,

Hak-Hak

Lain Dan

Yurisdiksi

2. Kegiatan-

Kegiatan Di

Zona

Ekonomi

Eksklusif

Indonesia

3. Ketentuan

Pidana dan

Penegakan

Hukum

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

12 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

menunjukkan

sikap ilmiah serta

keaktifan belajar

menyatakan

pendapat atas

diskusi materi

yang ditanyakan

dan Mahasiswa

mampu untuk

mengidentifikasi

mengenai Tindak

Pidana

Keimigrasian di

Perairan

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Tindak

Pidana

Keimigrasian

di Perairan

1. kebijakan

selektif

2. Jenis Izin

Tinggal

3. Izin

Tinggal

Terbatas

Di

Perairan

4. Subjek

ITAS

Perairan

5. Fasilitas

Pada Itas

6. Ketentuan

Pidana

7. Bentuk-

Bentuk

Saintifik

(mengamat,

menanya,

mengumpul

kan

informasi,

menalar,

mengomuna

sikan)

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

Page 21: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan xvii

Tindak

Pidana

Keimigras

ian

13 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

menunjukkan sikap

ilmiah serta

keaktifan belajar

menyatakan

pendapat atas

diskusi materi yang

ditanyakan dan

Mahasiswa mampu

untuk

mengidentifikasi

Tindak Pidana

Perikanan dan

Perubahan Undang-

undang dan Penegak

Hukum Di Bidang

Perikanan

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

1. Tindak

Pidana

Perikanan

dan

Perubahan

Undang-

undang

2. Penegak

Hukum Di

Bidang

Perikanan

Presentasi,

diskusi dan

Tanya

jawab

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

14 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya,

menunjukkan sikap

ilmiah serta keaktifan

belajar, Mahasiswa

mampu untuk

menjelaskan,

menguraikan serta

menyimpulkan

mengenai Penegakan

Hukum di Bidang

Perikanan dan

Kasus-Kasus

Perikanan Regional

dan Nasional

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

1. Penegakan

Hukum di

Bidang

Perikanan

2. Kasus-

Kasus

Perikanan

Regional

dan

Nasional

Presentasi,

diskusi dan

Tanya

jawab

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

Page 22: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

Tindak Pidana Kelautan xviii

15 Mahasiswa mampu

Menyatakan dan

menjawab materi

pembelajaran

sebelumnya ,

menyatakan pendapat

atas diskusi materi

yang ditanyakan

1. Ketepatan

dan

kelengkapa

n dalam

penjelasan

konsep/

materi

2. Menunjukk

an sikap

yang baik

selama

proses

pembelajar

a

3. Keaktifan

selama

pembelajar

an

Review materi

yang telah

diajarkan dari

pertemuan 9-14

dengan

berdiksusi dan

Tanya jawab.

Serta pemberian

kisi-kisi Ujian

Akhir Semester

(UAS)

Presentasi,

diskusi dan

Tanya

jawab

1,2,3,4,

5, 6, 7

dan 8

16 UAS

Tanjungpinang, 1 Januari 2020

Dosen Mata Kuliah

Irwandi Syahputra, S.H., M.H

Page 23: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

1 Tindak Pidana Kelautan

BAB I

PEMAHAMAN DASAR

TINDAK PIDANA KELAUTAN

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa Memahami aspek-aspek dasar dalam Tindak Pidana

Kelautan

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan Pengertian Laut dan Hukum Laut,

Konsepsi Hukum Laut, Jenis-Jenis dan zonasi Laut, Pengertian

Hukum Laut dan Tindak Pidana Kelautan, Pembagian Delik dalam

Hukum Pidana Sumber Hukum terhadap Kejahatan Kelautan dan

jenis kejahatan secara umum

Materi 1. Pengertian Laut dan Hukum Laut

2. Konsepsi Hukum Laut

3. Jenis-Jenis dan zonasi Laut

4. Pengertian Hukum Laut dan Tindak Pidana Kelautan

5. Pembagian Delik dalam Hukum Pidana

6. Sumber Hukum terhadap Tindak Pidana Kelautan dan jenis

Tindak Pidana Kelautan secara umum

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi

Interaktif

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Menjelaskan Kontrak Perkuliahan

Menjelaskan RKPP

Menjelaskan buku bacaan/sumber belajar

Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang pemahaman Dasar Tindak Pidana

Kelautan

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa

memahami materi yang diberikan

Kesimpulan

Evaluasi

Page 24: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

2 Tindak Pidana Kelautan

C. Pemahaman Dasar Tindak Pidana Kelautan

1. Pengertian Laut dan Hukum Laut

Kata laut sudah dikenal sejak dulu kala oleh bangsa kita bahkan oleh

bangsa-bangsa dibeberapa negara lain nya. Laut merupakan bagian dari bumi

kita yang tertutup oleh air asin. Abdul Muthalib Tahar menyatakan bahwa laut

adalah sekumpulan air asin yang memiliki jumlah yang sangat luas sehingga

mampu untuk misahkan benua, pulau, dan lain sebaginya.

Laut terutama lautan samudera, mempunyai sifat istimewa bagi

manusia. Begitu pula hukum laut, oleh karena hukum pada umumnya adalah

rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai

anggota masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib diantara anggota-

anggota masyarakat itu. Laut adalah suatu keluasan air yang meluas diantara

berbagai benua dan pulau-pulau di dunia.1

2. Konsepsi Hukum Laut

Lahirnya konsepsi hukum laut tidak dapat dilepaskan dari sejarah

pertumbuhan hukum laut internasional yang mengenal pertarungan antara dua

konsepsi, yaitu :2

a. Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah milik bersama

masyarakat dunia dan oleh karena itu tidak dapat diambil atau dimiliki oleh

siapapun.

b. Res Nulius, yang menyatakan laut itu tidak ada yang memiliki dan oleh

karena itu dapat diambil dan dimiliki oleh masing-masing Negara.

3. Jenis-Jenis dan zonasi Laut

a. Laut Transgresi, terjadi karena genangan air laut terhadap daratan akibat

kenaikan permukaan air laut 60-70 m pada zaman berakhirnya zaman es cth.

Laut Jawa. Selat Karimata,

1 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta,1984, hlm. 8

2 Hasyim Djalal, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum laut, Penerbit Bina Cipta, Jakarta, 1979.

hlm. 11.

Page 25: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

3 Tindak Pidana Kelautan

b. Laut Ingresi, dasar taut mengalami gerakan menurun/turunnya tanah di dasar

taut cth. Laut Banda. Laut Flores

c. Laut Regresi, laut yang semakin menyempit karena adanya akumulasi

endapan material dari sungai yang bermuara ke sana. Cth adalah Laut Bering

di dekat Arktik

Zonasi laut termuat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985

tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982 yaitu laut terbagi beberapa zonasi

yang dapat diuraikan dalam gambar berikut ini:

Gambar I.1

Zonasi Laut

4. Pengertian Hukum Laut dan Tindak Pidana Kelautan

Tindak kejahatan di laut, se-panjang eksistensi peradaban manusia, telah

mewarnai perjalanan sejarahnya yang terjadi di berbagai belahan bumi. Hukum

Laut menurut Dr. Wirjono Prodjodikoro SH yaitu meliputi segala peraturan

hukum yang ada hubungan dengan laut. Jika melihat dari pengertian tindak

pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu

dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum

Page 26: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

4 Tindak Pidana Kelautan

pidana seiring mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-

undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa

pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana maka dapat disimpulkan

bahwa pengertian tindak pidana kelautan yaitu Perbuatan-perbuatan

menimbulkan gangguan hubungan hak dan kewajiban manusia dalam hubungan

hukum serta menimbulkan kerugian terhadap sumber daya laut.

5. Pembagian Delik dalam Hukum Pidana

Tabel. I.1

Pembagian Delik dalam Hukum Pidana

Jenis Delik

Kejahatan (misdrijf)

Penjelasan KUHP : sebelum ada

UU sudah dianggap tidak baik

(recht-delicten)

Hazewinkel - Suringa: tidak ada

perbedaan kualitatif, hanya

perbedaan kuantitatif

a) Percobaan: dipidana

b) Membantu: dipidana

c) Daluwarsa: lebih panjang

d) Delikaduan: ada

KUHP : Buku II

Pelanggaran (overtreding)

Baru dianggap tidak baik setelah

ada UU (wet delicten)

Perbedaan dengan kejahatan:

a) Percobaan: tidak dipidana

b) Membantu: tidak dipidana

c) Daluwarsa: lebih pendek

d) Delikaduan: tidak ada

KUHP : Buku III

6. Sumber Hukum terhadap Tindak Pidana Kelautan dan Jenis Tindak

Pidana Kelautan Secara Umum

Sumber hukum terhadap tindak pidana kelautan dapat dilihat dari

hukum positif di Indonesia, baik diatur secara materil maupun hukum formil:

1) Hukum Materil;

Page 27: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

5 Tindak Pidana Kelautan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati Dan Ekosistem

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona

Ekonomi Ekslusif Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

Dapat dipadukan dengan KUHP

Peraturan Pemerintah

Perda

2) Hukum Formilnya:

KUHAP dan peraturan lain terkait dengan Tindak Pidana Kelautan.

Jenis Kejahatan Laut atau tindak pidana tertentu di laut dapat

dikelompokkan sebagai berikut ini:

Perompakan Bersenjata Atau Pembajakan Di Laut

Kejahatan Penyelundupan Melalui Jalur Laut (Smuggling)

Tindak Pidana Di Bidang Pelayaran

Tindak Pidana Pencemaran Laut

Tindak Pidana Benda Cagar Budaya Di Bawah Permukaan Laut

Page 28: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

6 Tindak Pidana Kelautan

Tindak Pidana Terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau

Kecil

Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati Dan Ekosistimnya

Tindak Pidana Di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

Tindak Pidana Keimigrasian Di Perairan

Tindak Pidana Perikanan

D. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian laut dan hukum laut?

2. Jelaskan konsepsi hukum laut?

3. Jelasakan jenis-jenis dan zonasi laut?

4. Jelaskan pengertian hukum laut dan tindak pidana kelautan?

5. Jelaskan pembagian delik dalam hukum pidana?

6. Sebutkan sumber hukum terhadap tindak pidana kelautan dan jenis tindak

pidana kelautan secara umum?

E. Sumber Penulisan

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta.

1984.

Hasyim Djalal, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum laut, Penerbit Bina Cipta,

Jakarta, 1979.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982

Page 29: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

7 Tindak Pidana Kelautan

BAB II

PEROMPAKAN BERSENJATA

ATAU PEMBAJAKAN DI LAUT

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan Perompakan

bersenjata atau pembajakan di Laut

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Tinjauan mengenai

Perompakan bersenjata atau Pembajakan, Yurisdiksi yang dimiliki

oleh negara berdaulat dan pemberlakuan asas Hukum dan Kejahatan

Pelayaran dalam KUHP

Materi 1. Tinjauan mengenai Perompakan bersenjata atau Pembajakan

2. Yurisdiksi yang dimiliki oleh negara berdaulat dan

pemberlakuan asas Hukum

3. Kejahatan Pelayaran dalam KUHP

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi

Interaktif, Analisis kasus

sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Mereview materi Perkuliahan minggu pertama

Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Perompakan bersenjata atau

pembajakan di Laut

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa

memahami materi yang diberikan

Kesimpulan

Evaluasi

Page 30: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

8 Tindak Pidana Kelautan

C. Perompakan bersenjata atau pembajakan di Laut

1. Tinjauan mengenai Perompakan bersenjata atau Pembajakan

Pertumbuhan dan perkembangan kedua doktrin tersebut diawali dengan

sejarah panjang mengenai penguasaan laut oleh Imperium Roma. Kenyataan

bahwa Imperium Roma menguasai tepi Lautan Tengah dan karenanya

menguasai seluruh lautan tengah secara mutlak. Dengan demikian

menimbulkan suatu keadaan di mana lautan tengah menjadi lautan yang bebas

dari gangguan bajak-bajak laut, sehingga semua orang dapat mempergunakan

lautan tengah dengan aman dan sejahtera yang dijamin oleh pihak Imperium

Roma. Pemikiran umum bangsa Romawi terhadap laut didasarkan atas doktrin

res communis omnium ( hak bersama seluruh umat manusia), yang memandang

penggunaan laut bebas atau terbuka bagi setiap orang. Asas res communis

omnium di samping untuk kepentingan pelayaran, menjadi dasar pula untuk

kebebasan menangkap ikan.

Laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk

dalam zona ekonomi eksklusif, laut teritorial, perairan pedalaman suatu negara,

atau dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Implikasi dari definisi

tersebut membuat laut lepas menjadi kawasan yang terbuka bagi setiap negara

dan tidak ada negara yang mengklaim bahwa kawasan tersebut berada di bawah

yurisdiksinya (Res Communis) Prinsip hukum yang mengaturrezim laut lepas

adalah prinsip kebebasan.

Menurut Pasal 87 Konvensi Hukum Laut 1982, kebebasan tersebut

meliputi :

a. freedom of navigation;

b. freedom of overflight;

c. freedom to lay submarine cables and pipelines, subject to Part VI;

d. freedom to construct artificial islands and other installations permitted

under international law, subject to Part VI;

Page 31: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

9 Tindak Pidana Kelautan

e. freedom of fishing, subject to the conditions laid down in section 2;

f. freedom of scientific research, subject to Parts VI and XIII.

Laut lepas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 87 UNCLOS

merupakan laut yang terbuka bagi semua negara, sehingga memungkinkan

terjadinya suatu tindak pidana pada kawasan tersebut, seperti pembajakan

kapal, perdagangan gelap dan penyiaran yang tidak sah. Perompakan bersenjata

atau pembajakan di laut merupakan kejahatan yang tertua di dunia. Bahkan,

tindakan pembajakan di laut atau dikenal dengan istilah Piracy merupakan satu-

satunya tindak kriminal murni yang ditetapkan sebagai kejahatan internasional

Berdasarkan data dari International Maritime Bureau (IMB) dalam satu

tahun ini terdapat 100 kapal yang terlibat upaya perompakan, 42 diantaranya

berhasil dibajak dan 17 diantaranya masih belum dibebaskan hingga saat ini.

Serangan pembajakan dilakukan terhadap kapal pengangkut minyak, kapal

pesiar, kapal pembawa persenjataan bahkan kapal pembawa bantuan

kemanusiaan. Hukum internasional menganggap pembajakan sebagai kejahatan

terhadap umat manusia (homo homini lupus).

Dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum Pidana Internasional

II” Romli Atmasasmita menyatakan bahwa: “international crimes adalah

kejahatan yang termasuk yurisdiksi ICC, seperti genosida, kejahatan terhadap

kemanusiaan, kejahatan perang dan agresi (Pasal 5 Statuta ICC), dan beberapa

kejahatan lain seperti pembajakan di laut

Pada pertemuan internasional ARF Expert Group Meeting On

Transnational Crime yang diselenggarakan di Seoul tanggal 30-31 Oktober

2000 membahas permasalahan tentang pembajakan, migrasi ilegal dan

perdagangan gelap senjata kecil dan ringan, dimana hasil dari pertemuan ini

menyatakan bahwa pembajakan yang semakin meningkat, merupakan suatu

kejahatan transnasional yang berdampak pada keamanan regional. Prinsip

pemberantasan perompakan ini juga ditegaskan oleh pasal 100 Konvensi yang

meminta agar negara-negara bekerjasama sepenuhnya dalam pemberantasan

Page 32: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

10 Tindak Pidana Kelautan

perompakan di laut lepas atau tempat lain manapun di luar yurisdiksi suatu

negara

Pasal 101 UNCLOS 1982 bahwa “Piracy” itu dapat berupa setiap

tindakan kekerasan atau penahanan, atau setiap tindakan pembinasaan yang

dilakukan untuk kepentingan pribadi, oleh awak kapal atau penumpang sebuah

kapal atau pesawat udara swasta, dan kejadian tersebut terjadi di laut lepas, atau

di luar yurisdiksi suatu negara, dan tentang pembajakan (Piracy) itu sendiri

diatur dalam Pasal 100 sampai 107 konvensi. Jadi, apabila tindakan tersebut

terjadi di perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial suatu

negara maka tindakan tersebut bukan tergolong “piracy” melainkan sea/armed

robbery

Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization-

IMO) merupakan salah satu badan organisasi internasional yang mengatur

tentang bajak laut di dunia. IMO mengeluarkan definisinya tentang bajak laut

berdasarkan pasal 101 Konvensi hukum laut internasional (United Nations

Conventions on the Law of the Sea 1982) yang dapat digolongkan menjadi lima

karekteristik :

1. Pembajakan laut harus melibatkan tindakan melawan hukum seperti

kekerasan atau penahanan, atau setiap tindakan pembinasaan dan untuk

tujuan-tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang kapal pribadi atau

pesawat pribadi.

2. Pembajakan laut harus dilakukan di laut lepas atau di tempat di luar

yurisdiksi sebuah negara. Ketentuan tersebut membatasi definisi pada sebuah

tindakan kekerasan atau penahanan ilegal terhadap sebuah kapal di wilayah

laut bebas atau di wilayah lainnya di luar yurisdiksi sebuah negara.

Sehingga, aksi perompakan dan pembajakan yang dilakukan di dalam

wilayah laut teritorial suatu negara tidak akan dimasukkan ke dalam istilah

bajak laut.

Page 33: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

11 Tindak Pidana Kelautan

3. Definisi UNCLOS tentang pembajakan laut adalah harus melibatkan dua

kapal (two-ship requirement). Bajak laut harus menggunakan sebuah kapal

untuk menyerang kapal lain. Oleh karena itu, dengan definisi tersebut maka

penyerangan yang dilakukan oleh penumpang atau awak kapal yang berasal

dari dalam kapal tidak termasuk aksi bajak laut.

4. Pembajakan laut harus dilakukan demi tujuan pribadi, yang mana tidak

memasukkan aksi terorisme atau kegiatan lingkungan sebagai aksi bajak

laut. Oleh karena itu, pembajakan laut yang dilakukan oleh kelompok

pemberontak misalnya, tidak dapat digolongkan ke dalam definisi bajak laut.

5. Serangan oleh kapal angkatan laut tidak dapat disebut aksi bajak laut karena

serangan bajak laut harus dilakukan oleh awak atau penumpang kapal milik

pribadi.

Pembajakan di Laut Lepas ini telah diatur berdasarkan hukum kebiasaan

internasional, karena dianggap telah mengganggu kelancaran pelayaran dan

negara memiliki hak untuk melaksanakan yurisdiksi berdasarkan hukum yang

berlaku dalam negaranya.3 Konvensi Roma 1988, Pasal 6 ayat (1) dan (2)

berbunyi sebagai berikut:

1) menetapkan yurisdiksi atas tindak pidana yang ditetapkan dalam pasal 3

ketika kejahatan dilakukan:

a) melawan untuk mengibarkan bendera negara pada waktu kejahatan

dilakukan di atas kapal;

b) dalam wilayah negara yang bersangkutan, termasuk laut teritorial;

c) dilakukan oleh seorang warga negara dari negara tersebut

2) Setiap negara pihak juga dapat menerapkan yurisdiksinya atas suatu

pelanggaran jika:

a) tindakan itu dilakukan oleh seseorang yang berkewarganegaraan dari

negara yang bersangkutan;

3 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi X, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 353

Page 34: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

12 Tindak Pidana Kelautan

b) selama pelaku dari negara tersebut, mengancam untuk membunuh atau

melukai orang lain;

c) tindakan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memaksa negara yang

bersangkutan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan

Dalam hukum positif internasional, definisi atau batasan pengertian

pembajakan di laut telah ditentukan berdasarkan perumusan dalam Konvensi

Jenewa l958 dan Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Konvensi Jenewa l958

dalam Pasal l5 merumuskan pembajakan di laut yaitu bahwa :4 Pembajakan

terdiri dari salah satu tindakan berikut:

1) Setiap tindakan ilegal kekerasan, penahanan atau tindakan penyusutan,

berkomitmen untuk tujuan pribadi oleh awak atau penumpang kapal swasta

atau pesawat pribadi, dan diarahkan:

a) Di laut lepas, terhadap kapal lain atau pesawat udara, atau terhadap orang

atau properti di atas kapal atau pesawat udara.

b) Terhadap kapal, pesawat udara, orang atau barang di suatu tempat di luar

yurisdiksi Negara manapun.

2) Setiap tindakan partisipasi sukarela dalam operasi pesawat terbang dengan

mengetahui fakta yang membuatnya menjadi bajak laut-kapal atau pesawat

udara.

Pembajakan di laut lepas merupakan tindak kejahatan internasional dan

dianggap sebagai musuh setiap negara, serta dapat diadili dimanapun pembajak

tersebut ditangkap tanpa memandang kebangsaannya. Pembajakan di laut lepas

memang bersifat “crimes of universal interest (kejahatan kepentingan yang

universal)”, sehingga setiap negara dapat menahan perbuatan yang dinyatakan

sebagai pembajakan yang terjadi di luar wilayahnya atau wilayah negara lain

4 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Penerbit Binacipta, Bandung, 1978, hlm.

224-225

Page 35: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

13 Tindak Pidana Kelautan

yaitu di Laut Lepas, dan berhak melaksanakan penegakan yurisdiksi dan

ketentuan-ketentuan hukumnya.5

Dalam hal ini setiap negara boleh menangkap pembajak di laut lepas,

dan menyeret kepelabuhannya untuk diadili oleh pengadilan negara tersebut,

dengan alasan pembajakan di laut lepas tersebut adalah “hostes humani

generis”. (musuh semua umat manusia). Tetapi hak ini hanya berlaku terhadap

orang-orang yang dianggap melakukan pembajakan dilaut berdasarkan kriteria

yang ditentukan oleh hukum internasional. Hal itu disebabkan mungkin

terdapat perbuatan yang dianggap pembajakan oleh undang-undang suatu

negara tertentu, tetapi menurut hukum internasional bukan pembajakan.

Misalnya, bahwa dalam hukum kejahatan Inggris, bekerja dalam perdagangan

budak dianggap sama dengan pembajakan.6

Ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 yang mengatur

tentang pembajakan, sebenarnya mengambil alih ketentuan-ketentuan yang

terdapat di dalam Konvensi Hukum Laut Jenewa tahun 1958 tentang Laut

Lepas. Pengaturannya sebagai berikut:7

a. Pasal 101 KHL 1982, menjelaskan tentang definisi dan ruang lingkup

pembajakan di laut sebagai berikut:

Pembajakan di laut terdiri atas salah satu di antara tindakan berikut ini:

1) setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap

tindakan memusnahkan, yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak

kapal atau penumpang dari suatu kapal atau pesawat udara swasta, dan

dilakukan:

a. di Laut Lepas, terhadap kapal atau pesawat udara lain atau terhadap

orang atau barang yang ada di atas kapal atau pesawat udara;

5 Henkin, Louis Henkin, International Law , Cases and Materials, American Casebook Series, ST,

PaulMinn, West Publishing Co, USA, l980, hlm. 387

6 Mochammad Radjab, Hukum Bangsa-Bangsa (terjemahan), Penerbit Bhratara, Jakarta, l993.

hlm. 226

7 Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional dan Perkembangannya, Bandar Lampung:

Universitas Lampung, 2012, hlm 58

Page 36: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

14 Tindak Pidana Kelautan

b. terhadap suatu kapal, pesawat udara, orang atau barang di suatu tempat

di luar yurisdiksi negara manapun.

2) setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam pengoperasian suatu

kapal atau pesawat udara dengan mengetahui fakta yang membuatnya

menjadi suatu kapal atau pesawat udara pembajak;

3) setiap tindakan mengajak atau dengan sengaja membantu tindakan

sebagaimana disebutkan dalam sub (a) atau (b)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peristiwa pembajakan yang

terjadi di lepas pantai Somalia telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat

dalam Pasal 101 KHL 1982 sebagaimana yang disebutkan di atas. Peristiwa

ini terjadi di lepas pantai Somalia yang merupakan daerah di luar laut

teritorial Somalia. Para pembajak tersebut melakukan tindakan kekerasan

dan penahanan atau penyanderaan terhadap awak kapal yang dibajak.

b. Pasal 100 KHL 1982 menyatakan bahwa, “Dalam hal pembajakan di laut,

semua negara harus bekerjasama sepenuhnya untuk memberantas

pembajakan di laut lepas atau di tempat lain manapun di luar yurisdiksi suatu

negara.”

c. Pasal 102 KHL 1982 menyatakan bahwa, “Apabila pembajakan

sebagaimana ditentukan di atas dilakukan oleh suatu kapal perang, kapal

atau pesawat udara pemerintah dimana awak kapalnya telah memberontak

dan mengambil alih kapal atau pesawat udara tersebut, maka tindakan-

tindakan yang dilakukan orang-orang tersebut dapat disamakan dengan

dilakukan oleh suatu kapal atau pesawat udara pembajak.”

d. Pasal 103 KHL 1982 mengatur mengenai batasan kapal atau pesawat udara

pembajak yaitu sebagai berikut: “Suatu kapal atau pesawat udara dianggap

suatu kapal atau pesawat udara pembajak apabila ia dimaksudkan oleh orang

yang mengendalikannya digunakan untuk tujuan melakukan salah satu

tindakan yang dimaksud dalam Pasal 101. Hal yang sama berlaku apabila

kapal atau pesawat udara itu telah digunakan untuk melakukan setiap

Page 37: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

15 Tindak Pidana Kelautan

tindakan demikian, selama kapal atau pesawat udara itu berada di bawah

pengendalian orang-orang yang bersalah melakukan tindakan itu.”

e. Pasal 104 KHL 1982 menyatakan bahwa, “Suatu kapal atau pesawat udara

dapat tetap memiliki kebangsaannya walaupun telah menjadi kapal atau

pesawat udara perompak. Tetap dimilikinya atau kehilangan kebangsaan

ditentukan oleh hukum negara yang telah memberikan kebangsaan itu.”

f. Pasal 105 KHL 1982, ditentukan bahwa, Di laut lepas atau di setiap tempat

di luar yurisdiksi negara manapun, setiap negara dapat:

a. menyita suatu kapal atau pesawat udara pembajak;

b. menyita suatu kapal atau pesawat udara yang telah diambil oleh pembajak

dan berada di bawah pengendalian pembajak;

c. menangkap orang-orang (pelakunya) serta menyita barang-barang yang

ada di dalam kapal;

d. mengadili dan menghukum pelaku-pelaku pembajakan tersebut, serta

menetapkan tindakan yang akan diambil berkenaan dengan kapal-kapal,

pesawat udara atau barang-barang tersebut dengan memperhatikan

kepentingan pihak ketiga.

g. Pasal 107 KHL 1982 mengatur tentang “Tindakan penyitaan terhadap kapal

atau pesawat udara pembajak (termasuk kapal atau pesawat hasil

pembajakan) dan menangkap pelaku pembajakan, hanya dapat dilakukan

oleh kapal perang atau pesawat udara militer, atau kapal atau pesawat udara

lain yang secara jelas diberi tanda dan dapat dikenal sedang dalam dinas

pemerintah.”

h. Pasal 106 KHL 1982 mengatur bahwa, “Apabila tindakan penyitaan

terhadap suatu kapal atau pesawat udara yang dicurigai melakukan

pembajakan ini tanpa bukti yang cukup, maka negara yang telah melakukan

penyitaan tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan

Page 38: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

16 Tindak Pidana Kelautan

yang timbul akibat penyitaan tersebut kepada negara yang kebangsaannya

dimiliki oleh kapal atau pesawat udara tersebut.”8

2. Yurisdiksi yang dimiliki oleh negara berdaulat dan pemberlakuan asas

Hukum

Ada tiga macam yurisdiksi yang dimiliki oleh negara yang berdaulat

menurut O’Brien :

a. Kewenangan negara untuk membuat ketentuan-ketentuan hukum terhadap

orang, benda, peristiwa maupun perbuatan di wilayah teritorialnya

(Legislative jurisdiction or prescriptive jurisdiction);

b. Kewenangan negara untuk memaksakan berlakunya ketentuan-ketentuan

hukum nasionalnya (executive jurisdiction or enforcement jurisdiction);

c. Kewenangan pengadilan negara untuk mengadili dan memberikan putusan

hukum (yudicial jurisdiction).

Disamping azas teritorial yang dianut KUHP terdapat juga azas

nasionalitas pasif (Perspektif Korban) atau asas perlindungan yang mengatur

bahwa peraturan pidana Indonesia berlaku terhadap setiap orang yang

melakukan delik di luar wilayah Indonesia dan juga terhadap nakhoda dan

orang yang berlayar dengan alat pelayaran Indonesia

a. Pasal 4 secara singkat: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan

Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia

b. Tindak Pidana yang menyerang kepentingan indonesia: kejahatan keamanan

negara, martabat presiden, kejahatan materai, merk, mata uang, surat

berharga surat utang, pembajakan laut dll.

3. Kejahatan Pelayaran dalam KUHP

Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap kejahatan pembajakan

di laut di Indonesia sebenarnya sudah memiliki payung hukum. Beberapa pasal

8 Abdul Alim Salam, Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Hukum Laut Internasional

(Unclos 1982) Di Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja

Dewan Kelautan Indonesia, Jakarta, 2008, hlm 34

Page 39: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

17 Tindak Pidana Kelautan

dalam KUHP mengatur mengenai kejahatan pembajakan yang terjadi di laut

yang menurut KUHP masih dalam pengertian hukum laut tradisional. Dalam

pasal-pasal tersebut dibedakan 4 macam jenis pembajakan menurut tempat di

mana kejahatan itu terjadi, yaitu

a. pembajakan di laut (zee-roof),

b. pembajakan di tepi laut (kust-roof),

c. pembajakan di pantai (strand-roof

d. pembajakan di sungai (rivier-roof)

Selain itu, dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun

1985 membawa akibat hukum bahwa Indonesia terikat oleh kewajiban untuk

melaksanakan dan mentaati ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam

Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut. Berdasarkan hukum positif Kejahatan

Pelayaran dalam KUHP di kualifikasi dalam beberapa pasal yaitu dapat sebagai

berikut:

Pembajakan (piracy) di laut lepas melanggar pasal 438 KUHP

Pembajakan di pantai (perompakan), melanggar pasal 439 KUHP.

Pembajakan di pesisir, melanggar hokum pasal 440 KUHP.

Pembajakan di sungai, melanggar pasal 441 KUHP.

Nakhoda bekerja sebagai/menganjurkan melakukan pembajakan, melanggar

pasal 442 KUHP.

Bekerja sebagai ABK di kapal yang digunakan untuk pembajak di pantai

melanggar pasal 443 KUHP.

Menyerahkan kapal untuk dibajak, melanggar pasal 447 KUHP.

Penumpang merampas kapal, melanggar pasal 448 KUHP.

Nakhoda melarikan kapal dari pemiliknya, melanggar pasal 449 KUHP.

Bekerjasama sebagai nakhoda atau ABK di kapal yang digunakan untuk

pembajak, melanggar pasal 450 atau pasal 451 KUHP.

Page 40: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

18 Tindak Pidana Kelautan

D. Evaluasi

1. Jelaskan mengenai perompakan bersenjata atau pembajakan beserta analisis

kasus?

2. Jelaskan yurisdiksi yang dimiliki oleh negara berdaulat dan pemberlakuan asas

hukum?

3. Jelaskan kejahatan pelayaran dalam KUHP?

E. Sumber Penulisan

Abdul Alim Salam, Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Hukum Laut

Internasional (Unclos 1982) Di Indonesia, Departemen Kelautan dan

Perikanan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Dewan Kelautan Indonesia,

Jakarta, 2008.

Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional dan Perkembangannya, Bandar

Lampung: Universitas Lampung, 2012.

Henkin, Louis Henkin, International Law , Cases and Materials, American

Casebook Series, ST, PaulMinn, West Publishing Co, USA, l980.

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi X, Sinar Grafika, Jakarta,

2008.

Mochammad Radjab, Hukum Bangsa-Bangsa (terjemahan), Penerbit Bhratara,

Jakarta, l993.

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Penerbit Binacipta,

Bandung, 1978.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982

UNCLOS 1982

Page 41: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

19 Tindak Pidana Kelautan

BAB III

KEJAHATAN PENYELUNDUPAN MELALUI

JALUR LAUT (SMUGGLING)

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menguraikan dan menyimpulkan tentang

Kejahatan Penyelundupan Melalui Jalur Laut (Smuggling)

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Pengertian penyeludupan dan

menurut pendapat para ahli, Jenis-jenis Tindak pidana

Penyeludupan, Faktor-faktor pendorong terjadinya Penyeludupan,

Ketentuan Pidana terhadap kejahatan Penyeludupan dan

Penyeludupan Manusia (Human Smunggling)

Materi 1. Pengertian penyeludupan dan menurut pendapat para ahli

2. Jenis-jenis Tindak pidana Penyeludupan

3. Faktor-faktor pendorong terjadinya Penyeludupan

4. Ketentuan Pidana terhadap kejahatan Penyeludupan

5. Penyeludupan Manusia (Human Smunggling)

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi

Interaktif, Analisis kasus

sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Mereview materi Perkuliahan minggu kedua

Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Kejahatan Penyelundupan Melalui

Jalur Laut (Smuggling)

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa

memahami materi yang diberikan

Kesimpulan

Evaluasi

Page 42: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

20 Tindak Pidana Kelautan

C. Kejahatan Penyelundupan Melalui Jalur Laut (Smuggling)

1. Pengertian penyeludupan dan menurut pendapat para ahli

Permana Agung menyatakan bahwa Penyelundupan merupakan masalah

yang sudah sangat berurat dan berakar di Indonesia, artinya menghapus

penyelundupan merupakan masalah yang cukup besar. Bahkan penyelundupan

dapat diibaratkan seperi kebiasaan masyarakat yang membuang sampah

sembarangan. Bukan hanya di bidang perdagangan internasional, perdagangan

nasional juga mempunyai potensi untuk melakukan bisnis dengan cara

penyelundupan

Masalah penyeludupan adalah masalah yang sangat complicated dengan

melibatkan banyak kepentingan atau perorangan yang mempunyai kepentingan-

kepentingan tertentu (vested interest) yang bermain di sana. Mereka itulah yang

berusaha mengeruk keuntungan dengan adanya penyeludupan.9 Andi Hamzah

mengatakan bahwa istilah penyeludupan dan menyelundup sebenarnya bukan

istilah yuridis, serta merupakan pengertian gejala sehari-hari di mana seseorang

secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi memasukkan atau mengeluarkan

barang-barang ke atau dari dalam negeri dengan latar belakang tertentu. Latar

belakang perbuatan ini untuk menghindari dari Bea dan Cukai (faktor

ekonomi), menghindari larangan yang dibuat oleh pemerintah seperti senjata,

amunisi, dan semacamnya, narkotika (faktor keamanan), penyeludupan dalam

arti ini adalah dalam pengertian luas.10

Pengertian tindak pidana Penyelundupan Penyelundupan dapat diartikan

perbuatan pemasukan barang dan manusia secara gelap untuk menghindari bea

masuk atau karena menyelundupkan barang-barang terlarang. Penyelundupan

diartikan pemasukan barang secara gelap untuk menghindari bea masuk atau

karena menyelundupkan barang terlarang. Dalam kamus Webster’s Ninth New

9 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 351.

10

Prapto Soepardi, Tindak Pidana Penyeludupan Pengungkapan dan Penindakannya, Usaha

Nasional, Surabaya, 1991, hlm. 35.

Page 43: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

21 Tindak Pidana Kelautan

Collegiate Dictionary kata smuggle (penyeludupan) diartikan sebagai: “to

import or export secretly contrary to the law and especially without paying

duties import or export something in violation of the customs law (mengimpor

atau mengekspor secara gelap, berlawanan/tak sesuai dengan hukum dan

khususnya menghindari kewajiban membayar atas suatu impor atau ekspor

yang merupakan pelanggaran peraturan pabean).

Menurut Baharuddin Lopa, menyatakan bahwa pengertian

penyeludupan (smuggling atau Smokkle) adalah:

“Mengimpor, mengantar pulaukan barang dengan tidak memenuhi peraturan

perundang-undangan yang berlaku, atau tidak memenuhi formalitas

pabean (douaneformaliteiten) yang ditetapkan oleh Peraturan Perundang-

undangan”.

2. Jenis-jenis Tindak pidana Penyeludupan

1) Klasifikasi Jenis berdasarkan Status Barang

a) Penyelundupan impor, adalah suatu perbuatan memasukkan barang-

barang dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesiadengan tidak melalui

prosedur yang ditentukan bagi pemasukan barang-barang dari luar negeri.

b) Penyelundupan ekspor,adalah pengeluaran barang-barang dari Indonesia

ke luar negeri tanpa melalui prosedur yang ditentukan untuk itu.

2) Klasifikasi Jenis berdasarkan Perbuatan

a) Penyelundupan Administrasi adalah perbuatan pemasukan barang dari

dan keluar Indonesia dengan melalui prosedur yang ditentukan yakni

dilindungi dengan dokumen, tetapi dokumen tsb tidaksesuai dengan

barang yang dimasukkan atau dikeluarkan yakni darisegi jenisnya,

kualitas, kuantitas, dan harga barang. Ciri-ciri penyelundupan

administrasi yaitu:

Barang-barang selundupan masuk atau keluar melalui pelabuhan

resmi.

Page 44: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

22 Tindak Pidana Kelautan

Kapal yang mengangkut barang-barang tersebut memakai dokumen.

Dokumen-dokumen yang digunakan telah dibuat dengan tidak

semestinya.

Tingkat kesalahan masih pada tahap pemberitahuan umum.

b) Penyelundupan Fisik adalah tindakan pemasukan atau pengeluaran

barang ke dalam maupun keluar suatu negara tanpa dilengkapi dokumen.

Ciri-ciri penyelundupan fisik yaitu:

Pemasukan/penyelundupan barang-barang tidak menggunakan

dokumen

Kapal atau perahu yang mengangkut tidak melalui pelabuhan resmi

dan tidak melapor kepada petugas bea cukai.

Perbuatannya mengandung kesengajaan memasukkan barang-barang

tanpa dilindungi dokumen.

3. Faktor-faktor pendorong terjadinya Penyeludupan

Pelaku tindak pidana dan modus operandi memiliki kaitan erat dalam

penegakan hukum terhadap kejahatan penyeludupan. Pengertian pelaku dalam

undang-undang ini adalah orang yang melakukan atau orang yang ikut

melakukan suatu tindak pidana. Atau dalam hukum pidana, disebut sebagai

pelaku utama dan pembantu pelaku. Pelaku utama adalah orang yang

mempunyai inisiatif atau yang bertindak sebagai otak, pengendali, pemrakarsa

untuk melakukan pelanggaran, tetapi belum tentu ia sebagai pelakunya.

Sedangkan pembantu pelaku adalah orang yang melaksanakan, membantu

melaksanakan, mengetahui, mendengar langsung, maupun tidak langsung

tindak pidana akan/telah dilakukan. Hukuman merupakan suatu sanksi bagi

orang yang melakukan tindak pidana oleh karena itu hukuman sifatnya

mengikat kepada setiap orang yang melakukan tindak pidana, hal ini

disebabkan antara lain, adanya niat untuk melakukan pelanggaran, pada

kurangnya pemahaman dan penyuluhan hukum yang akan diberikan kepada

Page 45: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

23 Tindak Pidana Kelautan

masyarakat. Bahkan tindak pidana dilakukan dengan bantuan pejabat public

dengan kemungkinan terjadinya kerugian Negara yang besar dan berakibat

berkurangnya penerimaan Negara.11

Ada beberapa Faktor-faktor pendorong

terjadinya Penyeludupan yaitu:

a) Faktor geografis

b) Kondisi industri dalam negeri

c) Sumber Daya alam

d) Kelebihan produksi

e) Transportasi

f) Mentalitas masyarakat

4. Ketentuan Pidana terhadap kejahatan Penyeludupan

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

dimana telah diatur delik pidana atau tindakan-tindakan yang dapat

dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan, penyelundupan

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 102, Pasal 102 A dan Pasal 102.

1) Penyelundupan Di Bidang Impor

Pasal 102. Setiap orang yang:

a) mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2);

b) membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa

izin kepala kantor pabean;

c) membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan

pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3);

11 Ali Purwito M. Kepabeanan Dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang) Konsep dan Aplikasi.

Kajian Hukum Fiskal FH UI Bekerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, Jakarta, 2010, hlm. 378.

Page 46: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

24 Tindak Pidana Kelautan

d) membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam

pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan atau

diizinkan.

e) menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;

f) mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban

pabeannya dari kawasan pabean dan atau tempat penimbunan berikat atau

dan tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat

bea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya Pungutan negara

berdasarkan undang-undang ini;

g) mengangkut barang impor dan tempat penimbunan sementara ata tempat

penimbunan berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak

dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya;

h) dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor

dalam pemberitahuan pabean secara salah.

Dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan

pidana penjara paling singkat 1 (satu tahun dan pidana penjara paling lama10

(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,C (lima puluh

juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2) Penyelundupan Di Bidang Ekspor

Pasal 102A, Setiap orang yang:

a) mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean;

b) dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor

dalam pemberitahuan pabean secara salah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11A ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan

negara di bidang ekspor;

c) memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantor

pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3);

d) membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala

kantor pabean; atau

Page 47: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

25 Tindak Pidana Kelautan

e) mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah

sesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal

9A ayat (1)

Dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama

10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah).

Tindak pidana penyelundupan yang mengakibatkan terganggunya sendi-

sendi perekonomian Negara, Pasal 102B menyatakan bahwa Pelanggaran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A yang mengakibatkan

terganggunya sendi-sendi perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Unsur-unsur Penyelundupan, Edwin H. Sutherland dalam bukunya

Principles of Criminology menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling

bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut

kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut yaitu:

a. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian.

b. Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang, harus dikemukakan

dengan jelas dalam hukum pidana

c. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang

disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan

d. Harus ada maksud jahat (mens rea)

e. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan

kejadian di antara maksud jahat dengan perbuatan

f. Harus ada hubungan sebab akibat di antara kerugian yang dilarang undang-

undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri

Page 48: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

26 Tindak Pidana Kelautan

g. Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang.”

Dilihat dari ketentuan unsur-unsur delik di atas, tindak pidana

penyelundupan yang diatur dalam Pasal 102 dan Pasal 102A UU No. 17 Tahun

2006 tentang Kepabeanan, maka untuk menyatakan suatu tindak pidana sebagai

tindakan penyelundupan harus memenuhi unsur-unsur:

1) Barang yang diselundupkan adalah barang ekspor dan impor

2) Pembongkaran barang ekspor dan impor dilakukan tanpa izin

3) Khusus untuk barang impor disembunyikan dengan tanpa izin

4) Informasi tentang jumlah barang ekspor dan impor yang salah

5) Mengangkut barang ekspor impor ke tempat tujuan yang salah

6) Dilakukan dengan cara melawan hukum

Rumusan sanksi pidana penyelundupan pada dasarnya menerapkan

sanksi pidana berupa pidana penjara dan pidana denda yang merupakan sanksi

pidana yang bersifat kumulatif (gabungan), dengan mengutamakan penerapan

sanksi pidana penjara terlebih dahulu dan kemudian diikuti dengan sanksi

pidana denda secara kumulatif. Formulasi penerapan sanksi pidana seperti ini

menunjukkan bahwa pelaku tindak pidana penyelundupan dikenakan sanksi

pidana ganda yang cukup berat, yaitu diterapkan sanksi pidana penjara di satu

sisi dan sekaligus juga dikenakan saksi pidana denda. Namun jika sanksi denda

tidak dapat dibayar dengan subsider Pasal 30 KUHP maka sangat merugikan

negara.

5. Penyeludupan Manusia (Human Smunggling)

Menurut definisi Pasal 3 Protokol PBB Tahun 2000 tentang

Penyelundupan Manusia, berarti mencari untuk mendapat, langsung maupun

tidak langsung, keuntungan finansial atau materi lainnya, dari masuknya

seseorang secara illegal ke suatu bagian Negara dimana orang tersebut bukanlah

warga Negara atau memiliki izin tinggal. Masuk secara illegal berarti melintasi

batas Negara tanpa mematuhi peraturan/perijinan yang diperlukan untuk

Page 49: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

27 Tindak Pidana Kelautan

memasuki wilayah suatu Negara secara legal. Unsur Penyelundupan Manusia

yaitu:

1) Dalam hal proses, Penyeludupan Manusia adalah aktivitas pemindahan

seseorang (sama sepeerti dalam perdagangan orang).

2) Dalam hal Cara, tidak ada unsur penyelewengan persetujuan kehendak

pribadi maupun dengan penggunaan kekerasan, umumnya calon migrant

mencari dan memulai kontak dengan penyelundup sendiri dengan menyadari

tujuannya, yaitu untuk melintasi batas suatu Negara secara illegal.

3) Dalam hal Tujuan, selalu ada nilai mendapatkan keuntungan berupa

financial dan pelaksanaannya untuk tujuan melintasi perbatasan Negara yang

dilakukan secara illegal.

Tabel III.1

Perbedaan Antara Traffikking Dengan Smuggling

Perbedaan Dari

Segi

Traffikking Smuggling

Sifat dan kualitas

persetujuan

persetujuan diperoleh karena

kekerasan, paksaan, penipuan

dsb.

selalu ada persetujuan untuk

pemindahan

Unsur kepentingan

perdagangan orang tujuannya

selalu eksploitasi

penyeleundupan manusia

tujuannya pemindahan orang

secara illegal.

Sifat hubungan

individu dgn

fasilitator

antara (korban & trafiker)

terjadi hubungan jangka

panjang, berkesinambungan,

hingga korban berada di

Negara tujuan hubungan ini

masih berlangsung.

antara (pembeli & pemasok)

hubungan jangka pendek dan

putus setelah kegiatan

pemindahan ke suatu negara

tercapai.

Segi kekerasan dan

intimidasi

perdagangan orang selalu

menggunakan kekerasan dan

intimidasi, guna

mempertahankan korban tetap

berada dalam situasi

tereksploitasi

tidak selalu menggunakan

kekerasan dan intimidasi.

Page 50: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

28 Tindak Pidana Kelautan

Otonomi dan

kebebasan

korban selalu dalam posisi

lemah

korban biasanya tidak terlalu

lemah kecuali jika dibutuhkan

agar pemindahan berhasil.

Dari aspek

geografis

perdagangan orang terjadi

secara internal dan lintas batas

Negara,

penyelundupan manusia

terjadi secara lintas batas

Negara.

Dari segi dokumen

perdagangan orang bisa legal

maupun illegal.

penyelundpan manusia

biasanya selalu illegal.

Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana penyeludupan

manusia yang terdapat dalam ketentuan Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor

6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Pasal 120 (1) menyatakan bahwa Setiap

orang yang melakukan perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara

langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk orang lain dengan

membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak

terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau

kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak

memiliki hak secara sah untuk memasuki Wilayah Indonesia atau keluar dari

Wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain, yang orang tersebut tidak

memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan

menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu, atau tanpa menggunakan

Dokumen Perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak.

Penyelundupan Manusia diancam dengan pidana penjara paling singkat 5

(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00

(satu miliar lima ratus juta rupiah). Percobaan untuk melakukan tindak pidana

Penyelundupan Manusia dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

Page 51: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

29 Tindak Pidana Kelautan

D. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian penyeludupan dan menurut pendapat para ahli?

2. Jelaskan jenis-jenis tindak pidana penyeludupan?

3. Jelaskan faktor-faktor pendorong terjadinya penyeludupan?

4. Jelaskan ketentuan pidana terhadap kejahatan penyeludupan ?

5. Jelaskan penyeludupan manusia (Human Smunggling)?

E. Sumber Penulisan

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Kepabeanan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.

Ali Purwito M. Kepabeanan Dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang) Konsep dan

Aplikasi. Kajian Hukum Fiskal FH UI Bekerjasama dengan Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2010.

Prapto Soepardi, Tindak Pidana Penyeludupan Pengungkapan dan

Penindakannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1991.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Protokol PBB Tahun 2000 tentang Penyelundupan Manusia

Page 52: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

30 Tindak Pidana Kelautan

BAB IV

TINDAK PIDANA DI BIDANG

PELAYARAN

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menguraikan dan menyimpulkan tentang Tindak

Pidana di Bidang Pelayaran

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Pengertian Pelayaran dan

jenis angkutan, Asas dan Tujuan Pelayaran, Sanksi Administrasi,

Ketentuan Pidana dalam KUHP dan di luar KUHP dan Penegak

Hukum

Materi 1. Pengertian Pelayaran dan jenis angkutan

2. Asas dan Tujuan Pelayaran

3. Sanksi Administrasi

4. Ketentuan Pidana dalam KUHP dan di luar KUHP

5. Penegak Hukum

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi

Interaktif, Analisis kasus

sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Mereview materi Perkuliahan minggu ketiga

Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Tindak Pidana di Bidang Pelayaran

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa

memahami materi yang diberikan

Kesimpulan

Evaluasi

Page 53: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

31 Tindak Pidana Kelautan

C. Tindak Pidana di Bidang Pelayaran

1. Pengertian Pelayaran dan jenis angkutan

Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di

perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan

lingkungan maritim. pengaturan untuk bidang angkutan di perairan memuat

prinsip pelaksanaan asas cabotage dengan cara pemberdayaan angkutan laut

nasional yang memberikan iklim kondusif guna memajukan industri angkutan

di perairan, antara lain adanya kemudahan di bidang perpajakan, dan

permodalan dalam pengadaan kapal serta adanya kontrak jangka panjang untuk

angkutan.

Pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai

penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara

fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah

dan swasta secara proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan.

pengaturan untuk bidang keselamatan dan keamanan pelayaran memuat

ketentuan yang mengantisipasi kemajuan teknologi dengan mengacu pada

konvensi internasional yang cenderung menggunakan peralatan mutakhir pada

sarana dan prasarana keselamatan pelayaran, di samping mengakomodasi

ketentuan mengenai sistem keamanan pelayaran yang termuat dalam

“International Ship and Port Facility Security Code.

Pengaturan untuk bidang perlindungan lingkungan maritim memuat

ketentuan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan

laut yang bersumber dari pengoperasian kapal dan sarana sejenisnya dengan

mengakomodasikan ketentuan internasional terkait seperti “International

Convention for the Prevention of Pollution from Ships”. Jenis Angkutan

Pelayaran terdiri dari:

1) Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan

penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.

Page 54: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

32 Tindak Pidana Kelautan

2) Angkutan Laut Khusus adalah kegiatan angkutan untuk melayani

kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.

3) Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat

tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan

angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar

bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan

ukuran tertentu.

Jenis angkutan di perairan terdiri atas angkutan laut, angkutan sungai

dan danau dan angkutan penyeberangan. Yang dapat dijelaskan sebagai berikut

ini:

1) Jenis Angkutan laut

a) angkutan laut dalam negeri, Kegiatan angkutan laut dalam negeri

dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan

kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak Kapal

berkewarganegaraan Indonesia.

b) angkutan laut luar negeri, Kegiatan angkutan laut dari dan ke luar negeri

dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dan/atau perusahaan

angkutan laut asing dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia

dan/atau kapal asing.

c) angkutan laut khusus, Kegiatan angkutan laut khusus dilakukan oleh

badan usaha untuk menunjang usaha pokok untuk kepentingan sendiri

dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi

persyaratan kelaiklautan kapal dan diawaki oleh Awak Kapal

berkewarganegaraan Indonesia.

d) angkutan laut pelayaran-rakyat, Kegiatan angkutan laut pelayaran-rakyat

sebagai usaha masyarakat yang bersifat tradisional dan merupakan bagian

dari usaha angkutan di perairan mempunyai peranan yang penting dan

karakteristik tersendiri.

Page 55: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

33 Tindak Pidana Kelautan

2) Angkutan Sungai dan Danau

Kegiatan angkutan sungai dan danau di dalam negeri dilakukan oleh

orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha dengan

menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan

kelaiklautan kapal serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan

Indonesia. Kegiatan angkutan sungai dan danau dilarang dilakukan di laut

kecuali mendapat izin dari Syahbandar dengan tetap memenuhi persyaratan

kelaiklautan kapal

3) Angkutan Penyeberangan

Angkutan penyeberangan merupakan angkutan yang berfungsi

sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur

kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan

kendaraan beserta muatannya.

2. Asas dan Tujuan Pelayaran

Dalam rangkaian kegiatan pelayaran di Indonesia memiliki asas yang

termuat dalam undnag-undang yaitu:

a. asas manfaat;

b. asas usaha bersama dan kekeluargaan;

c. asas persaingan sehat;

d. asas adil dan merata tanpa diskriminasi;

e. asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;

f. asas kepentingan umum;

g. asas keterpaduan;

h. asas tegaknya hukum;

i. asas kemandirian;

j. asas berwawasan lingkungan hidup;

k. asas kedaulatan negara; dan

l. asas kebangsaan.

Sedangkan tujuannya dapat diuraikan sebagai berikut ini:

Page 56: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

34 Tindak Pidana Kelautan

a. memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan

dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka

memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

b. membina jiwa kebaharian;

c. menjunjung kedaulatan negara;

d. menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan

nasional;

e. menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan

pembangunan nasional;

f. memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan

Wawasan Nusantara; dan

g. meningkatkan ketahanan nasional.

Selain asas dan tujuan dalam berlakunya hukum di bidang pelayaran

memiliki ruang lingkup yaitu:

a. semua kegiatan angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan

keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim di perairan

Indonesia;

b. semua kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia; dan

c. semua kapal berbendera Indonesia yang berada di luar perairan Indonesia.

3. Sanksi Administrasi

Untuk mendapatkan izin usaha angkutan laut:

1) badan usaha wajib memiliki kapal berbendera Indonesia dengan ukuran

sekurang-kurangnya GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage).

2) Orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha dapat

melakukan kerja sama dengan perusahaan angkutan laut asing atau badan

hukum asing atau warga negara asing dalam bentuk usaha patungan (joint

venture) dengan membentuk perusahaan angkutan laut yang memiliki kapal

berbendera Indonesia sekurang- kurangnya 1 (satu) unit kapal dengan ukuran

Page 57: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

35 Tindak Pidana Kelautan

GT 5000 (lima ribu Gross Tonnage) dan diawaki oleh awak

berkewarganegaraan Indonesia.

Berkaitan hal-hal pokok yang diatur dalam Undang-undang Pelayaran

yaitu dapat di ringkas sebagai berikut ini:

1) Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau

atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia. (Pasal 8 Ayat (2))

2) Pengoperasian kapal pada trayek tidak tetap dan tidak teratur sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional

dan wajib dilaporkan kepada Pemerintah. (Pasal 9 Ayat (8))

3) Selain memiliki izin usaha angkutan sungai dan danau, untuk angkutan

sungai dan danau kapal yang dioperasikan wajib memiliki izin trayek (Pasal

28 ayat (4))

4) Selain memilik izin usaha penyeberangan , untuk angkutan penyeberangan,

kapal yang dioperasikan wajib memiliki persetujuan pengoperasian kapal

(Pasal 28 ayat (6))

5) Setiap badan usaha yang didirikan khusus untuk usaha jasa terkait dengan

Angkutan di Perairan wajib memiliki izin usaha Terkait

Bentuk-bentuk sanksi Administratif dalam Undang-undang Nomor 17

Tahun 2008 Tentang Pelayaran yaitu:

a) peringatan;

b) denda administratif;

c) pembekuan izin atau pembekuan sertifikat; atau

d) pencabutan izin atau pencabutan sertifikat.

4. Ketentuan Pidana dalam KUHP dan di luar KUHP

Pelaksanaan penegakan hukum di bidang pelayaran menjadi sangat

penting dan strategis dalam rangka menunjang keefektifitasan pelayaran secara

terkendali dan sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayaran sehingga

pelayaran dapat berjalan berkelanjutan dengan lebih baik. Oleh karena itu

tindak pidana pelayaran juga telah diatur dengan sedemikian rupa untuk

Page 58: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

36 Tindak Pidana Kelautan

terwujudnya lalu lintas pelayaran yang baik di Indonesia, yang mana diatur di

dalam kitab Undang-undang hukum pidana (KUHP) yaitu di dalam buku kedua

tentang kejahatan yaitu kejahatan pelayaran yang diatur di dalam Pasal 466, 469

dan buku kedua tentang pelanggaran yang diatur dalam Pasal 560, 561. Adapun

isi dari pasal-pasal tersebut ialah :

1) Pasal 466 Seorang nakhoda kapal Indonesia yang dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum atau

untuk menutupi perbuatan itu menjual kapalnya, atau meminjam uang

dengan mempertanggungkan kapalnya atau perlengkapan kapal itu atau

perbekalannya, atau menjual atau menggadaikan kapal itu barang muatan

atau barang perbekalan kapal itu, atau mengurangi kerugian atau belanja,

atau tidak menjaga supaya buku-buku harian harian di kapal dipelihara

menurut Undang-undang, ataupun tidak mengurus keselamatan surat-surat

kapal ketika meninggalkan kapalnya, diancam dengan pidana penjara paling

lama tujuh.

2) Pasal 469 (1) Nakhoda kapal (perahu) Indonesia yang tidak karena terpaksa

dan tidak dengan setahu yang punya atau peserta kongsi perkapalan itu,

melakukan, atau membiarkan perbuatan yang diketahuinya bahwa hal itu

dapat menyebabkan kapal (perahu)nya atau muatannya jadi tertangkap,

tertahan atau terhenti, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat

bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp.9000

3) Pasal 560 Nachoda kapal (perahu) Indonesia yang berangkat sebelum

diperbuat dan ditanda tangani daftar orang kapal (monsterrol), yang

diperlukan menurut Undangundang dihukum denda sebanyak-banyaknya

Rp. 1500,-. (K.U.H.P. 93 s).

4) Pasal 561 Nachoda kapal (perahu) Indonesia yang dikapal (perahunya) tidak

memegang segala surat kapal, buku atau surat lain-lain yang dimestikan oleh

atau menurut peraturan Undang-undang, dihukum denda sebanyak-

banyaknya Rp. 1500,- (K.H.U.P 93)

Page 59: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

37 Tindak Pidana Kelautan

Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran di Luar KUHP termuat dalam

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran berjumlah 52 pasal,

dan terdapat dalam pasal 284, sampai dengan pasal 336 yaitu dapat diringkas

sebagai berikut ini:

1) Dipidana setiap orang yang mengoperasikan kapal asing yang

mengangkut penumpang atau barang antar pulau di wilayah perairan

Indonesia, tanpa izin pemerintah.

2) Dipidana setiap orang yang melayani angkutan laut khusus yang

mengangkut muatan barang milik pihak lain atau muatan barang umum

pihak lain tanpa izin pemerintah.

3) Dipidana Nakoda angkutan danau dan sungai yang melayarkan kapalnya

ke laut tanpa izin kesyahbandaran. Dan yang mengakibatkan kerugian

barang maupun mengakibatkan kematian seseorang.

4) Dipidana setiap orang WNI atau Badan Usaha yang mengoperasikan kapal

pada angkutan diperairan tanpa izin usaha dari pemerintah.

5) Dipidana setiap orang mengoperasikan kapal pada angkutan

penyeberangan tanpa persetujuan pengoperasian dari

menteri/gubernur/bupati/walikota bagi masig-masing kapal untuk melayani

lintas pelabuhan di masing-masing wilayah antar provinsi dan antar

Negara/antar kabupaten atau dalam wilayah kabupaten/kota ybs.

6) Dipidana setiap orang yang menyelenggarakan jasa usaha angkuta di

perairan, danau dan sungai tanpa izin pemerintah.

7) Dipidana setiap orang yang mengangkut barang khusus dan barang

berbahaya yang tidak sesuai persyaratan pengemasan dan penumpukan di

pelabuhan, pengenaan tanda keselamatan atau tidak memberi tanda

peringatan barang berbahaya, yang sesuai peraturan standar nasional

maupun internasional, dan yang mengakibatkan kerugian harta benda atau

kematian seseorang.

Page 60: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

38 Tindak Pidana Kelautan

8) Dipidana Nakhoda yang melayarkan kapalnya sedangkan

diketahuinya jika kapal itu tidak laik laut yang mengakibatkan kerugian

harta benda atau kematian seseorang.

9) Dipidana Nakhoda yang sedang berlayar dan mengetahui cuaca buruk

yang membahayakan keselamatan berlayar, namun tidak

menyebarluaskan kepada pihak lain dan atau kepada pemerintah.

10) Dipidana Nakhoda yang berlayar tanpa memiliki surat persetujuan

berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar, dan yang mengakibatkan

kecelakaan kapal serta mengakibatkan kerugian harta benda dan kematian .

5. Penegak Hukum

Syahbandar melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran

yang mencakup, pelaksanaan, pengawasan dan penegakan hukum di bidang

angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan perlindungan lingkungan maritim di

pelabuhan. Dalam melaksanakan penegakan hukum di bidang keselamatan dan

keamanan Syahbandar melaksanakan tugas sebagai Pejabat Penyidik Pegawai

Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam

melaksanakan keamanan dan ketertiban di pelabuhan sesuai dengan ketentuan

konvensi internasional, Syahbandar bertindak selaku komite keamanan

pelabuhan (Port Security Commitee). Dalam melaksanakan fungsi, Syahbandar

dapat meminta bantuan kepada Kepolisian Republik Indonesia dan/atau Tentara

Nasional Indonesia.

Pasal 340 menyatakan bahwa Kewenangan penegakan hukum pada

perairan Zona Ekonomi Eksklusif dilaksanakan oleh Tentara Nasional

Indonesia Angkatan Laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Selanjutnya Pasal 278 menyatakan bahwa dalam melaksanakan

tugas, penjaga laut dan pantai mempunyai kewenangan untuk:

a. melaksanakan patroli laut;

b. melakukan pengejaran seketika (hot pursuit);

c. memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; dan

Page 61: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

39 Tindak Pidana Kelautan

d. melakukan penyidikan.

D. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian pelayaran dan jenis angkutan?

2. Jelaskan asas dan tujuan pelayaran ?

3. Jelaskan sanksi administrasi di bidang pelayaran?

4. Jelaskan ketentuan pidana dalam KUHP dan di luar KUHP berkaitan dengan

tindak pidana di bidang pelayaran?

5. Jelaskan penegak hukum di bidang pelayaran?

E. Sumber Penulisan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran

International Convention for the Prevention of Pollution from Ships

Page 62: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

40 Tindak Pidana Kelautan

BAB V

TINDAK PIDANA

PENCEMARAN LAUT

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Pencemaran Laut

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Pengertian dan Unsur-Unsur

Lingkungan Hidup, Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup dan

Pencemaran Laut, Sumber dan Jenis-Jenis Pencemaran Lingkungan

Laut, Sanksi Pidana terkait dengan Pencemaran Laut, Kasus dan

Penyelesaian Hukum serta Penegakan Hukum Lingkungan Hidup

Materi 1. Pengertian dan Unsur-Unsur Lingkungan Hidup

2. Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup dan Pencemaran Laut

3. Sumber dan Jenis-Jenis Pencemaran Lingkungan Laut

4. Sanksi Pidana terkait dengan Pencemaran Laut

5. Kasus dan Penyelesaian Hukum

6. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi

Interaktif, Analisis kasus

sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Mereview materi Perkuliahan minggu keempat

Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Tindak Pidana Pencemaran Laut

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa

memahami materi yang diberikan

Kesimpulan

Evaluasi

Page 63: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

41 Tindak Pidana Kelautan

C. Tindak Pidana Pencemaran Laut

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Lingkungan Hidup

Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan

environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu atau dalam bahasa

Perancis disebut dengan I’environment.12

Menurut Emil Salim bahwa

lingkungan hidup diartikan segala benda, kondisi keadaan dan pengaruh yang

terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup

termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini

bisa sangat luas, namun untuk praktisnya kita batasi ruang lingkungan dengan

faktor-faktor yang dapat dijangkau oleh manusia, seperti faktor alam, faktor

politik, faktor ekonomi, faktor sosial, dan lain-lain.13

Pendapat di atas, memberikan gambaran bahwa manusia dalam

hidupnya mempunyai hubungan secara betimbal balik dengan lingkungannya.

Manusia dalam hidupnya baik secara pribadi maupun sebagai kelompok

masyarakat selalu beriteraksi dengan lingkungan dimana ia hidup, dalam arti

manusia dengan berbagai aktivitasnya akan mempengaruhi kehidupan

manusia.14

Pasal 1, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memberikan definisi bahwa Lingkungan

Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk

hidup termasuk di dalamnya manusia dan kesejahteraan manusia serta makhluk

lainnya. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh

berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian

terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.

12 N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Penerbit Erlangga, Jakarta,

2004, hlm. 4.

13

Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Mutiara, Jakarta, 1982, hlm. 14-15.

14

Syamsul Arifin, Perkembangan Hukum Lingkungan Di Indonesia, USU Press, Medan, 1993,

hlm. 49

Page 64: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

42 Tindak Pidana Kelautan

Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau

bahan pencemaran yang terdapat di dalam lingkungan dengan tidak

menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda

lainnya. Dalam lingkungan hidup terdapat unsur-unsur yang dibedakan menjadi

tiga, yaitu:

a. Unsur Hayati (Biotik), terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan,

tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya.

b. Unsur Fisik (Abiotik), terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah,

air, udara, iklim dan lain sebagainya.Keberadaan lingkungan fisik sangatlah

memiliki peranan yang besar bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di

bumi.

c. Unsur Sosial Budaya, sistem nilai, gagasan dan keyakinan dalam prilaku

sebagai makhluk sosial.

Sumber daya alam harus dijamin kelestariannya antara lain dengan tetap

mempertahankan lingkungan laut. Pada kondisi yang menghubungkan bagi

hakikat laut, juga sistem pengelolaan dalam mengupayakan sumber daya alam

yang ada. Tumbuhnya kesadaran yang diciptakan mengordinasikan laut ataupun

dalam memenuhi kebutuhan dari laut, merupakan langkah untuk mewujudkan

pelestarian lingkungan laut.15

2. Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup dan Pencemaran Laut

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukannya mahluk

hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh

kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah

ditetapkan.” (Pasal 1 butir (14) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Pada dasarnya laut

itu mempunyai kemampuan alamiah untuk menetralisir zat-zat pencemar yang

masuk ke dalamnya, Akan tetapi apabila zat-zat pencemar tersebut melebihi

15 P.Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Reneka Cipta, Jakarta, 1991, hlm.31.

Page 65: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

43 Tindak Pidana Kelautan

batas kemampuan air laut untuk menetralisirnya, maka kondisi itu

dikategorikan sebagai pencemaran.

Pencemaran lingkungan laut berarti dimasukkannya oleh manusia,

secara langsung atau tidak langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan

laut, termasuk kuala, yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat

buruk sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati laut dan

kehidupan di laut, bahaya bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan-

kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah

lainnya, penurunan kwalitas kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanan.

Pencemaran dilingkungan/wilayah laut disebabkan oleh empat sumber

yaitu: pencemaran dari kapal, dumping, aktivitas dasar laut dan aktivitas dari

daratan.16

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Pencemaran Laut adalah

perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh

manusia secara langsung maupun tidak bahan-bahan enerji ke dalam

lingkungan laut (termasuk muara sungai) yang menghasilkan akibat yang

demikian buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap kekayaan hayati,

bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut

termasuk perikanan dan lain-lain penggunaan laut yang wajar, pemburukan dari

kwalitas air laut dan menurunnya tempat-tempat permukiman dan rekreasi

3. Sumber dan Jenis-Jenis Pencemaran Lingkungan Laut

Apabila ditinjau dari mana sumber pencemaran tersebut berasal,maka

sumber pencemaran laut dapat dibedakan menjadi, yaitu :

a) Laut

Kapal (Pembuangan Minyak, Kebocoran Kapal dan kecelakaan seperti

kapal pecah, dan tabrakan kapal.)

Instalasi Minyak.

16 R.R. Churcil and A.V. Lowe, The Law of The Sea,: Manchester University Press, Manchester ,

1999, hlm. 329

Page 66: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

44 Tindak Pidana Kelautan

b) Darat

pencemaran melalui udara

pembuangan sampah ke laut

air buangan sungai

air buangan industri

Jika ditinjau dari sudut sumber yang menyebabkan terjadinya

pencemaran laut, dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut :

a) Pencemaran yang disebabkan oleh zat pencemar yang berasal dari darat

b) Pencemaran yang disebabkan oleh zat pencemar yang berasal bersumber dari

kapal laut

c) Pencemaran yang disebabkan oleh dumping atau buangan sampah

d) Pencemaran laut yang disebabkan oleh zat yang bersumber dari kegiatan

eksplorasi dan eksploitasi dasar laut serta tanag dibawahnya.

e) Pencemaran laut yang disebabkan oleh zat pencemar yang bersumber dari

udara.

Jenis - jenis Pencemaran Lingkungan Laut dapat dikelompokkan

sebagai berikut ini:

1) Marine Pollution caused via the atmosphere by land based activities Bukti-

bukti ilmiah menunjukkan adanya tiga penyebab utama pencemaran laut

golongan pertama ini, yaitu :

a. Penggunaan berbagai macam synthethic chemical khususnya chlorinated

hydrocarbons untuk pertanian

b. Pelepasan logam-logam berat (heavy metal) seperti merkuri akibat proses

industri atau lainnya

c. Pengotoran atmosfer oleh hydrocarbons minyak yang dihasilkan oleh

penggunaan minyak bumi untuk menghasilkan energy

Page 67: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

45 Tindak Pidana Kelautan

2) The disposal of domestic and industrial wastes, Pencemaran yang

disebabkan oleh pengaliran limbah domestik atau limbah industri dari pantai,

baik melalui sungai sewage outlets atau akibat dumping.

3) Marine Pollution caused by radioactivity, Pencemaran laut karena adanya

kegiatan-kegiatan radioaktif alam ataupun dari kegiatan-kegiatan manusia.

Dua penyebab utamanya adalah percobaan senjata nuklir dan pembuangan

limbah radioaktif, termasuk pencemaran yang disebabkan oleh penggunaan

laut untuk kepentingan militer atau pembuangan alat-alat militer di laut.

4. Sanksi Pidana terkait dengan Pencemaran Laut

Tindak pidana lingkungan atau delik lingkungan adalah perintah dan

larangan undang-undang kepada subjek hukum yang jika dilanggar diancam

dengan penjatuhan sanksi-sanksi pidana, antara lain pemenjaraan dan denda

dengan tujuan untuk ,elindungi lingkungan hidup secara keseluruhan maupun

unsur-unsur dalam lingkunagn hidup seperti hutan satwa, lahan, udara, dan air

serta manusia. Oleh sebab itu, dengan pengertian ini, delik lingkungan hidup

tidak hanya ketentuan-ketentuan pidana yang dirumuskan dalam UUPPLH,

tetapi juga ketentuan-ketentuan pidana yang dirumuskan dalam peraturan

perundang-undangan lain sepanjang rumusan ketentuan itu ditujukan untuk

melindungi lingkungan hidup secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.17

Berdasarkan Asas Subsidiaritas (Ultimum Remidium) Hukum (sanksi)

Pidana sebagai penunjang hukum administrasi, Sanksi pidana digunakan

apabila:

a. Sanksi administrasi tidak efektif

b. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak efektif

c. Penyelesaian sengketa di pengadilan tidak efektif

d. Kesalahan pelaku relatif/besar dan berat

e. Timbul keresahan di masyarakat

17 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011,

hlm. 221.

Page 68: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

46 Tindak Pidana Kelautan

f. Menimbulkan orang sakit

g. Menyebabkan Orang Meninggal Dunia

h. Ada bukti permulaan cukup

i. Pelaku pencemaran dan/atau perusakan jelas

Ketentuan pidana terkait degan pencemaran laut terdiri dari 2 (dua) jenis

Delik yaitu Delik Materil dan Delik Formil. Delik materiel dalam ketentuan

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup terdapat pada Pasal 98 dan Pasal 99, yaitu setiap orang yang

dengan sengaja atau kelalaiannya melakukan:

1) Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku

mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

2) Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku

mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

dan mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia

3) Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku

mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

dan mengakibatkan orang luka berat atau mati

Sedangkan perbutan yang dilarang yang masuk kategori delik formil

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat pada Pasal 100 s/d Pasal 111 dan Pasal

113 s/d Pasal 115 antara lain:

1) Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu

gangguan;

2) Melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin;

3) Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan;

4) Melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup

tanpa izin;

5) Memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

Page 69: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

47 Tindak Pidana Kelautan

6) Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;

7) Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;

8) Pejabat pemberi izin lingkungan yg menerbitkan izin lingkungan tanpa

dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL;

9) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha

dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan;

10) Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,

merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang

diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum

yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

11) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan

paksaan pemerintah;

12) Dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan

pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat

penyidik pegawai negeri sipil

5. Kasus dan Penyelesaian Hukum

Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan

aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku,

yang meliputi tiga bidang hukum, yakni hukum administratif, hukum perdata,

dan hukum pidana. Penegakan hukum lingkungan adalah upaya untuk

mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum

yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan

ataupun ancaman, sarana adminsitratif, keperdataan, dan kepidanaan.18

Kasus

kapal baik anak buah kapal atau penumpang yang membuang sampah

sembarangan di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17

Tahun 2008 Tentang Pelayaran yaitu:

Pasal 229

18 Niniek Suparni, Pelestarian, Pengeloaan dan Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika,

Jakarta, 1994, hlm. 161.

Page 70: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

48 Tindak Pidana Kelautan

1) Setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah, air balas, kotoran,

sampah, serta bahan kimia berbahaya dan beracun ke perairan.

2) Dalam hal jarak pembuangan, volume pembuangan, dan kualitas buangan

telah sesuai dengan syarat yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan

perundangundangan, ketentuan pada ayat (1) dapat dikecualikan.

3) Setiap kapal dilarang mengeluarkan gas buang melebihi ambang batas sesuai

dengan ketentuan ambang batas sesuai perundang-undangan.

Pasal 325

4) Setiap orang yang melakukan pembuangan limbah air balas, kotoran,

sampah atau bahan lain ke perairan di luar ketentuan peraturan perundang-

undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak

Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

5) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

rusaknya lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan hidup dipidana

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling

banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (6) Jika perbuatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda

paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Penerapan sanksi pidana penjara dan denda tersebut di atas bersifat

komulatif bukan alternatif, jadi sanksinya diterapkan keduanya yaitu sanksi

pidana penjara dan pidana denda, bukan salah satu dintaranya, pemberatan

sanksi dapat dikenakn bagi pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana yaitu

diperberat sepertiga Selain ancaman pidana, terhadap badan usaha dapat

dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:

a) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;

b) penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;

c) perbaikan akibat tindak pidana;

Page 71: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

49 Tindak Pidana Kelautan

d) pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikantanpa hak; dan/atau

e) penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

(Pasal 119 UU No. 32/2009)

Kasus lainnya terhadap pencemaran laut dapat dilihat dalam kasus

berikut ini yaitu pencemaran yang diakibatkan anjungan pengeboran minyak di

Montara Blok West Atlas Laut Timor, perairan Australia yang meledak dan

terbakar pada 21 Agustus 2009. Setiap hari sekitar 400 barel minyak mentah

tumpah ke laut lepas. Sembilan hari kemudian, tumpahan minyak mentah itu

sudah memasuki zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Kebocoran kilang

minyak itu akhirnya bisa ditutup pada 3 November 2009. Namun tumpahan

minyak terlanjur mengalir ke perairan Indonesia. Pada 1 September 2009, jejak

tumpahan minyak ditemukan pada jarak 51 mil laut dari Pulau Rote.

Dampaknya terasa sampai dua tahun setelah kebocoran itu. Pada tahun pertama

setelah kebocoran, hasil tangkapan ikan nelayan di wilayah Timor Barat anjlok

sekitar 85%. Hasil panen petani rumput laut juga berkurang hampir 90% dari

saat normal. Pemerintah Indonesia menghitung kerugian lingkungan, sosial dan

ekonomi sekitar Rp. 22 triliun. Biaya tersebut termasuk biaya pemulihan

lingkungan akibat kebocoran sumur minyak tersebut

Dalam kasus bocornya anjungan pengeboran minyak di laut Montara

tahun 2009 nampaknya proses negosiasi yang semula terlihat mudah menjadi

ruwet. Hal ini terlihat pihak PTTEP terus mengulur waktu penandatanganan

MOU dengan berbagai alasan contoh: pergantian kabinet, banjir di Thailand,

dan beberapa kali mengganti tim perunding. Kemudian pada bulan September

2011 Executive vice President PTTEP Group membuat pernyataan dengan

memberi kesimpulan kebocoran minyak Montara tidak merusak lingkungan

hidup dengan alasan sebagian besar tumpahan minyak Montara mengalir ke

perairan Australia.

Kasus tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana

pertanggungjawaban serta penyelesaian hukum terhadap pelaku pencemaran

Page 72: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

50 Tindak Pidana Kelautan

laut yang mana perbuatan tersebut di lakukan diluar yurisdiksi Indonesia dan

berdampak sampai ke Indonesia. Dalam kasus Montara, pemerintah bisa

menempuh jalur hukum pidana dan hukum perdata. pemerintah Indonesia bisa

menuntut PTTEP ke jalur perdata. Pemerintah Indonesia bisa menggugat

PTTEP di Pengadilan Perth atau di Jakarta. Di Negara Australia, pihak

Indonesia menggunakan Konvesi Perserikatan Bangsa-Bangsa t entang Hukum

Laut, Yurisprudensi Mahkamah Internasional, dan Undang-undang Lingkungan

Hidup Australia. Adapun di Jakarta, Pemerintah bisa memakai hukum perdata

dan undang-undang lingkungan hidup Indonesia. (Nomor perkara

No.241/Pdt.G/2017/PN.Jkt) Adapun secara pidana, Indonesia bisa memakai

Undangundang Lingkungan hidup.

6. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup

D. Evaluasi

1. Jelaskan Pengertian dan Unsur-Unsur Lingkungan Hidup?

2. Jelaskan Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup dan Pencemaran Laut?

Page 73: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

51 Tindak Pidana Kelautan

3. Jelaskan Sumber dan Jenis-Jenis Pencemaran Lingkungan Laut?

4. Jelaskan Sanksi Pidana terkait dengan Pencemaran Laut?

5. Jelaskan Kasus dan Penyelesaian Hukum?

6. Jelaskan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup?

E. Sumber Penulisan

Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Mutiara, Jakarta, 1982

N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Penerbit

Erlangga, Jakarta, 2004.

Niniek Suparni, Pelestarian, Pengeloaan dan Penegakan Hukum Lingkungan,

Sinar Grafika, Jakarta, 1994.

P.Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Reneka Cipta, Jakarta, 1991.

R.R. Churcil and A.V. Lowe, The Law of The Sea,: Manchester University Press,

Manchester , 1999.

Syamsul Arifin, Perkembangan Hukum Lingkungan Di Indonesia, USU Press,

Medan, 1993.

Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2011.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Page 74: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

52 Tindak Pidana Kelautan

BAB VI

TINDAK PIDANA BENDA CAGAR BUDAYA

DI BAWAH PERMUKAAN LAUT

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Benda Cagar Budaya di bawah permukaan Laut

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Pengertian Cagar Budaya, Asas

dan Tujuan Pelestarian Cagar Budaya, Pemilikan Dan Penguasaan

Benda Cagar Budaya, Ketentuan Pidana Dalam Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Cagar Budaya, Panitia Nasional Pengangkatan Dan

Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam

dan Perburuan Cagar Budaya Di Laut Bintan Dari Masa Ke Masa

Materi 1. Pengertian Cagar Budaya

2. Asas dan Tujuan Pelestarian Cagar Budaya

3. Pemilikan Dan Penguasaan Benda Cagar Budaya

4. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Cagar Budaya

5. Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga

Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam

6. Perburuan Cagar Budaya Di Laut Bintan Dari Masa Ke Masa

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi Interaktif,

Analisis kasus sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Mereview materi Perkuliahan minggu kelima

Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Tindak Pidana Benda Cagar Budaya di

bawah permukaan Laut

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami

materi yang diberikan

Kesimpulan

Evaluasi

Page 75: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

53 Tindak Pidana Kelautan

C. Tindak Pidana Benda Cagar Budaya di bawah permukaan Laut

Indonesia mempunyai banyak benda peninggalan bersejarah yang

merupakan warisan dari nenek moyang bangsa ini. Peninggalan bersejarah tersebut

merupakan suatu kekayaan yang tak ternilai harganya, yang sangat perlu untuk

dirawat dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.Benda peninggalan sejarah

tersebut yang sesuai dengan kualifikasi yang telah ditentukan oleh Undang–

Undang, biasa disebut sebagai benda cagar budaya. Keberadaan dari benda cagar

budaya tersebut masih rawan dari kerusakan, kehilangan dan kemusnahan, baik

yang disebabkan oleh faktor alam maupun perbuatan dari manusia itu sendiri.

Akibat kondisi alam yang sulit ditebak dan system navigasi masih belum

modern saat itu sehingga telah banyak kapal tenggelam yang umumnya berasal

dari masa sebelum abad XX. Tepatnya sebelum Perang Dunia II ditemukan di

perairan Indonesia. Kapal-kapal Eropa, Timur Tengah, dan Asia Timur untuk

tujuan berdagang tersebut memiliki potensi membawa muatan benda-benda

berharga yang memiliki nilai sejarah dan budaya.

1. Pengertian Cagar Budaya

Cagar budaya adalah suatu produk masa lalu yang bersifat unik dan

langka. Karena keunikan dan kelangkaan itulah yang antara lain suatu

cagar budaya perlu dilestarikan. Cagar budaya merupakan kekayaan

budaya yang penting demi memupuk kesadaran jati diri bangsa dan

meningkatkan harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan rasa

kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa di masa depan.19

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda

Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar

Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu

19Ratna Herawati, “Implementasi Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010 terhadap

Pelestarian Benda Cagar Budaya di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang”.

Jurnal Hukum dan Masyarakat Madani 1 (6): 59-73, 2016, hlm. 63.

Page 76: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

54 Tindak Pidana Kelautan

dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses

penetapan. Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda

Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila

memenuhi kriteria:

a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;

b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;

c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,

dan/atau kebudayaan; dan

d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

2. Asas dan Tujuan Pelestarian Cagar Budaya

Konsep pelestarian cagar budaya dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya tidak dirumuskan secara

eksplisit namun cukup menggambarkan bahwa arti pelestarian cenderung

mengacu kepada upaya-upaya pelindungan yang bersifat statis,

misalnya dengan membuat batasan-batasan secara relatif ketat pada

aktifitas pengembangan dan pemanfaatan yang dianggap berpotensi

merusak cagar budaya. Oleh karena itu muncullah kesan bahwa upaya-upaya

pengembangan atau pemanfaatan dapat mengancam kelestarian jika tidak

dikendalikan secara ketat. Pemahaman tentang konsep pelestarian yang

dipertentangkan dengan pengembangan atau pemanfaatan

sesungguhnya masih terjadi hingga saat ini. Oleh karena itu, tidak

mengherankan bila konsep pelestarian yang dirumuskan dalam undang-

undang cagar budaya yang baru tersebut belum banyak dipahami oleh

masyarakat luas.20

20Supratikno Rahardjo, “Beberapa Permasalahan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya dan

Strategi Solusinya”. Jurnal Konservasi Benda Cagar Budaya Borobudur, 7 (2). 2013, hlm. 4-5.

Page 77: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

55 Tindak Pidana Kelautan

Pelestarian Cagar Budaya berasaskan:

a. Pancasila yaitu Pelestarian Cagar Budaya dilaksanakan berdasarkan nilai-

nilai Pancasila.

b. Bhinneka Tunggal Ika yaitu Pelestarian Cagar Budaya senantiasa

memperhatikan keberagaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi

khusus daerah, dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

c. Kenusantaraan yaitu bahwa setiap upaya Pelestarian Cagar Budaya harus

memperhatikan kepentingan seluruh wilayah negara Indonesia.

d. Keadilan yaitu Pelestarian Cagar Budaya mencerminkan rasa keadilan dan

kesetaraan secara proporsional bagi setiap warga negara Indonesia.

e. Ketertiban dan kepastian hukum yaitu bahwa setiap pengelolaan Pelestarian

Cagar Budaya harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat

melalui jaminan adanya kepastian hukum.

f. Kemanfaatan yaitu Pelestarian Cagar Budaya dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan kesejahteraan rakyat dalam aspek agama, sosial, pendidikan,

ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

g. Keberlanjutan yaitu upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dilakukan secara

terusmenerus dengan memperhatikan keseimbangan aspek ekologis.

h. Partisipasi yaitu setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif

dalam Pelestarian Cagar Budaya.

i. Transparansi dan akuntabilitas yaitu Pelestarian Cagar Budaya

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara transparan dan terbuka

dengan memberikan informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif.

Pelestarian Cagar Budaya bertujuan:

a. melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia;

b. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya;

c. memperkuat kepribadian bangsa;

d. meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan

Page 78: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

56 Tindak Pidana Kelautan

e. mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

3. Pemilikan Dan Penguasaan Benda Cagar Budaya

Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya,

Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya

dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan

dengan ketentuan Undang-Undang. Warga negara asing dan/atau badan hukum

asing tidak dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya, kecuali warga

negara asing dan/atau badan hukum asing yang tinggal dan menetap di wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Warga negara asing dan/atau badan

hukum asing dilarang membawa Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-

bagiannya, ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Cagar Budaya yang dimiliki setiap orang dapat dialihkan

kepemilikannya kepada negara atau setiap orang lain. Negara didahulukan atas

pengalihan kepemilikan Cagar Budaya. Pengalihan kepemilikan dapat

dilakukan dengan cara diwariskan, dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan, dijual,

diganti rugi, dan/atau penetapan atau putusan pengadilan. Cagar Budaya yang

telah dimiliki oleh Negara tidak dapat dialihkan kepemilikannya. Setiap orang

dilarang melakukan pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya

dengan penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air,

kecuali dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya.

4. Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Cagar Budaya

Pasal 103, menyatakan bahwa Setiap orang yang tanpa izin Pemerintah

atau Pemerintah Daerah melakukan pencarian Cagar Budaya dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan/atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Page 79: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

57 Tindak Pidana Kelautan

Pasal 106, menyatakan bahwa Setiap orang yang mencuri Cagar

Budaya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan

paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp250.000.000,00

(dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua

miliar lima ratus juta rupiah) dan Setiap orang yang menadah hasil pencurian

Cagar Budaya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun

dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 109, menyatakan bahwa Setiap orang yang tanpa izin Menteri,

membawa Cagar Budaya ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama

10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus

juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta

rupiah).

Pasal 113, menyatakan bahwa Tindak pidana yang dilakukan oleh badan

usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum,

dijatuhkan kepada badan usaha; dan/atau orang yang memberi perintah untuk

melakukan tindak pidana. Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha

berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dipidana

dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda. Tindak pidana yang

dilakukan orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana,

dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana

Pasal 115, Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

ini, terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 114 dikenai tindakan pidana

tambahan berupa:

a. kewajiban mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik

pengerjaan sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri; dan/atau

Page 80: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

58 Tindak Pidana Kelautan

b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.

Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap

badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum

dikenai tindakan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.

5. Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal Yang Tenggelam

Barang Muatan Kapal Tenggelam (treasure-laden shipwrecks - BMKT)

atau yang sering disebut dengan harta karun adalah aset laut Nusantara yang

tersebar di perairan antara Sabang sampai Marauke yang hingga kini belum

digarap dengan baik. Di sejumlah kawasan yang memiliki potensi luar biasa.

Namun, kenyataan banyak dari aset kita itu diekplorasi dan hanya dinikmati

oleh pihak asing. Baik melalui pencurian kekayaan laut maupun dengan cara

ekploitasi yang legal

Dari data Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan (Ditjen PSDKP) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) ada

493 situs arkeologi bawah laut di Indonesia. Namun, para peneliti kemaritiman

memperkirakan bahwa bila melihat luas perairan nusantara dan keterangan

dalam sejarah kemaritiman di Indonesia angka tersebut dianggap masih terlalu

kecil.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Panitia

Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal

Yang Tenggelam. BMKT merupakan benda yang dikuasai Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan dikelola oleh Pemerintah. Dalam hal BMKT memenuhi

unsur-unsur:

a. nilainya sangat penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayan

bangsa Indonesia;

b. sifatnya memberikan corak khas dan unik;

Page 81: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

59 Tindak Pidana Kelautan

c. jumlah dan jenisnya sangat terbatas dan langka; berdasarkan peraturan

perundang-undangan di bidang benda cagar budaya, dinyatakan menjadi

milik negara.”

Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) PANNAS BMKT mempunyai tugas yaitu:

1) Mengkoordinasikan kegiatan departemen dan instansi lain yang berkaitan

dengan kegiatan pengelolaan BMKT

2) Menyiapkan peraturan perundang-undangan dan penyempurnaan

kelembagaan di bidang pengelolaan BMKT;

3) Memberikan rekomendasi mengenai izin survei, pengangkatan, dan

pemanfaatan BMKT kepada Pejabat yang berwenang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

4) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan pemantauan, pengawasan, dan

pengendalian atas proses survei, pengangkatan dan pemanfaatan BMKT;

5) Menyampaikan laporan tertulis pelaksanaan tugas paling sedikit 1 (satu)

tahun sekali kepada Presiden.

PANNAS BMKT memanfaatkan BMKT yang tidak dinyatakan sebagai

milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam

melaksanakan tugasnya, PANNAS BMKT dapat mengundang dan/atau

meminta pendapat dari instansi pemerintah dan/atau pihak lain.

6. Perburuan Cagar Budaya Di Laut Bintan Dari Masa Ke Masa

Seperti dilansir dalam Timesonline.com dan menurut Konsorsium

Penyelamat Aset Bangsa (KPAB) bahwa, seorang warga negara Australia

bernama Berger Michael Hatcher yang lahir di Inggris, merupakan salah satu

dari sekian banyak pelaku pemburuan harta karun yang telah banyak meraup

keuntungan dari upayanya melakukan pencarian, pengangkatan, dan penjualan

BMKT dari lautan di wilayah perairan Indonesia sejak tahun 1980-an.

Pada 1985-1986 berhasil mengangkat isi kapal tenggelam Geldermasen

milik VOC di Karang Heliputan di Tanjung Pinang Indonesia kemudian

melelangnya di balai lelang Christie, Belanda dengan nilai 17 Juta USD, dan

Page 82: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

60 Tindak Pidana Kelautan

Indonesia tidak kebagian sedikit pun. Di dunia internasional Hatcher dijuluki

The Wreck Salvage King (Raja Penyelamat Kapal Karam). Dia mendapatkan

126 emas batangan dan 160 ribu benda keramik dinasti Ming dan Ching.

Perburuan cagar budaya di laut Bintan juga masih terjadi di masa ini,

berdasarkan informasi dari tribunbatam, Komandan Guskamlamabar Harjo

Susmoro memberikan telah penjelasan kepada 22 ABK yang terjaring dalam

patroli angkatan laut yang sedang berburu harta karun keramik antic di perairan

Pulau Bintan.

D. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian cagar budaya?

2. Jelaskan asas dan tujuan pelestarian cagar budaya?

3. Jelaskan pemilikan dan penguasaan benda cagar budaya?

4. Jelaskan ketentuan pidana dalam nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya?

5. Jelaskan panitia nasional pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga asal

muatan kapal yang tenggelam?

6. Analisis berkaitan dengan kasus perburuan cagar budaya di laut bintan?

E. Sumber Penulisan

Ratna Herawati, “Implementasi Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010

terhadap Pelestarian Benda Cagar Budaya di Kecamatan

Ambarawa Kabupaten Semarang”. Jurnal Hukum dan Masyarakat

Madani 1 (6). 2016.

Supratikno Rahardjo, “Beberapa Permasalahan Pelestarian Kawasan Cagar

Budaya dan Strategi Solusinya”. Jurnal Konservasi Benda Cagar

Budaya Borobudur, 7 (2). 2013.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 Tentang

Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal Yang Tenggelam

Page 83: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

61 Tindak Pidana Kelautan

http://batam.tribunnews.com/2014/09/10/penyelam-berburu-emas-batangan-di-

perairan-pulau-bintan?page=2.

tribunbatam.id

Page 84: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

62 Tindak Pidana Kelautan

BAB VII

TINDAK PIDANA TERHADAP PENGELOLAAN

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan Pengertian, Asas dan Tujuan,

Pemanfaatan dan Hak Atas Pulau-Pulau Kecil, Tindak Pidana

Terhadap Trumbu Karang dan Mangrove, Tindak Pidana

Penambangan Pasir, Mineral, Minyak dan Gas dan Tindak Pidana

Reklamasi

Materi 1. Pengertian, Asas dan Tujuan

2. Pemanfaatan dan Hak Atas Pulau-Pulau Kecil

3. Tindak Pidana Terhadap Trumbu Karang dan Mangrove

4. Tindak Pidana Penambangan Pasir, Mineral, Minyak dan Gas

5. Tindak Pidana Reklamasi

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi Interaktif,

Analisis kasus sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Tindak Pidana Terhadap Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami

materi yang diberikan

Mereview materi Perkuliahan minggu pertama sampai ke ketujuh

persiapan Ujian Tengah Semester (UTS)

Kesimpulan

Evaluasi

Page 85: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

63 Tindak Pidana Kelautan

C. Tindak Pidana Terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

1. Pengertian, Asas dan Tujuan

Sejak kebijakan otonomi daerah diberlakukan, Daerah mulai

memperhatikan potensi yang dimilikinya dan yang secara ekonomis dapat

dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa daerah

di Indonesia yang secara geografis memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil menyadari betapa pentingnya pengelolaan kawasan tersebut untuk

berbagai kegiatan baik yang bersifat ekonomis maupun konservasi dengan

seimbang dan tepat. Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil memang merupakan

wilayah yang memiliki keunikan tersendiri namun rentan terhadap terjadinya

konflik kepentingan, ekonomi dan sosial serta berbagai persoalan lingkungan

akibat pemanfaatan yang tidak didasarkan pada prinsip ekologis yang

merupakan dasar pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan.21

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses

perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah

Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan

manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati,

sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber

daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota

laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut;

sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan

perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar

laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta

energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir. Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berasaskan:

21

Ambo Tuwo, Pendekatan Ekologi dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut,

dalam buku Membangun Sumber Daya Kelautan Indonesia, IPB Press, Jakarta, 2013, hlm. 147.

