7/29/2019 Logbook Pemicu 5
1/32
Penyakit Periodontal
Poket Periodontal
Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologi, yaitu salah
satu gejala klinik penyakit periodontal.
Klasifikasi
Pendalaman sulkus gingiva bisa terjadi oleh pergerakan koronal margin gingiva, pergeseran apikal
gingiva attachment, atau kombinasi kedua proses. Poket-poket dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Poket gingiva (pseudopocket): tipe poket ini dibentuk oleh pembesaran gingiva tanpa kerusakan jaringan
periodontal dasar. Sulkus dalam karena peningkatan bagian (bulk) gingiva.
2. Poket periodontal (true or absolute): Tipe poket ini terjadi dengan kerusakan jaringan pendukung
periodontal. Pendalaman poket yang progresif membuat kerusakan jaringan pendukung periodontal dan
kehilangan gigi.
Ada dua tipe poket periodontal:
1.Suprabony(supracrestal atau supra-alveolar), dimana dasar poket adalah korona tulang alveolar dasar.
2. Infrabony (intrabony, subcrestal, or intra-alveolar), dimana dasar poket adalah apikal sampai
permukaan batas tulang alveolar. Pada tipe kedua ini, dinding poket lateral berada antara permukaan
gigi dan tulang alveolar.
Poket dapat meliputi satu, dua, atau lebih permukaan gigi dan dapat berbeda kedalaman dan
jenis pada permukaan yang berbeda pada gigi yang sama dan pada permukaan approksimal pada ruang
interdental yang sama. Poket bisa spiral (berasal dari satu permukaan gigi dan berliku-liku mengelilingi
gigi termasuk satu atau lebih permukaan tambahan). Tipe poket ini paling umum di daerah
percabangan.Gambaran Klinis
Gambaran klinik seperti merah, marginal gingiva menebal, zona vertikal merah kebiru-biruan dari
margin gingiva sampai mukosa alveolar, perdarahan gingiva atau supurasi, pergeseran gigi, dan diastem
formasi dan gejala seperti sakit secara lokal atau sakit yang dalam pada tulang gejala periodontal
poket. Metode menemukan poket periodontal dan menentukan luasnya adalah berhati-hati memeriksa
margin gingiva sekitar permukaan gigi.
2.1.3 Patogenesis
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
2/32
Poket periodontal disebabkan oleh mikroorganisme dan produk-produknya, yang membuat perubahan
jaringan patologi membuat sulkus gingiva dalam. Pada dasar kedalaman, kadang-kadang sulit untuk
membedakan kedalaman sulkus normal dengan poket periodontal dangkal. Perubahan meliputi transisi
dari sulkus gingiva normal ke patologi poket periodontal dihubungkan dengan perbedaan proporsi sel-
sel bakteri pada plak gigi. Gingiva sehat dihubungkan dengan beberapa mikroorganisme, paling banyak
sel kokus dan batang. Penyakit gingiva dihubungkan dengan peningkatan jumlah spirochetes dan batang
bergerak.
Formasi poket dimulai dari inflamasi di dinding jaringan ikat sulkus gingiva yang disebabkan
bakteri plak. Sel dan eksudat cairan inflamasi menyebabkan degenerasi sekitar jaringan ikat, termasuk
serabut gingiva.
Sebagai akibat kehilangan kolagen, bagian apikal epithelium junction berproliferasi sepanjang akar,
pemanjangan seperti proyeksi dua atau tiga jari.
Bagian korona epithelium junction melepaskan/memisahkan dari akar sebagai migrasi bagian apikal.
Sebagai hasil inflamasi, polymorfonuklear neutrofil (PMNs) menginvasi ujung korona epitheliumjunction dalam meningkatkan jumlahnya. PMNs tidak bergabung satu sama lain atau sisa dari
epithelium desmosom.
Perpanjangan epithelium junction sepanjang akar membutuhkan sel epitelial yang sehat. Ditandai
dengan degenerasi atau nekrosis epithelium junctional memperlambat daripada mempercepat
pembentukan poket.
Derajat infiltrasi leukosit epithelium junctional bebas dari volume inflamasi jaringan ikat, sehingga
proses ini dapat terjadi pada gingiva dengan hanya sedikit gejala inflamasi klinik.
Dengan meneruskan inflamasi, gingiva meningkatkan bagian terbesar, dan puncak margin gingiva
memperpanjang ke mahkota. Epithelium junction melanjutkan migrasi sepanjang akar dan
memisahkannya. Epithelium dinding lateral poket berproliferasi ke dalam bentuk bulat, seperti
pemanjangan
kawat (cord-like extendsions) ke dalam inflamasi jaringan ikat. Leukosit dan edema dari inflamasi
jaringan ikat berinflitrasi ke lapisan epithelium poket, menghasilkan berbagai derajat degenerasi dan
nekrosis.
Plak Inflamasi gingiva Formasi poket formasi lebih banyak plak.
Histopatologi
Korelasi Gejala Klinik dan Gejala Histopatologi Poket PeriodontalGejala Klinik Gejala Histopatologi
inding gingiva poket periodontal ada bermacam-
macam tingkat pewarnaan merah kebiru-biruan;
lembut; halus; permukaannya licin; dan
rekuensinya lebih sedikit, dinding gingiva bisa
ewarnaan disebabkan oleh stagnasi sirkulasi;
kelembutan; dengan penghancuran serat gingiva
dan sekitar jaringan; halus, permukaan licin,
dengan atrofi epitelium dan edema; pitting on
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
3/32
menjadi pink dan keras.
erdarahan ditimbulkan oleh pemeriksaan dinding
jaringan lunak poket dengan hati-hati.
Ketika diselidiki dengan pemeriksaan, aspek
sebelah dalam poket periodontal umumnya
menyakitkan.
ada banyak kasus pus bisa digambarkan dengan
menerapkan tekanan digital.
presure, dengan edema dan degenerasi.
ada beberapa kasus fibrotik berubah menonjol
lebih dari eksudasi dan degenerasi, terutama
sekali dalam hubungan dengan permukaan luar
dinding poket. Tetapi, walaupun penampilan
eksternal sehat, dinding dalam poket tanpa
kecuali sekarang ini beberapa berdegenerasi dan
ini sering berulser.
eredakan perdarahan hasil dari peningkatan
vaskularisasi, penipisan dan degenerasi
epitelium, dan dekat dengan tertutup pembuluh
dengan permukaan dalam.
kit dan stimulasi taktil berkaitan dengan ulcerasi
aspek dalam dinding poket.us terjadi di dalam poket dengan inflamasi
supuratif dinding bagian dalam.
Invasi Bakteri
Invasi bakteri area apikal dan lateral dinding poket bisa terjadi pada periodontitis kronik
manusia. Filamen-filamen, batang, dan coccus organisme dengan predominan gram-negatif dinding sel
telah ditemukan di ruang interseluler epitelium. Hillmann telah melaporkan keberadaan
Porphyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia di dalam kasus periodontitis gingiva akut.
Actinobacillus actinomycetemcomitans juga ditemukan di dalam jaringan.
Bakteri menginvasi ruang interseluler pada awalnya di bawah pengelupasan kulit sel epitelial,
tetapi dapat juga ditemukan antara sel epitelial yang lebih dalam dan berakumulasi di atas lamina
dasar. Beberapa bakteri melintasi lamina dasar dan menginvasi subepitelial jaringan ikat.
2.1.4.2 Mikrotopografi Poket Dinding Gingiva
Scan mikroskop elektron sudah bisa menggambarkan beberapa area dinding poket jaringan lunak,
dimana terdapat perbedaan tipe aktivitas. Area area ini berbentuk oval secara irreguler, memanjang
dan berdekatan satu dengan yang lain, serta ukurannya sekitar 50-200m.Area-area di bawah ini telah
tercatat:
1. Area relatif pasif, menunjukkan permukaan yang relatif datar dengan sedikit cekungan dan tumpukan.
Kadang-kadang sel berbayang .
2. Area akumulasi bakteri, dimana terdapat cekungan di permukaan epitel, dengan kumpulan debris dan
kumpulan bakteri berpenetrasi ke dalam ruang pembesaran interseluler. Bakteri-bakteri ini umumnya
berbentuk kokus, batang, dan filamen dengan sedikit spirochaetes.
3. Area kemunculan leukosit, dimana leukosit muncul di dalam dinding poket melalui lubang yang ada di
ruang interseluler.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
4/32
4. Area interaksi leukosit bakteri, dimana sejumlah leukosit ada dan secara nyata menutupi bakteri dalam
proses fagositosis. Plak bakteri bergabung dengan epitelium terlihat, baik tersusun sebagai matriks
ditutupi oleh material menyerupai fibrin dalam kontak dengan permukaan sel atau bakteri yang
berpenetrasi ke dalam ruang interseluler.
5. Area epitel deskuamasi yang kuat, dimana terdiri dari semi ikatan dan lipatan squamaepitelial, kadang-
kadang sebagian tertutupi bakteri.
6. Area ulserasi, dengan jaringan ikat yang terpapar.
7. Area Hemoragi, dengan sejumlah eritrosit.
Transisi dari satu area ke area lain dapat disimpulkan, Bakteri berakumulasi sebelumnya dalam area
pasif memicu kemunculan leukosit dan interaksi leukosit-bakteri. Hal ini akan memicu desquamasi
epitelia dan akhirnya terjadi ulserasi dan hemoragi.
2.1.4.3 Dinding Permukaan Akar
Dinding permukaan akar poket periodontal sering mengalami perubahan yang signifikan karena
mengekalkan infeksi periodontal, menyebabkan sakit, dan pengobatan periodontal rumit. Sementumakar menderita secara struktur, secara kimia, dan perubahan sitotoksik. Mikroorganisme yang dominan
dalam karies permukaan akar adalahActinomyces viscosus.
Prevalensi rata-rata penelitian karies akar dalan 20 sampai 64 tahun individu menyatakan 42%
mempunyai satu atau lebih lesi karies akar dan lesi-lesi itu ditujukan meningkat sejalan umur.
Karies akar bisa menyebabkan pulpitis, sensitifitas terhadap manis dan perubahan suhu, atau sakit
berat. Karies akar mungkin penyebab sakit gigi pada pasien dengan penyakit periodontal dan tidak ada
bukti kerusakan korona.
Karies sementum membutuhkan perhatian khusus ketika poket diobati. Nektrotik sementum harus
dihilangkan dengan scalling dan root planing sampai permukaan akar kuat tercapai, juga bila
memerlukan pemanjangan sampai dentin.
Sementum yang terpapar (terekspos) bisa mengabsorbsi kalsium, phosphorus, dan fluoride dari
lingkungan lokalnya, membuat mungkin perkembangan lapisan kalsifikasi tinggi yang resisten terhadap
kebusukan. Kemampuan sementum ini untuk mengabsorpsi substansi dari lingkungannya bisa
membahayakan jika material yang diabsorpsi toksik.
Perubahan sitotoksik. Penetrasi bakteri ke dalam sementum bisa ditemukan sedalam sementodentinal
junction. Lagi pula, produk bakteri seperti endotoksin juga sudah dideteksi di dalam dinding sementum
poket periodontal.
Zona di bawah ini dapat ditemukan di dasar poket periodontal:
1. Sementum yang ditutupi kalkulus.2. Attached plaque, yang menutupi kalkulus dan memperpanjang secara apikal ke berbagai
derajat, mungkin 100-500 m.
3. Zona of unattached plaque yang mengelilingi plak terikat dan memperluas secara apikal.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
5/32
4. Zona dimana epitelium junction terikat ke gigi. Pemanjangan zona ini, dimana normal sulcilebih dari 500 m, biasanya direduksi dalam poket periodontal kurang dari 100 m.
5. Apikal ke epitelium junction, mungkin zona semi-destroyedserat jaringan ikat.
2.1.5 Kandungan PoketPoket periodontal mengandung debris terutama terdiri dari mikroorganisme dan produk-produknya
(enzim, endotoksin, dan hasil metabolisme lainnya), cairan gingiva, sisa makanan, mucin salivari,
desquamasi sel epitelial, dan leukosit. Plak-menutupi kalkulus biasanya proyek dari permukaan gigi.
