ASUHAN KEPERAWATAN GADAR DENGAN LUKA BAKAR PADA An. S DI IGD RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA LAPORAN PENDAHULUAN A. Pengertian Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, cairan dan panas, listrik dan listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat). Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel. B. Etiologi Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga amat mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien.
Fraktur ini disebut juga bumper fracture atau fraktur tibia plateau. Fraktur tibia proksimal biasanya terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Contohnya pada orang yang sedang berjalan lalu ditabrak mobil dari samping, yang disebut bumper fracture.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ASUHAN KEPERAWATAN GADAR DENGAN LUKA BAKAR PADA An. S DI IGD RS PKU MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-
benda yang menghasilkan panas (api, cairan dan panas, listrik dan listrik) atau zat-zat yang
bersifat membakar (asam kuat, basa kuat).
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas
atau penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan integritas
kulit dan kematian sel-sel.
B. Etiologi
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga amat
mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan
reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar. Dan pada pasien dengan luka
bakar yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkomposisi sehingga timbul berbagai
macam komplikasi.
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bekas dipengaruhi
oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal : suhu benda yang membakar, jenis
pakaian yang terbakar, sumber panas, api, air panas, minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi,
kondisi ruangan saat terjadi, kebakaran, ruangan yang tertutup. Faktor-faktor yang menjadi
penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar.
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka-luka lain yang menyerupai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti : diabetes, jantung, ginjal dan lain-lain
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi
Keparahan cidera luka di klasifikasikan berdasarkan pada resiko mortalitas dan resiko
kecacatran fungsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keparahan cidera termasuk sebagai
berikut :
1. Kedalaman luka bakar
Kerusakan kulit akibat luka bakar sering kali digambarkan sesuai dengan kedalaman
cidera dan digolongkan dengan istilah ketebalan partial dan ketebalan penuh, yang berhubungan
dengan berbagai lapisan kulit.
Umumnya luka bakar mempunyai kedalaman yang tidak sama. SETiap area luka bakar
mempunyai tiga zona cidera. Area terdalam merupakan area yang paling banyak mengalami
kerusakan dan zona terluar mengalami paling sedikit kerusakan.
Area yang paling dalam disebut zona koagulasi, dimana terjadi kematian selular. Area
pertengahan di sebut zona statis, tempat terjadinya gangguan suplai darah, inflamasi, dan cidera
jaringan. Area yang terluar disebut zona hiperemia. Zona ini biasanya berhubungan dengan luka
bakar derajat I, yang seharusnya sembuh dalam seminggu.
Luka bakar ketebalan partial (partial thickness burn). Luka bakar ketebalan partial
dibedakan menjadi luka bakar superfisial (superfisial thickness burn) dan luka bakar ketebalan
partial dalam (partial thickness burn). Luka bakar ketebalan partial superfisial (superfisial partial
thickness burn) (yaitu luka bakar derajat I) merusak epidermis. Luka bakar akibat terjemur
matahari merupakan contoh dari tipe ini. Pada awalnya terasa nyeri dan kemudian gatal akibat
stimulasi reseptor sensoris. Biasanya akan sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan jaringan
parut.
Cedera ketebalan partial dalam (deep dermal partial thickness burn) (yaitu luka bakar
derajat II) mengenai lapisan epidermis dan dermis, termasuk kelenjar keringat dan sebasea, saraf
sensoris dan motorik, kapiler, folikel rambut. Luka bakar ini akan terasa nyeri dan berwarna
merah-pink, dan akan membentuk lepuh serta edema subkutan. Tergantung pada kedalamannya,
luka ini akan sembuh dalam 3 sampai 35 hari. Jika luka ini mengalami infeksi, atau suplai
darahnya mengalami gangguan maka luka ini akan berubah menjadi luka bakar ketebalan penuh.
Luka bakar ketebalan penuh (fullthickness burn). Biasanya disebut juga luka bakar derajat
III yang mengenai lapisan lemak. Lapisan ini mengandung kelenjar keringat dan akar folikel
rambut. Semua lapisan epidermis mengalami kerusakan. Luka akan tampak berwarna putih,
merah, coklat, atau hitam. Luka tidak akan menimbulkan rasa sakit karena semua reseptor
sensoris telah mengalami kerusakan total.
