Top Banner
LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012
44

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

May 02, 2018

Download

Documents

vophuc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Page 2: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Page 3: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Page 4: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Page 5: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

HUBUNGAN PERILAKU ORANG TUA DENGAN KEJADIAN OBESIT ASPADA ANAK PRASEKOLAH (3-5 TAHUN) DI TAMAN FLORA

KOTA SURABAYA

Pipit FestyDosen Keperawataan

Fakultas Ilmu Kesehatan UM Surabaya

ABSTRACTObesity is a global problem that happened by the world society in both the developed and developing

countries including Indonesia. Based on the first survey, it shows that a lot of preschool children who are obese,and one reason is their knowledge, attitudes and parents behavior. The purpose of this research is to know thatthere is relation between knowledge, attitude and parents behavior with the obesity incident.

The corelasical analytic research design is using Cross sectional perspektif, using Simple randomsampling method. Samples were taken by 44 respondents that are parents with preschool children who visit theflora garden of Surabaya city in June 2011. The research was taken using a questionnaire and observation. Afterit’s tabulated, the data were analyzed using multiple logistic regression test.

This research shows that the parents’s knowledge with a value of á = 0.027 <0.05, parents’s attitudes tothe value of á = 0.016 <0.05 and parents’s behavior with a value of á = 0.007 <0.05, it’s means there is a relation.It can be concluded that there is a relationship of knowledge, attitudes and parents behavior with the obesityincident in preschool children.

Based on the results of the research, the society should increase their knowledge, attitudes and behaviorsregarding the provision of nutrition intake and activities appropriate for preschool children to the child’sweight can be well controlled so that obesity in preschool children can be prevented as early as possiblethrough improved education of health personnel.

Keywords: Knowledge, attitude, behavior of parents, the obesity incident

ABSTRAKObesitas adalah masalah global yang terjadi oleh masyarakat dunia baik di negara maju dan

berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan survei pertama, itu menunjukkan bahwa banyak anak-anakprasekolah yang mengalami obesitas, dan salah satu penyebabnya adalah pengetahuan, sikap dan perilakuorang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa ada hubungan antara pengetahuan,sikap dan perilaku orang tua dengan kejadian obesitas.

Desain penelitian corelasical analitik menggunakan Perspektif cross sectional, menggunakan metodepengambilan sampel random sederhana. Sampel diambil oleh 44 responden yang orang tua dengan anak-anakprasekolah yang mengunjungi taman flora kota Surabaya pada Juni 2011. Penelitian ini diambil denganmenggunakan kuesioner dan observasi. Setelah itu ditabulasi, data dianalisis dengan menggunakan uji regresilogistik ganda.

Penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua itu pengetahuan dengan nilai a' = 0,027 <0,05, sikaporang tua terhadap nilai a' = 0,016 <0,05 dan perilaku orang tua dengan nilai a' = 0,007 <0,05, itu berarti adarelasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua dengankejadian obesitas pada anak-anak prasekolah.Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat harus meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku mengenaipemberian asupan gizi dan aktivitas yang sesuai untuk anak-anak prasekolah untuk berat badan anak bisaterkontrol dengan baik sehingga obesitas pada anak-anak prasekolah dapat dicegah sedini mungkin melaluipeningkatan pendidikan tenaga kesehatan.

Kata Kunci: Pengetahuan, sikap, perilaku orang tua, insiden obesitas

PendahuluanObesitas (kegemukan) merupakan suatu

kondisi medis akibat akumulasi lemak tubuh yangberlebih, yang dapat berefek kepada kondisi kesehatanyang menuju kepada menurunnya tingkat hidupseseorang dan merupakan masalah masyarakat

dunia.Obesitas tidak hanya dialami orang dewasa,anak-anak juga berisiko tinggi mengalami obesitas(Hidayati dkk, 2006). Kebanyakan orang tuamenganggap gemuk itu lucu dan sehat, sehinggamemiliki rasa bersalah bila anaknya tidak gemuk. Anak

1

Page 6: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

diberi multivitamin, obat perangsang nafsu makan,susu formula anak balita dan sebagainya. Selama anakmengkonsumsi makanan sehat dan bergizi, semuatambahan tersebut mungkin tidak terlalu diperlukan(Pujiarto, 2007).

Berdasarkan data WHO (2006), diperkirakanpada tahun 2015 lebih dari 2,3 miliar orang dewasaakan mengalami overweight dan 700 juta diantaranyaobesitas. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar padatahun 2010, prevalensi kegemukan pada anak balitasecara nasional 14 persen. Terjadi peningkatandibanding hasil riset serupa tahun 2007, yaitu 12,2persen. Data Depkes tahun 2010 bahwa 14.2 persenbalita di Surabaya mengalami obesitas. Berdasarkansurvey awal yang dilakukan peneliti di Taman FloraKota Surabaya pada tanggal 08-05-2011, dari 50 orangtua yang hadir bersama balita 40 (80%) diantaranyaberanggapan bahwa balita gemuk adalah balita yangsehat dan kurang lebih 18 (36%) balita mengalamiobesitas.

Menurut Yussac (2007), penyebab obesitasadalah multifaktorial, antara lain: faktor genetik yangikut menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh,suku tertentu terkadang mempunyai budaya tertentudalam konsumsi makanan, pandangan masyarakat yangmenganggap obesitas merupakan suatu simbolkemakmuran akan memicu anggota masyarakat untukmenjadi obesitas. Orang tua sebagai orang yangbertanggung jawab terhadap kesehatan anak mengambilinisiatif untuk memberikan semua jenis makanan yangdianggap dapat memenuhi gizi anak terutama orang tuayang berpendapatan tinggi memiliki peluang yang lebihbesar untuk memilih jenis makanan, adanya peluangtersebut mengakibatkan pemilihan jenis dan jumlahmakanan tidak lagi berdasarkan kebutuhan danpertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah padapertimbangan praktis (fast food) yang jika tidak diimbangidengan aktifitas fisik seimbang akan mempengaruhijumlah pembakaran kalori tubuh. Kalori tubuh berlebihdisimpan dalam bentuk lemak yang suatu waktudiperlukan, jika kelebihan kalori yang terjadi secara terusmenerus menyebabkan produksi lemak mengalamipenumpukan dan anak mengalami obesitas.

Pada anak dengan obesitas dapat mengalamigangguan pertumbuhan karena timbunan lemak yangberlebih pada organ-organ tubuh yang seharusnyaberkembang dan akan mengalami kesulitan bergerakdalam aktifitas sehari-hari. Anak-anak yang mengalamiobesitas akan merasa dirinya berbeda dengan oranglain di sekitarnya yang menyebabkan rasa tidak puaspada dirinya dan cenderung menarik diri darilingkungan yang berdampak buruk pada psikologisanak, obesitas juga beresiko meningkatkan beberapa

resiko penyakit, antara lain: darah tinggi, diabetusmilitus type 2, dan hiperlipidemia (Hidayati, 2006).

Obesitas dapat dicegah sedini mungkin mulaisejak dari bayi yaitu dengan memberikan ASI eksklusif,kemudian pemberian makanan tambahan mulai umur 4bulan dan ASI dilanjutkan sampai usia 2 tahun. Akivitasfisik juga sebaiknya dikenalkan sejak dini pada anakbaik dengan cara bermain maupun berolah raga yangbisa diterapkan dilingkungan sekitar rumah maupundisekolah, sehingga banyak energi yang dipergunakan.Penanggulangan obestitas tidak dapat dilakukan dalamwaktu yang relatif singkat, harus dilakukan secarabertahap. Penanggulangan masalah obesitas dapatdilakukan secara sederhana, yaitu denganmengonsumsi makanan secara teratur dengan giziseimbang tetapi jumlahnya kurang dari biasanya danmelakukan aktifitas olah raga secara teratur sehinggalemak tubuh dapat terbakar (Hidayati dkk, 2006).

Dalam hal ini peran posyandu sangatdibutuhkan dalam deteksi dini status gizi dan upayapeningkatan gizi balita. Penyuluhan yang dilakukanoleh tenaga kesehatan tentang bahaya obesitas anakakibat gizi tidak seimbang diharapkan mampumeningkatkan pengetahuan dan merubah perilakuorang tua dalam memberikan asupan gizi dan aktifitaspada anak.

Metode PenelitianDesain penelitian analitik korelasi

menggunakan pendekatan Cross sectional, denganmetode sampling Simple random sampling. Sampeldiambil sebanyak 44 responden yaitu orang tua yangberkunjung bersama anak prasekolah ditaman florakota surabaya pada bulan Juni 2011. Penelitian diambilmenggunakan kuesioner dan observasi. Setelahditabulasi, data dianalisis menggunakan Uji Regresilogistic berganda.

Hasil PenelitianGambar 1. Karakteristik Orang Tua BerdasarkanTingkat Pendidikan

Sumber : Data primer Juni 2011

Pada gambar 1 menunjukkan bahwa hasilpenelitian sebagian besar orang tua berpendidikanSMA yaitu 28 (64%).

2

Page 7: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Gambar 2. Karakteristik Anak Berdasarkan KejadianObesitas

Sumber : Data primer Juni 2011

Dari gambar 2 di dapatkan hasil penelitiansebagian besar anak mengalami obesitas yaitu 23(52%).

Gambar 3. Pengetahuan Orang Tua dengan KejadianObesitas pada Anak Prasekolah

Sumber : Data primer Juni 2011

Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwasebagian besar orang tua memp unyai pengetahuanyang baik tentang obesitas yaitu 27 (61%).

Gambar 4.Karakteristik Berdasarkan Sikap Orang Tuadengan Kejadian Obesitas pada AnakPrasekolah.

Sumber : Data primer Juni 2011

Berdasarkan gambar 4. identifikasi orang tuaberdasarkan sikap maka sebagian besar orang tuabersikap negatif tentang obesitas pada anak yaitu 25(57%) dan sebagian kecil bersikap positif yaitu 19 (43%)dari 44 orang tua.

Gambar 5.Karakteristik Orang Tua Berdasarkan Perilakudengan Kejadian Obesitas pada Anak.

Sumber : Data primer Juni 2011

Berdasarkan gambar 5 sebagian besar orangtua mempunyai perilaku baik dengan kejadian obesitaspada anak prasekolah yaitu 22 (50%).

Gambar 6.Kejadian Obesitas pada Anak Prasekolah(3-5 tahun)

Sumber : Data primer Juni 2011

Berdasarkan gambar 6 di dapatkan kejadianobesitas pada anak prasekolah (3-5 tahun) di tamanflora kota Surabaya pada bulan Juni 2011 sebagianbesar anak mengalami obesitas 23 (52%).

Tabel 1. Distribusi karakteristik silang pengetahuan orang tua dengan kejadian obesitas pada anak prasekolah(3-5 tahun) di taman flora kota Surabaya pada bulan Juni 2011.

Pengetahuan

Kejadian ObesitasTotal Persentase (%)

Obesitas Persentase (%) Tidak Obesitas Persentase (%)

Baik 9 20.5 18 40.9 27 61.4

Cukup 8 18.2 3 6.8 11 25.0

Kurang 6 26.1 0 0 6 13.6

Total 23 52.3 21 47.7 44 100

Hasil Uji Regresi Logistic Berganda ñ=0,027 < á =0,005

3

Page 8: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Hasil uji analisa Regresi Logistic Bergandadi dapatkan hasil bahwa ñ= 0,027 < á= 0.05 maka H

0

ditolak yang berarti ada hubungan pengetahuan orang

Tabel 3. Distribusi karateristik silang perilaku orang tua dengan kejadian obesitas pada anak prasekolah di tamanflora kota Surabaya pada bulan juni 2011.

Perilaku Kejadian Obesitas

Total Persentase (%)Obesitas Persentase (%) Tidak Obesitas Persentase (%)

Baik 6 13.6 16 36.4 22 50

Cukup 10 22.7 4 9.1 14 31.8

Kurang 7 15.9 1 2.3 8 18.2

Total 23 52.3 21 47.7 44 100

Hasil Uji Regresi Logistic Berganda ñ= 0,007 < á=0,05

Hasil uji analisa Regresi Logistic Bergandadi dapatkan hasil bahwa ñ= 0,007 < á= 0.05 maka H

0

ditolak yang berarti ada hubungan perilaku orang tua

PembahasanDari hasil penelitian yang telah dilakukan

pada 44 responden menunjukkan bahwa sebagianbesar orang tua mempunyai pengetahuan yang baiktentang obesitas yaitu 27 (61%) dan sebagian kecilmempunyai pengetahuan kurang tentang obesitasyaitu 6 (14%), sebagian besar ibu bersikap negatiftentang obesitas pada anak yaitu 25 (57%). Dansebagian besar anak mengalami obesitas yaitu 23 anak(52%).

Green yang dikutip dalam Wawan dan Dewi(2010), kesehatan seseorang atau masyarakatdipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktorperilaku (behavior couses) dan faktor dari luarperilaku (non behavior couses). Selanjutnyaperilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yang salah

tua dengan kejadian obesitas pada anak prasekolah(3-5 tahun) di taman flora kota Surabaya

Tabel 2. Distribusi karateristik silang sikap orang tua dengan kejadian obesitas pada anak prasekolah di tamanflora kota Surabaya pada bulan Juni 2011.

Sikap Kejadian Obesitas

Total Persentase (%)Obesitas Persentase (%) Tidak Obesitas Persentase (%)

Positif 4 9.1 15 34.1 19 43.2

Negatif 19 43.2 6 13.6 25 56.8

Total 23 52.3 21 47.7 44 100

Hasil Uji Regresi Logistic Berganda ñ= 0,016 < á=0,05

Hasil uji analisa Regresi Logistic Bergandadengan SPSS 17.0 di dapatkan hasil bahwa ñ = 0,016 <á = 0.05 maka H

0 ditolak yang berarti ada hubungan

sikap orang tua dengan kejadian obesitas pada anakprasekolah (3-5 tahun) di taman flora kota Surabaya.

dengan kejadian obesitas pada anak prasekolah ditaman flora kota Surabaya.

satunya adalah predisposisi (predisposing factor)yang terwujud dalam pengetahuan dan sikap.Tingkat keeratan hubungan antara pengetahuanyang sedang menunjukkan bahwa upayamemperbaiki perilaku dengan meningkatkanpengetahuan perlu di lakukan. Keberart ianhubungan yang diperoleh menunjukkan bahwaperubahan peri laku dengan meningkatkanpengetahuan akan memberi hasil yang cukup berarti.

Berdasarkan hasil penelitian dan teori diatasmaka perilaku seseorang atau masyarakat tentangkesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap danperilaku, dimana semakin tinggi tingkat pengetahuanseseorang maka, semakin mudah seseorang untukmenerima informasi dan semakin sadar akan

4

Page 9: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

pentingnya kesehatan. Akan tetapi tidak dapatdikatakan bahwa pengetahuan, sikap dan perilakuorang tua yang baik hanya ditentukan olehpendidikan tinggi saja. Hal ini disebabkan tidak semuainstitusi pendidikan mengajarkan tentang obesitasanak. Informasi tentang obesitas pada anak jugadapat diperoleh dari televisi, internet, radio, suratkabar ataupun majalah yang dapat menambahwawasan tentang obesitas anak. Faktor lain selainpendidikan, pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua juga dipengaruhi, penghasilan, lingkungan danpengalaman dalam merawat anak, dimana penghasilanmempengaruhi sikap dan gaya hidup orang tua dalammemilih jenis makanan dan aktifitas untuk anak,makanan yang sering menjadi pilihan para orang tuamaupun anak adalah jenis fast food atau junk food,lingkungan orang tua dalam merawat anak jugamemberikan stimulus orang tua untuk bergaya hidupsesuai lingkungan sekitar dengan memberikanaktifitas pasif pada anak seperti menonton televisiatau menyediakan mainan yang tidak membutuhkanaktifitas fisik sehingga kalori tubuh anak tidak dapatterbakar dengan sempurna. Perilaku hidup orang tuaakan diperkuat dengan pengalaman orang tua dalammerawat anak, suatu hal yang dianggap baik olehorang tua akan di gunakan untuk pedoman dalamgaya hidup.

Menurut Damayanti (2002), Berdasarkanhukum termodinamik, obesitas disebabkan adanyakeseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaranenergi, sehingga terjadi kelebihan energi yangdisimpan dalam bentuk jaringan lemak. Obesitasmerupakan penyakit multifaktorial yaitu faktor genetikyang ikut menentukan jumlah unsur sel lemak dalamtubuh, jika kedua orang tua obesitas, 80% anaknyamenjadi obesitas, bila salah satu orang tua obesitas,kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orangtua tidak obesitas prevalensi menjadi 14%. Para orangtua berperan penting dalam membentuk kebiasaan danpola makan anak-anak mereka. Kesibukan orang tua,terutama bagi kedua orang tua yang bekerja, seringkalitidak sempat menyiapkan sarapan serta makan siangyang bergizi seimbang bagi anak. Akibatnya, makananjunk food dari restoran cepat saji kerap menjadialternatif pengganti. Jika kondisi ini berlangsung dalamjangka waktu lama, maka risiko kegemukan dan obesitaspada anak akan meningkat.

Berdasarkan hasi l dan teori dapatdiasumsikan bahwa kejadian obesitas berhubungandengan pengetahuan,sikap dan perilaku orang tua,dimana semakin baik tingkat pengetahuan, sikap danperilaku seseorang maka semakin baik pola hidupseseorang. Hal ini tidak mutlak berhubungan dengan

kejadian obesitas karena ada faktor-faktor lain yangikut mempengaruhi dalam kejadian obesitas yaitufaktor pola makan dan aktifitas, orang tua khususnyadi perkotaan banyak yang menghabiskan waktunyauntuk bekerja dan mempercayakan pengasuhan anakpada nenek atau baby sitter yang mana dalampengasuhannya kurang memperhatikan pola makandan aktifitas, seorang nenek atau baby sittercenderung memberi makanan berlebih denganmenonton televisi atau memberikan permainandengan aktifitas pasif demi menghindari anak untukmenangis, konsumsi makanan dan aktifitas yang tidakseimbang menyebabkan pembakaran kalori tubuhtidak berjalan dengan optimal dan beresikomengalami obesitas.

Dari hasil uji statistik regresi logistic bergandadengan menggunakan tingkat signifikan á= 0,05 danR= 0,689. didapatkan hasil bahwa N=44, pada tarafkesalahan derajat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai ñ =0,027 untuk pengetahuan orang tua yang berarti adahubungan antara pengetahuan orang tua dengankejadian obesitas pada anak prasekolah, diperoleh nilaiñ = 0,016 untuk sikap orang tua yang berarti adahubungan antara sikap orang tua dengan kejadianobesitas pada anak prasekolah dan diperoleh nilai ñ=0,007 untuk perilaku orang tua yang berarti adahubungan antara perilaku orang tua dengan kejadianobesitas pada anak prasekolah.

Informasi dapat diperoleh dari televisi,internet, radio, surat kabar ataupun majalah yangdapat menambah wawasan tentang obesitas anak.Faktor lain selain pendidikan, pengetahuan, sikap danperilaku orang tua juga dipengaruhi, penghasilan,lingkungan dan pengalaman dalam merawat anak,dimana penghasilan mempengaruhi sikap dan gayahidup orang tua dalam memilih jenis makanan danaktifitas untuk anak, makanan yang sering menjadipilihan para orang tua maupun anak adalah jenis fastfood atau junk food, lingkungan orang tua dalammerawat anak juga memberikan stimulus orang tuauntuk bergaya hidup sesuai lingkungan sekitar denganmemberikan aktifitas pasif pada anak seperti menontontelevisi atau menyediakan mainan yang tidakmembutuhkan aktifitas fisik sehingga kalori tubuhanak tidak dapat terbakar dengan sempurna. Perilakuhidup orang tua akan diperkuat dengan pengalamanorang tua dalam merawat anak, suatu hal yangdianggap baik oleh orang tua akan di gunakan untukpedoman dalam gaya hidup.

