KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah Perancangan Pengelolaan Limbah Padat Terpadu ini. Selesainya makalah ini tidak lepas dari bimbingan kedua dosen mata kuliah Perancangan Pengelolaan Limbah Padat Terpadu. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Ir. Djoko M Hartono S.E., M.Eng. dan Ir. Irma Gusniani D. M.Sc selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan selama ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada asisten penulis, Yuliana Sukarmawati yang telah meluangkan waktu untuk turut serta membimbing dan memberi masukkan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Namun demikian diharapkan makalah ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis melainkan juga dapat bermanfaat sebagai media yang dapat memperkaya pengetahuan pembaca. Depok, Mei 2012 Penulis ii
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah Perancangan Pengelolaan Limbah
Padat Terpadu ini.
Selesainya makalah ini tidak lepas dari bimbingan kedua dosen mata kuliah
Perancangan Pengelolaan Limbah Padat Terpadu. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Ir. Djoko M Hartono S.E., M.Eng. dan
Ir. Irma Gusniani D. M.Sc selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingan yang
telah diberikan selama ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada asisten penulis, Yuliana Sukarmawati yang telah
meluangkan waktu untuk turut serta membimbing dan memberi masukkan kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah
ini. Namun demikian diharapkan makalah ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis
melainkan juga dapat bermanfaat sebagai media yang dapat memperkaya
pengetahuan pembaca.
Depok, Mei 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan 1
1.3 Batasan Penulisan 2
1.4 Rumusan Masalah 2
1.5 Metode Penulisan 2
1.6 Sistematika Penulisan 3
BAB 2 GAMBARAN OBJEK STUDI
2.1 Geografis, Klimatologi, Hidrologi dan Hidrogeologi, Topografi 4
2.2 Tata Guna Lahan 7
2.3 Keadaan/Status Sosial-Ekonomi 8
BAB 3 SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI
3.1 Aspek Institusi 11
3.2 Aspek Teknis Operasional 13
3.3 Aspek Pembiayaan 24
3.4 Aspek Peraturan 24
3.5 Aspek Peran masyarakat dan Swasta 26
BAB 4 KONSEP PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT TERPADU
4.1 daerah dan Periode Pelayanan 28
4.2 Proyeksi Penduduk 29
4.3 Timbulan dan Komposisi Limbah Padat 37
4.4 Sistim Pengelolaan yang Akan Diterapkan 44
iii
4.5 Alokasi Sumber Daya 57
BAB 5 TEORI TENTANG SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT
TERPADU
5.1 Sumber, Jenis, Dan Komposisi Sampah 61
5.2 Karakteristik Limbah Padat 64
5.3 Enam Elemen Fungsional Dalam Pengelolaan Sampah 68
BAB 6 SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT TERPADU KOTA
GRESIK
6.1 Aspek Institusi 120
6.2 Aspek Teknis Operasional 121
6.3 Aspek Pembiayaan 145
6.4 Aspek Peraturan 146
6.5 Aspek Peran Serta Masyarakat 147
BAB 7 KESIMPULAN 149
DAFTAR PUSTAKA 150
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan jumlah serta aktivitas penduduk dan diikuti dengan
perubahan pola konsumsi masyarakat tentunya akan membuat limbah padat
yang dihasilkan semakin banyak, baik dari sisi volume, jenis, dan
karakteristik yang semakin beragam. Limbah padat tersebut apabila tidak
ditangani dengan baik akan merusak ekosistem karena mengandung zat-zat
berbahaya terhadap lingkungan maupun kesehatan manusia itu sendiri.
Permasalahan sampah juga dialami Kabupaten Gresik. Pengelolaan
sampah di daerah ini belum sepenuhnya sesuai dengan metode dan teknik
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu,
Kabupaten ini memerlukan pengelolaan sampah terpadu mulai dari sumber
timbulannya hingga ke pembuangan akhirnya.
Dalam pengelolaan sampah terpadu tersebut ada beberapa aspek yang
harus diperhatikan, yaitu lembaga danperaturan, pembiayaan, teknik dan
operasional, serta peran serta masyarakat yang tinggi dalam mengelola
sampah. Aspek-aspek tersebut apabila dipergunakan secara maksimal dan
bersinergis oleh Kabupaten Gresik akan menciptakan lingkungan yang bersih
dan sehat.