Eksudat nanah, jika ada, terdiri dari hidup, degenerasi, dan nekrotik leukosit; bakteri hidup dan mati;
serum; dan sedikit jumlah fibrin.
2.1.6 Aktivitas Penyakit Periodontal
Poket periodontal melewati periode kepasifan dan pembusukan. Periode kepasifan dicirikan
oleh pengurangan respon inflamasi dan sedikit atau tidak ada kehilangan tulang dan ikatan jaringan
ikat. Penambahan plak tidak terikat, dengan gram-negatifnya, motil, dan bakteri anaerob, memulaiperiode pembusukan dimana tulang dan ikatan jaringan ikat hilang dan poket mendalam. Periode ini
dapat berakhir dan diikuti secepatnya oleh periode remisi atau pembusukan dimana gram-positif
bakteri berproliferasi dan kondisi lebih stabil.
2.1.7 Sisi Spesifisiti
Penghancuran periodontal tidak terjadi di semua bagian mulut pada waktu yang sama, tetapi beberapa
gigi pada waktu yang sama atau hanya beberapa aspek beberapa gigi bagaimanapun waktunya. Ini
disebut sebagai sisi spesifisiti penyakit periodontal. Oleh karena itu, kerasnya periodontal meningkat
oleh (1) perkembangan tempat penyakit baru dan/atau (2) peningkatan kerusakan tempat yang ada.
2.1.8 Perubahan Pulpa Terkait Poket PeriodontalPerluasan infeksi dari poket periodontal bisa menyebabkan perubahan patologi dalam pulpa.
Keterlibatan pulpa dalam penyakit periodontal terjadi melalui, baik foramen apikal atau lateral kanal
di akar setelah infeksi meluas dari poket melalui ligamen periodontal.
2.1.9 Keterikatan antara Kehilangan Perlekatan dan Kehilangan Tulang terhadap Kedalaman Poket
Formasi poket menyebabkan kehilangan ikatan gingiva dan penggundulan permukaan akar. Kehilangan
ikatan yang berat secara umum, tetapi tidak selalu berhubungan dengan kedalaman poket. Ini karena
derajat kehilangan ikatan (pengunduran) tergantung lokasi dasar poket di atas permukaan akar,
padahal kedalaman jarak antara dasar poket dan puncak gingiva. Kedalaman poket yang sama dapat
dihubungkan dengan perbedaan tingkat kehilangan ikatan dan kedalaman poket berbeda bisa di
hubungkan dengan jumlah yang sama kehilangan ikatan.
Kehilangan tulang berat umumnya dihubungkan dengan kedalaman poket, tetapi tidak selalu.
Kehilangan tulang yang luas bisa dihubungkan dengan poket dangkal, dan kehilangan tulang
tipis/sedikit bisa terjadi dengan poket yang dalam.
2.1.10 Daerah antara Dasar Poket dan Tulang Alveolar
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
6/32
Secara normal jarak antara epitelium junction dan tulang alveolar konstan secara relatif. Jarak antara
kalkulus bawah dan puncak alveolar dalam poket periodontal manusia paling konstan, mempunyai rata-
rata panjang 1,97 mm 33,16%.
Jarak dari ikatan plak ke tulang tidak pernah kurang dari 0,5 mm dan tidak pernah lebih dari 2,7 mm.
Penemuan ini menganjurkan bahwa aktivitas resorpsi tulang diinduksi oleh bakteri didesak dalam jarak
ini.
2.1.11 Hubungan Poket Periodontal dengan Tulang
Di dalam poket infrabony dasar adalah apikal ke tingkat tulang alveolar, dan dinding poket berada
antara gigi dan tulang. Poket Infrabonypaling sering terjadi secara interproksimal tetapi bisa berlokasi
di facial dan lingual permukaan gigi. Paling sering poket meluas dari permukaan dimana berasal untuk
satu atau lebih berdekatan ke permukaan. Poket Suprabonymempunyai dasar corona ke puncak tulang.
Perubahan inflamasi, proliferatif, dan degeneratif poket infrabonydan suprabony adalah sama, dan
keduanya menyebabkan kehancuran dukungan jaringan periodontal.
2.1.12 Abses PeriodontalAbses periodontal adalah inflamasi purulen jaringan periodontal terlokalisasi. Hal ini juga diketahui
sebagai abses lateral atau parietal. Abses lokal di dalam gingiva dan menekan ke dalam struktur
pendukung disebut abses gingival. Abses periodontal berasal dari injuri ke permukaan luar gingiva dan
bisa terjadi di ketidakadaan poket periodontal.
Formasi abses periodontal bisa terjadi dengan cara:
1. Perluasan infeksi dari poket periodontal yang dalam ke dalam jaringan periodontal pendukungdan lokalisasi proses inflamasi supuratif sepanjang aspek lateral akar.
2. Perluasan lateral inflamasi dari permukaan dalam poket periodontal ke dalam jaringan ikatdinding poket. Hasil lokalisasi abses ketika drainase ke dalam ruang poket lemah.
3. Di dalam poket yang menggambarkan saluran akar yang berliku-liku, abses periodontal bisamembentuk kul-de-sak, akhir yang dalam dimana tertutup dari permukaan.
4. Penghilangan kalkulus yang tidak lengkap selama pengobatan poket periodontal. Pada contohini, dinding gingiva menyusut, termasuk lubang poket, dan abses periodontal terjadi tertutup
bagian poket.
5. Abses periodontal bisa terjadi di dalam ketidakhadiran penyakit periodontal setelah trauma gigiatau perforasi dinding lateral akar dalam terapi endodontik.
Periodontal abses diklasifikasikan berdasarkan lokasi sebagai berikut:
1. Abses di dalam jaringan periodontal pendukung, sepanjang aspek lateral akar. Pada kondisi ini umumnya
ada sinus di di dalam tulang yang memperpanjang dari abses ke permukaan eksternal.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
7/32
2. Abses di dalam dinding jaringan lunak kedalaman poket periodontal.
Secara Mikroskopi, abses lokal berakumulasi aktif dan nekrotik PMNs dalam dinding poket periodontal.
Leukosit mati melepaskan enzim yang dicerna sel-sel dan struktur-struktur jaringan lain, membentuk
produk cair yang diketahui sebagai pus, yang merupakan pusat abses. Reaksi inflamasi akut sekitar area
purulen, dan epitelium menunjukan intraseluler dan ekstraseluler edema dan invasi leukosit.Abses akut lokal menjadi abses kronik ketika purulennya mengandung saluran melalui fistula ke dalam
permukaan gingiva luar atau ke dalam poket periodontal.
Invasi bakteri jaringan telah disebutkan di dalam abses, invasi organisme diidentifikasi sebagai gram
negatif cocci, diplococci, fusiform, dan spirochetes. Invasi fungi juga ditemukan dan diinterpretasikan
sebagai penginvasi opportunis.
2.1.13 Kista Periodontal
Kista periodontal adalah lesi tidak umum yang menghasilkan kerusakan lokal jaringan periodontal
sepanjang permukaan lateral, paling sering di mandibular daerah caninus-premolar.
Di bawah ini kemungkinan etiologi telah disebutkan:
1. Kista odontogenik disebabkan oleh proliferasi epitelial istirahat Malassez; stimulus inisiasiaktivitas seluler tidak diketahui.
2. Kista lateral dentigerous tertahan di dalam rahang setelah gigi erupsi.3. Kista premodial supernumeri benih gigi.4. Stimulasi epitelial istirahat ligamen periodontal oleh infeksi dari abses periodontal atau dari
pulpa melalui saluran akar tambahan.
Kista periodontal biasanya asimptomatik dan tanpa dapat ditemukan perubahan secara nyata,
tetapi kista periodontal bisa ada sebagai bengkak lunak.
2.2 Kehilangan Tulang dan Pola Kerusakan Tulang
Meskipun perodontitis merupakan suatu penyakit jaringan gingiva, perubahan yang terjadi pada
tulang alveolar sangat berperan penting karena kehilangan tulang dapat menyebabkan kehilangan gigi.
Tinggi dan kepadatan tulang alveolar pada keadaan normal memiliki keseimbangan antara
besarnya pembentukan dan resorpsi yang diatur oleh faktor sistemik dan faktor lokal. Saat nilai resorpsi
lebih besar dari nilai pembentukan tulang, tinggi dan kepadatan tulang alveolar dapat menurun.
2.2.1 Kerusakan Tulang Akibat Inflamasi Gingiva yang MeluasPenyebab utama kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah perluasan inflamasi
marginal gingiva ke jaringan penyokong. Invasi dari inflamasi gingiva ke permukaan tulang dan
permulaan dari kehilangan tulang merupakan ciri utama transisi dari gingivitis ke periodontitis.
Periodontitis selalu didahului oleh gingivitis, sedangkan tidak semua gingivitis berkembang
menjadi periodontitis. Faktor yang menyebabkan perluasan inflamasi ke jaringan penyokong dan
menginisiasi perubahan gingivitis menjadi periodontitis belum diketahui, namun dikaitkan dengan
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
8/32
komposisi bakterial yang terdapat pada plak. Pada penyakit periodontal yang parah, kandungan bakteri
yang bergerak (motile) dan spirochaeta meningkat sedangkan bakteri kokus dan batang berkurang.
Perluasan inflamasi dikaitkan pula dengan potensi pathogenik dari plak, resistensi host,
termasuk pula reaksi imunologi manusia, dan reaksi-reaksi jaringan seperti derajat fibrosis gingiva, luas
attachedgingiva, fibrogenesis dan osteogenesis yang reaktif. Sistem fibrin-fibrinolitik disebut sebagai
walling off dari peningkatan lesi.
2.2.2 Histopatologi
Inflamasi gingiva meluas sepanjang bundel serat kolagen dan menyebar mengikuti jalur blood
vessel menuju tulang alveolar. Pada regio molar, inflamasi dapat meluas ke sinus maksilaris dan
mengakibatkan penebalan sinus mukosa.
Pada bagian interproksimal, inflamasi menyebar ke jaringan ikat longgar di sekitar pembuluh
darah melalui serat-serat, lalu menyebar ke tulang melalui saluran pembuluh lalu memperforasi puncak
septum interdental di tengah-tengah puncak alveolar, lalu menyebar ke sisi-sisi septum interdental.
Jarang tejadi inflamasi yang menyebar langsung ke tulang menemui ligamen periodontal. Pada bagianfasial dan lingual, inflamasi gingiva menyebar melalui lapisan periosteal luar pada tulang dan
berpenetrasi melalui pembuluh darah.
Setelah inflamasi mencapai tulang, inflamasi menyebar ke dalam ruangan kosong dan mengisi
ruangan tersebut dengan leukosit, cairan eksudat, pembuluh darah yang baru, dan memploriferasi
fibroblast. Jumlah multinuklear osteoklast dan mononuklear fagositosis meningkat lalu lapisan tulang
menghilang, diganti dengan lakuna.
2.2.3 Mekanisme Kerusakan Tulang
Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan host (pada penyakit
periodontal). Produk bakterial plak meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas
dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang memicu terjadinya hal tersebut.
Produk plak dan mediator inflamasi untuk menghambat kerja dari osteoblast dan menurunkan jumlah
sel-sel tersebut. Jadi, aktivitas resorpsi tulang meningkat, sedangkan proses pembentukan tulang
terhambat sehingga terjadilah kehilangan tulang.
2.2.4 Pola Kerusakan Tulang
2.2.4.1 Hilangnya tulang secara horizontal
Hilangnya tulang secara horizontallah yang paling sering dijumpai. Tulang alveolar berkurang
tingginya, margin tulang berbentuk horizontal atau agak miring. Resopsi tulang pada pola ini terjadi
karena adanya aktivitas yang sama besar pada semua bagian tulang. Sehingga kerusakan sama rata, dan
cacat yang terbentuk adalah puncak alveolar yang datar.
2.2.4.2 Cacat tulang pada tulang alveolar
Cacat ini dijumpai pada septum interdental maupun permukaan tulang sebelah luar (oral atau
vestibular).
2.2.4.3 Cacat tulang pada septum interdental
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
9/32
Adanya cacat tulang ini dapat dilihat secara radiografis, tetapi paling jelas diketahui dengan
mengadakan probing sewaktu diadakan pembukaan flap dalam prosedur operatif. Cacat tulang pada
septum interdental ini adalah
1. Crater (cupping)
Cacat tulang ini merupakan kavitas pada crest septum interdental yang dibatasi oleh dinding oral dan
vestibular dan kadang-kadang dijumpai antara permukaan gigi dengan vestibular atau dasar mulut
2. Infrabony
Cacat tulang ini dapat bermacam-macam tergantung pada jumlah dinding tulangnya.
2.2.4.4 Cacat Tulang Alveolar Pada Permukaan Oral atau Vestubular
Cacat tulang pada permukaan luar (oral atau vestibular)ini sangat bervariasi, diantaranya
adalah:
1. Kontur tulang yang bulbous
Kontur tulang yang bulbous biasanya disebabkan adanya eksositosis atau terbentuknya pilling.2. Hemisepta
Sedangkan hemisepta akan menunjukkan adanya bagian interdental septum yang rusak sepanjang
penyakit. Bagian yang rusak ini dapat terjadi pada bagian mesialnya ataupun bagian distalnya.
3. Margin Tulang inkonsisten
Bentuk margin tulang yang inkonsisten merupakan cacat tulang angular atau terbentuk U pada
permukaan oral atau vestibular. Pada agambaran radoografik hal ini akan sukar diketahui oleh oleh
karena terrindih oleh gambaran gigi atau gambaran tulang lainnya.
4. Ledge
Bentuk ledges terlihat sebagai penonjolan kecil dan rata akibat adanya bony plato yang tebal
mengalami resopsi.
5. Spine
Cacat tuang spine menunjukkan adanya penonjolan tulang yang tajam
6. Margin tulang terbalik
Bentuk margin tulang terbalik maksudnya pincak crest alveolar yang tertinggi terdapat di pertengahan
gigi.
2.2.4.5 Cacat Furkasi
Cacat furkasi juga dapat dikelompokkan menurut derajat kerusakan tulang di daerah furkasi
yang diukur pada bidang horizontal. Cacat furkasi ini diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu:
1. Kelas 1
Disebut juga cacat tahap awal. Merupakan cacat yang berpenetrasi kurang dari 2mm ke arah furkasi.
2. Kelas 2
Merupakan cacat dimana kerusakan tulang lebih dari 2 mm ke arah interradikular, tetapi tidak semua
daerah furkasi sehingga ada sebuah aspek tulang yang tetap utuh.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
10/32
3. Kelas 3
Merupakan cacat yang sedemikian rupa sehingga sebagian besar tulang interradikular sudah rusak, dan
sonde dapat dimasukkan melewati dearah antara akar-akar gigi dari salah satu sisi ke sisi lainnya.
2.3 Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis merupakan penyakit dengan tipe progresif yang lambat. Dengan adanya
faktor sistemik, seperti diabetes, perokok, atau stress, progres penyakit akan lebih cepat karena faktor
tersebut dapat merubah respon host terhadap akumulasi plak.
2.3.1 Karakteristik Umum
Karakteristik yang ditemukan pada pasien periodontitis kronis yang belum ditangani meliputi
akumulasi plak pada supragingival dan subgingival, inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan
periodontal attachment, kehilangan tulang alveolar, dan kadang-kadang muncul supurasi.
Pada pasien dengan oral hygiene yang buruk, gingiva membengkak dan warnanya antara merah
pucat hingga magenta. Hilangnya gingival stippling dan adanya perubahan topografi pada
permukaannya seperti menjadi tumpul dan rata (cratered papila).Pada banyak pasien karakteristik umum seringkali tidak terdeteksi, dan inflamasi hanya
terdeteksi dengan adanya pendarahan pada gingiva sebagai respon dari pemeriksaan poket periodontal.
Kedalaman poket bervariasi, dan kehilangan tulang secara vertikal maupun horizontal dapat
ditemukan. Kegoyangan gigi terkadang muncul pada kasus yang lanjut dengan adanya perluasan
hilangnya attachment dan hilangnya tulang.
Periodontitis kronis dapat didiagnosis dengan terdeteksinya perubahan inflamasi kronis pada
marginal gingiva, adanya poket periodontal dan hilangnya attachment secara klinis.
2.3.2 Penyebaran Penyakit
Periodontitis kronis biasanya merupakan penyakit yang spesifik pada suatu tempat yang
terakumulasi plak. Periodontitis kronis dijelaskan sebagai localizeddangeneralized.
1)Localized periodontitis
Kurang dari 30% tempat terkena abses pada mulut yang menunjukan hilangnya attachment dan tulang.
2)Generalized periodontitis
Terdapat 30 % atau lebih tempat terkena abses pada mulut yang menunjukan hilangnya attachment dan
tulang.
Pola hilangnya tulang pada periodontitis secara vertikal, bila hilangnya attachment dan tulang
pada permukaan gigi lebih besar dibandingkan pada permukaan yang berdekatan, atau horizontal.
Hilangnya tulang secara vertikal biasanya diasosiasikan dengan kerusakan angular tulang dan bentuk
poket intrabony. Hilangnya tulang secara horizontal biasanya dihubungkan dengan poket suprabony.
2.3.3 Keganasan Penyakit
Keganasan pada kerusakan periodontal terjadi akibat lama tidaknya waktu terkena penyakit.
Dengan bertambahnya usia, hilangnya attachment dan tulang akan menjadi lebih prevalensi dan
berbahaya karena adanya akumulasi dari kerusakan.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
11/32
Keganasan penyakit dibagi menjadi :
1)Slight (mild) periodontitis
Kerusakan periodontal yang ringan dan hilangnya attachment tidak lebih dari 1-2 mm.
2)Moderate periodontitis
Kerusakan periodontal yang sedang dan hilangnya attachment 3-4 mm.
3)Severe periodontitis
Kerusakan periodontal yang berbahaya dan hilangnya attachment lebih dari 5mm.
2.3.4 Gejala
Gejala awal pasien periodontitis kronis adalah terdapat tanda gusi berdarah pada saat makan
atau ketika menyikat gigi, adanya kegoyangan gigi, atau tanggalnya gigi. Pada periodontitis kronis ini
pasien tidak ada gejala nyeri, pasien sama sekali tidak merasa bahwa dia terkena penyakit sehingga
kemungkinan besar sulit untuk mau dirawat.
Rasa nyeri kemungkinan muncul pada gigi tanpa karies yang disebabkan oleh akar yang sensitif
pada panas, dingin, atau keduanya. Area atau tempat yang terlokalisir sedikit nyeri, kadang-kadangmerambat jauh pada rahang biasanya dihubungkan dengan periodontitis. Adanya area yang terimpaksi
oleh makanan menambah ketidaknyamanan pada pasien.
2.3.5 Progres Penyakit
Pasien memiliki kemungkinan terkena periodontitis kronis yang sama sepanjang hidup.
Kecepatan progresi biasanya lambat tetapi dapat dimodifikasi oleh sistemik, lingkungan, dan perilaku.
Awal pembentukan periodontitis dapat terjadi kapanpun, tetapi tanda awal biasanya dapat terdeteksi
selama masa remaja pada akumulasi plak dan kalkulus. Periodontitis kronis secara klinis menjadi
signifikan pada umur pertengahan-tiga puluhan atau lebih.
Beberapa model yang menjelaskan tentang progres penyakit. Pada model, progresi diukur oleh
jumlah hilangnya attachment.
1. Continous model, progres dari penyakit lambat dan berkesinambungan, dengan tempat yang terkena
menunjukan adanya kecepatan progres yang konstan pada kerusakan periodontal.
2. Random model (episodic-burst model), mengarah pada progres dari penyakit periodontal dengan
lambatnya destruksi yang diikuti oleh periode tanpa destruksi. Pola penyakit ini adalah random.
3. Asynchronous (multiple-burst model), pada progres dari penyakit mengarah pada destruksi periodontal
yang terjadi di sekeliling gigi yang terkena selama periode burst activity, dan akan berganti dengan
periode inactivity.
2.3.6 Prevalensi
Periodontitis kronis meningkat prevalensi dan keganasannya berhubungan dengan umur, dan
secara umum efeknya pada jenis kelamin adalah sama. Bukan umur dari individu yang menyebabkan
meningkatnya prevalensi, tetapi lamanya waktu jaringan periodontal berubah oleh akumulasi plak.
2.3.7 Faktor Resiko Terjadinya Penyakit
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
12/32
Periodontitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utama
terjadinya periodontitis adalah terdapatnya akumulasi plak pada gigi dan gingival. Ada beberapa faktor
yang ikut berkontribusi dalam peningkatan resiko terjadinya penyakit, antara lain:
1) Faktor lokal.
Akumulasi plak pada gigi dan gingival pada dentogingival junction merupakan awal inisiasi agen pada
etiologi periodontitis kronis. Bakteri biasanya memberikan efek lokal pada sel dan jaringan berupa
inflamasi.
2) Faktor sistemik
Kebanyakan periodontitis kronis terjadi pada pasien yang memiliki penyakit sistemik yang
mempengaruhi keefektivan respon host. Diabetes merupakan contoh penyakit yang dapat
meningkatkan keganasan penyakit ini.
3) Lingkungan dan perilaku
Merokok dapat meningkatkan keganasan penyakit ini. Pada perokok, terdapat lebih banyak kehilangan
attachment dan tulang, lebih banyak furkasi dan pendalaman poket. Stres juga dapat meningkatkan
prevalensi dan keganasan penyakit ini.
4) Genetik
Biasanya kerusakan periodontal sering terjadi di dalam satu keluarga, ini kemungkinan menunjukkan
adanya faktor genetik yang mempengaruhi periodontitis kronis ini.
2.4 Periodontitis Agresif
Periodontitis agresif biasanya menyerang secara sistemik pada individu sehat yang berumur
kurang dari 30 tahun. Periodontitis agresif dibedakan dengan periodontitis kronis berdasarkan onset
usia, kecepatan progresi, sifat dan komposisi kumpulan mikroflora gingiva, perubahan respon imun host
dan agregasi keluarga dari penyakit individu.
Periodontitis agresif menggambarkan tiga penyakit. Penyakit tersebut adalah localized
aggressive periodontitis, generalized aggressive periodontitis, dan rapidly progressive periodontitis
(RPP).
2.4.1 Localized Aggressive Periodontitis
2.4.1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1923 Gottlieb melaporkan seorang pasien dengan kasus fatal influenza epidemik.
Gottlieb menyebut penyakit itu sebagai difuse atrophy of the alveolar bone. Pada tahun 1928,
Gottlieb mengganggap kondisi ini disebabkan oleh inhibisi pembentukan sementum yang terus menerus.
Pada tahun 1938, Wannenmacher menyebut penyakit tersebut sebagai parodontitis marginalis
progressiva. Pada akhirnya, tahun 1966, world workshop in periodontics menyimpulkan konsep
periodontosis sebagai suatu gambaran degeneratif yang tidak perlu dikonfirmasi dan istilah itu harus
dihilangkan dari nomenklatur periodontal.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
13/32
Istilah Juvenile periodontitis telah diperkenalkan oleh Chaput dan para kolega di tahun
1967 dan oleh Butler pada tahun 1969. Pada tahun 1971, Baer mendefinisikan ini sebagai suatu
penyakit pada periodontium yang terjadi pada remaja sehat dengan karakteristik kehilangan tulang
alveolar yang sangat cepat. Pada tahun 1989, word workshop clinical periodontics mengkategorikan
penyakit ini sebagai localized juvenile periodontitis (LPJ), termasuk sub dari klasifikasi besar dari
early-onset periodontitis (EOP). Sekarang, penyakit penyakit dengan karakteristik LPJ berubah nama
menjadi localized aggressive periodontitis.
2.4.1.2 Tanda-tanda Klinis
Localized aggressive periodontitis (LAP) biasanya mempunyai onset pada usia masa pubertas
atau remaja. Tanda-tanda klinisnya yaitu terlokalisasi pada gigi molar pertama atau incisivus dan
hilangnya perlekatan interproksimal paling sedikit pada dua gigi permanen, satu pada gigi molar
pertama dan melibatkan tidah lebih dari dua gigi selain dari gigi molar pertama dan incsivus.
Kemungkinan alasan batas kerusakan jaringan periodontal dan gigi yaitu :
1. Setelah melakukan kolonisasi pertama pada gigi permanen yang pertama erupsi (gigi molar pertama danincisivus), Actinobacillus actinomycetemcomitans menghindari pertahanan host dengan mekanisme
yang berbeda, meliputi produksi polimorphonuclear leukocyte (PMN), faktor penghambat-chemotaxis,
endotoxin, kolagen, leukotoxin, dan faktor lain yang dapat membuat bakteri berkolonisasi pada poket
dan memulai perusakan jaringan periodontal. Setelah penyerangan pertama ini, pertahanan imun
adekuat host distimulasi dengan memproduksi antibody untuk menaikan jarak dan fagositosis serangan
bakteri dan menetralisir aktifitas leukotoxin. Dengan cara ini, kolonisasi bakteri pada tempat lain dapat
dicegah. Respon antibody yang kuat pada agen infeksi adalah karakteristik dari localized aggressive
periodontitis.
2. Bakteri yang berlawanan dengan A. actinomycetemcomitans dapat berkolonisasi pada jaringan
periodontal dan menghambat kolonisasi yang lebih lanjut dari A. actinomycetemcomitans. Ini akan
melokalisasi infeksiA.actinomycetemcomitans dan mencegah perusakan jaringan.
3. A. actinomycetemcomitans dapat kehilangan kemampuan memproduksi leukotoxin tanpa alasan yang
jelas. Jika hal ini terjadi, progresi penyakit dapat dicegah atau dilemahkan, dan kolonisasi pada daerah
periodontal yang baru dapat dihindari.
4. Kerusakan pada susunan sementum dapat disebabkan oleh lesi yang terlokalisasi. Permukaan akar dari
gigi yang dicabut pada pasien LAP ditemukan adanya sementum yang hipoplastik atau aplastik. Hal ini
tidak hanya ditemukan pada permukaan akar yang terpapar langsung pada poket periodontal tetapi
juga pada akar gigi yang masih mengelilingi periodontium.
Karakteristik yang mencolok dari LAP adalah tidak adanya inflamasi klinis meskipun terdapat
poket periodontal yang dalam dan adanya kehilangan tulang yang cepat. Pada beberapa kasus jumlah
plak minimal yang terlihat tidak konsisten dengan jumlah kerusakan periodontal. Plak jarang
membentuk kalkulus. Meskipun jumlah plak terbatas tetapi mengandung banyak A.
Actinomycetemcomitans dan pada beberapa pasien terdapat Porphyromonas gingivalis.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
14/32
LAP mempunyai progres yang cepat. Bukti yang telah dilaporkan bahwa laju hilangnya tulang
sekitar 3-4 kali lebih cepat daripada periodontitis kronik. Karakteristik klinis lain dari LAP meliputi :
1. Adanya perpindahan distolabial pada incisivus rahang atas, bersamaan dengan pembentukan diastema.
2. Peningkatan pergerakan pada incisivus dan molar rahang atas dan rahang bawah.
3. Sensitifitas permukaan akar terhadap suhu dan sentuhan.
4. Rasa sakit selama matikasi, kemungkinan besar disebabkan oleh iritasi struktur pendukung oleh gigi yang
bergerak dan impaksi makanan.
Tidak semua kasus LAP berprogresi pada tingkatan yang dapat diuraikan dengan tepat. Pada
beberapa pasien dengan progresi kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang dapat sembuh dengan
sendirinya.
2.4.1.3 Gambaran Radiografik
Hilangnya tulang alveolar secara vertikal disekeliling gigi molar pertama dan incisivus, pada
permulaan masa pubertas pada remaja sehat, merupakan tanda diagnosis klasik dari LAP. Gambaran
radiografik meliputi hilangnya bentuk lengkung tulang alveolar yang meluas dari permukaan distal padagigi premolar kedua sampai permukaan mesial gigi molar kedua. Kerusakan tulang biasanya lebih luas
daripada periodontitis kronik.
2.4.1.4 Prevalensi dan Distribusi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Prevalensi LAP pada populasi usia remaja pada keadaan geografis yang berbeda yaitu kurang
dari 1 %. Sebagian besar melaporkan prevalensi yang rendah sekitar 0,2 %. Beberapa penelitian
menemukan bahwa prevalensi tertinggi LAP pada laki-laki kulit hitam, diikuti perempuan kulit hitam,
perempuan kulit putih dan laki-laki kulit putih. Terlihat frekuensi paling banyak pada periode pubertas
dan pada usia 20 tahun.
2.4.2 Generalized Aggressive Periodontitis2.4.2.1 Tanda-tanda klinis
Generalize Aggressive Periodontitis (GAP) biasanya menyerang individu dibawah umur 30
tahun, namun pasien yang lebih tua juga dapat terserang. Berbeda dengan LAP, individu yang terserang
GAP menghasilkan respon antibody yang rendah terhadap organisme patogen. Secara klinis, GAP
mempunyai karakteristik yaitu hilangnya perlekatan interproksimal secara menyeluruh, sedikitnya pada
tiga gigi permanen selain molar pertama dan incisivus. Kerusakan yang timbul terjadi secara bertahap
diikuti tahap quiescence (diam) dalam periode minggu ke bulan atau tahun. Radiografi sering
menunjukan kehilangan tulang yang mempunyai progresi sejak pemeriksaan radiografi.
Seperti pada LAP, pasien GAP sering mempunyai jumlah plak kecil. Jumlah plak nampak tidak
konsisten dengan jumlah kerusakan periodontal. Namun terdapat banyaknya bakteri P. gingivalis, A.
actinomycetemcomitans dan Tannerella forsythia.
Respon dua jaringan gingiva dapat ditemukan. Salah satu yang paling ganas adalah jaringan
yang terinflamasi akut, sering terproliferasi, terulserasi dan berwarna merah terang. Pendarahan dapat
terjadi secara spontan atau dengan stimulasi ringan. Supurasi dapat menjadi suatu karakteristik
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
15/32
penting. Respon jaringan ini dianggap terjadi pada tahap destruktif dimana perlekatan tulang hilang
dengan aktif. Pada beberapa kasus, jaringan gingiva dapat terlihat berwarna pink, bebas inflamasi,
kadang-kadang dengan beberapa tingkatan stippling. Poket yang dalam dapat terlihat dengan
pemeriksaan. Beberapa pasien GAP dapat memiliki manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan,
depresi mental dan malaise.
2.4.2.2 Gambaran Radiografik
Gambaran radiografik pada GAP yaitu hilangnya tulang dari sedikit gigi sampai menyerang
sebagian besar gigi. Perbandingan radiografik yang diambil pada waktu berbeda, menunjukan
keagresifan penyakit ini. Page et al menjelaskan suatu sisi pada pasien GAP yang menunjukan adanya
kerusakan sekitar 25%-60% selama periode 9 minggu, menunjukan kehilangan tulang yang ekstrim tetapi
di lain sisi pada pasien yang sama, menunjukan tidak adanya kehilangan tulang.
2.4.2.3 Prevalensi dan Distribusi Bedasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Pada suatu di Sri Lanka, 8% dari populasi mempunyai penyakit periodontal rapid progression,
dengan karakteristik hilangnya perlekatan sekitar 0,1-1 mm per tahun. Survey nasional A.U.S terhadapremaja usia 14-17 tahun melaporkan bahwa 0,13% terserang GAP. Selain itu juga, orang kulit hitam
mempunyai resiko terjangkit lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih untuk semua bentuk
periodontitis agresif, dan remaja laki-laki juga mempunyai resiko lebih tinggi dari pada remaja
perempuan.
2.4.3 Faktor Resiko Terjadinya Periodontitis Agresif
2.4.3.1 Faktor Mirobiologi
Meskipun beberapa mikroorganisme spesifik seringkali terdeteksi pada pasien localized
aggressive periodontitis (A.actinomycetemcomitans, Capnocytophaga spp., Eikenella corrodens,
Prevotella intermedia dan Campylobacter rectus). A.actinomycetemcomitans disebutkan sebagai
patogen primer. Seperti yang disimpulkan oleh Tonetti dan Mombelli:
1. A.actinomycetemcomitans ditemukan dengan jumlah tinggi pada karakteristik lesi dari LAP (kira-kira
90%).
2. Tempat dengan bukti adanya progresi lesi seringnya menunjukan peningkatan level
A.actinomycetemcomitans.
3. Beberapa pasien dengan manifestasi klinis LAP mempunyai serum antibody yang meningkat secara
signifikan terhadapA.actinomycetemcomitans.
4. Adanya hubungan antara pengurangan beban di subgingival oleh A.actinomycetemcomitans selamapengobatan dan kesuksesan respon klinis.
5. A.actinomycetemcomitans menghasilkan sejumlah faktor virulen yang dapat memberikan pengaruh
terhadap proses penyakit.
Flora yang menyerang secara morfologi campuran namun sebagian besar oleh bakteri gram
negatif, meliputi kokus, batang, filamen, dan spirochetes. Beberapa jaringan terserang mikroorganisme
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
16/32
yang telah diidentifikasi sebagai A.actinomycetemcomitans, Capnocytophaga sputigena, Mycoplasma
sp., dan spirochetes.
2.4.3.2 Faktor Imunologi
Beberapa kerusakan imun mempunyai hubungan dengan patogenesis penyakit periodontitis.
Human leukocyte antigens (HLAs), yang mengatur respon imun, telah dipertimbangkan sebagai tanda
untuk periodontis agresif. Meskipun HLAs tidak konsisten, antigen HLA A9 DAN B15 konsisten
berhubungan dengan periodontis agresif.
Beberapa investigasi, menunjukan bahwa pasien dengan periodontitis agresif menggambarkan
kerusakan fungsional polymorphonuclear leukocytes (PMNs), monocyt, atau keduanya. Kerusakan ini
dapat dilemahkan dengan aktifitas kemotaksis dari PMNs pada tempat yang terinfeksi atau dengan
kemampuan fagositosit dan membunuh organisme. Penelitian saat ini juga diperlihatkan suatu
hipersensitifitas monosit dari pasien LAP yang melibatkan produksi prostaglandin E2 (PGE2) mereka
saat merespon lipopolisakarida (LPS). Hiperresponsif fenotip ini dapat mengawali peningkatan
hilangnya jaringan ikat dan tulang yang disebabkan oleh produksi yang berlebihan faktor katabolik.Sistem imun mempunyai peranan penting dalam periodontitis agresif sistemik, menurut
Anusaksathien dan Dolby, orang yang menemukan antibodi pada host yaitu kolagen, deoxiribonucleic
acid (DNA) dan IgG. Mekanisme imun yang mungkin meliputi peningkatan aktifitas major
histocompaibility complex (MHC) molekul kelas II, HLA, DR4, suppresor fungsi sel T, aktifasi polyclonal
sel B oleh mikroba plak dan predisposisi genetik.
2.4.3.3 Faktor Genetik
Hasil penelitian menyatakan bahwa semua individu tidak memiliki kemungkinan yang sama
terkena periodontitis agresif. Secara spesifik dideskripsikan bahwa faktor genetik memiliki implikasi
dalam periodontitis agresif. Saat ini, gen spesifik yang merespon penyakit ini belum dapat
diidentifikasikan.
Kerusakan imunologi yang berhubungan dengan periodontitis agresif dapat diturunkan secara
genetik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa respon antibodi terhadap patogen periodontal,
termasuk A. actinomycetemcomitans di bawah kontrol genetik. Jumlah dari antibodi protektif
(terutama IgG2) tergantung dari ras.
2.4.3.4 Faktor Lingkungan
Jumlah dan lamanya merokok merupakan variabel yang penting yang berpengaruh terhadap
kerusakan pada dewasa muda. Pasien penyakit generalized aggressive periodontitis yang mempunyai
kebiasaan merokok memiliki lebih banyak gigi yang terserang dan hilangnya perlekatan klinis yang lebih
besar dibandingkan pasien GAP yang tidak merokok.
2.5 Periodontitis Ulseratif Nekrosis
Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP) merupakan perpanjangan dari NUG ke struktur
periodontal. Di sisi lain, NUP dan NUG merupakan penyakit yang berbeda. Hingga perbedaan antara
NUG dan NUP dapat dinyatakan diterima atau tidak diterima dianjurkan bahwa NUG dan NUP
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
17/32
diklasifikasikan bersama di bawah kategori necrotizing periodontal disease walaupun dengan tingkat
keparahan yang berbeda-beda.
2.5.1 Karakteristik NUP
Secara spesifik banyak kasus NUP disebutkan pada pasien immuno-compromised, khususnya
pada mereka yang mengidap HIV positif atau yang memiliki AIDS. Klasifikasi kembali NUP dan NUG pada
tahun 1999 termasuk pemisahan diagnosis dibawah klasifikasi Necrotizing Ulcerative Periodontal
disease. Perbedaan antara kedua kondisi tersebut sebagai penyakit yang berbeda belum diklasifikasi.
Namun mereka dibedakan berdasarkan ada atau tidak adanya kehilangan attachment dan tulang.
2.5.1.1 Gambaran Klinik
Sama dengan NUG, kasus klinis NUP ditunjukan oleh nekrosis dan ulserasi pada bagian mahkota
dari papila interdental dan margin gingival dengan rasa nyeri dan mudah berdarah. Ciri khas yang
membedakan NUP yaitu progresi kerusakan penyakit termasuk hilangnya periodontal attachment dan
tulang. Akan tetapi poket periodontal dengan pemeriksaan yang dalam tidak ditemukan dikarenakan
ulseratif dan nekrosis pada lesi gingival menghancurkan epitelium marginal dan jaringan ikat, yangmenghasilkan resesi gingiva. Lesi NUP yang berkelanjutan mengakibatkan hilangnya tulang, pergerakan
gigi, dan akhirnya kehilangan gigi. Manifestasi intraoral pada kasus ini biasanya adalah demam, oral
malodor, malaise, atau lymphadenopathy.
2.5.1.2 Gambaran Mikroskopis
Dalam mikroskopik elektron plak mikroba menutupi nekrotik papila gingival, menemukan
kemiripan histologi yang mencolok antara NUP pada pasien HIV positif dan lesi NUG pada pasien non-
HIV. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan permukaan biofilm terdiri dari campuran flora mikroba
dengan perbedaan morpho-type dan permukaan flora degan kumpulan spirochetes (bacterial zone). Di
bawah lapisan bakteri adalah kumpulan PMNs (neutrofil rich-zone) yang padat dan sel nekrotik
(necrotic zone).
2.5.2 NUP pada HIV/AIDS
Lesi gingival dan periodontal dengan ciri yang khas sering ditemukan pada pasien dengan
infeksi HIV dan AIDS. Banyak dari lesi ini yang memiliki manifestasi inflamasi periodontal yang tidak
biasa dan mengarah ke infeksi HIV dan pasien yang dinyatakan immunocompromised. NUG dan NUP
adalah kondisi yang paling sering dialami oleh pasien-pasien yang mengidap HIV .
Lesi NUP yang ditemukan pada pasien HIV positif menunjukan ciri-ciri khas yang mirip dengan
yang nampak pada pasien HIV negatif. Di sisi lain, lesi NUP pada pasien HIV-positif dapat lebih
membahayakan dan lebih banyak komplikasi dibanding dengan pasien HIV negatif. Bentuk nekrosis
periodontitis tampak lebih menonjol dan lebih parah pada pasien dengan immunosupression.. Glick et
al, menemukan hubungan korelasi yang tinggi antara diagnosis NUP dan immunosupression pada pasien
HIV positif. Pasien tersebut menunjukan NUP 20.8 kali lebih mungkin memiliki CD4+ dibawah 200
cells/mm dibandingkan dengan pasien HIV positif tanpa NUP.
2.5.3 Etiologi NUP
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
18/32
Etiologi dari NUP belum ditentukan, walaupun campuran bakteri fusiform-spirochete dianggap
memegang peran utama. Banyak faktor predisposisi yang menyebabkan NUG, termasuk kebersihan oral
yang rendah, penyakit periodontal sebelumnya, merokok, infeksi virus, status immunocompromised,
stress psikososial dan malnutrisi.
2.5.3.1 Flora MikrobaMurray et al melaporkan bahwa kasus NUP pada pasien HIV-positif menunjukkan terdapat
banyaknya Candida albicans dan prevalensi lebih tinggi dari Actinobacillus
actinomycetemcomitans,Prevotella intermedia, Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum,
dan Campylobacte dibandingkan dengan HIV negatif. Mereka melaporkan tingkatan yang rendah dari
spirochetes, yang tidak konsisten dengan flora pada NUG. Mereka juga berpendapat bahwa flora lesi
NUP HIV-positif sebanding dengan lesi periodontitis kronik klasik sehingga mendukung konsep mereka
bahwa periodontitis nekrosis pada pasien HIV-positif adalah manifestasi agresif periodontitis kronis
pada host yang immunocompromised.
Berbeda dengan temuan ini, Cobb et al melaporkan bahwa komposisi mikroba NUP lesi padapasien HIV-positif sangat mirip dengan lesi NUG, seperti yang dibahas sebelumnya. Mereka
menggambarkan campuran flora mikroba dengan berbagai morphotypes di 81,3% dari spesimen. Di
bawah permukaan flora mikroba terdapat kumpulan spirochetes di 87,5% dari spesimen.
2.5.3.2 Status Immunocompromised
Baik lesi NUG dan NUP lebih prevalensi pada pasien dengan tekanan sistem imun. Sejumlah
penelitian, terutama yang mengevaluasi HIV-positif dan pasien AIDS, mendukung konsep bahwa respon
host berkurang pada orang-orang yang didiagnosis terkena NUP. Dimana immunocompromised pada
pasien yang terinfeksi HIV positif ini didukung oleh kerusakan fungsi T-cell. Cutler et al menjelaskan
kerusakan aktivitas bakterisida PMNs pada dua anak yang mengidap NUP.
2.5.3.3 Stres Psikologi
Cohen-cole et al menyatakan bahwa mereka yang memiliki NUG memiliki tingkat kemarahan,
tingkat depresi, dan tingkat stres lebih besar. Walaupun peran stres dalam pengembangan NUP tidak
dilaporkan secara khusus banyak kesamaan antara NUG dan NUP akan menunjukkan bahwa hubungan
serupa dengan stres mungkin ada.
Mekanisme pengaruhi stres pada penderita NUP belum ditetapkan. Namun, diketahui bahwa
stres meningkatkan kortisol sistemik, dan peningkatan kortison dapat menurunkan sistem imun. Jadi
stres akibat imunosupresi dapat merusak respon host dan menyebabkan penyakit nekrosis periodontal.
2.5.3.4 Malnutrisi
Bukti langsung hubungan antara malnutrisi dan penyakit nekrosis periodontal terlihat pada
infeksi nekrosis pada beberapa anak yang mengalami malnutrisi. Lesi NUG tetapi dengan progresi
menjadi gangreous stomatitis atau noma tergambarkan pada anak-anak yang menderita malnutrisi.
Pada tahap lebih lanjut, lesi NUG memanjang dari gingiva ke beberapa area lain dari kavitas oral,
menjadigangrenous stomatitis (noma) dan menyebabkan nekrosis, dan hilangnya tulang alveolar.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
19/32
Malnutrisi dapat menyebabkan hilangnya resistensi host terhadap infeksi dan penyakit nekrotis.
Kekurangan nutrisi pada sel dan jaringan berakibat immunosupresi dan mudahnya terkena penyakit.
2.6 Patologi dan Penatalaksanaan Periodontal pada Pasien TerinfeksiHIV
2.6.1 Patogenesis
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) ditandai oleh penurunan yang jelas dari sistem
imun. Keadaan ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1981, dan suatu virus patogen, yakni virus
human immunodefiency virus (HIV), diidentifikasi pada tahun 1984. Kondisi ini awalnya dipercaya hanya
terbatas di kalangan pria homoseksual. Lebih lanjut, juga diidentifikasi pada pria dan wanita
heteroseksual dan biseksual yang terlibat dalam aktivitas seksual tak terlindungi atau pemakaian obat-
obatan suntik. Saat ini, aktivitas seksual dan penggunan obat-obatan merupakan cara penyebaran yang
utama.
HIV mempunyai afinitas yang kuat untuk sel pada sistem imun, lebih spesifik kepada yang
membawa molekul reseptor permukaan sel CD4. Kemudian, yang membantu limfosit T (sel T4) cukup
jelas terpengaruh, namun monosit, makrofag, sel Langerhans, dan beberapa sel otak neuronal dan glialjuga terlibat. Replikasi virus terjadi secara berkelanjutan di jaringan limforetikulardari lymph nodes,
spleen,gut-associated lymphoid cells, dan makrofag.
Limfosit B tidak terinfeksi, tapi fungsi pengganti dari limfosit T4 yang terinfeksi menyebabkan
disregulasi sel B dan penggantian fungsi neutrofil.
Ini dapat menempatkan individu HIV positif pada resiko infeksi ganas dan disseminasi dengan
mikroorganisme seperti virus, mycobacterioses, dan mycoses. Individu HIV positif juga beresiko
terhadap reaksi berlawanan obat karena perubahan regulasi antigenik.
Sel epitel mukosa dapat terinfeksi dan mempermudah akses virus ke aliran darah. Banyak kejadian,
mengindikasikan jika penyebaran virus oral transmucosal terjadi setelah trauma dari membran
mukosa. Ini membuat infeksi sirkulasi pertahanan sel inang seperti limfosit, makrofag, dan sel
dendrit.
HIV dideteksi hampir di seluruh cairan tubuh, meskipun ditemukan dalam jumlah besar hanya
dalam darah, semen, dan cairan serebrospinal. Penyebarannya terjadi di hampir secara eksklusif oleh
kontak seksual, penggunaan obat suntik terlarang, atau paparan pada darah atau produk darah.
Penyebaran dengan gigitan manusia sempat dilaporkan meskipun resikonya sangat rendah.
Populasi yang beresiko tinggi termasuk pria homoseksual dan biseksual, pengguna obat-obatan
suntik ilegal, orang dengan hemofilia atau kelainan koagulasi lainnya, penerima transfusi darah
sebelum April 1985; bayi dari ibu yang terinfeksi HIV (yang transmisinya terjasi karena transmisi fetal,
saat melahirkan, atau ketika menyusui); hubungan heteroseksual bebas; dan individu yang melakukan
hubungan seks dengan orang yang HIV positif. Penyebaran heteroseksual merupakan sebab AIDS yang
paling umum dalam populasi dunia dan ini bertambah secara signifikan di Amerika Serikat. Penyebaran
lebih sering terjadi melalui kontak dengan individu yang terinfeksi HIV dengan plasma bioload tinggi
dari virus. Penyebaran HIV juga dilaporkan terjadi melalui transplantasi organ dan inseminasi artifisal.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
20/32
2.6.2 Epidemiologi dan Demografi
Pada 31 Desember 2002, 886.575 kasus AIDS telah dilaporkan di Amerika Serikat, dan 501.69
kematian dihubungkan dengan sindrom ini. Peningkatan jumlah pasien dengan AIDS di Amerika Serikat
dan negara berkembang lainnya mengakibatkan bagian dari perpanjangan usaha pertahanan hidup
sejak adanya terapi multi obat anti-HIV. WHO memperkirakan bahwa sebanyak 38 juta orang di seluruh
dunia telah terinfeksi oleh satu dari sepuluh subtipe HIV yang telah diketahui. Meskipun angka
peningkatan infeksi sedikit menurun di negara berkembang, angka ini sudah merupakan penambahan
sebanyak 40 juta orang di abad 21.
AIDS mempengaruhi individu di segala usia, namun lebih dari 98% kasus terjadi pada orang
dewasa dan remaja diatas 12 tahun. Penderita paling utama di Amerika Serikat adalah pria, yang 54%
diantaranya adalah homoseksual maupun biseksual. Sekitar 12% dari kelompok ini merupakan pengguna
obat-obatan suntik terlarang. Penambahan 27% dari infeksi secara eksklusif melalui penggunaan obat
suntik, dan 15% dari keseluruhan pasien dengan AIDS di Amerika Serikat terjangkit infeksi karena
kontak seksual. Lebih dari 19 % penderita AIDS adalah wanita, yang umumnya berhubungan seks denganpengguna obat-obatan intravena atau pria biseksual. Wanita lainnya dengan AIDS merupakan kelahiran
negara seperti Haiti atau negara Afrika lainnya yang memiliki insidensi tinggi di mana penyebaran
utamanya melalui kontak heteroseksual. Hanya 1% individu yang terjangkit AIDS dari produk darah atau
transfusi darah di Amerika Serikat. Model penyebaran ini berlanjut menjadi ancaman, bahkan di negara
tidak berkembang. Tingginya jumlah pria homoseksual kulit hitam dan Hispanic, pria dan wanita
heteroseksual, dan anak-anak yang terjangkit dari wanita yang terkena infeksi HIV.
Penyebaran melalui pekerja kesehatan ke pasien telah dilaporkan pada 3 kasus, salah satunya
adalah dokter gigi yang menginfeksi 6 pasien secara sengaja maupun tidak.
2.6.3 Klasifikasi dan TahapPada tahun 1982 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengembangkan definisi
kasus untuk AIDS berdasarkan adanya penyakit oportunistik atau keganasan sekunder yang
mengakibatkan ketahanan mediasi sel pada individu HIV positif. Pada 1993 revisi ditambahkan dengan
kanker serviks pada wanita, bacillary tuberculosis, dan pneumonia berulang pada pembentukan AIDS.
Perubahan paling signifikan dalam definisi kasus CDC yang paling umum adalah inklusi beberapa
imunodefisiensi (T4 limfosit dihitung
Angka individu yang hidup dengan AIDS di Amerika Serikat bertambah pesat beberapa tahun
terkhir karena besarnya perkembangan dari highly active antiretroviral therapy (HAART), yang
mengkombinasikan beragam obat antiretroviral, protease inhibitor, dan fusion inhibitor. Individu yang
dirawat dengan HAART akan mengalami peningkatan level sel T4 dan peningkatan muatan plasma viral.
Beberapa minggu setelah exposure awal, beberapa pasien dapat mengalami beberapa gejala
akut seperti onset tiba-tiba dari penyakit mononucleus-like akut yang ditandai dengan malaise,
kelelahan, demam, myalgia, erupsi erythematous cutaneous, oral candidiasis, oral ulceration, dan
trombositopenia.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
21/32
Klasifikasi Kasus Pengawasan CDC:
Pasien AIDS dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kasus pengawasan CDC (1993):
1. Kategori A: termasuk pasien dengan gejala akut atau penyakit simptomatik, bersamaan dengan individu
dengan generalized limfadenopati persisten, dengan atau tanpa malaise, kelelahan, atau demam
tingkat rendah.
2. Kategori B: pasien yang memiliki kondisi simptomatik seperti oropharyngeal atau vulvovaginal
candidiasis, oral hairy leukoplakia, trombositopenia idiopatik, atau gejala konstitusional dari demam,
diare, dan berkurangnya berat badan.
3. Kategori C: pasien dengan AIDS, yang bermanifestasi oleh kondisi life-threatening atau diidentifikasikan
melalui level CD4+ limfosit T dibawah 200 sel/mm3.
Kategori tahapan CDC menunjukkan disfungsi imunologik yang progresif, namut pasien tidak
mengalami progres secara urut terhadap ketiga tahapan tersebut, dan perkiraan jumlah kategori ini
tidak diketahui. Meskipun HAART memberikan berbagai efek samping, banyak pusat perawatan AIDS
tetap menggunakannya dengan memulai atau melanjutkannya dengan terapi multi obat.2.6.4Manifestasi Oral dan Periodontal pada Infeksi HIV
Lesi oral seringkali ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV, walaupun faktor geografi dan lingkungan
juga mempengaruhi. Dari laporan yang ada mengindikasikan bahwa sebagian besar pasien HIV memiliki
lesi pada kepala dan leher, sedangkan lesi oral sangat umum terdapat pada individu yang positif
terinfeksi HIV tetapi belum menderita AIDS. Beberapa laporan telah mengidentifikasikan hubungan
yang sangat kuat antara infeksi HIV dengan oral candidiasis, oral hairy leukoplakia, atypical
periodontal disease, oral Kaposis Sarcoma, dan oral non-Hodgkin lymphoma.
Lesi oral yang memiliki sedikit hubungan kuat dengan infeksi HIV antara lain melanotic
hyperpigmentation, mycobacterial infection, necrotizing ulcerative stomatitis, miscellaneous oral oral
ulceration, dan infeksi viral ( herpes simplex virus, herpes zoster, condyloma acuminatum). Lesi yang
terdapat pada pasien HIV tetapi seringkali tidak terdeteksi adalah infeksi viral (seperti CMV, molluscum
contangiosum), recurrent aphthous stomatitis, dan bacillary angiomatosis (epitheloid angiomatosis).
Oral Candidiasis
Candida, jamur yang ditemukan sebagai flora normal ronnga mulut, berproliferasi pada
permukaan mukosa oral pada kondisi tertentu. Faktor utama yang berhubungan dengan pertumbuhan
yang berlebihan dari Candida adalah berkurangnya resistensi dari host, seperti yang terlihat pada
pasien yang lemah atau pasien yang menerima terapi imunosupresi. Insidensi dari infeksi candida akan
meningkat secara progresif dalam hubungannya dengan menurunnya kompetensi imun.
Candidiasis adalah lesi oral yang paling umum pada HIV-infected dan ditemukan pada sekitar 90%
penderita AIDS. Biasanya terdapat satu dari empat presentasi klinis:
a.Pseodomembranus candidiasis (thrush), muncul sebagai lesi putih yang sedikit sensitive dan tidak sakit
yang dapat segera dikikis dan diangkat dari permukaan mukosa oral. Tipe ini sering terdapat pada
palatum keras dan lunak dan pada mukosa labial dan bukal.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
22/32
b. Erythematous candidiasis, dapat muncul sebagai komponen dari tipe pseudomembranous, tampak
seperti potongan kecil (patches) berwarna merah pada mukosa bukal dan palatal, atau dapat juga
berhubungan dengan depapilasi dari lidah.
c.Hyperplastic candidiasis, bentuk yang paling jarang muncul dan dapat terlihat pada mukosa bukal dan
lidah. Tipe ini lebih sulit untuk dihilangkan dibandingkan yang lainnya.
d.Angular cheilitis, komisura (commissure) yang tampak erythematous dengan permukaan berkrusta dan
bercelah(fissure).
Diagnosis dari candidiasis dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dari sampel jaringan atau
smear dari material yang diambil dari lesi tersebut, yang menunjukkan bentuk hifa dan yeast dari
organisme tersebut. Kebanyakan pasien terdapat oral candidiasis dan esophageal candidiasis, tanda
diagnostik untuk AIDS.
Walaupun candidiasis pada pasien terinfeksi HIV dapat merespon pemberian terapi antifungal,
biasanya sulit disembuhkan atau rekuren. Sebanyak 10 % organisme candida menjadi resisten pada
terapi jangka panjang dari flukonazole, dan cross-resistance pada agen antifungal lainnya dapat terjaditermasuk itrakonazole, amphoterecine B, suspense oral, dan amphoterecine B intravena. Candidiasis
yang resisten lebih sering terdapat pada individu yang memiliki jumlah CD4 dibawah garis dasar.
Penggunaan jangka panjang ketokonazole dapat menyebabkan kerusakan liver pada individu dengan
pre-existent penyakit liver. Banyak dari infeksi hepatitis B kronik pada individu terinfeksi HIV dapat
membawa pasien pada resiko kerusakan liver karena ketokonazole.
Laporan yang baru diterima mengindikasikan bahwa pemberian kombinasi obat antiretroviral
dan protease inhibitor pada infeksi HIV menghasilkan penurunan yang signifikan dari insidensi
orofaringeal candidiasis dan oral candidal carriage dan telah menurunkan angka resistensi terhadap
flukonazole.Oral Hairy Leukoplakia (OHL)
Oral hairy leukoplakia (OHL) terutama terjadi pada individu yang terinfeksi HIV. Ditemukan
pada batas lateral dari lidah, dan biasanya tersebar bilateral dan dapat meluas sampai ventrum. Lesi
ini bersifat asimptomatik dan memiliki area keratotik yang batasnya kurang jelas dengan rentang
ukuran dari beberapa millimeter sampai sentimeter. Seringkali memiliki karakteristik vertical striation,
yang memberikan gambaran seperti ombak (corrugated), atau permukaannya mungkin berbulu dan
muncul hairy (rambut) ketika kering.
OHL ditemukan hampir secara khusus pada batas lateral lidah, walaupun juga pernah
dilaporkan terdapat pada dorsum lidah, mukosa bukal, dasar mulut, area retromolar, dan palatum
lunak. Sebagai tambahan, kebanyakan dari lesi ini menunjukkan kolonisasi pada permukaannya oleh
organisme Candida, yang merupakan secondary invanderdan bukan merupakan penyebab dari lesi ini.
Gambaran mikroskopik dari OHL yang terdapat pada lidah pada high-risk patient dipertimbangkan
sebagai tanda awal yang spesifik dari infeksi HIV dan sebagai indikator kuat bahwa pasien akan
menderita AIDS. Dari analysis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 83% pasien yang terinfeksi HIV
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
23/32
dengan hairy leukoplakia akan berkembang menjadi AIDS dalam waktu 31 bulan dan jumlah pasien
dengan hairy leukoplakia yang dengan cepat berkembang menjadi AIDS mendekati 100%. Penggunaan
HAART, bagaimanapun juga, telah menurunkan insidensi OHL. Jika OHL tetap terjadi meskipun telah
mengkonsumsi HAART, ini menggambarkan meningkatnya imunodefisiensi dikarenakan kegagalan
terapetik, kesalahan dalam mengkonsumsi obat sesuai resep, atau mengurangi dosis obat untuk
menurunkan efek samping obat. Perawatan OHL yang terlalu berlebihan biasanya tidak diindikasikan.
Bagaimanapun juga, lesi biasanya merespon terapi obat HIV atau penggunaan obat antivirus seperti
acyclovir atau valacyclovir. Lesi dapat seluruhnya dihilangkan dengan menggunakan laser atau
pembedahan konvensional. Juga terdapat penggunaan obat-obatan topikal seperti podophylin, retinoid,
atau interferon.
Kaposis Sarcoma dan Keganasan Lainnya
Keganasan dalam rongga mulut lebih sering terjadi pada individu imunokompromis
dibandingkan pada populasi umum. Individu HIV-positif dengan non-Hodgkins lymphoma (NHL) atau
Kaposis sarcoma (KS) dikategorikan mengidap AIDS. Insidensi dari squamous cell carcinoma jugameningkat pada individu yang terinfeksi HIV.
KS adalah keganasan dalam rongga mulut paling sering yang terdapat pada AIDS. Kaposis
sarcoma (KS) jarang terjadi, multifocal, neoplasma vascular. Baru-baru ini, strain baru dari herpes virus
telah diidentifikasi sangat berhubungan dengan terjadinya KS. Virus ini pada awalnya dinamakan KS-
herpes virus tetapi sekarang ini lebih dikenal sebagai human herpes virus-8 (HHV-8). HHV-8 telah
dihubungkan dengan AIDS-related dengan AIDS-non related KS. Walaupun begitu, individu yang
terinfeksi HIV memiliki resiko 7000 kali lebih besar untuk terkena KS. Walaupun virus ini virus ini dapat
ditransmisikan secara seksual, virus ini juga dapat ditransmisikan dari ibu yang terinfeksi kepada
anaknya.KS yang terdapat pada pasien terinfeksi HIV muncul dalam gambaran klinis yang berbeda-beda.
Pada individu ini, KS menjadi lesi yang lebih agresif dan mayoritas (71%) berkembang menjadi lesi pada
mukosa oral,terutama pada palatum dan gingival.
Pada stadium awal, lesi oral tidak sakit, macula berwarna ungu kemerah-merahan. Selama lesi
berkembang, lesi ini sering menjadi nodular dan dengan mudah menjadi sulit dibedakan dengan
kesatuan vascular oral lainnya seperti hemangioma, hematoma, varicosity, atau pyogenic ganuloma
(ketika terjadi di gingival).
Lesi-lesinya bermanifestasi sebagai nodul, papula, atau macula nonelevated yang biasanya berwarna
cokelat, ungu, atau biru. Terkadang lesi ini dapat terlihat dalam pigmentasi normal. Diagnosis
berdasarkan pemeriksaan histologis.
Secara mikroskopis KS terdiri dari empat komponen; (1)proliferasi sel endothelial dengan formasi dari
saluran vascular atypical;(2) extravascular hemorrhage dengan deposisi hemosiderin;(3) proliferasi sel
spindle dalam hubungannya dengan pembuluh atypical;(4) infiltrat inflamasi mononuclear yang
terutama terdiri dari sel-sel plasma.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
24/32
Diagnosis diferensial dari oral KS termasuk granuloma pyogenicum, hemangioma, atypical
hyperpigmentation, sarcoidosis, bacillary angiomatosis, angiosarcoma, pigmented nevi, dan cat-scratch
disease (kulit).
Pemberian HAART telah menurunkan insidensi dari KS. Bagaimanapun juga, lesi masih dapat ditemukan
pada individu imunokompromis yang hebat atau mereka yang tidak mengetahui status HIV-positif
mereka. HHV-8 dapat ditemukan lebih banyak pada saliva individu HIV-positif dengan jumlah sel CD4
yang lebih banyak, dapat menunjukkan penyebaran virus pada tahap awal proses penyakit.
Penanganan oral KS antara lain agen antiretroviral, laser excision, cryotherapy,terapi radiasi, dan
intralesional injection dengan menggunakan vinblastine, interferon-, sclerosing agents, atau obat-
obat kemoterapi lainnya. Nichols dkk mengungkapkan keuntungan menggunakan injeksi intralesi
dengan menggunakan vinblastine dengan dosis 0.1 mg/cm2, 0.2 mg/ml solution sulfate dalam saline.
Perawatan diulang dalam interval 2 minggu sampai resolusi atau lesi stabil. Efek sampingnya adalah
beberapa nyeri setelah perawatan dan kadang-kadang ulcerasi pada lesi., tetapi secara umum, terapi
sudah baik. Total resolusi yang didapat dalam 70% dari 82 lesi intraoral KS dengan satu sampai enamkali perawatan. Lesi cenderung muncul kembali, bagaimanapun juga, mengindikasikan bahwa
perawatan harus tersedia untuk lesi oral KS yang mudah traumatisasi atau mengganggu pengunyahan
atau penelanan.
Bacillary(Epitheloid) Agiomatosis
Bacillary (epitheloid) angiomatosis (BA) adalah infeksi penyakit proliferasi vascular dengan
gambaran klinis dan histologis sangat mirip dengan KS. BA disebabkan oleh organism mirip ricketsia.
Bartonellaclae henselia, quintata, dan lainnya. Lesi kulit mirip dengan yang terlihat pada KS atau cat-
scratch disease. Manifestasi gingiva dari BA berupa lesi jaringan lunak yang edematous berwarna
merah, ungu, atau biru yang dapat menyebabkan kerusakan ligament periodontal dan tulang. Kondisi
ini ebih sering terjadi pada individu HIV-positif dengan level CD4 rendah.
Diferensiasi BA dari KS berdasarkan biopsy, yang menunjukkan proliferasi epiteloid dari sel
angiogenik ditambah adanya infiltrat sel inflamasi akut. Organisme penyebab pada spesimen biopsi
terkadang bereaksi dengan pewarna perak Warthen-Starry atau dengan menggunakan mikroskop
electron.
Diagnosis banding untuk BA termasuk KS, angiosarcoma, hemangioma, granuloma pyogenicum,
dan proliferasi vascular nonspesifik. BA biasanya ditangani dengan menggunakan antibiotic spectrum
luas seperti erythromycin atau doxycycline. Lesi gingiva ditangani dengan menggunakan antibiotik
bersama dengan terapi periodontal konservatif dan mungkin eksisi lesi.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
25/32
Oral Hyperpigmentation
Peningkatan insidensi oral hyperpigmentation telah dideskripsikan pada pasien HIV-infected.
Area pigmentasi oral sering muncul sebagai bintik (spot) atau bercak pada mukosa bukal, palatum,
gingival, atau lidah. Terkadang pigmentasi juga berhubungan dengan pemakaian obat-obatan yang
berkepanjangan seperti zidovudine, ketokonazole, atau clotazimine. Pigmentasi oral juga sebagai hasil
dari insufisiensi adrenocorticoid yang diinduksi oleh individu HIV-positif yang menggunakan
ketokonazole yang berkepanjangan atau karena infeksi Pneumocyystis carinii, CMV atau infeksi virus
lainnya.
Atypical Ulcers
Ulserasi pada rongga mulut pada orang yang terjangkit HIV dapat mempunyai beragam etiologi
termasuk neoplasma seperti lymphoma, KS dan squamous cell carcinoma. Laporan kasus terbaru
menyatakan bahwa HIV-diasosiasikan dengan neutropenia dapat juga menunjukan suatu ulcer.Neutropenia telah berhasil dilakukan dengan menggunakan rekombinant human granulocyte colony-
stimulating factor (G-CSF) dengan resolusi dihasilkan dari Ulcer. Keganasan ulser yang berkepanjangan
telah berhasil diatasi menggunakan prednisone dan thalidomide, obat yang menghambat tissue necrosis
factor alpha (TNF- ). Kekambuhan kemungkinan terjadi, jika obatnya dihentikan.
Herpes dapat melibatkan semua permukaan mucosal dan berkembang ke kulit dapat nampak selama
berbulan bulan. Pembesaran tidak teratur, persisten, nonspesifik, Ulcer yang menyakitkan terjadi
pada seseorang yang immunocompromised. Jika penyembuhan ditunda, luka ini dapat menjadi herpetic
yang menetap atau luka aphthous.
Sejumlah bakteri dan infeksi viral dapat menghasilkan ulcer pada seseorang yang terjangkit HIV. Pada
dasarnya, seseorang yang immunocompromised beresiko dari penularan agen endemik pada lokasi
geografis pasien. Ulser tidak teratur atau tidak sembuh dapat memerlukan biopsi, kultur mikrobial,
atau keduanya untuk menentukan etiologi. Ulser telah digambarkan dalam hubungannya dengan
organisme enterobacterial seperti Klebsiella pneumonia, Enterobacter cloacea dan Escherichia coli.
Infeksi tersebut adalah langka dan biasanya diasosiasikan dengan pelibatan sistemik. Terapi antibiotik
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
26/32
khusus adalah diindikasikan dan koordinasi dekat dari terapi mulut dengan dokter pasien adalah
biasanya diperlukan.
Herpes simplex virus (HSV), varicella-zoster virus (VZV), Epstein-Barr Virus (EBV) dan Cytomegalovirus
(CMV) adalah biasanya didapat kembali dari atypical ulcer, mengindikasikan kemungkinan peran
etiologis. Baru baru ini, atypical ulcer ditemukan dengan infeksi HSV dan CMV atau dengan EBV dan
CMV. Ulcer ini dapat terjadi pada seseorang yang neutropenic dalam hubungannya dengan infeksi HIV.
Neutropenia dapat juga disebabkan oleh obat seperti zidovudie, trimethoprim-sulfamethoxazoic dan
gancyclovir. Ulcer tidak teratur dapat menjadi lebih keras dan tahan lama pada seseorang yang rendah
perhitungan sel CD4 dan adanya CMV mulut - disebabkan ulcer dapat menjadi indikatif dari infeksi
sistemik CMV.
Herpes labialis pada individual yang terjangkit HIV dapat menjadi responsif pada terapi antiviral topikal
(sebagai contoh., acyclovir, pencyclovir, doconasol), untuk mengurangi waktu penyembuhan atau luka
dapat memerlukan penggunaan agen sistemik antiviral (sebagai contoh., acyclovir, valacyclovir,
famciclovir).Recurrent aphtous stomatitis (RAS) telah digambarkan pada pasien yang terjangkit HIV. RAS dapat
terjadi, akan tetapi sebagai komponen inisial penyakit akut dari HIV seroconversion. Insidensi dari
major aphtase dapat meningkat dan oropharynx esophagus atau area lain dari saluran gastrointestinal
dapat dilibatkan.
Metode untuk kekambuhan aphtous stomatitis termasuk topical atau intralesional corticosteroid,
chlorhexidine dari kumuran mulut antimicrobial, oral tetracycline rinse atau topical ammlexanox.
Terapi systemic corticosteroid dapat diperlukan dalam beberapa kasus. Akibatnya, pada pasien dengan
infeksi HIV dan kekambuhan aphtase, sangat berhubungan medis dan terapi gigi dapat diperlukan.
Infeksi viral oral pada pasien immunocompromised adalah dengan acyclovir (200-800 mg lima kali
sehari untuk setidaknya 10 hari). Terapi pemeliharaan harian secara berurutan (200 mg dua hingga lima
kali sehari) dapat diperlukan untuk mencegah kekambuhan. Resisten viral strain diperlakukan dengan
foscarnet, ganciclovir atau valacyclovir.
Terapi corticosteroid topical (fluocinonide gel digunakan tiga hingga lima kali sehari) aman untuk
mencegah terjadinya kekambuhan ulcer aphthous atau luka mucosal lain dalam immunocompromosed
individual. Akan tetapi, topical corticosteroid dapat mempengaruhi immunocompromised individual
pada candidiasis. Akibatnya, pengobatan prophylactic antifungal harus diresepkan.
Biasanya, aphtae besar dalam individual yang positif HIV dapat terbukti resisten pada terapi topikal
konvensional. Pada pasien ini, konsultasi pengobatan direkomendasikan dan pengadaan dari sistemik
kortikosteroid (sebagai contoh prednisone, 40-50 mg setiap hari) atau terapi alternatif (sebagai contoh
thalidomide, levamisole, pentoxiifylline) harus dipertimbangkan. Agen ini dapat mempunyai efek
samping signifikan, akan tetapi, dan dokter harus tetap waspada atas bukti lain dari reaksi obat yang
merugikan. Dalam interaksi dengan pengobatan yang baru saja diresepkan. Karena pada akhirnya
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
27/32
semua agen antiviral digunakan dalam perlakuan infeksi HIV mempunyai potensi efek samping
merugikan dari interaksi obat, dokter gigi harus mempertimbangkan terapi topikal apabila sesuai.
2.6.5Komplikasi Perawatan Gigi
Komplikasi paskaoperatif meliputi pendarahan, infeksi, lamanya penyembuhan luka) pada
pasien dengan HIV/AIDS. Dokter gigi harus hati-hati dalam menangani pasien yang dicurigai terjangkit
HIV/AIDS untuk menghindari komplikasi yang tidak semestinya. Akan tetapi, tinjauan sistematis dari
literatur mengindikasikan bahwa tindakan pencegahan tidak diperlukan berdasarkan pada status HIV
pasien ketika melakukan prosedur perlakuan periodontal seperti dental prohylaxis, scaling dan root
planing, operasi periodontal, ekstraksi, dan penempatan implan. Biasanya, bagaimanapun, status
kesehatan yang kurang baik dari pasien dengan AIDS dapat membatasi terapi periodontal pada prosedur
yang konservatif, minimalnya invasif dan terapi antibiotik dapat diperlukan.
Efek Samping
Sejumlah obat yang menyebabkan efek samping telah dilaporkan pada pasien positif HIV dan dokter gigi
dapat menjadi pertama untuk mengenali reaksi obat mulut. Foscarnet, interferon dan 2-3
dideoxycytidine (DDC) biasanya menyebabkan ulcer dan erythema multiforme telah dilaporkan dengan
menggunakan didanosine (DDI). Zidovudine dan ganciclovir dapat menyebabkan leukopenia, Xerostomia
dan perubahan sensasi rasa telah digambarkan dalam hubungannya dengan diethyldithiocarbamate
(Dithiocarb) pasien positif HIV dipercaya secara umum rentan pada obat menyebabkan mucositis dan
reaksi obat lichenoid. Pada beberapa pasien, ulcer dan mucositis diatasi jika terapi obat dilanjutkan
lebih dari 2 hingga 3 minggu, tetapi ketika efek obat adalah keras atau menetap, terapi alternatif
dengan obat berbeda harus digunakan.
Obat HAART dapat menyebabkan efek samping merugikan bertingkat dari kondisi menengah relatif
seperti pusing hingga pengembangan batu ginjal. Individual dengan hepatitis C dan bersama infeksi HIV
adalah rentan pada liver cirrchosis. Efek merugikan dikenali baru adalah lipodystrophy, kondisi yang
mencirikan redistribusi dari lemak tubuh. Individual yang terinfeksi dapat mengembangkan ciri muka
kurus kering namun menunjukan lemak perut yang berlebih atau bahkan lapisan lemak pada bagian
belakang bahu (buffalo hump/ponggol kerbau). Ini dapat diikuti dengan kekerasan sistemik hyperlipide.
Efek reaksi merugikan lain dari HAART termasuk peningkatan resistensi insulin, gynecomastia, toxic
epidermal necrolysis, dyscrasias darah, dan kemungkinan peningkatan insidensi dari kutil mulut.
Laporan mulut lainnya atau efek merugikan perioral termasuk reaksi oral lichenoid, xerostomia,
perubahan sensasi darah, perioral paresthesia dan exfollative chellitis. (Figur 34-24 dan 34-25)2.6.6Penyakit Gingiva dan Periodontal pada Pasien HIV
Minat yang sangat besar telah ditujukan pada sifat dasar dan insidensi dari penyakit gigi dan
periodontal pada individu yang terinfeksi HIV. Bukti yang ada mengindikasikan bahwa penyakit-penyakit
tersebut lebih sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV melalui penggunaan obat-obatan
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
28/32
intravena. Hal ini muncul untuk menghubungkan kurangnya oral hygiene dan dental care dibandingkan
penurunan jumlah sel CD4.
Gingival dan periodontal manifestasi dapat ditemukan pada individu HIV positif. Terdapat
linear gingival erythema dan necrotizing ulcerative gingivitis, keduanya berkembang secara cepat
menjadi NUS atau NUP. Mengatur kondisi seperti ini harus melalui medical evaluation, termasuk
penentuan status CD4.
Linear Gingival Erythema
Erythematous gingivitis (LGE) mudah berdarah, linear, dan bersifat persisten telah ditemukan
pada pasien HIV-positif. LGE dapat atau tidak dapat berperan sebagai precursor untuk necrotizing
ulcerative periodontitis (NUP). Mikroflora dari LGE lebih mirip organism yang terdapat pada
periodontitis dibandingkan gingivitis. Lesi linear gingivitis dapat bersifat umum atau lokal.
Erithematous gingivitis memiliki ciri:
a. Terbatas pada jaringan yang kecil
b. Meluas ke daerah attached gingiva dalam punctate atau diffuse erythema, atauc. Meluas ke mucosa alveolar
LGE biasanya tidak merespon terapi korektif, tetapi beberapa lesi dapat mengalami remisi
secara spontan. Lesi oral candidiasis dan LGE telah diidentifikasikan , menunjukkan peran etiologis
spesies candidiasis pada LGE. Baru-baru ini, kultur mikroskopik dari dari lesi LGE menunjukkan adanya
Candida dubliniensis pada empat pasien, semua pasien ini mendapatkan remisi lengkap atau sebagian
setelah terapi antifungal sistemik. Masih belum diketahui apakah infeksi candida merupakan etiologi
pada seluruh kasus LGE.
Daerah yang terinfeksi di scale dan polish . Irigasi subgingival dengan chlorhexidine atau
povidone-iodine 10%. Pasien diinstruksikan untuk melaksanakan prosedur oral hygiene dengan teliti.
Kondisi harus dievaluasi 2 sampai 3 minggu setelah terapi awal. Jika pasien komplain mengenai
prosedur perawatan di rumah dan lesi tetap bertahan, ada kemungkinan terjadinya infeksi candida.
Diragukan bahwa antifungi topikal akan mencapai dasar dari celah gingival. Sebagai konsekuensinya,
perawatannya dengan pemberian antifungi sistemik seperti fluconazole selama 7 sampai 10 hari.
Penting untuk diingat bahwa LGE mungkin sulit untuk ditangani. Jika demikian, pasien harus
dimonitor dengan cermat apakah terdapat tanda-tanda perkembangan kondisi periodontal yang lebih
berat (e.g., NUG, NUP, NUS). Pasien harus ditemui kembali setelah 2-3 bulan dan diberi perawatan
kembali sesuai yang dibutuhkan. Seperti yang telah disebutkan, walaupun terdapat resistensi LGE
terhadap terapi periodontal konvensional, remisi spontan juga dapat terjadi untuk alasan yang belum
diketahui.
Necrotizing Ulcerative Gingivitis
Beberapa laporan telah menunjukkan peningkatan insidensi dari necrotizing ulcerative
gingivitis pada pasien penderita AIDS. Belum terdapat kesepakatan apakah insidensi dari NUG
meningkat pada pasien HIV-positif.
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
29/32
Perawatan dasar terdiri dari pembersihan (cleaning) dan debridement dari area yang terinfeksi
dengan menggunakan cotton pellet yang direndam dalam peroksida setelah pengaplikasian anestesi
topikal. Bahan pembilas rongga mulut yang bersifat escharotic seperti hydrogen peroksida harus
dihindari, bagaimanapun juga, untuk pasien manapun terutama kontraindikasi untuk individu
imunokompromis. Pasien harus diperiksa setiap hari atau beberapa hari pada minggu pertama;
debridement dilakukan tiap kunjungan, dan metode plak kontrol secara perlahan-lahan diperkenalkan.
Ketelitian program plak kontrol harus dipakai dan dimulai saat sensitivitas dari area yang terinfeksi
sudah memungkinkan. Setelah penyembuhan awal terjadi, pasien harus bisa menoleransi scaling dan
root planning jika dibutuhkan.
Pasien harus menghindari tembakau, alkohol, rempah-rempah. Dan diberikan obat kumur
antimikroba seperti chlorhexidine gluconate 0,12%.
Antibiotik sistemik contohya metronidazole atau amoxicillin dapat diberikan pada pasien
dengan destruksi jaringan sedang sampai berat, localized lymphadenopathy atau sindrom sistemik, atau
keduanya. Pemberian obat antifungi sebagai prophylactic harus dipertimbangkan jika pasien diberikanantibiotik.
Periodontium harus direevaluasi 1 bulan setelah resolusi dari symptom akut untuk menilai hasil dari
perawatan dan memutuskan apakah diperlukan perawatan lebih lanjut.
Necrotizing Ulcerative Periodontitis
Bentuk periodontitis yang berkembang dengan cepat (progresif), nekrosis, dan berulser terjadi
lebih sering pada individu HIV-positif, walaupun beberapa lesi telah dideskripsikan sebelum onset dari
AIDS. NUP merupakan kelanjutan dari NUG dimana terjadi kehilangan tulang dan perlekatan
periodontal.
NUP memiliki karakteristik adanya nekrosis pada jaringan lunak, destruksi periodontal yang
berlangsung cepat, dan kehilangan tulang interproksimal. Lesi dapat terjadi dimana saja pada lengkung
gigi dan biasanya berada pada beberapa gigi, walaupun NUP generalkadang muncul setelah terjadinya
penipisan sel CD4. Pada onsetnya NUP menimbulkan rasa sakit yang cukup kuat, dan pengobatan yang
segera sangat dibutuhkan.
Riley dkk memeriksa 200 pasien HIV-positif dan menemukan 85 orang memiliki periodontal yang
sehat; 59 gingivitis; 54 memiliki periodontitis ringan, sedang, advanced; dan hanya dua orang yang
memiliki NUP.
Terapi untuk NUP antara lain local debridement, scaling dan root planning,in-office irrigation
dengan agen antimikroba yang efektif contohnya chlorhexidine gluconate atau povidone-iodine
(Betadine), dan meningkatkan oral hygiene termasuk penggunaan antimikroba rinses di rumah.
Pada NUP hebat, terapi antibiotik mungkin dibutuhkan tetapi harus digunakan dengan
perhatian pada pasien infeksi HIV untuk menghindari kemungkinan dan potensi serius dari candidiasis
atau candidal septicemia.. Jika antibiotic dibutuhkan, yang menjadi obat terpilih adalah metronidazole
7/29/2019 Logbook Pemicu 5
30/32
( 250mg, dengan dua tablet diminum langsung kemudian satu tablet empat kali sehari selama 5-7 hari).
Agen antifungi topikal atau sistemik untuk prophylactic juga diberikan jika antibiotic digunakan.
Necrotizing Ulcerative Stomatitis
Necrotizing ulcerative stomatitis (NUS) dapat menyebabkan destruksi yang cukup kuat, bersifat
akut, dan sakit telah dilaporkan terdapat pada pasien HIV-positif. NUS dikarakteristikkan oleh nekrosis
beberapa area yang signifikan pada jaringan lunak mulut dan dasar tulang. Dapat terjadi secara
terpisah atau sebagai lanjutan dari NUP dan biasanya berhubungan dengan depresi sel imun CD4 yang
cukup parah. Kondisi ini identik dengan cancrum oris (noma), proses destruksi yang jarang terjadi
seringkali ditemukan pada individu yang sangat kekurangan nutrisi, terutama di Afrika.
Perawatan untuk NUS termasuk antibiotik contohnya metronidazole dan penggunaan obat
kumur antimikroba seperti chlorhexidine gluconate. Jika terdapat nekrosis tulang , biasanya
dibutuhkan pengangkatan tulang tersebut untuk proses penyembuhan luka.
Chronic Periodontitis
Banyak studi menyarankan bahwa individu HIV positif memiliki pengalaman chronic periodontitisdibandingkan populasi umum. Membandingkan frekuensi lesi oral dan penyakit periodontal antara
individu HIV positif dan negatif, beberapa adalah IDU ( injection drugs users). Mereka menyimpulkan
bahwa gaya hidup IDU memiliki peran yang lebih besar pada penyakit mulut dibandingkan dengan
individu status HIV. Mereka juga menemukan lesi yang konsisten pada lidah dengan hairy leukoplakia
yang umumnya terjadi pada seropositif homoseksual males, sed