Page 86: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

64 Tindak Pidana Kelautan

a. Keberlanjutan

Asas keberlanjutan diterapkan agar:

1) Pemanfaatan sumber daya tidak melebihi kemampuan regenerasi sumber

daya hayati atau laju inovasi substitusi sumber daya nonhayati pesisir;

2) Pemanfaatan sumber daya pesisir saat ini tidak boleh mengorbankan

(kualitas dan kuantitas) kebutuhan generasi yang akan datang atas sumber

daya pesisir; dan

3) Pemanfaatan sumber daya yang belum diketahui dampaknya harus

dilakukan secara hati-hati dan didukung oleh penelitian ilmiah yang

memadai.

b. Konsistensi;

Asas konsistensi merupakan konsistensi dari berbagai instansi dan

lapisan pemerintahan, dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,

dan pengawasan untuk melaksanakan program Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan pulaupulau Kecil yang telah diakreditasi.

c. Keterpaduan;

Asas keterpaduan dikembangkan dengan:

1) Mengintegrasikan kebijakan dengan perencanaan berbagai sektor

pemerintahan secara horizontal dan secara vertikal antara pemerintah dan

pemerintah daerah; dan

2) Mengintegrasikan ekosistem darat dengan ekosistem laut berdasarkan

masukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk

membantu proses pengambilan putusan dalam Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

d. Kepastian hukum;

Asas kepastian hukum diperlukan untuk menjamin kepastian hukum

yang mengatur pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara

jelas dan dapat dimengerti dan ditaati oleh semua pemangku kepentingan;

serta keputusan yang dibuat berdasarkan mekanisme atau cara yang dapat

Page 87: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

65 Tindak Pidana Kelautan

dipertanggungjawabkan dan tidak memarjinalkan masyarakat pesisir dan

pulau-pulau kecil.

e. Kemitraan;

Asas kemitraan merupakan kesepakatan kerja sama antarpihak yang

berkepentingan berkaitan dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil.

f. Pemerataan;

Asas pemerataan ditujukan pada manfaat ekonomi sumber daya

pesisir dan pulau-pulau kecil yang dapat dinikmati oleh sebagian besar

anggota masyarakat.

g. Peran serta masyarakat;

Asas peran serta masyarakat dimaksudkan:

1) Agar masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil mempunyai peran dalam

perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap pengawasan dan pengendalian;

2) Memiliki informasi yang terbuka untuk mengetahui kebijaksanaan

pemerintah dan mempunyai akses yang cukup untuk memanfaatkan

sumber daya pesisir dan pulaupulau kecil;

3) Menjamin adanya representasi suara masyarakat dalam keputusan

tersebut;

4) Memanfaatkan sumber daya tersebut secara adil.

h. Keterbukaan;

Asas keterbukaan dimaksudkan adanya keterbukaan bagi masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif

tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dari tahap

perencanan, pemanfaatan, pengendalian, sampai tahap pengawasan dengan

tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan

rahasia negara.

Page 88: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

66 Tindak Pidana Kelautan

i. Desentralisasi;

Asas desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan

dari Pemerintah kepada pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil.

j. Akuntabilitas; dan

Asas akuntabilitas dimaksudkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir

dan pulau-pulau kecil dilakukan secara terbuka dan dapat

dipertanggungjawabkan.

k. Keadilan.

Asas keadilan merupakan asas yang berpegang pada kebenaran, tidak

berat sebelah, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenang dalam

pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Tujuan dari penyusunan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ini adalah22

:

1) Untuk menyiapkan peraturan setingkat undang-undang mengenai

pengelolaan WP3K khususnya yang menyangkut perencanaan, pemanfaatan,

hak dan akses masyarakat, penanganan konflik, konservasi, mitigasi

bencana, reklamasi pantai, rehabilitasi kerusakan pesisir, dan penjabaran

konvensi-konvensi internasional terkait;

2) Untuk membangun sinergi dan saling memperkuat hubungan kerja

antarlembaga Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah yang terkait

dengan pengelolaan WP3K sehingga tercipta hubungan yang harmonis dan

mencegah serta memperkecil konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan

antarkegiatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

3) Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum serta memperbaiki

tingkat kemakmuran masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil melalui

22 Penjelasan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-pulau Kecil

Page 89: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

67 Tindak Pidana Kelautan

pembentukan peraturan yang dapat menjamin akses dan hak-hak masyarakat

pesisir dan anggota masyarakat lainnya yang berkepentingan, termasuk

pihak pengusaha

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan

dengan tujuan:

a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan

memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem

ekologisnya secara berkelanjutan;

b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah

Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta

mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan

keberkelanjutan; dan

d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran

serta Masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil

2. Pemanfaatan dan Hak Atas Pulau-Pulau Kecil

Pada dasarnya, pulau-pulau kecil itu dikuasai oleh negara, kemudian

negara mengatur penguasaannya kepada pihak lain (baik itu perseorangan atau

swasta) dalam bentuk izin. Namun kemudian, Peraturan Menteri Agraria dan

Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang

Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil mengatur

bahwa pulau-pulau kecil dapat diberikan Hak Atas Tanah, termasuk hak milik.

Pada Bab tentang Pemanfaatan mengatur berkaitan dengan Hak

Pengusahaan Perairan Pesisir dan pemanfaatan Pulau–Pulau Kecil dan Perairan

di Sekitarnya:

(1) Pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam bentuk HP-3.

Page 90: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

68 Tindak Pidana Kelautan

(2) HP-3 meliputi pengusahaan atas permukaan laut dan kolom air sampai

dengan permukaan dasar laut.

(3) HP-3 diberikan dalam luasan dan waktu tertentu.

(4) Pemberian HP-3 wajib mempertimbangkan kepentingan kelestarian

Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Masyarakat Adat, dan

kepentingan nasional serta hak lintas damai bagi kapal asing.

(5) HP-3 dapat diberikan kepada:

a. Orang perseorangan warga negara Indonesia;

b. Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau

c. Masyarakat Adat.

(6) HP-3 diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat di

perpanjang

Pemanfaatan Pulau–Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya yaitu:

(1) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan

berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan

terpadu dengan pulau besar di dekatnya.

(2) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan

untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut:

a. konservasi;

b. pendidikan dan pelatihan;

c. penelitian dan pengembangan;

d. budidaya laut;

e. pariwisata;

f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari;

g. pertanian organik; dan/atau

h. peternakan.

Persoalan penurunan kualitas fisik lingkungan pesisir umumnya terjadi

pada ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun. Terumbu karang

yang dalam kondisi baik saat ini tidak lebih dari 30% sedangkan area yang

Page 91: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

69 Tindak Pidana Kelautan

mengalami degradasi hamper merata terjadi di seluruh wilayah pesisir

Indonesia. Beberapa kegiatan yang diduga menjadi penyebab erosi pantai

adalah kegiatan penambangan pasir laut untuk kepentingan reklamasi,

pembangunan pelabuhan, jetty, marina serta pembangunan hotel dan resort.

Pencemaran wilayah pesisir terjadi karena akibat dari aktivitas di darat seperti

limbah industri dan rumah tangga serta pertanian. Beberapa aktivitas di laut

juga menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan seperti kegiatan

ptransportasi laut, termasuk transportasi kapal pengangkut minyak dan kegiatan

pertambangan lepas pantai. Hal-hal inilah yang menyebabkan penurunan

kualitas lingkungan perairan dan estetika pantai.23

3. Tindak Pidana Terhadap Trumbu Karang dan Mangrove

Ketentuan pidana berkaitan dengan Trumbu Karang dan Mangrove

terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pasal 73 (1)

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama

10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

setiap Orang yang dengan sengaja:

a. Melakukan kegiatan menambang terumbu karang, mengambil terumbu

karang di Kawasan konservasi, menggunakan bahan peledak dan bahan

beracun, dan/atau cara lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem

terumbu karang. Kegiatan tersebut yaitu:

1) Menambang terumbu karang yang menimbulkan kerusakan Ekosistem

terumbu karang;

2) Mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi;

23Ridwan Lasabuda, “Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan dalam Perspektif Negara

Kepulauan Republik Indonesia”, Jurnal Ilmiah Platax, Vol.1-2 Januari 2013, hlm. 96-97.

Page 92: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

70 Tindak Pidana Kelautan

3) Menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain yang

merusak Ekosistem terumbu karang; d. Menggunakan peralatan, cara, dan

metode lain yang merusak Ekosistem terumbu karang;

b. Menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove,

melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk

kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain, seperti:

1) Menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove yang

tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

2) Melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona

budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

3) Menebang mangrove di Kawasan konservasi untuk kegiatan industri,

pemukiman, dan/atau kegiatan lain;

4. Tindak Pidana Penambangan Pasir, Mineral, Minyak dan Gas

Ketentuan pidana berkaitan dengan Penambangan Pasir, Mineral,

Minyak dan Gas terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pasal 73

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00

(dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah) setiap Orang yang dengan sengaja:

d. Melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis,

ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan

dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat

sekitarnya;

e. Melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara

teknis, ekologis, sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan

Page 93: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

71 Tindak Pidana Kelautan

dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat

sekitarnya;

f. Melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis

dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan

lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan

Masyarakat sekitarnya; serta

5. Tindak Pidana Reklamasi

Ketentuan pidana berkaitan dengan Reklamasi terdapat dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

Dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pasal 74 huruf (b) yaitu Dipidana dengan pidana

kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak

Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) setiap Orang yang karena

kelalaiannya, tidak melaksanakan kewajiban reklamasi, Pelaksanaan Reklamasi

wajib menjaga dan memperhatikan:

a) Keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat;

b) Keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian

fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta

c) Persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material.

D. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian, asas dan tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil?

2. Jelaskan pemanfaatan dan hak atas pulau-pulau kecil?

3. Analisis kasus berkaitan dengan tindak pidana terhadap trumbu karang dan

mangrove?

4. Analisis kasus berkaitan dengan tindak pidana penambangan pasir, mineral,

minyak dan gas?

5. Analisis kasus berkaitan dengan tindak pidana reklamasi?

Page 94: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

72 Tindak Pidana Kelautan

E. Sumber Penulisan

Ambo Tuwo, Pendekatan Ekologi dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan

Laut, dalam buku Membangun Sumber Daya Kelautan Indonesia, IPB

Press, Jakarta, 2013.

Ridwan Lasabuda, “Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan dalam Perspektif

Negara Kepulauan Republik Indonesia”, Jurnal Ilmiah Platax, Vol.1-2

Januari 2013.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Page 95: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

73 Tindak Pidana Kelautan

BAB VIII

TINDAK PIDANA KONSERVASI SUMBER DAYA

HAYATI DAN EKOSISTIMNYA

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistimnya

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan Pengertian dan Kegiatan Konservasi Sumber

Daya Hayati Dan Ekosistimnya, Asas dan Tujuan, Pemanfaatan Jenis

Tumbuhan Dan Satwa Liar, Ketentuan Larangan dan Pengecualian, Satwa

Laut yang Dilindungi Berdasarkan Peraturan Pemerintah, Ketentuan Pidana

dan Kasus Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati Dan Ekosistimnya di

Kepulauan Riau

Materi 1. Pengertian dan Kegiatan Konservasi Sumber Daya Hayati Dan

Ekosistimnya

2. Asas dan Tujuan

3. Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar

4. Ketentuan Larangan dan Pengecualian

5. Satwa Laut yang Dilindungi Berdasarkan Peraturan Pemerintah dan

Peraturan Menteri

6. Ketentuan Pidana

7. Kasus Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati Dan Ekosistimnya di

Kepulauan Riau

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi Interaktif,

Analisis kasus sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Mereview Soal Ujian Tengah Semester (UTS)

Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya

Hayati dan Ekosistimnya

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami

materi yang diberikan

Kesimpulan

Evaluasi

Page 96: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

74 Tindak Pidana Kelautan

C. Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistimnya

1. Pengertian dan Kegiatan Konservasi Sumber Daya Hayati Dan

Ekosistimnya

Kebijakan konservasi di Indonesia mulai mengalami pergeseran

paradigma, dari yang awalnya berprinsip konservasi untuk konservasi itu

sendiri menjadi konservasi yang memiliki fungsi sosial-ekonomi bermanfaat

bagi masyarakat lokal. Konservasi tidak memisahkan manusia dengan alam

sekitarnya.24

Manusia dengan segala motivasi atau kepentingannya sejak lama telah

memanfaatkan potensi sumberdaya alam, tumbuhan maupun satwa liar (flora

fauna) baik untuk menunjang ekonomi, sosial budaya dan ilmu pengetahuan

dimana pada banyak jenis tumbuhan dan satwa liar, pemanfaatan yang telah

dilakukan oleh manusia diyakini telah menyebabkan jenis-jenis tersebut

menjadi terancam kepunahan. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur

hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan

sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di

sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya

alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin

kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan

kualitas keanekaragaman dan nilainya. Ekosistem sumber daya alam hayati

adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati

maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi.

Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara,

yang masih mempunyai kemurnian jenisnya. Satwa liar adalah semua binatang

yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai

sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.

24Santosa A dkk, Konservasi Indonesia Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan, Pokja

Kebijakan Konservasi, Bogor, 2008, hlm. 45-56

Page 97: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

75 Tindak Pidana Kelautan

Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian

terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati

ataupun berupa fenomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-

sama mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan

hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti.

2. Asas dan Tujuan

a. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan

pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya secara serasi dan seimbang.

b. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan

mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta

keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

3. Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan

melalui tiga kegiatan:

1) Perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kehidupan adalah merupakan

suatu sistem yang terdiri dari proses yang berkait satu dengan lainnya dan

saling mempengaruhi, yang apabila terputus akan mempengaruhi kehidupan.

Agar manusia tidak dihadapkan pada perubahan yang tidak diduga yang

akan mempengaruhi kemampuan pemanfaatan sumber daya alam hayati,

maka proses ekologis yang mengandung kehidupan itu perlu dijaga dan

dilindungi. Perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi usaha-

usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air,

tebing, tepian sungai, danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi

hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai; perlindungan

terhadap gejala keunikan dan keindahan alam, dan lain-lain.

2) Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya terdiri dari unsur-

Page 98: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

76 Tindak Pidana Kelautan

unsur hayati dan nonhayati (baik fisik maupun nonfisik). Semua unsur ini

sangat berkait dan pengaruh mempengaruhi. Punahnya salah satu unsur tidak

dapat diganti dengan unsur yang lain. Usaha dan tindakan konservasi untuk

menjamin keanekaragaman jenis meliputi penjagaan agar unsur-unsur

tersebut tidak punah dengan tujuan agar masing-masing unsur dapat

berfungsi dalam alam dan agar senantiasa siap untuk sewaktu-waktu

dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Pengawetan jenis tumbuhan dan

satwa dapat dilaksanakan di dalam kawasan (konservasi in-situ) ataupun di

luar kawasan (konservasi exsitu).

3) Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Usaha pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

pada hakikatnya merupakan usaha pengendalian/pembatasan dalam

pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga

pemanfaatan tersebut dapat dilaksanakan secara terus menerus pada masa

mendatang.

4. Ketentuan Larangan dan Pengecualian

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya mengatur berkaitan

dengan ketentuan larangan yaitu terdapat dalam Pasal 21 yang menyatakan

sebagai berikut:

(1) Setiap orang dilarang untuk :

a. Mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara,

mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau

bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;

b. Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam

keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di indonesia ke tempat lain di

dalam atau di luar indonesia.

(2) Setiap orang dilarang untuk :

Page 99: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

77 Tindak Pidana Kelautan

a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,

mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam

keadaan hidup;

b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan

satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di indonesia ke

tempat lain di dalam atau di luar indonesia;

d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-

bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari

bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di

indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar indonesia;

e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan

atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.

Ketentuan larangan dalam Pasal 21 memiliki beberapa pengecualian

yaitu terdapat di Pasal 22 yang dapat di uraikan sebagai berikut ini:

1) Untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis

tumbuhan dan satwa yang bersangkutan.

2) Termasuk dalam penyelamatan adalah pemberian atau penukaran jenis

tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin

Pemerintah.

3) Pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang

dilindungi dapat pula dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa

yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia.

5. Satwa Laut yang Dilindungi Berdasarkan Peraturan Pemerintah dan

Peraturan Menteri

a. Satwa Laut yang Dilindungi Berdasarkan Peraturan Pemerintah berikut

adalah daftar spesies dan keluarga hewan laut yang dilindungi, berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan Dan Satwa, yaitu:

Page 100: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

78 Tindak Pidana Kelautan

a) Mamalia:

Paus (semua jenis dari famili Cetacea)

Lumba-lumba (semua jenis dari famili Dolphiniidae dan Ziphiidae)

Paus biru (Balaenoptera musculus)

Paus bersirip (Balaenoptera physalus)

Paus bongkok (Megaptera novaeangliae)

b) Reptil:

Penyu belimbing (Dermochelys coriacea)

Penyu tempayan (Caretta caretta)

Penyu hijau (Chelonia mydas)

Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)

Penyu ridel (Lepidodhelys olivacea)

Penyu pipih (Natator depressa)

c) Ikan:

Ikan raja laut aka.Coelacanths (Latimeria chalumnae).

d) Akar bahar :

Akar bahar dan koral hitam (Antiphates spp.)

e) Moluska :

Kima tapak kuda (Hippopus hippopus)

Kima cina (Hippopus porcellanus)

Kima kunia (Tridacna crocea)

Kima selatan (Tridacna derasa)

Kima raksasa (Tridacna gigas)

Kima kecil (Tridacna maxima)

Kima sisik, kima seruling (Tridacna squamosa)

Triton terompet (Charonia tritonis)

Kepala kambing (Cassis cornuta)

Susu bunder (Trochus niloticus)

Page 101: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

79 Tindak Pidana Kelautan

Batu laga, siput hijau (Turbo marmoratus)

Nautilus berongga (Nautilus pompillus)

f) Arthropoda :

Ketam tapak kuda (Tachypleus gigas)

b. Satwa yang dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan

Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018

Tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang dilindungi yaitu Dugongidae

(Dugong dugon) atau yang lebih dikenal dengan duyung

c. Satwa yang dilindungi dalam PP Nomor 7 Tahun 1999 yaitu:

a) Anoxypristis cuspidata (Hiu Gergaji, Cucut Krakas, Knifetooth Sawfish),

Dulu dianggap sebagai Pristis cuspidatus

b) Pristis clavata (Hiu Gergaji, Dwarf Sawfish)

c) Pristis microdon (Pari Sentani, Hiu gergaji, Largetooth Sawfish)

d) Pristis zijsron (Hiu Gergaji, Green Sawfish)

d. Satwa yang dilindingi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor 18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan

Penuh Ikan Hiu paus atau Rhincodon typus (Hiu paus atau Whale shark)

e. Cheilinus undulatus (Ikan Napoleon atau Humphead wrasse)

Dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

37 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan

Napoleon

6. Ketentuan Pidana

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistem mengatur berkaitan dengan tindak pidana

yaitu terdapat dalam Pasal 40 yang menyatakan sebagai berikut:

(1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1)

Page 102: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

80 Tindak Pidana Kelautan

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda

paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 19 (1) Setiap orang dilarang melakukatn kegiatan yang dapat

mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.

Pasal 33 (1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat

mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.

(2) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33

ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

denda paling banyak Rp 100.000.000,00(seratusjuta rupiah).

Pasal 21

1) Setiap orang dilarang untuk:

a. mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan,

memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang

dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;

b. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya

dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke

tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.

2) Setiap orang dilarang untuk:

a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki,

memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang

dilindungi dalam keadaan hidup;

b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan

meperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di

Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau

bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang

Page 103: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

81 Tindak Pidana Kelautan

dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya

dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar

Indonesia;

e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan,

menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang

dilindungi.

Pasal 33 Ayat (3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak

sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman

nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

(3) Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 32 ayat

(1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda

paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratusjuta rupiah).

Pasal 19 (1) Setiap orang dilarang melakukatn kegiatan yang dapat

mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.

Pasal 32 Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang

terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan

keperluan.

(4) Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta

Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)

tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 21

1) Setiap orang dilarang untuk:

a. mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan,

memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang

dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati

Page 104: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

82 Tindak Pidana Kelautan

b. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya

dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke

tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.

2) Setiap orang dilarang untuk:

a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki,

memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang

dilindungi dalam keadaan hidup;

b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan

meperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di

Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau

bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang

dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya

dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar

Indonesia;

e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan,

menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang

dilindungi.

Pasal 33 Ayat (3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak

sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman

nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

(5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah

kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan

ayat (4) adalah pelanggaran.

Page 105: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

83 Tindak Pidana Kelautan

7. Kasus Pidana Konservasi Sumber Daya Hayati Dan Ekosistimnya di

Kepulauan Riau

Perburuan Ikan Duyung di Kepri masih terjadi diera ini, dapat kita

ketahui dari liputan M.Ambari di Bintan Kepri pada 4 Mei 2018 yaitu sebagai

berikut ini:

Ditengah keterbatasan itu, hampir semua warga Air Glubi bertahan

hidup sebagai nelayan. Tapi uniknya ada satu keluarga yang enggan

berprofesi sebagai nelayan yaitu Musa (70 tahun). Bersama

keluarganya, Musa justru berprofesi sebagai pemburu Duyung (Dugong

Dugon), sejak lama, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Ditemui

dirumahnya, Musa yang berasal dari Suku Laut bercerita termasuk

pemburu yang masif menangkap mamalia laut Duyung. Dalam sebulan,

dia bisa menangkap rerata 10 ekor seberat masing-masing sekitar 700

kilogram. Duyung dijual dengan harga bervariasi kepada pembeli yang

datang, terutama dari pulau Bintan.

D. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian dan kegiatan konservasi sumber daya hayati dan

ekosistimnya?

2. Jelaskan asas dan tujuan konservasi sumber daya hayati dan ekosistimnya?

3. Jelaskan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar?

4. Jelaskan ketentuan larangan dan pengecualian dalam konservasi sumber daya

hayati dan ekosistimnya?

5. Jelaskan satwa laut yang dilindungi berdasarkan peraturan pemerintah dan

peraturan menteri?

6. Jelaskan ketentuan pidana konservasi sumber daya hayati dan ekosistimnya?

7. Analisis kasus pidana berkaitan dengan konservasi sumber daya hayati dan

ekosistimnya di Kepulauan Riau?