Kesimpulan dan SaranSebagian besar anak mengalami obesitas,

didapatkan hubungan pengetahuan, sikap dan perilakuorang tua dengan kejadian obesitas pada anak

5

Page 10: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

prasekolah ditaman flora kota Surabaya. Oranghendaknya mengontrol pemberian asupan nutisi danaktifitas anak dan petugas kesehatan dapat lebihmeningkatan teknik penyuluhan bagi orang tua disekolah tentang obesitas anak.

Kepustakaan

Depkes RI. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasartahun 2010 Propinsi Jawa Timur. Jakarta :Badan Penelitian & Pengembangan DepkesRI

Hidayati, N. 2009. Obesitas Pada Anak, PentingnyaPenanganan Secara Multifaktorial, http://doktersenyum.blogspot.com. Diaksestanggal 30 Maret 2011 Jam 20.00 WIB

Hidayati, S . 2006. Obesitas pada anak,

Pujiarto, P. 2007. Seri Kesehatan Anak BayikuAnakku. Jakarta : PT Intisari Mediatama

Yussac, A, dkk. 2007. Prevalensi Obesitas Pada AnakUsia 4-6 Tahun dan Hubungannya denganAsupan Serta Pola Makan, http://mki.idionline.org. Diakses tanggal 30

Maret 2011 Jam 14.30 WIB

6

Page 11: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

PERBANDINGAN MET ODE REGRESI DAN EXPECTATIONMAXIMIZA TION (EM) DALAM MENGISI DA TA MISSING

(Studi Data Antr opometri Balita Puskesmas Wisma Indah Kab. Bojonegoro)

RahmawatiProdi III Keperawatan Akes Rajekwesi Bojonegoro

ABSTRACTThe missing data is the problem which happen in reseaerch that is caused by some factors. In large

amount, missing data can influence the validity of research anlysis result. Missing value analysis with regressionand EM method is one of methods to estimate missing data. The purpose of this study was to compare theregression and EM methods in estimating missing data values.

This type of research was non-reactive with secondary data analysis. The variables analyzed were age,height and weight of infants in health centers Wisma Indah of Bojonegoro regency. Data that was taken consistof 500 infants. The first prosedur was lossing data with simulation data at 20% then performed with dataimputation with the EM and regression methods to replicate as much as three times. To find the difference of theoriginal data with the results of estimation was tested with the the same subject anova. The best method wasdetermined by looking at the closeness of the highest correlation and the average square of the smallestdifference.

Results showed both regression and EM methods no significant differences in mean values and standarddeviations. the regression method, a good method was regression with non Adjustment with 2 predictors, the EMmethod, a good method was EM with 2 predictors and 66.66% for EM methods had on average than the leastsquares regression methods vary, so it could be interpreted EM method better than the regression method inestimating the missing data.

EM method used maximum likelihood approach with iteration process until the value going convergen.

Key word : Regression, EM, Missing data

ABSTRAKData yang hilang adalah masalah yang terjadi di reseaerch yang disebabkan oleh beberapa faktor.

Dalam jumlah besar, data yang hilang dapat mempengaruhi keabsahan hasil penelitian analisi. Hilang analisisnilai dengan regresi dan metode EM merupakan salah satu metode untuk memperkirakan data yang hilang.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan regresi dan EM metode dalam memperkirakan nilaidata yang hilang.

Jenis penelitian ini adalah non-reaktif dengan analisis data sekunder. Variabel yang diteliti adalahumur, tinggi dan berat badan bayi di puskesmas Wisma Indah Bojonegoro Kabupaten. Data yang diambil terdiridari 500 bayi. The prosedur pertama lossing data dengan data simulasi sebesar 20% kemudian dilakukandengan imputasi data dengan metode EM dan regresi untuk meniru sebanyak tiga kali. Untuk menemukanperbedaan data asli dengan hasil estimasi diuji dengan anova subjek yang sama. Metode terbaik ditentukandengan melihat kedekatan korelasi tertinggi dan alun-alun rata-rata perbedaan terkecil.Hasil penelitian menunjukkan baik regresi dan EM metode tidak ada perbedaan yang signifikan dalam nilairata-rata dan standar deviasi. metode regresi, metode yang baik adalah regresi dengan Penyesuaian nondengan 2 prediktor, metode EM, metode yang baik adalah EM dengan 2 prediktor dan 66,66% untuk metodeEM telah rata-rata dari kuadrat terkecil metode regresi bervariasi, sehingga bisa ditafsirkan EM metode yanglebih baik daripada metode regresi dalam memperkirakan data yang hilang.

EM metode yang digunakan pendekatan kemungkinan maksimum dengan proses iterasi sampai nilaiakan konvergen.

Kata kunci: Regresi, EM, data yang Hilang

7

Page 12: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

PendahuluanData missing merupakan masalah yang sering

terjadi pada berbagai penelitian. Hal ini bisa terjadikarena berbagai faktor, diantaranya adalah respondensengaja tidak menjawab pertanyaan karena bentukpertanyaan yang ambigu. Selain itu, penyebab yangpaling sering adalah kesalahan dalam pelaksanaanpenelitian yaitu kesalahan pada pewawancara(melewati atau menghilangkan pertanyaan yangseharusnya ditanyakan, respon yang tidak terbacalewat perekam), kehilangan instrumen dan kehilangansampel dalam kasus desain panel (Anderson, et. al,1983)

Dalam penelitian, kehilangan 20-30% data bisamempengaruhi hasil analisis dari penelitian (Little &Rubin, 2002). Bila hal ini dibiarkan, maka bila datatersebut dianalisis tentu akan menimbulkan bias yangcukup besar dan hasil analisis yang bisamenyesatkan. Menanggapi hal ini, beberapa solusitelah dikemukakan untuk memungkinkan sejumlahdata yang hilang untuk diestimasi(Cohen&Cohen,1983; Little & Rubin, 2002). Missingvalue analysis (MVA) merupakan salah satu solusiuntuk mengatasi data missing. Metode yang bisadilakukan untuk mengatasi data missing pada missingvalue analysis (MVA) adalah dengan listwisedeletion, pairwise deletion, expectation-maximitation (EM) dan regression estimation.

Dalam memilih metode yang cocok dalammengatasi data missing , harus diketahui terlebihdahulu pola value dari data yang tersedia. EstimasiExpectation-maximization (EM) dan regressionestimation tergantung pada asumsi bahwa pola datamissing berhubungan dengan data observasi saja,yang disebut sebagai missing at random (MAR). (SPSSInc, 2007)

Regression estimation merupakan suatu metodeuntuk mengestimasi data missing denganmengembangkan notasi regresi berdasarkan kasus datalengkap dengan variabel tertentu, memperlakukanhasilnya sebagai nilai prediktor terhadap data yanghilang. Estimasi ini lebih baik, karenamempertimbangkan hubungan antar variabel. Metoderegresi mengacu pada informasi pada data lengkapuntuk memberikan estimasi pada variabel yang missing.Variasi pada metode regresi tergantung dari berapabanyak variabel prediktor dan bagaimana datamissing pada prediktor tersebut ditangani (Kaiser,1990) . Semakin besar jumlah variabel prediktorsemakin besar kemungkinan nilai imputan akanmembentuk model yang berbeda jauh dengan modelyang seharusnya.

Metode expectation – maximization (EM)merupakan suatu metode optimisasi iteratif untukestimasi maximum likelihood (ML) yang bergunapada permasalahan data yang tidak lengkap(incomplete data). Langkah iteratif tersebut meliputidua tahapan, tahapan pertama menghitung nilaiyang diprediksi dari data berdasarkan logl ikel ihood. Langkah kedua memberi ni laiberdasarkan perhitungan pada tahapan pertama(Kaiser, 1990). Expectation – maximizationmenggunakan pendekatan maximum likelihoodestimation (MLE). Maximum likelihood estimation(MLE) memerlukan ketergantungan yang lebih kecildari data (dalam hal asumsi statistik) dan umumnyadianggap lebih unggul dari metode regresi. Metodeini menggunakan proses iterasi pada parameter yangdiulang-ulang sehingga menghasilkan nilai yangkonvergen.

Metode PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian non

reaktif, dengan menganalisis data sekunder dimanapeneliti tidak melakukan interaksi terhadap subyekpenelitian. Data sekunder yang dianalisis diambildari Puskesmas Wisma Indah KabupatenBojonegoro tahun 2010 dengan unit analisisindividu sejumlah 500 balita, meliputi data umur,berat badan dan t inggi badan balita. Untukmenganalisis data missing, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :1. Data sekunder yang lengkap, pada masing-

masing variabel sengaja dihilangkan secara acak,untuk memenuhi asumsi tipe data missing atrandom dengan jumlah seluruh data individudianggap sebagai sampling frame.

2. Pada setiap variabel akan dihilangkan sebesar20% sehingga data yang dihilangkan adalah 100item.

3. Untuk memenuhi asumsi tipe data missing atrandom, diuji dengan separate variance t testpada missing value analysis. Bila nilai p > 0.05maka tipe data missing at random (MAR)

4. Data yang hilang akan dilengkapi lagi denganmetode EM dan metode regresi . Dilakukansimulasi untuk mengisi item yang hilang 20%pada setiap variabel dengan metode regresi danEM.

5. Untuk melihat apakah ada perbedaan antara dataasli, hasil estimasi dengan metode regresi dan

8

Page 13: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

hasil estimasi dengan metode EM, digunakanANOVA sama subyek.

6. Jika tidak ada perbedaan, maka untukmengetahui metode yang lebih baik, dicarikoefisien korelasi antara data asli dengan datahasil estimasi. Metode estimasi dikatakan lebihbaik jika koefisien korelasi positif dan palingmendekati 1. Selain dengan koefisisen korelasi,metode terbaik juga ditentukan denganmenganalisis rata-rata kuadrat beda dari metoderegresi maupun EM. Metode terbaik adalah jikanilai rata-rata kuadrat beda pada metodetersebut yang paling kecil.

Hasil dan Pembahasan Data yang dianalisis meliputi berat badan sebagaivariabel yang dimissingkan dan umur serta tinggibadan sebagai variabel prediktor

Tabel 1 : Hasil pengujian tipe data missingsebesar 20% dengan menggunakanseparate variance T-test denganvariabel missing berat badan.

Replikasi p BB Tipe

1 0.410 MAR

2 0.188 MAR

3 0.772 MAR

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai p pada ujiseparate variance t-test variabel berat badanreplikasi pertama sampai ketiga lebih dari 0.05.artinya tipe data missing variabel tersebut adalahmissing at random (MAR). Tipe data missingtersebut bisa dianalisis menggunakan metoderegresi dan EM.

Tabel 2 : Perbandingan hasil estimasi dengan menggunakan metode Regresi dan EM pada variabel berat badandengan data missing sebesar 20%.

REP METODE REGRESI METODE EM

Variabel r d2 mean d2 Variabel r d2 mean d2

I RNBB1 0.615 769.40 7.69 BBEM1 0.615 767.10 7.67RNBB2 0.608 782.47 7.82 BBEM2 0.610 776.84 7.76RRBB1 0.440 1167.18 11.67RRBB2 0.980 1019.29 10.19

II RNBB1 0.784 344.5 3.44 BBEM1 0.784 345.8 3.45RNBB2 0.803 9317.9 3.17 BBEM2 0.803 1319.47 3.19RRBB1 0.685 5553.4 5.53RRBB2 0.707 5516.02 5.16

III RNBB1 0.789 275.90 2.75 BBEM1 0.789 271.4 2.71RNBB2 0.801 263.07 2.63 BBEM2 0.801 6258.37 2.58RRBB1 0.672 476.00 4.76RRBB2 0.663 600.13 6.00

Tabel 2 menunjukkan pada replikasi I sampai IIIbaik metode regresi maupun EM dengan satu atau duaprediktor memiliki korelasi sedang dan kuat padavariabel berat badan antara data asli dengan data hasilestimasi yaitu dengan korelasi antara 0.6-0.8. Tetapibila ditinjau dari nilai rata-rata kuadrat beda, maka nilaiterkecil ditunjukkan pada metode estimasi EM dengansatu prediktor (BBEM1), yaitu replikasi I regresi : EM=7.69:7.67; sedangkan pada replikasi III nilai rata-ratakuadrat beda terkecil ditunjukkan pada metode EMdengan dua prediktor (BBEM2) yaitu regresi : EM=2.63:2.58. Dengan demikian maka metode EM lebih baik

dibandingkan metode regresi dalam mengestimasidata missing pada variabel berat badan dengan datamissing sebesar 20%.

Pada missing value analysis, metode regresididasarkan pada metode imputasi yang menggunakanmetode konvensional (Ordinary least square)sedangkan metode EM menggunakan pendekatanimputasi dan likelihood (Hippel, 2004). Metodeordinary least square bertujuan mendapatkanpenaksir koefisien regresi yaitu bo dan b1 yangmenjadikan jumlah kuadrat error sekecil mungkin(Tirta, 2006), sehingga semakin kecil nilai error, maka

9

Page 14: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

hasil prediksi akan semakin baik. Dalam kasus datamissing, semakin kecil error, maka hasil prediksi ataudata hasil estimasi akan semakin mendekati nilai dataasli. Pada metode regresi ini, imputasi akanmenimbulkan bias karena data missing bertipe missingat random (Schafer, 1997). Estimasi regresi merupakanmetode untuk mengestimasi data missing denganmengembangkan notasi regresi berdasarkan kasus datalengkap dengan variabel tertentu, memperlakukanhasilnya sebagai nilai prediktor terhadap data yanghilang (Little and Rubin, 2002). Pada tipe missing atrandom hilangnya variabel x tergantung y, tetapihilangnya y bersifat random. Jika dihubungkandengan pemodelan regresi yang berdasarkan datalengkap, maka jika data hilang bertipe MAR, maka datayang hilang tersebut tidak akan masuk dalampemodelan karena secara otomatis data yang bertipeMAR akan mengalami pairwise deletion atau datahilang dalam pasangan tersebut dianggap tidak masukdalam model, sehingga imputasi regresi ini memilikicacat yang mendasar yaitu adanya bias dalammenentukan nilai awal untuk pendugaan parameter ádan â karena dia memperoleh estimasi yang biassehubungan dengan µ pada data pasangan yang hilangmaupun jumlah dari data pasangan yang tidak bisamasuk dalam model. (Hippel, 2004).

Pada imputasi dengan metode EM, akan

dinotasikan dengan model + Y

dimana dan adalah estimasi regresi yang telahdiperoleh dari iterasi akhir dari algoritma EM. Karenaalgoritma EM konvergen pada estimasi maximumlikelihood, maka adalah estimator yang konsistendari parameter regresi á dan â. Algoritma EM didasarkanpada proses imputasi regresi dengan notasi +Y.Imputasi ini tanpa menggunakan variasi residual,karena penambahan variasi residual akanmengganggu proses algoritma. Algoritma EM inidiperoleh dengan menggunakan data lengkap dan dataimputan secara bersamaan. EM mereestimasi nilaimean, variance dan covariance dalam mengimputasinilai X. Nilai estimasi yang baru akan menjadi nilaiestimasi baru untuk parameter regresi dan yangkemudian estimasi regresi yang baru digunakan untukmenggeneralisasikan nilai imputan baru untuk X danproses iterasi hingga konvergen (Hippel, 2004).Algoritma EM mempunyai keunggulan yaitumempunyai nilai awal positif sehingga nilailikelihoodnya akan selalu naik (Bollen, 1989). Secaraumum, kelemahan pada MVA ini adalah tidakmengestimasi standar error dan tidak memiliki metodelikelihood atau multiple imputation yang dapatmenghasilkan estimasi standar error yang valid(McLachlan and krishnan, 1977). Meskipun demikian

metode EM sendiri sudah sangat dikenalkemampuannya dalam mengestimasi standar error(Nichols, 2000)

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami mengapametode EM lebih baik dalam mengestimasi nilai datamissing dibandingkan metode regresi. Selain itu, biladilihat dari tipe data missing, metode EM lebih fleksibeldigunakan dalam tipe data apapun, sehingga akan lebihmudah diaplikasikan dalam kondisi yang nyata.

Kesimpulan dan Saran Metode EM lebih baik dalam mengestimasi datamissing dibandingkan metode regresi. Missing valueanalysis memiliki kelemahan yang mendasar yaituketidakmampuan untuk mengestimasi standar error.Meskipun demikian, metode EM sendiri sudah sangatdikenal kemampuannya dalam mengestimasi standarerror. Menanggapi kelemahan ini, perlu diteliti metodelain yang menggunakan pendekatan likelihood sepertimultiple imputation yang mampu mengestimasistandar error untuk menangani data missing.

KepustakaanAnderson, A.B., Basilevsky, A. & Hum, D. P. J. (1983).

Missing data: A review of the literature. InP. H. Rossi, J. D. Wright, & A. B. Anderson(Eds.), Handbook of survey research.Academic Press. San Diego. pp.415-494

Cohen, J., & Cohen, P. (1983). Missing data. In J. Cohen& P.Cohen, Applied multiple regression:Correlation analysis for the behavioralsciences. Hillsdale, NJ: Erlbaum. pp. 275-300

Hippel. P,T,. (2004). Biases In SPSS 12.0 Missing Valueanalysis. The american Statistician, Vol 58,No. 2. Pp. 160-164

Little, R.J.A. & Rubin, D.B. (2002). Statistical analysiswith missing data. Wiley. New York

McLachlan, G.J., and Krishnan, T. (1997). The EMAlgorithm and Extentions. Wiley .New York

Newman, D, A. (2003). Longitudinal Modeling withRandomly and sistematically missing data : ASimulation of ad Hoc maximum likelihood andmultiple imputation Techniques.Organizational Research methods. Vol. 6No.3 July 2003.

Schafer, J.L. (1997). Analysis of IncompleteMultivariate Data. Chapman and Hall. BocaRaton FL

SPSS Inc. (2007). SPSS Missing Value AnalysisTM 16.0.Chicago, Illinois. USA

10

Page 15: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN RELAPS PADA PENDERITASKIZOFRENIA DI WILA YAH KERJA PUSKESMAS MANTUP LAMONGAN

Siti Patonah

Dosen Prodi Keperawatan – Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro

ABSTRACTSchizophrenia is a psychotic disorder characterized chronic severe personality clutter, distortion of

reality and an inability to function in everyday life. Schizophrenia often relapse, requiring longer treatment andcare.

Research using pendekatanCross Sectional, the independent variable is family support, the dependentvariable is the incidence of relapse. The samples studied were 26 respondents. Statistical analysis with SpearmanRho correlation testKeywords: Family Support, Relapsesin patients withschizophrenia

Based on test results obtained Spearman Rho 0.022 significance (p <0.05), meaning there is a significantnegative correlation between family support with Relapse in schizophrenia patients at the health center MantupLamongan.

In carrying out nursing care, nurses need to provide education about the disease of schizophrenia tothe family, provide information on how to take medication to families, when a schizophrenic relapse bring to thehealth care and give sense to the families of people with schizophrenia to receive for home.

