Page 1
LISENSI ATAS PENYIARAN SECARA KOMERSIAL
PIALA DUNIA 2014 BRAZIL BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA
(Studi Kasus Putusan Nomor 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
ABDUL HAKIM ZIDAN
NIM : 11140480000105
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
1441 H/ 2020 M
Page 3
v
LEMBAR PERNYATAAN
Page 4
iv
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Abdul Hakim Zidan
Tempat, Tgl. Lahir : Tanjung Redeb, 27 November 1995
NIM : 11140480000105
Program Studi : Ilmu Hukum
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Februari 2020
Abdul Hakim Zidan
Page 5
v
ABSTRAK
Abdul Hakim Zidan, NIM 11140480000105. LISENSI ATAS PENYIARAN
SECARA KOMERSIAL PIALA DUNIA 2014 BRAZIL BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
(Studi Kasus Putusan Nomor 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017). Program studi Ilmu
Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis. Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M. Isi: ix + 66 halaman + 2
halaman daftar pustaka + 19 halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak
cipta berupa lisensi karya siaran hak cipta piala dunia. Secara khusus, skripsi ini
mencoba mendalami tentang aturan perlindungan hukum lisensi yang telah terdaftar
di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Disamping itu skripsi ini juga
mencoba mengupas contoh putusan pengadilan mengenai hak cipta yang terkait
dengan hal lisensi.
Penelitian ini menggunakan penelitian normatif dan kepustakaan (library
research) melalui pendekatan perundang-undangan (statue approach). Penelitian
ini melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku,
serta jurnal yang berkaitan dengan judul skripsi ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perlindungan hak cipta,
kepastian tentang hak cipta didapatkan apabila telah didaftarkan di Direktorat
Jendral Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana telah dijelaskan pada Pasal 83 ayat
(1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Perjanjian lisensi, wajib
didaftarkan agar memiliki akibat hukum kepada pihak ketiga, namun dalam
penerapannya belum dapat dijalankan karena tidak ada sanksi bagi pihak ketiga
yang melanggar lisensi. Serupa dengan hal itu, dalam Kasus pelanggaran hak cipta
yaitu salah satunya putusan Peninjaun Kembali Nomor 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017.
Dalam putusan tersebut menerima PT Inter Sports Marketing sebagai satu-satunya
pemegang lisensi Piala dunia Brazil 2014 dari FIFA, karena telah terdaftar.
Putusannya tidak sesuai dengan kerugian yang dihadapi, karena pelanggaran dari
salah satu hotel di Semarang. Seakan-akan pendaftaran tersebut sia-sia karena tidak
memberikan kepastian hukum yang sesuai.
Kata kunci : Hak Cipta, Lisensi, Perlindungan Hukum, Piala Dunia.
Pembimbing Skripsi : Hidayatulloh, M. H.
Daftar Pustaka : Tahun 2001 sampai Tahun 2014
Page 6
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
Rahmat-Nya, Penyusun Skripsi yang berjudul “LISENSI ATAS PENYIARAN
SECARA KOMERSIAL PIALA DUNIA 2014 BRAZIL BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 (Studi Kasus Putusan Nomor 43
PK/Pdt.Sus-HKI/2017)” dapat diselesaikan dengan baik, walaupun terdapat
beberapa kendala yang dihadapi saat proses penyusunan skripsi ini.
Hal ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan bimbingan
dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Hidayatulloh, M.H. Pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya.
4. Kepala pusat perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk penulis
mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
5. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua peneliti yaitu Bapak
Kamsin dan (almh) Ibu Nurhayati, serta kepada ibu sambung saya Ibu Nani
Saragih yang telah memberikan doa kepada peneliti untuk menyelesaikan
skripsi ini, nafkah dan kasih sayang sampai saat ini. Semoga Allah SWT selalu
memberikan nikmat panjang umur dan kesehatan kepada orangtua peneliti,
agar mereka dapat melihat peneliti sukses dimasa depan.
Page 7
vii
6. Pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Peneliti menyadari dalam penelitian skripsi ini banyak terdapat kekurangan dan
perbaikan. Namun, peneliti tetap berharap agar karya ilmiah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan
penyempurnaan karya ilmiah ini di masa mendatang. Sekian dan Terima kasih.
Jakarta, 20 Februari 2020
Abdul Hakim Zidan
Page 8
viii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................... i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ........................................................ ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI..................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................. 5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ................................ 6
D. Metode Penelitian ..................................................................... 7
E. Sistematika Pembahasan ........................................................... 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LISENSI DALAM HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL ....................................................... 12
A. Tinjauan Umum Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi .......... 12
B. Kerangka Teori ......................................................................... 29
C. Tinjauan (Review)Kajian Terdahulu ........................................ 32
BAB III PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA ANTARA PT. ISM
DAN PT NEW METRO HOTEL SEMARANG ............................. 34
A. Profil Para Pihak ....................................................................... 34
B. Deskripsi Putusan Nomor 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017 ............... 37
1. Posita .................................................................................... 38
2. Petitum ................................................................................. 43
3. Putusan Hakim ..................................................................... 44
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PENERIMA LISENSI
BERDASARKAN PUTUSAN HAK CIPTA .................................. 46
A. Pertimbangan Hakim................................................................. 46
Page 9
ix
B. Analisis Penelitian..................................................................... 50
1. Legalitas Pencatatan Perjanjian Lisensi ................................ 51
2. Perlindungan Hukum dalam Putusan Perkara Hak Cipta ..... 58
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 65
A. Kesimpulan ............................................................................... 65
B. Rekomendasi ............................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 67
LAMPIRAN ........................................................................................................ 69
Page 10
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman semakin mempermudah manusia dalam
berinteraksi mulai dari mendapatkan berita, info, berkomunikasi dan lain-lain.
Tidak hanya itu saja, kejadian yang terjadi sekarang di belahan bumi yang lain
atau negara yang lain dapat dilihat secara langsung di negara lain bahkan yang
sangat jauh, berkat perkembangan teknologi. Jika dilihat dari sejarah, saat
sebelum meletus perang dunia pertama, Reginald Fessenden berhasil
menciptakan gelombang radio yang dapat mengirimkan suara manusia dan
musik pada Tahun 1906. Pada Tahun 1926, John Logie Baird
mendemonstrasikan gambar televisi pertama kalinya, kemudian didirikan
stasiun televisi pertama pada Tahun 1936 di London.1 Perkembangan stasiun
televisi semakin meningkat, akan tetapi untuk membatasi teknologi dalam
penyiaran suatu acara tersebut harus dibuat suatu aturan agar dapat diawasi dari
kegitan yang melanggar aturan.
Dalam ilmu hukum tidak banyak kajian-kajian yang membahas secara
khusus tentang hukum penyiaran, terutama di Indonesia. Dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Hukum Penyiaran berbunyi
“Penyiaran dikuasai oleh Negara yang pembinaan dan pengendaliannya
dilakukan oleh pemerintah”.2 Yaitu menunjukkan bahwa penyiaran digunakan
semata-mata untuk kepentingan pemerintah. Pada perubahannya di tahun 2002
lahirlah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bersifat independen untuk
mengatur hal-hal mengenai penyiaran, akan tetapi berdasarkan Peraturan
Menteri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan
Penyelenggaraan Penyiaran, tugas KPI menjadi semakin sempit, yaitu hanya
berkenaan aspek-aspek isi siaran dan pedoman perilaku penyiaran.3 Sehingga
1 Judhariksawan, Hukum Penyiaran, (Jakarta : Rajawali Press, 2009), h., 2.
2 Judhariksawan, Hukum Penyiaran, ... h., 7.
3 Judhariksawan, Hukum Penyiaran, ... h., 11.
Page 11
2
tidak ada lagi badan yang secara independen mengatur untuk perizinan
penyiaran, begitu juga untuk siaran Internasional.
Dalam sejarahnya, negara-negara bergabung untuk membuat suatu
produk berupa kesepakatan yang bermula dari General Agreement on Tariff and
Trade (GATT) pada Tahun 1994 yang kemudian diganti menjadi WTO (World
Trade Organization)4. Selanjutnya pemerintah meratifikasinya menjadi Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Perjanjian WTO tanggal 2
November 19945. Dalam perjanjian tersebut terdapat ketentuan-ketentuan
perdagangan internasional yang salah satunya adalah Agreement on Trade
Related-Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPs). Di mana TRIPs
merupakan ketentuan mendasar yang dijadikan pemerintah Indonesia sebagai
aspek perlindungan hukum dan ketentuan yang berlaku untuk melindungi Hak
Kekayaan Intelektual (HKI).
Adapun HKI sendiri di kelompokkan ke dalam 2 garis besar, yaitu :
1. Hak Cipta (Copyright).
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Right), yang meliputi :
a. Paten.
b. Desain Industri.
c. Merek.
d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
e. Indikasi Geografis.
f. Rahasia Dagang.
Terkait hak cipta itu sendiri telah di kenal di Indonesia sejak zaman
peninggalan Belanda. Namun untuk menggantikannya, pada tahun 1982 telah
disahkan yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pada
tahun 1986 dikenal dengan awal era modern sistem HKI di Indonesia, yaitu
karena pada masa pemerintahan tersebut, presiden membuat sebuah tim khusus
di bidang HKI untuk menyusun dan merancang peraturan perundang-undangan
4 Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2006) h., 5.
Page 12
3
di bidang HKI, sehingga disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987
sebagai perubahan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta. Karena sudah tidak sesuai dengan TRIPs maka pemerintah
menggantikannya dengan Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, untuk menyesuaikannya. Namun tetap berupaya untuk menjadikan serta
memajukan keanekaragaman seni dan budaya yang berasal dari Indonesia.6
Terjadi perubahan pada Tahun 2014, yaitu Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 yang lebih mengutamakan kepada kepentingan pencipta, pemegang
hak cipta serta memperhatikan dalam perjanjian Internasional di bidang hak
cipta dan hak terkait. Hal ini tergambar pada pasal 95 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang berbunyi “Selain pelanggaran
hak cipta yang terjadi dan diketahui keberadaannya di wilayah NKRI harus
menempuh terlebih dahulu penyelesain sengketa melalui mediasi sebelum
melakukan tuntutan pidana”.
Perubahan yang sangat signifikan dari Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 yaitu pada pasal 25 ayat (3), yang berbunyi : “Setiap orang dilarang
melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan komersial atas konten karya
siaran Lembaga Penyiaran”, pada Undang-Undang sebelumnya tidak tercantum,
serta pada ketentuan pidana Pasal 112, Pasal 113, Pasal 115, Pasal 116, Pasal
117, dan pasal 118. Kalimat tersebut untuk memperkuat pernyataan bahwa
pelanggar melakukan perbuatan tersebut dalam bidang ekonomi, dapat dikenai
sanksi pidana.
Dalam sebuah contoh kasus yang akan saya angkat, yaitu antara PT.
Inter Sport Marketing (ISM) melawan PT. Metro Hotel Internasional Semarang
yang terjadi pada Tahun 2014. Yang terjadi karena PT. Metro Hotel
Internasional Semarang selaku tergugat telah melakukan pelanggaran hak cipta
berupa melakukan nonton bareng (nobar) piala dunia 2014 Brazil di wilayah
hotel miliknya. PT ISM selaku penggugat yang merupakan pemegang lisensi
dari The Federation Internationale Football Association (FIFA) Zurich selaku
6 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung : Alumni, 2009) h., 11.
Page 13
4
pemberi lisensi, sebagaimana perjanjiaan lisensi tanggal 5 Mei 2011, berkaitan
dengan pelimpahan dari hak-hak media berupa turnamen sepak bola dan even-
even FIFA edisi XX. Dan PT. ISM selaku pemegang lisensi yang telah terdaftar
di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar dan
dicatatkan pada tanggal 23 Mei 2014 berhak untuk memberikan lisensi lagi
kepada pihak-pihak yang ingin menggunakan lisensi dari FIFA melalui PT.
ISM selaku pemegang lisensi di wilayah NKRI.
Dan PT ISM pun telah memberikan izin kepada beberapa pihak yaitu:
1. TV One, ANTV, dan K-Vision selaku penanyangan siaran.
2. PT. Kompas Sport selaku menyebarkan berita.
3. PT. Nonbar selaku pemegang perizinan apabila ada yang ingin
menayangkannya di areal komersial.7
Dari beberapa pihak yang telah diberikan izin resmi dari PT ISM,
ternyata PT Metro Hotel Internasional Semarang telah melakukan pelanggaran
berupa mengadakan kegiatan nonton bareng tanpa sepengetahuan atau izin dari
PT Nonbar selaku pengawas. PT Metro Hotel Internasional Semarang
melakukan nobar di kawasan hotelnya sehingga menimbulkan keuntungan
secara ekonomi. Setelah dilaporkan kepada pihak yang berwenang dan telah
melakukan mediasi, tergugat tetap menolak sehingga PT ISM mengajukan
gugatan ke Pengadilan Niaga Semarang.
Ketika di Pengadilan Niaga Semarang, dimenangkan oleh PT. ISM,
namun setelah kasasi PT. ISM dinyatakan kalah sehingga diajukan kembali
upaya hukum yang selanjutnya yaitu berupa Peninjauan Kembali. PT. ISM
dinyatakan menang, hanya mendapatkan haknya atas hak siar hotel bintang 3
sebesar Rp.60.000.000,- . Padahal, jelas-jelas telah diketahui, PT Metro Hotel
Internasional Semarang telah melanggar hak cipta yang seharusnya dikenakan
sanksi yang lebih sepadan, walaupun memang PT ISM hanya sebagai
pemegang lisensi, dan tidak berhak atas hak eksklusif dari hak cipta atau
7 Putusan Peninjaun Kembali Nomor 43PK/Pdt/Sus/2017.
Page 14
5
pemegang hak cipta, akan tetapi dalam Undang-Undang dinyatakan “untuk
mengikuti perjanjian yang dilakukan secara internasional” padahal di negara-
negara lain hal tersebut telah diatur sedangkan di Indonesia belum diatur.
Bahwa berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan peneliti,
untuk memperjelas apa yang jadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan tersebut dan untuk menjunjung keadilan setinggi-tingginya, maka saya
tertarik untuk meneliti masalah tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul
“Lisensi atas Penyiaran Secara Komersial Piala Dunia 2014 Brazil berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Studi Putusan
Nomor 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017)”.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari tema permasalahan, dapat diidentifikasikan bahwa mencakup
permasalahan hak cipta yang berupa pelanggaran, berupa penyiaran secara
komersial. Namun dalam penjelasannya pun masih luas, sehingga dapat
diidentifikasikan beberapa unsur yang muncul dari latar belakang masalah,
yaitu :
a. Perjanjian lisensi harus dicatatkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, dan perjanjian lisensi tersebut memiliki akibat hukum
terhadap pihak ketiga.
b. PT. Inter Marketing Sport telah memiliki Perjanjian lisensi dengan
FIFA yang telah dicatatkan di Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual dan telah memiliki kekuatan hukum terhadap pihak ketiga
berdasarkan UUHC Nomor 28 Tahun 2014.
c. Perjajian lisensi diberikan oleh pemegang hak cipta untuk keperluan
hak ekonomi atas ciptaannya.
d. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 telah
menekankan tentang pelanggaran yang terjadi atas penyiaran tanpa
izin untuk kepentingan hak ekonomi dapat dikenai hukuman pidana.
