1. Embriologi hidung, telinga, dan sinus paranasal Embriologi Hidung Hidung dibentuk oleh 5 prominensia fasialis: Prominensia frontalis membentuk jembatan hidung, prominensia nasalis mediana yang menyatu membentuk lengkung dan ujung hidung, dan prominensia nasalis lateralis menghasilkan cuping hidung (alae) Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda ; kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus. (Walsh WE, 2002) . Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.(Walsh WE, 2002) .
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. Embriologi hidung, telinga, dan sinus paranasal
Embriologi Hidung
Hidung dibentuk oleh 5 prominensia fasialis: Prominensia frontalis membentuk
jembatan hidung, prominensia nasalis mediana yang menyatu membentuk lengkung dan ujung
hidung, dan prominensia nasalis lateralis menghasilkan cuping hidung (alae)
Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan
anatomi sinonasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala
berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda ; kedua adalah bagian
dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal
dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus. (Walsh
WE, 2002) .
Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional
anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang
terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah
frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung
pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang
hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan
perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris.(Walsh WE, 2002) .
Ketika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk,
yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia
kehamilan tujuh minggu, tiga garis axial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah
konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus
maksilaris yang diawali oleh invaginasi meatus media. Dan pada saat yang bersamaan
terbentuknya prosesus unsinatus dan bula ethmoidalis yang membentuk suatu daerah yang
lebar disebut hiatus emilunaris. Pada usia kehamilan empat belas minggu ditandai dengan
pembentukan sel etmoidalis anterior yang berasal dari invaginasi bagian atap meatus media
dan sel ethmoidalis posterior yang berasal dari bagian dasar meatus superior. Dan akhirnya
pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu , dinding lateral hidung terbentuk dengan baik
dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus paranasal muncul dengan
tingkatan yang berbeda sejak anak baru lahir, perkembangannya melalui tahapan yang spesifik.
Yang pertama berkembang adalah sinus etmoid, diikuti oleh sinus maksilaris, sfenoid , dan sinus
frontal. (Walsh WE, 2002).
Embriologi Sinus Paranasal
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung,
berupa tonjolan atau resesus epitel mukosa hidung setelah janin berusia 2 bulan, resesus inilah
yang nantinya akan berkembang menjadi ostium sinus. Perkembangan sinus paranasal dimulai
pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus
etmoid telah ada saat anak lahir, saat itu sinus maksila sudah terbentuk dengan sangat baik
dengan dasar agak lebih rendah daripada batas atas meatus inferior. Setelah usia 7 tahun
perkembangannya ke bentuk dan ukuran dewasa berlangsung dengan cepat. Sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sphenoidalis dimulai pada usia 8 – 10 tahun dan berasal dari bagian postero-
superior rongga hidung. Sinus-sinus ini pada umumnya mencapai besar maksimal pada usia
antara 15-18 tahun. . (Ballenger JJ,1994 ; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
A. Sinus maksila
Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar.
Merupakan sinus pertama yang terbentuk, diperkirakan pembentukan sinus tersebut terjadi
pada hari ke 70 masa kehamilan. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, yang kemudian
berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml pada saat
dewasa. (Lund VJ,1997).
Pada waktu lahir sinus maksila ini mulanya tampak sebagai cekungan ektodermal yang terletak
di bawah penonjolan konka inferior, yang terlihat berupa celah kecil di sebelah medial orbita.
Celah ini kemudian akan berkembang menjadi tempat ostium sinus maksila yaitu di meatus
media. Dalam perkembangannya, celah ini akan lebih kea rah lateral sehingga terbentuk
rongga yang berukuran 7 x 4 x 4 mm, yang merupakan rongga sinus maksila. Perluasan rongga
tersebut akan berlanjut setelah lahir, dan berkembang sebesar 2 mm vertical, dan 3 mm
anteroposterior tiap tahun. Mula-mula dasarnya lebih tinggi dari pada dasar rongga hidung dan
pada usia 12 tahun, lantai sinus maksila ini akan turun, dan akan setinggi dasar hidung dan
kemudian berlanjut meluas ke bawah bersamaan dengan perluasan rongga. Perkembangan
sinus ini akan berhenti saat erupsi gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara
usia 15 dan 18 tahun. (Ballenger JJ,1994; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
B. Sinus frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun. . (Ballenger JJ,1994 ; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
C. Sinus etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
(Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
Sel-sel etmoid, mula-mula terbentuk pada janin berusia 4 bulan, berasal dari meatus superior
dan suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid anterior dan posterior. Sinus etmoid
sudah ada pada waktu bayi lahir kemudian berkembang sesuai dengan bertambahnya usia
sampai mencapai masa pubertas. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid
dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4
cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior, volume sinus kira-
kira 14 ml. (Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007)
D. Sinus sfenoid
Sinus sfenoid terbentuk pada janin berumur 3 bulan sebagai pasangan evaginasi
mukosa di bagian posterior superior kavum nasi. Perkembangannya berjalan lambat, sampai
pada waktu lahir evaginasi mukosa ini belum tampak berhubungan dengan kartilago nasalis
posterior maupun os sfenoid. Sebelum anak berusia 3 tahun sinus sfenoid masih kecil, namun
telah berkembang sempurna pada usia 12 sampai 15 tahun. Letaknya di dalam korpus os
etmoid dan ukuran serta bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain
oleh septum tulang yang tipis, yang letakya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus
akan lebih besar daripada sisi lainnya. (Ballenger JJ,1994).