Keywords: Family Support, Relapse schizophrenic

ABSTRAKSkizofrenia merupakan gangguan psikotik yang bersifat kronis ditandai parahnya kekacauan kepribadian,

distorsi realita dan ketidakmampuan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Penyakit skizofrenia seringkali kambuh,sehingga memerlukan terapi dan perawatan lama.

Penelitian menggunakan pendekatanCross Sectional, variabel independen adalah dukungan keluarga,variabel dependen adalah kejadian relaps. Sampel yang diteliti adalah 26 responden. Analisis statistik dengan ujiKorelasi Spearman Rho.

Berdasarkan uji korelasi Spearman Rho didapatkan hasil signifikansi 0,022 (p < 0,05), berarti ada hubungannegatif yang signifikan antara dukungan keluarga dengan Relaps pada penderita skizofrenia di Puskesmas MantupKabupaten Lamongan.. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat perlu memberikan penyuluhan tentang penyakitskizofrenia kepada keluarga, memberi informasi tentang cara minum obat kepada keluarga, bila kambuh membawapenderita skizofrenia ke tempat pelayanan kesehatan dan memberi pengertian kepada keluarga agar menerimapenderita skizofrenia selama di rumah.

Kata kunci : Dukungan Keluarga, Relaps penderita skizofrenia.

PendahuluanSkizofrenia merupakan gangguan psikotik

yang bersifat kronis ditandaidengan parahnyakekacauan kepribadian, distorsi realita danketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupansehari-hari. Pasien dapat kehilangan pekerjaan, temandan minat, karena mereka tidak mampu berbuat sesuatu,bahkan ada pasien yang hidup menggelandang dijalanatau dipasung dirumah (Simanjuntak, 2008).

Menurut data American PsychiatricAssociation (APA) (2004), menyebutkan bahwa 1%populasi penduduk dunia menderita skizofrenia.

Menurut data hasil penelitian, di Indonesia terdapatsekitar 1-2% penduduk yang menderita skizofrenia(Irmansyah,2006). Penderita yang dirawat di bagianpsikiatri di Indonesia hampir 70% karenaskizofrenia(Chandra, 2006). Menurut Sukandar bahwarata-rata setiap harinya, warga yang memeriksakan dirike bagian gangguan jiwa mencapai angka 30-40 orang,angka ini bertambah terus setiap tahunnya sekitar 3-5%, dengan mayoritas adalah kalangan usia produktif(Hidayatullah, 2005). Menurut data yang diperoleh dariPuskesmas Mantup Lamongan, pasien gangguan jiwa

11

Page 16: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

yang berada di wilayah kerja Puskesmas Mantupberjumlah 60 orang, dari jumlah tersebut penderitaskizofrenia sebanyak 28 orang (46,7%).

Penyakit skizofrenia seringkali kronis dankambuh, sehinga penderita memerlukan terapi danperawatan lama. Disamping itu semua etiologi,patofisiologi dan perjalanan penyakitnya amatbervariasi setiap penderita, sehingga mempersulitdiagnosis dan penanganannya. Keadaan sepertiini akan menimbulkan beban dan penderitaan bagikeluarga. Keluarga sering kali mengalami tekananmental karena gejala yang ditampilkan olehpenderi ta dan juga ket idaktahuan keluargamenghadapi gejala tersebut. Kondisi inilah yangakan melahirkan sikap dan emosi yang keliru danberdampak negatif pada penderita. Biasanyakeluarga menjadi emosional, kritis dan bahkanbermusuhan yang jauh dari sikap hangat yangdibutuhkan oleh penderita(Irmansyah, 2005).Menurut Sasanto, kekambuhan dapat diminimalkanatau dicegah melalui pengintegrasian antaraintervensi farmakologis dan non farmakologis,selain i tu dukungan keluarga juga sangatdibutuhkan untuk resosialisasi dan pencegahanrelaps(Vijay, 2005). Dukungan sosial merupakancara keluarga untuk menghadaPI penderi taskizofrenia remisi sempurna sehingga tidak terjadirelaps. Selain i tu dukungan keluarga jugamerupakan respons positif, afektif, persepsi danrespons perilaku yang digunakanoleh keluargauntuk memecahkan masalah dan mengurangi stressyang diakibatkan oleh penderita skizofrenia remisisempurna. Relaps pada penderita skizofrenia remisisempurna yang berada di tengah keluargamerupakan suatu tanda bahwa keluarga gagaluntuk melakukan dukungan dengan baik.Hal inididukung hasil penelitian Saifullah (2005) di BadanPelayanan Kesehatan Jiwa Nangroe AcehDarussalam, dimana penerimaan yang tidak baikdari keluarga dapat meningkatkan resiko relapssebesar 4,28 kali dibandingkan dengan penerimaanyang baik dari keluarga.

Penanganan penderita skizofrenia yang adadi wilayah kerja Puskesmas Mantup Lamongan lebihbanyak dilakukan oleh keluarga, oleh karena itukeluarga harus memiliki dukungan yang baik padapasien setelah remisi dari rumah sakit, sehinggarelaps bisa dikendalikan atau dicegah. Agar keluargamampu memberikan perawatan yang dibutuhkanmaka penting bagi keluarga untuk memberikandukungan sosial kepada pasien, serta melakukankonsultasi dengan dokter maupun petugasPuskesmas yang kompeten untuk mengelolapenderita skizofrenia.

Metode PenelitianDalam penelitian ini menggunakan desain

penelitian Deskriptif Analitik dengan pendekatan CrossSectional. Dalam penelitian ini yang akan menjadipopulasi adalah seluruh penderita skizofrenia diwilayah kerja Puskesmas Mantup Lamongan sejumlah28 orang.Teknik pengambilan sampel dalam penelitianini menggunakan simple random sampling . Besarsampel 26 responden.

Dalam penelitian ini yang digunakan sebagaivariabel dependen adalah kejadian relaps, dan variabelindependen adalah dukungan keluarga.

Hasil PenelitianTabel 1. Distribusi Usia Responden

No Usia Jml Prosentase

1 < 30 6 23,1

2 31 - 40 10 38,5

3 41 - 50 8 30,8

4 > 50 2 7,7

Total 26 100.0

Ditinjau dari usia responden proporsi terbesarberusia antara 31 – 40 tahun yaitu sebanyak 10

orang atau 38,5%.

Tabel 2. Distribusi jenis Kelamin Responden

No JK Jml Prosentase

1 LAKI-LAKI 14 53,8

2 PEREMPUAN 12 46,2

Total 26 100.0

Ditinjau dari jenis kelamin responden, proporsiterbesar adalah laki-laki yaitu sebanyak 14 orang

atau 53,8%.

Tabel 3. Distribusi Lama Responden menderitaSkizofrenia

No. Lama Jml Prosentase

1 < 1 4 15,4

2 > 1 22 84,6

Total 26 100,0

Ditinjau dari Lama Skizofrenia responden yangmemiliki proporsi terbesar adalah di atas 1 tahun

yaitu sebanyak 22 orang atau 84,6%.

12

Page 17: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Gambar 4. Diagram Pie Distribusi DukunganKeluarga di Puskesmas MantupKabupaten Lamongan

Berdasarkan data tersebut diketahuidukungan keluarga pada penderita skizofrenia diwilayah kerja Puskesmas Mantup Lamongan sebagianbesar tergolong cukup 18 responden (69%.).

Gambar 5. Diagram Pie Distribusi Relaps penderitaskizofrenia di Puskesmas MantupKabupaten Lamongan.

Berdasarkan data tersebut Relaps padapenderita skizofrenia di Puskesmas MantupKabupaten Lamongan, hampir separohnya (42%) atau11 responden yaitu antara 1 – 2 kali dalam 1 tahun.

Tabel 6. Tabulasi Silang Dukungan keluarga DenganRelaps pada penderita skizofrenia

Relaps

Dukungan TidakSedang Tinggi

Jumlah

Pernah

Kurang0 1 1 2

0 3.8 3.8 7.7

Sedang1 9 8 18

3.8 34.6 30.8 69.2

Baik4 1 1 6

15.4 3.8 3.8 23.1

Jumlah5 11 10 26

19.2 42.3 38.5 100

Dari tabel 6 dapat disebutkan dari 26 responden yang memilikifrekuensi paling banyak adalah responden yang mendapatdukungan keluarga cukup dengan tingkat Relaps yangtergolong sedang yaitu sebanyak 9 responden (34,6%).

Dar i has i l anal isa data denganmenggunakan uji korelasi Spearman Rho denganderajat kemaknaan a < 0,05, didapatkan hasil = -0,448 dengan p = 0,022 (p < 0,05), Ho ditolakberarti ada hubungan negatif dukungan keluargadengan Relaps pada penderita skizofrenia diPuskesmas Mantup Kabupaten Lamongan.Sumbangan dukungan keluarga terhadap Relapspada penderita skizofrenia (r2) sebesar 0,201 atausebesar 20,1%.

PembahasanBerdasarkan hasil penelitian ini diketahui

bahwa dukungan keluarga pada pender i taskizofrenia di wilayah kerja Puskesmas MantupLamongan sebagian besar tergolong cukup yaitusebanyak 18 orang atau 69%.

Menurut Sarwono (2003) dukunganadalah suatu upaya yang diberikan kepada oranglain, baik moril maupun materil untuk memotivasiorang tersebut dalam melaksanakan kegiatan.Menurut Santoso (2001) dukungan yaitu suatuusaha untuk menyokong sesuatu atau suatu dayaupaya untuk membawa sesuatu. Dukungankeluarga yaitu sebagai informasi verbal atau nonverbal, saran, bantuan, yang nyata atau tingkahlaku yang diberikan oleh orang-orang yang akrabdengan subyek di dalam lingkungannya atauberupa kehadi ran dan hal -hal yang dapatmember ikan keuntungan emosional atauberpengaruh pada tingkah laku penerimanya.Dalam hal ini orang merasa memperoleh dukungansecara emosional merasa lega karenadiperhatikan, mendapat saran atau kesan yangmenyenangkan pada dirinya (Zainuddin, 2002).

Adanya dukungan keluarga yangtergolong cukup diharapkan penderita skizofreniadi wilayah kerja Puskesmas Mantup Lamonganmendapatkan perhatian dan dukungan dari pihakkeluarga sehingga dapat merasa nyaman danaman. Dukungan keluarga dapat dalam bentuk :1. Dukungan Emosional yaitu memberikan

pasien perasaan nyaman, merasa dicintaimeskipun saat mengalami suatu masalah.Bantuan yang diber ikan dalam bentuksemangat, empati, rasa percaya, perhatiansehingga individu yang menerimanya merasaberharga.

2. Dukungan Informasi ya i tu mel iput ikomunikasi, tanggung jawab bersama danmember ikan solus i tentang masalah,memberikan nasehat, pengarahan dan saranatau umpan balik yang dilakukan pasien.

13

Page 18: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

3. Dukungan nyata yaitu dukungan jasmaniahberupa pelayanan bantuan finansial danmateri

4. Dukungan pengharapan yaitu dorongan,mot ivas i , penghiburan dan menjadipendengar yang baik tentang masalah yangdihadapi pasien.

Dengan diberikannya dukungan tersebutmaka pasien akan merasa mendapatkan perhatiansehingga membuat dirinya merasa berarti dan merasamasih bagian dari keluarga. Hampir separohnya (42%)atau 11 orang mengalami relaps dalam kategori sedangyaitu antara 1 – 2 kali dalam 1 tahun.

Relaps atau kambuh merupakan kondisidimana pasien kembali menunjukkan gejala-gejalaskizofrenia setelah remisi dari rumah sakit. Penderitayang mengalami relaps diikuti oleh pemburukan sosiallebih lanjut pada fungsi dasar pasien. Peningkatanangka relaps/kekambuhan berhubungan secarabermakna dengan emosi yang berlebihan dilingkunganrumah, terutama di dalam keluarga yang tidak harmonis,ketidaktahuan keluarga dalam menghadapi penderitadan juga pengobatan yang tidak adekuat yangdilakukan oleh keluarga terhadap penderita (Kaplan,2010; Tomb, 2004).

Jika diperhatikan angka kekambuhanpenderita skizofrenia di Puskesmas MantupKabupaten Lamongan antara 1 – 2 kali dalam 1 tahun,menunjukkan bahwa secara emosional faktor pencetusdari lingkungan dapat ditekan sehingga penderita tidakterlalu sering mengalami relaps.

Berdasarkan uji korelasi Spearman Rhodidapatkan hasil = -0,448 dengan signifikansi 0,022 (p< 0,05), berarti ada hubungan negatif yang signifikanantara dukungan keluarga dengan Relaps padapenderita skizofrenia di Puskesmas MantupKabupaten Lamongan. Hubungan negatif tersebutberarti bahwa jika dukungan keluarga yang diberikansemakin tinggi maka intensitas terjadinya relap semakinkecil, tetapi semakin kecil dukungan yang diberikanoleh keluarga maka kemungkinan terjadinya relaps akansemakin tinggi. Sumbangan dukungan keluargaterhadap Relaps pada penderita skizofrenia (r2) sebesar0,201 atau sebesar 20,1%.

Pasca perawatan, biasanya penderita akandikembalikan pada lingkungan keluarga. Penerimaankembali oleh keluarga sangat besar artinya dalammendukung kesembuhan pasien skizofrenia. Untukkeberhasilan suatu pengobatan yang diberikan kepadapasien, tidak hanya mengandalkan kemampuanseorang tenaga medis dalam menentukan diagnosisdan memberikan obat yang tepat tetapi juga harusmemperhatikan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi

kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan, diantaranya adalah kondisi pasien itu sendiri danpengaruh lingkungan sekitar khususnya dukungankeluarga (Gamayanti, 2002).

Salah satu pencegahan relaps pada penderitaskizofrenia adalah terapi yang berorientasi keluargasangat berguna dalam pengobatan skizofrenia, karenaseringkali pasien dipulangkan dalam keadaan remisiparsial. Ahli terapi harus membantu keluarga danpenderita mengerti skizofrenia, episode psikotik danperistiwa-peristiwa yang menyebabkan episodetersebut. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwaterapi keluarga sangat efektif dalam menurunkanrelaps. Demikian juga dengan pendapat Chandra yangmengatakan bahwa penderita skizofrenia memerlukanperhatian dan empati dari keluarga, itu sebabnyakeluarga perlu menghindari sikap Expressed Emotion(EE) atau reaksi berlebihan terhadap penderita(Kaplan, 2010).

Terapi psikososial ini dimaksudkan agarpenderita mampu beradaptasi kembali denganlingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mandiridan tidak tergantung pada orang lain sehingga tidakmenjadi beban bagi keluarga. Sebaiknya penderitaselama menjalani terapi psikososial masih tetapmengkonsumsi psikofarmaka dan diupayakan untuktidak menyendiri, tidak melamun dan harus melakukankesibukan (Kaplan, 2010; Hawari, 2007; Chandra, 2005).

Dengan dukungan keluarga yang tergolongcukup ini maka terapi keluarga ataupun psikososial iniakan berjalan dengan baik sehingga mampu menekanterjadinya relaps pada penderita penderita skizofrenia.Jadi hasil kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwaada hubungan antara dukungan keluarga denganRelaps pada penderita skizofrenia di PuskesmasMantup Kabupaten Lamongan.

KesimpulanKeluarga cukup memberi dukungan pada

penderita skizofrenia di wilayah kerja PuskesmasMantup Lamongan sebagian besar tergolong cukupsehingga penderita skizofrenia di Puskesmas MantupKabupaten Lamongan dalam kategori sedang yaituantara 1 – 2 kali dalam 1 tahun dengan hubungannegatif yang signifikan antara dukungan keluargadengan Relaps pada penderita skizofrenia diPuskesmas Mantup Kabupaten Lamongan, artinya jikadukungan keluarga yang diberikan kepada penderitaskizofrenia semakin tinggi maka intensitas terjadinyarelap semakin kecil. Selain itu, keluarga juga perlumengetahui informasi tentang penderita skizofreniasehingga apabila kambuh segera membawa ke tempatpelayanan kesehatan.

14

Page 19: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

KepustakaanHidayatullah.2009. Perawatan Skizoprenia. Http/

www.hidayatullah.com, diakses 6 Maret 2009

Irmansyah, 2005. Faktor Genetika pada Skizofrenia.http://www.schizophrenia.web.id.

Notoatmodjo Soekidjo, 2008, Metodologi Penelitian,Jakarta, PT Rineka Cipta

Simanjuntak,2008. Penanganan Penderita SkizofreniaSecara Holistik di Badan Pelayanan KesehatanJiwa Nangroe Aceh Darussalam. Tesis. PPs USU.Medan.

Vijay, Chandra, 2005. Cara Pencegahan dan PengobatanGangguan Jiwa. http://www.BaliPost.co.id. 3Agustus 2005. Diakses 20 Juli 2011

Zainudin,2002. Konsultasi dan Integrasi PelayananPsikiatri:Membunuh Keluarga Sendiri, http://www.suaramerdeka.com.

15

Page 20: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

PENINGKA TAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN PEMBERIAN STIMULASIBERMAIN SOSIALISASI P ADA MURID SDLBN/C1 (IMBESIL SEDANG) USIA

SEKOLAH (6 – 12 TAHUN) DI KABUP ATEN TUBAN JAWA TIMUR

NOVIA DWI ASTUTI

ABSTRACTMild Mental Retardation (C1/Mild Imbesil) with IQ 35 – 50 has disorder in social interaction so it is

needed to stimulation to minimize that disorder. Social interaction namely social and communication contactfor the student in SDLBN Tuban with category C1 shows 90% has difficulty. Stimulation playing likes snakeladderhas aim to role play to show social and communication contact.

The desain of the research is Eksperimen with Pre Experiment (One group pra-test post-test). Thepopulation is the student of SDLBN/C1 (mild Imbesil) age (6-12 years old) in Tuban regency amount 21 studentsbecome all sample population. The taking method of sample is simple random sampling, gotten treatment groupamount 10 children and control group amount 11 children. Data analize using wilxocon test with StatisticalPackages for Social Science (SPSS) for windows 12.0 versionwith strength degree a = 0,05.

Before doing the research gotten 50% respondent have severe and medium social damage interactionin trestment group and control group. After giving game stimulation snakeladder is 62,5% have medium socialdamage interaction and even there are several show mild and normal social damage interaction. By wilcoxontest and degree of trust 0,05% is gotten significant amount 0,011, it’s means result <0,05% so Ho is rejected.

Necessary to have team work between teacher and parents in evaluating child development level andmore game modification especially for increasing social personal, soft motoric and language. Not only playsnakeladder but also need to increase social interaction stimulation through halma game, monopoli and role play.

Key word : mental retardation, imbesil, social interaction, stimulation, snakeladder

ABSTRAKRetardasi Mental Ringan (C1/Mild Imbesil) dengan IQ 35 - 50 mengalami gangguan dalam interaksi

sosial sehingga diperlukan rangsangan untuk meminimalkan gangguan itu. Interaksi sosial yaitu sosial dankomunikasi kontak untuk mahasiswa di SDLBN Tuban dengan kategori C1 menunjukkan 90% mengalamikesulitan. Stimulasi snakeladder suka bermain bertujuan untuk bermain peran untuk menunjukkan kontaksosial dan komunikasi.

The desain penelitian ini dengan Eksperimen Percobaan Pre (Satu kelompok pra-test post-test). Populasiadalah mahasiswa SDLBN/C1 (Imbesil ringan) usia (6-12 tahun) sebesar Kabupaten Tuban 21 siswa menjadisemua populasi sampel. Metode pengambilan sampel adalah simple random sampling, jumlah kelompok perlakuanmendapatkan 10 anak dan kontrol jumlah kelompok 11 anak. Data dianalisa menggunakan uji wilxocon denganPaket Statistik untuk Ilmu Sosial (SPSS) untuk gelar jendela 12,0 kekuatan versionwith a = 0,05.