Page 15
6
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, saya membatasi
permasalahan penelitian ini hanya dari perlindungan hukum hak cipta
berupa lisensi menyangkut permasalahan komersial berdasarkan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014, Undang- Undang Penyiaran, serta
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Dengan contoh
penayangan yang tidak berizin piala dunia 2014 Brazil.
3. Perumusan Masalah
Pelanggaran hak cipta di Indonesia semakin marak, karena kurangnya
ketegasan dalam menyelesaikan permasalahan pembajakan. Salah satunya
dengan diberlakukannya Undang-Undang hak cipta berupa lisensi untuk
mencegah para pelanggar dalam melaksanakan penggandaan tanpa izin.
Oleh karena itu, dapat dijabarkan lagi beberapa pertanyaan penelitian yang
akan dikaji lebih lanjut, yaitu :
a. Bagaimana perlindungan hukum atas lisensi berdasarkan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ?
b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan antara
PT ISM dengan PT New Metro Hotel Semarang ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan apa pokok permasalahan yang ada, maka tujuan
penelitian adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui Perlindungan hukum bagi pemegang lisensi
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta.
b. Untuk Mengetahui pertimbangan dan putusan hakim telah sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Dalam mengambil
keputusannya, hakim telah menggunakan kode etik yang berlaku.
Page 16
7
2. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka manfaat
penelitian dari penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Manfaat Teoritis
1) Melatih kemampuan untuk untuk melakukan penelitian secara
ilmiah dan merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut kedalam
bentuk tulisan.
2) Menerapkan teori-teori yang diperoleh dari bangku perkuliahan
dan menghubungkan dengan praktik di lapangan.
3) Untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan di bidang hukum
pada umumnya maupun di bidang hukum bisnis pada khususnya
yaitu dengan mempelajari litelatur yang ada dikombinasikan
dengan perkembangan yang terjadi di lapangan.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
perkembangan hukum mengenai perlindungan hukum hak cipta
berupa lisensi bedasarkan peraturan yang berlaku serta penerapan
hukumnya.
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan yang bersifat Normatif. Normatif artinya adalah
penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada
peraturan perundang-udangan dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan di masyarakat.8
Penggunaaan penelitian normatif memiliki tujuan untuk mengkaji
dasar-dasar pemikiran tentang hak kekayaan intelektual dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk mengatasi permasalahan tersebut.
8 Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali
Pers, 2006) h., 5.
Page 17
8
2. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengkaji atau
menelaah bahan primer dengan pendekatan penelitian kasus.
3. Sumber Data
a. Bahan hukum primer
Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat kepada masyarakat
berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
penyiaran dan hak cipta. Bahan hukum primer meliputi peraturan
perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta, dan putusan-putusan hakim PK/Pdt.Sus9
b. Bahan hukum sekunder
Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan kejelasan mengenai
bahan hukum primer berupa buku-buku, surat kabar, putusan
pengadilan pembanding, artikel, jurnal, serta majalah yang berkaitan
dengan Hak Kekayaan Intelektual.
c. Bahan hukum tertier
Yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder berupa
kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia, ensiklopedia,
bibiliografi, website resmi dalam internet.
4. Sumber Pengumpulan data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara
library research (studi kepustakaan) yaitu mengumpulkan data dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier yang
telah dapat didapatkan kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan
masalah dan klarifikasi menurut sumber.
9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2009) h., 141.
Page 18
9
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni normatif,
maka pendekatan yang dilakukan yaitu10
:
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute approach)
Pendekatan Perundang-undangan (Statute approach) adalah suatu
pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang
berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pemegang lisensi atas hak
kekayaan intelektual yaitu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta.
b. Pendekatan Kasus (Case approach)
Pendekatan Kasus (Case approach) adalah pendekatan yang
dilakukan dengan menelaah suatu kasus yang telah menjadi putusan
pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini Putusan Peninjauan
Kembali Nomor 43/PK/Pdt.Sus/2017.
5. Subjek Penelitian
Dari penjelasan latar belakang permasalahan, dapat dikemukakan
bahwa yang menjadi subjek dari penelitian ini antara lain : Pemegang
Lisensi yaitu PT. Inter Sports Marketing, Hakim dalam perkara peninjauan
kembali dengan perkara nomor 43/PK/Pdt.Sus/2017, dan PT. New Metro
Hotel Semarang selaku pelanggar hak cipta.
6. Teknik Pengelolaan Data dan Analisa data
Pendekatan data utama penelitian ini adalah normatif-yuridis, maka
akan dilakukan dengan analisis isi yang disangkut pautkan dengan putusan.
Teknik analisis ini diawali dengan mengkompilasi berbagai dokumen
termasuk perundang-undangan dan peraturan. Hasil riset tersebut,
selanjutnya dikaji isi (content), baik terkait kata-katanya (word), makna
(meaning), lalu dihubungkan dengan putusan pengadilan.
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, ... h., 94.
Page 19
10
7. Teknik Penulisan
Dalam teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh peneliti
dalam skripsi ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”.
E. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan skripsi ini peneliti membuat rancangan sistematika
penulisan sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang mencakup : Latar
belakang masalah, dilanjutkan dengan identifikasi, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, dan rancangan penelitian.
BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG LISENSI DALAM HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
Bab ini didahului kerangka konseptual, teori dari hak cipta, serta
perjanjian mencakup dengan asas-asasnya. Juga penjabaran dari
studi terdahulu.
BAB III: PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA ANTARA PT ISM
DAN PT NEW METRO HOTEL SEMARANG
Bab ini membahas tentang profil-profil para pihak yang
bersengketa, yaitu PT. Inter Sport Marketing, PT. Metro Hotel
Internasional Semarang dan deskripsi Putusan No. 43 PK/Pdt.Sus-
HKI/2017.
BAB IV: PERLINDUNGAN HUKUM PENERIMA LISENSI
BERDASARKAN PUTUSAN HAK CIPTA
Page 20
11
Bab ini membahas tentang studi kasus dalam perlindungan hukum
dari lisensi berupa penyiaran tanpa izin di areal komersial
berdasarkan kasus putusan nomor 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017.
BAB V: PENUTUP
Penutup yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi. Bab ini
merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis
menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, di samping itu
peneliti menengahkan beberapa masukkan dan saran yang dianggap
perlu.
Page 21
12
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG LISENSI
DALAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Tinjauan Umum Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi
1. Hak Kekayaan Intelektual
a. Ruang Lingkup HKI
Hak kekayaan intelektual adalah instrument hukum yang
memberikan perlindungan hak pada seseorang atas segala hasil
kreatifitas dan perwujudan. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada
dasarnya dibagi ke dalam dua kategori, yaitu hak cipta dan hak
industri. Ruang lingkup Hak Cipta adalah karya cipta dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, sedangkan ruang lingkup hak
kekayaan industri adalah dalam bidang teknologi. Hak cipta di
peruntukkan bagi pencipta, sedangkan hak industri diberikan kepada
penemu. Perlindungan hak cipta diberikan kepada manusia yang
menciptakan suatu karya seni yang bersumber dari hasil pemikiran
intelektualnya secara orisinil, sedangkan hak industri diberikan
kepada manusia sebagai penemu suatu temuan baru yang berguna
bagi kehidupan masyarakat luas.1
Perbedaan antara hasil ciptaan dan hasil temuan mengakibatkan
adanya arti yang berbeda dari pencipta dan penemu, maka HKI di
golongkan pada dua sub besar hak cipta dan hak industri, di dalam
hak industri terdapat beberapa sub lagi seperti hak paten, hak merk,
desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, dan
perlindungan varietas tanaman. Perlindungan terhadap suatu ciptaan
bersifat otomatis, artinya suatu ciptaan diakui secara otomatis oleh
negara sejak saat pertama kali ciptaan tersebut muncul ke dunia
1 Abdul Kadir Muhammad. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. (Bandung
: Citra Aditya Bakti, 2007) h., 3.
Page 22
13
nyata, meskipun ciptaan tersebut belum dipublikasikan dan belum di
daftarkan.
Hak Kekayaan Intelektual sebagai obyek pemilikan “benda tak
berwujud”. Meskipun begitu, hak kekayaan intelektual yang tidak
berwujud ini dapat dipindah tangankan, namun pemindah
tanganannya harus secara tertulis. Hak Kekayaan Intelektual bersifat
eksklusif dan mutlak, artinya bahwa hak tersebut dapat
dipertahankan terhadap siapapun dan yang mempunyai hak tersebut
dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun.
Hak Kekayaan Intelektual dikatakan hak eksklusif karena hak
tersebut hanya dimiliki oleh individu itu sendiri. Pencipta lagu
sebagai contoh, hak ciptanya hanya dipegang oleh si pencipta saja,
sedangkan yang mempopulerkan (penyanyinya) boleh siapa saja
yang dalam mempopulerkannya harus ada pembagian royalti pada si
pencipta.
Pencipta secara mutlak memiliki hak ekonomi, apabila ada
pelanggaran atau penjiplakan hasil ciptaan tanpa seizin pencipta
maka pencipta dapat menuntut ganti kerugian terhadap orang yang
melanggar hak ciptanya. Hak ekonomi yang diterima oleh pencipta
berbentuk penerimaan royalti atas penggunaan ciptaanya.
b. Prinsip Dasar Perlindungan HKI
Perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual tersebut intinya
adalah bentuk pengakuan terhadap karya cipta dan jangka waktu
menikmatikarya ciptaanya itu sendiri. Sebagaimana untuk
menyeimbangakan kepentingan individu pemegang HKI dengan
kepentingan masyarakat maka sistem perlindungan hak atas
kekayaan intelektual berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut2:
1) Prinsip Keadilan (The Principal of natural justice)
2 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung: Bina Cipta,
2009), h., 23.
Page 23
14
Pencipta sebuah karya atau orang lain yang membuahkan hasil
dari kemampuan intelektualnya, wajar memperoleh imbalan.
Imbalan tersebut dapat berupa materi maupun bukan materi
seperti adanya rasa aman karena dilindungi, dan diakui hasil
karyanya.hukum memberikan perlindungan tersebut demi
kepentingan pencipta berupa sesuatu kekuasaan untuk bertindak
dalam rangka kepentingan tersebut, yang kita sebut sebagai hak.
Setiap hak menurut hukum itu mempunyai titel, yaitu suatu
peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak pada
pemiliknya, maka peristiwa yang menjadi melekatnya hak
tersebut adalah penciptaan yang didasarkan atas kemampuan
intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam
negeri si penemu itu sendiri, melainkan juga meliputi
perlindungan di luar batas negaranya. Hal ini karena hak yang
ada pada seseorang tersebut mewajibkan pada pihak lain.3
Untuk melakukan suatu (commission), atau tidak melakukan
sesuatu (ommission) sesuatu perbuatan.
2) Prinsip Ekonomi (The Economic Principal)
Hak atas kekayaan intelektual ini merupakan hak yang berasal
dari kegiatan kreatif, suatu kemampuan daya pikir manusia yang
diekspresikan kepada khalayak umum dengan berbagai
bentuknya, yang memiliki manfaat dan berguna dalam
menunjang kehidupan manusia, maksudnya ialah bahwa
pemilikan itu wajar karena sifat ekonomi manusia yang
menjadikan hal itu satu keharusan untuk menunjang kehidupan
di dalam masyarakat. Dengan demikian hak milik intelektual
merupakan satu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Dari
pemilikan tersebut seseorang mendapatkan keuntungan,
misalnya dalam pembayaran royalty, dan technical fee.
3 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, ... h., 24.
Page 24
15
3) Prinsip Kebudayaan (The cultural argument)
Bahwa karya manusia itu pada hakekatnya bertujuan untuk
memungkinkannya hidup, dari karya itu akan timbul gerak
hidup yang menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan
demikian maka pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, seni sastra sangat besar artinya bagi peningkatan
taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu
juga akan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat bangsa
dan negara. Pengakuan atas karya cipta manusia adalah suatu
usaha yang tidak dapat dilepaskan sebagai wujud suasana yang
mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong
ciptaan atau penemuan baru.
4) Prinsip Sosial (the social argument)
Hak apapun yang diakui oleh hukum, yang diberikan kepada
perseorangan, persekutuan, atau kesatuan tidak boleh semata
mata untuk kepentingan mereka saja tetapi untuk kepentingan
seluruh masyarakat. Jadi manusia dalam hubungan dengan
manusia lain yang sama-sama terikat satu ikatan
kemasyarakatan. Dengan demikian hak apapun yang diberikan
oleh hukum, yang diberikan pada seseorang atau persekutuan
atau kesatuan lainnya juga untuk kepentingan seluruh
masyarakat terpenuhi.
Perlindungan hukum terhadap pemilik hak kekayaan
intelektual diperlukan agar pemilik dapat menggunakan
kekayaannya secara leluasa dan merasa aman. Rasa aman
tersebut dapat memicu pemilik hak kekayaan intelektual
tersebut untuk menciptakan ide-ide baru atau bahkan
menemukan penemuan baru. Penemuan baru dapat berupa ide,
gagasan, bentuk produk, atau segala yang berguna bagi
Page 25
16
kepentingan masyarakat luas. Ide-ide baru yang ditimbulkan
oleh pencipta dapat menghasilkan karya cipta baru yang berguna
bagi masyarakat, dapat berguna bagi aktivitas sehari-hari
maupun dalam produksi besar.4
c. Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta salah satunya adalah sebagai
perlindungan atas suatu karya cipta. Manfaat ekonomis ini yang
berhak didapat oleh pencipta berupa uang royalti yang diatur sesuai
dengan perjanjian masing-masing pencipta. Hak cipta mempunyai
fungsi yang bersifat individu (privat) yaitu memberikan hak
eksklusif kepada pencipta (pemilik hak cipta) dan pemegang hak
cipta untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaan guna
mendapatkan manfaat ekonomis.
Hak cipta juga memiliki tujuan sosial yaitu sebagai alat untuk
memajukan masyarakat, sehingga pelaksanaan hak cipta untuk hal-
hal tertentu tetap dibatasi oleh aturan perundang-undangan guna
menjaga kepentingan masyarakat yang lebih besar.
Fungsi hak cipta bersifat individu, selain untuk menumbuhkan
ide-ide baru dalam penciptaan, pemberian hak cipta juga berfungsi
untuk menghindarkan seluruh masyarakat dari ciptaan yang
menyimpang. Hak cipta mempunyai sifat-sifat sebagai berikut5:
1) Hak cipta adalah hak eksklusif
Dari definisi hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 disebutkan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif,
diartikan sebagai hak eksklusif karena hak cipta hanya diberikan
kepada pencipta atau pemilik/pemegang hak, dan orang lain
tidak dapat memanfaatkan atau dilarang menggunakannya
4 Abdul Kadir Muhammad. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. (Bandung
: Citra Aditya Bakti, 2007) h., 23. 5 www. Landasanteori.com, diakses pada 14 -01- 2020 pukul 20.30 WIB.
