PENGOLAHAN AIR LIMBAH TEMPE DENGAN PROSES BIOFILTER AEROB DAN ANAEROB TUGAS PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI PANGAN Disusun Oleh : Gisella Prima P 10.70.0095 Lidya Mandari 10.70.0110 Wenny Setyawati 10.70.0120 Yemima Rosa P B 10.70.0139 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGOLAHAN AIR LIMBAH TEMPE DENGAN PROSES BIOFILTER AEROB
DAN ANAEROB
TUGAS PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI PANGAN
Disusun Oleh :
Gisella Prima P 10.70.0095
Lidya Mandari 10.70.0110
Wenny Setyawati 10.70.0120
Yemima Rosa P B 10.70.0139
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2012
1. PENDAHULUANLimbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan biasanya terdiri dari air yang
telah digunakan. Sebanyak 0,1% limbah dapat pula berupa benda-benda padat yang terdiri dari
zat organik dan anorganik. Limbah yang dihasilkan suatu usaha dapat digolongkan menurut
sifatnya fisiknya yang meliputi: limbah cair, limbah padat dan limbah gas (Otto, 1986). Zat
organik dalam sampah terdiri dari bahan-bahan nitrogen, karbohidrat, lemak, dan sabun. Mereka
bersifat tidak tetap dan menjadi busuk, mengeluarkan bau-bauan yang tidak sedap. Benda-benda
anorganik pada umumnya tidak merugikan (Mahida, 1992).
Limbah industri pangan umumnya tidak membahayakan kesehatan masyarakat karena tidak
terlibat langsung dalam perpindahan penyakit, tetapi kandungan bahan organiknya yang tinggi
dapat bertidak sebagai sumber makanan bagi pertumbuhan mikroba. Pasokan makanan yang
berlimpah akan menyebabkan mikroorganisme berkembang biak dengan cepat dan mereduksi
oksigen terlarut yang ada di dalam air (Jenie & Rahayu, 1993). Menurut artikel Guideline for
Agricultural Waste Management, penanganan limbah sebelum dilepaskan ke alam harus
diperhatikan sebab dalam limbah dimungkinkan masih banyak senyawa–senyawa racun, selain
itu mengandung pula zat–zat hidup khususnya bakteri, virus dan protozoa dan dengan demikian
merupakan wadah yang baik untuk pembiakan jasad-jasad renik. Setiap industri juga harus
bertanggungjawab untuk mengembangkan program yang dapat mengolah limbah dari industri
tersebut agar tidak menimbulkan bahaya untuk lingkungan sekitarnya.
Limbah pengolahan pangan yang seluruhnya dapat dikomposkan antara lain limbah buah dan
Metanogenium, Metanospirilium, Metanosarkina, dan Metanokokoid), dan Metanokokales
(contoh : Metanokokkus).
Untuk proses penguraian senyawa hidrokarbon menjadi methan di kondisi proses anaaerobik
secara umum ditunjukkan pada gambar 7 berikut.
Gambar 7 : Proses penguraian senyawa hidrokarbon secara anaerobik menjadi methan.
(Said & wahjono,1999).
Dari gambar 7 diatas dapat dijelaskan bahwa senyawa hidrokarbon pada limbah tempe dilakukan
penguraian secara primer dengan bantuan bakteri pengurai. Sehingga dihasilkan gas (seperti Co2
dan H2), alkohol(etilalkohol,propilalkohol,butilalkohol,dll), asam lemak (asam
formiat,asetat,propionat,butirat,dll) dan asam-asam lain(asam laktat,asam succinat,dll).
Kemudian hasil dari penguraian primer ini dilakukan proses penguraian sekunder dengan
bantuan bakteri metha,bakteri reduksi dan sulfat sehingga akan menghasilkan methan (CH4)
karbondioksida.
Untuk proses penguraian senyawa lemak secara biologis menjadi methan di kondisi proses
anaaerobik secara umum ditunjukkan pada gambar 8 berikut.
Gambar 8 : Proses penguraian senyawa lemak secara anaerobik menjadi methan.
(Said & wahjono,1999).
pada gambar 8 dapat dijelaksan penguraian senyawa lemak pada limbah tempe dimana terlebih
dulu terjadi penguraian primer oleh bakteri pengurai lemak sehingga menghasilkan asam lemak
dan gliserin. Gliserin akan diuraikan lagi oleh bakteri pengurainya sehingga gliserin dan asam
lemak yang telah diurai ini akan menghasilkan gas (seperti CO2 dan H2),
alkohol(etilalkohol,propilalkohol,butilalkohol,dll), asam lemak (asam
formiat,asetat,propionat,butirat,dll). Kemudian asam lemak yang diperoleh dari penguraian
primer dan asam lemak yang diperoleh dari penguraian gliserin serta alkohol ini akan mengalami
proses penguraian sekunder oleh bakteri metha,bakteri reduksi dan sulfat dan akan menghasilkan
methan(CH4) dan karbondioksida.
Untuk proses penguraian senyawa protein secara biologis menjadi methan di kondisi proses
anaaerobik secara umum ditunjukkan pada gambar 9 berikut.
Gambar 9 : Proses penguraian senyawa protein secara anaerobik.
(Said & wahjono,1999).