Sebelum melakukan penelitian responden 50% sudah memiliki interaksi kerusakan parah dan mediasosial dalam kelompok trestment dan kelompok kontrol. Setelah memberikan snakeladder permainan stimulasiadalah 62,5% memiliki interaksi kerusakan media sosial dan bahkan ada beberapa acara ringan dan interaksisosial kerusakan normal. Dengan uji wilcoxon dan tingkat kepercayaan 0,05% didapatkan jumlah yangsignifikan 0,011, itu berarti hasil <0,05% sehingga Ho ditolak.

Diperlukan untuk memiliki team work antara guru dan orang tua dalam mengevaluasi tingkatperkembangan anak dan lebih modifikasi permainan terutama untuk meningkatkan motorik sosial pribadi,lembut dan bahasa. Tidak hanya bermain snakeladder tetapi juga perlu meningkatkan rangsangan interaksisosial melalui permainan halma, monopoli, dan role play.

Kata kunci: keterbelakangan mental, imbesil, interaksi sosial, stimulasi, snakeladder

PendahuluanRetardasi mental disebut juga oligofrenia

(oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atautuna mental (Maramis, 2005). Stimulasi sangat pentingbagi perkembangan anak terutama bagi anak dengan

retardasi mental. Orang tua hendaknya menyadaripentingnya memberikan stimulasi bagi perkembangananak yang terdiri dari perkembangan motorik kasar,motorik halus, personal sosial/interaksi sosial dan

16

Page 21: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

bahasa (Nursalam dkk, 2005). Pada anak denganimbesil sedang dengan IQ 35 – 50 mengalamigangguan pada interaksi sosial (Maramis, 2005). Padaperkembangan personal-sosial anak retardasi mentalperlu mendapatkan stimulus secara terus-menerusdengan harapan kemampuan anak akan semakinmeningkat dan pemberian stimulus tersebut dapatdilakukan dengan latihan dan bermain (Wong,Donna, 2003).

Diperkirakan bahwa di Negara Indonesia 1 –3% dari jumlah penduduk menderita retardasi mental.Tuna Grahita pada SDLBN Tuban dibagi menjadi 3kategori yaitu kategori C (retardasi sedang/mampudidik/debil) sebanyak 12 murid (38%), kategori C1(retardasi mental sedang/mampu latih/imbesil sedang)sebanyak 21 murid (62%) sedangkan kategori ketigaadalah idiot (mampu rawat) sebanyak 0% (data SDLBNTuban tahun 2011). Menurut hasil wawancara denganguru SDLBN Tuban didapatkan bahwa kategori C1(imbesil sedang) interaksi anak yang berupakomunikasi dan kontak sosial antara teman dangurunya menunjukan 90% mengalami kesulitan/gangguan. Bila interaksi sosial pada anak usia sekolahtidak dapat diatasi maka akan menimbulkan gangguanperkembangan khususnya pada perkembanganpersonal sosial, sehingga anak akan menjadi anak yangterisolasi dan tidak mampu beradaptasi denganlingkungannya (Wong, 2005).

Stimulasi merupakan bagian dari kebutuhan dasaranak yaitu asah. Dengan mengasah kemampuan anaksecara terus-menerus, kemampuan anak akan semakinmeningkat. Pemberian stimulasi dapat dilakukan denganlatihan dan bermain. Menurut penelitian yang dilakukanoleh Crick dan Dodge tahun 1994 disebutkan bahwaketerampilan pengolahan sosial-kognitif anak-anakdengan Retardasi Mental dengan fokus persepsi sosialdan generasi strategi, yang telah ditemukan sangatpenting untuk memenuhi tantangan kelas sosial.

Proses adaptasi interaksi sosial merupakan kuncisukses dalam menangani anak dengan retardasi mental,salah satu cara dalam meningkatkan interaksi sosialtersebut dengan pemberian stimulusi bermain ulartangga. Berdasarkan dari permasalahan di atas, penelititertarik untuk mengambil topik “Pengaruh Stimulasibermain : ular tangga Terhadap Peningkatan InteraksiSosial pada Penderita Retardasi Mental Sedang(Imbesil Sedang)”.

Metode PenelitianDalam penelitian ini desain penelitian Quasy

Eksperimen Design (Eksperimen Semu) denganrancangan Equivalent Time Sampel Design. Populasiadalah murid SDLBN/C1 Usia Sekolah (6 – 12 tahun)Kabupaten Tuban yang berjumlah 21 anak.

4.2.2 SampelPada penelitian ini yang menjadi sampel

adalah murid SDLBN/C1 Usia Sekolah (6–12 tahun)Kabupaten Tuban dengan kriteria inklusi.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umumsubyek penelitain untuk mengurangi bias hasilpenelitian. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1. Anak usia 6-12 tahun dengan Kategori C12. Tidak mengalami autisme dan ADHD yang

didiagnosa oleh dr. spesialis atau psikiater3. Tidak cacat fisik (bisu tuli)4. Mengalami interaksi sosial kurang5. Orang tua bersedia anaknya menjadi

responden.4.2.3 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitungdengan menggunakan rumus dari Fedderer sebagaiberikut :

n = N . 0,05.N = 20

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 20responden murid SDLBN/C1.

4.2.4 SamplingMetode pengambilan sampel pada penelitian

ini adalah total sampling

4.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional4.3.3 Identifikasi Variabel

1. Variabel IndependenVariabel independen adalah variabel yang

nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2003).Variabel independen dalam penelitian ini adalahStimulasi Bermain : Ular Tangga.

2. Variabel DependenVariabel dalam penelitian ini adalah Peningkatan

Interaksi Sosial pada Murid SDLBN/C1 Usia Sekolah (6-12 tahun).

4.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data4.5.1 Instrumen Insrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalahThe Persuasive Developmental Disorders AssessmentScale untuk mengukur kerusakan interaksi sosial.4.5.2 Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SDLBN/C1Kabupaten Tuban. Waktu penelitian dimulai bulanApril – Mei 2011.4.5.3 Prosedur

Pengumpulan data adalah suatu prosespendekatan kepada subyek dan proses pengumpulankarakteristik subyek yang diperlukan dalam suatupenelitian (Nursalam, 2003). Pengumpulan datadalam penelitian ini melalui prosedur : Pengajuan

17

Page 22: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

surat ijin penelitian kepada KesbangPolinmasKabupaten Tuban, Pengajuan surat ijin penelitiankepada Kepala Sekolah SDLB Kabupaten Tuban,Pengajuan surat ijin ke Dinas Pendidikan KabupatenTuban, Pengajuan lembar persetujuan untukmenjadi responden kepada keluarga responden,Responden dibagi menjadi 2 kelompok, kelompokpertama menjadi kelompok kontrol, sedang kelompokkedua menjadi kelompok perlakuan. Kemudiansebelum dilakukan perlakuan keduanya diobservasidengan Persuasive Developmental DisordersAssessment Scale, yang melaksanakan adalah guruSDLBN/C1, Melakukan observasi denganPersuasive Developmental Disorders AssessmentScale setelah diberi stimulasi bermain : ular tanggayang melaksanakan adalah guru SDLBN/C1 padakelompok kedua.4.5.4 . Validitas Skala

Alat ukur yang digunakan adalah ThePersuasive Developmental Disorders Assessment Scaleyang merupakan instrumen standar (gold standard).4.5.5 Reliabilitas Skala

Reliabilitas alat ukur penelitian ini akan diujijika The Persuasive Developmental DisordersAssessment Scale diterjemahkan ke bahasa Indonesia,maka uji reliabilitas menggunakan teknik uji reliabilitasyang dikembangkan oleh Cronbach yang disebutdengan teknik Alpha Cronbach.4.5.6 Pengolahan Data dan Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dengan tabulasidata, sesuai dengan tujuan penelitian khususnya,karakteristik responden dan data yang berkaitan denganvariabel Dependen yaitu Interaksi Sosial pada muridSDLBN/C1 Usia Sekolah dengan analisa crosstable.

4.6 Etik Penelitian4.6.1 Lembar persetujuan menjadi responden

Responden / keluarga ditetapkan setelahterlebih dahulu mendapatkan penjelasan tentangkegiatan penelitian, tujuan penelitian, dampak bagiinstitusi pendidikan dan SDLB, serta setelah respondenmenyatakan setuju untuk dijadikan responden secaratertulis melalui lembar persetujuan. Calon responden /keluarga yang tidak menyetujui untuk dijadikanresponden tidak akan dipaksa.4.6.2 Anonimity (tanpa nama)

Seluruh responden yang dijadikan dalamsampel penelitian tidak akan disebutkan namanyadalam penyajian pelaporan penelitian.4.6.3 Confidentiality (kerahasiaan)

Responden yang dijadikan sampel dalampenelitian akan dirahasiakan identitas spesifiknya(nama, gambar/foto, ciri-ciri fisik) dan hanya informasitertentu saja yang ditampilkan.

4.7 Keterbatasan4.7.1 Penilaian / observasi yang dilakukan penelitiyang mungkin bisa dipengaruhi subyektifitas4.7.2 Penelitian hanya dilakukan di SDLBN/C1Kabupaten Tuban, sehingga kurang memenuhi syaratuntuk digeneralisasikan.4.7.3. Waktu penelitian relatif singkat sehinggastimulasi yang diberikan tidak dapat merubah prilakuanak.

.

Hasil PenelitianTabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat

Kehamilan Prenatal (Ante Natal Care) PadaMurid SDLBN/C1 (Imbesil Sedang)UsiaSekolah (6-12 tahun) di Kabupaten TubanJawa Timur Pada Bulan April 2011

Riwayat KehamilanPrenatal PerlakuanKontrol(Ante Natal Care) n % n %

Melakukan ANCtiap bulan 2 20 4 36,4

Tidak pernahmelakukan ANC 8 80 7 63,6

Jumlah 10 100 11 100

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwamayoritas riwayat kehamilan prenatal (ANC) kelompokperlakuan dan kontrol tidak pernah melakukan ANCsaat kehamilan responden.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan RiwayatPost Natal Pada Murid SDLBN/C1 (ImbesilSedang)Usia Sekolah (6-12 tahun) diKabupaten Tuban Jawa Timur Pada BulanApril 2011

Riwayat Post Natal Perlakuan Kontrol

n % n %

Sering kejang demam6 60 6 54,5Pernah didiagnosainfeksi pada otak 1 10 3 27,3Tidak pernah sakittetapi mengalami 3 30 2 18,2gangguan pertum-buhan dan perkemb. Jumlah 10 100 11 100

18

Page 23: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwamayoritas riwayat post natal pada kelompok perlakuandan kontrol memiliki riwayat penyakit sering kejangdan demam

Tabel 3.Distribusi Responden Berdasarkan kerusakanInteraksi Sosial Sebelum Perlakuan PadaMurid SDLBN/C1 (Imbesil Sedang)UsiaSekolah (6-12 tahun) di Kabupaten TubanJawa Timur Pada Bulan April 2011

Identifikasi KerusakanInteraksi Sosial Perlakuan Kontrol

Sebelum Perlakuan n % n %

Kerusakan Interaksi Sosial Berat 7 70 7 63,6Kerusakan InteraksiSosial Sedang 3 30 3 27,3Kerusakan InteraksiSosial Ringan 0 0 1 9,1Interaksi Sosial Normal 0 0 0 0Jumlah 10 100 11 100

Berdasarkan tabel 3. menunjukkan bahwamayoritas responden pada kelompok perlakuan dankontrol mempunyai kerusakan interaksi sosial berat.

Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan InteraksiSosial Setelah Perlakuan Pada MuridSDLBN/C1 (Imbesil Sedang)Usia Sekolah (6-12 tahun) di Kabupaten Tuban Jawa TimurPada Bulan April 2011

Identifikasi Kerusakan KelompokInteraksi Sosial Perlakuan Kontrol

Setelah Perlakuan n % n %

Kerusakan InteraksiSosial Berat 2 20 8 72,7Kerusakan InteraksiSosial Sedang 5 50 3 27,3Kerusakan InteraksiSosial Ringan 2 20 0 0Interaksi Sosial Normal 1 10 0 0Jumlah 10 100 11 100

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwamayoritas responden pada kelompok perlakuanmempunyai kerusakan interaksi sosial sedang dankelompok kontrol memiliki kerusakan interaksi sosialberat.

Tabel 5. Tabulasi Silang Antara Interaksi Sosial Sebelumdan Setelah Perlakuan Pada Murid SDLBN/C1(Imbesil Sedang)Usia Sekolah (6-12 tahun) diKabupaten Tuban Jawa Timur Pada BulanApril 2011

Identifikasi KerusakanInteraksi Sosial Perlakuan Kontrol

Sebelum dan SesudahPerlakuan Pre Post Pre Post

n % n % n % n %

Kerusakan Interaksi Sosial Berat 7 70 2 20 7 63,6 8 72,7Kerusakan InteraksiSosial Sedang3 30 5 50 3 27,3 3 27,3Kerusakan InteraksiSosial Sedang0 0 2 20 1 9,1 0 0Interaksi SosialNormal 0 0 1 10 0 0 0 0Jumlah 10 100 10 100 11 100 11 100

Uji Wilcoxon p : 0,011

Analisis Pengaruh Stimulasi Ular TanggaTerhadap Interaksi Sosial Pada Murid SDLBN/C1(Imbesil Sedang)Usia Sekolah (6-12 tahun) diKabupaten Tuban Jawa Timur Pada Bulan April 2011.Sebelum diberi perlakuan dan setelah diberikanperlakuan sebanyak 8 kali didapatkan hasil signifikanmelalui uji wilcoxon. Dengan uji wilcoxon dan tingkatkepercayaan 0,05% didapatkan signifikan sebesar 0,011yang artinya bahwa hasil p : 0,011 dimana <0,05% makaHo ditolak dalam artian terdapat pengaruh stimulasi :ular tangga terhadap peningkatan interaksi sosial padamurid SDLB/C1 (Imbesil Sedang) Usia Sekolah (6-12tahun) di Kabupaten Tuban Jawa Timur.

PembahasanInteraksi sosial pada responden baik

perlakuan maupun kontrol pada murid SDLB/C1(imbesil sedang) mempunyai kerusakan interaksi berat.Pada responden kelompok perlakuan yangmenunjukkan kerusakan interaksi sosial berat padaresponden no 1, 3, 6, 7, 8, 9, 10 dimana mereka tidakmampu melaksanakan kontak sosial dan komunikasidengan baik. Sedangkan pada kelompok kontrol yangmenunjukkan kerusakan interaksi sosial berat padaresponden 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9 dan 11. ,

Teori yang dikemukakan oleh Maramis tahun2005 bahwa Retardasi mental sedang atau imbesildibedakan menjadi imbesil sedang, sedang, berat dansangat berat. Pada imbesil sedang dengan IQ 35-50anak dapat mengenal bahaya, tidak dapat mencari

19

Page 24: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

nafkah, dan terdapat ganggguan interaksi sosial.Sehingga kemampuan dalam interaksi sosial yangmeliputi kontak sosial dan komunikasi perlu adanyastimulasi atau perangsangan yang diberikan untukmerubah prilaku anak menjadi lebih baik.

Menurut PPDGJ-III penyebab retardasimental adalah akibat infeksi dan/atau intoxikasi, akibatrudapaksa dan/atau sebab fisik lain, akibat gangguanmetabolism, pertumbuhan atau gizi, akibat penyakitotak yang nyata (postnatal), akibat penyakit/pengaruhprenatal yang tidak jelas, akibat kelainan kromosoma,akibat prematuritas, akibat gangguan jiwa yang berat,akibat deprivasi psikososial (Maramis, 2005).

Responden mempunyai rata-rata IQ antara 35– 45, dimana anak tidak mampu melaksanakanketrampilan dalam kontak sosial yang terdiri dari tidakmampunyai bekerjasama antar teman dengan baik,tidak konsisten saat atau belajar dan bermain dengangurunya, selalu melakukan kegiatan dengan emosi,tergantung dalam melaksanakan kegiatan,melaksanakan kegiatan dari awal sampai akhir jikadipantau dan diawasi tetapi terkadang menyukaikegiatan yang sedang dilakukan temannya, terkadangberhubungan baik dengan teman atau anggotakelompoknya walaupun terkadang bermusuhan. Selainkontak sosial, dalam melakukan interaksi sosialdibutuhkan komunikasi. Responden mayoritasberbicara tidak fokus, tidak melakukan kontak matapada saat bicara, sebagian tidak melaksanakan tugasdengan urut dan tidak menunjukan respon verbalsesuai dengan apa yang dihadapinya, sering kacaudalam berhitung 1-6, kurang mampu membacawalaupun hanya satu kata petunjuk dalam pelajaranatau permainan dan kurang bicara dengan teman atauguru pada saat akan memulai dan mengakhiri kegiatan.

Orang tua responden mayoritas mempunyairiwayat kehamilan tidak pernah melakukan ANC saatkehamilannya sehingga pada saat mengandung anakmereka tidak ada kontroling pada pertumbuhan danperkembangan anak yang mereka kandung padatrimester 1 sampai dengan trimester III. Sebagian orangtua pada saat mengandung responden seringmengkonsumsi jamu-jamuan yang kemungkinan biasmenyebabkan perubahan kromosom pada embrio,selain itu sebagian orang tua juga mengalami mualmuntah lebih dari trimester 1 dimana yang seharusnyamual muntah tersebut ada pada trimester 1 saja, dansebagian kecil orang tua saat mengandung respondenmengalami sakit selama masa kehamilan misalnya flu,herpes sehingga dapat mempengaruhi daya tahantubuh orang tua sehingga virus tersebut dapat menularpada embrio lewat plasenta. Responden terbanyakdilahirkan secara spontan walaupun ada yang lahirsecara vakum. Lahir secara vakum bisa menyebabkan

trauma pada otak sehingga dapat mempengaruhitumbhuh kembang anak pada masa pertumbuhan danperkembangan. Sebagian responden dilahirkan secarapremature sehingga terdapat organ – organ tubuhyang kurang maksimal pertumbuhannya sehinggadapat mempengaruhi proses perkembangan anak.Mayoritas responden juga mempunyai riwayat kejangdemam pada saat proses tumbuh kembangnya dan adapula yang mengalami meningitis. Hal inilah yang dapatmenyebabkan proses tumbuh kembang anakmengalami keterlambatan.

Penelitian yang dilakukan pada kelompokperlakuan murid SDLBN Tuban selama 8 kalididapatkan adanya peningkatan interaksi sosial darikerusakan interaksi sosial berat menjadi interaksi sosialsedang dan bahkan ada yang kerusakan interaksi sosialsedang maupun normal. Pada responden no 1, 3, 6, 8dan 9 mengalami perubahan kerusakan interaksi sosialberat menjadi sedang. Pada reponden no 2 dan 4mengalami perubahan kerusakan interaksi sosialsedang menjadi sedang. Pada responden no 5mengalami perubahan dua tingkat yaitu dari kerusakaninteraksi sosial sedang menjadi interaksi sosial normaltetapi pada responden no 7 dan 10 tidak mengalamiperubahan yaitu tetap pada kerusakan interaksi sosialberat.

Wolly and Wong tahun 2005 menyatakanbahwa perkembangan anak dengan kemampuan dalaminteraksi sosial yang meliputi kontak sosial dankomunikasi kurang maka diperlukan adanya stimulasiatau perangsangan yang diberikan untuk merubahprilaku anak menjadi lebih baik. Salah satu stimulasiyang dapat diberikan kepada anak dapat melaluipermainan. Hal ini juga diperkuat oleh yuyun, 2010dengan pernyataannya bahwa interaksi sosial dapatdicapai melalui suatu permainan, diantaranyapermainan untuk meningkatkan motorik halus, motorikkasar, personal sosial dan bahasa.

Soetjiningsih, 1995 menyebutkan bahwastimulasi adalah perangsangan yang datangnya darilingkungan di luar individu anak. Anak yang lebihbanyak mendapat stimulasi cenderung lebih cepatberkembang. Stimulasi juga berfungsi sebagai penguat(reinforcement). Memberikan stimulasi yang berulangdan terus-menerus pada setiap aspek perkembangananak berarti telah memberikan kesempatan pada anakuntuk tumbuh dan berkembang secara optimal(Nursalam, dkk, 2005). Sedangkan bermain itu sendirimerupakan suatu aktivitas dimana anak dapatmelakukan atau mempraktekkan ketrampilan,memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadikreatif, mempersiapkan diri untuk berperan danberprilaku dewasa. Sebagai suatu aktifitas yangmemberikan stimulasi dalam kemampuan ketrampilan,

20

Page 25: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

kognitif, dan afektif maka sepatutnya diperlukan suatubimbingan, mengingat bermain bagi anak merupakansuatu kebutuhan bagi dirinya sebagaimana kebutuhanlainnya seperti kebutuhan makan, kebutuhan rasaaman, kebutuhan kasih sayang, dan lain-lain (Aziz, A,2005).

Peningkatan interaksi sosial denganpemberian stimulasi : ular tangga pada respondenperlakuan mengalami peningkatan interaksi sosial padapemberian 8 kali, hal ini disebabkan responden mulaimemahami cara permainan, beradaptasi bermain secarakelompok dan saling memahami karakter temansepermainannya. Tetapi berbeda dengan 2 respondendidapatkan tidak ada perubahan positif terhadapinteraksi sosial setelah diberikan stimulasi : ular tanggawalaupun sudah diberikan sebanyak 8 kali. Hal inikemungkinan disebabkan oleh riwayat kesehatan padake dua responden yaitu pernah didiagnosis meningitispada usia 2 tahun dan seringnya menderita kejang-kejang sampai usia 5 tahun. Kejang demam dapatmenyebabkan perubahan elektron pada otak sehinggaperkembangan anak mengalami keterlambatan, begitupula dengan meningitis, jika otak mengalami infeksimaka terjadi ganguan perkembangan seluruhnyamengingat otak merupakan pusat koordinasi seluruhoragan tubuh. Oleh karenanya dibutuhkan kesabarandan waktu yang lebih lama untuk pemberian stimulasidalam meningkatkan interaksi sosialnya padarsponden tersebut. Tidak hanya kemampuan menerimastimulasi tersebut ada pada individu responden tetapidari luar individu juga sangat penting. Penerimaanstimulasi yang diberikan oleh lingkungan di luarresponden, jika dilakukan terus menerus dapatmeminimalkan kerusakan interaksi social. Diperlukanketerlibatan guru pengajar dan orang tua. Gurupengajar SDLBN tersebut mayoritas lulusan D1 danD2 PGLB dan mayoritas pendidikan orang tua adalahSMP. Pendidikan seseorang dapat mempengaruhipemberian stimulasi dalam peningkatan interaksi sosialpada responden. Peningkatkan interaksi sosial padamurid SDLBN Tuban sudah diupayakan untukditingkatkan yaitu dengan memberikan mata pelajaranpendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan serta matapelajaran seni budaya dan ketrampilan yang mengacupada kurikulum Tuna Grahita Sedang 2006 yangditerbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional,namun hali tersebut tidak membuahkan hasil.Sedangkan bentuk permainan yang diberikan padamurid SDLBN untuk meningkatkan interaksi sosialsebatas permainan motorik kasar misalnya bermainvolley, bola. Pemberian mata pelajaran pendidikanjasmani, olahraga dan kesehatan dan permainandilaksanakan tiap hari jumat, tetapi guru yangbersangkutan jarang hadir di sekolah dan tidak pernah

melaksanakan kegiatan tersebut baik sebelumpenelitian maupun saat proses penelitian berlangsung.Jika hal tersebut diperhatikan maka dapat meminimalkankerusakan interaksi social pada murid didiknya.

Pada penelitian pemberian stimulasi bermain: ular tangga selama 8 kali didapatkan bahwa pemberianstimulasi tersebut dapat meningkatkan interaksi sosialanak imbesil sedang di SDLBN Tuban. Dengan ujiwilcoxon dan tingkat kepercayaan 0,05% didapatkansignifikan sebesar 0,011 yang artinya bahwa hasil p :0,011 dimana <0,05% maka Ho ditolak dalam artianterdapat pengaruh stimulasi : ular tangga terhadappeningkatan interaksi sosial pada murid SDLB/C1(Imbesil Sedang) Usia Sekolah (6-12 tahun) diKabupaten Tuban Jawa Timur. Dibandingkan dengankelompok kontrol yang hasilnya responden tidakmengalami peningkatan interaksi sosial, makakelompok perlakuan mengalami perubahan yangsignifikan.

Yuyun, 2010 mengatakan bahwa interaksisosial dapat dicapai melalui suatu permainan,diantaranya permainan untuk meningkatkan motorikhalus, motorik kasar, personal sosial dan bahasa melaluipermainan ular tangga, dimana permainan tersebutdapat meningkatkan interaksi sosial yaitu permainantersebut dilakukan oleh lebih dari 2 orang,menunjukkan suatu kebersamaan, saling bicara atausaling komunikasi serta dapat menimbulkankegembiraan, pertikaian dan persaingan untukmemenangkannya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Crickdan Dodge tahun 1994 disebutkan bahwa keterampilanpengolahan sosial-kognitif anak-anak denganRetardasi Mental dengan fokus persepsi sosial dangenerasi strategi, yang telah ditemukan sangat pentinguntuk memenuhi tantangan kelas sosial. Pada prosesini, persepsi sosial, mengacu pada kemampuan individuuntuk menafsirkan atau “membaca” pesan sosial yangrelevan dari orang lain. Hal ini dapat diberikan dalambentuk permainan yang dapat meningkatkan interaksisosial pada anak retardasi mental. Pesan-pesan ini,yang dikenal sebagai isyarat-isyarat sosial, yang terdiridari rangsangan verbal dan nonverbal. Isyarat sosialdapat mencakup tindakan fisik, kata-kata, ekspresiwajah, nada suara, dan bahasa tubuh yangmenceritakan tentang perilaku orang lain, perasaan,dan niat melalui bentuk permainan yang diberikanminimal delapan kali (Lefferd, 2010).

Stimulasi ular tangga yang dilakukan sampai8 kali dimana permainan tersebut dilakukan oleh 5orang, menunjukkan suatu kebersamaan, saling bicaraatau saling komunikasi serta dapat menimbulkankegembiraan, pertikaian dan persaingan, ternyataantara kontak sosial dan komunikasi didapatkan

21

Page 26: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

perkembangan kontak sosial lebih baik dibandingkankomunikasi. Dalam melakukan permainan tersebutmereka masih membutuhkan arahan dan bimbingandalam melaksanakan interaksi sosial. Berbeda dengankelompok kontrol, pada responden 2 sampai 6 dan 9mengalami kerusakan interaksi berat dan bahkan padaresponden 1, 7, 8, 10 dan 11 mengalami penurunaninteraksi sosial dari kerusakan interaksi social sedangmenjadi berat atau dari yang sedang menjadi kerusakanintreaksi sosial sedang. Sehingga memang diperlukanstimulasi dalam peningkatan interaksi social pada anakdengan retardasi mental

Kesimpulan dan saranInteraksi sosial pada murid SDLBN/C1

(imbesil sedang) Usia Sekolah (6-12 tahun) KabupatenTuban sebelum diberikan stimulasi bermain : ulartangga didapatkan mayoritas responden mengalamigangguan interaksi sosial berat baik pada kelompokperlakuan maupun kelompok kontrol. Interaksi sosialpada murid SDLBN/C1 (imbesil sedang) Usia Sekolah(6-12 tahun) Kabupaten Tuban setelah diberikanstimulasi bermain : ular tangga didapatkan mayoritasmengalami gangguan interaksi sosial sedang. Terdapatpengaruh stimulasi bermain : ular tangga terhadappeningkatan interaksi sosial pada murid SDLBN/C1(imbesil sedang) usia sekolah (6-12 tahun) KabupatenTuban dimana terdapat perubahan tingkatan kerusakaninteraksi sosial menuju perbaikan selama diberikanperlakuan sebanyak 8 kali. Perlu adanya kerjasamaantara guru dan orang tua dalam mengevaluasi tingkatperkembangan anak. Pada anak imbesil sedang perludilakukan stimulasi komunikasi yang bisa dilakukandengan mendengarkan musik, pertahanan kontak mata,gerakan dan sentuhan kasih sayang sehingga dalamberinteraksi tidak mengalami hambatan.

KepustakaanAziz, Alimul H (2007), Metode Penelitian Keperawatan

dan Tehnik Analisa Data, Jakarta : Salemba Medika

Aziz, Alimul H (2005), Pengantar Ilmu KeperawatanAnak I, Jakarta : Salemba

Medika

Baihaqi, dkk (2005), Psikiatri (Konsep Dasar danGangguan-Gangguan),

Bandung

Dombeck, Tammi (2010), Mental Retardation : Terapifisik dan Integrasi

Sensorik diakses pada tanggal 5 september 2010

<http/www.psikologizone.com>

Hurlock, Elizabeth B (2009), Perkembangan Anak,Jakarta : PT Gelora Aksara

Pratama

Kuhn.E.David (2004), Hubungan antara perilakusosial dan perilaku makan

dalam masalah individu dengan berat badandalam gangguan diakses pada

14 November 2010 <http/www.goegle.com>

Leffert, James (2010), Memahami Adaptasi SosialPada Anak Dengan Mental

Retardation : Perspektif Sosial Kognitifdiakses pada 22 Juni

2010<http/www.translate.goeglesercontent.com>

Mack, Tood (2000), Stimulasi Sensori KortikalMeningkatkan ekspresi Protein

Keterbelakangan Mental Rapuh X in Vivodiakses pada 1 September 2005

<http/www.pittsburghlive.com>

Maramis, W, F (2005), Ilmu Kedokteran Jiwa,Surabaya : Airlangga University

Press

Nursalam, Rekawati, Sri Utami (2005), AsuhanKeperawatan Bayi dan Anak

(Untuk Perawat dan Bidan), Jakarta : SalembaMedika

Nursalam (2003), Konsep dan Penerapan MetodologiPenelitian Ilmu

Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis danInstrumen Keperawatan, Jakarta :

Salemba Medika

Wholly and Wong (2005), Nursing Care of Infantsand Children 2, 6th ed, Mosby

Inc. Missouri

Wong, Donna L (2003), Pedoman Klinis KeperawatanPediatrik, Jakarta : EGC

22

Page 27: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

ANALISIS SOCIAL CAPITAL DALAM CAP AIAN PROGRAM PERENCANAANPERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K)

(Suatu Studi di Desa Ngablak Puskesmas Ngumpak Dalem dan Desa Bungur PuskesmasKanor Kabupaten Bojonegoro)

Siti PatonahDosen Prodi Keperawatan Akes Rajekwesi Bojonegoro

ABSTRACTThe number of death mother in Indonesia is still high, there fore it needs penetration to decrease AKI

through Program Planning Safe Motherhood ang Prevention Komplication. Goal is program to cause to needthe resource. Having a from resource nature or resource human. Resource in society stated capital. Either a fromcapital in society of stated social capital. The aim of this research to analyze social capital in achieving P4K inNgablak village, Ngumpak Dalem local clinic and Bungur village, kanor local clinic Bojonegoro.

The research was done by Analyze. There were 66 families in Bungur village and 65 families in Ngablakvillage. The sample was taken by simple random sampling. The data was processed by quantitatif with analyzedby test Mann-Whitney . It was supported with qualitatif by indepth interview and FGD with contents analyze.

The result showed that Social Capital of Ngablak’s village society in belief paremeter trust was mostlyin average, a norm also support separetely and the social networking was very supported. Social Capital ofBungur’s village society in belief paremeter trust was mostly high, a norm was mostly very support and the socialnetworking was also support highly.

The conclusion, there were significant differences Social Capital in achieving P4K in Ngablak village,Ngumpak Dalem local clinic and Bungur village, Kanor local clinic Bojonegoro. The recomendation are thesociety belief have to increase by communication and interaction between society and village’s motivator. Insupporting norm, it needs a model from village’s motivator and in increasing connection, it needs a goodworking beetween village motivator, village apparatus, society figure, religion figure in the organizatin activities.

Key words: Death mother, social capital, trust, norm, social networking, P4K

ABSTRAKJumlah kematian ibu di Indonesia masih tinggi, ada kedepan perlu penetrasi untuk mengurangi AKI

melalui Program Perencanaan Motherhood Komplication Safe Pencegahan ang. Tujuannya adalah programmenyebabkan membutuhkan sumber daya. Memiliki sumber daya alam dari atau sumber daya manusia. Sumberdaya dalam masyarakat menyatakan modal. Entah dari modal dalam masyarakat modal sosial dinyatakan.Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis modal sosial dalam mencapai P4K di Desa Ngablak, NgumpakDalem klinik lokal dan desa Bungur, kanor lokal klinik Bojonegoro.

Penelitian dilakukan oleh Analyze. Ada 66 keluarga di desa Bungur dan 65 keluarga di desa Ngablak.Sampel diambil secara simple random sampling. Data diolah dengan kuantitatif dengan dianalisis dengan ujiMann-Whitney. Hal ini didukung dengan kualitatif dengan wawancara mendalam dan FGD dengan isimenganalisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Modal Sosial masyarakat Desa Ngablak dalam keyakinanparemeter kepercayaan sebagian besar rata-rata, norma juga mendukung separetely dan jejaring sosial sangatdidukung. Modal sosial masyarakat desa Bungur dalam keyakinan paremeter kepercayaan sebagian besartinggi, norma sebagian besar sangat mendukung dan jejaring sosial juga sangat mendukung.

Kesimpulannya, ada perbedaan yang signifikan Modal Sosial dalam mencapai P4K di Desa Ngablak,Ngumpak Dalem klinik lokal dan desa Bungur, Kanor lokal klinik Bojonegoro. Rekomendasi ini adalahkepercayaan masyarakat harus meningkat komunikasi dan interaksi antara masyarakat dan desa motivator.Dalam mendukung norma, dibutuhkan sebuah model dari desa motivator dan sehubungan meningkat, dibutuhkankerja yang baik antara sesama warga Desa motivator, Desa aparat, tokoh masyarakat, tokoh agama dalamkegiatan organizatin.

Kata kunci: Kematian ibu, modal sosial, kepercayaan, norma, jaringan sosial, P4K

23

Page 28: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

PendahuluanMillenium Development Goals (MDG’s)

menetapkan Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun2015 adalah 102/100.000 kelahiran hidup sehinggaperlu diupayakan terobosan yang efektif danberkesinambungan. Di Indonesia sendiri AKI masihcukup tinggi dibanding dengan negara berkembanglain yaitu 228/100.000 kelahiran hidup, angka kematianbayi sebesar 34/1.000 kelahiran hidup (SKN, 2009).

Upaya untuk menurunkan AKI denganpeningkatan mutu pelayanan dan pengelolaanmanajemen program KIA bersama dengan programterkait dan lembaga internasional dilaksanakan, namunmasih perlu upaya peningkatan keterlibatanmasyarakat dalam perhatian dan pemeliharaankesehatan ibu dan bayi baru lahir yaitu melalui P4K.

Di Kabupaten Bojonegoro pelaksanan P4Kmulai tahun 2006 yang dilaksanakan di 4 (empat) desayang terdapat di 4 (empat) Puskesmas yaitu PuskesmasBaureno, Puskesmas Kanor, Puskesmas NgumpakDalem, dan Puskesmas Kalitidu. Pada tahun 2007dikembangkan di 9 (sembilan) Desa, dan tahun 2008dikembangkan lebih komprehensif yang telahmencakup semua desa (Dinkes Kab. Bojonegoro, 2009).

Dari survey awal yang dilakukan di desaNgablak Puskesmas Ngumpak Dalem didapatkanbahwa masyarakat rata-rata mengatakan sibuk dengankegiatannya sendiri sehingga tidak ada waktu untukmengikuti kegiatan yang ada di desa mereka.Sedangkan kegiatan gotong royong yang ada disekitardesa Ngablak sudah mulai berkurang dengan kesibukanpekerjaan diluar desa. Di desa Bungur masyarakatnyamasih tradisional dan jauh dari perkotaan. Merekamenganggap jika kepala desa dan Bidan melakukankegiatan yang berhubungan dengan kesehatan akandijalankan dan kegiatan gotong royong yang adadisekitar desa Bungur masih kental karena sebagianbesar masyarakatnya petani sehingga untukberinteraksi dengan anggota masyarakat lebih tinggi.

Keberhasilan pelaksanaan P4K disadaribukanlah hal yang mudah, tetapi memerlukan upayadan kerja keras dari berbagai pihak, baik pemerintah,swasta, maupum masyarakat. Selain faktor tersebut,keberhasilan suatu program juga memerlukanketersediaan sumber daya, baik berupa sumberdayaalam, sumberdaya manusia/masyarakat, dansumberdaya dalam bentuk lain.

Sumber daya yang ada dalam masyarakatdisebut modal (aset). Salah satu bentuk modal dalammasyarakat disebut sebagai modal sosial (socialcapital). Social capital adalah norma dan jaringanyang melancarkan interaksi dan transaksi sosialsehingga segala urusan bersama masyarakat dapat

diselenggarakan dengan mudah. Masyarakat yangmemiliki social capital tinggi cenderung bekerja secaragotong-royong, merasa aman untuk berbicara danmampu mengatasi perbedaan. Sebaliknya, padamasyarakat yang memiliki social capital rendah akantampak adanya kecurigaan satu sama lain yangmengakibatkan perubahan pada pola hubungan(Mariana, 2006 )

Metode PenelitianJenis penelitian yang digunakan adalah

analitik karena bertujuan untuk menganalisisperbedaan social capital meliputi kepercayaan,norma, dan jaringan dalam capaian P4K di Desa NgablakPuskesmas Ngumpak Dalem dan Desa BungurPuskesmas Kanor kabupaten Bojonegoro. Jenispenelitian ini adalah kuantitatif untuk mendukungdiperlukan data kualitatif.

Pada penelitian ini populasinya adalah kepalakeluarga di Desa Bungur Puskesmas Kanor ada 196KK dan desa Ngablak Puskesmas Ngumpak Dalem ada187 KK. Pengumpulan data kuantitatif dengankuisioner dan kualitatif melalui wawancara mendalamdan FGD (Focus Group Discussion). Besar sampelkuantitatif desa Ngablak adalah 67 dan 66 desaBungur dan besar sampel kualitatif di Desa Bungurada 7 orang dan di desa Ngablak ada 8 orang,sedangkan FGD dilakukan pada satu kelompok yangterdiri dari 8 orang yaitu kepala desa, bidan, kader,dukun, 3 KK. Hasil pengumpulan data diatas secarakuantitatif di analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney, dan data secara kualitatif denganmenggunakan contents analisis.

Hasil PenelitianTabel 1 Distribusi sebaran/perbedaan Social Capital

pada Parameter Kepercayaan desa BungurPuskesmas Kanor dan desa NgablakPuskesmas Ngumpak Dalem tahun 2010

No Keper Desa TotalcayaanBungur % Ngablak % Jml %

1 Tinggi 53 79,1 24 36,47 75 7,9

2 Sedang 14 11,9 42 63,6 56 42,1

Total 67 100 66 100 133 100

Sumber : Data primer

Berdasarkan hasil uji statistik Mann-Whitney test adaperbedaan antara kepercayaan responden di desaBungur dan responden di desa Ngablak. Secarakualitatif juga terjadi perbedaan.

24

Page 29: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Tabel 2 Distribusi sebaran/perbedaan Social Capitalpada Parameter Norma di desa BungurPuskesman Kanor dan di Desa NgablakPuskesmas Ngumpak dalem, tahun 2010

No Norma Desa TotalBungur % Ngablak % Jml %

1 Sangat 59 88,1 22 33,3 81 60,9mendukung

2 Mendukung 8 11,9 42 63, 6 50 37,63 Tidak

mendukung 0 0 2 3,1 2 1,5Total 67 100 65 100 133 100

Sumber : Data primer

Berdasarkan hasil uji statistik Mann-Whitneytest ada perbedaan antara norma Kepala Keluarga/responden di desa Bungur Puskesman Kanor dan didesa Ngablak puskesmas Ngumpak dalem. Secarakualitatif antara kedua desa tersebut juga terjadiperbedaan.

Hasil tabulasi silang pada Social Capitaltentang parameter Jaringan didesa Bungur puskesmasKanor dan desa Ngablak puskesmas Ngumpak Dalem,dapat diketahui bahwa dari 67 Kepala Keluarga di DesaBungur didapatkan 59 KK ( 88,1% ) jaringan yangdimiliki responden dalam kategori sangat mendukung.Di desa Ngablak dari 66 Kepala Keluarga didapatkan36 KK ( 54,5% ) jaringan yang dimiliki responden dalamkategori sangat mendukung. Hasil tabulasi bisa dilihatpada tabel 3

Tabel 3Distribusi sebaran/perbedaan Social Capitalpada Parameter Jaringan di desa BungurPuskesmas Kanor dan di desa NgablakPuskesmas Ngumpak Dalem, tahun 2010

No. Jaringan Desa TotalBungur % Ngablak % Jml %

1 Sangat 59 88,1 36 54,5 95 71,4mendukung

2 Mendukung 8 11,9 28 42,4 36 27,1

3 Tidakmendukung 0 0 2 3,1 2 1,5

Total 66 100 65 100 133 100

Sumber : Data primer

Berdasarkan hasil uji statistik Mann-Whitney testada perbedaan antara Jaringan yang dimiliki olehKepala Keluarga/responden masyarakat desa Bungurpuskesmas Kanor dan desa Ngablak puskesmasNgumpak Dalem, secara kualitatif juga terjadiperbedaan.

PembahasanPada penelitian ini di dapatkan hasil yang

signifikan terhadap perbedaan kepercayaan padamasyarakat di desa Ngablak puskesmas NgumpakDalem dengan kepercayaan pada masyarakat di desaBungur puskesmas Kanor.

Menurut Syahyuti, (2006), Kepercayaanadalah harapan yang tumbuh di dalam sebuahmasyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilakujujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma yangdianut bersama. Kepercayaan membawa konotasiaspek negosiasi harapan dan kenyataan yangdibawakan oleh tindakan sosial individu atau kelompokdalam kehidupan kemasyarakatan. Ketepatan antaraharapan dan realisasi tindakan yang ditunjukkan olehindividu atau kelompok dalam menyelesaikan amanahyang diembannya, dipahami sebagai tingkatkepercayaan. Tingkat kepercayaan akan tinggi, bilapenyimpangan antara harapan dan realisasi tindakan,sangat kecil. Sebaliknya, tingkat kepercayaan menjadisangat rendah apabila harapan yang diinginkan takdapat dipenuhi oleh realisasi tindakan sosial.

Dari hasil tabulasi silang Social Capital padaParameter Kepercayaan didesa Bungur puskesmasKanor dan desa Ngablak puskesmas Ngumpak Dalem,dapat diketahui bahwa dari 67 Kepala Keluarga di DesaBungur didapatkan 53 KK (88,1% ) kepercayaan yangada dalam kategori tinggi dan 14 KK ( 11,9% )kepercayaan dalam kategori sedang, pada DesaNgablak dari 66 Kepala Keluarga didapatkan 24 KK (36,4% ) kepercayaan responden dalam kategori tinggidan 42 KK ( 63,6% ) kepercayaan responden dalamkategori sedang. Kepercayaan responden di desaNgablak yang dalam kategori rendah didukung denganhasil wawancara mendalam yang dilakukan kepadaresponden bahwa mereka kurang percaya kepadaBidan, karena jaraknya jauh dengan pemukinanmasyarakat, dan mereka lebih percaya kepada dukunkarena dukun berada di tengah-tengah warga.

Akses atau jangkauan tempat tinggal dengantempat pelayanan kesehatan/polindes merupakan halyang penting untuk diperhatikan. Karena lamanyawaktu tempuh yang dihabiskan dalam perjalanan, dapatmempengaruhi keputusan warga dalam mengambilkeputusan terlebih ibu yang mau melahirkan, merekatakut jika melahirkan ditengan jalan. Sedangkanmenurut penelitian Syahlan (2002), Bidan di Desa yangbertempat tinggal di desa atau Polindes yang beradaditengah masyarakat memiliki kinerja yang lebih baikbila dibandingkan dengan Bidan di Desa yang tidakbertempat tinggal di Polindes. Sehingga pada penelitianyang dilakukan di desa Ngablak lokasi polindes tidakberada di tengah-tengah warga mengakibatkan Bidantidak banyak berinteraksi dan kontak dengan warga

25

Page 30: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

desa, sehingga warga lebih dekat dukun yang beradadi tengah-tengan warga, begitu pula letak geografisakan turut menentukan tinggi rendahnya kinerja Bidanyang berakibat pada kepercayaan warga terhadapBidan. Bila kepercayaan masyarakat terhadap orangyang terlibat dalam pelaksanaan program dankepercayaan terhadap program itu sendiri rendah/kurang percaya, maka sebagai fasilitator/motivatorDesa tidak akan program itu tercapai dengan secaraoptimal. Demikian juga bila kepercayaan masyarakattinggi, maka sebagai fasilitator/motivator desa bisabekerja secara optimal dan pencapain program jugamaksimal. Pada penelitian sebelumnya memaparkanbahwa karakteristik psikologis (pengetahuan, sikap,motivasi) berpengaruh terhadap kinerja Perawat dalamkelengkapan rekam medis di ruang rawat inap RSUDDr. Pirngadi Medan (Nasution, 2009). Kepercayaanyang berbeda pada masing-masing individu dimasyarakat akan menjadi hambatan dalam pencapaiansebuah program di sebuah desa, sehingga programperencanaan persalinan dan pencegahan komplikasitidak dapat berlangsung dengan lancar. Namun karenakepercayaan masyarakat yang tinggi, makapelaksanaan program juga berjalan dengan lancar dansesuai harapan sehingga capaian programperencanaan persalinan dan pencegahan komplikasimencapai hasil yang maksimal.

Hasil tabulasi silang Social Capital padaparameter Norma didesa Bungur puskesmas Kanordan di desa Ngablak puskesmas Ngumpak Dalem,dapat diketahui bahwa dari 67 Kepala Keluarga di DesaBungur didapatkan 59 KK ( 88,1% ) norma yang adadalam kategori sangat mendukung dan 18 KK ( 11,9%) dalam kategori mendukung, pada Desa Ngablak dari66 Kepala Keluarga didapatkan 22 KK ( 33,3% ) normayang ada dalam kategori sangat mendukung, 421 KK (63,6% ) dalam kategori mendukung dan 2 KK ( 3,1% )dalam kategori tidak mendukung.

Norma adalah patokan perilaku dalam suatukelompok masyarakat tertentu. Norma sering jugadisebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkutperilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalammenjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalammasyarakat bersifat memaksa individu atau suatukelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosialyang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusunagar hubungan di antara manusia dalam masyarakatdapat berlangsung tertib sebagaimana yangdiharapkan. Norma terdiri dari pemahaman, nilai,harapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankanbersama oleh sekelompok orang. Norma dapatbersumber dari agama, panduan moral, maupunstandar-standar sekuler seperti halnya kode etikprofesional. Norma dibangun dan dikembangkan

berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu danditerapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam,1995. Norma dapat merupakan pra-kondisi maupunproduk dari kepercayaan sosial ( Fukuyama, 2002).

Setelah dilakukan uji didapatkan hasil yangsignifikan terhadap perbedaan norma yang ada dimasyarakt desa Ngablak puskesmas Ngumpak Dalemdengan norma yang ada di masyarakat desa Bungurpuskesmas Kanor dalam capaian P4K. Bila norma yangdianut masyarakat kurang/tidak mendukung dalampelaksanaan program secara otomatis capaian programtidak adak maksimal, begitu juga sebaliknya jika normamasyarakat sangat mendukung dalam pelaksanaanprogram dalam hal ini program perencanaan persalinandan pencegahan komplikasi maka capaiam programtersebut juga bisa maksimal. Norma bisa mendukungdan tidak mendukung pada hasil penelitian ini jugaberkaitan dengan kepercayaan, dikatakan bahwanorma dapat merupakan pra-kondisi maupun produkdari kepercayaan sosial. Sehingga jelas terbukti kalaupada masyarakat desa Ngablak jika norma tidakmendukung maka kepercayaan yang ada dimasyarakatjuga rendah, tetapi berbeda dengan norma yang adadi masyarakat desa Bungur sangat mendukungsehingga kepercayaan masyarakat juga tinggi.

Dari uji statistik didapatkan hasil yangsignifakan terhadap perbedaan jaringan di desaNgablak puskesmas Ngumpak Dalem dengan jaringanyang ada di desa Bungur Puskesmas Kanor.Infrastruktur dinamis dari kapital sosial berwujudjaringan-jaringan kerjasama antar manusia (Putnam,1995). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinyakomunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnyakepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakatyang sehat cenderung memiliki jaringan- jaringan sosialyang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu denganorang lain. Mereka kemudian membangun inter-relasiyang kental, baik bersifat formal maupun informal.Jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaankerjasama para anggotanya serta manfaat daripartisipasi Adi. I.R. (2008) menjelaskan pengertiankerjasama, pada intinya membahas bagaimana individu,kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrolkehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untukmembentuk masa depan sesuai dengan keinginanmereka. Tujuan kerjasama menurut Sulistiyani (2004)adalah terbentuknya individu dan masyarakat mandiri.Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir,bertindak dan mengendalikan apa yang merekalakukan.

Selanjutnya hasil penelitian lain menyebutkanbahwa hubungan antara iklim organisasi denganpemberdayaan perawat menunjukkan korelasi yangpositif (El-Salam, et al. 2008), sehingga keberhasilan

26

Page 31: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

suatu program dalam hal ini program perencanaanpersalinan dan pencegahan komplikasi dapatdipengaruhi oleh jaringan yang ada dimasyarakat,apakah jaringan mendukung atau tidak.

Keberhasilan capaian program perencanaanpersalinan dan pencegahan komplikasi di desa padaumumnya dipengaruhi oleh kepercayaan, norma, danjaringan yang ada di masyarakat, selain itu jugakemampuan dan keterampilan Bidan di Desa itu sendiri.Program perencanaan persalinan dan pencegahankomplikasi akan tercapai secara maksimal apabila Bidandi Desa sebagai fasilitator selalu berupaya mencariterobosan baru agar masyarakat atau ibu-ibu maumemanfaatkan fasilitas kesehatan dan melahirkan ketenaga keshatan atau ditolong Bidan, sehingga mauberperan aktif dalam capaian P4K. Selain itu juga harusada dukungan dari kepala desa sebagai pemimpin disuatu wilayah, tanpa adanya dukunga dari kepala desaapapun program yang diterapkan di suatu desa tidakakan tercapai dengan maksimal. Seperti yang ada didesa Bungur, jaringannya sangat mendukung karenaada dukungan dari kepala desa, dan program P4K sejakdilakukan sosialisasi oleh Bidan melibatkanmasyarakat terutama perangkat desa dan tokoh-tokohyang ada didesa sehingga mereka bisamenyebarluaskan informasi yang didapat di organisasisosial yang diikuti masyarakat seperti jamaah tahlilataupun posyandu. Sedangkan keaktifan dalamorganisasi sosial akan menghasilkan di kenal oranglain. Apabila Bidan di Desa tidak aktif dalam kegiatan/jauh dengan masyarakat baik fisik maupun psikologis,seperti yang dituturkan masyarakat dari hasilwawancara mendalan di desa Ngablak maka akanberisiko tidak dikemal dimasyarakat. Dengan kata lainjika program disosialisasikan melalui berbagai kegiatanyang ada di masyarakat maka akan berhasil, karenaorganisasi merupakan saluran yang efektif untukdikenal dan mengenal program. Dengan demikianketerlibatan jaringan/organisasi di Desa dalam kegiatanmasyarakat sangat diperlukan untuk meningkatkanupaya pemeliharaan dan peningkatan derajatkesehatan masyarakat yang lebih berhasil guna(efektif) dan berdaya guna (efisien) (Depkes RI, 2006).

Kesimpulan dan SaranSocial capital masyarakat desa Ngablak

puskesmas Ngumpak Dalem pada parameterkepercayaan sebagian besar dalam kategori sedang,norma yang ada berkategori mendukung, dan jaringanberkategori sangat mendukung berbeda denganSocial capital masyarakat desa Bungur puskesmasKanor pada parameter kepercayaan berkategori tinggi,norma yang ada berkategori sangat mendukung, dan

jaringan berkategori sangat mendukung. Diharapkanmasyarakat dapat berperan serta secara aktifmeningkatkan kepercayaan , mendukung pelaksanaanP4K dengan melakukan kegiatan yang tidakbertentangan dengan norma, dan mengikuti kegiatansosial yang ada di desa untuk meningkatkan kesehatanindividu, keluarga dan lingkungan sehingga socialcapital yang ada dimasyarakat bisa berfungsi secaraoptimal dan terus berjalan dengan prinsip gotongroyong. Baik bagi Pemerintah Kabupaten (DinasKesehatan Kabupaten) dan desa.

Kepustakaan

Adi, Isbandi Rukminto., (2003). Pemberdayaan,Pengembangan Masyarakat dan IntervensiKomunitas, Jakarta : Lembaga PenerbitFakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Depkes RI.,(2009). Pedoman Program perencanaanPersalinan dan Pencegahan Komplikasidengan Stiker, Jakarta : Dirjen BKM

Dinkes Propinsi Jawa Timur., (2009). Laporan ProgramKIA tahun 2008 Program PerencanaanPersalinan dan Pencegahan Komplikasi,Surabaya : Bidang Pelayanan Kesehatan

Dinkes Kabupaten Bojonegoro., (2010). LaporanProgram KIA tahun 2009 ProgramPerencanaan Persalinan dan PencegahanKomplikasi, Bojonegoro : Bidang PelayananKesehatan

Fukuyama, Francis., (2002). Social capital andDevelopment: TheComing Agenda, SAISReview, vol 22 no.1

Mariana., (2006), Modal Sosial(Social Kapital) danPartisipasi Masyarakat DalamPembangunan. http://jurnal.bi.ac.id/wp.content/uploads (sitasi 20 April 2010)

Putnam, Robert., (2003). The ProsperousCommunity : Social Capital and PublikLife, The American Prospect, Vol 13.

Syahyuti., Pengembangan Modal SosialMasyarakat Dalam Upaya membangunKelembagaan dan Pemberdayaan PetaniMiskin,

http://www.geocities.com/syahyuti/2006socialcapital(sitasi 20 April 2010)

27

Page 32: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

TREND ISPA PADA MASYARAKA T AKIBA T POLUSI UDARA DI SEKITARLOKASI PENGOLAHAN TEMBAKAU

Rahmawati, NisarohProdi DIII Keperawatan – Akes Rajekwesi Bojonegoro

ABSTRACTSettlements around the area of tobacco processing is a potential risk to increase in air pollutants

including PM2, 5, SO2 generated from the processing of tobacco with a long period of time will also impact onpublic health, especially respiratory disease (Acute Respiratory Infection). Research purposes to know the trendof ARI in the community from air pollution in the vicinity of the tobacco processing at Hamlet Village JambeanSukorejo Bojonegoro district in 2011.

Analytical study design, population of all communities in close radius (Rt. 34 RW. 08) amounted to 45families and the well radius RT. 38 RW. 05 amounted to 39 families Hamlet Village Jambean Sukorejo BojonegoroDistrict, with the number of samples taken 69 responden with probability sampling technique by simple randomsampling. Collecting data using interviews and then do the editing, coding, scoring and tabulating and expressedin percentages, data were analyzed using the Chi-Square statistical test for trend with level of significance.The results showed that of 69 respondents more than most who live in close radius to the processing of as manyas 27 people get ARI (65.9%) and less than most of who reside in the radius away with tobacco processing asmany as 14 people exposed to respiratory infection (34, 1%) and there is no trend ISPA is based on close radius(RT.34 RW.08) radius away (RT.38 RW.05) at Hamlet Village Jambean Sukorejo Bojonegoro District.In this study we can conclude that both in close or reside radius away from tobacco exposed, showed the relativesame about respiratory infection. Therefore, the dissemination of information to communities about ARI bymaintaining the cleanliness and planting trees as planting around the house to reduce air pollutant content.

Keywords: Trends ARI, Air Pollution, Cigarette Factory.

ABSTRAKPemukiman di sekitar area pengolahan tembakau merupakan potensi risiko meningkat dalam polusi

udara termasuk PM2, 5, SO2 yang dihasilkan dari pengolahan tembakau dengan jangka waktu yang panjangjuga akan berdampak pada kesehatan masyarakat, terutama penyakit pernafasan (Infeksi Saluran PernafasanAkut). Tujuan penelitian untuk mengetahui tren ISPA di masyarakat dari polusi udara di sekitar pengolahantembakau di Dusun Jambean Sukorejo Bojonegoro kabupaten pada tahun 2011.

Studi desain analitis, populasi seluruh masyarakat di radius dekat (Rt. 34 RW. 08) sebesar 45 keluargadan jari-jari RT baik. 38 RW. 05 sebesar 39 keluarga Dusun Jambean Sukorejo Bojonegoro Kabupaten, denganjumlah sampel yang diambil 69 responden dengan teknik probability sampling secara simple random sampling.Pengumpulan data menggunakan wawancara dan kemudian melakukan editing, coding, skoring dan tabulasidan dinyatakan dalam persentase, data dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square statistik untuk trendengan tingkat signifikansi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 69 responden lebih dari kebanyakan yang tinggal di radiusdekat dengan pengolahan sebanyak 27 orang mendapatkan ISPA (65,9%) dan kurang dari sebagian besaryang tinggal di radius jauh dengan pengolahan tembakau sebanyak 14 orang terkena terhadap infeksipernapasan (34, 1%) dan tidak ada tren ISPA didasarkan pada radius dekat (RT.34 RW.08) radius away (RT.38RW.05) di Kampung Dukuh Jambean Sukorejo Bojonegoro Kabupaten.

Dalam penelitian ini kita dapat menyimpulkan bahwa baik dalam menutup atau berada jauh dariradius tembakau terkena, menunjukkan yang relatif sama tentang infeksi pernapasan. Oleh karena itu,penyebaran informasi kepada masyarakat tentang ISPA dengan menjaga kebersihan dan menanam pohonsebagai penanaman di sekitar rumah untuk mengurangi konten polutan udara.

Kata kunci: Tren ISPA, Pencemaran Udara, Pabrik Rokok.

28

Page 33: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

PendahuluanPencemaran udara dewasa ini semakin

menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan.Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagaikegiatan antara lain industri, transportasi, perkantorandan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakankontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuangke udara bebas. Dampak dari pencemaran udaratersebut adalah menyebabkan penurunan kualitasudara, yang berdampak negatif terhadap kesehatanmanusia. Keadaan tersebut akan diperparah oleh udarayang tercemar, salah satu contohnya pengolahantembakau. Pemukiman sekitar pengolahan tembakaumerupakan kawasan yang besar berpotensi terhadappeningkatan polutan di udara termasuk PM

2,5, SO

2 yang

ditimbulkan dari bau pengolahan tembakau denganjangka waktu yang panjang juga akan berdampak padakesehatan masyarakat, pada jangka pendekkhususnya penyakit ISPA (Infeksi Saluran PernafasanAkut). Hasil laporan kementerian Negara lingkunganhidup menunjukkan pengamatan kualitas udara padaparameter SO

2 di Indonesia menunjukkan kenaikan

konsentrasi SO2 dalam pemeriksaan 3 tahun berturut-

turut yaitu 23,10ìg/m3 (2008), 29,52 ìg/m3 (2009), 45,29ìg/m3 (2010). Dari data tersebut dapat diketahui bahwapencemaran udara semakin tahun semakin bertambahdan tentunya akan berdampak pada infeksi saluranpenafasan khususnya yang bermukim di kawasandekat pengolahan tembakau. Angka kejadian sejakbulan Januari hingga akhir Oktober ini jumlah penderitaISPA yang menjalani rawat jalan mencapai 60.284 orang.Atau bila dikalkulasi mencapai 17,1 % dari total jumlahpenderita penyakit tertinggi yang mencapai 352.446orang di Bojonegoro (Dinkes Bojonegoro, 2010),sedangkan studi awal di sekitar lokasi pengolahantembakau yang terkena ISPA dengan radius dekat 100-250 meter sebanyak 5 orang dengan frekuensi selama1 bulan sebanyak 3 kali terjadi gejala ISPA yaitu beradadi RT.34 RW.08 dan masyarakat yang bermukim denganradius jauh 300-500 sebanyak 4 orang dengan frekuensiselama 1 bulan sebanyak 1 kali terjadi gejala ISPA yangberada di RT.38 RW.05.

Bau pengolahan tembakau yang masuk kesalurannafas menyebabkan timbulnya reaksi mekanismepertahanan tubuh berkurang serta dapat terjadinyagejala-gejala ISPA antara lain batuk, bersin dan sesak,salah satunya disebabkan pencemaran udara oleh bauyang di timbulkan dari proses pengolahan atau hasilindustri. Pemukiman masyarakat yang memiliki radiusdekat lebih besar terinfeksi saluran pernafasandaripada dengan pemukiman warga yang memilikitinggal di radius jauh. Karena bau yang dihasilkan daripengolahan tembakau lebih menyengat disaluranpernafasan yang tinggal di pemukiman dengan radius

dekat (Anwar Daud, 2000). Sudah menjadikecenderungan bahwa infeksi bakteri mudah terjadipada saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya telahrusak, akibat infeksi yang terdahulu. Pencegahanpenyakit ISPA akibat polusi udara yang ditimbulkanoleh pencemaran pengolahan pengolahan tembakaudapat dilakukan oleh petugas kesehatan (perawat)dengan cara kegiatan penyuluhan dan penyebaraninformasi tentang bahaya dan penanggulangan ISPAbagi masyarakat misalnya dengan menyarankan untukmenggunakan Alat Pelindung Diri (APD), sepertimasker, menanam pohon sebagai penghijauan di sekitarrumah untuk mengurangi kandungan polutan udara,tidak membakar sampah sembarang.

Metode PenelitianDesain penelitian yang digunakan adalah jenis analitikdengan melalui pendekatan cross sectional yangmerupakan jenis penelitian yang menekankan padawaktu pengukuran atau observasi data variabelindependent dan variabel dependent hanya satu kalisaat (Nursalam, 2003:85). Sampel dalam penelitian iniadalah Semua masyarakat di radius dekat (RT. 34 RW.08) berjumlah 37 KK dan radius jauh di RT. 38 RW. 05berjumlah 32 KK Dukuh Jambean Desa SukorejoKecamatan Bojonegoro, dengan teknik simple randomsampling. Variabel independen adalah radius polusi,variabel dependen adalah ISPA. Analisis trend ISPAdiuji dengan uji Chi Square for trends.

Hasil Penelitian dan PembahasanGambar 1. Diagram pie distribusi respondenberdasarkan umur

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

20,3%

18,8%

21,7%

8,7%

30,4%Sekolah

Swasta

Wiraswasta

PNS

Tidak Bekerja

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

30,4%

40,6%

29,0%

10-30 tahun

30-40 tahun

40-60 tahun

Gambar 3. Diagram pie distribusi respondenberdasarkan pekerjaan

29

Page 34: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Tabel 4. Distribusi Trend ISPA respondenberdasarkan kejadian ISPA yang bertempattinggal radius dekat dan radius Jauh denganlokasi Pengolahan tembakau di RT. 34 RW.08 dan RT. 38 RW.05 Dukuh Jambean DesaSukorejo Kecamatan Bojonegoro KabupatenBojonegoro.

No. Radius Kejadian ISPA Total

Ya Tidak F %

F % f % F %

1. Dekat 27 65,9 10 35,7 37 100

2. Jauh 14 34,1 18 64,3 32 100

Total 41 100 28 100 69 100

Berdasarkan tabel 3. dapat dijelaskan bahwadari 69 responden, yang bertempat tinggal dekatdengan Pengolahan tembakau, lebih dari sebagianterkena ISPA yaitu sebanyak 27 orang (65,9%).Sedangkan responden yang bertempat tinggal jauhdengan Pengolahan tembakau terkena ISPA sebanyak14 orang (34,1%). Berdasarkan uji chi square for trend

didapatkan nilai T = 0,211, dengan

1=fϑ

Nilai x2

tabel : 3,84, sehingga disimpulkan T < x2 tabel, MakaH

o diterima. H

1 ditolak artinya kejadian ISPA pada

radius dekat maupun jauh relatif sama.

PembahasanBerdasarkan uji chi square for trend

didapatkan nilai T =0,211, dengan Nilai x2 tabel : 3,84,sehingga disimpulkan T < x2 tabel, Maka Ho diterima.H1 ditolak artinya baik pada radius dekat maupunradius jauh kejadian ISPA relatif sama.Pencemaranudara dapat disebut bila udara disekeliling ataudisekitar rumah mengandung zat pencemar dalam kadaryang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya.(Sukanto, 1992 : 67). Bibit penyakit ISPA berupa jasadrenik ditularkan melalui udara. Jasad renik yang ada diudara akan masuk kedalam tubuh melalui saluranpernafasan dan menimbulkan infeksi dan penyakitISPA. Jika jasad renik berasal dari tubuh manusia, makaumumnya dikeluarkan melalui sekresi saluranpernafasan dan berupa saliva dan sputum. Oleh karenasalah satu penularan melalui udara yang tercemar danmasuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan,maka penyakit ISPA termasuk golongan air bornedisease. Bentuk aerosol dari penyebab penyakit ISPAtersebut yakni Droplet nuclei, yaitu sisa dari sekresisaluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh yangberbentuk droplet dan melayang di udara dan Dust,yaitu campuran antara bibit penyakit yang melayang.

Baik pada responden yang bertempat tinggal padaradius dekat maupun jauh beresiko terkena ISPA dandi buktikan dalam penelitian ini bahwa kejadian ISPAtidak membentuk trend berdasarkan radius jarakdengan Pengolahan tembakau. Pemicu terjadinya ISPAdi pengaruhi atau di sebabkan oleh berbagai macamfaktor seperti virus, keadaan daya tahan tubuh, umur,jenis kelamin, status gizi, imunisasi, dan keadaanlingkungan, pencemaran lingkungan seperti asapkarena kebakaran hutan, polusi udara, ditambahdengan perubahan iklim terutama suhu, kelembaban,curah hujan. (Khaidir Muhaj, 2010) . Penyakit yangsering menyerang tubuh di musim pancaroba ataumusim peralihan adalah gangguan saluran napas atauinfeksi saluran pernapasan. Kemunculan penyakit-penyakit tersebut kasusnya menjadi tinggi pada awalperubahan musim pancaroba disebabkan jugabanyaknya bakteri atau virus yang mencemarilingkungan sekitar ditambah menurunnya daya tahanatau stamina pada musim peralihan.Dari hasil penelitian yang dilakukan di RT. 34 RW. 08dan RT. 38 RW. 05 Dukuh Jambean Desa SukorejoKecamatan Bojonegoro Kabupaten BojonegoroPaparan lingkungan dengan polusi udara sangatberpotensi tinggi berisiko terhadap penyakit InfeksiSaluran Penafasan Akut (ISPA) dan ISPA yang dialamioleh responden mulai dari batuk, pilek, serak, demam,sertai keluarnya cairan dari telinga yang merupakangejala-gejala ISPA. Melihat masyarakat yang tercermarbahaya polusi udara terhadap kesehatan dansebagaimana kasus-kasus tersebut diatas, makadipandang perlu bagi petugas kesehatan di daerah ituuntuk mengetahui seberapa luas polusi udara ataupenanganan masyarakat tentang efek dari pencemaranudara dari Pengolahan tembakau. Adapun pencegahanpenyakit ISPA akibat polusi udara yang ditimbulkanoleh pencemaran pengolahan tembakau dapatdilakukan oleh petugas kesehatan (perawat) dengancara kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasitentang bahaya dan penanggulangan ISPA bagimasyarakat misalnya dengan menyarankan untukmenggunakan Alat Pelindung Diri (APD), sepertimasker, menanam pohon sebagai penghijauan di sekitarrumah untuk mengurangi kandungan polutan udara,tidak membakar sampah sembarang.

KesimpulanPemukiman baik pada radius jauh maupun

dekat dari lokasi pengolahan tembakau menimbulkanefek kejadian ISPA yang relatif sama, hendaknyapengelola pabrik dan masyarakat mengetahui. Makauntuk lebih aman hendaknya membangun rumah padaradius jauh dari pabrik tembakau.

30

Page 35: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

KepustakaanAnwar Hadi, 2005. Prinsip Pengelolaan pengambilan

Sampel Lingkungan. PT. Diakses dari http:// www MenKLH .go.id tanggal 20 April 2011

Azwar, asrul. 1999. Polusi Udara pengaruhnya padakesehatan. Diakses dari http://ryedagloeg.wordpress.com tanggal 20 April2011

Depkes RI. 2000. Pedoman Pemberantasan PenyakitInfeksi Saluran Pernafasan Akut. Diaksesdari http://suskernas.litbang.depkes.go.idtanggal 10 April 2011

Dinkes, 2002. Pedoman pemberantasan PenyakitInfeksi Saluran Pernafasan (AKUT).Diakses dari http://library usu.co.id tanggal10 April 2011

Muhaj K, 2011. Faktor terjadinya ISPA pada balita.Diakses dari http://Khairulmuhaj.blogspot.com/2010. tanggal16 September 2011.

Nursalam, Siti Pariani. 2001. Pendekatan PraktisMetodologi Riset Keperawatan. Jakarta :CV. Sagung Seto

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan MetodologiPenelitian Dan Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Sukanto, 1992. Ekonomi Lingkungan.Yogyakarta.BPFE-Yogyakarta.

31

Page 36: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

PENGARUH PENGENALAN GAMBAR DENGAN KECERDASANVISUAL ANAK USIA 3-5 TAHUN

(Suatu Studi di PAUD Kemala Bhayangkari 96 Kabupaten Bojonegoro)

Novia Dwi A

ABSTRACTVisual intelligences is capacity to recognize and object depiction of brain. Visual intellegences can

stimulated with some method such as with image recognition. The purpose of this study was to determine theinfluence of image recognition with visual intelligences.

The study design use was a pre-experiment with approach pre test and post test group. All student PAUDKemala Bhayangkari 96 Bojonegoro is population, as many as 15 student with a sampling technique is the totalsampling. Data removal independent variabel with treatment and dependent variabel with observation, thendone editing, coding, scoring, tabulating and analyzed with a cross table.

Based on research result obtained from 15 respondents, before to the introduction picture of visualintelligences is less by 9 respondents and after to the introduction picture of visual intelligences is less by 1respondents.

The conclusion of this study is there are effect introduction of image with visual intellegences., aresuggested for PAUD to stimulate the children to be more increasing intellegences. So mother was expected tostimulate the intellegences of children by buying education toys, provide tools for coloring and drawing tools.

Key words : Visual intellegences, introduction of picture.

ABSTRAKVisual kecerdasan adalah kemampuan untuk mengenali dan keberatan penggambaran otak. Kecerdasan

Visual bisa dirangsang dengan beberapa metode seperti dengan pengenalan gambar. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui pengaruh pengenalan gambar dengan visual kecerdasan.

Penggunaan desain penelitian adalah eksperimen pre-pendekatan dengan uji pre dan post test kelompok.Semua murid PAUD Kemala Bhayangkari 96 Bojonegoro adalah populasi, sebanyak 15 siswa dengan teknikpengambilan sampel adalah total sampling. Data penghapusan variabel independen dengan variabel dependenpengobatan dan dengan observasi, kemudian dilakukan editing, coding, mencetak, tabulasi dan dianalisisdengan tabel silang.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh dari 15 responden, sebelum ke gambar pengenalan visualyang kecerdasan kurang oleh 9 responden dan setelah untuk gambar pengenalan visual yang kecerdasankurang oleh responden 1.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh pengenalan citra dengan Kecerdasan visual.,Disarankan untuk PAUD untuk merangsang anak-anak untuk menjadi lebih Kecerdasan meningkat. Jadi ibudiharapkan untuk merangsang Kecerdasan anak-anak dengan membeli mainan pendidikan, menyediakanalat-alat untuk mewarnai dan menggambar alat.

Kata kunci: Kecerdasan Visual, pengenalan gambar.

Pendahuluan

Kecerdasan visual spasial merupakankapasitas untuk mengenali dan melakukanpenggambaran atas objek atau pola yang diterima otak(Howard Bardner, 1999). Anak dengan kecerdasan inibisa terlihat sebagai anak yang mudah dan cepatmemahami konsep visual spasial serta terlihat antusiasketika melakukan aktivitas yang berkaitan dengankemampuan ini. Setiap kecerdasan berkaitan dengankecerdasan lainnya begitu pun kecerdasan visualspasial yang bisa mempengaruhi proses belajar anakdi sekolah. Dari hasil penelitian yang dilakukan

Gardner, sebagian besar orang yang memilikikepintaran visual spasial lebih banyak dipengaruhi olehotak kanan yaitu bagian otak yang bertugasmemproses ruang. Anak yang cerdas visual tak hanyabisa menggambarkan tetapi juga mengonstruksikanobjek ide didalam pikiran mereka. Tapi kecerdasanvisual spasial itu sendiri bisa berkembang apabilamendapat stimulasi yang sesuai (Febryan, 2008).Berdasarkan survey awal di TK Mutiara Bunda DesaPapringan Kecamatan Temayang,. Dari 10 anak yangdilakukan tes kecerdasan visual, 5 anak diberi

32

Page 37: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

pengenalan gambar dan 5 anak tidak. Dari 5 anak yangdiberi pengenalan gambar didapatkan 4 anak memilikikecerdasan visual baik, 1 cukup. Tidak ada yangkurang. Namun pada 5 anak yang tidak diberipengenalan gambar 1 anak memiliki kecerdasan visualbaik, 1 cukup, 3 kurang. PAUD Kemala BhayangkariBojonegoro disini digunakan program pengenalangambar dalam metode pembelajaran tapi belummengetahui fungsi pengenalan gambar dengankecerdasan visual. Dan juga belum ada penelitiantentang kecerdasan visual ini di PAUD tersebut.

Orang tua selalu menginginkan yang terbaikbagi bayi mereka, tetapi sekarang nampaknya lelahbanyak yang fokus untuk berusaha dan lebih khawatirtentang bagaimana melakukan hal yang benar untukmendorong pertumbuhan dan perkembangan bayi,khususnya perkembangan otak (Mom & Kiddy, 2010).Kecerdasan visual spasial ini tidak sama pada setiapanak. Ada anak yang memiliki kemampuan tinggidisemua bidang, ada juga yang tinggi disatu ataubeberapa kemampuan, tetapi kurang pada kemampuanlain. Dalam hal inilah orang tua perlu memberikanstimulasi (Widayati Sri, 2008 : 150). orang tua bisamenstimulasi kemampuan ini melalui beragam kegiatan.Biasanya anak tipe ini sangat menggemari permainan-permainan “melihat melalui pikiran” sepertimenggambarkan atau membayangkan objek kepermainan acting atau berpura-pura. Latihan bisaditerapkan saat anak di usia balita awal lewat kegiatansehari-harinyaseperti menyediakan alat-alat yangdiperluakan seperti krayon, pensil warna, cat air, kertasatau gabus. Biarkan anak menggambar bebas untukmengembangkan imajinasinya atau dengan mengikuticontoh gambar.

Metode dan BahanDesain penelitian ini adalah pra-

experiment sering kali dipandang sebagai eksperimenyang tidak sebenarnya. Pendekatan pada penelitian inimenggunakan pendekatan pre test and post-test Groupyaitu suatu penelitian yang di dalam desain ini observasidilakukan 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudaheksperimen. Observasi yang dilakukan sebelumeksperimen (0

1) disebut pre-test, dan observasi sesudah

eksperimen (01) disebut post-test.Dalam penelitian ini

pre-test dilakukan sebelum anak diberi pengenalangambar, dan post-test dilakukan setelah anak diberipengenalan gambar. Populasinya adalah seluruh siswaPAUD Kemala Bhayangkari 96 bojonegoro, sebanyak15 siswa. Dengan jumlah sampel 15 responden. Tehnikpengambilan data atau tehnik sampling dalam penelitianini menggunakan seluruh subyek penelitian yaitupeneliti mengambil seluruh populasi untuk dijadikansampel yang memenuhi kriteria sampel. Variabel

independent pada penelitian ini adalah pengenalangambar. Variabel dependen pada penelitian ini adalahkecerdasan visual, analisis dengan menggunakantabulasi silang (cross table) antara variabel pengenalangambar (variabel x) dan variabel Kecerdasan visual(variabel y). Analisis dengan menggunakan tabel silangmerupakan metode analisis yang paling sederhana tapimemiliki kemampuan yang kuat untuk menjelaskanhubungan antar variabel (Bagong, 2008 : 102).

Hasil PenelitianTabel 1. Distribusi kecerdasan anak sebelum

pengenalan gambar di PAUD KemalaBhayangkari 96 Bojonegoro tahun 2011

No. KecerdasanFrekwensi Pros (%)

1. Kurang 9 60

2. Cukup 6 40

3. Baik - -

Jumlah 15 100

Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2011

Tabel 2. Distribusi kecerdasan visual anak sesudahpengenalan gambar di PAUD KemalaBhayangkari 96 Bojonegoro tahun 2011

No. Kecerdasan Frekwensi Pros (%)

1. Kurang 1 6,7

2. Cukup 11 73,3

3. Baik 3 20

Jumlah 15 100

Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2011

Berdasarkan tabel 2. menunjukkan bahwa dari15 responden yang diteliti sebagian besar memilikikecerdasan visual cukup sebanyak 11 anak (73,3%) .

Tabel 3 Tabulasi silang pengaruh pengenalan gambardengan kecerdasan visual anak usia 3-5 tahundi PAUD Kemala Bhayangkari 96 Bojonegorotahun 2011

No. Pengenalan Kecerdasan Jumlah

gambar Baik Cukup Kurang f %

f % f % f %

1. Sebelum 0 0 6 40 9 60 15100

2 . Sesudah 3 20 11 73,3 1 6,7 15100

Sumber : Data primer kuesioner penelitian 2011

33

Page 38: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskanpengaruh pengenalan gambar terhadap kecerdasanvisual anak usia 3-5 tahun PAUD Kemala Bhayangkari96 Bojonegoro tahun 2011 di dapatkan bahwa sebelumdiberi pengenalan gambar kecerdasan visual anak lebihdari sebagian kurang yaitu 9 (60%) sedangkan setelahpengenalan gambar kecerdasan visual anak sebagianbesar cukup yaitu 11 orang (73,3%) dan baik sebanyak3 anak (20%).

PembahasanDari 15 responden yang diteliti lebih dari

sebagian mempunyai kecerdasan visual kurangsebanyak 9 anak. Pengenalan gambar adalah prosespenyampaian informasi berupa gambar yangmengandalkan indra penglihatan (Jean Pieget danBarbell Inhelder, 2008 : 77). Kecerdasan visual spasialmerupakan kapasitas untuk mengenali dan melakukanpenggambaran atas objek atau pola yang diterima otak(Howard Bardner, 1999). Anak dengan kecerdasan inibisa terlihat sebagai anak yang mudah dan cepatmemahami konsep visual spasial serta terlihat antusiasketika melakukan aktivitas yang berkaitan dengankemampuan ini. Faktor yang mempengaruhipengenalan gambar adalah faktor eksternal yaitulingkungan sosial dan non sosial (Eko Suprapto, 2009).Faktor non sosial disini yaitu responden dalam anakkeberapa dalam keluarga. Jika responden anak pertamadalam keluarga, proses pembelajaran akan lebihdiperhatikan daripada anak kedua dan seterusnya. Darihasil penelitian pada anak usia 3-5 tahun sebelumdilakukan pengenalan gambar dari 15 anak lebih darisebagian memiliki kecerdasan visual kurang yaitu 9anak. Hal ini dikarenakan kurangnya pengenalangambar yang maxsimal saat anak belum masuk sekolah.Hasil identifikasi kesehatan visual menunjukkan bahwadari 15 responden yang diteliti sebagian besar memilikikecerdasan visual cukup sebanyak 11 anak, sedangkanyang memiliki kecerdasan visual baik sebanyak 3 anakdan yang memiliki kecerdasan visual kurang sebanyak1 anak. Pengenalan gambar adalah prosespenyampaian informasi berupa gambar yangmengandalkan indra penglihatan (Jean Pieget danBarbell Inhelder, 200 : 77). Kecerdasan visual spasialmerupakan kapasitas untuk mengenali dan melakukanpenggambaran atas objek atau pola yang diterima otak(Howard Bardner, 1999). Anak dengan kecerdasan inibisa terlihat sebagai anak yang mudah dan cepatmemahami konsep visual spasial serta terlihat antusiasketika melakukan aktivitas yang berkaitan dengankemampuan ini. Faktor yang mempengaruhipengenalan gambar adalah faktor eksternal yaitulingkungan sosial dan non sosial (Eko Suprapto, 2009).

Jika responden anak pertama dalam keluarga, prosespembelajaran akan lebih diperhatikan daripada anakkedua dan seterusnya.

Dari hasil penelitian pada anak usia 3-5 tahunsesudah dilakukan pengenalan gambar dari 15 anaksebagian besar memiliki pengetahuan kurang sebanyak1 anak. Hal ini dikarenakan setelah dilakukanpengenalan gambar anak memiliki kemampuan yanglebih baik, pada usia ini lebih senang bermain dengangambar sehingga pengetahuan anak semula kurangmenjadi meningkat.

Sebelum diberi pengenalan gambarkecerdasan visual anak lebih dari sebagian kurangyaitu 9 sedangkan setelah pengenalan gambarkecerdasan visual anak sebagian besar cukup yaitu 11orang dan baik sebanyak 3 anak. Setiap kecerdasanberkaitan dengan kecerdasan lainnya begitu punkecerdasan visual spasial yang bisa mempengaruhiproses belajar anak di sekolah. Umumnya anak cerdasvisual spasial memiliki metode belajar visualisasiberdasarkan penglihatannya. Kecerdasan ini jugamembantunya dalam proses belajar menghafal. Begitubanyak metode yang dipercaya meningkatkankecerdasan bayi (Widayati Sri, 2008 : 148-149). Padaanak-anak, proses belajar melihat yang terpenting adapada saat anak berusia 0-2 tahun. Apa yang dipelajarianak dari melihat akan menjadi kecerdasannya, salahsatunya adalah bagaimana dia mengenali sebuahgambar, semakin banyak anak mengenali gambar makasemakin banyak pengetahuan yang dia dapat sehinggakecerdasan visualnya akan meningkat (Dwi T, 2011).Dari hasil hasil tabulasi silang hubungan pengenalangambar dengan kecerdasan visual tardapat kesesuaiandengan teori bahwa semakin banyak anakmendapatkan pengenalan gambar dan melihat gambarmaka kecerdasan visual anak semakin meningkat. Daripemberian pengenalan gambar yang dilakukan selama6 kali hasilnya masih kurang optimal, seharusnyapengenalan gambar dilakukan sebanyak 8 kali.

Kesimpulan dan SaranLebih dari sebagian responden sebelum

dilakukan pengenalan gambar memiliki kecerdasanvisual kurang, setelah dilakukan pengenalan gambarmemiliki kecerdasan visual cukup. Jadi ada pengaruhpengenalan gambar dengan kecerdasan visual anakusia 3-5 tahun PAUD kemala Bhayangkari 96Bojonegoro tahun 2011.Diharapkan orang tua untukmenstimulasi kecerdasan anak agar kecerdasan terusmeningkat dengan cara sederhana misalnya denganmembelikan mainan edukatif, menyediakan alat-alatpewarna dan alat untuk menggambar, seperti konsepsawah gunung dan langit.

34

Page 39: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Daftar Pustaka

Eko S. 2009. Bakat Anak. http://www.depsos.go.id/modelus.php?name=news&file=article&sid=gos,diakses 3 April 2011.

Febryan. 2008. Cara Praktis Mengembangkan OtakAnak. dari http://www.febryan.com/DL/kembangotak.pdf, diakses 24/04/2011

Howard Gardner. 1999. Intelligence Reframed MultipleInteligence for the 21st century.

Piaget, Jean. 2010. Psikologi Anak. Yogyakarta :Pustaka Pelajar

Reza Prasetyo, JJ. 2009. Multiply your multipleintelligence Melatih 8 kecerdasanmajemuk pada anak dan dewasa.Yogyakarta ; ANDI

Widayati, Sri. 2008. Mengoptimalkan 9 ZonaKecerdasan Majemuk anak. Yogyakarta :LUNA Publisher

35

Page 40: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

HUBUNGAN ANTARA KINERJA PETUGAS POSYANDU DENGAN TINGKA TKEPUASAN IBU BALIT A

(Suatu studi di Posyandu Desa Ngampel Kecamatan KapasKabupaten Bojonegoro)

Ainu Zuhriyah, Eko Hari Purnomo

ABSTRACTIntegral Health Care (IHC) is one of the health care program that was already widely known in the

community and has been included in the daily social life in rural areas can urban areas. Many opinions frommothers that they disappointed to IHC service . The Dissatisfaction is because some services are not provided inIHC. The research objective is to analyze the performance of official relations with the level of satisfaction IHCservice.

The study design was correlational analytical approach to cross-sectional, population under fivemothers who visited the village IHC Ngampel Bojonegoro Cotton District by 60 respondents, using simplerandom sampling technique obtained 52 samples of respondents, namely the performance of the independentvariables and the dependent variable IHC officers that the level of Toddler mother satisfaction . data analysisusing spearman’s rho test.

The results of this study the performance of both officers IHC maternal satisfaction with the level ofsatisfaction as much as 33 respondents (63.5%). While the performance of the IHC Officer with a sufficient levelof maternal satisfaction only eight respondents (15.4%), then amplified by spearman’s rho test results are knownsig 2-tailed 0.001, and <a (0.05), so H1 is received.

In conclusion there is a connection with the performance of officers IHC with maternal satisfaction ratein IHC toddler Cotton Village District Ngampel Bojonegoro. So it is advisable to IHC officers to provide servicesin accordance with a system IHC five tables involving midwives, nurses and cadres, as well as explain theprocedure prior to the service provided.

Keywords: Performance, Satisfaction, Toddler Mother

ABSTRAKKesehatan Integral (IHC) adalah salah satu program perawatan kesehatan yang sudah dikenal secara

luas di masyarakat dan telah dimasukkan dalam kehidupan sosial sehari-hari di daerah pedesaan perkotaanbisa. Banyak pendapat dari para ibu yang mereka kecewa IHC layanan. Ketidakpuasan adalah karena beberapalayanan tidak tersedia di Posyandu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja hubungan resmidengan tingkat kepuasan pelayanan Posyandu.

Desain penelitian adalah pendekatan analisis korelasional terhadap cross-sectional, populasi balitaibu yang mengunjungi desa Ngampel Kecamatan Kapas IHC Bojonegoro oleh 60 responden, menggunakanteknik simple random sampling diperoleh 52 sampel responden, yaitu kinerja variabel independen dan dependenvariabel IHC petugas bahwa tingkat kepuasan ibu Balita. analisis data menggunakan spearman rho kita uji.

Hasil dari penelitian ini kinerja kedua kepuasan IHC perwira ibu dengan tingkat kepuasan sebanyak33 responden (63,5%). Sementara kinerja Petugas Posyandu dengan tingkat yang cukup kepuasan ibu hanyadelapan responden (15,4%), kemudian diperkuat oleh hasil uji spearman rho dikenal sig 2-tailed 0,001, dan <a(0,05), sehingga H1 diterima.Dalam kesimpulan ada hubungan dengan kinerja petugas Posyandu dengan tingkat kepuasan ibu balita diPosyandu Desa Kapas Kecamatan Ngampel Bojonegoro. Jadi disarankan untuk petugas IHC untuk memberikanlayanan sesuai dengan sistem lima meja IHC melibatkan bidan, perawat dan kader, serta menjelaskan prosedursebelum layanan yang disediakan.

Kata Kunci: Kinerja, Kepuasan, Ibu Balita

36

Page 41: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

PendahuluanDalam rangka menurunkan angka kematian ibu

dan bayi, banyak usaha telah dilakukan pemerintahdan tenaga kesehatan. Wahana atau forum yang adadi masyarakat yang dipandang mampu untuk berperanaktif dalam meningkatakan kesehatan diantaranyaadalah Posyandu. Banyak pendapat dari masyarakatterutama ibu-ibu balita terhadap ketidakpuasan merekaakan pelayanan kesehatan posyandu, yaitu perasaantidak senang atau kecewa berasal dari perbandinganantara kesannya terhadap kinerja atau hasil dari suatupelayanan posyandu. Ketidakpuasan tersebut karenaadanya beberapa pelayanan posyandu yang tidakdiberikan.

Jumlah posyandu di Indonesia tahun 2010sebanyak 1547 buah. Jumlah tersebut mengalamipeningkatan jika dibandingkan jumlah Posyandupada tahun 2009 (Jumlah Posyandu tahun 2009: 1523buah). Dari Posyandu yang ada, Posyandu Purnamamencapai 569 buah (36,78 %), sedangkan PosyanduMandiri mencapai 1,16%. Jika dibandingkan targettahun 2010, persentase Posyandu Purnama Mandirisebesar 60% maka angka tersebut masih jauh dibawah target (Profil Kesehatan KabupatenBojonegoro, 2009). Dari data di PuskesmasTanjungharjo bulan November 2010 di Desa Ngampelterdapat 2 buah posyandu dengan jumlah balita 120balita, dari 1580 jiwa penduduk. Dari 120 balita hanyarata-rata 30 yang datang menggunakan jasapelayanan kesehatan dalam satu posyandu.

Kepuasan ibu-ibu balita terhadappelayanan kesehatan posyandu akan timbul apabilapelayanan yang di berikan oleh petugas posyandusudah sesuai dengan sistim lima meja. Pelayanantersebut di pengaruhi oleh faktor eksternal dan internalyaitu : fungsi kepemimpinan, pekerjaan, kebijakan danaturan, penghargaan atau imbalan, sangsi dan tingkatstres. Sedangkan faktor internal yaitu : pendidikan,masa kerja, dorongan, sikap, kemampuan danketerampilan, persepsi, umur, jenis kelamin, keragamanras, pembelajaran dan kepribadian individu(Gibson,1996). Beberapa pelayanan kesehatanposyandu tersebut meliputi sistim pelayanan lima mejayaitu meja pertama meliputi, pendaftaran, pencatatanbayi, pencatatan balita, pencatatan ibu hamil,pencatatan ibu menyusui dan pencatatan usia subur.Meja kedua meliputi, penimbangan balita, penimbanganibu hamil. Meja ke tiga meliputi, pengisian KMS (KartuMenuju Sehat). Meja ke empat meliputi, mengenalbalita berdasarkan berat badan, pemberian makanantambahan, oralit, vitamin A dosis tinggi, pemberian

tablet besi pada ibu hamil dengan resiko tinggi,pelayanan KB serta pemberian kondom serta pil. Mejakelima meliputi, pelayanan KIA, KB, imunisasi danpengobatan. serta pelayanan lain sesuai dengankebutuhan setempat. Apabila pelayanan posyandutersebut tidak sesuai dengan sistim lima meja makaakan berdampak terhadap kesehatan ibu dan anak,diantaranya adalah : penurunan gizi pada anak, semakinbertambahnya penyakit yang menular, semakin tinggiangka kelahiran, kurangnya pengetahuan ibu-ibutentang kesehatan anak dan lingkungan.

Untuk mengatasi masalah di atas tersebut,diharapkan para petugas harus mengembalikan fungsipelayanan posyandu dengan baik yaitu sesuai denganpelayanan lima meja, agar ibu-ibu balita bisamenggunakan kembali jasa pelayanan kesehatanposyandu tersebut dan marasa puas terhadappelayanan yang telah diberikan.

Metode PenelitianJenis penelitian ini penelitian analitik dengan

pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yangmenekankan pada waktu pengukuran atau observasidata variabel independent dan variabel dependentdinilai satu saat. Populasi dalam penelitian ini adalahibu balita yang berkunjung ke posyandu DesaNgampel Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegorobulan Juni tahun 2011 sebanyak 60 orang, denganteknik simple random sampling dengan caramengundi anggota populasi (lottery technique) atauteknik undian sebanyak 52. Variabel independennyakinerja petugas posyandu, variabel dependennyatingkat kepuasan ibu balita yang berkunjung keposyandu. Pengumpulan data lembar kuesionermenggunakan uji Spearman rho.

Hasil PenelitianTabel 1. Distribusi kinerja petugas posyandu di

Desa Ngampel Kecamatan KapasKabupaten Bojonegoro tahun 2011.

No Kinerja petugas posyandu Jumlah Pros.

1. Baik 39 75%

2. Cukup 13 25%

3. Kurang 0 0%

Total 52 100%

Sumber : Data primer hasil penelitian bulan Juni 2011

Dari tabel 1. menunjukkan bahwa sebagianbesar responden yaitu sebanyak 39 responden (75%)mempunyai kinerja yang baik.

37

Page 42: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012

Tabel 2. Distribusi tingkat kepuasan ibu di DesaNgampel Kecamatan Kapas KabupatenBojonegoro tahun 2011.

No Tingkat kepuasan ibu Jumlah Prosentase

1. Puas 38 73,08%

2. Cukup 14 26,92%

3. Kurang puas 0 0%

Total 52 100%

Sumber : Data sekunder hasil penelitianbulan Juni tahun 2011

Dari tabel 2. menunjukkan bahwa sebagianbesar responden yaitu sebanyak 38 responden(73,08%) menyatakan puas.

Tabel 3. Tabulasi silang antara kinerja petugasposyandu dengan tingkat kepuasan ibu diDesa Ngampel Kecamatan KapasKabupaten Bojonegoro tahun 2011

No Kinerja petugasTingkat kepuasan ibu Total

posyandu

Puas Cukup puas

f % f % f %

1. Baik 33 63,5 6 11,5 39 75

2. Cukup 5 9,6 8 15,4 13 25

Total 38 73,08 14 26,92 52 100

Sumber : Data primer hasil penelitian tahun 2011

Dari tabel 3 dari 52 responden menunjukkanbahwa kinerja petugas posyandu baik dengan tingkatkepuasan ibu yang puas sebanyak 33 (63,5%)responden. Sedangkan kinerja petugas posyandu yangcukup dengan tingkat kepuasan ibu yang cukup hanya8 responden (15,4%).

Kemudian didukung uji statistik diperolehhasil nilai sig (2-tailed) 0.001 yang lebih kecil darinilai á = 0,05. Ho ditolak sehingga ada hubungankinerja petugas posyandu dengan tingkatb kepuasanibu balita di Posyandu Desa Ngampel KecamatanKapas Kabupaten Bojonegoro tahun 2011.

PembahasanMenurut Alma B (2000) menyatakan faktor-

faktor yang dapat menyebabkan rasa ketidakpuasanpelanggan diantaranya adalah : tidak sesuai antaraharapan dan kenyataan yang di alami, layanan selamaproses menikmati jasa tidak memuaskan. Sehinggadalam memberian pelayanan, petugas kesehatanposyandu seharusnya dapat memberikan pelayanan

yang sesuai dengan kenyataan yang ada yaitupelayanan sistim lima meja dan menjelaskan proseduryang akan dilakukan.

Teori diatas sesuai dengan hasil penelitian diDesa Ngampel Kecamatan Kapas KabupatenBojonegoro, dimana sebagian besar respondenmenyatakan puas dengan kinerja petugas posyandu.Hal ini muncul karena pelayanan yang diberikanpetugas posyandu telah sesuai dengan anggapan atauharapan yang diinginkan oleh responden. Pelayananyang diberikan oleh petugas posyandu telah dianggapsesuai dengan kebutuhan responden yaitu pelayananksehatan untuk balitanya.

KesimpulanJika kinerja petugas baik maka ibu balita

merasa puas di Desa Ngampel Kecamatan KapasKabupaten Bojonegoro tahun 2011.

DAFTAR PUSTAKA

Alma B. 2000. Manajemen Sumber Daya ManusiaPerusahaan, Bandung : Remaja Rosdakarya.

Depkes Bojonegoro. 2009. Profil KesehatanKabupaten Bojonegoro. Bojonegoro.Dinkes.

Gibson et. Al. 1996 Organization behaviour structureprocess bussines, publication inc. USA Pp.

38

Page 43: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 201239

Page 44: LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro tidak lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih mengarah pada pertimbangan praktis ( fast food) yang jika tidak diimbangi dengan

LPPM AKES Rajekwesi Bojonegoro

ASUHAN KESEHATAN VOL. 6 No. 3, Agustus 2012