Page 106: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

84 Tindak Pidana Kelautan

E. Sumber Penulisan

Santosa A dkk, Konservasi Indonesia Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan,

Pokja Kebijakan Konservasi, Bogor, 2008.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan

Dan Satwa

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor

P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan

Dan Satwa Yang dilindungi

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2013 tentang

Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu paus atau Rhincodon

typus (Hiu paus atau Whale shark)

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37 Tahun 2013 tentang

Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon

Page 107: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

85 Tindak Pidana Kelautan

BAB IX

TINDAK PIDANA DI ZONA

EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana di

Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,

Kedaulatan di ZEEI dalam UNCLOS 1982, Hak Berdaulat, Hak-Hak

Lain Dan Yurisdiksi Republik Indonesia Di Zona Ekonomi Eksklusif,

Wewenang Penegak Hukum dan Ketentuan Pidana

Materi 1. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

2. Kedaulatan di ZEEI dalam UNCLOS 1982

3. Hak Berdaulat, Hak-Hak Lain Dan Yurisdiksi Republik Indonesia

Di Zona Ekonomi Eksklusif

4. Wewenang Penegak Hukum

5. Ketentuan Pidana

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi Interaktif,

Analisis kasus sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Mereview materi Perkuliahan minggu kesembilan

Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Tindak Pidana di Zona Ekonomi

Ekslusif Indonesia

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami

materi yang diberikan

Kesimpulan

Evaluasi

Page 108: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

86 Tindak Pidana Kelautan

C. Tindak Pidana di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

1. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Konvensi 1982 tidak secara eksplisit menegaskan pengertian atau

definisi dari ZEE tersebut.tidak ada satu pasalpun dari 21 pasalnya (Pasal 55-57

konvensi 1982) itu yang menegaskan pengertian atau definisi tentang ZEE.

meskipun demikian, terdapat 2 pasal yaitu Pasal 55 dan 57 yang jika di kaitkan

satu dengan yang lainnya ternyata menunjukkan pengertian tentang ZEE.

Pasal 55 yang judulnya adalah “specific regime of the exclusive

economic zone” (rejim hukum khusus zona ekonomi eksklusif) menyatakan

sebagai berikut: “the exclusive economic zone is an area beyond and adjacent

to the territorial sea,subject to the specific legal rejim established in this part,

under which the rights and the freedoms of the other states are governed by the

relevant provisionsof this convention”. (zona ekonomi eksklusif adalah suatu

daerah diluar dan berdampingan dengan laut territorial yang tunduk pada rejim

hukum khusus yang di tetapkan dalam bab ini berdasarkan mana hak-hak dan

yurisdiksi Negara pantai dan hak-hak serta kebebasan Negara lain diatur oleh

ketentuan –ketentuan yang relevan dari konvensi ini).

Selanjutnya Pasal 57 menegaskan lebar ZEE sebagai berikut: “the

exclusive economic zone shall not extend beyond 200 nautical miles from the

baselines from which the breadth of the territorial sea is measured (zona

ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dai garis pangkal dari

mana lebar laut territorial di ukur ).’’

Dari kedua pasal yang telah di kutip diatas,yang tampaknya saling

melengkapi ,dapatlah di simpulkan pengertian dam substansi dari ZEE. Kedua

pasal itu menunjukkan arah unsur-unsur dari ZEE Yakni:

a) Letak geografisnya dari ZEE yaitu sebagai suatu zona diluar dan

bersambungan dengan laut territorial (Pasal 55);

b) ZEE tunduk pada rezim hukum yang spesifik sebagaiman ditentukan di

dalam bab ini (bab yang mengatur tentang ZEE itu sendiri, Pasal 55);

Page 109: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

87 Tindak Pidana Kelautan

c) Berdasarkan rejim hukum khusus itu ,hak-hak dan yurisdiksi Negara pantai

serta hak-hak kebebasan negara-negara laindiatur oleh ketentuan yang

relevan dari konvensi ini (Pasal 55);

d) Lebar dari ZEE tidak boleh melebihi dari 200 mil laut ,diukur dari garis

pangkal dari mana lebarlaut territorial diukur (Pasal 57).

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan

dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-

undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah

di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut

diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.

Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki

kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km2 yang terdiri atas perairan

kepulauan seluas 2,9 juta km2 dan laut teritorial seluas 0,3 juta km2. Selain itu

Indonesia juga mempunyai hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya

kelautan seluas 2,7 km2 pada perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).25

Konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) merupakan pranata hukum laut

internasional yang masih baru. Di dalam konferensi Hukum Laut yang

diprakarsai oleh PBB yang diselenggarakan mulai tahun 1973 sampai dengan

1982, Zona Ekonomi Eksklusif ini dibahas secara mendalam dan intensif

sebagai salah satu agenda acara konferensi dan disepakati serta dituangkan di

dalam Bab V Pasal 55-Pasal 75 Konvensi Hukum Laut Internasional 1982.26

25 Nunung Mahmudah, Illegal Fishing, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 1

26

T. May Rudy, Hukum Internasional Cetakan I, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 21.

Page 110: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

88 Tindak Pidana Kelautan

2. Kedaulatan di ZEEI dalam UNCLOS 1982

Konvensi III PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) membagi laut

dalam tiga bagian. Pertama, laut yang merupakan bagian dari wilayah

kedaulatan sebuah negara (laut teritorial dan laut pedalaman); Kedua, laut yang

bukan merupakan wilayah kedaulatan sebuah negara namun negara tersebut

memiliki sejumlah hak dan yurisdiksi terhadap aktifitas tertentu (zona

tambahan dan zona ekonomi eksklusif); Ketiga, laut yang bukan merupakan

wilayah kedaulatan dan bukan merupakan hak/yurisdiksi negara manapun, yaitu

laut bebas.27

Zona ekonomi eksklusif (ZEE) adalah salah satu fitur paling

revolusioner dari UNCLOS 1982 dan memberi dampak yang signifikan pada

27 https://jurnalmaritim.com/zona-ekonomi-eksklusif-zee-dalam-unclos-1982/, diakses pada

terakhir pada tanggal 15 Oktober 2020.

Page 111: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

89 Tindak Pidana Kelautan

pengelolaan dan konservasi sumber daya laut. Rezim ZEE menertibkan klaim-

klaim sepihak (unilateral) atas perairan oleh negara-negara di masa sebelumnya,

dengan memberi hak kepada Negara pantai untuk eksplorasi dan eksploitasi,

pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar

laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya

untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan

energi dari air, arus laut dan angin.28

Pasal 73 UNCLOS 1982 mengatur berkaitan dengan kedaulatan di ZEEI

yang menyatakan bahwa kedaulatan yang dikatakan bahwa Negara pantai dapat

melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi,

konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif,

menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan jika

diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang

ditetapkan

3. Hak Berdaulat, Hak-Hak Lain Dan Yurisdiksi Republik Indonesia Di

Zona Ekonomi Eksklusif

1) Hak berdaulat di Zona Ekonomi Eksklusif Republik Indonesia yaitu:

a) eksplorasi dan eksploitasi

b) pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari

dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya

c) kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona

tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;

2) Yurisdiksi di Zona Ekonomi Eksklusif Republik Indonesia berhubungan

dengan:

a) pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan

bangunan-bangunan lainnya;

b) penelitian ilmiah mengenai kelautan;

28 Ibid,

Page 112: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

90 Tindak Pidana Kelautan

c) perlindungan dan pelestarian lingkungan taut;

Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak

berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia

dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan Landas Kontinen

Indonesia, persetujuan-persetujuan antara Republik Indonesia dengan negara-

negara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berlaku. Di

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan

internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui

sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.

3) Kegiatan-kegiatan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dapat diuraikan

sebagai berikut ini:

a) Barang siapa melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya

alam atau kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan/atau

persetujuan internasional tersebut harus mentaati ketentuan tentang

pengelolaan dan konservasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik

Indonesia.

b) Eksplorasi dan eksploitasi suatu sumber daya alam hayati di daerah

tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia oleh orang atau badan

hukum atau Pemerintah Negara Asing dapat diizinkan jika jumlah yang

diperbolehkan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk jenis tersebut

melebihi kemampuan Indonesia untuk memanfaatkannya.

Barangsiapa membuat dan/atau menggunakan pulau-pulau buatan atau

instalasi- instalasi atau bangunan-bangunan lainnya di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia harus berdasarkan izin dari Pemerintah Republik Indonesia dan

dilaksanakan menurut syarat-syarat perizinan tersebut. Barangsiapa melakukan

kegiatan penelitian ilmiah di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia harus

memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari dan dilaksanakan berdasarkan

syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Barangsiapa

melakukan kegiatan-kegiatan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, wajib

Page 113: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

91 Tindak Pidana Kelautan

melakukan langkah-langkah untuk mencegah, membatasi, mengendalikan dan

menanggulangi pencemaran lingkungan laut. Pembuangan di Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia hanya dapat dilakukan setelah memperoleh keizinan dari

Pemerintah Republik Indonesia.

4. Wewenang Penegak Hukum

Penegakan hukum dan peningkatan keamanan di laut Indonesia

(Perairan) Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif) yang luasnya 6 juta km2

tersebut (3 kali dari luas darat) masih memerlukan perhatian yang besar,

termasuk penegakan hukum dan pengamanan di Alur Laut Kepulauan

Indonesia (ALKI). Peningkatan kemampuan penegakan hukum dan

pengamanan ini mencakup suatu kerja sama yang erat antara kegiatan-kegiatan

di darat, laut, dan udara. Usaha-usaha meningkatkan monitoring, kontrol,

surveillance, serta kegiatan-kegiatan penyelidikan dan proses pengadilan harus

ditata dengan sebaik-baiknya.29

Wewenang penegak hukum terdapat dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

Pasal 13 dan Pasal 14 yang menyatakan bahwa Aparatur penegak hukum

Republik Indonesia yang berwenang, dapat mengambil tindakan-tindakan

penegakan hukum sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dengan pengecualian sebagai

berikut :

1) Penangkapan terhadap kapal dan/atau orang-orang yang diduga melakukan

pelanggaran di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia meliputi tindakan

penghentian kapal sampai dengan diserahkannya kapal dan/atau orang-orang

tersebut dipelabuhan dimana perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut;

29Slamet Soebiyanto, Keamanan Nasional ditinjau dari Prespektif Tugas TNI Angkatan Laut,

Majalah Patriot, 2007, hlm.10.

Page 114: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

92 Tindak Pidana Kelautan

2) Penyerahan kapal dan/atau orang-orang tersebut harus dilakukan secepat

mungkin dan tidak boleh melebihi jangka waktu 7 (tujuh) hari, kecuali

apabila terdapat keadaan force majeure;

3) Aparatur penegak hukum di bidang penyidikan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia adalah Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang

ditunjuk oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

4) Penuntut umum adalah jaksa pada pengadilan negeri

5) Pengadilan yang berwenang mengadili pelanggaran terhadap ketentuan

undang-undang ini adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya

meliputi pelabuhan dimana dilakukan penahanan terhadap kapal dan/atau

orang-orang

5. Ketentuan Pidana

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 Tentang

Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia mengatur berkaitan dengan ketentuan pidana

yang terdapat dalam Pasal 16 dan Pasal 17 yang menyatakan bahwa:

Pasal 16: Barangsiapa melakukan tindakan-tindakan:

1) Eksplorasi dan eksploitasi tanpa izin dan mengindahkan peraturan indonesia

2) Membuat dan/atau menggunakan pulau-pulau buatan atau instalasi- instalasi

atau bangunan-bangunan lainnya di Zona Ekonomi Eksklusif tanpa izin

3) Barangsiapa melakukan kegiatan penelitian ilmiah di Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia tanpa persetujuan terlebih dahulu berdasarkan syarat-

syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp 225.000.000,-

(dua ratus dua puluh lima juta rupiah). Pasal 17 menyatakan bahwa

Barangsiapa merusak atau memusnahkan barang-barang bukti yang digunakan

untuk melakukan tindak pidana dengan maksud untuk menghindarkan

tindakan-tindakan penyitaan terhadap barang-barang tersebut pada waktu

dilakukan pemeriksaan, dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp

75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah). Pasal 18 memberi penjelasan

Page 115: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

93 Tindak Pidana Kelautan

bahwa Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17

adalah kejahatan.

D. Evaluasi

1. Jelaskan yang dimaksud dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia?

2. Jelaskan Kedaulatan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dalam UNCLOS

1982?

3. Jelaskan Hak Berdaulat, Hak-Hak Lain Dan Yurisdiksi Republik Indonesia Di

Zona Ekonomi Eksklusif

4. Jelaskan Wewenang Penegak Hukum di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia?

5. Jelaskan Ketentuan Pidana Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia?

E. Sumber Penulisan

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta Timur,

2015.

T. May Rudy, Hukum Internasional Cetakan I, Refika Aditama, Bandung, 2010

Slamet Soebiyanto, “Keamanan Nasional ditinjau dari Prespektif Tugas TNI

Angkatan Laut”, Majalah Patriot, 2007.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi

Ekslusif

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana

UNCLOS 1982

https://jurnalmaritim.com/zona-ekonomi-eksklusif-zee-dalam-unclos-1982/

Page 116: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

94 Tindak Pidana Kelautan

BAB X

TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN

DI PERAIRAN

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana Keimigrasian

di Perairan

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan Pengertian Dan Kebijakan Selektif, Izin Tinggal

Terbatas Perairan, Subjek dan Fasilitas Izin Tinggal Terbatas Perairan, Instansi

Pemberi Rekomendasi Izin Tinggal Terbatas Perairan, Tata Cara Pemberian Izin

Tinggal Terbatas Perairan, Persyaratan Untuk Permohonan Izin Tinggal Terbatas

Perairan, Dinamika Izin Tinggal Terbatas Perairan di Masa Moratorium, Ketentuan

Pidana dan Tindak Pidana Keimigrasian di Perairan Kepri

Materi 1. Pengertian Dan Kebijakan Selektif

2. Izin Tinggal Terbatas Perairan

3. Subjek dan Fasilitas Izin Tinggal Terbatas Perairan

4. Instansi Pemberi Rekomendasi Izin Tinggal Terbatas Perairan

5. Tata Cara Pemberian Izin Tinggal Terbatas Perairan

6. Persyaratan Untuk Permohonan Izin Tinggal Terbatas Perairan

7. Dinamika Izin Tinggal Terbatas Perairan di Masa Moratorium

8. Ketentuan Pidana

9. Tindak Pidana Keimigrasian di Perairan Kepri

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi Interaktif,

Analisis kasus sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Mereview materi Perkuliahan minggu kesepuluh

Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Tindak Pidana Keimigrasian di Perairan

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami materi

yang diberikan

Kesimpulan

Evaluasi

Page 117: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

95 Tindak Pidana Kelautan

C. Tindak Pidana Keimigrasian di Perairan

1. Pengertian Dan Kebijakan Selektif

Pasal 1 angka 1 pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Keimigrasian yaitu “Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka

menjaga tegaknya kedaulatan negara”. Kebijakan selektif (Selective Policy)

dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia yaitu bahwa berdasarkan

kebijakan dimaksud serta dalam rangka melindungi kepentingan nasional hanya

orang asing yang memberikan manfaat, serta tidak membahayakan keamanan

dan ketertiban umum diperbolehkan masuk dan berada di wilayah indonesia,

tentunya dengan kewajiban untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak

asasi manusia sebagai bagian kehidupan universal. Selective Policy Diberikan

kepada orang asing yang Diperbolehkan masuk dan berada di wilayah

Indonesia dan Orang asing yang memberikan manfaat dan Orang asing yang

tidak Membahayakan keamanan Dan ketertiban umum.

Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib memiliki

Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku. Setiap Orang Asing yang

masuk Wilayah Indonesia wajib memiliki Visa yang sah dan masih berlaku,

kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-Undang ini dan perjanjian

internasional. Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib

melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat

Pemeriksaan Imigrasi.

2. Izin Tinggal Terbatas Perairan

Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki

izin tinggal terdapat dalam Pasal 48 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2011 tentang Keimigrasian. Jenis Izin Tinggal yang sebagaimana dimaksud

yaitu:

a. Izin Tinggal diplomatik

b. Izin Tinggal dinas;

Page 118: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

96 Tindak Pidana Kelautan

c. Izin Tinggal kunjungan;

d. Izin Tinggal terbatas; dan

e. Izin Tinggal Tetap.

Itas Perairan adalah Izin tinggal terbatas yang diberikan kepada

Nakhoda, Awak Kapal, atau Tenaga Ahli Asing yang bekerja di atas kapal laut

atau alat apung, instalasi yang beroperasi di wilayah perairan dan wilayah

yurisdiksi Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Subjek dan Fasilitas Izin Tinggal Terbatas Perairan

Pasal 41 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 27 Tahun 2014

tentang Izin Tinggal Keimigrasian mengatur berkaitan dengan Subjek Izin

tinggal Terbatas yaitu:

1) Tenaga ahli asing, Nakhoda asing, Awak kapal asing yang bekerja di

perairan Indonesia pada kapal laut/alat apung atau instalasi landas kontinen.

2) Jenis Kapal Dan Alat Apung:

a. Kapal Ikan (pengangkut dan atau penangkap);

b. Kapal-kapal, Tanker dan Tramper (Kapal Angkutan Bebas, ex: Cargo);

c. Alat Pengeboran (RIG)/Drilling Vessel dan fasilitasnya (tagboat, utility

boat);

d. Kapal untuk Penelitian (Research Vessel);

e. Kapal Pesiar/wisata (Cruise/yacht).

Fasilitas pada Itas Perairan di atur dalam Undang-undang Nomor 6

Tahun 2011 Pasal 43 huruf d dan Permen 27 tentang Izin Tinggal Keimigrasian

Tahun 2014). Orang asing sebagai tenaga ahli, nahkoda dan awak kapal/alat

apung dapat memasuki wilayah Indonesia tanpa diwajibkan memiliki Visa, jika

masuk dengan kapalnya setelah memperoleh Keputusan Itas Perairan. Kepala

Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang wilayah kerjanya

membawahi tempat keberadaan Orang Asing yang bersangkutan dapat

memberikan persetujuan kepada pemegang Itas Perairan untuk berada di

wilayah darat paling lama 7 (tujuh) hari dalam rangka:

Page 119: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

97 Tindak Pidana Kelautan

a. kepentingan administrasi dengan kantor penjaminnya;

b. berobat;

c. maksud meninggalkan Wilayah Indonesia tidak dengan kapal/alat

angkutnya; atau

d. pendeportasian.

4. Instansi Pemberi Rekomendasi Izin Tinggal Terbatas Perairan

Instansi Pemberi Rekomendasi Itas Perairan diatur dalam Kep Dirjen

Nomor F-658.IZ.01.10 Tahun 2003 Pasal 7 yaitu sebagai berikut ini:

1) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk bidang penelitian;

2) Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi untuk bidang minyak dan gas

bumi;

3) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap untuk bidang perikanan;

4) Deputi III Bidang Pengembangan Pariwisata untuk bidang kepariwisataan;

5) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk bidang angkutan laut;

6) Direktorat Riset dan Eksplorasi Sumber Daya Non Hayati Laut, Departemen

7) Kelautan dan Perikanan.

5. Tata Cara Pemberian Izin Tinggal Terbatas Perairan

Peraturan pada Subjek Itas Perairan dalam Pasal 42 Peraturan Menteri

Hukum dan HAM Izin Tinggal Nomor 27 Tahun 2014 menyatakan bahwa

Orang Asing yang bermaksud bekerja di perairan sebagaimana dapat masuk ke

wilayah Indonesia dengan cara:

a. datang langsung bersama kapal laut atau alat apungnya; atau

b. tidak dengan kapal laut atau alat apungnya dalam hal penambahan,

pengurangan atau pengantian awak kapal/alat apung.

Nakhoda, Awak Kapal, atau Tenaga Ahli Asing yang datang langsung

dengan kapal laut atau alat apungnya dibebaskan dari kewajiban memiliki Visa.

Nakhoda, Awak Kapal, atau Tenaga Ahli Asing yang datang tidak dengan kapal

laut atau alat apungnya harus mendapatkan Visa tinggal terbatas saat

kedatangan. Visa tinggal terbatas saat kedatangan diberikan Tanda Masuk yang

Page 120: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

98 Tindak Pidana Kelautan

berlaku sebagai Itas saat kedatangan oleh Pejabat Imigrasi di TPI untuk jangka

waktu 30 (tiga puluh) hari dalam rangka bergabung bekerja diatas kapal/alat

angkut/alat apung/instalasi di wilayah perairan

ITAS Saat Kedatangan diatur dalam Pasal 41 Peraturan Menteri Hukum

dan HAM Nomor 27 Tahun 2014. ITAS saat kedatangan dalam rangka

bergabung bekerja di Kapal Laut, Alat Angkut, Alat Apung atau instalasi di

wilayah Perairan dapat dipergunakan dalam rangka:

a. Bergabung untuk bekerja di Alat Angkut, Kapal Laut, Alat Apung, instalasi

di wilayah perairan (join untuk mendapatkan Itas Perairan)

b. Selain sebagaimana dimaksud point a dapat juga:

1) melakukan pengawasan kualitas barang atau produksi;

2) melakukan inspeksi atau audit;

3) melayani purnajual;

4) memasang dan mereparasi mesin;

5) melakukan pekerjaan nonpermanen dalam rangka konstruksi; atau

6) melakukan pekerjaan yang bersifat darurat dan mendesak di wilayah

perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia.

Tata cara pemberian ITAS perairan di atur dalam Peraturan Menteri

Hukum dan HAM tentang Izin Tinggal Nomor 27 Tahun 2014 yang

menyatakan bahwa jangka waktu Itas diberikan sesuai dengan yang tercantum

dalam Surat keputusan Direktur Jenderal tentang persetujuan Itas Perairan

namun tidak boleh melampaui masa berlaku Paspor Kebangsaan atau Dokumen

Perjalanan Orang Asing yang bersangkutan. Pemberian Itas Perairan

dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap meliputi:

a. Penerbitan surat keputusan Direktur Jenderal tentang persetujuan pemberian

Itas Perairan; dan

b. Peneraan Itas Perairan oleh Kepala Kantor Imigrasi yang membawahi

wilayah kerja yang bersangkutan.

Page 121: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

99 Tindak Pidana Kelautan

Surat keputusan Direktur Jenderal tersebut diatas merupakan izin tinggal

Orang Asing di wilayah Indonesia dan bukan merupakan izin untuk bekerja

atau melakukan pekerjaan.

6. Persyaratan Untuk Permohonan Izin Tinggal Terbatas Perairan

Persyaratan untuk permohonan ITAS Perairan memiliki beberapa syarat

yaitu:

a. Surat keagenan kapal, alat apung, atau instalasi;

b. Daftar awak kapal asing atau daftar tenaga ahli asing yang dikeluarkan oleh

instansi pemerintah;

c. Surat penjaminan dari penjamin;

d. Paspor kebangsaan atau dokumen perjalanan orang asing yang bersangkutan

yang sah dan masih berlaku, yang memuat izin tinggal terbatas saat

kedatangan dalam hal awak kapal datang tidak dengan kapal, alat apung,

atau instalasinya;

e. Surat rekomendasi dari instasi terkait sesuai dengan kewenangannya; dan

f. Surat kuasa bermeterai cukup dalam hal permohonan melalui kuasa.