Pada gambar 9 dapat dijelaskan dimana protein yang tedapat pada limbah tempe dalam
prosesnya akan terjadi penguraian primer oleh bakteri penghidrolisa protein sehingga akan
menghasilkan peptide dan tripeptide yang menghasilkan NH3,CO2,H2S_Fe serta asam lemak.
Asam lemak ini akan melakukan proses penguraian sekunder oleh bakteri methan sehingga
dihasilkan methan(CH4),karbondioksida(CO2) dan amoniak(NH3).
Dari penjelasan diatas maka dapat kita ketahui keunggulan dan kekurangan proses anaerobik
dibandingkan proses aerobik yaitu :
Keunggulan :
Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima elektron.
Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses
penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.
Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari
pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah. Sebagian
besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam hasil akhir, yaitu
CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah menjadi biomassa,
sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon organik yang dirubah menjadi
biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton COD tinggal 20 - 150 kg biomassa,
sedangkan proses aerobik masih tersisa 400 - 600 kg biomassa.
Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung
sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses
penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi panas (3-
5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam Penguraian lumpur limbah.
Energi untuk penguraian limbah kecil.
Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik
yang tinggi.
Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar.
Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated
aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa alami
recalcitrant seperti liGnin.
Beberapa kelemahan Penguraian anaerobik:
Lebih Lambat dari proses aerobik
Sensitif oleh senyawa toksik
Start up membutuhkan waktu lama
Konsentrasi substrat primer tinggi
(Said &Wahjono,1999).
6.2. Proses Pengolahan Lanjut
Pada gambar 2 diatas dapat dilihat untuk bagian pengolahan lanjutan dimana dapat dijelaskan
bahwa proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Pengolahan
air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak
pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu
dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah yang berasal dari proses penguraian anaerob
(pengolahan tahap perama) dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel
lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak
pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion
(pengurai lumpur) dan penampung lumpur, (Said & wahjono,1999).
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan
arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan
media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat
lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat
organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-
organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat
terurai pada bak pengendap, (Said & wahjono,1999).
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak
kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik (polyethylene), batu apung atau
bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada
akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada
permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang
tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut
dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses
nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di
namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration). Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap
akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan
dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air
limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah
dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan,
yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran
umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat
organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya.
Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi COD dalam air olahan yang
dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 60 ppm, (Said & wahjono,1999).
Proses pengolahan lanjut dengan sistem Biofilter Anaerob-Aerob ini mempunyai beberapa
keuntungan yakni :
Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter
mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga
biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak
pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis.
Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang
menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi
penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau
mengurangi konsentrasi BOD dan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan
tersuspensi atau suspended solids (SS) , deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini.
Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah
melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena
dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan
mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa
aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat
sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi.
Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.
Dengan kombinasi proses "Anaerob-Aerob", efisiensi penghilangan senyawa phospor
menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja.
Phenomena proses penghilangan phosphor oleh mikroorganisne pada proses pengolahan
anaerob-aerab dapat diterangkan seperti pada gambar 5. Selama berada pada kondisi anaerob,
senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat
hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD
(senyawa organik) yang ada di dalam air limbah. Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik
apabila perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10. Selama berada pada kondisi
aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh bakteria/ mikroorganisme dan akan sintesa
menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senywa
organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan
BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah
dengan beban organik yang cukup besar,
(Said & wahjono,1999).
6.3. Keunggulan Proses Biofilter Anaerob-Aerob
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain
yakni : pengelolaannya sangat mudah, biaya operasinya rendah, dibandingkan dengan proses
lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit, dapat menghilangkan nitrogen dan phospor
yang dapat menyebabkan euthropikasi, suplai udara untuk aerasi relatif kecil, dapat digunakan
untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar, dan dapat menghilangan padatan
tersuspensi (SS) dengan baik, (Said & wahjono,1999).
7. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1989. Tahu Tempe, Pembuatan, Pengawetan dan Pemanfaatan Limbah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB. Bogor.
Connell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi lingkungan. UI Press. Jakarta.
Guideline for Agricultural Waste Management
Jenie, B. S. L. & W. P. Rahayu. (1993). Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta
Karyadi, D. 1985. Prospek Pengembangan Tempe Dalam Upaya Peningkatan Status Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Mahida , U N. 1992. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV Rajawali. Jakarta.
Otto. (1986). Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV.Rajawali. Jakarta.
Parker, Rick. (2003). Introduction to Food Science. Delmar, a Division of Thomson Learning, Inc. United States of America.
Prawiro, R. 1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Satya Wacana. Semarang .
Rosalina R .2008. Pengaruh Konsentrasi Dan Frekuensi Penyiraman Air Limbah Tempe Sebagai Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill.). Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
Said, N I & Wahjono H.D.1999. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu Tempe Dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air. IPB. Bogor.
Wiryani E.____.Analisa Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe. Universitas Dipenogoro. Semarang.
Wignyanto, Hidayat N, & Ariningrum A. 2009. Bioremediasi Limbah Cair Sentra Industri Tempe Sanan Serta Perencenaan unit Pengolahan (Kajian Pengaturan Kecepatan Aerasi Dan Waktu Inkubasi). Universitas Brawijaya. Malang.