Top Banner
LONG CASE OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan THT RSUD Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : Duane Ayu Fitri 20100310148 Dokter Penguji : dr. I Wayan Marthana, Sp.THT, M.Kes SMF ILMU KESEHATAN THT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2015
23

LONGCASE Tht Duane PDF

Jan 05, 2016

Download

Documents

Erio

long
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LONGCASE Tht Duane PDF

LONG CASE

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Kesehatan THT RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Duane Ayu Fitri

20100310148

Dokter Penguji :

dr. I Wayan Marthana, Sp.THT, M.Kes

SMF ILMU KESEHATAN THT

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2015

Page 2: LONGCASE Tht Duane PDF

HALAMAN PENGESAHAN

“OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS”

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kesehatan THT

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Duane Ayu Fitri

20100310148

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal September 2015

Oleh :

Dokter Penguji

dr. I Wayan Marthana, Sp.THT, M.Kes

SMF ILMU KESEHATAN THT

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2015

Page 3: LONGCASE Tht Duane PDF

BAB I

STATUS UJIAN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. DS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 19 Tahun

Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum Menikah

Tanggal Masuk RS : 26 Agustus 2015

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan tanggal 26 Agustus 2015 secara autoanamnesis.

a. Keluhan Utama

Keluar cairan kuning dari telinga kanan sejak 1 bulan SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik THT Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul

dengan keluhan telinga kanan mengeluarkan cairan kuning kental, tidak berbau

sejak 1 bulan SMRS. OS juga mengeluh telinga terasa penuh dan namun tidak

dirasakan berdengung maupun nyeri telinga. Pendengaran telinga kanan

dirasakan menurun sejak 1 minggu SMRS. Saat dating ke RS, batuk masih

dirasakan namun pilek sudah tidak dirasakan. Sebelumnya. 1 bulan SMRS pasien

mengalami batuk dan pilek setelah itu dari telinga kanan keluar cairan dan belum

mendapat pengobatan. Hal tersebut sering di alami OS, tapi biasanya cairan dari

telinga hilang sendiri dan tidak pernah lebih dari 1 minggu. OS mengatakan

telinga tidak kemasukan air dan tidak mengorek telinga.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

• OS mengatakan mengalami sakit sejak saat bayi dan sering kambuhan

Page 4: LONGCASE Tht Duane PDF

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah, ibu dan saudara tidak pernah mengalami sakit serupa.

Ibu memiliki riwayat Hipertensi

e. Anamnesis Sistem

• Sistem serebrospinal : demam (-), mual (-), pusing (-)

• Sistem respiratorius : sesak nafas (-), batuk (+), pilek (-)

• Sistem Kardiovaskuler : berdebar-debar (-)

• Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan

• Sistem genitalia : tidak ada keluhan

• Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan

• Sistem Integumentum : Akral teraba hangat

C. PEMERIKSAAN FISIK

I. KEADAAN UMUM

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 84x/menit

Suhu : Afebris

Pernapasan : 20x/menit

Berat badan : 48 kg

Tinggi Badan : 158 cm

II. TELINGA

Kanan Kiri

Bentuk Daun Telinga Normal

Deformitas (-)

Normal

Deformitas (-)

Perforasi (+) ± 20 % dari luas membran timpani

DBN

Page 5: LONGCASE Tht Duane PDF

Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada

Discharge Kuning Tidak ada

Nyeri Tekan Tragus Tidak ada Tidak ada

Regio Mastoid Tidak ada kelainan, nyeri

tekan (-)

Tidak ada kelaianan,

nyeri tekan (-)

Liang Telinga CAE tidak ada serumen CAE tidak ada serumen

Membran Timpani MT perforasi sentral,

hiperemis (-), edema (-),

refleks cahaya (-)

MT intak, hiperemis (-),

edema (-), refleks cahaya

(+) arah jam 7

Valsava Test

Toynbee Test

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

TES PENALA

TEST KANAN KIRI

Rinne + +

Weber Tidak ada lateralisasi

Swabach Pasien mendengar = pemeriksa

Bing Lateralisasi ke telinga yang di tutup

III. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Kesan: hidung tak ada keluhan, dalam batas normal

• Bentuk : Normal, tidak ada deformitas

• Tanda peradangan : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-), Bengkak (-)

• Vestibulum : Hiperemis -/-, sekret -/-

• Cavum nasi : Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/-

• Konka inferior : dalam batas normal

Page 6: LONGCASE Tht Duane PDF

• Meatus nasi inferior : dalam batas normal

• Konka medius : dalam batas normal

• Meatus nasi medius : Sekret -/-

• Septum nasi : Deviasi -/-

• Aliran udara : Hambatan -/-

• Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

• Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

IV. RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR) à Tidak dilakukan pemeriksaan

V. PEMERIKSAAN TRANSLUMINASI

Kanan Kiri

Sinus frontalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sinus maksilaris Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VI. TENGGOROK

PHARYNX

• Cavum Oris : gigi lengkap, caries (-) radang ginggiva (-),

mukosa mulut dalam batas normal.

• Uvula : letak di tengah, hiperemis (-)

• Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-), granular (-)

• Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-)

• Tonsil :

- T1-T1

- hiperemis -/-

- permukaan mukosa tidak rata/ granular -/-

- Kripta melebar -/-

- Detritus -/-

Page 7: LONGCASE Tht Duane PDF

LARING (Laringoskopi) à Tidak dilakukan

VII. LEHER

• Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar

• Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Saran Pemeriksaan:

• Foto rontgen regio mastoid

E. DIAGNOSIS

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Benigna Aktif AD

F. TERAPI

1. Edukasi :

a. Dilarang mengorek telinga

2. Medikamentosa

a. Pemberian antibiotik topikal :

è Kloramfenikol tetes telinga kanan 3 x III tetes dalam sehari telinga

kanan

b. Kortikosteroid :

è Metilprednisolon à 3 x 4mg

G. PROGNOSIS

D. Que ad vitam : Dubia at bonam

E. Que ad sanam : Dubia ad bonam

F. Que ad fungsionam : Dubia ad malam

Page 8: LONGCASE Tht Duane PDF

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan

kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi)

dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan

apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih.

Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari

2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga

tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening

atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronik (OMSK) didalam masyarakat

Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan

penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang

nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa

sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada

penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak yang dapat

menyebabkan kematian. Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen

pada OMSK tipe benign pun dapat menyebabkan suatu komplikasi.

Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi

sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek.

Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang

mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden

OMSK saja, tidak ada data yang tersedia. Otitis media kronis merupakan penyakit

THT yang paling banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti

Inggris sekitar 0, 9% dan di Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara

maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi

pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada

populasi di Amerika dan Inggris kurang dari 1%. Menurut survei yang dilakukan pada

7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insidens Otitis Media Supuratif

Kronik (atau yang oleh awam sebagai “congek”) sebesar 3% dari penduduk

Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,

6 juta penderita OMSK. Pada dasarnya keberhasilan pengobatan penyakit infeksi

bakteri dengan antibiotik merupakan hasil akhir dari 3 komponen, yaitu penderita,

Page 9: LONGCASE Tht Duane PDF

bakteri dan antibiotika. Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi bakteri adalah

manifestasi klinik dari interaksi antara penderita dan bakteri. Adapun untuk

pengobatan infeksi dibutuhkan antibiotika yang tepat dan daya tahan tubuh penderita

itu sendiri. Memilih antibiotika yang tepat dapat dilakukan berdasarkan sekurang-

kurangnya mengetahui jenis bakteri penyebab penyakit dan akan lebih baik lagi

apabila disertai dengan adanya hasil uji kepekaan pemeriksaan mikrobiologi. Ketidak

patuhan penderita dalam perawatan, kuman yang resisten, bentuk anatomi telinga,

adanya komplikasi, menyebabkan kesulitan dalam hal pengobatan dan perawatan

penderita OMSK.

B. Anatomi Telinga

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut:

• Batas luar : membrane timpani

• Batas depan : tuba eustachius

• Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

• Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis

• Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

• Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis

semisirkularis horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval

window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.

Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membrane timpani

dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta

penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel udara mastoid. Bagian ini

dipisahkan dari dunia luar oleh suatu membrane timpani dengan diameter kurang

lebih setengah inci.

Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang

telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinnga. Bagian atas disebut pars

flaksida (membrane shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane

propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel

kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi olehsel kubus bersilia, seperti sel epitel

saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang

Page 10: LONGCASE Tht Duane PDF

terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian

luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut

sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kearah bawah

yaitu pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani

kanan.

Membrane timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah

dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,

sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-

belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani. Didalam telinga

tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam yaitu,

maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling

berhubungan. Prosesus longus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada

inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang

berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan

persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan

daerah nasofaring dengan telinga tengah.

Gambar 1. Anatomi Telinga

Yang disebut dengan otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis

ditelinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari

telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret yang keluar mungkin encer

Page 11: LONGCASE Tht Duane PDF

atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi membran

timpani dapat menjadi otitis media supuratif kronis bila prosesnya sudah lebih dari 2

bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut sebagai otitis media supuratif

subakut.

C. Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,

jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring

(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba

Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi

yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba

patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK

yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK

yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipo

gamma globulinemia) dan cellmediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan

leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis. Penyebab terbesar otitis media

supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal ,

kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas.

Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk staphylococcus,

pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari

nasofaring diantaranya streptococcus viridans (streptococcus A hemolitikus,

streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).

Penyebab OMSK antara lain:

1. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi

mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana

kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah

hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat

tinggal yang padat.

2. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden

OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor

Page 12: LONGCASE Tht Duane PDF

genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi

belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis

media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang

menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan

kronis.

4. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak

bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang

digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram negatif,

flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas

atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan

menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam

telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar

terhadap otitis media kronis.

7. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi

dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita

yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya,

namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema

tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum

Page 13: LONGCASE Tht Duane PDF

diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk

mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak

mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal. Beberapa faktor-faktor

yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :

• Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan

produksi sekret telinga purulen berlanjut.

• Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan

spontan pada perforasi.

• Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui

mekanisme migrasi epitel.

• Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami

pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani.

Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

D. Patofisiologi

Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan

stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk

diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA

dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah missal perforasi kering.

Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media

kronis. Suatu teori tentang patogenesis dikemukan dalam buku modern yang

umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini menyatakan bahwa terjadinya

otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-anak, menimbulkan perforasi yang

besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu, gendang telinga tetap

berlubang, atau sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat kolaps

kedalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini

mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas kebenarannya,

antara lain:

• Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap

membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya

ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi.

• Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya

antibiotik. Penulis (DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus dalam

Page 14: LONGCASE Tht Duane PDF

25 tahun terakhir. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga kronis tidak

berkurang dalam periode tersebut.

• Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut

pada permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan

bertambah secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa tahun

kemudian setelah pasien menyadari adanya masalah

E. Klasifikasi

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa

dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor

lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran

nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya

tahan tubuh yang rendah, di samping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas

dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Secara

klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

a. Penyakit aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh

perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang di

mana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai

mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dan jarang ditemukan polip yang besar

pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan

penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila

tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi.

b. Penyakit tidak aktif

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa

telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala

lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, and atau suatu rasa penuh dalam telinga.

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit

atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya

Page 15: LONGCASE Tht Duane PDF

kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.

Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,

terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2

tipe yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat.

a. Kolesteatom kongenital.

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan

Clemis (1965) adalah:

1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.

2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel

undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.

Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang

temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf

berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

b. Kolesteatom didapat.

1. Primary acquired cholesteatoma.

Koelsteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida

2. Secondary acquired cholesteatoma.

Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis

biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada

bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk

ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong retraksi membran

timpani pars tensa. Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membrane plasida,

akibat pada tempat ini terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan tetapi

bertumpuk di sini. Lambat laun epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah

lama tambah besar dan tumbuh terus kedalam kavum timpani dan membentuk

kolesteatom. Ini dinamakan “primary acquired cholesteatom” atau genuines

cholesteatom”. Mula- mula belum timbul peradangan, lambat laun dapat terjadi

peradangan. Primary dan secondary acquired cholesteatom ini dinamakan juga

“pseudo cholesteatoma, oleh karena ada pula congenital kolesteatom. Ini juga

merupakan suatu lubang dalam tenggorok terutama pada os temporal. Dalam lubang

ini terdapat lamel konsentris terdiri dari epitel yang dapat juga menekan tulang

sekitarnya. Beda kongenital kolesteatom, ini tidak berhubungan dengan telinga dan

Page 16: LONGCASE Tht Duane PDF

tidak akan menimbulkan infeksi.

Bentuk perforasi membran timpani adalah:

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-

superior, kadang-kadang sub total.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.

Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi

pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

F. Gejala Klinis

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)

tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar

sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar

mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa

telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya

hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas

atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada

OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau,

berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk

degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada

OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang

karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah

berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan

tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa

nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

Page 17: LONGCASE Tht Duane PDF

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya

dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran

mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit

ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektifn ke fenestra ovalis.

Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20db ini ditandai bahwa

rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang

pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.

Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani

serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK

tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang

pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara

sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya

infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel

labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan

terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu

tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase

pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran

sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan

abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna

sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,

subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan

vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding

labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan

udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi

Page 18: LONGCASE Tht Duane PDF

hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih

mudah terangsang oleh perbedaan suhu.

Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.

Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan

yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid

ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi

meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji

ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan

demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

G. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis (history-taking)

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita

seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang

paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada

tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak

berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit,

berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka

sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan

keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Gejala klinis

Ada beberapa gejala klinis yang menyebabkan pasien berobat ke pelayanan

kesehatan, antara lain:

• Telinga berair (otorrhoe), sekret bersifat purulen (kental, putih) atau

mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan.

• Gangguan pendengaran, ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-

tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat

pula bersifat campuran.

• Otalgia (nyeri telinga), nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK,

dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius.

• Vertigo, vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius

lainnya.

Page 19: LONGCASE Tht Duane PDF

3. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari

perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

4. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai

hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan

pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna

untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk

memperbaiki pendengaran.

Pemeriksaan penala adalah pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya

gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran

dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech

audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked responce audiometry) bagi

pasien anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.

5. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk

menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif

menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

6. Pemeriksaan bakeriologik dengan media kultur pada OMSK

Identifikasi kuman didasarkan pada morfologi koloni kuman yang tumbuh

pada media kultur (agar darah) dan uji biokimia. Identifikasi bakteriologik dalam

tubuh manusia (dalam hal ini sekret telinga penderita OMSKBA) masih

mengandalkan teknik kultur murni.

7. Pemeriksaan penunjang lain berupa uji resistensi kuman dari sekret telinga.

H. Penatalaksanaan

Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor- faktor

penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatom, maka

mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk

Page 20: LONGCASE Tht Duane PDF

mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis

penyakit dan luasnya infeksi, di mana pengobatan dapat dibagi atas:

1. Konservatif

2. Operasi

a. OMSK BENIGNA TENANG

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan

mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan

segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan

sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (Miringoplasti, timpanoplasti) untuk

mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

OMSK BENIGNA AKTIF

Prinsip pengobatan OMSK adalah pembersihan liang telinga dan kavum timpani serta

pemberian antibiotika.

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)

Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk

perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik

bagi perkembangan mikroorganisme.

Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):

1. Toilet telinga secara kering (dry mopping).

2. Toilet telinga secara basah (syringing).

3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)

2. Pemberian antibiotik topikal

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif

yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.

Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif

melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan

Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan

Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan

organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Biasanya tetes telinga mengandung

Page 21: LONGCASE Tht Duane PDF

kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat

digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam

acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil

gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif

melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis (Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka

panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak

foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik. Antibiotika topikal yang dapat

dipakai pada otitis media kronik adalah Polimiksin B atau polimiksin E, Neomisin dan

Kloramfenikol. Polimiksin B atau polimiksin E bersifat bakterisid terhadap kuman

gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap

gram positif, Proteus dan.B.fragilis. Ia bersifat toksik terhadap ginjal dan susunan

saraf. Neomisin merupakan obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif serta

menyebabkan toksik terhadap ginjal dan telinga.

3. Pemberian antibiotik sistemik

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur

kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai

pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan

faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam pengunaan

antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing- masing jenis

kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab,

daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi

tubuhnya. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,

misalnya golongan beta laktam.

b. OMSK MALIGNA

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan

konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum

dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya

dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis

pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan

mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain mastoidektomi

sederhana (simple mastoidectomy), mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal

Page 22: LONGCASE Tht Duane PDF

dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti dan pendekatan ganda timpanoplasti

(Combined approach tympanoplasty). Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi

secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya

komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki

pendengaran (Millis R.P, 1997).

I. Komplikasi

Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena

komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.

Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang

menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna,

tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada

OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang

serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan

kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:

a. Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang

pendengaran dan paralisis nervus fasial.

b. Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli saraf

(sensorineural).

c. Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan

petrositis.

d. Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan

hidrosefalus otitis (Helmi S, 1997).

Page 23: LONGCASE Tht Duane PDF

DAFTAR PUSTAKA

Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung,Tenggorok,

Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994: p. 392-412.

Boesoirie, TS dan Lasminingrum. Perjalanan Klinis dan Penatalaksanaan Otitis Media

Supuratif. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Fakultas Kedokteran UNPAD/RSUP dr.Hasan

Sadikin Bandung .2009.

Christanto, A. et al. Pendekatan Molekuler (RISA) untuk Membedakan Spesies Bakteri Otitis

Media Supuratif Kronik Benigna Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007

Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p. 64-77.

Soetirto, I. et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006:

p.10-22