Page 26
17
kecuali atas izin pencipta selaku pemilik hak, atau orang yang
menerima hak dari pencipta tersebut (pemegang hak). Pemegang
hak cipta yang bukan pencipta ini hanya memiliki sebagian dari
hak eksklusif tersebut yaitu hanya berupa hak ekonominya saja.
2) Hak cipta berkaitan dengan kepentingan umum
Seperti yang telah dijelaskan bahwa hak cipta merupakan hak
eksklusif yang istimewa, tetapi ada pembatasan-pembatasan
tertentu yang bahwa Hak Cipta juga harus memperhatikan
kepentingan masyarakat atau umum yang juga turut
memanfaatkan ciptaan seseorang. Secara umum, hak cipta atas
suatu ciptaan tertentu yang dinilai penting demi kepentingan
umum dibatasi penggunanya sehingga terdapat keseimbangan
yang serasi antara kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat (kepentingan umum). Kepentingan-kepentingan
umum tersebut antara lain: kepentingan pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan.
Apabila negara memandang perlu, maka negara dapat
mewajibkan pemegang hak cipta untuk menerjemahkan atau
memperbanyak atau pemegang hak cipta dapat memberi izin
kepada pihak lain untuk melakukannya.
3) Hak cipta dapat beralih atau dialihkan
Seperti halnya bentuk-bentuk benda bergerak lainnya, hak cipta
juga dapat beralih maupun dialihkan, baik sebagian maupun
dalam keseluruhannya. Pengalihan dalam hak cipta ini dikenal
dengan dua macam cara, yaitu:
a) Transfer: merupakan pengalihan hak cipta yang berupa
pelepasan hak kepada pihak/ orang lain, misalnya karena
pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-
sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan.
Page 27
18
b) Assigment: merupakan pengalihan hak cipta dari suatu
pihak kepada pihak lain berupa pemberian izin/ persetujuan
untuk pemanfaatan hak cipta dalam jangka waktu tertentu,
misalnya perjanjian lisensi.
Hak cipta mempunyai sifat dan fungsi yang eksklusif serta
memberikan perlindungan bagi pencipta, sehingga karya cipta dapat
dihargai dan diakui di kalangan masyarakat. Pengakuan karya cipta
di masyarakat berguna bagi pencipta untuk mendapatkan hak
ekonominya.
d. Lisensi Hak Cipta
Pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain
berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk mengumumkan dan
memperbanyak hasil ciptaan guna kepentingan komersial. Hal ini
dapat berarti berjalannya fungsi ekonomis dari hak cipta, karena
pemegang lisensi harus memberikan royalti kepada pemegang hak
cipta berdasarkan perjanjian yang sudah disepakati antara kedua
belah pihak.6
Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pemegang lisensi berkewajiban untuk melakukan pembayaran
berupa royalti kepada pemegang hak cipta sesuai perjanjian yang
sudah diperjanjikan. Misal saja restoran A membeli hak lisensi
tanyang sebuah acara televisi dunia yang tidak dapat diakses bebas
di wilayah Indonesia, maka restoran A membeli hak lisensi
penayangan pada pemilik hak cipta, dan dalam perjanjiannya
6 Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, (Bandung : Alumni, 2013)
h., 74.
Page 28
19
tayangan itu hanya boleh ditayangkan oleh restauran A dan adanya
pembayaran royalti pada si pemegang hak cipta.
e. Hak Terkait (Neighboring Right)
Hak terkait dengan hak cipta (Neighboring Right) merupakan
hak eksklusif bagi pelaku yang dapat terdiri dari artis film/televisi,
pemusik, penari pelawak dan lain sebagainya untuk menyiarkan
pertunjukan. Hak terkait dalam hak cipta ini juga masih berhubungan
dengan lisensi pemegang hak cipta.7
Hak terkait dimiliki oleh tiga pihak yaitu pelaku, produser
rekaman suara, dan lembaga penyiaran, hak terkait terdiri dari:
a. Hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau
menyiarkan pertunjukannya.
b. Hak eksklusif bagi produser rekaman suara untuk
memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara.
c. Hak eksklusif bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat,
memperbanyak atau menyiarkan ulang karya siarannya.
2. Tinjaun Lisensi
a. Definisi Lisensi
Lisensi berasal dari bahasa lain “Licentia”, yang artinya izin
yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada pihak lain untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau produk
terkaitnya dengan persyaratan tertentu8. Dan persyaratan tertentu
tersebut berupa perjanjian yang dituangkan dalam surat perjanjian
yang tertulis. Dan pemberian lisensi pula untuk menghindari
pembajakan hak cipta yang dapat dilakukan pihak lain untuk meniru
ciptaan yang sama.
7 Abdul Kadir Muhammad. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. (Bandung
: Citra Aditya Bakti, 2007) h., 128. 8 Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, (Bandung : Alumni, 2013)
h., 59.
Page 29
20
Lisensi sering diberikan di bidang HKI, misalnya : hak atas
merek, hak cipta dan hak paten. Dalam HKI dikenal dengan
beberapa jenis lisensi, yaitu:
1) Lisensi tunggal dan lisensi diberikan kepada beberapa badan
hukum. Dalam lisensi tunggal satu perusahaan atau seseorang
memperoleh izin untuk mempergunakan hak atas kekayaan
intelektual tadi tanpa dapat diberikan kepada orang lain atau
badan hukum lain, karena badan hukum lain telah bersama-
sama mendapat hak masing-masing dari pemilik hak kekayaan
intelektual tersebut. Untuk selanjutnya hal itu lebih dikenal
dengan lisensi ekslusif dan non ekslusif.
2) Lisensi terbatas dan lisensi tak terbatas. Dalam hal ini hanya
perihal ruang lingkup dari pemberian lisensi itu. Dari lisensi tak
terbatas, pemegang lisensi berhak melakuakan apa saja seperti
pemilik hak itu sendiri. Berbeda dengan lisensi terbatas, yang
hanya dapat melakukakan hak- hak yang diperbolehkan oleh
pemberi lisensi, misalnya hanya dapat menyiarkan siarannnya
diwilayah Indonesia.
b. Ciptaan yang dapat dilisensikan
Menurut KUHPerdata terdapat benda berwujud dan tidak
berwujud, tapi dalam hak kekayaan intelektual baik benda berwujud
dan benda tidak berwujud dapat dimanfaatkan pihak lain dengan
pihak lain melalui lisensi. Hak atas suatu benda berwujud disebut
hak absolut atas suatu benda, sedangkan hak atas suatu benda yang
tidak berwujud disebut hak absolut atas suatu hak, dalam hal ini hak
kekayaan intelektual.9 Lisensi adalah suatu bentuk hak untuk
melakukan satu atau serangkaian tindakan atau perbuatan, yang
diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin. Tanpa
9 Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, ... h., 78.
Page 30
21
adanya izin tersebut, tindakan atau perbuatan tersebut merupakan
suatu tindakan terlarang, yang tidak sah dan merupakan perbuatan
melawan hukum. Dengan adanya izin untuk pengalihan hak cipta
untuk diekploitasi hak ekonominya merupakan suatu perjanjian
keperdataan.
Perlindungan hukum hak kekayaan intelektual awalnya
merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan negara atas
ide atau hasil karya warga negaranya. Karena itu, hak kekayaan
intelektual pada pokoknya bersifat teritorial kenegaraan. Pengakuan
perlindungan hukum hak kekayaan intelektual disuatu negara tidak
berarti perlindungan hukum hak kekayaan intelektual dinegara
lainnya. Pengertian demikian tersebut membuat banyak pengusaha
dinegara maju enggan untuk berhubungan dengan negara yang
berkembang karena tidak adanya perlindungan hukum yang jelas
dari negara yang sedang berkembang. Sehingga karena rasa tidak
aman tersebut membuat negara-negara yang bersangkutan akhirnya
melahirkan perlindungan hukum yang seragam dengan negara maju.
Salah satu contoh yang sering dikemukakan adalah ketentuan
dalam Omnibus Act Special 301 yang diberlakukan oleh Amerika
Serikat. Selanjutnya, untuk menampung hal-hal tersebut,
didirikanlah World Intellectual Property Organization (WIPO).
Untuk memajukan perlindungan hak kekayaan intelektual keseluruh
dunia, antara sesama negara secara pantas serta menjamin adanya
kerjasama perpaduan administratif antara negara-negara anggota
Konvensi Paris dan Konvensi Bern, Hak Kekayaan Intelektual
dilakukan oleh WIPO.10
Hak kekayaan Intelektual dapat digolongkan ke dalam :
1) Hak Cipta dan hak yang berkaitan dengan hak cipta;
2) Paten dan paten sederhana;
10
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, ... h., 82.
Page 31
22
3) Merek dagang, merek jasa, nama dagang, indikasi asal dan
indikasi geografis;
4) Rahasia dagang;
5) Desain industri;
6) Desain atas tata letak sirkuit terpadu.
Keenam macam kekayaan intelektual tersebut merupakan hak
kekayaan intelektual yang dapat dilisensikan, baik dalam hal pemilik
tidak dapat mengembangkan sendiri hak kekyaan intelektualnya atau
untuk melaksanakannya sendiri secara aktif.
c. Asas-asas Lisensi
Lisensi bisa merupakan suatu tindakan hukum berdasarkan
kesukarelaan atau kewajiban, maka lisensi terbagi menjadi 2 asas
yaitu :
1) Lisensi Sukarela adalah salah satu cara pemegang Hak
kekayaan Intelektual (HKI) memilih untuk memberikan hak
berdasarkan perjanjian keperdataan hak-hak ekonomi kekayaan
intelektualnya kepada pihak lain sebagai pemegang hak lisensi
untuk mengeksploitasinya.
2) Lisensi wajib merupakan salah satu pemberian hak-hak
ekonomi yang diharuskan perundang-undangan, tanpa
memperhatikan apakah pemilik menghendakinya atau tidak.
d. Syarat dan Ketentuan Lisensi Hak Cipta
Lisensi merupakan pengalihan hak kekayaan intelektual yang
dialih oleh pemberi lisensi terhadap penerima lisensi, sehingga
menimbulkan perjanjian. Sebagaimana dalam KUHPerdata pasal
1313 disebutkan perjanjian adalah : “suatu perbuatan dengan satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”.
Dan perjanjian lisensi dapat dikatakan memenuhi syarat apabila :
Page 32
23
1) Memenuhi pasal 82 ayat (1-3) Undang-Undang No. 28 tahun
2014 tentang Hak Cipta yang menyatakan bahwa : “(1)
Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang
mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia. (2) Isi
perjanjian lisensi dilarang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (3) Perjanjian lisensi dilarang
menjadi sarana untuk menghilangkan atau mengambil alih
seluruh hak pencipta atas ciptaannya”.
2) Wajib didaftarkan di Direktorat Jendral HKI
e. Perjanjian Lisensi Sebagai Cara Komersialisasi HKI
Perjanjian Lisensi adalah perjanjian yang diberikan oleh
pemegang hak cipta kepada pihak lain untuk melaksanakan hak
ekonomi dan didaftarkan ke Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Perjanjian lisensi merupakan kontrak-kontrak yang
sederhana, pendek atau panjang sangat detail bagaikan sebuah buku.
Umumnya, dalam perjanjian lisensi pemilik dan pemegang lisensi
akan bernegosiasi dan mengadakan mufakat tentang pemberian
pemanfaatan ekonomi dari lisensi tersebut. Namun seringkali
perjanjian lisensi diisi dengan perajanjian-perjanjian standar yang
lebih dikuasai oleh pemilik lisensi dan tidak ada kemungkinan tawar
menawar bagi penerima lisensi.
Cakupan dari lisensi yaitu, batasan mengenai apa yang dapat
dan tidak dapat dilakukan oleh pemegang lisensi, biasanya diuraikan
dalam perjanjian lisensi. Adapun dalam perjanjian lisensi atau
kontrak tersebut akan mencakup paling tidak beberapa hal, yaitu :
1) Memperinci lisensi yang dibekukan haknya;
2) Mengidentifikasi pemilik lisensi dan hak-hak mereka;
3) Menjelaskan pemegang lisensi dan hak-hak mereka dalam
menggunakan lisensi tersebut;
Page 33
24
4) Menentukan siapa yang bertanggungjawab untuk mendaftarkan
dan melindungi lisensi;
5) Menentukan jangka waktu lisensi;
6) Menentukan apakah lisensi tersebut dapat diperpanjang dan
dengan persyaratan yang bagaimana;
7) Menguraikan tindakan atau kejadian yang dapat melanggar
kesepakatan;
8) Menguraikan tindak atau kejadian yang dapat mengakhiri
kontrak secara otomatis;
9) Memutuskan prosedur penyelesaian sengketa;
10) Menentukan hukum yang mengatur masalah kontrak ini.11
Di negara-negara berkembang, beberapa kementerian
mensyarakatkan kontrak secara tertulis dan harus didaftarkan,
sehingga dapat diawasi apakah isi kontrak tersebut sesuai dengan
undang-undang atau tidak.
f. Persyaratan dalam Perjanjian Lisensi
Membuat konsep perjanjian lisensi merupakan hal yang cukup
penting. Jika syarat-syarat dari lisensi tidak dinegosiasikan dan
disetujui oleh pihak-pihak, hukum akan menyikapi atau menganggap
bahwa pihak-pihak tadi tidak membuat persyaratan apapun dalam
perjanjian mereka.
Perjanjian pemberian lisensi merupakan hal yang esensial dalam
asas-asas kebebasan berkontrak. Pelaksanaan isi perjanjian, yakni
hak dan kewajiban, hanya dapat dituntut oleh pihak yang satu
kepada pihak yang lain, demikian pula sebaliknya. Perjanjian lisensi
yang sah tidak boleh diubah atau dibatalkan secara sepihak.
Kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian lisensi menjadi aturan
yang mutlak bagi para pihak. Pembentukan perjanjian lisensi yang
11
Tim Lindsey, Eddy damian, dkk, Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : Alumni, 2011)
h., 335-337.
Page 34
25
dilakukan di Indonesia masih mengacu pada Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Pendaftaran ciptaan bukan merupakan kewajiban hukum karena
bukan untuk memperoleh hak, tetapi hanya sekedar untuk
kepentingan pembuktian tentang adanya hak cipta. Ketentuan dalam
Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta 2014 mewajibkan
perjanjian lisensi wajib didaftarkan pada Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual agar mempunyai akibat hukum terhadap pihak
ketiga. Apabila syarat tersebut tidak dilaksanakan, maka perjanjian
tersebut tidak memilki kekuatan hukum dan berarti tidak memiliki
akibat hukum terhadap pihak ketiga.
Pihak ketiga yang dimaksud tidak hanya pembeli barang atau
hak cipta akan tetapi juga bagi pesaing usaha lain. Apabila penerima
lisensi tidak mendaftarkan perjanjian tersebut juga bisa dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta dan harus bertanggung jawab atas
segala kerugian yang terjadi. Disamping itu, pendaftaran lisensi juga
menciptakan ketertiban hukum dibidang hak cipta dan juga
merupakan sarana pemerintah dalam mengawasi hak cipta.
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual juga berkewajiban
untuk menolak pencatatan apabila perjanjian lisensi memuat hal–hal
yang termasuk dalam larangan Pasal 82 UUHC 2014, yaitu :
1) Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang
mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia.
2) Isi perjanjian lisensi dilarang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) Perjanjian lisensi dilarang menjadi sarana untuk menghilangkan
atau mengambil alih seluruh hak pencipta atas ciptaannya.
Dalam perjanjian lisensi yang dibuat oleh pencipta dan
pemegang hak cipta, biasanya dicantumkan klausula mengenai
Page 35
26
pilihan hukum dan cara penyelesaiannya apabila timbul perselisihan
di kemudian hari. Jika timbul sengketa antara para pihak maka
sudah dipersiapkan badan peradilan dan hukum yang akan
digunakan untuk menyelesaikan sengketa sesuai dengan pilihan para
pihak ketika membuat perjanjian. Oleh karena itu pilihan hukum
yang diajukan oleh para pihak tersebut harus dihormati dan diakui
oleh semua badan peradilan dan harus diterapkan untuk
menyelesaikan persoalan mereka sesuai dengan asas yang dianut di
Indonesia yaitu asas pacta sunt servada.
g. Perlindungan Hukum Lisensi Hak Cipta
Pemberian lisensi dalam bidang hak kekayaan intelektual ini
dipengaruhi oleh berbagai macam aspek. Beberapa diantaranya yang
cukup dominan adalah masalah alih teknologi, praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat dan masalah penyelesaian sengketa
dalam bidang pemberian lisensi.12
Di bidang pelanggran hak cipta perhatian negara kita terhadap
pembajak tergolong cukup serius untuk menanggulanginya. Sebagai
contoh perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang
Hak Cipta yang mengubah kejahatan hak cipta dari delik aduan
menjadi delik biasa. Kemudian dilakukan perubahan lagi menjadi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 karena menyesuaikan
dengan ketentuan Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights (TRIP’s).
Negara-negara peserta yang ikut menandatangani TRIP’s
berkewajiban untuk menyesuaikan ketentuan tersebut dengan
peraturan hak cipta yang berlaku di negaranya masing-masing.
Dengan menyesuaikan ketentuan dari TRIP’s, Undang-Undang Hak
12
Gunawan Widjaja, dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
(Jakarta : Gramedia pustaka utama, 2000) h., 34.
Page 36
27
Cipta yang berlaku di negara kita sama dengan di negara-negara
lain. Maka dari itu, apabila seseorang melakukan pelanggaran hak
cipta di suatu negara maka sama hukumnya di negara lain.
Setelah mengalami perubahan beberapa kali pada akhirnya
diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta. Penggantian perubahan ini membuat perubahan sengketa hak
cipta yang dulunya diadili di pengadilan negeri sekarang diadili di
Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus yang mengadili
perkara-perkara perniagaan termasuk perkara hak cipta. Di
Pengadilan Niaga hakimnya juga hakim khusus yang telah
berpengalaman dan memperoleh pendidikan di bidang hukum
perniagaan, sehingga menguasai masalah hak kekayaan
Intelektual.13
Setelah cukup lama, akhirnya Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta diganti dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Di undang-undang baru
ini lebih mengutamakan kepada kepentingan pencipta, pemegang
hak cipta serta memperhatikan dalam perjanjian Internasional di
bidang hak cipta dan hak terkait. Hal ini tergambar pada pasal 95
ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
yang berbunyi “Selain pelanggaran hak cipta yang terjadi dan
diketahui keberadaannya di wilayah NKRI harus menempuh terlebih
dahulu penyelesain sengketa melalui mediasi sebelum melakukan
tuntutan pidana”.
Perubahan yang sangat signifikan dari Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 yaitu pada pasal 25 ayat (3), yang berbunyi : “Setiap
orang dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan
komersial atas konten karya siaran Lembaga Penyiaran”, pada
13
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, (Bandung : Alumni, 2013)
h., 107.
Page 37
28
Undang-Undang sebelumnya tidak tercantum, serta pada ketentuan
pidana Pasal 112, Pasal 113, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, dan
pasal 118. Kalimat tersebut untuk memperkuat pernyataan bahwa
pelanggar melakukan perbuatan tersebut dalam bidang ekonomi,
dapat dikenai sanksi pidana. Penggunaan secara komersial adalah
pemanfaatan ciptaan dan atau produk hak terkait dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau
berbayar.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta diatur mengenai lisensi. Yang menjadi masalah di sini terdapat
pada Pasal 83 ayat (3) yang berbunyi : “ Jika perjanjian lisensi tidak
dicatat dalam daftar umum sebagaimna dimaksud pada ayat (1),
perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap
pihak ketiga”. Namun dalam pelaksanaannya, pencatatan perjanjian
lisensi di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual belum
sepenuhnya terlaksana, hal ini disebabkan karena belum
tersosialisasinya Undang-Undang ini walaupun telah sering
dilakukan setiap tahun. Belum adanya ketentuan presiden ataupun
ketentuan pemerintah tentang ketentuan lebih lanjut mengenai hal
ini. Serta ketidakjelasan mengenai sanksi dan denda yang diberikan
kepada seseorang ataupun badan yang tidak mencatatkan di
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual ataupun tentang sanksi
bagi pihak ketiga yang melanggarnya, sehingga pencatatan tersebut
seperti tidak memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta
dan pemegang hak cipta.
Pada dasarnya, semua undang-undang yang dibuat di Indonesia
ingin memberikan keteraturan, ketertiban, keadilan dan memberikan
perlindungan hukum bagi masyarakat. Sebaiknya, ketentuan lisensi
tidak hanya dibatasi dalam lingkungan nasional saja, tetapi harus
dibuka peluang seluas-luasnya keseluruh penjuru dunia. Agar karya
Page 38
29
cipta Indonesia tersebut dapat Go Internasional. Untuk kepastian
hukum lisensi kepada pihak lain sebaiknya dituangkan dalam surat
dan dicatatkan di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.14
B. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini landasan teori yang penulis gunakan adalah :
1. Teori Perlindungan Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perlindungan berasal dari
kata lindung yang memiliki arti mengayomi, mencegah,
mempertahankan, dan membentengi.15
Ada beberapa ahli yang
menjelaskan teori perlindungan hukum, antara lain yaitu Fitzgerald,
Satjipto Raharjo, Phillipus M Hadjon dan Lily Rasyidi.
Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond
bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dam mengkoordinasikan
berbagai kepentingan dalam masyrakat karena dalam suatu lalulintas
kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat
dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan lain.16
Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan
manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk
menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum
lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang
diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan
masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara
anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan
pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.17
Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang
14
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2006) h., 24. 15
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 16
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti 2000) h., 52. 17
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, ... h., 53.
Page 39
30
dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat
agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.18
Selanjutnya menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan
hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif
dan resprensif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan
pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan
berdasarkan diskresi dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga
peradilan.19
Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum dapat
difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak
sekedar adaptif dan fleksibel, melaikan juga predektif dan antipatif. 20
Dari uraian para ahli di atas memberikan pemahaman bahwa
perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi
hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu
perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan
aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk
yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis
dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Subjek hukum yang
dimaksud adalah warga negara yang memang dari lahir sudah
diberikan hak-hak yang melekat pada dirinya.
2. Teori Kepastian Hukum
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma
adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das
sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus
18 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, ... h., 69. 19 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, ... h., 54. 20
Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1993) h., 89-90.
Page 40
31
dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang
deliberatif. Undang-undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat
umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam
bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun
dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi
batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan
terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut
menimbulkan kepastian hukum. 21
Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai
identitas, yaitu sebagai berikut :
a. Asas kepastian hukum (rechtmatigheid). Asas ini meninjau dari
sudut yuridis.
b. Asas keadilan hukum (gerectigheit). Asas ini meninjau dari sudut
filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang
di depan pengadilan.
c. Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid atau doelmatigheid
atau utility.
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua
pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum
membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya
aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja
yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap
individu. Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-
Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di
dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang
otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum
tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan
hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian
21 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. (Jakarta : Kencana, 2009) h., 47.
Page 41
32
hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan
sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat
umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa
hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau
kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.22
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam pembuatan proposal skripsi ini, saya menjumpai berbagai
penelitian yang juga membahas di bidang Hak kekayan Intelektual berupa
Lisensi, sebagai berikut :
Pertama, skripsi yang ditulis Kurnialif Triono, mahasiswa Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta,
tahun 2015. Yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Cipta
Terhadap Pemberian Lisensi Karya Cipta Lagu”. Dalam skripsi tersebut
membahas tentang pembayaran royalti yang tidak dibayarkan oleh para pelaku
usaha yang menggunakan karya ciptanya untuk keperluan hak ekonomi,
padahal telah jelas diatur di undang-undang mengenai hak cipta. Dalam
penulisan skripsi ini, membahas tentang pelanggaran pelaku usaha berupa hak
ekonomi (Royalti) terhadap pihak yang memegang lisensi atas penyiaran piala
dunia 2014.
Kedua, Buku yang ditulis oleh Dr. H. Ok Saidin, S.H, M.Hum,
Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010 yang berjudul “Aspek Hukum
Hak Kekayaan Intelektual”. Dalam buku tersebut membahas penerapan
hukum hak cipta serta lisensi secara jelas, juga perlindungan hukumnya. Juga
penjelasan secara terperinci tentang hak cipta berupa lisensi dengan mengikuti
arus perkembangan zaman sekarang ini. Dalam buku ini membahas tentang
pelanggaran yang marak terjadi, berupa menampilkan siaran yang tidak
berizin kepada pemegang hak cipta.
Ketiga, Jurnal Education and Development STKIP Tapanuli Selatan,
yang ditulis Dalimana Telaumbanua, Dosen STIH Nias Selatan. Yang
22 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, ... h., 47.
Page 42
33
berjudul “Analisis Putusan Judex Facti tentang Hak Cipta (Studi Putusan
Nomor 05/HKI.Hak Cipta/2016/PN Niaga.Sby)”. Dalam jurnal tesebut
membahas tentang fakta-fakta hukum yang timbul dari perkara tersebut
berupa tidak semua permasalahannya jelas, sehingga seharusnya tidak dapat
dijatuhkan hukuman terhadap tergugat. Dalam skripsi ini memiliki
permasalahan yang sama berupa penyiaran secara komersial piala dunia 2014,
akan tetapi penerapan hukum yang adil sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Page 43
34
BAB III
PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA ANTARA PT ISM
DAN PT NEW METRO HOTEL SEMARANG
A. Profil Para Pihak
1. Profil PT. Inter Sports Marketing
PT. Inter Sports Marketing adalah salah satu badan hukum privat
yang bergerak di bidang kegiatan-kegiatan keolahragaan, baik yang
dilakukan atau di wilayah Republik Indonesia maupun bekerjasama
dengan badan- badan, organisasi-organisasi atau perusahaan- perusahaan
yang ada di luar negeri.
Kegiatan usaha tersebut telah dimulai dari tahun 2010 hingga saat
ini. Sesuai dengan akta pendirian Perseroan Terbatas dengan nama PT
Inter Sports Marketing, dengan Nomor Akta Pendirian No. 02, tertanggal
05 Oktober 2010 yang dibuat dihadapan Notaris Zacharias Omawele, SH
notaris di Jakarta, yang telah mendapatkan pengesahan sesuai dengan
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor : AHU-09377.AH.01.01. Tahun 2011 tentang Pengesahan Badan
Hukum Perseroan Terbatas.
Selanjutnya telah dilakukan perubahan berdasarkan Akta
Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPS) PT Inter Sport Marketing Nomor 05, tertanggal 05 Mei 2014,
yang dibuat di hadapan Notaris Irma Bonita, S.H., Notaris di Jakarta,
yang mana terhadap perubahan tersebut telah dicatatkan perubahan Data
Perseroan PT Inter Sport Marketing pada Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU.08835.40.22.2014,
tertanggal 19 Mei 2014.1
PT. Inter Sports Marketing berkedudukan di Boutique Office Park
B3, Jalan Haji Benyamin Sueb Blok A6, Kemayoran, Jakarta.2
Berdasarkan pencarian data, saya temukan PT Inter Sport Marketing
1 Putusan Peninjaun Kembali Nomor 43PK/Pdt/Sus/2017.
2 www. Nonton-bareng.com diakses tanggal 14-10-2020 pukul 20.50 WIB.
Page 44
35
memiliki alamat yang sama dengan PT Nonbar. Serta untuk saat ini tidak
dapat mengakses Website PT ISM, melainkan melalui PT Nonbar selaku
pihak yang memegang perizinan untuk penayangan di areal komersil. PT
ISM adalah satu-satunya pemegang lisensi tayang Piala Dunia Brazil
2014 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Putusan PK, PT. Inter Sports Marketing merupakan
satu-satunya pihak yang memiliki lisensi dari The Federation
Internationale Football Association (FIFA) Zurich selaku pemberi
lisensi, sebagaimana perjanjiaan lisensi tanggal 5 Mei 2011, berkaitan
dengan pelimpahan dari hak-hak media berupa turnamen sepak bola dan
even-even FIFA edisi XX. Dan PT. ISM selaku pemegang lisensi yang
telah terdaftar di Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual yang telah
terdaftar dan dicatatkan pada tanggal 23 Mei 2014 berhak untuk
memberikan lisensi lagi kepada pihak-pihak yang ingin menggunakan
lisensi dari FIFA melalui PT. ISM selaku pemegang lisensi di wilayah
NKRI.
Dan PT ISM pun telah memberikan izin kepada beberapa pihak yaitu:
a. TV One, ANTV, dan K-Vision selaku penanyangan siaran.
b. PT. Kompas Sport selaku menyebarkan berita.
c. PT. Nonbar selaku pemegang perizinan apabila ada yang ingin
menayangkannya di areal komersil.
2. Profil PT. New Metro Hotel Semarang
PT. New Metro Hotel Semarang adalah salah satu badan hukum
privat yang bergerak di bidang Pariwisata, yang lebih mengarah
terhadap perhotelan dan penginapan. Tepatnya berupa hotel yang terletak
di kota Semarang yang di kenal dengan nama “Hotel Metro Semarang”
yang dianggap hotel bintang 3 yang terletak di pusat kota Semarang.
Sunlake Group of Hotels punya 3 hotel bintang 4 dan 5 di Jakarta:
Sunlake Hotel, Manhattan Hotel, dan Merlynn Park Hotel. Meski
Page 45
36
bermain di Jakarta, group ini tak lupa pada hotel yang jadi cikal bakal
bisnis hotelnya: New Metro Hotel di Kota Semarang. Hadir mulai 18
Oktober 1977, hotel ini awalnya bernama Metro Grand Park Hotel
Semarang, karena dikelola Grand Park Hotel Surabaya. Ketika kemitraan
berakhir pada 1983, hotel ini kembali ke nama yang sejak semula
diniatkan untuk sang hotel: Metro Hotel. Tambahan kata 'New'
disematkan usai menjalani renovasi pada 2011.
New Metro Hotel, meski baru beroperasi pada 1977, upaya
pembangunannya sudah dimulai sejak 1970 oleh PT Metro Hotel
International, perusahaan milik Luhur Wibowo Hidayat, yang dikenal
juga sebagai bos Sango Group (PT Sango Ceramics Indonesia),
perusahaan keramik yang berbasis di Semarang. Akta pendirian bernama
PT. Metro Hotel Internasional Semarang, dengan akta dibuat oleh notaris
R.M Soeprapto, dengan nomor 40 tanggal 17 Agustus 1970. Ketika
mulai beroperasi, pengelolaan hotel dipercayakan kepada Grand Park
Hotel Surabaya (sekarang New Grand Park Hotel Surabaya) untuk
jangka waktu 6 tahun yang berakhir pada 1983. Usai kerjasama itu, mulai
1984, hotel dikelola sendiri dan namanya diganti menjadi Metro Hotel.
Pada 2001, setelah melakukan renovasi besar-besaran dan mengganti
konsep hotel, namanya diganti menjadi New Metro Hotel. Seperti bisa
disimak dari sosok fisiknya yang berarsitektur neo-classical colonial,
hotel ini sekarang hadir dengan atmosfir era Kolonial Belanda, selaras
dengan lokasi hotel yang dekat dengan kawasan 'Kota Lama Semarang'.
Sango Group sendiri sekarang sudah jarang disebut sebagai
pemilik New Metro Hotel dan kawan-kawan. Meskipun Luhur Wibowo
masih tercatat sebagai penanggung jawab Merlynn Park Hotel. Yang
selalu muncul adalah nama Sunlake Group of Hotels. Nama Sunlake
dipetik dari nama Hotel Danau Sunter, alias Sunlake Hotel, hotel ke-dua
milik group ini yang hadir pada 1995. Dan tahun 1995 pula yang setiap
Page 46
37
tahunnya dirayakan sebagai tahun kelahiran Sunlake Group of Hotels.
Meski begitu, soal awal kiprah bisnis hotel group ini, Chief Operating
Officer (COO) Sunlake Group of Hotels Maya Lilaani menyebut tahun
1984, atau saat New Metro Hotel mulai dikelola sendiri.3
PT. New Metro Hotel Semarang berkedudukan di jalan Haji Agus
Salim No. 2-4, Semarang. Bergerak di bisnis penginapan dan dapat
diakses dengan mudah karena terletak ditengah kota Semarang. Serta
websitenya dapat diakses di www.metrohotel.co.id.4
Menurut Putusan PK, PT Metro Hotel Internasional Semarang
digugat telah melakukan pelanggaran berupa mengadakan kegiatan
nonton bareng tanpa sepengetahuan atau izin dari PT Nonbar selaku
pengawas. PT Metro Hotel Internasional Semarang melakukan nobar
dikawasan hotelnya sehingga menimbulkan keuntungan secara ekonomi.
Setelah dilaporkan kepada pihak yang berwenang dan telah melakukan
mediasi, tergugat tetap menolak sehingga PT ISM mengajukan gugatan
ke Pengadilan Niaga Semarang.
B. Deskripsi Putusan Nomor 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Awal kasus bermula, dimana PT. Inter Sport Marketing (ISM) sebagai
pemegang lisensi semua hak eksklusif dari FIFA untuk seluruh wilayah
Indonesia. Sebagaimana perjanjiaan lisensi tanggal 5 Mei 2011, berkaitan
dengan pelimpahan dari hak-hak media berupa turnamen sepak bola dan
even-even FIFA edisi XX. PT. ISM menghimbau kepada para pelaku usaha
yang ingin mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan terselenggaranya
ajang sepakbola akbar tersebut, untuk meminta izin atas segala kegiatan
termasuk untuk kegiatan Nonton bareng.
Pada saat pelaksanaannya masih banyak pelaku usaha yang
menyiarkan pertandingan tanpa izin kepada pemegang lisensi. Banyak
3 www.indoplaces.com/mod/view_hotel, diakses 14-01-2020, pukul 16.30 WIB.
4 www.metrohotel.co.id/hotel-group diakses 14-01-2020, pukul 16.10 WIB.
Page 47
38
diantaranya hotel- hotel di daerah Semarang, Yogyakarta, Surabaya, bahkan
di Bali, ditemukan melaksanakan kegiatan nonton bareng tanpa berizin. Oleh
karena PT. ISM meminta pertanggungan kepada mereka memalui jalur
kekeluargaan, akan tetapi tidak mendapat respon. Sehingga PT. ISM
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, salah satunya yang saya ambil
contoh berupa gugatan terhadap PT. New Metro Hotel Semarang.
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi atau
Penggugat telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap
Putusan Mahkamah Agung Nomor 518 K/Pdt.Sus-HKI/2015 tanggal 30
September 2015 dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali
dahulu Pemohon Kasasi / Tergugat, pada pokoknya sebagai berikut5 :
1. Posita
Penggugat adalah suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan
Akta Pendirian Perseroan Terbatas dengan nama PT Inter Sport
Marketing (PT. ISM). Dalam menjalankan kegiatan usahanya sejak tahun
2010 hingga sekarang, Penggugat telah menggunakan nama badan hukum
tersebut yang bergerak pada kegiatan-kegiatan di bidang keolahragaan,
baik yang dilakukan atau ada di wilayah Republik Indonesia maupun
bekerja sama dengan badan-badan, organisasi-organisasi atau perusahaan-
perusahaan lain yang ada di luar negeri.
Dalam rangka kegiatan keolahragaan berskala internasional yakni
FIFA World Cup Brazil 2014, PT. ISM adalah Penerima Lisensi dari
Federation International De Football Association ("FIFA") yang
merupakan sebuah organisasi sepak bola Internasional yang
berkedudukan di FIFA-Strasse 20 PO.Box. 8044, Zurich, Swiss untuk
Tayangan (siaran) Piala Dunia di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.
PT. Inter Sports Marketing dengan FIFA telah membuat License
Agreement dengan FIFA Zurich. Dimana adalah selaku "Master Right
5 Putusan No. 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017.
Page 48
39
Holder" atas Media Rights of 2014 FIFA World Cup Brazil untuk seluruh
wilayah Republik Indonesia berdasarkan Perjanjian Lisensi yang telah
ditandatangani antara PT Inter Sport Marketing dengan FIFA Zurich
tertanggal 5 Mei 2011. Sebagai Penerima Lisensi telah menjalankan
kewajiban hukumnya pada tanggal 23 Mei 2014, mengajukan
permohonan pencatatan lisensi kepada Direktur Hak Cipta Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI yang telah diterima dan dicatatkan.
Di dalam License Agreement tertanggal 05 Mei 2014 antara
Penggugat dengan FIFA, Penggugat selaku penerima lisensi sebagai
Master Right Holder di seluruh Wilayah Republik Indonesia telah
diberikan hak-hak media, antara lain:
a. Hak-hak Televisi, termasuk di dalamnya: 1) Basic Feed, Multi
Feeds, Additional Feeds dan Liputan Unilateral atas dasar live,
delayed atau repeat; 2) Audio Feed atas dasar live, delayed atau
repeat; 3) Highlights atas dasar delayed atau repeat;
b. Hak-Hak Mobil termasuk di dalamnya: 1) Basic Feed, Multi Feeds,
Additional Feeds dan Liputan Unilateral atas dasar live, delayed atau
repeat; 2) Audio Feed atas dasar live, delayed atau repeat; 3)
Highlights atas dasar delayed atau repeat;
c. Hak-Hak Radio: 1) Audio Feed atas dasar live, delayed atau repeat;
2) Highlights atas dasar delayed atau repeat;
d. Internet: 1) Audio Feed atas dasar live, delayed atau repeat; 2)
Highlights atas dasar delayed atau repeat;
e. Periklanan dan Promosi;
f. Branding FIFA dan Perlindungan Merek Dagang;
g. Properti Intelektual;
Page 49
40
h. Sub Lisensi;
i. Hak-hak Eksibisi Publik (Hak-hak Areal Komersial);
Hak Media untuk Penayangan Siaran Piala Dunia Brazil 2014 di
wilayah Republik Indonesia dalam pelaksanaannya Penggugat telah
memberikan sub lisensi kepada TV ONE dan ANTV secara eksklusif
untuk menyiarkan acara/program 2014 FIFA World Cup Brazil dengan
system Free to Air Broadcaster. Kemudian diantaranya kepada K-
VISION dan VIVA+ secara eksklusif untuk menyiarkan/program 2014
FIFA World Cup Brazil dengan system Pay TV Broadcaster serta untuk
internet mobile rights kepada Domikado.
Hak-hak ekshibisi publik atau hak-hak areal komersial atau untuk
kepentingan komersial selanjutnya penggugat telah menunjuk PT Nonbar
secara eksklusif di wilayah Republik Indonesia sebagai koordinator
tunggal untuk aktifitas nonton bareng sebagaimana Surat Penunjukan PT
ISM kepada PT Nonbar Nomor 008/ISM/Srt.P/XI/2013, tertanggal 12
November 2013 dan Pembaharuan Surat Penunjukan PT Inter Sport
Marketing kepada PT Nonbar Nomor 010/ISM/Srt.P/V/2014, tertanggal
10 Mei 2014.
PT ISM juga telah melakukan sosialiasi, pengumuman maupun
teguran terkait Hak atas Siaran FIFA World Cup Brazil 2014 secara
nasional melalui Media Cetak Nasional, antara lain:
a. Surat Kabar Nasional Harian Kompas, hari Selasa, tertanggal 21
Januari 2014, halaman 14;
b. Surat Kabar Nasional Superball, hari Sabtu, tertanggal 14 Juni
2014, halaman 4;
c. Surat Kabar Nasional Harian Bola hari Selasa, tertanggal 17 Juni
2014, halaman 9;
Page 50
41
Tergugat adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa
perhotelan yang meliputi jasa penginapan dan pengadaan makanan serta
minuman secara komersial dengan brand nama “New Metro Hotel”, yang
beralamat di Jalan H. Agus Salim Nomor 2-4, Semarang, Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil temuan dan monitoring di wilayah Jawa Tengah,
telah ditemukan fakta sebagai berikut:
a. Tergugat telah mempromosikan, mengumumkan, menginformasi-
kan, kepada khalayak umum, apabila di tempat Tergugat
menayangkan dan mengadakan kegiatan acara nonton bareng final
Piala Dunia 2014 pada tanggal 14 Juli 2014 secara komersial;
b. Dalam kegiatan acara nonton bareng Piala Dunia Brazil 2014,
Tergugat telah pula menarik sejumlah uang sebesar Rp50.000,-
untuk tiket masuk, bagi setiap orang yang ingin menyaksikan siaran
Final FIFA World Cup Brazil 2014 di tempat Tergugat;
c. Perbuatan Tergugat yang mengadakan kegiatan nonton bareng Final
Piala Dunia Brazil 2014, Tergugat secara tanpa hak telah pula
mendistribusikan atau menyalurkan siaran Piala Dunia Brazil 2014
di kamar-kamar Hotel milik tergugat;
PT New Metro Hotel Semarang selaku Tergugat secara tanpa hak
yang menyiarkan atau mengadakan kegiatan Nonton Bareng Final Piala
Dunia Brazil 2014 secara Komersial termasuk mendistribusikan atau
menyalurkan Siaran Piala Dunia Brazil 2014 di kamar-kamar hotel milik
Tergugat.
Kerugian yang dialami oleh Penggugat baik secara materiil maupun
immateriil akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Tergugat tersebut apabila ditotal secara keseluruhan berjumlah
Rp33.225.500.000,- (tiga puluh tiga miliar dua ratus dua puluh lima juta
lima ratus ribu rupiah), dengan perincian sebagai berikut:
Page 51
42
a. Kerugian Materiil:
1) Biaya Tarif Hak Siar Distribusi Siaran ke Kamar dan Nonton
Bareng FIFA World Cup Brazil 2014, untuk Kategori Hotel
(Venue & Rooms), Hotel Bintang 3, pertanggal 23 Mei -2014,
belum termasuk PPN 10%; Rp 60.000.000,-
2) Denda atas Penayangan Siaran FIFA World Cup Brazil 2014,
tanpa Izin dari Penggugat sebesar 20 x Lisensi Hotel Bintang 3;
Rp1.200.000.000,-
3) Keuntungan/Pendapatan Tergugat dari hasil penjualan Tiket
Nonton Bareng Pertandingan FIFA World Cup Brazil 2014
sebanyak 64 pertandingan. Dengan perhitungan, Jumlah Tiket =
200 kursi x 64 pertandingan x @Rp50.000,-; Rp 640.000.000,-
4) Pendapatan/Keuntungan yang diperoleh oleh Tergugat dari
transaksi Penjualan makan dan minum, yang apabila diperkirakan
sebesar = 200 kursi x 64 Pertandingan x @50,000,- x 70%; Rp
448.000.000,- Pendapatan/Keuntungan yang diperoleh Tergugat
dari penjualan kamar dan room service sebesar 90 kamar x
Rp325.000,- x 30 hari; Rp 877.500.000,-
Total Kerugian Materiil Rp3.225.500.000,
b. Kerugian Immaterial: Di samping kerugian material yang dialami
oleh Penggugat, Penggugat juga mengalami kerugian immaterial,
yang mana Penggugat selaku penerima lisensi dari FIFA untuk
Wilayah Republik Indonesia merasa tercoreng nama baik, citra
maupun kredibilitas Penggugat di mata dunia internasional
khususnya FIFA, yang mengakibatkan Penggugat mendapatkan
teguran langsung dari FIFA, yang apabila dinilai dengan uang
berjumlah sebesar Rp30.000.000.000,- (tiga puluh miliar rupiah);
Page 52
43
Untuk menjamin gugatan Penggugat tidak sia-sia (illusoir), mohon
agar diletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap harta
kekayaan milik Tergugat yang dikenal dan terletak di Jalan H. Agus
Salim Nomor 2-4, Semarang, Jawa Tengah. Gugatan ini diajukan disertai
dengan bukti-bukti yang otentik, maka sesuai dengan Pasal 180 HIR
segala penetapan dan putusan pengadilan dalam perkara ini agar putusan
ini dapat dijalankan (dilaksanakan) terlebih dahulu secara serta merta
(uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum yang dilakukan
oleh Tergugat.
Sebelum diajukannya gugatan ini, PT Nonbar yang telah ditunjuk
oleh Penggugat telah pula memberikan peringatan/somasi kepada
Tergugat sebagaimana dalam Surat Somasi Nomor 303/SKLB-
WP/IX/2014, tertanggal 1 September 2014 dan Surat Somasi Nomor
321/SKLB-WP/IX/2014, tertanggal 13 September 2014, tetapi sampai
gugatan ini diajukan belum ada penyelesaian terkait permasalahan ini.
Karena belum adanya penyelesaian permasalahan ini dengan
Tergugat, maka tiada jalan lain kecuali menyerahkan perkara ini kepada
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang untuk memeriksa
dan memutuskan perkara ini.
2. Petitum
Berdasarkan alasan-alasan yang telah diajukan oleh PT Inter Sport
Marketing yang telah disebutkan diatas, PT ISM mengajukan kepada
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang agar memberikan
putusan sebagai berikut6:
a. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
b. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan terhadap Tanah dan
Bangunan milik Tergugat yang dikenal dan terletak di Jalan H. Agus
Salim Nomor 2-4, Semarang, Jawa Tengah;
6 Putusan No. 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017.
Page 53
44
c. Menyatakan sahnya License Agreement tertanggal 5 Mei 2011
antara PT Inter Sport Marketing (Penggugat) dengan The Federation
Internationale De Football Association (FIFA) Zurich;
d. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
dan menimbulkan kerugikan pada Penggugat;
e. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat sejumlah
uang sebesar yang totalnya berjumlah Rp33.225.500.000,- (tiga
puluh tiga miliar dua ratus dua puluh lima juta lima ratus ribu
rupiah). Di samping kerugian material yang dialami oleh Penggugat,
Penggugat juga mengalami kerugian immaterial yang apabila dinilai
dengan sejumlah uang berjumlah sebesar Rp30.000.000.000,- (tiga
puluh miliar rupiah);
f. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (serta
merta) uitvoerbaar bij voorraad meskipun terdapat upaya hukum dari
Tergugat;
g. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini;
3. Putusan Hakim
Setelah putusan Mahkamah Agung tersebut diberitahukan kepada
Termohon Kasasi dahulu Penggugat (PT ISM) pada tanggal 21
September 2016. Terhadap putusan tersebut, oleh Termohon Kasasi
dahulu Penggugat (PT New Metro Hotel Semarang) dengan perantaraan
kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 17 November 2016
mengajukan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Semarang pada tanggal 21
Desember 2016.
Memperhatikan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Page 54
45
Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan.
Mahkamah Agung dengan pertimbangan-pertimbangan,
mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali PT Inter Sports Marketing tersebut. Dan Membatalkan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 518 K/Pdt.Sus-HKI/2015 tanggal 30
September 2015.
Mengadili Kembali
I. Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan sah, Perjanjian Lisensi antara PT Inter Sports
Marketing (Penggugat) dengan The Federation International De
Football Assosiation (FIFA) Zurich tanggal 5 Mei 2011;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum berupa pelanggaran Hak Cipta;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar sejumlah uang kepada
Penggugat sejumlah Rp60.000.000,- (enam puluh juta rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
6. Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar
biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan pemeriksaan
peninjauan kembali, yang dalam pemeriksaan peninjauan
kembali sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
Page 55
46
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM PENERIMA LISENSI
BERDASARKAN PUTUSAN HAK CIPTA
A. Pertimbangan Hakim
Setelah putusan Mahkamah Agung tersebut diberitahukan kepada
Termohon Kasasi dahulu Penggugat (PT ISM) pada tanggal 21 September
2016. Terhadap putusan tersebut, oleh Termohon Kasasi dahulu Penggugat
(PT New Metro Hotel Semarang) dengan perantaraan kuasanya berdasarkan
Surat Kuasa Khusus tanggal 17 November 2016 mengajukan permohonan
pemeriksaan peninjauan kembali di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga
Semarang pada tanggal 21 Desember 2016 sebagaimana ternyata dari Akta
Permohonan Peninjauan Kembali Nomor 02/Pdt.Sus-HKI/2015/PN Niaga
Smg. juncto Nomor 05/Pdt.Sus-HKI/PK/2016/PN Niaga Smg., permohonan
tersebut diikuti dengan alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri/Niaga Semarang tersebut pada tanggal itu juga.
Alasan-alasan peninjauan kembali telah disampaikan kepada
Termohon Peninjauan Kembali pada tanggal 3 Januari 2017, kemudian
Termohon Peninjauan Kembali mengajukan jawaban alasan peninjauan
kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Semarang
pada tanggal 17 Januari 2017. Pemohon Peninjauan Kembali telah
mengajukan alasan-alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai
berikut:
Hakim Kasasi telah keliru secara nyata atau melakukan kekhilafan,
yaitu Hakim Kasasi telah bertindak sebagai Judex Facti memberi
pertimbangan fakta di persidangan, seharusnya Judex Juris (Hakim Kasasi)
berwenang untuk kesalahan penerapan hukum. Dalam pertimbangannya
Hakim Kasasi (Judex Juris) halaman 40 sub.a, memberi pertimbangan “Fakta
di persidangan Tergugat mengadakan nonton bareng.”
Page 56
47
Selanjutnya di halaman 40 sub.b Judex Juris memberi pertimbangan,
karena tidak ada bukti sah dan kuat mendukung dalil Penggugat/ Pemohon
Kasasi II yaitu bahwa Tergugat/Pemohon Kasasi I telah melakukan perbuatan
tersebut. Bahwa dari pertimbangan hukum tersebut, sangatlah jelas bahwa
Judex Juris telah melakukan penilaian pembuktian di persidangan, dan bukan
tentang penerapan hukum. Hal ini jelas merupakan kekeliruan yang nyata.
Judex Juris telah khilaf dan melakukan kekeliruan yang sangat fatal
dalam mengadili perkara ini yaitu bahwa Judex Juris menggunakan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang sudah tidak berlaku lagi karena telah
dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Judex
Juris masih dengan paradigma hukum yang lama dalam mengadili perkara ini
sehingga sangat keliru secara nyata dalam mengadili perkara ini.
Judex Juris juga telah melakukan kekhilafan atau kekeliruan yang
nyata dengan menyatakan sengketa a quo adalah tentang “Hak terkait dengan
hak cipta”, karena Tergugat/Termohon Kasasi mengadakan nonton bareng
Final Piala Dunia dari lembaga penyiaran.
Objek sengketa ini adalah tentang pelanggaran hak cipta sebagaimana
dimaksud Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 bukan
tentang hak terkait hak cipta sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (5)
atau tentang program komputer Pasal 1 ayat (9).
TV ONE dan ANTV adalah pihak yang memperoleh lisensi dari
Penggugat untuk menyiarkan pertandingan sepak bola tersebut. Dalam hal ini
ada hak terkait atas hak cipta jika TV ONE, ANTV memberi lisensi lagi
kepada pihak lain yaitu hotel atau Tergugat/lokasi bisnis lain. Dalam
perjanjian lisensi kami dengan ANTV dan TV ONE, pihak tersebut tidak
diberi hak untuk memberi lisensi kepada pihak lain atau dengan perkataan
lain TV ONE/ANTV tidak memiliki hak terkait hak cipta oleh karena itu
Penggugat yang berhak menggugat mempertahankan hak tersebut dan tidak
ada kaitannya dengan TV ONE/ANTV karena hak untuk memberi izin siar
Page 57
48
acara Final Sepak Bola Piala Dunia tidak diberi kepada TV ONE/ANTV
maka kami telah melakukan sosialisasi melalui media massa, menyurati
hotel-hotel di Bali, Semarang, Yogyakarta dan di tempat lain, agar semua
pihak yaitu area-area komersil yang ingin meiakukan nonton bareng atau
menikmati acara Final Sepak Bola Piala Dunia diharuskan memita izin
kepada Penggugat sebagai pihak Pemegang Lisensi tunggal dari FIFA.
Judex Juris telah khilaf dan keliru secara nyata dalam pertimbangan
halaman 40 sub.b yang menyatakan: “Karena tidak ada bukti sah dan kuat
mendukung dalil Penggugat yaitu bahwa Tergugat telah melakukan….”.
Bahwa kalaupun Judex Juris telah berperan sebagai Judex Facti menilai
pembuktian di persidangan sebagaimana pertimbangan di atas tersebut maka
pertimbangan ini pun telah keliru secara nyata, karena sesuai bukti. Bukti di
persidangan rekayasa teknik penyiaran telah terbukti, karena Tergugat
menggunakan saluran televisi berlangganan Telkom Vision yang tidak bisa
menyiarkan TV ONE atau pun ANTV karena dengan sendirinya akan
terblokir, kecuali dengan rekayasa tersebut.
Sesuai dengan alasan-alasan peninjauan kembali tersebut di atas
terbukti Judex Juris telah melakukan kekhilafan dan kekeliruan yang nyata,
maka oleh karenanya kami memohon kepada Majelis Hakim Peninjauan
Kembali dapat kiranya mengabulkan Permohonan Peninjauan Kembali ini.
Setelah membaca dan meneliti secara saksama alasan peninjauan
kembali dan jawaban alasan peninjauan kembali para pihak, dihubungkan
dengan pertimbangan hukum putusan Judex Juris yang menolak kasasi
Penggugat dan mengabulkan kasasi Tergugat dan yang membatalkan putusan
Judex Facti dengan mengadili sendiri menyatakan gugatan Penggugat tidak
dapat diterima ditinjau dari sisi keadilan berdasarkan fakta-fakta dalam
perkara a quo telah terdapat kekhilafan ataupun kekeliruan yang nyata oleh
Judex Juris, dengan menyatakan bahwa “objek gugatan bukan mengenai hak
Page 58
49
cipta, akan tetapi hak terkait hak cipta” tersebut tidak dapat dibenarkan,
dengan pertimbangan sebagai berikut:
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 angka 1 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak yang dimiliki Penggugat dalam perkara a
quo adalah hak eksklusif berdasarkan lisensi hak cipta yang bersumber dari
perjanjian lisensi antara Penggugat dengan The Federation Internationale de
Football Association (FIFA) tertanggal 5 Mei 2011 yang menyatakan bahwa
Penggugat adalah satu-satunya penerima lisensi dari FIFA untuk media
Rights menyiarkan tayangan World Cup Tahun 2014 Brazil di seluruh
wilayah Republik Indonesia, sehingga yang harus dipertimbangkan dalam
perkara a quo adalah masalah ”perlindungan hak cipta”, yang ternyata dalam
perkara a quo Tergugat tanpa izin Penggugat tetap menayangkan siaran
tersebut di areal komersial milik Tergugat yang merupakan bagian atau cara
daya tarik kepada umum termasuk penyewa kamar milik Tergugat yang
merupakan bagian service khusus yang dapat menghasilkan keuntungan
kepada Tergugat dan merugikan Penggugat, sehingga perbuatan Tergugat
tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yaitu melanggar hak cipta dan
mewajibkan kepada Tergugat untuk membayar ganti rugi sebagaimana yang
telah dipertimbangkan oleh Judex Facti telah tepat dan benar serta tidak
bertentangan dengan hukum, untuk itu putusan Judex Juris tidak dapat
dipertahankan lagi dan harus dibatalkan, dengan mengabulkan permohonan
peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali (Penggugat) dan
mengadili kembali : “Mengabulkan gugatan Penggugat sebagaimana telah
dipertimbangkan dan diputus oleh Judex Facti.”
Mahkamah Agung berpendapat terdapat cukup alasan untuk
mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali PT Inter Sports Marketing tersebut dan membatalkan
Putusan Mahkamah Agung Nomor 518 K/Pdt.Sus-HKI/2015 tanggal 30
September 2015 selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili kembali
perkara ini dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini.
Page 59
50
Permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali
dikabulkan, maka Termohon Peninjauan Kembali dihukum untuk membayar
biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dan pemeriksaan peninjauan
kembali.
Memperhatikan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Mahkamah Agung dengan pertimbangan-pertimbangan di atas mengabulkan
permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT Inter
Sports Marketing tersebut. Dan Membatalkan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 518 K/Pdt.Sus-HKI/2015 tanggal 30 September 2015.
B. Analisis Penelitian Putusan Nomor 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Tindakan menayangkan karya siaran yang memiliki hak eksklusif tanpa
izin dari pemegang hak eksklusif karya siaran itu dianggap merupakan
perbuatan melawan hukum. Dalam putusan perkara yang diteliti, perbuatan
melawan hukum itu dinyatakan sebagai tindakan melanggar hak cipta.
Perbuatan melawan hukum sendiri diatur dalam buku III Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Pasal 1365-1380. Menurut pasal 1365 KUHPerdata,
perbuatan melawan hukum adalah “Perbuatan yang melawan hukum yang
dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian
bagi orang lain.”1 Sesuai dengan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata,
perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut
yaitu :2
1 Munir Fuady, Perbutan Melawan Hukum (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005) h., 8
2 M.A Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramitha,
2010) h., 10.
Page 60
51
1. Adanya suatu perbuatan.
2. Perbuatan tersebut melawan hukum. Yaitu pelanggaran atas undang-
undang yang berlaku dan melanggar hak orang lain yang dijamin oleh
hukum.
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku. Apabila telah memenuhi unsur-
unsur berikut yaitu : unsur kesengajaan, unsur kelalain, dan tidak ada
alasan pembenar atau alasan pemaaf.
4. Adanya kerugian bagi korban.
5. Adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara perbuatan dengan
kerugian.
Perkara ini berawal dari aktivitas sebuah hotel di kawasan Semarang yang
memasang TV di kamar-kamar hotelnya dan memakai saluran Telkom Vision
untuk menayangkan siaran. Dalam siaran TV itu terdapat acara pertandingan
sepak bola piala dunia yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi yang
masuk kategori free to air. Perusahaan pengelola hotel tersebut tidak berhak
untuk menyiarkan secara langsung acara pertandingan piala dunia.
Konsekuensinya, perusahaan pemegang lisensi karya siaran sepak bola itu
merasa keberatan dan kemudian menggugat pengelola hotel tersebut. Telah
diberikan peringatan/somasi kepada pihak hotel akan tetapi tidak ada
penyelesaian. Hal ini tergambar pada pasal 95 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang berbunyi “Selain pelanggaran
hak cipta yang terjadi dan diketahui keberadaannya di wilayah NKRI harus
menempuh terlebih dahulu penyelesain sengketa melalui mediasi sebelum
melakukan tuntutan pidana”.
1. Legalitas Pencatatan Perjanjian Lisensi
Selain substansi pengaturan perjanjian lisensi, juga mencatat
persoalan yang terkait dengan aspek administratif, yaitu, kewajiban
mencatatkan perjanjian lisensi ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Masalahnya, apakah benar objek yang dilisensikan itu adalah
Page 61
52
ciptaan sehingga perjanjian lisensinya harus dicatatkan sesuai perintah
Undang-Undang Hak Cipta. Yang lebih bermasalah lagi adalah sikap
Tergugat. Di satu sisi ia tidak mengakui substansi yang dipersengketakan
merupakan objek Hak Cipta tetapi di sisi lain secara implisit
mengakuinya.
Pengakuan ini tersirat dalam dalilnya yang mempersoalkan tidak
dipenuhinya kewajiban mencatatkan perjanjian lisensi itu sebagaimana
diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta. Penundukan diri pada ketentuan itu mengindikasikan dengan
jelas bahwa objek yang dipersoalkan diakuinya sebagai ciptaan dalam
lingkup bidang Hak Cipta. Di luar persoalan inkonsistensi itu, apabila
benar Hak Media yang dilisensikan itu harus dicatatkan ke Dirjen HKI,
maka perlu diulas beberapa hal sebagai berikut:
a. Kewajiban Mendaftar Lisensi
Kewajiban pencatatan Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM
RI, yang ditegaskan dalam Pasal 83 ayat (1) dan ayat (3) Undang-
Undang Hak Cipta 2014 sebagai berikut:
“(1) Perjanjian lisensi harus dicatatkan oleh Menteri dalam Daftar
Umum Perjanjian Lisensi Hak Cipta dengan dikenai biaya”. Jika
perjanjian lisensi tidak dicatat dalam Daftar Umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), perjanjian lisensi tersebut tidak mempunyai
akibat hukum terhadap pihak ketiga.”
Sesuai dengan ketentuan tersebut, dan dikaitkan dengan aspek
prosedural pencatatan yang harus didasarkan pada peraturan
pemerintah, maka terdapat dua isu turunan yang perlu ditelaah.
Pertama, menyangkut aspek promulgasi dan kedua aspek yuridis
formal yang menyangkut akibat hukum dari pencatatan.
Page 62
53
Pada dasarnya tujuan utama pencatatan perjanjian lisensi bukan
sekedar memenuhi aspek promulgasi. Aspek publikasi dan
keterbukaan itu penting, tetapi lebih dari itu aspek legalitas dan
akuntabilitas juga wajib dipenuhi.3
Aspek promulgasi merupakan bentuk keterbukaan terhadap akses
masyarakat. Sementara itu, aspek legalitas dan akuntabilitas
merupakan persyaratan titipan sebagai instrumen pengawasan.
Mekanisme pengawasan ini bekerja dengan menetapkan terlebih
dahulu norma-norma yang melarang ikatan perjanjian lisensi yang
memuat ketentuan yang mengakibatkan kerugian pada tatanan
perekonomian Indonesia, atau bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Selain itu, perjanjian lisensi dilarang
menjadi sarana untuk menghilangkan atau mengambil alih seluruh
hak pencipta atas ciptaannya.4
Seluruh ketentuan larangan ini merupakan norma tujuannya
sangat strategis, yaitu menjaga kepentingan nasional melalui
instrumen pengawasan terhadap perjanjian lisensi Hak Cipta dan
HKI pada umumnya. Untuk dapat melaksanakan tugas pengawasan
itu, maka diciptakan kewajiban mencatatkan perjanjian lisensi.
Prinsipnya, kewajiban itu berlaku bukan hanya untuk Hak Cipta
tetapi juga lisensi bidang-bidang HKI lainya. Melalui mekanisme
pencatatan itu maka Pemerintah memiliki akses untuk melakukan
evaluasi untuk menguji ada tidaknya ketentuan yang berpotensi
merugikan kepentingan perekonomian nasional. Dengan kata lain,
untuk operasionalisasi sistem pengawasan itu, Undang-Undang
mensyaratkan perjanjian lisensi dicatatkan. Dengan cara itu,
Pemerintah memiliki akses untuk menilai apakah perjanjian lisensi
3 Rahmi Jened, Interface Hukum Kekayaan dan Hukum Persaingan (Penyalahgunaan
HKI), (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), h., 94. 4 Rahmi Jened, Interface Hukum Kekayaan dan Hukum Persaingan (Penyalahgunaan
HKI), ... h., 97.
Page 63
54
benar-benar tidak bermuatan kesepakatan-kesepakatan yang
berpotensi merugikan kepentingan nasional. Setiap perjanjian lisensi
yang diajukan ke Ditjen KI untuk dicatatkan, akan direview aspek
legalitasnya terlebih dahulu. Bila substansi yang diperjanjikan benar-
benar tidak bermasalah maka perjanjian lisensi akan dicatat dalam
Daftar Umum Perjanjian Lisensi. Namun sebaliknya, bila
bermasalah, akan ditolak. Parameter yang digunakan untuk
mereview adalah norma-norma sebagaimana diatur dalam Pasal 82
Undang-Undang Hak Cipta 2014.
b. Akibat Hukum Pencatatan Perjanjian Lisensi
Prinsip hukum perikatan mengakui, perjanjian yang dibuat secara
sah oleh para pihak akan berlaku dan mengikat layaknya undang-
undang. Dasarnya, Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”.Sementara itu, ketentuan Pasal 1338 menegaskan bahwa
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya” (Pacta Sunt Servanda).
Perjanjian lisensi yang dibuat FIFA dengan PT ISM merupakan
perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1313 dan Pasal 1338
KUHPerdata tersebut. Dan perjanjian lisensi dapat dikatakan
memenuhi syarat apabila mengikuti dasar perjanjian sebagaimana
pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 5
KUHPerdata tegas-tegas menyatakan perjanjian lisensi seperti itu
hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan tersebut
ditegaskan pula dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1270
K/Pdt/1991. Selebihnya, perjanjian lisensi seperti itu dinyatakan
baru mengikat pihak ketiga bila dicatatkan di Dirjen HKI. Apapun
5 Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, (Bandung : Alumni, 2013)
h., 83.
Page 64
55
alasannya, apabila perjanjian lisensi tidak dicatatkan sesuai
ketentuan Undang-Undang, maka perjanjian tersebut tidak berlaku
terhadap pihak lain manapun selain yang memperjanjikannya.
c. Masalah legal Standing Penerima Lisensi
Berdasarkan asas Pacta Sunt Servanda, perjanjian lisensi adalah
kesepakatan hukum yang mengikat para pembuatnya untuk
mematuhi dan melaksanakannya. Ikatan itu berlaku bagi mereka
layaknya undang-undang. Perjanjian lisensi layaknya sebuah koridor
yang menentukan batas-batas hak dan kewajiban pemberi dan
penerima lisensi. Apabila lisensi hanya memberikan hak untuk
kegiatan komersial maka sebatas itu hak yang dimiliki penerima
lisensi. Hanya itu, dan tidak menjangkau hak-hak lainnya. Artinya,
bila PT. ISM hanya menerima hak komersialisasi maka itu berarti
Penggugat tersebut tidak memiliki hak untuk melakukan litigasi.
Pasal 83 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Hak Cipta 2014
mengatur tentang prinsip-prinsip ketentuan mengenai keharusan
mencatatkan perjanjian lisensi, perjanjian lisensi yang dicatatkan dan
akibat hukumnya terhadap pihak ketiga. Pasal 8 Undang-Undang
Hak Cipta 2014 mengakui hak ekonomi pencipta sebagai hak
eksklusif.
Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta 2014 mengatur mengenai isi
hak ekonomi pencipta, termasuk pertunjukan ciptaan, pengumuman,
komunikasi dan penyewaan ciptaan. Tanpa izin pencipta, siapapun
dilarang melaksanakan hak ekonomi pencipta.
Penganut aliran positivis menganggap hukum itu serangkaian
peraturan yang dibuat oleh manusia atau badan yang berwenang
untuk itu, yang harus ditaati dan jika tidak ditaati akan dikenakan
sanksi. Austin berpendapat bahwa hukum itu dibuat oleh pihak yang
Page 65
56
secara politik berkuasa kepada yang dikuasai, hukum itu bersifat
perintah, dan memiliki sanksi. Perjanjian yang dibuat oleh pihak-
pihak yang secara sah, juga berlaku sebagai hukum (Pacta Sunt
Servanda).6
Dalam norma hukum maupun klausula-klausula perjanjian.
Demikian pula teori kepastian hukum yang mengharuskan segala
ikatan hukum itu dinyatakan dengan jelas dalam perjanjian. Kedua
teori hukum tersebut menjadi dasar untuk menentukan hukum bahwa
bila sesuatu tidak diperjanjikan secara jelas dan tegas dalam naskah
perjanjian maka hal itu tidak dapat dijadikan dasar dan pembenaran
untuk melakukan tindakan hukum. Dalam batas tertentu, pendekatan
interpretasi harus dihindari karena hal itu tidak menjamin kebenaran
dan kepastian hukum.
Landasan hak yang menjadi dasar kepastian hukum. Pihak
Tergugat sesungguhnya telah mempersoalkan aspek legal standing
ini. Dalam Putusan Mahkamah Agung juga ditegaskan bahwa hak
yang dilisensikan FIFA kepada Penggugat adalah lisensi atas hak
media sekaligus untuk mempertahankan dari setiap bentuk
pelanggaran. Jelas pemberian hak hukum maupun kewenangan
untuk melakukan tindakan hukum apabila terjadi pelanggaran
sebagaimana dipersoalkan dalam gugatan ini.
Dalam Putusan No. 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017 dengan tergugat PT Metro
Hotel Internasional Semarang melawan penggugat PT. Inter Sport Marketing,
PT. ISM tanggal 16 Maret 2016, Mahkamah Agung (MA) memutuskan
bahwa perbuatan menayangkan siaran langsung piala dunia di tempat usaha
tanpa izin pemegang lisensi karya siaran itu dinyatakan melanggar hak cipta.
Karena PT ISM telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan Undang-
Undang untuk mendaftarkan perjanjian lisensi. Diterima oleh Direktorat
6 Dictum, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan Vol. 13, Edisi April 2019 ( Jakarta :
Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Pengadilan.
Page 66
57
Jendral Hak Kekayaan Intelektual, tanpa melanggar persyaratan dalam
perjanjian lisensi.
Perjanjian lisensi dilindungi oleh peraturan Undang-Undang Hak Cipta
yang mengikuti prinsip dasar Hak Kakayaan Intelektual, yaitu prinsip
keadilan untuk melindungi kepentingan pencipta baik yang berada di negara
tersebut atau di negara lain. Serta prinsip ekonomi yang mendasarkan
perjanjian ini dibuat agar menghasilkan kekayaan pemiliknya, atas dasar hak
ciptaannya.
Pemberian lisensi dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual ini
dipengaruhi oleh berbagai macam aspek. Beberapa di antaranya yang cukup
dominan adalah masalah alih teknologi, praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat dan masalah penyelesaian sengketa dalam bidang
pemberian lisensi.7 Memiliki manfaat dan berguna dalam menunjang
kehidupan manusia, maksudnya ialah bahwa pemilikan itu wajar karena sifat
ekonomi manusia yang menjadikan hal itu satu keharusan untuk menunjang
kehidupan di dalam masyarakat. Dengan demikian hak milik intelektual
merupakan satu bentuk kekayaan bagi pemiliknya.
Pendapat yang sama dinyatakan oleh Mahkamah Agung terhadap perihal
yang sama yaitu pelanggaran lisensi di wilayah Bali. Dalam Putusan Nomor
74 K/Pdt.Sus-HKI/2017 antara PT Inter Sport Marketing melawan PT Karya
Teknik Hotelindo dan Grand Aston Bali Beach Resort, tanggal 30 Mei 2017.
Dalam putusan tersebut, MA antara lain menyatakan8:
Definisi karya siaran tidak dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta berikut penyempurnannya dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1987. Demikian juga Undang-Undang No. 28 Tahun
2014 maupun Undang-Undang sebelumnya Nomor 19 Tahun 2002. Dalam
7 Gunawan Widjaja, dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta
: Gramedia pustaka utama, 2000) h., 34. 8 Dictum, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan Vol. 13, Edisi April 2019 ( Jakarta :
Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Pengadilan.
Page 67
58
Kamus Besar Bahasa Indonesia , terdapat pengertian sebagai berikut: siar1/si-
ar/ v, menyiarkan/me-nyi-ar-kan/ v 1 meratakan ke mana-mana 2
memberitahukan kepada umum (melalui radio, surat kabar, dan sebagainya);
mengumumkan (berita dan sebagainya); 3 menyebarkan atau
mempropagandakan siapa yang mula-mula - ajaran agama Islam di Indonesia;
4 menerbitkan dan menjual: 5 memancarkan 6 mengirimkan melalui radio.
Sementara itu hak siar diartikan sebagai hak seseorang atau instansi untuk
menyiarkan sesuatu.
Secara umum dapat dikatakan bahwa siaran adalah pesan atau rangkaian
pesan baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima
masyarakat melalui perangkat penerima siaran. Dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran terdapat pengertian siaran dan
penyiaran. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara,
gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik
yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat
penerima siaran. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui
sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa
dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau
media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh
masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
2. Perlindungan Hukum dalam Putusan Perkara Hak Cipta
Pengertian hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Dikatakan hak eksklusif
karena hak tersebut hanya dimiliki oleh individu itu sendiri. Pencipta
lagu sebagai contoh, hak ciptanya hanya dipegang oleh si pencipta saja,
sedangkan yang mempopulerkan (penyanyinya) boleh siapa saja yang
Page 68
59
dalam mempopulerkannya harus ada pembagian royalti pada si pencipta.
Pencipta secara mutlak memiliki hak ekonomi, apabila ada pelanggaran
atau penjiplakan hasil ciptaan tanpa seizin pencipta maka pencipta dapat
menuntut ganti kerugian terhadap orang yang melanggar hak ciptanya.
Hak ekonomi yang diterima oleh pencipta berbentuk penerimaan royalti
atas penggunaan ciptaanya. 9
Mahkamah Agung (MA) dalam putusan di atas mengakui siaran Piala
Dunia Brazil 2014 tersebut sebagai karya cipta yang dilindungi Hak
Cipta. Artinya, secara normatif dianggap merupakan salah satu jenis
ciptaan yang dilindungi dalam Undang-Undang Hak Cipta.
MA tersebut senada dengan keterangan ahli Budi Agus Riswandi,
bahwa hak siar dari FIFA yang dilisensikan kepada PT. ISM adalah
masuk dalam kategori hak cipta. Selanjutnya, jika PT. ISM mengesub ke
lembaga penyiaran seperti TV One, maka hak siar yang ditayangkan oleh
TV One tersebut dikategorikan Hak Terkait.10
Analoginya dapat dijelaskan sebagai berikut: ketika A memberikan
lisensi penggunaan karya lagu kepada B, yaitu subyek hukum yang
bukan lembaga penyiaran, maka hak siar atas lagu itu masuk kategori hak
cipta. Namun bila diserahkan kepada lembaga penyiaran, maka Hak Siar
atas lagu itu dikategorikan sebagai Hak Terkait.
Dengan demikian, berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pertandingan sepak bola tidak memiliki
pencipta yang menjadi subjek authorship-nya, sehingga penggunaan
perlindungan hak cipta dalam kasus ini dapat dibenarkan. Fanatisme dan
antusiasme penonton pertandingan sepak bola menjadi faktor yang
membentuk nilai ekonomi tinggi event laga itu untuk
dikomersialisasikan. Untuk menyikapi penonton yang ingin melihat
9 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 2009)
h., 24. 10
Putusan No. 74 K/Pdt.Sus-HKI/2017.