2. Keparahan luka bakar
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuh kecil sampai luka bakar masif derajat
III. Cedera luka bakar dikategorikan ke dalam luka bakar minor, sedang, dan mayor.
Cedera luka bakar minor. Cedera luka bakar minor adalah cedera ketebalan partial
yang kurang dari 15% LPTT (luas permukaan tubuh total) pada orang dewasa dan 10% LPTT
pada anak-anak, atau cedera ketebalan penuh kurang dari 2% LPTT. Pasien dengan luka bakar
minor.
Cedera luka bakar mayor. Pasien dengan luka bakar mayor biasanya dibawa ke
fasilitas perawatan luka bakar khusus setelah mendapatkan perawatan kedaruratan di tempat
kejadian.
3. Lokasi luka bakar
Luka bakar pada kepala, leher dan dada seringkali mempunyai kaitan dengan
komplikasi pulmonal. Luka bakar yang mengenai wajah sering menyebabkan abrasi kornea.
Luka bakar pada telinga membuat mudah terserang kondritis aurikular dan rentan terhadap
infeksi serta kehilangan jaringan lebih lanjut. Luka bakar pada tangan dan persendiaan sering
membutuhkan terapi fisik dan okupasi yang lama dan memberikan dampak kehilangan waktu
untuk bekerja dan atau kecacatan fisik menetap serta kehilangan pekerjaan. Luka bakar pada area
perineal membuat mudah terserang infeksi akibat autokontaminasi oleh urine dan feses. Luka
bakar sirkumferensial ekstremitas dapat menyebabkan efek seperti penebalan pembuluh darah
dan mengarah pada gangguan vaskular distal. Luka bakar sirkumferensial toraks dapat mengarah
pada inadekuat ekspansi dinding dada dan insufisiensi pulmonal.
4. Agen penyebab luka bakar
Luka bakar juga dapat diklasifikasikan berdasarkan agen yang menyebabkan
terjadinya luka bakar, termasuk : termal, listrik, kimia, radiasi.
5. Ukuran luka bakar
Ukuran luka bakar (presentase cedera pada kulit) ditentukan dengan salah satu dari
dua metoda : a) rule of nine dan b) diagram bagan Lund dan Browder yang spesifik dengan
usia. Ukuran luka ditunjukkan dengan presentasi LPTT (luas permukaan tubuh total). Ketepatan
penghitungan bervariasi bergantung pada metoda yang digunakan untuk memperkirakan luasnya
luka bakar yang terjadi.
6. Usia korban luka bakar
Usia pasien mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam perawatan luka
bakar. Angka kematian terjadi lebih tinggi jika luka bakar terjadi pada anak-anak yagn berusia
dari 4 tahun, terutama mereka dalam kelompok usia 0-1 tahun dan pasien berusia di atas 65
tahun.
C. Manifestasi Klinis
Pada pasien yang mendapatkan resusitasi cairan yang akan kembali normal pada 24 jam
pertama post luka bakar, pemberian volume plasma selama 24 jam kedua, curah jantung akan
meningkat pada tingkat hipermetabolik dan secara bertahap akan kembali pada tingkat yang
lebih normal bersamaan dengan menutupnya luka.
Respons renalis. Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke
ginjal dan GFR (Laju Filtrasi Glomerular) akan menurun yang mengakibatkan haluaran urine.
Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskular tidak adekuat atau jika resusitasi cairan
terlambat di berikan, maka akan memungkinkan terjadinya gagal ginjal akut. Dengan resusitasi
cairan yang adekuat, maka cairan interstitiel dapat ditarik kembali ke intravaskular dan terjadi
fase diuresis.
Respon gastrointestinal. Respon umum yang biasanya terjadi pada pasien luka bakar > 20
% adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon
hipovolemik dan neurologik, serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas. Pemasangan
NGT akan mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan potensial aspirasi. Dengan
resusitasi yang adekuat, aktivitas gastrointestinal akan kembali normal pada 24-48 jam setelah
luka bakar.
Respon imunologi. Respon imunologik dibedakan dalam 2 kategori yaitu : respon
barier mekanik dan respon imun selular. Sebagai barier mekanik, kulit berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang mungkin masuk. Terjadinya
gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
Burn Shock atau syok luka bakar, merupakan komplikasi yang seringkali dialami pasien
dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang terjadi segera diatasi. Manifestasi sistemik
tubuh terhadap kondisi ini (Burgess, 1991) adalah berupa : respons kardiovaskular. Perpindahan
cairan intravaskular ke ekstra vaskuler melalui kebocoran kapilernya menggambarkan
kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah
jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor, edema
menyeluruh.
D. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh, panas
tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik, luka bakar
dikategorikan sebagai luka bakar termal, radiasi, atau luka bakar kimiawi.
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas
atau penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan integritas
kulit dari kematian sel-sel.
E. Komplikasi
Komplikasi yang sering kali dialami oleh pasien luka bakar yang luas antara lain : curling
ulcer, sepsis, pneumoni, gagal ginjal, defermitas, kontraktur, hipertrofi jaringan yang parut, dan
dekubitus.
1. Hipertrofi jaringan parut
Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi kulit yang biasa dialami pasien
pada luka bakar yang sulit dicegah, akan tetapi masih jaringan parut mengalami pembentukan
secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa
gatal, pembentukan jaringan parut terus berlangsung dan berwarna berubah menjadi merah,
merah tua sampai coklat dan teraba keras atau tegang, setelah 12-18 bulan, jaringan parut akan
mengalami tahap maturasi dan warna menjadi coklat muda dan teraba lebih lembut atau lemas.
Pembentukan hipertrofi jaringan parut ini tidak dapat dicegah tetapi dengan
tindakan konservatif dapat diantisipasi sejak minggu-minggu awal fase penyembuhan luka (fase
pembentukan kolagen). Sering kali tindakan pembedahan juga diperlukan untuk mengatasi
jaringan parut terutama jika mempengaruhi fungsi gerak atau sendi, mengakibatkan mobilitas
dan mengganggu kenyamanan serta citra tubuh pasien, pembedahan yang dilakukan bisa
tergantung berulang kali (perlu lebih dari sekali tindakan pembedahan).
2. Kontraktur
Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa tindakan yang dapat mencegah atau
mengurangi komplikasi kontraktur adalah pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini (awal
cedera luka bakar). Ambulasi yang diakibatkan 2-3 kali/hari sesegera mungkin (perhatikan jika
ada fraktur) pada pasien yang terpasang berbagai alat invasif (misal : IV lines, NGT, monitor
EKG, dan lain-lain) perlu dipersiapkan dan dibantu (ambulasi pasif).
Presure garment adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan
menekan timbulnya hipertrofi scar, di mana penggunaan presure garment ini dapat menghambat
mobilitas dan mendukung terjadinya kontraktur.
F. Penatalaksanaan Luka
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan luka yaitu,
penyembuhan luka, infeksi dan penanganan luka.
1. Penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka terbagi dalam tiga fase :
a. Fase inflamasi
Adalah fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca
luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskular dan proliferasi selular. Daerah luka
mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotinin, mulai timbul epitelesasi.
b. Fase fibroblastik
Fase yang dimulai pada hari ke-4 – 20 pasca luka bakar. Pada fase ini timbul
sebutan fibroblast yang membentuk kolagen yang tampak secara klinis sebagai jaringan
gravulasi yang berwarna kemerahan.
c. Fase maturasi
Terjadi proses pematangan, kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan
aktivitas selular dan vaskular, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir
jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang
berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, baik yang
bersifat menghambat maupun yang mendukung penyembuhan luka. Oleh karena itu amatlah
penting mengetahui riwayat kesehatan pasien, penyakit terdahulu dan kebiasaan hidup pasien
(seperti merokok, minum alkohol dan lain-lain).
2. Infeksi
Masalah utama yang sering kali dialami pasien luka bakar yaitu terjadinya infeksi
yang kemudian berakhir dengan sepsis, oleh karena itu amatlah penting bagi seorang perawat
untuk mampu mengidentifikasi adanya infeksi secara klinis dapat didefinisikan sebagai
pertumbuhan organisme pada luka yang berhubungan dengan reaksi jaringan.