Seluruh ABK/Crew atau tenaga ahli asing yang memiliki izin tinggal

Itas Perairan dan melakukan pekerjaanya diwajibkan memiliki Izin

Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) sesuai dengan peraturan dari

Kemnaker. Penolakan Pemberian atau Perpanjangan Itas Perairan terdapat

dalam Pasal 50 Per. Menteri Hukum dan HAM Izin Tinggal Nomor 27 Tahun

2014 yang menyatakan bahwa:

a. namanya tercantum dalam daftar Penangkalan;

b. Dokumen Perjalanannya diduga palsu;

c. menderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan

kesehatan umum atau diduga melakukan perbuatan yang melanggar norma

kesusilaan yang berlaku di Indonesia;

d. memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Visa;

Page 122: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

100 Tindak Pidana Kelautan

e. diduga terlibat dalam kejahatan internasional dan kejahatan transnasional

terorganisasi;

f. menunjukan perilaku yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum;

g. termasuk dalam daftar pencarian orang dari suatu negara asing;

h. diduga terlibat dalam kegiatan makar terhadap pemerintahan Republik

Indonesia;

i. diduga terlibat kegiatan politik yang merugikan negara; atau

j. tidak membayar biaya beban dan/atau biaya Keimigrasian, kecuali yang

dibebaskan dari kewajiban dari biaya beban dan/atau biaya Keimigrasian

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

7. Dinamika Izin Tinggal Terbatas Perairan di Masa Moratorium

Informasi yang berkaitan dengan penghentian sementara (Moratorium)

perizinan penangkapan ikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia diatur dalam peraturan sebagai berikut ini:

1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2014

tanggal 03/11/2014

2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 10/PERMEN-KP/2015

tanggal 24/04/2015 tentang perubahan atas Permen Kelautan dan Perikanan

Nomor 56/PERMEN-KP/2014

3) Surat Edaran Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya Nomor 66/DPB/TU.210.D5/I/2015 tanggal 07/01/2015

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI telah ditindaklanjuti oleh

Direktorat Jenderal Imigrasi dengan:

1) Surat Direktur Italtuskim Nomor IMI.3.GR.01.12-4.2315 tanggal 27/11/2014

tentang dukungan pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI

yang menyatakan bahwa sejak 21/11/2014 Ditjen Imigrasi sudah tidak

menerbitkan Surat Keputusan tentang Persetujuan Pemberian Izin Tinggal

Terbatas Perairan Terkait bagi ABK Asing Penangkap Ikan

Page 123: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

101 Tindak Pidana Kelautan

2) Surat PLT Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.GR.01.12-3689 tanggal

04/12/2014 yang menyatakan penghentian pelayanan pemberian,

perpanjangan dan peneraan serta pemulangan bagi ABK asing kapal

penangkap ikan

Surat Edaran Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Direktorat

Jenderal Perikanan Budidaya Nomor 66/DPB/TU.210.D5/I/2015 tanggal

07/01/2015 Mencabut penghentian sementara (moratorium) pemberian

perizinan Surat Izin Kapal pengangkut ikan di Bidang Pembudidayaan Ikan.

Kementerian kelautan dan perikanan tetap memberlakukan penghentian

sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap di wilayah

pengelolaan perikanan negara republik Indonesia sampai 31 Oktober 2015,

kecuali pengangkut ikan di bidang pembudidayaan ikan.

Page 124: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

102 Tindak Pidana Kelautan

8. Ketentuan Pidana

Pengaturan bidang keimigrasian (lalu lintas keluar masuk) suatu negara,

berdasarkan hukum internasional menurut Ramadhan K.H. dan Abrar Yusra

merupakan hak dan wewenang suatu negara. Dengan perkataan lain, merupakan

salah satu indikator kedaulatan suatu negara.30

Imigrasi juga mempunyai peran

diberbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara seperti bidang ekonomi,

politik, hukum, dan keamanan. Tindakan atau sanksi yang dapat diberikan

kepada orang asing yang melakukan tindak pidana keimigrasian menurut Moh.

Arif dibagi atas 2 (dua) bentuk yaitu melalui tindakan keimigrasian dan melalui

proses peradilan.31

Ketentuan pidana berkaitan dengan izin tinggal terbatas perairan

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian

yaitu:

1) Pasal 113, Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar Wilayah

Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat

Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana

denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2) Pasal 114 (2), Penanggung Jawab Alat Angkut yang sengaja menurunkan

atau menaikkan penumpang yang tidak melalui pemeriksaan Pejabat

Imigrasi atau petugas pemeriksa pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak

Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

3) Pasal 119 (1) Setiap Orang Asing yang masuk dan/atau berada di Wilayah

Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan

30 K.H. Ramadhan dan Yusra, Abrar. Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia. Direktorat Jenderal

Imigrasi, Jakarta, 2005, hlm.13.

31

Moh. Arif, Suatu Pengantar Keimigrasian di Indonesia. Pusdiklat Departemen Kehakiman,

Jakarta, 1997, hlm. 113.

Page 125: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

103 Tindak Pidana Kelautan

masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

4) Pasal 122 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

pidana denda paling paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah):

a. Setiap Orang Asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau

melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan

pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya;

b. Setiap orang yang menyuruh atau memberikan kesempatan kepada Orang

Asing menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai

dengan maksud atau tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan

kepadanya.

9. Tindak Pidana Keimigrasian di Perairan Kepri

TNI AL Tangkap Kapal Pancing Tak Berizin yang Bawa 13 WNA di

Perairan Kepri, Tim Western Fleet Quich Response (WFQR) TNI-AL Lantamal

IV Tanjungpinang, Sabtu (16/4) pukul 19.30 WIB menangkap kapal berbendera

Malabo (negara di bagian Afrika Selatan) di perairan Tanjung Berakit, sebelah

utara Bintan, Kepulauan Riau.

Kapal pancing berbendera Malabo MV SELIN GT 78 IMO 5632789 itu

di nahkodai,Shoo Chian Huat warga negara Singapura dan 3 ABK warga

negara Indonesia. Saat ditangkap, kapal berada pada posisi 01 19 026 U - 104

34 901 T. Menurut Kadispen Koarmabar Letkol Laut (KH) Drs. Ariris

Miftachurrahman, kapal ini membawa 13 orang pemancing yang di antaranya, 7

warga Negara Singapura dan 6 Warga Malaysia.

Menurut pengakuan Nahkoda kapal, mereka bersama-sama berangkat

dari Singapura dan kemudian menuju perairan kepulauan riau untuk

memancing. Selanjutnya komandan tim pemeriksa TNI-AL akan berkoordinasi

Page 126: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

104 Tindak Pidana Kelautan

dengan Imigrasi Tanjung Pinang guna pemeriksaan terhadap orang asing yang

diamankan di markas TNI-AL Tanjung Pinang Kepulauan Riau itu.

D. Evaluasi

1. Jelaskan pengertian dan kebijakan selektif?

2. Jelaskan izin tinggal terbatas perairan?

3. Jelaskan subjek dan fasilitas izin tinggal terbatas perairan?

4. Jelaskan instansi pemberi rekomendasi izin tinggal terbatas perairan?

5. Jelaskan tata cara pemberian izin tinggal terbatas perairan?

6. Jelaskan persyaratan untuk permohonan izin tinggal terbatas perairan?

7. Jelaskan dinamika izin tinggal terbatas perairan di masa moratorium?

8. Jelaskan ketentuan pidana berkaitan dengan keimigrasian di perairan?

9. Analisis kasus keimigrasian di perairan di wilayah Kepri?

E. Sumber Penulisan

K.H. Ramadhan dan Yusra, Abrar. Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia. Direktorat

Jenderal Imigrasi, Jakarta, 2005.

Moh. Arif, Suatu Pengantar Keimigrasian di Indonesia. Pusdiklat Departemen

Kehakiman, Jakarta, 1997.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 27 Tahun 2014 tentang Izin Tinggal

Keimigrasian

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Izin Tinggal Nomor 27 Tahun 2014

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2014

tanggal 03/11/2014

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 10/PERMEN-KP/2015

tanggal 24/04/2015 tentang perubahan atas Permen Kelautan dan Perikanan

Nomor 56/PERMEN-KP/2014

Surat Edaran Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya Nomor 66/DPB/TU.210.D5/I/2015 tanggal

07/01/2015

Page 127: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

105 Tindak Pidana Kelautan

Surat Direktur Italtuskim Nomor IMI.3.GR.01.12-4.2315 tanggal 27/11/2014

tentang dukungan pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

RI

Surat PLT Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.GR.01.12-3689 tanggal

04/12/2014

Surat Edaran Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya Nomor 66/DPB/TU.210.D5/I/2015

Kep Dirjen Nomor F-658.IZ.01.10 Tahun 2003

Page 128: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

106 Tindak Pidana Kelautan

BAB XI

TINDAK PIDANA PERIKANAN

A. Petunjuk Umum

Kompetensi

Dasar

Mahasiswa mampu menerangkan dan menguraikan Tindak Pidana

Perikanan

Indikator Mahasiswa dapat menjelaskan Dasar Pertimbangan dan Perubahan

Undang-Undang Tentang Perikanan, Ketentuan Pidana Di Bidang

Perikanan, Penegakan Hukum Illegal Fishing Di Indonesia dan Kasus-

Kasus Perikanan Regional dan Nasional

Materi 1. Dasar Pertimbangan dan Perubahan Undang-Undang Tentang

Perikanan

2. Ketentuan Pidana Di Bidang Perikanan

3. Penegakan Hukum Illegal Fishing Di Indonesia

4. Kasus-Kasus Perikanan Regional dan Nasional

Metode

Pembelajaran

Pendekatan/Model Student Center Learning

Metode Ceramah, Diskusi Interaktif,

Analisis kasus sederhana

B. Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Memberitahukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan materi

Penyajian Menjelaskan materi tentang Tindak Pidana Perikanan

Diskusi Interaktif

Penutup Umpan balik untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami

materi yang diberikan

Mereview materi Perkuliahan minggu kesembilan sampai ke lima

belas persiapan Ujian Akhir Semester (UAS)

Kesimpulan

Evaluasi

Page 129: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

107 Tindak Pidana Kelautan

C. Tindak Pidana Perikanan

1. Dasar Pertimbangan dan Perubahan Undang-Undang Tentang Perikanan

1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan

Bahwa peraturan perundang-undangan di bidang perikanan yang

berlaku sampai sekarang kurang luas jangkauannya dan kurang mampu

menampung perkembangan keadaan serta kebutuhan pembangunan pada

umumnya dan pembangunan hukum nasional pada khususnya, sehingga

dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan-ketentuan baru dalam bentuk

Undang-undang. Dalam pada itu, peraturan perundang-undangan di bidang

perikanan yang berlaku pada saat ini sebagian besar masih berasal dari

zaman Hindia Belanda. Selain berbeda dalam pemikiran dasar, peraturan-

peraturan itupun sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan.

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka segala

peraturan yang telah mengatur di Bidang Perikanan dengan segala

perubahannya, dinyatakan tidak berlaku lagi. Peraturan tersebut diantaranya

sebagai berikut ini:

a) Algemeene regelen voor het visschen naar Parelschelpen,

Parelmoerschelpen, Teripang en Sponsen binnen de afstand van niet

meer dan drie Engelsche zeemijlen van de kusten van Nederlandsch Indie

(Staatsblad Tahun 1916 Nomor 157);

b) Visscherij Bepalingen ter Bescherming van den Vischsstand (Staatsblad

Tahun 1920 Nomor 396);

c) Algemeene Regeling voor de Visscherij binnen het zeegebied van

Nederlandsch Indie (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 144);

d) Algemeene regelen voor de jacht op walvisschen binnen den afstand van

drie zeemijlen van de kusten van Nederlandsch Indie (Staatsblad Tahun

1927 Nomor 145);

e) Ketentuan mengenai perikanan dalam Territoriale Zee en Maritieme

Kringen Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 442), kecuali

Page 130: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

108 Tindak Pidana Kelautan

ketentuan-ketentuan yang menyangkut acara pelaksanaan penegakan

hukum di laut;

2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan yang

berlaku hingga sekarang belum menampung semua aspek pengelolaan

sumber daya ikan dan kurang mampu mengantisipasi perkembangan

kebutuhan hukum serta perkembangan teknologi dalam rangka pengelolaan

sumber daya ikan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan perikanan

masa sekarang dan masa yang akan datang, maka Undang-undang ini

mengatur hal-hal yang berkaitan dengan:

a) Pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan pembagian

kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah;

b) Penguatan kelembagaan di bidang pelabuhan perikanan, kesyahbandaran

perikanan, dan kapal perikanan;

c) Pengelolaan perikanan dengan tetap memperhatikan dan memberdayakan

nelayan kecil atau pembudi daya-ikan kecil;

d) Pemberian kewenangan yang sama dalam penyidikan tindak pidana di

bidang perikanan kepada penyidik pegawai negeri sipil perikanan,

perwira TNI-AL dan pejabat polisi negara Republik Indonesia;

e) Pembentukan pengadilan perikanan; dan

f) Pembentukan dewan pertimbangan pembangunan perikanan nasional

3) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

Namun pada kenyataannya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004

tentang Perikanan saat ini masih belum mampu mengantisipasi

perkembangan teknologi serta perkembangan kebutuhan hukum dalam

rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya ikan dan belum

dapat menjawab permasalahan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan

perubahan terhadap beberapa substansi, baik menyangkut aspek manajemen,

Page 131: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

109 Tindak Pidana Kelautan

birokrasi, maupun aspek hukum. Secara ringkas dapat diuraikan dalam

beberapa poin dibawah ini:

a) Kelemahan pada aspek manajemen pengelolaan perikanan antara lain

belum terdapatnya mekanisme koordinasi antarinstansi yang terkait

dengan pengelolaan perikanan.

b) Sedangkan pada aspek birokrasi, antara lain terjadinya benturan

kepentingan dalam pengelolaan perikanan.

c) Kelemahan pada aspek hukum antara lain masalah penegakan hukum,

rumusan sanksi, dan yurisdiksi atau kompetensi relatif pengadilan negeri

terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di luar

kewenangan pengadilan negeri tersebut.

d) Mengenai pengawasan dan penegakan hukum menyangkut masalah

mekanisme koordinasi antarinstansi penyidik dalam penanganan

penyidikan tindak pidana di bidang perikanan, penerapan sanksi (pidana

atau denda), hukum acara, terutama mengenai penentuan batas waktu

pemeriksaan perkara, dan fasilitas dalam penegakan hukum di bidang

perikanan, termasuk kemungkinan penerapan tindakan hukum berupa

penenggelaman kapal asing yang beroperasi di wilayah pengelolaan

perikanan Negara Republik Indonesia.

e) Masalah pengelolaan perikanan antara lain kepelabuhanan perikanan,

konservasi, perizinan, dan kesyahbandaran.

Sejarah lahirnya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 ini ada tersirat

bahwa undang-undang ini dirubah karena terdapat kekurangan. Beberapa hal

yang dapat kita cermati tentang perubahan-perubahan substansial antara

undang-undang nomor 31 Tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 45

Tahun 2009 antara lain pada:32

a. Hal Pembatasan Penangkapan

32Supriadi, Hukum Perikanan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 462.

Page 132: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

110 Tindak Pidana Kelautan

Kapal penangkap ikan berbendera asing tidak diperbolehkan menangkap

ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia tanpa memiliki Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia.

b. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI )

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 93 tidak

menyebutkan secara jelas mengenai Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (

ZEEI ), melainkan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.

Melalui UndangUndang Nomor 45 Tahun 2009, penyebutan Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia sudah sangat tegas dan jelas. Penegasan itu dapat dilihat

pada Bab XV Ketentuan Pidana Pasal 93 ayat (2) menyatakan, “Setiap orang

yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera

asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki SIPI

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.

20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah).

c. Hal Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan yang di emban TNI-AL dan

Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kewenangan

besar bagi TNI-AL dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian

Kelautan dan Perikanan yang diberikan Undang-Undang Nomor 45 Tahun

2009 untuk mencegah dan memberantas pencurian ikan di Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia (ZEEI) perairan Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia merupakan salah satunya tugas berat yang harus

dilaksanakan. Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, penyidik dan

pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran

Page 133: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

111 Tindak Pidana Kelautan

dan atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan

bukti permulaan yang cukup.33

d. Putusan Perampasan Benda dan/atau alat yang dipergunakan dalam dan/ atau

yang dihasilkan dari Tindak Pidana Pencurian Ikan.

Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

digunakan untuk menempatkan benda dan/atau alat yang dipergunakan

dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana pencurian ikan menjadi

rampasan melalui putusan pengadilan.

e. Peran Serta Masyarakat Diperlukan Selain TNI-AL dan Penyidik Pegawai

Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Penegak Hukum

lainnya, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, juga

diikutsertakan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia.

f. Tidak Mementingkan Unsur Kesengajaan

Tindak Pidana Pencurian Ikan di perairan Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia “setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan “ dalam

beberapa pasal Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan

atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan tidak

memperdulikan unsur kesengajaan, dapat menjerat orang-orang yang

memang sebenarnya tidak mempunyai niat melakukan tindak pidana

pencurian ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

g. Penggunaan Sistem Pidana Penjara

Penggunaan Sistem Pidana Penjara terhadap pelaku tindak pidana pencurian

ikan oleh Nelayan Asing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)

33 Lihat penjelasan pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan

atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Page 134: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

112 Tindak Pidana Kelautan

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia tidak diberlakukan.

Penahanan pun tidak boleh dilakukan oleh penyidik. Ketika ditangkap di

Tempat Kejadian Perkara, selanjutnya tersangka di bawa untuk diproses

dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Setelah selesai

diperiksa, tersangka harus secepatnya dipulangkan ke negara asalnya tanpa

ditahan terlebih dahulu.

h. Persamaan Hukuman Bagi Percobaan dan Tindak Pidana Selesai

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyamakan hukuman

pidana bagi pelaku tindak pidana selesai dengan pelaku tindak pidana

percobaan. Tindak Pidana Pencurian Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia (ZEEI ) adalah suatu kejahatan karena perbuatan tersebut memiliki

efek yang sangat besar yaitu merugikan Negara lebih kurang 30 trilyun

rupiah per tahun.10 Dari ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XV

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dapat dikelompokkan dari segi

bentuk perbuatannya yaitu Kejahatan dan pelanggaran.

2. Ketentuan Pidana Di Bidang Perikanan

Potensi sumber daya ikan di Indonesia dapat dimanfaatkan oleh semua

warga negara. Akan tetapi, pemanfaatan dan pengelolaannya senantiasa harus

rasional demi menjaga kelestarian, dan untuk itu, diatur melalui perizinan usaha

perikanan. Dengan perizinan dimaksudkan untuk pengendalian sekaligus

pembinaan usaha perikanan yang pada gilirannya akan menciptakan iklim

usaha kondusif dan berkelanjutan.34

Perizinan dimaksudkan untuk mengendalikan usaha dan berfungsi

menjaga kelestarian sumber daya ikan sekaligus membina usaha perikanan itu

sendiri. Pembinaan dan pengawasan mempunyai arti penting dalam rangka

34 Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 295.

Page 135: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

113 Tindak Pidana Kelautan

mengembangkan usaha perikanan berkelanjutan. Melalui upaya pembinaan dan

pengawasan berkesinambungan pada gilirannya akan menciptakan iklim usaha

perikanan yang kondusif dan sehat.35

Pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan kementrian kelautan

dan perikanan, memberi batasan pada istilah Illegal fishing yaitu pengertian

illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing yang secara harfiah dapat

diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang

tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepada

suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.36

Hal ini merujuk pada pengertian yang dikeluarkan oleh International

Plan Of Action (IPOA) illegal, unreported, unregulated (IUU) yang di

diprakarsai oleh FAO dalam konteks implementasi Code Of Conduct For

Responsible Fisheries (CCRF). Pengertian penangkapan ikan dijelaskan

sebagai berikut: 37

1) Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu

ataukapal asing di perairan yang bukan merupkan yurisdiksinya tanpa

izindarinegara yang memiliki yurisdiksi atau kegiatan penangkapan ikan

tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara.

2) Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera

salah satu negara yang bergabung sebagai anggota organisasi pengolaan

perikanan regional.

3) Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundangundangan

suatu negara atau ketentuan internasional.

Praktik perikanan ilegal umumnya dilakukan oleh pengusaha asing,

pengusaha nasional, maupun kerjasama keduanya. Modusnya adalah sebagai

berikut:

35 Ibid, hlm. 154

36

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing, Cet. ke-, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 80.

37

Ibid.

Page 136: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

114 Tindak Pidana Kelautan

(1) melakukan penangkapan ikan tanpa dokumen izin,

(2) pemalsuan dokumen atau satu izin untuk beberapa kapal,

(3) memiliki izin tapi melanggar ketentuan alat tangkap, wilayah tangkap,

pengisian Log-book, dan pelabuhan,

(4) bongkar muat (transhipment) di laut lepas, dan

(5) berbendera ganda.

Modus operandi dalam kejahatan perikanan secara rinci dapat diuraikan

dalam gambar dibawah ini:

Tindak Pidana Perikanan ialah segala jenis pelanggaran yang dilakukan

di bidang perikanan mulai dari proses praproduksi, produksi, pengolahan,

sampai dengan pemasaran yang kemudian ketentuannya dituangkan dalam

peraturan-perundang-undangan, yaitu dalam Undang- Undang perikanan

terdapat dalam pasal 84 sampai dengan 104, ketentuan pidana tersebut

merupakan tindak pidana di luar Kitab Undang- Undang Hukum Pidana

(KUHP) yang diatur guna mengurangi dampak kerusakan dalam pengelolaan

perikanan Indonesia yang dapat merugikan masyarakat, bangsa dan negara.

Secara rinci tindak pidana tersebut dapat di kategorikan sebagai berikut ini:

Page 137: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

115 Tindak Pidana Kelautan

1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86,

Pasal 88, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan pasal 94 adalah kejahatan, yaitu:

a) Penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak atau bangunan

yang dapat merugikan dan membahayakan kelestarian sumber daya ikan

serta lingkungan laut. (Pasal 84)

b) Penggunaan alat penangkapan ikan atau alat bantu penangkapan ikan

yang berada di kapal penangkap ikan yang tidak sesuai (Pasal 85)

c) Perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan sumber daya

ikan dan lingkungannya (Pasal 86 Ayat (1))

d) Membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan atau

lingkungan sumber daya ikan dan kesehatan manusia (Pasal 86 Ayat (2))

e) Membudidayakan ikan hasil rekayasa genetika yang dapat

membahayakan sumber daya ikan atau lingkungan sumber daya ikan dan

kesehatan manusia (Pasal 86 Ayat (3))

f) Menggunakan obat-obatan dalam pembudidayaan ikan yang dapat

membahayakan sumber daya ikan atau lingkungan sumber daya ikan dan

kesehatan manusia (Pasal 86 Ayat (4))

g) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan bahan baku, bahan

tambahan makanan, bahan penolong, dan/atau alat yang membahayakan

kesehatan manusia dan/atau lingkungan (Pasal 91)

h) Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan,

pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan, yang

tidak memiliki SIUP (Pasal 92)

i) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap

ikan berbendera Indonesia atau kapal Asing di ZEE melakukan

penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik

Indonesia dan/atau di laut lepas, yang tidak memiliki SIPI (Pasal 93)

Page 138: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

116 Tindak Pidana Kelautan

j) Setiap orang yang memalsukan dan/atau menggunakan SIUP, SIPI, dan

SIKPI palsu (Pasal 94 A)

2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90,

Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, dan Pasal 100 adalah

pelanggaran, yaitu:

a) Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau memodifikasi kapal

perikanan yang tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu (Pasal 95)

b) Setiap orang yang mengoperasikan kapal perikanan di wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang tidak mendaftarkan kapal

perikanannya sebagai kapal perikanan Indonesia (Pasal 96)

c) Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing

yang telah memiliki izin penangkapan ikan dengan 1 (satu) jenis alat

penangkapan ikan tertentu pada bagian tertentu di ZEEI yang membawa

alat penangkapan ikan lainnya (Pasal 97 Ayat (3))

d) Nakhoda yang berlayar tidak memiliki surat izin berlayar kapal perikanan

yang dikeluarkan oleh syahbandar (Pasal 98)

e) Setiap orang asing yang melakukan penelitian perikanan di wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang tidak memiliki izin dari

Pemerintah (Pasal 99)

3. Penegakan Hukum Illegal Fishing Di Indonesia

UNCLOS 1982 secara garis besar membedakan wilayah laut menjadi

dua kategori wilayah laut dimana negara dapat menegakan hukumnya terhadap

IUU Fishing, yaitu wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan dan wilayah

laut dimana suatu negara memiliki yurisdiksi. Kawasan laut yang tunduk di

bawah kedaulatan suatu negara pantai/kepulauan adalah perairan pedalaman

dan laut teritorial atau perairan kepulauan dan laut teritorial. Sedangkan

kawasan laut dimana suatu negara pantai/kepulauan memiliki hak berdaulat dan

yurisdiksi adalah ZEE dan Landas Kontinen

Page 139: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

117 Tindak Pidana Kelautan

Aparat penegak hukum dalam lingkup kewenangan penyidikan di

wilayah ZEEI dilakukan oleh PPNS dan TNI AL, hal ini berdasarkan

pembagian kewenangan penyidikan pada Pasal 73 ayat (2) UU Perikanan jo.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Perikanan.

