Katarak
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada
lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak
terjadi karena faktor usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak
yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi
setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya. Katarak senilis
adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia diatas 50 tahunEtiologi dan Patofisiologi Penyebab terjadinya
katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Terdapat beberapa teori konsep penuaan menurut Ilyas (2005) sebagai
berikut: - Teori putaran biologik (A biologic clock). - Jaringan
embrio manusia dapat membelah diri 50 kali mati. - Imunologis;
dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang
mengakibatkan kerusakan sel. - Teori mutasi spontan. - Terori A
free radical Free radical terbentuk bila terjadi reaksi
intermediate reaktif kuat. Free radical dengan molekul normal
mengakibatkan degenerasi. Free radical dapat dinetralisasi oleh
antioksidan dan vitamin E. - Teori A Cross-link. Ahli biokimia
mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul
protein sehingga mengganggu fungsi. Perubahan lensa pada usia
lanjut menurut Ilyas (2005): 1. Kapsul - Menebal dan kurang elastis
(1/4 dibanding anak) - Mulai presbiopia - Bentuk lamel kapsul
berkurang atau kabur - Terlihat bahan granular 2. Epitel makin
tipis - Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan
berat - Bengakak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata 3. Serat
lensa: - Lebih iregular - Pada korteks jelas kerusakan serat sel -
Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan
tirosin) lensa, sedang warna coklet protein lensa nukleus
mengandung histidin dan triptofan dibanding normal. - Korteks tidak
berwarna karena: Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi
fotooksidasi. Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Manifestasi
Klinis Gejala katarak senilis biasanya berupa keluhan penurunan
tajam penglihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk
secara progresif). Penglihatan seakan-akan melihat asap/kabut dan
pupil mata tampak berwarna keputihan. Apabila katarak telah
mencapai stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh sehingga
pupil akan benar-benar tampak putih. Gejala umum gangguan katarak
menurut GOI (2009) dan Medicastore (2009) meliputi: 1. Penglihatan
tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek. 2. Peka
terhadap sinar atau cahaya. 3. Dapat terjadi penglihatan ganda pada
satu mata. 4. Memerlukan pencahayaan yang baik untuk dapat membaca.
5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu. Klasifikasi
Katarak Senil Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat
stadium yaitu insipien, intumesen, imatur, matur dan hipermatur
(Ilyas, 2005). INSIPIENIMMATURMATURHIPERMATUR
KekeruhanRinganSebagianPenuhMasif
Cairan lensaNormalBertambahNormalBerkurang
IrisNormalTerdorongNormalTermulans
Bilik mata depanNormalDangkalNormalDalam
Sudut bilik mataNormalSempitNormalTerbuka
Shadow testNegatifPositifNegatifPseudopods
Penyulit-glaukoma-Uveitis dan glaukoma
1. Katarak Insipien Pada katarak stadium insipien terjadi
kekeruhan mulai dari tepi ekuator menuju korteks anterior dan
posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam
korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara
serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda
Morgagni) pada katarak isnipien (Ilyas, 2005). Kekeruhan ini dapat
menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama
pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk
waktu yang lama. 2. Katarak Intumesen. Pada katarak intumesen
terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong
iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan
normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang
berjalan cepat dan mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan
ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan
daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa. 3. Katarak Imatur Pada katarak senilis
stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat
bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan
lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder
(Ilyas, 2005). 4. Katarak Matur Pada katarak senilis stadium matur
kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur
atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas, 2005). 5. Katarak
Hipermatur Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses
degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.
Masa lensa yang berdegenerasi kelur dari kapsul lensa sehingga
lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa.
Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula Zinn menjadi kendor.Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi
dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam
di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut
sebagai katarak Morgagni (Ilyas, 2005).Selain klasifikasi di atas
terdapat pengelompokan katarak lain yaitu:1. Katarak komplikata
(katarak yang terbentuk sebagai efek langsung penyakit intraokular
seperti uveitis posterior parah, glaukoma, retinitis pigmentosa,
dan pelepasan lensa)2. Katarak traumatik (katarak yang paling
sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma
tumpul terhadap bola mata)3. Katarak akibat penyakit sistemik
(diabetes mellitus, hipotiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis
atopik, galaktosemia, dan sindrom Lowe, Werner, dan Down)4. Katarak
toksik (akibat substansi toksik yang mengenai mata baik sistemik
maupun lokal, misalnya kortikosteroid yang digunakan dalam waktu
lama)5. Katarak-ikutan/sekunder (akibat katarak traumatik yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak
ekstrakapsular)Diagnosis Diagnosis katarak senilis dibuat
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai (contoh: diabetes melitus,
hipertensi, cardiac anomalies). Penyakit seperti diabetes militus
dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi
secara dini sehingga bisa dikontrol sebelum operasi (Ocampo, 2009).
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak
subkapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pada
pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra,
konjungtiva, dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA
terlihat normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh.
Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium
pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan
lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination,
pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO.Tujuan terapi
medikamentosa antara lain:1. Untuk memperlambat kecepatan
progresifitas kekeruhan (mencegah rusaknya protein dan lemak
penyusun lensa, misalnya dengan menstabilkan molekul protein dari
denaturasi) sehingga pasien dapat lebih lama menikmati tajam
penglihatan sebelum proses opasitas memburuk. Contoh: obat iodine
yang memiliki efek antioksidan seperti potassium iodine, natrium
iodine, dll 2. Untuk menjaga kondisi elemen mata misalnya pembuluh
darah dan persyarafan mata. Contoh: - suplemen vitamin A (berfungsi
penting dalam penjagaan kondisi retina), contoh: vitamin A 6000 IU,
beta carotene (pro-vitamin A) 12.000 IU, - suplemen vitamin B
(berfungsi penting dalam penjagaan kondisi syaraf), contoh vitamin
B-2 (riboflavin) 20 mg, vitamin B-6 (pyridoxine hydrochloride) 11
mg, vitamin B complex, dll- Vitamin C (berfungsi penting dalam
penjagaan kondisi pembuluh darah), contoh ascorbic acid 600 mg-
Vitamin E. 3. Untuk menjaga kondisi imunitas tubuh, contoh:
suplemen vitamin. Pembedahan Katarak (James et. al., 2006) Operasi
katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan
penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan
semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi
umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan
kelopak mata atau diberikan secara topikal. Jika keadaan sosial
memungkinkan, pasien dapat dirawat swbagai kasus perawatan sehari
dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit. Operasi ini dapat
dilakukan dengan: - Insisi luas pada perifer kornea atau sklera
anterior, diikuti oleh ekstraksi katarak ekstrakapsular
(extra-capsular cataract extraction, ECCE). Insisi harus dijahit. -
Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan
melalui insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior
(fakoemulsifikasi). Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan. Sekarang
metode ini merupakan metode pilihan di negara barat. Kekuatan
implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasi dihitung
sebelumnya dengan mengukur panjang maata secara ultrasonik dan
kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik.
Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan
membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga
dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat
terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi.
Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua
mata.Komplikasi Pembedahan Katarak (James et. al., 2006) a.
Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan
selama operasi maka gel vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata
depan yang merupakan resiko terjadinya glaukoma atau traksi pada
retina. b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protus melalui insisi
bedah pada periode paska operasi dini. Pupil mengalami distorsi. c.
Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius
namun jarang terjadi ( 6 dioptri
11. Menurut timbulnya oleh Lendner dibagi atas (Rahman,1992)
:
12. Kongenital
13. Infantil
14. Yuvenil
15. Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologi yang
timbul pada mata, maka miopia dibagi atas (Ilyas, 2003) :
Miopia simple
Miopia patologi
Etiologi MiopiaEtiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada
beberapa keadaan yang dapat menyebabkan timbulnya miopia seperti
alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan, herediter, kerja
dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium,
kekurangan vitamin) (Desvianita cit Slone, 1997).
Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan
retina, sinar sejajar yang masuk ke dalam mata difokuskan di dalam
badan kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi melihat ke objek
yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina sehingga
bayangan menjadi kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi
terlalu kuat atau sumbu mata terlalu panjang (Hoolwich, 1993).
Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial
adalah bayangan jatuh di depan retina dapat terjadi jika bola mata
terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial adalah perkembangan
yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada
waktu awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila karena
peningkatan kurvatura kornea atau lensa, kelainan ini disebut
miopia kurvatura (desvianita cit Slone, 1997).
Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan
:
1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang
berlebihan.
2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan
peningkatan tekanan yang dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala
sebagai akibat dari posisi tubuh yang membungkuk.
3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan
konvergensi yang berlebihan (Desvianita cit Perera, 1997).
Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus
yaitu kelainan pada bentuk kornea. Pada penderita katarak
(kekeruhan lensa) terjadi miopia karena lensa bertambah cembung
atau akibat bertambah padatnya inti lensa ( Desvianita cit Slone,
1997).
Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak
normal, misalnya akibat kadar gula yang tinggi dalam cairan mata
(diabetes mellitus) atau kadar protein yang meninggi pada
peradangan mata. Miopia bias juga terjadi akibat spasme
berkepanjangan dari otot siliaris (spasme akomodatif), misalnya
akibat terlalu lama melihat objek yang dekat. Keadaan ini
menimbulkan kelainan yang disebut pseudo miopia (Sastradiwiria,
1989).
Gambaran Klinik MiopiaSebahagian kasus-kasus miopia dapat
diketahui dengan adanya kelainan pada jarak pandang. Pada tingkat
ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah
diperiksa (Desvianita cit Adler, 1997).
Gejala subjektif :1. Akibat sinar dari suatu objek jauh
difokuskan di depan retina, maka penderita miopia hanya dapat
melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan penglihatan kabur
bila melihat objek jauh.
2. Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit
koreksi dari miopianya dapat disembuhkan.
3. Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat
jauh untuk mendapatkan efek pinhole agar dapat melihat dengan lebih
jelas.
4. Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah
melakukannya tanpa usaha akomodasi (Slone, 1979).
Gejala objektif :1. Miopia simple :
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil
yang relatif lebar. Kadang-kadang bola mata ditemukan agak
menonjol.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal
atau dapat disertai kresen miopia yang ringan disekitar papil saraf
optik.
Miopia Patologi :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simple.
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa
kalainan-kelainan pada :
Korpus vitreum
Papil saraf optik
Makula
Retina terutama pada bagian temporal
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan
koroid dan retina.
Diagnosis MiopiaDiagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara
refraksi subjektif dan objektif, setelah diperiksa adanya visus
yang kurang dari normal tanpa kelainan organik (Sastrawiria,
1989).
A. Cara SubyektifCara subyektif ini penderita aktif menyatakan
kabur terangnya saat di periksa. Pemeriksaan dilakukan guns
mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki
tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam
penglihatan terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen,
bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6
meter.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu mata
ditutup.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar
dan diteruskan sampai huruf terkecil yang masih dapat dibaca.
4. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya
perlahan-lahan hingga dapat di baca huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
1. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama (Ilyas,
2003).
B. Cara ObyektifCara ini untuk anomali refraksi tanpa harus
menanyakan bagaimana tambah atau kurangnya kejelasan yang di
periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu retinoskop.
Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara
mengamati gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan
kembali oleh retina. Pada saat pemeriksaan retinoskop tanpa
sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi), pasien harus menatap
jauh. Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan mata
kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visuil mata.
Jarak pemeriksaan biasanya meter dan dipakai sinar yang sejajar
atau sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul
dari mata dan tampak di pupil bergerak searah dengan gerakan
retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai tampak hampir
diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of
reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus
sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan
ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak meter
dikurangi 2 dioptri (Sastrawiria, 1989).
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada
setiap pasien. Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada
orang yang tidak kooperatif, cukup dengan pemeriksaan objektif.
Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada umumnya
bisa dilakukan (Sastrawiria, 1989).
Penatalaksanaan MiopiaPenatalaksanaan miopia adalah dengan
mengusahakan sinar yang masuk mata difokuskan tepat di retina.
Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
1. Cara optik
2. Cara operasi
Cara optikKacamata (Lensa Konkaf)Koreksi miopia dengan kacamata,
dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif)
karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan
menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu
tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia,
keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis
konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan
berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan
dapat dimundurkan ke arah retina (Guyton, 1997).
Lensa kontakLensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan
dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya
lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak dan
permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah
menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan
anterior kornea, penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks bias
yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior kornea
tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata.
Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan
penting.
Cara operasi pada korneaAda beberapa cara, yaitu :
1. Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan
menginsisi kornea perifer sehingga kornea sentral menjadi datar.
Hal ini menyebabkan sinar yang masuk ke mata menjadi lebih dekat ke
retina.
2. Excimer laser (dengan sinar laser) yaitu operasi dengan
menggunakan tenaga laser untuk mengurangi kecembungannya dan
dilengketkan kembali.
3. Keratomileusis yaitu bila kornea yang terlalu cembung di
insisi kemudian dikurangi kecembungannya dan dilengketkan
kembali.
4. Epiratopati yaitu operasi dengan melakukan penjahitan
keratolens yang sesuai dengan koreksi refraksi ke kornea penderita
yang telah di buang epitelnya.
Cara operasi di atas masih mempunyai kekurangan kekurangan, oleh
karena itu para ahli mencoba untuk mencari jalan lain yang dapat
mengatasi kekurangan tersebut dengan jalan mengambil lensa mata
yang masih jernih (clear lens extraction/CLE).
Prognosis MiopiaPada tingkat ringan dan sedang dari miopia
simple prognosisnya baik bila penderita miopia memakai kacamata
yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif miopia
prognosisnya buruk terutama bila di sertai oleh perubahan koroid
dan vitreus, sedangkan pada miopia maligna prognosisnya sangat
jelek.
Hipermetropi
1. DEFINISI
Hiperopia (hipermetropia, penglihatan jauh/farsighteness) adalah
keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di
belakang retina. Hipermetropi merupakan gangguan kekuatan pembiasan
sehingga titik fokusnya terletak dibelakang retina.(1,
2)Hipermetropi dapat dibagi menjadi :(1, 3)a) Hipermetropia manifes
adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif
maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas:
Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi
dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat
jauh. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun kacamata positif.
b) Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa
sikloplegia diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. c) Hipermetropia
total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia. 2. ETIOLOGI
Hipermetropi dapat disebabkan karena axial, kurvatur, indeks,
posisi dan karena tidak adanya lensa.(3)1) Hipermetropia sumbu atau
hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
2) Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
3) Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias
yang kurang pada sistem optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa
mempunyai indeks refraksi yang berkurang. Hal ini juga dapat
terjadi pada penderita diabetes.
4) Positional hypermetropia sebagai akibat ditempatkannya lensa
kristalina lebih ke posterior.
Tidak adanya lensa kristal baik kongenital maupun didapat
(operasi pengangkatan lensa atau dislokasi posterior) mengarah ke
aphakia - suatu kondisi hypermetropia tinggi. (3)3.
PATOMEKANISME
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek,
kurvatura kornea dan lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks
refraktif menyebabkan sinar sejajar yang datang dari objek terletak
jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina.(4)4. GEJALA
KLINIS(3)
A. Gejala
a. Asimtomatik. Sejumlah kecil kesalahan bias pada pasien muda
biasanya dikoreksi oleh upaya akomodatif tanpa menghasilkan apapun
gejala.
b. Penderita hipermetropia sukar untuk melihat dekat dan tidak
sukar melihat jauh
c. Gejala astenopia seperti kelelahan mata, nyeri kepala bagian
frontal atau fronto-temporal, fotofobia ringan. Gejala astenopia
ini terutama terkait dengan pekerjaan yang mebutuhkan penglihatan
dekat.
d. Penglihatan kabur dengan gejala astenopia. Ketika
hipermetropi tidak dapat dikoreksi sepenuhnya oleh upaya
akomodatif, maka pasien mengeluh penglihatan kabur untuk melihat
jarak dekat dan berhubungan dengan gejala astenopia karena usaha
akomodatif yang terus menerus.
B. Tanda
a. Ukuran bola mata mungkin tampak kecil secara keseluruhan.
b. Kornea mungkin sedikit lebih kecil dari normal.
c. Ruang anterior relatif dangkal.
5. DIAGNOSIS KLINIS dan pemeriksaan penunjang(1, 3, 4)1.
Refraksi SubyektifDalam hal ini penderita aktif menyatakan lebih
tegas atau lebih kabur huruf-huruf pada kartu uji snellen, baik
secara coba-coba atau pengabutan
2. Refraksi Obyektif1. Pemeriksaan fundus memperlihatkan optik
disk yang kecil yang mungkin terlihat lebih banyak vaskular dengan
margin yang tidak jelas dan bahkan mungkin mensimulasikan
papillitis (meskipun tidak ada pembengkakan disk, karena itu
disebut pseudopapillitis). Retina secara keseluruhan tampak
bersinar lebih dari refleksi cahaya.
2. A-scan ultrasonografi (biometri) dapat memperlihatkan panjang
antero-posterior bola mata yang pendek.
3. PENATALAKSANAAN
A. Koreksi Refraksi
1. KacamataUntuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan
mengubah sistem pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia diperlukan
lensa cembung atau konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat ke
dalam lensa. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi
hipermetropia manifes dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran
lensa positif maksimal yang memberiakan tajam penglihatan
normal.(1, 3, 4)Pada pasien di mana akomodasi masih sangat kuat
atau pada anak-anak, maka sebaiknya dilakukan dengan memberikan
siklopegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot
akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamatanya dengan
mata yang istirahat.(2)2. Lensa kontak
Untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi. Lensa kontak dapat
mengurangi masalah dalam hal koreksi visus penderita hipermetropia
akan tetapi perlu diperhatikan kebersihan dan ketelitian
pemakaiannya. Selain itu, perlu diperhatikan juga masalah lama
pemakaian, infeksi, dan alergi terhadap bahan yang dipakai.(1, 3)B.
Tindakan Operatif
3. Operasi
Pada umumnya operasi pada hipermetropi tidak efektif seperti
pada miopia. Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut :(3)1.
Holmium laser thermoplasty telah digunakan untuk hipermetropi
derajat rendah.
2. Hyperopic PRK menggunakan excimer laser juga telah dicoba.
Efek regresi dan penyembuhan epitel yang lama adalah masalah utama
yang dihadapi.3. Hyperopic LASIK efektif dalam mengoreksi
hipermetropi sampai 4 D.ASTIGMATISME
A. Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar
dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada
satu titik tetapi lebih dari satu titik.1Astigmatisme adalah
keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang pada
seluruh meridian. Gelaja astigmatisma biasanya dikenali dengan
pengelihatan yang kabur, head tilting, menengok untuk melihat lebih
jelas, mempersempit palpebra dan mendekati objek untuk melihat
lebih jelas.2
B. Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan
pertama pada penyakit mata (24,72%).5 Kasus kelainan refraksi dari
tahun ke tahun terus mengalami peningkatan Kelainan astigmatisme
menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis
kelamin.3 Menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003,
angka kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.4 C.
Etiologi7Meskipun telah banyak penelitian yang luas, penyebab pasti
astigmatisme masih belum diketahui. Satu penjelasan yang mungkin
dari etiologi astigmatisme adalah bahwa kesalahan bias astigmatik
ditentukan secara genetik. Sejumlah penelitian telah dilakukan
untuk menyelidiki pengaruh genetika pada pengembangan astigmatik.
Namun, studi ke genetika dan astigmatisme menyajikan beberapa hasil
yang bertentangan. Studi tertentu menunjukkan beberapa derajat
heritabilitas silindris dan juga cenderung mendukung modus dominan
autosomal dari warisan. Penelitian lain mendukung pengaruh kuat
environnemental. Sehingga menunjukkan bahwa faktor genetik dan
lingkungan memiliki peran dalam pengembangan astigmatisme. Sifat
dari mekanisme ini masih belum sepenuhnya dipahami.
Silindris dapat dibagi menjadi kategori kongenital dan didapat.
Ketika diakuisisi, mungkin menjadi sekunder untuk kondisi penyakit
tertentu atau akibat dari operasi mata ataupun trauma. Astigmatisme
disebabkan oleh berbagai patologi kornea berhubungan dengan lesi
tinggi, seperti keratoconus atau Sallzmann nodular degenerasi.
Penyebab lain astigmatisme termasuk trauma kornea dan infeksi.
Selain itu ada beberapa penyakit dan sindrom yang berkaitan dengan
peningkatan prevalensi astigmatisme.
Selain itu, ada juga yang menyatakan astigmatisme disebabkan
berbagai macam factor . yaitu:8
Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa
kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin
akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.
Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
Trauma pada kornea
Tumor
D. Klasifikasi 1,6,10,11Berdasarkan posisi garis fokus dalam
retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Terdapat dua meridian utama, dengan orientasi dan kekuatan
konstan disepanjang lubang pupil sehingga terbentuk dua garis
focus. Selanjutnya astigmatisme didefinisikan berdasarkan posisi
garis focus ini terhadap retina. Apabila meridian-merdian utamanya
tegak lurus dan sumbu-sumbunya terletak didalam 20 derajat
horizontal dan vertical, astigmatisme dibagi lagi menjadi
Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat
dari pada bidang horizontal.
Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat
dari pada bidang vertikal.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina,
astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina,
sedangkan titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah
titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik
fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di
mana X dan Y memiliki angka yang sama.2. Astigmatisme Hipermetropia
Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina,
sedangkan titik B berada di belakang retina. 3. Astigmatisme Miopia
Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina,
sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran
lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
4. Astigmatisme Hipermtropia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina,
sedangkan titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran
lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.5.
Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina,
sedangkan titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X
Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga
nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau
-.2) Astigmatisme Irreguler
Daya atau orientasi meridian-meridian utamanya berubah
disepanjang lubang pupil. Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2
meridian saling tegak lurus. Astigmatisme yang demikian bisa
disebabkan oleh ketidakberaturan kontur permukaan kornea atau pun
lensa mata, juga bisa disebabkan oleh adanya kekeruhan tidak merata
pada bagian dalam bolamata atau pun lensa mata (misalnya pada kasus
katarak stadium awal). Astigmatisme jenis ini sulit untuk dikoreksi
dengan lensa kacamata atau lensa kontak lunak (softlens). Meskipun
bisa, biasanya tidak akan memberikan hasil akhir yang setara dengan
tajam penglihatan normal.Jika astigmatisme irregular ini hanya
disebabkan oleh ketidakberaturan kontur permukaan kornea, peluang
untuk dapat dikoreksi dengan optimal masih cukup besar, yaitu
dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard contact lens) atau dengan
tindakan operasi (LASIK, keratotomy).E. Tanda Dan Gejala2,7,12Pada
umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan
gejala-gejala sebagai berikut :
Sakit kepala pada bagian frontal.
Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat,
biasanya penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup
atau mengucek-ucek mata. Memiringkan kepala atau disebut dengan
titling his head, pada umunya keluhan ini sering terjadi pada
penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini
dilakukan untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite.
Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja
dekat seperti membaca.
Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan
untuk memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak
buram.
F. Diagnosis
Melaluli anamnesa , selanjutnya dilakukan pemeriksaan.
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah
berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi
atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina lainnya.
Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat
gangguan media penglihatan.12) Uji refraksi
i. Subjektif
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error
Cara pengabur (fogging technique)
Uji silinder silang
ii. Objektif
Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor,
cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur.
Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus
dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan
sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.3) Uji
pengaburan9Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka
tajam penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga
tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya
dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat
kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling
jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka tegak
lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder
ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa
silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi
astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring
horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan
lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta
melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif
sampai pasien melihat jelas. Gambar 8. Kipas Astigmat.
4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan
astigmatisme. Pemeriksa memerhatikan imej ring pada kornea pasien.
Pada astigmatisme regular, ring tersebut berbentuk oval. Pada
astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.9,12G. Terapi10,121) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa
silinder. Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita
astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina,
sehingga penglihatan akan bertambah jelas.seringkali dikombinasi
dengan lensa sferis.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa
kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea
menjadi datar dan menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang
digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus irregular
dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur
pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan
memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan
depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di
parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea
dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona
optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi
laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang
biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah
beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi
kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu
sebelum operasi. RETINOPATI DIABETIKA
Retinopati Diabetik
Merupakan penyebab kebutaan paling sering yang ditemukan pada
usia dewasa, antara 20-74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko 25
x lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non diabetes. Retinopati
diabetik juga merupakan salah satu penyakit degeneratif pada
mata.
1.1 Etiopatogenesis
1.1.1 Jalur poliol
Hiperglikemia lama kaan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam
jaringan termasuk di lensa dan saraf optik salah satu sifat dari
senyawa poliol ialah tidak dapat melewati membran basalis sehingga
akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel senyawa ini
meningkatkan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi
maupun fungsional sel.
1.1.2 Glikasi nonenzematik
Terjadi terhadap protein dan sam deosiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemik dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas
dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.
1.1.3 Protein Kinase C(PKC)
Diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas
vaskular,kontraktilitas, sintesis membran basalis dan proliferasi
sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemik, aktivitas PKC di retina
dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol yaitu suatu regulator PKC.
1.2 Patofisiologi
Dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan
proliferasi endotel pada kapiler retina, dimana keadaan lanjut,
perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10 : 1.
Melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler :
1. Pembentukan mikroaneurisma
2. Peningkatan permeabilitas pembuluhdarah
3. Penyumbatan pembuluh darah
4. Proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan
fibrosa di retina
5. Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan
vitreus, penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia
retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen
darah.
Pada Retinopati diabetik juga dapat terjadi kebutaan,
mekanismenya sebagai berikut :
1. Edema makula atau nonperfusi kapiler
2. Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetik
prolifeartif dan kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan ablasio
retina (ratinal detachment)
3. Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan
preretina dan vitreus
4. Pembentukan pembuluh darah baru dapat menyebabkan terjadinya
glaukoma
1.3 Klasifikasi
Retinopati diabetik ini dikasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
Retinopati diabetik nonproliferatif dan proliferatif. Ciri-ciri
atau karakteristik dari Retinopato diabetik nonproliferatif (RDNP)
adalah ditemukannya mikroaneurisma, adanyapenebalan membran
basalis, terdapat perdarahan ringan, adanya eksudat keras berwarna
kuning dan temuan yang paling khas ialah cotton wool spot (gambaran
eksudat dari retina, akibat penyumbatan arteri prepapil sehingga
terjadi daerah nonperfusi di dalam retina).
Sedangkan pada Retinopati diabetik proliferatif dapat ditemukan
adanya neovaskularisasi. Retinopati jenis ini dapat dibagi menjadi
Retinopati diabetik proliferatif ringan (tandanya tidak terjadi
perdarahan) dan Retinopati diabetik proliferatif resiko tinggi (
ada perdarahan di vitreous body).
1.4 Gejala klinis
Dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala subjektif dan objektif
1. Gejala subjektif, terdiri dari : kesulitan membaca dan
penglihatan kabur
2. Gejala objektif antara lain : Mikroaneurisma (bintik merah
kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior),
perdarahan (berupa titik, garis dan bercak), dilatasi pembuluh
darah, hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina), soft
exudate/coton wool patches (iskemia retina), neovaskularisasi dan
edema retina.
1.5 Pencegahan dan pengobatan
Pencegahan dan pengobatan Retinopati diabetika meliputi :
1. Kontrol glukosa darah
2. Kontrol tekanan darah
3. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi
(jarang dilakukan)
4. Fotokoagulasi dengan sinar laser :
a. Fotokoagulasi panretinal untuk RDP (Retinopati Diabetik
Proliferatif) atau glaukoma neovaskular
b. Fotokoagulasi fokal untuk edema makula
5. Vitrektomi untuk perdarahan vitreus atau ablasio retina
1.5.1 Kontrol glukosa darah
Penelitian oleh Diabetes Control and Complication Trial (DCCT)
menyebutkan bahwa kelompok pasien yang belum disertai retinopati
dan mendapat terapi intensif dengan insulin selama 36 bulan
mengalami penurunan resiko terkjadi retinopati sebesar 76%.
Demikian juga pada kelompok yang sudah menderita retinopati, terapi
intensif dapat mencegah risiko perburukan retinopati sebesar
54%.
Penelitian lain oleh United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) menebutkan bahwa pasien diabetes yang diterapi secara
intensif, setiap penurunan 1% HbA1c akan diikuti dengan penurunan
risiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%
1.5.2 Kontrol hipertensi
Menurut UKPDS kelompok pasien dengan kontrol tekanan darah
secara ketat mengalami penurunan resiko progresifitas retinopati
sebanyak 34%
1.5.3 Ablasi kelenjar hipofisis
Dapat dilakukan hipofisektomi, hasilnya Retinopati diabetik yang
sudah ada mengalami perbaikan
1.5.4 Fotokoagulasi
Tiga metode fotokoagulasi dengan laser :
1. Scatter (Panretinal) photocoagulation, dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat dan untuk menghilangkan
neovaskular pada saraf optius dan permukaan retina atau pada
sudutchamber anterior.
2. Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma di
fundus posterior yang mengalami kebocoran untuk mengurangi atau
menghilangkan edema makula
3. Grid photocoaglation, dengan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema
1.6 Perjalanan klinis dan prognosis
Pasein RDNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang
jarang, memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan
pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.
Pasien yang tergolong RDNP sedang tanpa disertai edemamakula,
perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan oleh karena
sering bersifat progresif.
Pasien RDNP derajat ringan-sedang disertai edema makula yang
secara klinik tidak signifikan, perlu diperiksa kembali dalam waktu
4-6 bulan oleh karena memiliki risiko besar utnuk berkembang
menjadi edema makula yang secara klinik signifikan.
Pasien RDNP berat memiliki risiko tinggi menjadi RDP, pasien RDP
resiko tinggi harus segera diterapi dengan fotokoagulasi.
Retinopati Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas di seluruh dunia. Hipertensi merupakan penyebab terbesar
keempat atau 6% dari seluruh kematian. Hipertensi merupakan salah
satu faktor resiko klasik aterosklerosis dan kardiovaskuler yang
sudah lama dikenal. Selain hipertensi, faktor resiko lain untuk
kejadian kardiovaskuler adalah perokok, obesitas, dislipidemia,
diabetes mellitus, mikroalbuminuria, dan umur. Kelainan pembuluh
darah ini dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap
sistem organ tubuh yang merupakan komplikasi dari hipertensi,
berupa kerusakan organ target (antara lain mata yaitu retina,
pembuluh darah otak, jantung, dan ginjal). Pada hipertensi terdapat
hubungan yang erat sekali antara tekanan darah terhadap kerusakan
pembuluh darah. Pada pasien-pasien hipertensi, tenaga medis harus
dapat melihat faktor-faktor resiko lain yang bisa dideteksi lebih
awal untuk mencegah progresivitas penyakit hingga terjadinya
kerusakan organ target.Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi
dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi
yang menderita hipertensi. Kelainan ini pertama kali dikemukakan
oleh Marcus Gunn pada abad ke-19 pada sekelompok penderita
hipertensi dan penyakit ginjal. Penyakit ini merupakan salah satu
komplikasi organ target pada mata atau retina akibat hipertensi.
Keadaan pembuluh darah retina sering dipakai sebagai ukuran keadaan
pembuluh darah di dalam organ tubuh lain dan kelainan pada mata
atau retina akibat hipertensi dapat dipakai untuk petunjuk kelainan
yang terjadi pada pembuluh darah otak, jantung, dan ginjal.
Kelainan pemeriksaan mata pada penderita hipertensi mempunyai peran
pula dalam menentukan diagnosis dan prognosis penyakit hipertensi.
Untuk memastikan ada tidaknya retinopati hipertensif adalah melalui
pemeriksaan funduskopi direk. Funduskopi direk digunakan untuk
melihat adanya perubahan fundus akibat hipertensi, dengan suatu
rumusan klasifikasi yang dirumuskan oleh para ahli yang didasari
perubahan morfologi retina akibat hipertensi. Tanda-tanda pada
retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara
general dan fokal, perlengketan atau nicking arteriovenosa,
perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape,
cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al
menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk
memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.Batasan Retinopati
HipertensifRetinopati hipertensif adalahkelainan-kelainan retina
dan pembuluh darah retina atau vaskular retina akibat tekanan darah
tinggi. Retinopati hipertensif dideteksi dengan menggunakan
oftalmoskop direk.Retinopati hipertensif adalah salah satu dari
beberapa tanda dari kerusakan organ akibat hipertensi. Menurut
kriteria dari JNC VII, adanya atau ditemukannya retinopati
hipertensif yang merupakan salah satu kerusakan organ target dan
terdapatnya keadaan tekanan darah prehipertensi, hipertensi stadium
I dan II, dapat diindikasikan untuk memulai terapi awal dengan anti
hipertensi dan juga melakukan modifikasi gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah yaitu antara lain dengan menurunkan berat
badan, diet rendah natrium, melakukan aktivitas fisik yang bersifat
aerobik dan mengurangi konsumsi alkohol.
EpidemiologiSejak tahun 1990,sebanyak tujuh penelitian
epidemiologis telah dilakukan pada sekelompok populasi penduduk
yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi. Berdasarkan grading
dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan didapatkan
bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas,
walau pada mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi.
Kadar prevalensi bervariasi antara 2% - 15% untuk banyak macam
tanda-tanda retinopati. Data ini berbeda dengan hasil studi
epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study yang
mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Ini mungkin
disebabkan oleh sensitivitas alat yang semakin baik apabila
dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik di klinik-klinik.
Prevalensiyang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit
hitam dibandingkan orang kulit putih berdasarkan insidensi kejadian
hipertensi yang lebih banyak ditemukan pada orang berkulit hitam.
Akan tetapi, tidak ada predileksi rasial yang pernah dilaporkan
berkaitan kelainan ini hanya saja pernah dilaporkan bahwa
hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang Kaukasia berbanding
orang Amerika Utara.
PatofisiologiPerubahanfundus atau sirkulasi retina akibat
hipertensi menurut patogenesisnya dan gejala yang ditimbulkannya
adalah mengalami beberapa fase atau perubahan melalui 3 proses,
yaitu:
1.Angiospasme atau hipertonus pembuluh darah
Pada fase awal hipertensi dengan adanya proses autoregulasi pada
pembuluh darah retina, maka peningkatan tekanan darah sistemik akan
menyebabkan vasokonstriksi arteriol (stadium vasokonstriksi),
dimana terjadi vasospasme atau hipertonus pembuluh darah dan
peninggian tekanan arteriol retina, dimana pada stadium ini belum
terjadi perubahan dinding pembuluh darah. Pada stadium ini secara
klinis terlihat adanya penyempitan secara menyeluruh arteriol
retina. Penyempitan pembuluh darah tampak sebagai:
Pembuluh darah terutama arteriol retina berwarna lebih pucat
Kaliber pembuluh darah yang menjadi lebih kecil atau ireguler
(karena spasme lokal)
Percabangan arteriol yang bersudut tajam dan berjalan lebih
lurus seolah-olah memanjang
2. Angiopati atau perubahan organik pembuluh darah
Peninggian tekanan darah yang menetap dan hipertonus pembuluh
darah yang berjalan lama akan terjadi perubahan organis dinding
pembuluh darah (sklerosis arteriol atau arteriosklerosis) yang
menyebabkan perubahan-perubahan organis yang ditandai dengan
proliferasi jaringan ikat dan elemen elastis sehingga menyebabkan
penebalan fibrosa dari tunika intima, hiperplasi dinding tunika
media, terjadi degenerasi hialin dan lemak. Arteriosklerosis
merupakan proses patologis sebagai reaksi dan kompensasi dinding
pembuluh darah terhadap hipertonus yang terus-menerus, dapat
terjadi perubahan refleks cahaya dan fenomena crossing pada
persilangan arteri vena, yang semua ini cenderung menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah.
Dalam fase lanjut, pembuluh darah yang mengalami fibrosis secara
luas terkadang diikuti dengan degenerasi hialin dan akan mampu
menahan tekanan diastolik yang tinggi. Bila hipertensi telah
berjalan untuk beberapa waktu, kegagalan untuk mempertahankan
tekanan dan volum yang adekuat pada pembuluh darah yang kaku akan
mengakibatkan anoksia jaringan. Proses dekompensasi ini disebabkan
oleh proses sklerosis yang parah. Kerusakan jaringan menimbulkan
gambaran khas retinopati arteriosklerotik. Pada stadium ini dapat
berupa:
Refleks copper wire arteriole Refleks silver wire Sheathing
Lumen pembuluh darah yang ireguler
Terdapat fenomena crossing, yang terdiri dari:
Nicking (penekanan pada vena oleh arteri yang berada di
atasnya)
Elevasi (pengangkatan vena oleh arteri yang berada di
bawahnya)
Deviasi (pergeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan
dengan vena tersebut
dengan sudut persilangan yang lebih kecil)
Kompresi (penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan
bendungan vena)
Kelainan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada
retina yaitu retinopati hipertensif.
3. Retinopati
Angiospasme dan angiopati pada hipertensi yang mengakibatkan
gangguan pada sirkulasi darah, lambat laun akan diikuti dengan
retinopati yaitu perubahan-perubahan pada jaringan retina, yang
dapat dibedakan atas dua fenomena dasar yaitu eksudasi unsur-unsur
darah, karena dinding pembuluh darah menjadi permeabel, dan
degenerasi retina, karena menurunnya nutrisi akibat gangguan
sirkulasi.
Pada stadium eksudat ini terdapat gangguan barier darah retina.
Eksudasi terjadi apabila dinding pembuluh darah yang bersifat
impermeabel menjadi permeabel akibat kerusakan-kerusakan pada
sel-sel endotel yang berfungsi sebagai barier darah retina. Akibat
hipertonus yang ekstrem dan terus menerus pada hipertensi akan
menimbulkan nekrosis otot polos dan sel-sel endotel yang mana akan
merusak sifat impermeabel dinding pembuluh darah yang memungkinkan
terjadinya eksudasi darah dan lipid sehingga menyebabkan edema
retina dan iskemik retina yang dikarenakan dinding pembuluh darah
menjadi permeabel. Papil edema muncul dalam beberapa hari sampai
minggu sejak peningkatan tekanan darah dan terabsorpsi dalam
hitungan minggu sampai bulan bila tekanan darah turun. Perubahan
funduskopi pada stadium eksudat dimanifestasikan pada retina
seperti mikroaneurisme, perdarahan, eksudat lunak, dan eksudat
keras. Eksudat retina dapat membentuk:
Eksudat lunak (cotton wool patches), yang merupakan edema serat
saraf retina akibat mikro infark sesudah penyumbatan arteriol,
biasanya terletak 2-3 diameter dari papil didekat kelompok pembuluh
darah utama sekitar papil.
Eksudat keras, yang terdiri dari kumpulan sel-sel mikroglia yang
banyak mengandung sel lemak, berasal dari bahan-bahan sel-sel saraf
yang mengalami degenerasi dan nekrosis, yang tampak sebagai
bercak-bercak berbatas tegas, warna putih kekuningan yang tersebar
pada daerah tertentu dan luas pada fundus okuli.
Pembengkakan lempeng optik dapat terjadi pada saat itu dan
seringkali merupakan tanda dari hipertensi berat (hipertensi
maligna).
Pada retinopati hipertensif juga diikuti dengan degenerasi
jaringan retina karena menurunnya nutrisi akibat gangguan
sirkulasi. Perdarahan yang timbul di retina disebabkan karena
kerusakan sel-sel endotel kapiler akibat hipertonus pembuluh darah
yang terus menerus. Beberapa faktor lain seperti hiperglikemia,
inflamasi, dan disfungsi endotel juga terlibat pada patogenesis
retinopati.
KlasifikasiKlasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama
kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith et al. Sejak itu, timbul
bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi yang
dibuat oleh Keeith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini
dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat
terdiri atas empat kelompok retinopati hipertensi berdasarkan
derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang
disepakati digunakan dalam praktek sehari-hari:
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
StadiumKarakteristik
Stadium IPenyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles
retina; hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium IIPenyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis,
dan nicking arteriovenous, tekanan darah semakin meninggi, timbul
beberapa gejala dari hipertensi
Stadium IIIRetinopati (cotton-wool spot, arteriosklerosis,
hemoragik); tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul
gejala sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ
jantung, otak, dan fungsi ginjal
Stadium IVEdema neuroretinal termasuk papil edema, garis
Siegrist, Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten,
gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan, dyspnea,
gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung, otak, dan fungsi
ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai
retinopati hipertensi dan stadium III dan IV sebagai hipertensi
maligna
Klasifikasi Scheie (1953)
StadiumKarakteristik
Stadium 0Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada
retina
Stadium IPenyempitan artriolar difus, tidak ada konstriksi
fokal, pelebaran refleks arteriol retina
Stadium IIPenyempitan arteriol yang lebih jelas disertai
konstriksi fokal, tanda penyilangan arteriovenous
Stadium IIIPenyempitan fokal dan difus disertai hemoragik,
copper-wire arteries
Stadium IVEdema retina, hard exudate, papil edema, silver-wire
arteries
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of
Ophtalmology
StadiumKarakteristik
Stadium 0Tidak ada perubahan
Stadium IPenyempitan arteriol yang hampir tidak terdeteksi
Stadium IIPenyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium IIIStadium II + perdarahan retina dan/ atau eksudat
Stadium IVStadium III + papil edema
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi
retinopati hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-tanda
yang kelihatan pada retina.
RetinopatiDeskripsiAsosiasi sistemik
MildSatu atau lebih dari tanda berikut:
Penyempitan arteriol menyeluruh atau fokal, AV nicking, dinding
arteriol lebih padat (silver-wire)Asosiasi ringan dengan penyakit
stroke, penyakit jantung koroner dan mortalitas kardiovaskuler
ModerateRetinopati mild dengan satu atau lebih tanda
berikut:
Perdarahan retina (blot, dot, atau flame-shaped),
mikroaneurisma, cotton-wool, hard exudatesAsosiasi berat dengan
penyakit stroke, gagal jantung, disfungsi renal dan mortalitas
kardiovaskuler
AcceleratedTanda-tanda retinopati moderate dengan edema papil:
dapat disertai dengan kebutaanAsosiasi berat dengan mortalitas dan
gagal ginjal
DiagnosisDiagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selain itu pemeriksaan penunjang
seperti funduskopi, pemeriksaan visus, dan pemeriksaan tonometri
terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-scan untuk
melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis pasti. Pemeriskaan laboratorium juga penting
untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari
hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala
dan nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur
hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV perubahan
vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan
gejala pada mata.
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui
melalui pemeriksaan funduskop. Biasa didapatkan perubahan pada
vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang
ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnigs
spot yaitu atrofi sirkumskripta dan proliferasi epitel pigmen pada
tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan hipertensi akan
menyebabkan peningkatan refleks arteriolar yang akan terlihat
sebagai gambaran copper-wire atau silver-wire. Penebalan lapisan
adventitia vaskular akan menekan venula yang berjalan dibawah
arteriol sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenous.
Pada bentuk yang lebih ekstrim, kompresi ini dapat menimbulkan
oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO).
Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat
perdarahan intraretinal dalam bentuk flame-shape yang
mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat
saraf, CWS, dan/ atau edema retina. Hipertensi maligna mempunyai
ciri-ciri papil edema dan dengan perjalanan waktu akan terlihat
gambaran makula berbentuk bintang.
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk
pengukuran tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap
terutama kadar hematokrit, kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit
darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama
kreatinin, profil lipid, dan kadar asam urat. Selain itu
pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi
fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin
bermanfaat dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.
PenatalaksanaanMengobati faktor primer adalah sangat penting
jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial.
Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah
terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi
ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan
percobaan klinik menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati
hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah.
Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi
mempunyai efek langsung terdapat struktur mikrovaskuler. Penggunaan
obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding
arteri retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa
pun terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup
juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat
badan bila sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya.
Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara
intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi
alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan
olahraga yang teratur.
KomplikasiPada tahap yang masih ringan, hipertensi akan
meningkatkan refleks cahaya arteriol sehingga timbul gambaran
silver-wire atau copper-wire. Namun dalam kondisi yang lebih berat,
dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO)
atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO).
Walaupun BRVO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi,
dalam hitungan jam atau hari, BRVO akut dapat menimbulkan edema
yang bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh darah
retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami
rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya
edema. Namun tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap
pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.
Tiga varietas emboli yang telah diketahui adalah:
Kolesterol emboli (plak Hollenhorst) yang berasal dari arteri
karotis
Emboli platelet-fibrin yang terdapat pada arteriosklerosis
pembuluh darah besar
Kalsifikasi emboli yang berasal dari katup jantung
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang
berat dan terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih
opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf dan lapisan
sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid
yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih kontras dari
sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO sering
disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina
kribrosa.
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskemik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler
adalah istilah yang diberikan untuk gejala okuler dan tanda-tanda
yang menandakan suatu keadaan kronis dari obstruksi arteri karotis
yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi yang paling sering,
namun penyebab lain yang dapat menimbulkan kondisi ini termasuk
sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis, dan kondisi inflamasi
lain yang berlangsung kronis. Gejala termasuk hilang penglihatan
yang terjadi dalam kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada
daerah orbital mata yang terkena dan penyembuhan yang terlambat
akibat paparan cahaya langsung.
PrognosisPrognosis tergantung pada kontrol tekanan
darah.Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi
sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat
oklusi vena atau arteri lokal. Namun pada setengah kasus,
komplikasi tetap tidak terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan
darah yang baik.