Page 69
60
pertandingan sepak bola secara langsung, mereka disediakan tempat
duduk di sekitar arena dan dikenakan biaya pembayaran tiket. Di luar itu,
penonton difasilitasi dengan menggunakan instrumen penyiaran audio
visual. Ini berarti, menonton secara tidak langsung tetapi melalui siaran
televisi. Pada titik ini muncul masalah karya siaran dan hak untuk
menyiarkan.
Dalam perkembangannya, kegiatan penyiaran seperti itu berlangsung
dengan kontribusi waktu, tenaga dan biaya, maka perlu dilindungi dari
pemanfaatan oleh pihak lain secara tanpa izin. Rasionalita ekonomi ini
menjustifikasi perlunya perlindungan hukum terhadap karya siaran.
Dalam konsep hukum, perlindungan itu dikonstruksikan dalam konsep
hak siar dan/atau hak terkait. Hak terkait, melekat pada lembaga
penyiaran.
Menurut hukum Indonesia, hak siar ini diatur dalam Undang-Undang
No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Hak siar berdasarkan penjelasan
Pasal 43 Undang-Undang Penyiaran: “Hak siar adalah hak yang dimiliki
(oleh) lembaga penyiaran untuk menyiarkan program atau acara tertentu
yang diperoleh secara sah dari pemilik hak cipta atau penciptanya.”11
Pasal 43 menegaskan empat prinsip sebagai berikut: “(1) Setiap acara
yang disiarkan wajib memiliki Hak Siar; (2) Dalam menayangkan acara
siaran, lembaga penyiaran wajib mencantumkan Hak Siar; (3)
Kepemilikan Hak Siar harus disebutkan secara jelas dalam mata acara;
(4) Hak Siar dari setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Penyiaran di atas,
dapat disimpulkan bahwa hak siar adalah hak hukum yang bukan hak
cipta. Hak Siar adalah hak hukum yang berbeda dengan hak cipta. Dalam
hal mata siaran yang disiarkan merupakan konten ciptaan yang
11
Judhariksawan, Hukum Penyiaran, (Jakarta : Rajawali Press, 2009), h., 27.
Page 70
61
dilindungi hak cipta, maka melekat dalam penyiaran itu perlindungan
hukum terhadap konten siaran berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta.
Lebih lanjut, ditegaskan oleh Ahli Budi Agus Riswandi bahwa
tayangan piala dunia adalah masuk di dalam kategori karya sinematografi
yang dilindungi hak cipta. Keterangan yang terakhir ini juga dinyatakan
oleh Saksi Ahli Agung Damarsasongko. Kedua ahli itu seperti berduet
mengkonfirmasikan status karya siaran sebagai karya sinematografi yang
masuk dalam kategori hak cipta. 12
Karya sinematografi tidak dijelaskan dan diatur secara gamblang
dalam Undang-Undang Hak Cipta. Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang
Hak Cipta mengatur bahwa: ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang salah satunya
meliputi karya sinematografi. Pada bagian penjelasan pasal tersebut
dijelaskan:“Yang dimaksud dengan “karya sinematografi” adalah ciptaan
yang berupa gambar bergerak (moving images) antara lain film
dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan
skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita
seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain
yang memungkinkan untuk dipertunjukkan dibioskop, layar lebar,
televisi, atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh
bentuk audiovisual.”13
Aturan tersebut tidak mengatur secara jelas, apakah karya siaran
bagian dari karya sinematografi atau bukan. Tidak mudah mencari
referensi untuk membenarkan pandangan kedua (Saksi) ahli ini. Namun,
kasus yang dikaji berdasarkan putusan Peninjauan Kembali memasukkan
permasalahan ini ke permasalahan hak cipta berdasarkan perjanjian
lisensi antara PT. Inter Sport Marketing dan FIFA. Hal yang bertolak
12
Putusan No. 74 K/Pdt.Sus-HKI/2017. 13
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, Akibat Hukum Perjanjian Lisensi Terhadap
Pihak Ketiga. Edisi 2016-2017, Universitas Udayana.
Page 71
62
belakang dengan jurnal dictum yang mempermasalahkan perihal ini
dengan hak terkait, dan selalu membawa-bawa permasalahan ini keranah
hak penyiaran dengan lembaga penyiaran yang seharusnya mengambil
hak terkait tersebut. Padahal Mahkamah Agung telah mempelajari
kembali putusan kasasi sebelumnya, dalam sidang Peninjauan Kembali
yang menyatakan “Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak yang dimiliki
Penggugat dalam perkara a quo adalah hak eksklusif berdasarkan lisensi
hak cipta yang bersumber dari perjanjian lisensi antara Penggugat dengan
FIFA”.14
Sehingga dalam penelitian ini ditambah dengan peraturan
penyiaran sebagai pembanding.
Pertama, hak siar. Hak Siar tidak diatur dalam Undang-Undang Hak
Cipta, tetapi ada dalam Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002.
Dalam penjelasan Pasal 43 Undang-Undang Penyiaran dinyatakan bahwa
Hak Siar adalah hak yang dimiliki lembaga penyiaran untuk menyiarkan
program atau acara tertentu yang diperoleh secara sah dari pemilik hak
cipta atau penciptanya. Selanjutnya, Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika No. 41 Tahun 2012 menegaskan bahwa
Hak Siar adalah hak yang diberikan oleh penyedia program siaran
melalui kontrak kerja sama kepada lembaga penyiaran berlangganan
yang sudah memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran untuk
dipancarluaskan kepada para pelanggan.
Kedua, hak terkait. Hak Terkait diatur secara tegas dalam Bab III
Undang-Undang Hak Cipta. Hak terkait adalah hak yang berkaitan
dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan,
producer fonogram, atau lembaga Penyiaran.15
Hak Terkait meliputi:
a. hak moral Pelaku Pertunjukan;
b. hak ekonomi Pelaku Pertunjukan;
14
Putusan Nomor 43 PK/Pdt.Sus-HKI/2017.
Page 72
63
c. hak ekonomi Produser Fonogram; dan
d. Hak ekonomi Lembaga Penyiaran.
Keputusan untuk meniadakan karya siaran dan karya pertunjukan dari
lingkup ciptaan sesungguhnya telah mengisyaratkan koreksi instrumental
yang jelas. Hanya saja, keputusan peniadaan kedua karya itu tidak
disertai dengan penjelasan yang cukup terang dan memadai. Padahal,
perubahan ini sangat penting. Yang pasti, masyarakat hanya harus
memahami sendiri ketika Undang-Undang Hak Cipta mulai mengakui
dan mengatur konsepsi Hak Terkait yang meliputi performer, producer of
phonogram dan broadcasting organization. Harus diakui, amandemen ini
sangat esensial sekaligus sebagai momentum pelurusan pemahaman
konseptual tentang status dan kedudukan karya siaran dalam konteks Hak
Kekayaan Intelektual secara utuh dan menyeluruh. Kini patut
dipertanyakan mengapa tatanan hukum yang sudah jelas seperti itu tidak
menjadi acuan lembaga peradilan.16
Hal ini tidak sejalan dengan teori perlindungan hukum seperti
yang dimaksud oleh Phillipus M. Hadjon, bahwa perlindungan hukum
bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan
resprensif. Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah
bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi
dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.17
Serta kurangnya kepastian hukum dari para pembuat Undang-
Undang yang hingga saat ini masih saja belum menyempurnakan
kepastian mengenai pendaftaran ciptaan. Pendaftaran ciptaan bukan
merupakan kewajiban hukum karena bukan untuk memperoleh hak,
16
Dictum, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan Vol. 13, Edisi April 2019 (Jakarta :
Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Pengadilan. 17
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000) h., 54.
Page 73
64
tetapi hanya sekedar untuk kepentingan pembuktian tentang adanya hak
cipta. Ketentuan dalam Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta
2014 mewajibkan perjanjian lisensi wajib didaftarkan pada Direktorat
Jendral Hak Kekayaan Intelektual agar mempunyai akibat hukum
terhadap pihak ketiga. Apabila syarat tersebut tidak dilaksanakan, maka
perjanjian tersebut tidak memilki kekuatan hukum dan berarti tidak
memiliki akibat hukum terhadap pihak ketiga.
Ganti rugi yang ditetapkan di tingkat Putusan Pengadilan Niaga
Semarang adalah tidak seimbang dengan kerugian dan hukum ganti rugi
tersebut tidak memberikan efek jera kepada pelanggarnya. Jika ganti rugi
pelanggaran hak cipta begitu kecil sementara di sisi lain pelanggaran hak
cipta akan memberi keuntungan yang sangat besar, maka dapat
dipastikan pelanggaran hak cipta akan tumbuh subur dan pasti
menyurutkan semangat kreatif untuk para pencipta/pemilik hak cipta.
Akan tetapi pendaftaran itu menjadi sia-sia semata karena belum
ada akibat hukum yang dijatuhkan kepada Pihak ketiga yang telah nyata
melanggar dari ketentuan tersebut. Padahal dari Mahkamah Agung telah
memproses secara benar dan teliti, tetapi peraturan mengenai akibat
hukum bagi para pelanggar belum juga rampung dibuat oleh pemerintah,
yang hanya membuat peraturan-peraturan yang terkait dengan
kepentingan mereka semata.
Page 74
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya,
maka peneliti menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pencatatan ciptaan bukan merupakan kewajiban hukum karena bukan
untuk memperoleh hak, tetapi hanya sekedar untuk kepentingan
pembuktian tentang adanya hak cipta. Ketentuan dalam Pasal 83 ayat
(1) Undang-Undang Hak Cipta 2014 mewajibkan perjanjian lisensi
wajib didaftarkan pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual
agar mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. Pencatatan
tersebut wajib didaftarkan di Dirjen HKI untuk keperluan pencatatan
guna perlindungan hukum serta pengawasan terhadap perjanjian
lisensi yang berpotensi merugikan perekonomian nasional. Sehingga
apabila perjanjian tersebut berpotensi merugikan perekonomian
nasional maka Dirjen HKI berhak menolak pencatatan perjanjian
tersebut. Namun, pencatatan tersebut belum sepenuhnya terlaksana
karena belum adanya peraturan selanjutnya mengenai pelanggaran
bagi pihak ketiga yang melanggar.
2. Menurut peneliti, keputusan Hakim dalam perkara Nomor 43
PK/Pdt.Sus-HKI/2017 tersebut telah sesuai dengan hukum yang
berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta, hak yang dimiliki Penggugat dalam perkara a quo adalah
hak eksklusif. Pertimbangan dari para ahli yang menetapkan bahwa
sepak bola merupakan karya sinematografi yang merupakan karya
dalam hak cipta dan dari perjanjian lisensi antara Penggugat dan
FIFA yang menyatakan bahwa penggugat memiliki hak untuk
menyelesaikan pelanggaran dari pihak lain. Sehingga putusan
peninjauan kembali dari perkara diatas telah sesuai, hanya
Page 75
66
penggantian kerugian kiranya tidak sesuai dengan kerugian yang
dialami oleh pemegang lisensi.
B. Rekomendasi
Berdasarkan permasalahan penelitian ini, maka peneliti mencoba
memberikan rekomendasi. Adapun rekomendasi dari peneliti yaitu :
1. Permasalahan hak cipta dengan hak siar atau hak terkait, para praktisi
hukum dan bahkan para pihak yang diminta memberikan keterangan
ahlipun seperti tidak memahami perkembangan regulasi yang spesifik
ini. Tampaknya inilah yang terjadi, yaitu ketertinggalan edukasi
formal dan non-formal HKI di Indonesia. Bagaimanapun, masalah
hukum ini harus diluruskan dan dibenahi. Ini penting dan mendesak
sekaligus menjadi tantangan yang tidak mudah.
2. Mengenai pencatatan Perjanjian Lisensi, Pemerintah perlu segera
membuat peraturan pemerintah mengenai pencatatan lisensi dalam
kaitannya dengan hak siar sebagaimana tercantum pada Pasal 83
Undang-Undang Hak Cipta, agar adanya kepastian hukum bagi para
pihak dan mencegah terjadinya pelanggaran dalam hak siar dan hak
cipta yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga.
Pada dasarnya, semua undang-undang yang dibuat di Indonesia ingin
memberikan keteraturan, ketertiban, keadilan dan memberikan
perlindungan hukum bagi masyarakat. Sebaiknya, ketentuan lisensi
tidak hanya dibatasi dalam lingkungan nasional saja, tetapi harus
dibuka peluang seluas-luasnya keseluruh penjuru dunia. Agar karya
cipta Indonesia tersebut dapat Go Internasional. Untuk kepastian
hukum lisensi kepada pihak lain sebaiknya dituangkan dalam surat
dan dicatatkan di Direktorat Hak Kekayaan Intelektual.
Page 76
67
DAFTAR PUSTAKA
Damian, Eddy. Hukum Hak Cipta. Bandung : Alumni, 2009
Dictum, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan Vol. 13, Edisi April 2019 Jakarta :
Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Pengadilan
Djojodirdjo, M.A Moegni Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pradnya
Paramitha, 2010
Fuady, Munir Perbutan Melawan Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2005.
Hariyani, Iswi. Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, Yogyakarta: Pustaka
Yustisisa 2010
Hartono, Sunaryati. Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung: Bina
Cipta, 2009
Judhariksawan. Hukum Penyiaran. Jakarta : Rajawali Press, 2009
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Keraf, Sonny. Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kansius,
1998
Lindsey, Tim. Eddy damian, dkk, Hak Kekayaan Intelektual, Bandung : Alumni,
2011
Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana, 2009
Muhammad, Abdul Kadir. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual.
Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007
Purwaningsih, Endang. Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi. Bandung : CV.
Mandar Maju, 2012
Page 77
68
Rasjidi, Lili dan I.B Wyasa Putra. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1993
Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2006
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta :
Rajawali Pers, 2006
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta. Bandung : Alumni,
2013
Widjaja, Gunawan. dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000
Telaumbanua, Dalimana. “Analisis Putusan Judex Facti Tentang Hak Cipta (Studi
Putusan Nomor 05/HKI.Hak Cipta/2016/PN Niaga.Sby)”. Jurnal Education
and Development STKIP Tapanuli Selatan. Vol. 6, Nomor 5 (2017).
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, Akibat Hukum Perjanjian Lisensi
Terhadap Pihak Ketiga. Edisi 2016-2017, Universitas Udayana.
www.kuliahhukum.com/ringkasan-materi-hukum-hak-kekayaan-intelektual
diakses pada hari kamis, 11-12-2019, pukul 20.00 WIB
www. metrohotel.co.id/hotel-group diakses 14-01-2020, pukul 16.10 WIB
www. Nonton-bareng.com diakses tanggal 14-10-2020 pukul 20.50 WIB
www. indoplaces.com/mod/view_hotel, diakses 14-01-2020, pukul 16.30 WIB
Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta