Page 1
LONG CASE
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan THT RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh :
Duane Ayu Fitri
20100310148
Dokter Penguji :
dr. I Wayan Marthana, Sp.THT, M.Kes
SMF ILMU KESEHATAN THT
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2015
Page 2
HALAMAN PENGESAHAN
“OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS”
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kesehatan THT
RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun Oleh:
Duane Ayu Fitri
20100310148
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal September 2015
Oleh :
Dokter Penguji
dr. I Wayan Marthana, Sp.THT, M.Kes
SMF ILMU KESEHATAN THT
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2015
Page 3
BAB I
STATUS UJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. DS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 19 Tahun
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Masuk RS : 26 Agustus 2015
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan tanggal 26 Agustus 2015 secara autoanamnesis.
a. Keluhan Utama
Keluar cairan kuning dari telinga kanan sejak 1 bulan SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul
dengan keluhan telinga kanan mengeluarkan cairan kuning kental, tidak berbau
sejak 1 bulan SMRS. OS juga mengeluh telinga terasa penuh dan namun tidak
dirasakan berdengung maupun nyeri telinga. Pendengaran telinga kanan
dirasakan menurun sejak 1 minggu SMRS. Saat dating ke RS, batuk masih
dirasakan namun pilek sudah tidak dirasakan. Sebelumnya. 1 bulan SMRS pasien
mengalami batuk dan pilek setelah itu dari telinga kanan keluar cairan dan belum
mendapat pengobatan. Hal tersebut sering di alami OS, tapi biasanya cairan dari
telinga hilang sendiri dan tidak pernah lebih dari 1 minggu. OS mengatakan
telinga tidak kemasukan air dan tidak mengorek telinga.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
• OS mengatakan mengalami sakit sejak saat bayi dan sering kambuhan
Page 4
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah, ibu dan saudara tidak pernah mengalami sakit serupa.
Ibu memiliki riwayat Hipertensi
e. Anamnesis Sistem
• Sistem serebrospinal : demam (-), mual (-), pusing (-)
• Sistem respiratorius : sesak nafas (-), batuk (+), pilek (-)
• Sistem Kardiovaskuler : berdebar-debar (-)
• Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
• Sistem genitalia : tidak ada keluhan
• Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
• Sistem Integumentum : Akral teraba hangat
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. KEADAAN UMUM
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : Afebris
Pernapasan : 20x/menit
Berat badan : 48 kg
Tinggi Badan : 158 cm
II. TELINGA
Kanan Kiri
Bentuk Daun Telinga Normal
Deformitas (-)
Normal
Deformitas (-)
Perforasi (+) ± 20 % dari luas membran timpani
DBN
Page 5
Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada
Discharge Kuning Tidak ada
Nyeri Tekan Tragus Tidak ada Tidak ada
Regio Mastoid Tidak ada kelainan, nyeri
tekan (-)
Tidak ada kelaianan,
nyeri tekan (-)
Liang Telinga CAE tidak ada serumen CAE tidak ada serumen
Membran Timpani MT perforasi sentral,
hiperemis (-), edema (-),
refleks cahaya (-)
MT intak, hiperemis (-),
edema (-), refleks cahaya
(+) arah jam 7
Valsava Test
Toynbee Test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
TES PENALA
TEST KANAN KIRI
Rinne + +
Weber Tidak ada lateralisasi
Swabach Pasien mendengar = pemeriksa
Bing Lateralisasi ke telinga yang di tutup
III. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
Kesan: hidung tak ada keluhan, dalam batas normal
• Bentuk : Normal, tidak ada deformitas
• Tanda peradangan : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-), Bengkak (-)
• Vestibulum : Hiperemis -/-, sekret -/-
• Cavum nasi : Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/-
• Konka inferior : dalam batas normal
Page 6
• Meatus nasi inferior : dalam batas normal
• Konka medius : dalam batas normal
• Meatus nasi medius : Sekret -/-
• Septum nasi : Deviasi -/-
• Aliran udara : Hambatan -/-
• Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
• Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
IV. RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR) à Tidak dilakukan pemeriksaan
V. PEMERIKSAAN TRANSLUMINASI
Kanan Kiri
Sinus frontalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus maksilaris Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VI. TENGGOROK
PHARYNX
• Cavum Oris : gigi lengkap, caries (-) radang ginggiva (-),
mukosa mulut dalam batas normal.
• Uvula : letak di tengah, hiperemis (-)
• Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-), granular (-)
• Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-)
• Tonsil :
- T1-T1
- hiperemis -/-
- permukaan mukosa tidak rata/ granular -/-
- Kripta melebar -/-
- Detritus -/-
Page 7
LARING (Laringoskopi) à Tidak dilakukan
VII. LEHER
• Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
• Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Saran Pemeriksaan:
• Foto rontgen regio mastoid
E. DIAGNOSIS
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Benigna Aktif AD
F. TERAPI
1. Edukasi :
a. Dilarang mengorek telinga
2. Medikamentosa
a. Pemberian antibiotik topikal :
è Kloramfenikol tetes telinga kanan 3 x III tetes dalam sehari telinga
kanan
b. Kortikosteroid :
è Metilprednisolon à 3 x 4mg
G. PROGNOSIS
D. Que ad vitam : Dubia at bonam
E. Que ad sanam : Dubia ad bonam
F. Que ad fungsionam : Dubia ad malam
Page 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan
kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi)
dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan
apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih.
Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari
2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga
tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening
atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronik (OMSK) didalam masyarakat
Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan
penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang
nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa
sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada
penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak yang dapat
menyebabkan kematian. Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen
pada OMSK tipe benign pun dapat menyebabkan suatu komplikasi.
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi
sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek.
Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang
mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden
OMSK saja, tidak ada data yang tersedia. Otitis media kronis merupakan penyakit
THT yang paling banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti
Inggris sekitar 0, 9% dan di Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara
maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi
pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada
populasi di Amerika dan Inggris kurang dari 1%. Menurut survei yang dilakukan pada
7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insidens Otitis Media Supuratif
Kronik (atau yang oleh awam sebagai “congek”) sebesar 3% dari penduduk
Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,
6 juta penderita OMSK. Pada dasarnya keberhasilan pengobatan penyakit infeksi
bakteri dengan antibiotik merupakan hasil akhir dari 3 komponen, yaitu penderita,
Page 9
bakteri dan antibiotika. Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi bakteri adalah
manifestasi klinik dari interaksi antara penderita dan bakteri. Adapun untuk
pengobatan infeksi dibutuhkan antibiotika yang tepat dan daya tahan tubuh penderita
itu sendiri. Memilih antibiotika yang tepat dapat dilakukan berdasarkan sekurang-
kurangnya mengetahui jenis bakteri penyebab penyakit dan akan lebih baik lagi
apabila disertai dengan adanya hasil uji kepekaan pemeriksaan mikrobiologi. Ketidak
patuhan penderita dalam perawatan, kuman yang resisten, bentuk anatomi telinga,
adanya komplikasi, menyebabkan kesulitan dalam hal pengobatan dan perawatan
penderita OMSK.
B. Anatomi Telinga
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut:
• Batas luar : membrane timpani
• Batas depan : tuba eustachius
• Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
• Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis
• Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
• Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis
semisirkularis horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval
window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membrane timpani
dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel udara mastoid. Bagian ini
dipisahkan dari dunia luar oleh suatu membrane timpani dengan diameter kurang
lebih setengah inci.
Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinnga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membrane shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi olehsel kubus bersilia, seperti sel epitel
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang
Page 10
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kearah bawah
yaitu pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani
kanan.
Membrane timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani. Didalam telinga
tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam yaitu,
maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada
inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.
Gambar 1. Anatomi Telinga
Yang disebut dengan otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis
ditelinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari
telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret yang keluar mungkin encer
Page 11
atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi membran
timpani dapat menjadi otitis media supuratif kronis bila prosesnya sudah lebih dari 2
bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut sebagai otitis media supuratif
subakut.
C. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK
yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK
yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipo
gamma globulinemia) dan cellmediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan
leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis. Penyebab terbesar otitis media
supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal ,
kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas.
Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk staphylococcus,
pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari
nasofaring diantaranya streptococcus viridans (streptococcus A hemolitikus,
streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana
kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah
hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat
tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
Page 12
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram negatif,
flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam
telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita
yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya,
namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema
tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum
Page 13
diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak
mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal. Beberapa faktor-faktor
yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :
• Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
• Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
• Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
• Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani.
Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
D. Patofisiologi
Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk
diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA
dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah missal perforasi kering.
Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media
kronis. Suatu teori tentang patogenesis dikemukan dalam buku modern yang
umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini menyatakan bahwa terjadinya
otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-anak, menimbulkan perforasi yang
besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu, gendang telinga tetap
berlubang, atau sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat kolaps
kedalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini
mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas kebenarannya,
antara lain:
• Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap
membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya
ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi.
• Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya
antibiotik. Penulis (DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus dalam
Page 14
25 tahun terakhir. Di pihak lain, kejadian penyakit telinga kronis tidak
berkurang dalam periode tersebut.
• Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut
pada permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan
bertambah secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa tahun
kemudian setelah pasien menyadari adanya masalah
E. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran
nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, di samping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas
dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Secara
klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
a. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang di
mana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dan jarang ditemukan polip yang besar
pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan
penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila
tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi.
b. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala
lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, and atau suatu rasa penuh dalam telinga.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
Page 15
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,
terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2
tipe yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat.
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah:
1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf
berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b. Kolesteatom didapat.
1. Primary acquired cholesteatoma.
Koelsteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida
2. Secondary acquired cholesteatoma.
Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis
biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada
bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk
ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong retraksi membran
timpani pars tensa. Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membrane plasida,
akibat pada tempat ini terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan tetapi
bertumpuk di sini. Lambat laun epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah
lama tambah besar dan tumbuh terus kedalam kavum timpani dan membentuk
kolesteatom. Ini dinamakan “primary acquired cholesteatom” atau genuines
cholesteatom”. Mula- mula belum timbul peradangan, lambat laun dapat terjadi
peradangan. Primary dan secondary acquired cholesteatom ini dinamakan juga
“pseudo cholesteatoma, oleh karena ada pula congenital kolesteatom. Ini juga
merupakan suatu lubang dalam tenggorok terutama pada os temporal. Dalam lubang
ini terdapat lamel konsentris terdiri dari epitel yang dapat juga menekan tulang
sekitarnya. Beda kongenital kolesteatom, ini tidak berhubungan dengan telinga dan
Page 16
tidak akan menimbulkan infeksi.
Bentuk perforasi membran timpani adalah:
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi
pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
F. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar
mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa
telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya
hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas
atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada
OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau,
berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang
karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah
berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan
tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
Page 17
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektifn ke fenestra ovalis.
Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20db ini ditandai bahwa
rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang
pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase
pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna
sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,
subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi
Page 18
hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid
ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji
ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan
demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.
G. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada
tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak
berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit,
berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka
sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan
keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Gejala klinis
Ada beberapa gejala klinis yang menyebabkan pasien berobat ke pelayanan
kesehatan, antara lain:
• Telinga berair (otorrhoe), sekret bersifat purulen (kental, putih) atau
mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan.
• Gangguan pendengaran, ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat
pula bersifat campuran.
• Otalgia (nyeri telinga), nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK,
dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius.
• Vertigo, vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya.
Page 19
3. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
4. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna
untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk
memperbaiki pendengaran.
Pemeriksaan penala adalah pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya
gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran
dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech
audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked responce audiometry) bagi
pasien anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.
5. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
6. Pemeriksaan bakeriologik dengan media kultur pada OMSK
Identifikasi kuman didasarkan pada morfologi koloni kuman yang tumbuh
pada media kultur (agar darah) dan uji biokimia. Identifikasi bakteriologik dalam
tubuh manusia (dalam hal ini sekret telinga penderita OMSKBA) masih
mengandalkan teknik kultur murni.
7. Pemeriksaan penunjang lain berupa uji resistensi kuman dari sekret telinga.
H. Penatalaksanaan
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor- faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatom, maka
mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk
Page 20
mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis
penyakit dan luasnya infeksi, di mana pengobatan dapat dibagi atas:
1. Konservatif
2. Operasi
a. OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (Miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah pembersihan liang telinga dan kavum timpani serta
pemberian antibiotika.
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
1. Toilet telinga secara kering (dry mopping).
2. Toilet telinga secara basah (syringing).
3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
2. Pemberian antibiotik topikal
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif
yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.
Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif
melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan
Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan
Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan
organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Biasanya tetes telinga mengandung
Page 21
kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat
digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam
acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil
gram positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif
melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis (Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka
panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak
foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik. Antibiotika topikal yang dapat
dipakai pada otitis media kronik adalah Polimiksin B atau polimiksin E, Neomisin dan
Kloramfenikol. Polimiksin B atau polimiksin E bersifat bakterisid terhadap kuman
gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap
gram positif, Proteus dan.B.fragilis. Ia bersifat toksik terhadap ginjal dan susunan
saraf. Neomisin merupakan obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif serta
menyebabkan toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur
kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam pengunaan
antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing- masing jenis
kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab,
daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi
tubuhnya. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,
misalnya golongan beta laktam.
b. OMSK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain mastoidektomi
sederhana (simple mastoidectomy), mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal
Page 22
dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti dan pendekatan ganda timpanoplasti
(Combined approach tympanoplasty). Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi
secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki
pendengaran (Millis R.P, 1997).
I. Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna,
tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada
OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang
serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan
kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
a. Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang
pendengaran dan paralisis nervus fasial.
b. Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli saraf
(sensorineural).
c. Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan
petrositis.
d. Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan
hidrosefalus otitis (Helmi S, 1997).
Page 23
DAFTAR PUSTAKA
Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung,Tenggorok,
Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994: p. 392-412.
Boesoirie, TS dan Lasminingrum. Perjalanan Klinis dan Penatalaksanaan Otitis Media
Supuratif. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Fakultas Kedokteran UNPAD/RSUP dr.Hasan
Sadikin Bandung .2009.
Christanto, A. et al. Pendekatan Molekuler (RISA) untuk Membedakan Spesies Bakteri Otitis
Media Supuratif Kronik Benigna Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007
Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p. 64-77.
Soetirto, I. et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006:
p.10-22