Berkaitan Pembagian Kewenangan Penyidik di WPP-NRI dapat diuraikan

dalam gambar berikut ini:

Keterpaduan multi unsur penegakan hukum satu atap untuk kejahatan

perikanan Negara Pembentukan Satgas 115 melalui Perpres No. 115/2015

tentang Satuan Tugas Pemberantasan Ikan secara Ilegal. Diantara UU yang

diterapkan oleh pemerintah Indonesia dalam menanggulangi tindak pidana di

bidang perikanan, diantaranya yaitu Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009

dalam Penanggulangan Tindak Pidana perikanan di Perairan Indonesia. Adapun

proses penanganan kasus dalam tindak pidana perikanan oleh Pemerintah

Indonesia melalui Kementerian Perikanan dan Kelautan yang berkoordinasi

dengan TNI AL, Penyidik Sipil, Bakamla, Kepolisian dan kejaksaan adalah

sebagai berikut:

Page 140: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

118 Tindak Pidana Kelautan

1) Tindakan Penyelidikan

Penyelidikan yaitu suatu peristiwa untuk mendapatkan keterangan

yang pasti dan jelas yang merupakan awal dari tindak pidana kejahatan,

Penyelidikan dapat dilakukan dengan cara terbuka sepanjang hal itu dapat

menghasilkan keterangan-keterangan yang dibutuhkan.Tindakan Penyidikan

Merupakan kegiatan pengumpulan data akurat sehingga menjadi jelas suatu

peristiwa pelangaran yang terjadi guna menemukan tersangkanya (pasal 1

butir 2 KUHAP).

2) Penindakan

Kegiatan penindakan bisa dikerjakan di area tempat terjadinya

pelangaran dan penampungan dan pengolahan ikan. Adapun langkah-

langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : Persiapan dan Pelaksanaan

Penindakan.

3) Penanganan Barang Bukti.

Penyitaan dilakukan dengan surat Perintah Penyitaan dalam keadaan

yang sangat mendesak dan perlu karena memerlukan tindakan segera,

penyitaan dapat dilakukan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri tetapi terbatas

pada benda-benda bergerak kemudian wajib di beritahu kepada aparat yang

berwenang (“Ketua PN setempat”).

4) Pemanggilan Pemanggilan dikenakan terhadap tersangka dan orang yang

berada di tempat kejadian tindak pidana dengan memberitahu melalui

pemberitahuan yang dikirim surat kepada tersangka atau saksi dengan

menyebutkan alasan pemanggilan tersebut serta uraian singkat tindak pidana

yang terjadi.

5) Penangkapan.

Penangkapan dilakukan pada tersangka dan dapat juga dilakukan

pada perusahan pemilik kapal.

6) Penahanan.

Page 141: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

119 Tindak Pidana Kelautan

Tersangka ditempatkan dalam pengawasan penyidik untuk

dilanjutukan di tingkat pemrosesan lebih lanjut.

7) Penggeledahan.

Penggeledahan adalah penegak hukum yang melakukan pemeriksaan

keseluruhan terhadap seseorang atau tempat terjadi suatu peristiwa tindak

pidana yang telah diatur menurut ketentuan hukum yang berlaku. dalam UU

ini (pasal 32 KUHAP).

8) Pemeriksaan.

Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan,

ketegasan serta persamaan persepsi mengenai alat bukti dan para tersangka

yang berhubungan dengan unsur-unsur tindak pelangaran yang dilakukan

sehingga alat bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas.

Pemeriksaan Tersangka dan pemeriksaan Saksi / dan Saksi Ahli.

9) Penuntasan hasil pemeriksaan/ berkas.

Merupakan prosedur tahap terakhir dari suatu pelangaran pidana ,

kegiatan tersebut terdiri dari: Pembuatan Resume adalah serangkaian

prosedur kegiatan pemeriksaan terhadap tersangka dan menyimpulkan suatu

permasalahan serta . suatu tindak pidana yang terjadi. Penyusunan Isi Berkas

Perkara, yaitu penyusunan isi berkas perkara yang sesuai dengan urut-urutan

tindakan dan pengelompokan surat/ Berita Acara yang telah dibuat serta

dilampiri sesuai dokumen-dokumen bukti serta surat-surat lain yang perlu

dilampirkan sebagaimana yang tertuang dalam Petunjuk Teknis Penyidikan,

pemberkasan, yaitu merupakan kegiatan untuk memberkas isi Berkas

Perkara dengan susunan dan syarat-syarat pengikatan penyegelan tertentu,

penyerahan Berkas Perkara, yaitu ; yang akan dilimpahkan kepada jaksa

penuntut.

Penenggelaman kapal dimandatkan dalam UU Perikanan Menciptakan

Deterrent Effect agar tidak ada lagi IUUF di wilayah perairan Indonesia Pasal

Page 142: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

120 Tindak Pidana Kelautan

69 UU Perikanan (31/2004 jo. 45/2009) menjelaskan lingkup kewenangan yaitu

dapat diuraikan dalam pasal berikut ini:

a) Pasal 69 (3): Menghentikan, memeriksa, membawa, dan menahan kapal

yang diduga atau patut diduga melakukan pelanggaran di Wilayah

Pengelolaan Perikanan

b) Pasal 69 (4): Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dapat melakukan

tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal

perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup

Penenggelaman kapal dari November 2014 sampai Mei 2019 dapat

gambarkan sebagai berikut:

Siaran Pers Kementerian Kelautan Dan Perikanan

Nomor : SP.57/SJ.4/X/2020 menjelaskan berkaitan kondisi penegakan hukum

di akhir tahun 2019 sampai pertengahan tahun 2020 menyatakan bahwa selama

hampir satu tahun kepemimpinan Menteri Edhy, KKP melalui Direktorat

Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berhasil

Page 143: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

121 Tindak Pidana Kelautan

menangkap 74 kapal illegal-fishing. Dari jumlah itu, 56 di antaranya

merupakan kapal ikan asing sisanya kapal ikan Indonesia.

Kapal-kapal ikan berbendera asing yang berhasil ditangkap terdiri dari

27 KIA Vietnam, 16 Filipina, 13 Malaysia, dan 1 Taiwan. Rentetan

penangkapan ini berkat kegigihan tim patroli didukung oleh teknologi, serta

koordinasi dengan instansi lainnya seperti Polairud, Bakamla, dan TNI AL. dari

seluruh kapal illegal-fishing yang berhasil ditangkap; 17 di antaranya telah

diputus pengadilan (inkracht); satu kapal ditengggelamkan karena berusaha

kabur saat ditangkap; 15 kapal diberikan sanksi administrasi; dan sisanya masih

menjalani proses hukum di kejaksaan dan persidangan.

Dalam Undang-Undang Perikanan mi dimuat ketentuan pidana dalam

Bab XV dan Pasal 84 sampai dengan Pasal 105. Adanya ancaman pidana

kumulatif dalam undang-undang di bidang perikanan tidaklah berarti dengan

serta merta illegal fishing dapat dicegah dan dibasmi sampal tuntas ke akar-

akarnya. Sulitnya penegakan hukum illeggal fishing setidaknya disebabkan oleh

dua hal, yaitu tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan yang berujung

ketidakjelasan institusi yang berwenang dalam mengurus permasalahan illeggal

fishing serta adanya konflik kepentingan diantara institusi tersebut.38

Strategi penegakan hukum dalam tindak perikanan menjadi sangat

penting. Dimana begitu banyak modus operandi dalam tindak pidana ini. Maka

dalam membangun strategi penegakan hukum dalam tindak pidana perikanan

dapat diuraikan dalam gambar sebagai berikut ini:

38 Akhmad Solihin, Politik Hukum Kelautan & Perikanan, Nuansa Aulia, Bandung , 2010, hlm.

44.

Page 144: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

122 Tindak Pidana Kelautan

4. Kasus-Kasus Perikanan Regional dan Nasional

Satgas 115 telah melaksanakan Analisis dan Evaluasi Kapal Perikanan

yang Pembangunannya Dilakukan diIndonesia (Anev KII) di 11 lokasi

(Batam,Tanjung Balai Karimun dan TanjungPinang, Sorong, Kendari, DKI

Jakarta, Tegal, Pekalongan, Ambon,Ternate, Benoa dan Bitung).

1) KKP Tangkap 5 Kapal Illegal Fishing di Natuna

KKPNews, BATAM (4/3) – Kementerian Kelautan dan Perikanan

(KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan (PSDKP) kembali melakukan penangkapan terhadap lima kapal

asing ilegal. Kelima kapal tersebut melakukan kegiatan penangkapan ikan di

perairan Natuna Utara pada 1 Maret 2020.

Page 145: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

123 Tindak Pidana Kelautan

Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo mengapresiasi

jajarannya atas keberhasilan tersebut. Bahkan, ia menegaskan bahwa

penjagaan laut Indonesia tidak akan pernah berhenti. “Ini berita bahagia,

penjaga laut kita tidak pernah tidur walaupun satu detik,” kata Edhy saat

konferensi pers di Pangkalan PSDKP Batam, Rabu (4/3).

Menteri Edhy memaparkan, kelima kapal yang ditangkap ialah KG

94376 TS, PAF 4837, KG 94654 TS, PAF 4696 dan KG 95786 TS. Total 68

awak kapal berkewarganegaraan Vietnam berhasil diamankan dari kapal-

kapal tersebut. Selanjutnya, para pelaku illegal fishing akan diproses lebih

lanjut di Pangkalan PSDKP Batam. “Ini luar biasa, capaian ini harus mejadi

capaian kita bersama,” jelasnya.

Lebih lanjut, Menteri Edhy mengungkapkan bahwa keberhasilan

petugas membekuk kapal ikan asing, tak terlepas dari operasi terstruktur

yang dilaksanakan oleh lima kapal PSDKP: KP Paus 01, KP Hiu Macan

Tutul 02, Orca 01, KP Orca 02, dan KP Orca 03. Operasi tersebut sesuai

dengan arahan Presiden Joko Widodo serta harapan dari DPR untuk

meningkatkan pengawasan dan wujud kehadiran negara di Laut Natuna.

“Sesuai arahan Bapak Presiden serta DPR, kami akan memperkuat

pengawasan di perairan Natuna untuk memastikan kedaulatan pengelolaan

perikanan tidak diganggu negara manapun,” tegasnya. Modus Operandi

Baru, dalam konferensi pers, Menteri Edhy membeberkan modus operandi

yang dilakukan oleh kelima kapal ikan asing tersebut. Bermula dari deteksi

oleh kapal PSDKP di posisi 01’43.611′ Lintang Utara dan 104’48,079′ Bujur

Timur (Barat Daya Pulau Tarempa). Wilayah tersebut merupakan perairan

ZEE Indonesia yang berbatasan dengan overlapping claimed area Indonesia-

Malaysia. Mereka tidak mengibarkan bendera kebangsaan kapal dan

menggunakan kode C2 pada lambung kapal, kode tersebut biasa digunakan

oleh kapal ikan Malaysia yang beroperasi di wilayah ZEE.

Page 146: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

124 Tindak Pidana Kelautan

“Kapal ikan asing ilegal ini mencoba mengelabui aparat kita dengan

seolah-olah mereka kapal ikan asal Malaysia,” terangnya. Namun, siasat

tersebut tak mampu mengelabui aparat yang kemudian melakukan

penangkapan. Saat diperiksa petugas, mereka tidak memiliki dokumen yang

menunjukkan klaim berasal dari Malaysia. Bahkan, mereka ternyata

berkewarganegaraan Vietnam. “Saya yakin pencurian ini tidak akan

berhenti, penjagaan juga tidak akan berhenti. Terimakasih semua awak kapal

dan keberanian dan kekompakan kalian di tengah lapangan (laut),” katanya.

2) KKP Tangkap Lagi 2 Kapal Asing, Kali Ini di Samudera Pasifik

JAKARTA (6/10) - Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali

menangkap kapal asing pelaku illegal-fishing yang masuk wilayah laut

Indonesia. Kali ini dua kapal Filipina yang ditangkap bersama 21 awaknya.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjelaskan, penangkapan

dua kapal Filipina bernomor lambung VMC-188 dan LB VIENT-21

merupakan hasil operasi Kapal Pengawas Orca 04 pada Kamis 1 Oktober

2020 di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 717 Samudera Pasifik.

"Satu kapalnya ukuran besar 105,90 GT menggunakan alat purse

seine. Satunya lagi ukuran 20,62 GT, jenis kapal lampu," terang Menteri

Edhy dalam konferensi pers yang digelar secara daring dari Jakarta, Selasa

(6/10/2020). Penangkapan kapal asing di perairan Samudera Pasifik

merupakan pertama kalinya sejak Menteri Edhy menjabat. Menurutnya ini

menjadi penanda bahwa modus operadi dan pergerakan kapal illegal-fishing

sangat dinamis. Ditambah lagi di masa pandemi, pencurian tetap

berlangsung.

"Kita jaga di Laut Sulawesi, mereka bergerak ke arah Samudera

Pasifik. Alhamdulillahnya pergerakan ini terdeteksi dengan baik oleh aparat

kami dari Ditjen PSDKP. Kesigapan tim di lapangan patut diapresiasi,"

ujarnya. Menteri Edhy menerangkan bahwa meskipun KKP mengalami

keterbatasan armada kapal pengawas, meski demikian, Edhy memastikan

Page 147: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

125 Tindak Pidana Kelautan

pengawasan tetap dilakukan semaksimal mungkin. "Dengan adanya

penangkapan ini, ke depan kita akan semakin intensifkan di wilayah perairan

lainnya termasuk WPP 718, Laut Arafura," tegasnya.

D. Evaluasi

1. Jelaskan dasar pertimbangan dan perubahan undang-undang tentang perikanan?

2. Jelasakan ketentuan pidana di bidang perikanan?

3. Jelaskan penegakan hukum illegal fishing di indonesia?

4. Analisis kasus-kasus perikanan regional dan nasional?

E. Sumber Penulisan

Akhmad Solihin, Politik Hukum Kelautan & Perikanan, Nuansa Aulia, Bandung ,

2010.

Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2002.

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing, Cet. ke-, Sinar Grafika, Jakarta, 2015.

Supriadi, Hukum Perikanan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan

UNCLOS 1982

https://kkp.go.id/

Page 148: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

126 Tindak Pidana Kelautan

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Abdul Alim Salam, 2008, Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi

Hukum Laut Internasional (Unclos 1982) Di Indonesia, Departemen

Kelautan dan Perikanan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Dewan

Kelautan Indonesia, Jakarta.

Abdul Muthalib Tahar, 2012, Hukum Internasional dan Perkembangannya,

Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Adrian Sutedi, 2012, Aspek Hukum Kepabeanan, Sinar Grafika, Jakarta.

Akhmad Solihin, 2010, Politik Hukum Kelautan & Perikanan, Nuansa Aulia,

Bandung.

Ali Purwito M. 2010, Kepabeanan Dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang)

Konsep dan Aplikasi. Kajian Hukum Fiskal FH UI Bekerjasama dengan

Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Ambo Tuwo, 2013, Pendekatan Ekologi dalam Pengelolaan Sumber Daya

Pesisir dan Laut, dalam buku Membangun Sumber Daya Kelautan

Indonesia, IPB Press, Jakarta.

Djoko Tribawono, 2002, Hukum Perikanan Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Emil Salim, 1982, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Mutiara, Jakarta.

Hasyim Djalal, 1979, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum laut, Penerbit

Bina Cipta, Jakarta.

Henkin, Louis Henkin, 1980, International Law , Cases and Materials,

American Casebook Series, ST, PaulMinn, West Publishing Co, USA.

J.G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional, Edisi X, Sinar Grafika,

Jakarta.

K.H. Ramadhan dan Yusra, Abrar. 2005, Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia.

Direktorat Jenderal Imigrasi, Jakarta.

Mochammad Radjab, 1993, Hukum Bangsa-Bangsa (terjemahan), Penerbit

Bhratara, Jakarta.

Page 149: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

127 Tindak Pidana Kelautan

Mochtar Kusumaatmadja, 1978, Hukum Laut Internasional, Penerbit

Binacipta, Bandung.

Moh. Arif, 1997, Suatu Pengantar Keimigrasian di Indonesia. Pusdiklat

Departemen Kehakiman, Jakarta.

N.H.T Siahaan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Niniek Suparni, 1994, Pelestarian, Pengeloaan dan Penegakan Hukum

Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta.

Nunung Mahmudah, 2015, Illegal Fishing, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta

Timur.

P.Joko Subagyo, 1991, Hukum Laut Indonesia, Reneka Cipta, Jakarta.

Prapto Soepardi, 1991, Tindak Pidana Penyeludupan Pengungkapan dan

Penindakannya, Usaha Nasional, Surabaya.

R.R. Churcil and A.V. Lowe, 1999, The Law of The Sea,: Manchester

University Press, Manchester.

Santosa A dkk, 2008, Konservasi Indonesia Sebuah Potret Pengelolaan dan

Kebijakan, Pokja Kebijakan Konservasi, Bogor.

Supriadi, 2011, Hukum Perikanan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Syamsul Arifin, 1993, Perkembangan Hukum Lingkungan Di Indonesia, USU

Press, Medan.

T. May Rudy, 2010, Hukum Internasional Cetakan I, Refika Aditama,

Bandung.

Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Wirjono Prodjodikoro, 1984, Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur Bandung,

Jakarta.

2. Jurnal/Majalah

Ratna Herawati, “Implementasi Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010

terhadap Pelestarian Benda Cagar Budaya di Kecamatan

Ambarawa Kabupaten Semarang”. Jurnal Hukum dan

Masyarakat Madani 1 (6). 2016.

Page 150: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

128 Tindak Pidana Kelautan

Ridwan Lasabuda, “Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan dalam

Perspektif Negara Kepulauan Republik Indonesia”, Jurnal Ilmiah

Platax, Vol.1-2 Januari 2013.

Supratikno Rahardjo, “Beberapa Permasalahan Pelestarian Kawasan Cagar

Budaya dan Strategi Solusinya”. Jurnal Konservasi Benda Cagar

Budaya Borobudur, 7 (2). 2013.

Slamet Soebiyanto, “Keamanan Nasional ditinjau dari Prespektif Tugas TNI

Angkatan Laut”, Majalah Patriot, 2007.

3. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS

1982

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona

Ekonomi Ekslusif

Page 151: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

129 Tindak Pidana Kelautan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 Tentang

Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal Yang Tenggelam

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Izin Tinggal Nomor 27 Tahun 2014

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 27 Tahun 2014 tentang Izin

Tinggal Keimigrasian

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 10/PERMEN-KP/2015

tanggal 24/04/2015 tentang perubahan atas Permen Kelautan dan

Perikanan Nomor 56/PERMEN-KP/2014

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2014

tanggal 03/11/2014

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia

Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan

Dan Satwa Yang dilindungi

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan Dan Satwa

Kep Dirjen Nomor F-658.IZ.01.10 Tahun 2003

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2013 tentang

Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu paus atau Rhincodon

typus (Hiu paus atau Whale shark)

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37 Tahun 2013 tentang

Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon

Surat Direktur Italtuskim Nomor IMI.3.GR.01.12-4.2315 tanggal 27/11/2014

tentang dukungan pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan RI

Surat Edaran Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya Nomor 66/DPB/TU.210.D5/I/2015 tanggal

07/01/2015

Page 152: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

130 Tindak Pidana Kelautan

Surat Edaran Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya Nomor 66/DPB/TU.210.D5/I/2015

Surat PLT Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.GR.01.12-3689 tanggal

04/12/2014

International Convention for the Prevention of Pollution from Ships

UNCLOS 1982

Protokol PBB Tahun 2000 tentang Penyelundupan Manusia

4. Website

http://batam.tribunnews.com/2014/09/10/penyelam-berburu-emas-batangan-di-

perairan-pulau-bintan?page=2.

tribunbatam.id

https://jurnalmaritim.com/zona-ekonomi-eksklusif-zee-dalam-unclos-1982/

https://kkp.go.id/

Page 153: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

131 Tindak Pidana Kelautan

RIWAYAT PENULIS

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Irwandi Syahputra

Alamat : JL. Basuki Rahmat GG.Tempinis II No. 53 RT/RW

001/006 Kelurahan Tanjungpinang Timur Kecamatan

Bukit Bestari Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan

Riau

Tempat/tanggal

lahir

: Tanjungpinang/ 19 Juli 1994

Nama Ayah : Azwar

Nama Ibu : Yefreilis

Kontak : 081363172330

Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

TK Pembina Tanjungpinang, lulus tahun 2000

SD Negeri 002 Tanjungpinang, lulus tahun 2006

SMP Negeri 4 Tanjungpinang, lulus tahun 2009

SMA Negeri 2 Tanjungpinang, lulus tahun 2012

S1 Hukum Program Kekhususan Hukum Pidana Universitas Riau, Pekanbaru,

lulus tahun 2016

S2 Magister Hukum Program Kekhususan Hukum Pidana Universitas Andalas,

Padang, lulus tahun 2018

Organisasi

Pengawas Pemilihan Raya Fakultas Hukum ( PEMIRA ) Tahun 2013

Anggota Minat dan Bakat Staf Taekwondo Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) Periode 2013-2014

Anggota Penelitian dan Pengembangan Akademik Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) Periode 2013-2014

Pengurus Ikatan Mahasiswa Kota Tanjungpinang (IMTA) Periode 2013-2015

Anggota Penelitian dan Pengembangan Akademik Staf Peradilan Semu Badan

Eksekutif Mahasiswa (BEM) Periode 2014-2015

Ketua Harian Taekwondo Fakultas Hukum Periode 2012-2014

Page 154: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

132 Tindak Pidana Kelautan

Ketua Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum Universitas Riau

Periode 2013- 2014

Anggota Ikatan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Andalas Periode

2017-2018

Page 155: M O D U L - Program Studi Ilmu Hukum UMRAH

PROGRAM STUDI ILMU HUKUMFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI