1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang yaitu dengan ditemukannya alat dan metode yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa terhadap penderita dilakukan berbagai cara antara lain: pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan secara radiologis. Pemeriksaan secara radiologi mampu memberikan informasi secara radiografi yang optimal baik keadaan anatomis maupun fisiologis dari suatu organ di dalam tubuh yang tidak dapat diraba dan dilihat oleh mata secara langsung serta mampu memberikan informasi mengenai kelainan-kelainan yang mungkin dijumpai pada organ-organ yang akan diperiksa. Pada saat ini hampir semua organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat diperiksa secara radiologis, bahkan setelah ditemukan media kontras yang berguna memperlihatkan jaringan organ yang mempunyai nomor atom yang lebih kecil sehingga kelainan pada organ tersebut dapat didiagnosa. Pemeriksaan radiologi secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan radiologi tanpa kontras dan pemeriksaan radiologi dengan kontras.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin
berkembang yaitu dengan ditemukannya alat dan metode yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosa terhadap penderita dilakukan berbagai
cara antara lain: pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan secara radiologis.
Pemeriksaan secara radiologi mampu memberikan informasi secara
radiografi yang optimal baik keadaan anatomis maupun fisiologis dari suatu
organ di dalam tubuh yang tidak dapat diraba dan dilihat oleh mata secara
langsung serta mampu memberikan informasi mengenai kelainan-kelainan
yang mungkin dijumpai pada organ-organ yang akan diperiksa.
Pada saat ini hampir semua organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat
diperiksa secara radiologis, bahkan setelah ditemukan media kontras yang
berguna memperlihatkan jaringan organ yang mempunyai nomor atom yang
lebih kecil sehingga kelainan pada organ tersebut dapat didiagnosa.
Pemeriksaan radiologi secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan radiologi tanpa kontras dan pemeriksaan radiologi dengan
kontras.
Dalam Laporan Kasus ini penulis menyajikan salah satu pemeriksaan
radiologi yang menggunakan bahan kontras yaitu pemeriksaan Fistulografi .
Pemeriksaan Fistulografi adalah pemeriksaan radiologi dengan menggunakan
bahan kontras positif yaitu Barium Sulfat dan bahan kontras negatif yaitu
udara dengan tujuan untuk memvisualisasikan keadaan fistel dan muara dari
saluran fistel tersebut yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui lubang –
lubang fistel.
Adapun teknik-teknik yang rutin dilakukan pada pemeriksaan Fistulografi
yaitu dengan menggunakan proyeksi antero-posterior (AP) dan Oblique .
Dengan latar belakang diatas penulis tertarik untuk menyusun sebuah Laporan
2
Kasus yang berjudul “TEKNIK PEMERIKSAAN FISTULOGRAFI PADA
KASUS FISTULA PERIANAL”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana tatalaksana pemeriksaan FISTULOGRAFI pada kasus
FISTULA PERIANAL di Instalasi
Radiologi RSUD Kabupaten Sidoarjo.
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui penatalaksanaan pemeriksaan radiologi
FISTULOGRAFI pada kasus FISTULA PERIANAL di Instalasi Radiologi
RSUD Kabupaten Sidoarjo.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan Laporan Kasus ini :
1.4.1 Bagi penulis.
Untuk memenuhi tugas Laporan Kasus PKL 2 di Semester 4, serta
menambah wawasan pengetahuan bagi penulis terutama tentang teknik
pemeriksaan FISTULOGRAFI.
1.4.2 Bagi Rumah Sakit.
Dengan hasil Laporan Kasus ini dapat memberi masukan dan saran
yang berguna bagi rumah sakit, dalam hal ini Instalasi Radiologi pada
umumnya mengenai teknik pemeriksaan FISTULOGRAFI.
1.4.3 Bagi Institusi.
Hasil laporan ini dapat menambah kepustakaan dan pertimbangan
referensi tentang teknik pemeriksaan FISTULOGRAFI.
1.4.4 Bagi Pembaca.
Memberikan gambaran yang jelas tentang teknik pemeriksaan
FISTULOGRAFI.
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Anatomi
2.1.1. Rectum
Sebuah ruangan yang berawal dari ujung kolon dan berakhir
di anus. rektum biasanya kosong, karena tinja disimpan pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar. Orang dewasa
dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
mudah mengalami kekurangan dalam pengendalian otot untuk
menunda buang air besar.
Gambar 1 : Anatomi Rektum
2.1.2. Anus
Gambar 2 : Anatomi Anus
4
Bagian akhir dari saluran pencernaan berupa lubang keluar
yang disebut anus. Sisa pencernaan dari usus besar dikeluarkan
melalui anus. Bahan padat hasil pembusukan dikeluarkan sebagai
tinja dan gas. Gas dikeluarkan berupa kentut. Sisa pencernaan yang
berupa cairan disalurkan dan disaring dalam ginjal. Cairan yang
tidak berguna dikeluarkan melalui lubang kemih berupa air seni.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar
anus tetap tertutup.
Adapun perjalanan feses pada colon ialah dari colon
ascenden naik melalui sebelah kanan lumbal menuju belokan yang
disebut sebagai fleksura hepatica lalu berjalan mendatar melalui
tepi epigastric sebagai colon transversum. Di bawah limpa
membelok sebagai fleksura linealis dan kemudian berjalan turun
melalui sebelah kiri lumbal sebagai colon descenden. Seterusnya
terdapat belokan lagi yang disebut fleksura sigmoid atau colon
sigmoid. Kemudian melalui rektosigmoid selanjutnya ke rektum
dan berakhir di anus (Sulhaerdi,2012)
Colon terdiri atas 4 lapisan dinding yang sama seperti usus halus,
yaitu :
a. Membran mukosa
b. Sircular muscle
c. Longitudinal muscle
d. Connective tissue (Syaifuddin,1997)
Longitudinal muscle pada lapisan berotot tersusun dalam
tiga jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang.
Dinding mukosa lebih halus dari pada yang ada di usus halus dan
tidak memiliki villi. Colon tidak ikut serta dalam pencernaan, bila
makanan pada usus halus mencapai caecum maka semua zat
makanan telah diabsorbsi. Selama perjalanan di dalam colon sisa
makanan tersebut menjadi semakin padat karena absorbsi dan saat
mencapai rektum feses sudah bersifat lunak. Peristaltik pada colon
5
sangatlah lambat, diperlukan waktu kira-kira 20 jam bagi sisa
makanan tersebut mencapai fleksura sigmoid dan rektum. Fungsi
colon adalah :
a. Menyerap air selama proses pencernaan.
b. Tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H sebagai hasil
simbiosis dengan bakteri usus,misalnya E.coli.
c. Membentuk massa feses.
d. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari
tubuh dengan gerakan peristaltik.
2.1.3. Buli Merupakan suatu organ berongga yang terletak dibelakang tulang simfisis pubis dan menempati sebagian besar rongga pelvic. Dalam keadaan buli penuh, letaknya lebih tinggi dari tulang simpisis pubis sehingga dapat diraba atau diperkusi dari luar. Bila isi buli melebihi kapasitas buli over distensi, baik akut maupun kronis, maka usus akan terdorong ke atas dan benjolan dapat terlihat dari luar. Berdasarkan topografinya pada laki-laki di bagian posterior buli terdapat vesika seminalis, vasdeferen, ureter dan rectum. Daerah fundus dan posterior dilapisi oleh peritoneum. Secara garis besar dibagi atas dua komponen yaitu : korpus yang terletak diatas orifisium ureter, dan dasar buli yang terdiri dari trigonum posterior deep destrusor dan dinding anterior buli. Secara histologis otot longitudinal dari dasar buli meluas kearah distal kedalam uretra membentuk lapisan longitudinal yang melingkari leher buli. (Harrison Simon CW, 1994 & Tanagho E.A ,1992)
Gambar 3 : Anatomi Buli
Dinding buli terdiri dari 3 lapisan otot detrusor yang arah seratnya saling menyilang sedemikian rupa sehingga kontraksi otot-otot tersebut menyebabkan buli mengkerut, dengan demikian terjadi pengosongan isi rongga. Ureter bermuara pada trigonum buli dengan menembus otot detrusor secara oblig. Perjalanan ureter
yang seperti ini dapat memberikan suatu mekanisme katup untuk mencegah kembalinya urin dari buli ke ginjal.( Steer W.D.,1998)
Ada tiga fungsi utama buli yaitu : sebagai reservoir urin, fungsi ekpulsi urin, dan anti refluk. Sebagai reservoir buli-buli berkapasitas 200-400 cc. Fase pengisian buli ditandai dengan penyesuaian volume buli-buli terhadap peningkatan jumlah urin pada suatu tekanan yang rendah, kurang 20 cm H2O. Dengan penuhnya volume buli-buli akan menyebabkan peregangan dinding yang dapat merangsang reseptor sehingga otot buli berkontraksi, tekanan dalam buli meningkat dan uretra posterior membuka. Keadaan ini dirasakan sebagai perasaan ingin kemih, namun masih dapat diatur secara volunter oleh spingter eksterna.
Pada waktu ekpulsi tekanan buli meningkat 70-100 cmH2O. Kegagalan pada mekanisme penyimpanan ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal atau inkontinensia (Tanagho E.A. ,J.W. McAninch,1992)
2.2 Patologi Fistula
Fistula ialah saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ
bagian dalam tubuh yang secara normal tidak berhubungan, atau
menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan permukaan tubuh
bagian luar, dapat pula diartikan sebagai abnormal connection atau
passageway antara 2 organ epithelium-lined atau vessel yang secara
normal tidak berhubungan.
Fistula perianal merupakan sebuah hubungan yang abnormal antara
epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Fistula ani adalah
bentuk kronik dari absess anorektal yang tidak sembuh sehingga
membentuk traktus akibat inflamasi.
Ada prevalensi penyakit ini adalah 8,6 kasus tiap 100.000 populasi.
Prevalensi pada pria adalah 12,3 dari 100.000 populasi dan pada wanita
5,6 dari 100.000 populasi. Rasio antara pria dan wanita adalah 1,8:1 yang
menggambarkan lebih seringnya penyakit ini pada pria. Umur rata-rata