Embriologi Telinga
Embriologi Telinga Dalam
Telinga pada manusia terdiri atas tiga daerah yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar pada dasarnya merupakan corong pengumpul suara yang terdiri atas pinna
dan saluran pendengaran luar. Telinga tengah adalah bagian yang menyalurkan suara dari
telinga luar ke telinga dalam dan telinga dalam yang mengubah suara menjadi rangsangan
saraf. (Drake et all, 2004)
Telinga dalam adalah organ pertama dari tubuh yang dalam perkembangannya telah
terbentuk secara sempurna baik dalam ukuran maupun konfigurasinya yaitu pada kehamilan
trimester kedua. Perkembangan telinga dalam dimulai pada awal minggu ketiga yaitu
perkembangan intrauterin yang ditandai dengan tampaknya plakode ektoderm pada setingkat
miensefalon. Plakode auditori berinvaginasi membentuk lubang (pit) auditori sepanjang minggu
ke-4 yang kemudian menjadi vesikula auditori.
Pada tahap perkembangan selanjutnya vesikula otik (vesikula auditori) bagian ventral
membentuk sakulus dan koklearis sedangkan bagian dorsal membentuk utrikulus, kanalis
semisirkularis dan duktus endolimfatikus. Pembentukan saluran-saluran tersebut disebabkan
adanya bagian-bagian tertentu dari daerah tersebut yang berdegenerasi. Duktus koklearis yang
sedang tumbuh menembus mesenkim di sekitarnya dan berpilin seperti membentuk spiral.
Selanjutnya duktus koklearis tetap berhubungan dengan sakulus melalui duktus reunien.
Duktus semisirkularis, duktus utrikulus, duktus sakulus dan duktus koklearis kemudian diisi
dengan cairan endolimfe sehingga semua struktur membran dari saluran tersebut dinamakan
membran labirin. Dinding sel membran labirin sangat tipis dan terdiri atas sel-sel epitel tunggal
yang ditutupi oleh lapisan serabut jaringan ikat yang dibentuk dari mesenkim di sekitarnya.
Beberapa dari sel epitel tersebut dimodifikasi menjadi sel-sel rambut (sel neuroepitel dan
beberapa sel pendukung). Struktur epitel yang terbentuk dikenal secara keseluruhan sebagai
labirin membranosa, kecuali duktus koklearis yang membentuk organ corti, semua struktur
yang berasal dari labirin membranosa berperan dalam keseimbangan
Dasar dari sel-sel neuroepitel dikelilingi oleh ujung serabut saraf yang datang dari ganglion
spinal dan ganglion vestibular. Ganglion-ganglion tersebut berhubungan dengan otak melalui
serabut saraf yang dibentuk oleh tulang yang disebut tulang labirin. Ruang diantara membran
labirin dan tulang labirin tersebut berisi cairan perilimfe.(Drake et all, 2004)
Embriologi Telinga Tengah
Telinga tengah yang terdiri dari kavitas timpani dan tuba auditiva, dilapisi oleh epitel
yang berasal dari endoderm dan berasal dari kantong faring pertama. Tuba auditiva
membentang antara kavitas timpani dan nasofaring. Tulang-tulang pendengaran yang
menyalurkan suara dari membrane timpanika ke fenestra vestibule, berasal dari arkus faring
pertama (maleus dan inkus ) dan kedua (stapes).
Embriologi Telinga Luar
Meatus Akustikus Eksternus terbentuk dari celah faring pertama dan dipisahkan dari kavitas
timpani oleh membrane timpanika (gendang telinga). Gendang telinga terdiri dari suatu lapisan
epitel ectoderm, lapisanmesenkim, lapisan endoderm dari kantong faring pertama.
Aurikula (daun telinga ) terbentuk dari enam tonjolan mesenkim disepanjang arkus faring
pertama dan kedua yang mengelilingi celah faring pertama.
2. Anatomi Telinga, Hidung, dan Sinus Paranasal
Anatomi Hidung
Anatomi hidung luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol pada
garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang
paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago
yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah
digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :