Top Banner
LAPORAN PENDAHULUAN CHOLELITIASIS I. ANATOMI FISIOLOGI A. Anatomi Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus 1
32

Lp Kolelitiasis

Jan 15, 2016

Download

Documents

kolelitiasis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lp Kolelitiasis

LAPORAN PENDAHULUAN

CHOLELITIASIS

I. ANATOMI FISIOLOGI

A. Anatomi

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang

panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi

antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga

berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati.

Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat,

ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus

merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit

dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.

Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran

empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua

saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus

kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus

hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.

B. Fisiologi

Kandung empedu berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50

ml. Kandung empedu mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu

proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling

berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang

membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian

disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum

interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan

kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum

mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang

berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

1

Page 2: Lp Kolelitiasis

Fungsi kandung empedu, yaitu :

a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang

ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu

ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.

b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan

vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari

usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah

menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam

empedu.

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu

makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak

dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus,

empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu,

pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik,

sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat

dibandingkan empedu hati.

Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan

diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu

diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan

tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan

dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu

berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu

kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung

empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal

terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum

terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer

terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh

hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.

2

Page 3: Lp Kolelitiasis

Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu

dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum

memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu

berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan

bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,

berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin

yang

berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu

meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk

membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus

besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari

empedu)

dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan,

serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari

tubuh.

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan

dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi

enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi

sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu

masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam

empedu

menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan

sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang

disekresikan dalam feses.

II. KONSEP DASAR

A. Pengertian

3

Page 4: Lp Kolelitiasis

Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau

pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah

kolesterol. (Williams, 2003)

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,

bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price & Wilson,

2005). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana

terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,

bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu

berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu :

obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami

aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran

empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran

empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan

infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan

menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.

Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,

sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu

empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa

merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama

adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan

pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu

mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman

tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang

tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih

sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.

Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut Suratun, dkk (2010, hlm. 201)

adalah sebagai berikut :

1. Batu Kolesterol

Biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat

dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang merupakan unsur

normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung

pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang

4

Page 5: Lp Kolelitiasis

cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan

peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.

2. Batu Pigmen

Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat, fosfat, atau

asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multipel, dan

bewarna hitam kecoklatan. Batu pigmen bewarna coklat berkaitan dengan hemolisis

kronis. Batu berwarna coklat berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat

berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam ini lebih jarang di jumpai).

Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi

proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu

semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan

bilier.

3. Batu Campuran

Batu ini merupakan campuran antara batu kolesterol dengan batu pigmen atau dengan

substansi lain (kalsium karbonat, fosfat, garam empedu, dan palmitat), dan biasanya

berwarna coklat tua

B. Etiologi

Menurut Mansjoer (2006) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Kolelitiasis

yaitu: diantara jenis kelamin, umur, berat badan, makanan, faktor genetik, aktifitas fisik dan

infeksi. Berikut ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor penyebab Kolelitiasis, antara lain:

1. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan

pria, ini dikarenakan oleh hormon Estrogen berpengaruh terhadap peningkatan

ekskresi kolestrol oleh kandung empedu, penggunaan pil kontrasepsi dan terapi

hormon (Estrogen) dapat meningkatkan kolestrol dalam kandung empedu dan

penurunan aktifitas pengosongan kandung empedu.

2. Umur

Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena Kolelitiasis

dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda.

3. Berat Badan

5

Page 6: Lp Kolelitiasis

Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi

Kolelitiasis, ini dikarenakan dengan tingginya Body Mass Index (BMI) maka kadar

kolestrol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu

serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu.

4. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan

terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi

kandung empedu

5. Faktor Genetik

Orang dengan riwayat keluarga Kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar

dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga

6. Aktifitas Fisik

Kekurangan aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

Kolelitiasis, ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

7. Infeksi

Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu, mucus

meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai

pusat presipitasi.

Menurut Mansjoer Arif  (2001, hlm. 510), beberapa faktor resiko terjadinya

batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon wanita, infeksi (kolesistitis),

kegemukan, paritas, serta faktor genetik. Terjadinya batu kolesterol adalah akibat

gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas

nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu.

Menurut Price, (2005, hlm. 502) penyebab batu empedu masih belum di

ketahui sepenuhnya, akan tetapi tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah

gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu,

statis empedu, dan infeksi kandung empedu.

Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting

dalam pembentukan batu empedu. Statis empedu dalam kandung empedu dapat

mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan

unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau

keduanya dapat menyebabkan terjadinya statis. Faktor hormonal (terutama selama

6

Page 7: Lp Kolelitiasis

kehamilan) dapat di kaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan

menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan

batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat

berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul

sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu, di bandingkan sebagai penyebab

terbentuknya batu empedu.

Menurut Price (2005, hlm 503), sebanyak 75% orang yang memiliki batu

empedu tidak memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu

menyumbat aliran empedu, yang seringkali terjadi karena batu yang kecil melewati ke

dalam duktus koledokus.  Penderita batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis

akut atau kronis.

1. Gejala Akut 

a) Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas,

nyeri dapat  menyebar ke punggung dan bahu kanan. 

b) Penderita dapat berkeringat banyak dan Gelisah

c) Nausea dan muntah sering terjadi. 

d) Ikterus, dapat di jumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan

persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.

Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan

gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi di bawa ke dalam

duodenum akan di serap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit

dan membran mukosa bewarna kuning. Keadaan ini sering di sertai dengan

gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.

e) Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan

membuat urine bewarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh

pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat.

2. Gejala kronis

Gejala kolelitiasis kronis mirip dengan gejala kolelitiasis akut, tetapi

beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat

dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung

lama.Menurut Reeves ( 2001) tanda dan gejala yang biasanya terjadi adalah:

a) Nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan atas

7

Page 8: Lp Kolelitiasis

b) Pucat biasanya dikarenakan kurangnya fungsi empedu

c) Pusing akibat racun yang tidak dapat diuraikan

d) Demam

e) Urine yang berwarna gelap seperti warna teh

f) Dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan-makanan

berlemak

g) Nausea dan muntah

h) Berkeringat banyak dan gelisah

i) Nausea dan muntah-muntah

j) Defisiensi Vitamin A,D,E,K

B. Patofisiologi

Etiologi merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu.

Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol

menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol (Price A & Wilson, 2003).

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang

terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan

fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi

bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium,

bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal

yang yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal

tersebut bertambah ukuran, melebur dan membentuk batu. Faktor predisposisi

merupakan pembentukan batu empedu :

1. Batu kolesterol

Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :

a) Supersaturasi atau penumpukan kolesterol didalam kantung empedu

b) Berkurangnya kemampuan kandung empedu

c) Nukleasi atau pembentukan nidus cepat.

Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu pasien

dengan kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi kolesterol

(promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung zat yang menghalangi

terjadinya nukleasi.

8

Page 9: Lp Kolelitiasis

Proses degenerasi dan adanya penyakit hati

Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme

Mal absorpsi garam empedu ¬ Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu

Peningkatan sintesis kolesterol

Berperan sebagai penunjang

iritan pada kandung empedu ¬ Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh

kolesterol

Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol

kandung empedu

Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu

Penyakit kandung

empedu (kolesistitis)

Pengendapan kolesterol

Batu empedu

1. Batu kalsium bilirunat (pigmen cokelat)

Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :

bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal

akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim

glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau

tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan

presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak

terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan

9

Page 10: Lp Kolelitiasis

terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu

tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

2. Batu pigmen hitam

Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pa-da pasien dengan

hemolisis kronik atau sirosis hati. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas.

Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang

steril. Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui

duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat

menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial ataupun komplit sehingga

menimbulkan gejala kolik bilier. Pasase berulang batu empedu melalui duktus sistikus

yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan

peradangan dinding duktus dan striktur. Apabila batu berhenti di dalam duktus

sistikus dikarenakan diameter batu yang terlalu besar atau pun karena adanya striktur,

batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus 

3. Batu campuran. Batu campuran dapat terjadi akibat kombinasi antara batu pigmen dan

batu kolesterol atau salah satu dari batu dengan beberapa zat lain seperti kalsium

karbonat, fosfat, dan garam empedu.

10

Page 11: Lp Kolelitiasis

Pathway :

C. Manifestasi

Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium: rasa penuh, distensi

abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan

berlemak / yang digoreng. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :

11

Page 12: Lp Kolelitiasis

1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung

empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas,

teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri

hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan , rasa

nyeri disertai mual dan muntah akan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam

sesudah makan dalam porsi besar. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan,

merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier

semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat

mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan

distensi bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding adomen pada

daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh bagian kanan, sehingga menimbulkan

nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.

2. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah

empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak

dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa membran

berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.

3. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat karena

ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.

4. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu

pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut

akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

D. Pemeriksaan

1. Laboratorium

a) Leukosit : 12.000 – 15.000 /iu (N : 5000 – 10.000 iu).

b) Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).

c) Amilase serum meningkat.( N: 17 – 115 unit/100ml).

2. Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen

12

Page 13: Lp Kolelitiasis

Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.

Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan

pilihan.

3. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan

Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena

konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen

sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu)

dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa

beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.

4. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)

Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus

pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.

Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan

memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil

batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang

disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang

disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala

gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah

diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

5. Kolangiografi Transhepatik Perkutan

Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke

dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu

relatif besar, maka semua komponen  pada sistem bilier tersebut, yang mencakup

duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan pajang duktus koledokus, duktus

sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. 

6. Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi

Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian

diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier.

Memerlukan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien

terpajan sinar radiasi.

E. Penatalaksanaan

1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)

13

Page 14: Lp Kolelitiasis

a) Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT,

analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi,

ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.

b) Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim,

daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.

c) Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat

(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen

yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek

sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek

yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati

dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada

dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah

pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan

batu.

d) Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu

bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung

empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan langsung kedalam

kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk

melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui

endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.

e) Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan

gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung

empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah

fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh

percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi

disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan.

Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan

secara spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan

melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.

2. Pembedahan

14

Page 15: Lp Kolelitiasis

Intervensi bedah dan sistem drainase.

a) Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut.

Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur

keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan

getah empedu kedalam kassa absorben.

b) Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar

4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.

c) Kolesistektomi laparaskopi

d) Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan

melalui dinding abdomen pada umbilikus

3. Pendidikan pasien pasca operasi :

a) Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala

komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan,

muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.

b) Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24 sampai

48 jam pertama.

c) Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka

operasi dan sekitarnya.

d) Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang.

e) Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.

F. Komplikasi

1. Komplikasi yang umumnya terjadi :

a) Obstruksi duktus sistikus

b) Kolik bilier

c) Kolesistitis akut

d) Perikolesistitis

e) Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga

f) Perforasi

g) Kolesistitis kronis

h) Hidrop kandung empedu

i) Empiema kandung empedu

j) Fistel kolesistoenterik

15

Page 16: Lp Kolelitiasis

k) Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan

batu empedu muncul lagi)

l) Ileus batu empedu (gallstone ileus)

2. Komplikasi post op laparatomi kolelitiasis

a) Perdarahan

b) Infeksi

c) Kerusakan organ internal

d) Adhesi organ viseral

4. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Biodata

a) Identitas klien

Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,

nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa

medis, tindakan medis.

b) Identitas Penanggung jawab

c) Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,

hubungan dengan klien, sumber biaya.

2. Lingkup Masalah Keperawatan

Keluhan utama : klien dengan post laparatomy ditemukan adanya keluhan nyeri

pada luka post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan terasa lemas.

3. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat pengkajian yang dijabarkan

dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST.

b) Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sebelumnya dan kapan terjadi.

Biasanya klien memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.

c) Riwayat kesehatan Keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa dengan

klien, penyakit turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada anggota

keluarga yang memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.

16

Page 17: Lp Kolelitiasis

4. Riwayat Psikologi

Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan

pembedahan seperti cemas.

5. Riwayat Sosial

Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan. Biasanya

klien tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.

6. Riwayat Spiritual

Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan klien

akan kesembuhannya dan secara umum klien berdoa untuk kesembuhannya.

Biasanya aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas akibat

kelemahan dan nyeri luka post operasi.

7. Kebiasaan sehari-hari

Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi gangguan

atau tidak. Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : makan, minum,

eliminasi Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), istirahat tidur,

personal hygiene, dan ketergantungan. Biasanya klien kesulitan melakukan

aktivitas, seperti makan dan minum mengalami penurunan, istirahat tidur sering

terganggu, BAB dan BAK mengalami penurunan, personal hygiene kurang

terpenuhi.

B. Diagnosa

1. Nyeri Akut b/d agen injuri fisik

2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan

pemasukan nutrisi, faktor biologis

3. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.

4. Kurang perawatan diri b/d kelemahan

5. Kurang Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis interpretasi

informasi

C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Rencana

17

Page 18: Lp Kolelitiasis

Keperawatan Hasil

Keperawatan

1 Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:   Klien melaporkan

nyeri berkurang dg scala 2-3

  Ekspresi wajah tenang

  Klien dapat istirahat dan tidur

Manajemen nyeri :1) Kaji tingkat nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

4) Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

5) Kurangi faktor presipitasi nyeri.6) Pilih dan lakukan penanganan nyeri

(farmakologis/non farmakologis).7) Ajarkan teknik non farmakologis

(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.

8) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

9) Evaluasi tindakan pengurang nyeri / kontrol nyeri.

10) Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.1) Cek program pemberian analogetik;

jenis, dosis, dan frekuensi.2) Cek riwayat alergi.3) Tentukan analgetik pilihan, rute

pemberian dan dosis optimal.4) Monitor TTV5) Berikan analgetik tepat waktu

terutama saat nyeri muncul.6) Evaluasi efektifitas analgetik, tanda

dan gejala efek samping.2 Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:1) BB stabil, 2) nilai

Manajemen Nutrisi1) Kaji adanya alergi makanan.2) Kaji makanan yang disukai oleh

klien.3) Kolaborasi team gizi untuk

penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

4) Anjurkan klien untuk meningkatkan

18

Page 19: Lp Kolelitiasis

laboratorium terkait normal,

3) tingkat energi adekuat,

4) masukan nutrisi adekuat

asupan nutrisinya.5) Yakinkan diet yang dikonsumsi

mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

6) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

7) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi1) Monitor BB jika memungkinkan2) Monitor respon klien terhadap

situasi yang mengharuskan klien makan.

3) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

4) Monitor adanya mual muntah.5) Monitor adanya gangguan dalam

input makanan misalnya perdarahan, bengkak.

6) Monitor intake nutrisi dan kalori.7) Monitor kadar energi, kelemahan

dan kelelahan.3 Risiko infeksi b/d

imunitas tubuh menurun, prosedur invasive.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH:1) Tidak ada tanda-

tanda infeksi

Kontrol infeksi :1) Bersihkan lingkungan setelah

dipakai pasien lain.2) Batasi pengunjung bila perlu.3) Intruksikan kepada pengunjung

untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

4) Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

5) Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

6) Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

7) Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

8) Lakukan dresing infus dan dan kateter setiap hari Sesuai indikasi

9) Tingkatkan intake nutrisi dan cairan10) Berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi1) Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal.2) Monitor hitung granulosit dan WBC.3) Monitor kerentanan terhadap infeksi.

19

Page 20: Lp Kolelitiasis

4) Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

5) Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas.

6) Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu.

7) Dorong istirahat yang cukup.8) Dorong peningkatan mobilitas dan

latihan.9) Instruksikan klien untuk minum

antibiotik sesuai program.10) Ajarkan keluarga/klien tentang tanda

dan gejala infeksi.11) Laporkan kecurigaan infeksi.

4 Sindrom defisit self care b.d kelemahan

Setelah dilakukan askep ...... jam ADLs terpenuhi dg KH:1) Klien bersih,

tidak bau2) Kebutuhan

sehari-hari terpenuhi

Self Care Assistence1) Bantu ADL klien selagi klien belum

mampu mandiri2) Pahami semua kebutuhan ADL klien3) Pahami bahasa-bahasa atau

pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL

4) Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya

5) Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan

6) Gunakan sumber-sumber atau fasilitas yang ada untuk mendukung self care

7) Ajari klien untuk melakukan self care secara bertahap

8) Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman (lakukan supervisi agar keamnanannya terjamin)

9) Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self care di RS

10) Beri reinforcement atas upaya dan keberhasilan dalam melakukan self care

5 Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga

Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:1) Keluarga

menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan

Mengajarkan proses penyakit1) Kaji pengetahuan keluarga tentang

proses penyakit2) Jelaskan tentang patofisiologi

penyakit dan tanda gejala penyakit3) Beri gambaran tentaang tanda gejala

penyakit kalau memungkinkan4) Identifikasi penyebab penyakit5) Berikan informasi pada keluarga

tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

20

Page 21: Lp Kolelitiasis

dan memahami perawatan

2) Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakan

6) Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

7) Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

8) Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

\

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Panyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Price A. Sylvia, lorraine M Wilson. 2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta : EGC

21

Page 22: Lp Kolelitiasis

Smeltzer, C. S & Bare, G. B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. Ahren, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosisi Keperawatan, Edisi 9. Jakarta : EGC

22