3. Penanganan luka
Penanganan luka merupakan hal yang sangat penting dalam menangani pasien luka
bakar, baik untuk mencegah infeksi maupun menghindari terjadinya sindrom kompartemen
karena adanya luka bakar circumferencial. Ada berbagai macam hal yang dapat dilakukan dalam
menangani luka bakar sesuai dengan keadaan luka yang dialami pasien.
a. Pendinginan luka
Mengingat sifat kulit adalah sebagai penyimpan panas yang terbaik (heat
restore) maka pada pasien yang mengalami luka bakar tubuh masih tetap menyimpan energi
panas beberapa menit setelah terjadinya trauma panas. Oleh karena itu tindakan pendingin luka
perlu dilakukan untuk mencegah pasien berada pada zona luka bakar lebih dalaml, tindakan ini
juga dapat mengurangi perluasan kerusakan fisik sel. Mencegah dehidrasi dan membersihkan
luka sekaligus mengurangi nyeri.
b. Debridemen
Tindakan debridemen bertujuan untuk membersihkan luka dari jaringan
nekrosis atau bahan lain yang menempel pada luka. Tindakan ini bisa dilakukan pada saat
tindakan pembedahan, tindakan debridement ini penting dilakukan untuk mencegah terjadinya
infeksi luka dan mempercepat proses penyembuhan luka.
c. Tindakan pembedahan
Luka bakar mengakibatkan terjadinya jaringan parut, jaringan parut merupakan
jaringan dermis dan epidermis yang berisi protein yang terkoagulasi yang dapat bersifat progresif
(Sidik, 1982) pada luka bakar circumferenial jaringan luka besar yang terbentuk akan mengeras
dan menekan pembuluh darah sehingga memerlukan tindakan eskarotomi.
Eskarotomi merupakan tindakan pembedahan utama untuk mengatasi perfusi
jaringan yang tidak adekuat karena adanya eschar yang menekan vaskular (Ignativicius, D,
1991 : 385). Tindakan yang dilakukan hanya berupa insisi dan bukan membuang eschar. Apabila
tindakan ini tidak dilakukan maka akan mengakibatkan tidak adanya aliran darah ke pembuluh
darah dan terjadi hipoksia serta iskemia jaringan.
d. Terapi isolasi dan manipulasi lingkungan
Luka bakar mengakibatkan imunosupresi (penekanan sistem imun) tubuh
selama tahap awal cedera. Oleh karenanya pasien luka bakar memerlukan ruangan khusus
dengan suhu, ruangan yang dapat diatur, udara bersih, serta terpisah dari pasien lain yang bisa
menimbulkan infeksi silang.
G. Resusitasi Cairan
1. Pemilihan cairan
Karena cairan luka mirip dengan plasma, maka larutan elektrolit yang memiliki
kandungan paling mirip dengan elektrolit plasma muncul sebagai cairan resusitasi yang efektif
untik mengatasi sindrom syok. Larutan garam hipertonik yang mengandung 250 mg natrium
klorida/liter. Manfaat utama larutan hipertonik adalah volume yang diperlukan akan lebih kecil
dalam 24 jam pertama pasca luka bakar.
2. Resusitasi dalam 24 jam pertama
Kebutuhan cairan selama 24 jam pertama pasca luka bakar berkaitan langsung
dengan ukuran tubuh pasien dan luas cidera. Perhitungan resusitasi hanyalah berfungsi sebagai
suatu alat perencana dalam memiliki resusitasi. Perkiraan kebutuhan cairan resusitasi pada pasien
luka bakar, menurut metode New York Hospital
Dewasa Anak-anak
24 jam pertama
pasca luka
bakar
Larutan RL
4 mL/kg/% luka bakar
Larutan LL
4 mL/kg/% ditambah
10 kg pertama – 100 ml/kg
10 kg kedua – 50 ml/kg
10 kg ketiga – 20 ml/kg
24 jam kedua
pasca luka
bakar
Ds/W ditambah larutan
yang mengandung koloid
± 0,5 ml/kg/% luka bakar
Ds / saline 0,45%
ditambah larutan yang
mengandung koloid + 0,5
ml/kg/% luka bakar
3. Resusitasi pada 24 jam ke-2
Komponen cairan utama untuk resusitasi pada hari kedua adalah air yang cukup
untuk menghasilkan keluaran urin yang adekuat.
4. Pemantauan resusitasi
Keluaran urin merupakan pemantauan keadekuatan resusitasi yang paling mudah
dan efektif. Volume urin yang diharapkan adalah antara 40-60 ml/jam (orang dewasa), 1 ml/kg