1.2 Maksud danTujuan Penulisan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk merencanakan sistem
pengelolaan limbah padat terpadu di Kabupaten Gresik mulai dari sumber
timbulan limbah padat hingga ke pemrosesan akhirnya dalam periode
pelayanan 2014-2039. Sedangkan tujuan dari penulisan ini adalah untuk
merencanakan dan menyusun sistem pengelolaan limbah padat terpadu yang
sesuai dengan kriteria perencanaan dan tujuan pengelolaan yaitu untuk
1
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat Kabupaten
Gresik.
1.3 Batasan Penulisan
Lokasi wilayah studi yang akan di bahas dalam makalah ini hanya
terbatas kedalam 3 kecamatan di Kabupaten Gresik, yaitu: Kecamatan
Kebomas, Kecamatan Gresik, dan Kecamatan Manyar.
1.4 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah sistem
pengelolaan limbah padat terpadu yang mencakup 5 aspek, yaitu lembaga dan
peraturan, pembiayaan, teknik dan operasional, serta peran serta masyarakat,
namun akan lebih mendetail dalam aspek teknis serta operasional untuk
pelayanan daerah Kabupaten Gresik
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah dengan studi pustaka dan studi
literatur. Penulis mencari data terkait Kabupaten Gresik melalui situs resmi
Kabupaten Gresik maupun dari dokumen Gresik Dalam Angka serta dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik. Untuk referensi teknis,
penulis mendapatkannya melalui buku-buku ilmiah dan referensi teknis.
2
1.6 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan
1.3 Batasan Penulisan
1.4 Rumusan Masalah
1.5 Metode Penulisan
1.6 Sistematika Penulisan
BAB 2 GAMBARAN OBJEK STUDI
2.1 Geografis, Klimatologi, Hidrology dan hidrogeologi, Topografi,
2.2 Tata Guna Lahan
2.3 Keadaan/Status Sosial – Ekonomi
BAB 3 SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI
BAB 4 KONSEP PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN
LIMBAH PADAT TERPADU
4.1 Daerah dan Perioda Pelayanan
4.2 Proyeksi Penduduk
4 3 Timbulan dan Komposisi Limbah Padat
4.4 Sistim Pengelolaan yang Akan Diterapkan
4.5 Alokasi Sumber Daya
BAB 5 TEORI TENTANG SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH
PADAT TERPADU
BAB 6 SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT TERPADU KOTA
GRESIK
BAB 7 KESIMPULAN
3
BAB 2
GAMBARAN OBJEK STUDI
2.1. KEADAANALAM
2.1.1. Keadaan Geografis
Kabupaten Gresik terletak di sebelah Barat Laut dari Ibukota Propinsi
Jawa Timur (Surabaya) memiliki luas 1.191,25 kilometer persegi dengan
panjang pantai ± 140 kilometer persegi. Secara geografis, wilayah Kabupaten
Gresik terletak antara 112o – 113o Bujur Timur dan 7o – 8o Lintang Selatan.
Wilayah nya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2 – 12 meter di
atas permukaan air laut kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai
ketinggian 25 meter di atas permukaan air laut.Secaraa dministrasi
pemerintahan, wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari 18 kecamatan, 330 Desa
dan 26 Kelurahan.
Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan
daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang Kecamatan Kebomas, sebagian
Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Bungah dan Kecamatan
Ujung pangkah. Sedangkan Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak
berada di Pulau Bawean.Kabupaten Gresik juga berdekatan dengan
kabupaten/kota yang tergabung dalam Gerbang kertasusila, yaitu Gresik,
Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Adapun batas-
batas wilayah Kabupaten Gresik sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Selat Madura
Sebelah Selatan : Kab. Sidoarjo, Kab.Mojokerto, Kota Surabaya
Sebelah Barat : Kab. Lamongan
4
Gambar 2.1.1.1. Peta Wilayah Kabupaten Gresik(Sumber: Dinas Pekerjaan Umum, 2012)
Pada pengerjaan tugas besar ini, tidak semua kecamatan di Kabupaten
Gresik yang akan dilayani pengolahan limbahnya, akan tetapi hanya 3
kecamatan di daerah pesisir pantai saja yaitu Kecamatan Manyar, Kecamatan
Gresik, dan Kecamatan Kebomas. Alasan pemilihan 3 kecamatan ini sebagai
daerah pelayanan didasarkan kepada wilayah Kabupaten Gresik yang
cakupannya sangat luas sehingga tidak memungkinkan untuk melayani
Kabupaten Gresik secara keseluruhan. Alasan kedua adalah karena jika dilihat
dari pesebaran penduduknya, ketiga kecamatan yang dipilih ini memiliki
pesebaran penduduk yang paling merata. Luas Kecamatan Gresik adalah 5.54
km2 dengan persentase daerah pelayanan sebesar 100%, Kecamatan Kebomas
sebesar 30.06 km2 dengan persentase daerah pelayanan 65%, dan Kecamatan
5
Manyar sebesar 95.42 km2 dengan persentase daerah pelayanan 24.2%.
Sehingga luas total daerah pelayanan adalah 48.17064 km2.
Gambar 2.1.1.2. Peta Daerah Pelayanan (Kec. Gresik, Kebomas, Manyar)(Sumber: www.maps.google.co.id)
2.1.2. Topografi
Wilayah Kabupaten Gresik sebagian besar terdiri dari dataran rendah
tandus/gersang. Keadaan tanahnya merupakan tanah bergerak. Dimusim
kemarau, tanah ini sangat keras dan terbelah-belah yang mengakibatkan
tanaman menjadi cepat mati. Pada musim peng hujan belahan tanah cepat
merapat sehingga air hujan sulit untuk menembus kebawah sehingga
menyebabkan air mudah menggenang. Sebagian besar tanah di wilayah
Kabupaten Gresik terdiri dari jenis Aluvial, Grumusol, Mediteran Merah dan
Litosol. Dilihat dari keadaan tanahnya, Kabupaten Gresik merupakan dataran
rendah dengan ketinggian rata-rata 0 sampai 12 meter di atas permukaan air
laut. Sedangkan wilayah yang memiliki permukaan di atas 12 meter sampai
dengan 25 meter sangat sedikit. Berdasarkan karakteristik tinggi tempat dari
permukaan air laut dapat digambarkan sebagai berikut:
6
1. 0 m – 25 m, dominan berada dibagian Tengah dan sebagian di Utara dan
Selatan.
2. 25 m – 50 m, sporadis
3. 50 m – 100 m, sebagian besar di wilayah Kecamatan Kebomas dan
sedikit di sudut Barat Laut dan Barat Daya.
4. 100 m – 500 m, sedikit di sudut Barat Laut
5. 100 m – 1000 m, hanya dibagian Tengah Pulau Bawean
Jika dilihat dari kemiringan tanahnya, maka komposisinya dapat dilihat
sebagai berikut :
1. 0– 2 % : 917.66 Km persegi (91,87 %)
2. 3 – 15 % : 75.54 Km persegi (7,56 %)
3. 16 – 40 % : 3.54 Km persegi (0,35 %)
4. > 40 % : 2.17 Km persegi (0,22 %).
(Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Gresik, 2003 : 3)
2.1.3. Klimatologi
Wilayah Kabupaten Gresik termasuk tropis. Pada musim kemarau
angin berhembus dari arah Timur Laut ke Barat Daya dan pada musim
penghujan dari arah Barat Daya ke Timur Laut. Suhu terpanas dari terik
matahari dialami pada Bulan September sedang kan musim penghujan
berlangsung dari Bulan Desember sampai dengan Bulan Mei. Curah hujan
rata-rata 290 mm/tahun, sedangkan minimum 17 mm/tahun.
2.2. TATA GUNA LAHAN
Berdasarkan Tabel 2.1.4.1 tidak terdapat hutan sebagai syarat daya
dukung lingkungan,akan tetapi hal ini dapat dioptimalkan melalui kemitraan
dengan masyarakat pada penggunaan lahan perkebunan. Selain itu
berdasarkan hasil interpretasi bentuk lahan (Tabel 4-1) pada satelit
penginderaan jauh untuk dilakukan reboisasi terutama pada bentuk lahan.
Perbukitan denudasional terkikis lemah, karst bergelombang tidak
7
berkembang, perbukitan dike, perbukitan karst tidak berkembang, dan
perbukitan lipatan dengan luas 17.145 Ha atau 16,40% dari total luas wilayah.
Dalam jangka panjang area tersebut sebaiknya dijadikan sebagai area lindung
atau area cagar alam untuk mengurangi dan meminimalisir bentuk bencana
Sampah yang berasal dari daerah perdagangan seperti: toko, pasar
tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus,
kertas, dan bahan organik termasuk sampah makanan dan restoran. Sampah
yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta
biasanya terdiri dari kertas, alat tulis-menulis (bolpoint, pensil, spidol, dll),
toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari
laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan lain-lain.
14
Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah
dan harus memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun.
3.2.3. Komposisi dan karakteristik sampah
Komposisi sampah di Kabupaten Gresik diasumsikan tidak terlalu
berbeda jauh dengan komposisi sampah di Kota Surabaya. Berikut ini
merupakan hasil analisa komposisi sampah yang dilakukan dalam kerjasama
Pemrintah Jepang (Kitakyushu) dengan Pemerintah Kota Surabaya dengan
metode sampling point di Kota Surabaya pada tahun 2002.
Tabel 3.2.1. Analisa Komposisi Sampah
Komposisi di atas berubah dari pengukuran yang dilakukan oleh JICA
pada studi tahun 1992. Hasil studi Kitakyushu menunjukkan komposisi kertas
dan plastik meningkat menjadi 30% dari studi tahun 1992 sebesar 20%,
15
sedangkan sampah dapur/ bahan organik menurun menjadi 55.6% dari studi
1992 sebesar 71.85%. Perubahan ini terjadi karena majunya usaha kemasan
dan berubahnya pola/gaya hidup masyarakat.
Dinas kebersihan Kota Surabaya secara lengkap juga masih
menggunakan data pengukuran JICA (1992) untuk komposisi sampah yang
dapat dilihat pada tabel 3.2.1., sedangkan jumlah sampah berdasarkan
sumbernya dapat dilihat pada tabel 3.2.2. sumber sampah saai ini belum
berubah banyak, dimana sampah domestic memang didominasi oleh sampah
timbulan dari aktivitas rumah tangga dan pasar.
Tabel 3.2.2 Komposisi Sampah
Dari komposisi sampah hasil pengukuran Kitakyushu dapat dilihat
bahwa potensi daur ulang sampah dari kertas dan plastic saja mencapai
16
kurang lebih 30%. Jika ini dapat dipilah dari mulai sumber sampah dengan
factor pemilahan 80%, maka sampah yang dikumpulkan ke TPS berpotensi
untuk direduksi sebesar 24%, yang berarti mengurangi jumlah timbulan
sampah sebanyak 2.088 m3/hari, sehingga jumlah timbul sampah yang
diangkut ke TPA Benowo menjadi 6.612 m3/hari.
Tabel 3.2.3. Presentase Jumlah Sampah Berdasarkan Sumber Sampah di KotaSurabaya
Jumlah timbulan sampah yang diangkut ke TPA berjumlah 6.064
m3/hari tidak melebihi kapasitas pengangkutan dari armada pengangkutan
yang sudah ada, sehingga tidak memerlukan penambahan armada
pengangkutan sampah.
3.2.4. Pola Operasi Penanganan Sampah dari Sumber Sampai TPA
Secara umum penanganan kebersihan di Kota Gresik terbagi dalam 4
kegiatan, yakni pembersihan/penyapuan jalan-jalan umum, pengangkutan
17
sampah dari TPS ke TPA, pengolahan sampah di TPA dan retribusi
kebersihan
Pada saat ini pengolaan sampah masih terkonsentrasi di wilayah kota
Gresik, sehingga proses pengelolaan sampah di pedesaaan di luar wilayah
Kota Gresik harus didorong untuk dapat dilaksanakan secara mandiri oleh
masyarakat dan diusahakan dapat memberi manfaat. Dengan karakteristik
sampah yang didominasi oleh sampah organik, maka pengomposan
merupakan sarana alternatif yang dapat dikembangkan. Pengomposan dapat
dilaksanakan di TPS-TPS, terutama di daerah-daerah yang dapat
memanfaatkan hasil pengomposan tersebut, misalanya untuk pertanian.
Komitmen pemerintah dareah untuk melaksanakan pengelolaan
sampah seoptimal mungkin diwujudkan melalui pembangunan TPA Ngipik
dengan menggunakan sistem controlled landfill. Dan sebagai upaya untuk
meminimalkan dampak TPA tersebut, dilaksanakan upaya pemantauan
kualitas lindi dan kualitas udara ambient secara berkala sesuai dengan
ketentuan pada dokumen pengelolaan lingkungan.
Berkaitan dengan telah selesainya pengoperasian TPA Roomo yang
dahulu beroperasi dengan sistem open dumping, pemerintah daerah tetap
berkewajiban untuk memantau lingkungan lokasi TPA dan sekitarnya, serta
melakukan upaya reklamasi sehingga secara estetika dan aspek pengelolaan
lingkungan TPA Roomo tidak memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan.
Pengelolaan sampah dengan membangun TPA perlu dilaksanakan
secara terpadu dan bekerja sama dengan daerah potensial sekitar seperti
Surabaya dan Sidoarjo. Dari hasil rekapitulasi data dapat dibuat matriks
kondisi pengelolaan sampah daerah Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo sebagai
berikut :
18
Tabel 3.2.4. Matriks Kondisi Pengelolaan Sampah
Berdasarkan data laporan periodik, penanganan persampahan tahun
2008, jumlah sampah terangkut ke TPA sebanyak 655 m3/hari atau 86,75%
dari total timbulan sampah pada daerah layanan sebesar 755,03 m3/hari. Jika
berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Persampahan, maka tingkat
pelayanan pengangkutan sampah (eksisting) oleh Bidang Kebersihan
Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik sudah cukup baik.
Namun demikian, sampah yang tidak terangkut ( + 100 m3/hari) menjadi
tertumpuk di TPS/kontainer sehingga menyebabkan gangguan estetika dan
menimbulkan bau terhadap lingkungan di sekitarnya. Selain itu, jika melihat
perkembangan dalam hal kependudukan dan aktifitasnya, maka permasalahan
tingkat pelayanan akan dihadapi oleh pengelola pada waktu-waktu
mendatang.
Apabila diukur terhadap seluruh daerah di Kabupaten Gresik, maka
tingkat pelayanan saat ini hanya + 10 %. Tuntutan akan perluasan coverage
area kian waktu semakin besar, sebagai contoh pada tahun 2007 area daerah
layanan meliputi 4 kecamatan, tetapi pada tahun 2008 sudah melingkupi 6
kecamatan.
3.2.5. Sarana/prasarana Persampahan yang Ada di Kabupaten Gresik
Berdasarkan kondisi eksisting, Kabupaten Gresik memiliki + 50 TPS
yang tersebar diseluruh kabupaten, serta 2 TPA yaitu TPA Ngipik yang
19
sampahnya berasal dari + 37 Depo serta TPA Roomo. Tempat pembuangan
akhir sampah (TPA) Ngipik merupakan salah satu aset daerah Kabupaten
Gresik di bidang lingkungan hidup yang mulai beroperasi sejak Maret 2003.
Luas lahan TPA Ngipik adalah 6 hektar dengan umur rencana masa pakai 10
tahun. Berikut ini merupakan tabel yang berisi data TPA dan TPS yang ada di
kabupaten Gresik pada tahun 2009.
Tabel 3.2.5. TPA dan TPS di Kabupaten Gresik
NO NAMA TPS/ LOKASI
JUMLAH JUMLAH CONTAINER LUAS
TPA TPSKAPASITAS 6 M3
KAPASITAS 1,5 M3
(Ha)
I. KECAMATAN GRESIK1 TPA Kelurahan Ngipik 1
KECAMATAN GRESIK1 TPS Desa Kramatinggil 1 22 TPS Desa Sidorukun 1 13 TPS Desa Sidorukun 1 14 TPS Desa Pulopancikan 1 25 TPS Kelurahan Sidokumpul 1 26 TPS Kelurahan Bedilan 1 27 TPS Kelurahan Bedilan 1 18 TPS Kelurahan Kebungson 1 19 TPS pasar Kota Gresik 1 1
10 TPS Kelurahan Lumpur 2 211 TPS Kelurahan Tiogopatut 1 112 TPS Kelurahan Terate 1 113 TPS Kelurahan Tiogopatut 1 214 TPS Rusunawa 1 115 TPS Jl. Gubernur Suryo 1 1 (dump truck)16 TPS Jl. Usman Sadar17 TPS Jl. Gubernur Suryo 1 118 TPS Pasar Baru Gresik 1 1
20
19 TPS Jl. Arief Rahman Hakim 1JUMLAH 20 24
II. KECAMATAN KEBOMAS1 TPS Desa Segoromadu 1 12 TPS Desa Singosari 1 13 TPS Desa Singosari (Jegong) 1 14 TPS Desa Indro 1 15 TPS desa Karang Kiring 1 16 TPS desa Kawisanyar 1 17 TPS desa Kebomas 1 18 TPS Desa Randu Agung RW II 1 19 TPS desa Randu Agung RW IV 1 1
10TPS Komplek Perum Kemabangan
2 2
11 TPS JL. DR. Wahidin SH 1 112 TPS Desa Randu Agung RW VI 1 113 TPS RSU Bunder 1 1
f(x) = 4610.19639861405 x − 9183925.74970509R² = 0.990489063789665
Proyeksi Penduduk Kec.Kebomas 2014-2039 Metode Geometri
Tahun
Pt
Grafik 4.2.4. Proyeksi Penduduk Kec. Kebomas dengan Metode Geometri
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450
50000
100000
150000
200000
f(x) = 1993.72005208163 x − 3919549.96118354R² = 0.996939974083589
Proyeksi Penduduk Kec.Gresik 2014-2039 Metode Geometri
Tahun
Pt
Grafik 4.2.5. Proyeksi Penduduk Kec. Gresik dengan Metode Geometri
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450
100000200000300000400000
f(x) = 7909.86529853524 x − 15824793.8980862R² = 0.983087963883196
Proyeksi Penduduk Kec.Manyar 2014-2039 Metode Geometri
Tahun
Pt
Grafik 4.2.6. Proyeksi Penduduk Kec. Manyar dengan Metode Geometri
34
Tabel 4.2.5. Data Penduduk Gresik (Sumber: Data Gresik Dalam Angka)
Kecamatan Kebomas Kecamatan Gresik Kecamatan ManyarTahun Jumlah Penduduk Tahun Jumlah Penduduk Tahun Jumlah Penduduk2007 87404 2007 86970 2007 926812008 91411 2008 93255 2008 843782009 93042 2009 89970 2009 1006982010 95428 2010 91146 2010 102364
Tabel 4.2.6. Proyeksi Penduduk Gresik dengan Metode Eksponensial
Tahun
Kecamatan Kebomas Kecamatan Gresik Kecamatan Manyar
KECAMATAN GRESIK1 TPS Desa Kramatinggil 1 22 TPS Desa Sidorukun 1 13 TPS Desa Sidorukun 1 14 TPS Desa Pulopancikan 1 25 TPS Kelurahan Sidokumpul 1 26 TPS Kelurahan Bedilan 1 27 TPS Kelurahan Bedilan 1 18 TPS Kelurahan Kebungson 1 19 TPS pasar Kota Gresik 1 1
10 TPS Kelurahan Lumpur 2 211 TPS Kelurahan Tiogopatut 1 112 TPS Kelurahan Terate 1 113 TPS Kelurahan Tiogopatut 1 214 TPS Rusunawa 1 115 TPS Jl. Gubernur Suryo 1 1 (dump truck)16 TPS Jl. Usman Sadar17 TPS Jl. Gubernur Suryo 1 118 TPS Pasar Baru Gresik 1 119 TPS Jl. Arief Rahman Hakim 1
JUMLAH 20 24II. KECAMATAN KEBOMAS
1 TPS Desa Segoromadu 1 12 TPS Desa Singosari 1 13 TPS Desa Singosari (Jegong) 1 14 TPS Desa Indro 1 15 TPS desa Karang Kiring 1 16 TPS desa Kawisanyar 1 17 TPS desa Kebomas 1 18 TPS Desa Randu Agung RW II 1 19 TPS desa Randu Agung RW IV 1 1
10TPS Komplek Perum Kemabangan
2 2
11 TPS JL. DR. Wahidin SH 1 112 TPS Desa Randu Agung RW VI 1 113 TPS RSU Bunder 1 1
Pewadahan adalah aktivitas menampung sampah sementara dalam suatu
wadah individu ataupun komunal di sumber sampah.
1. Pola pewadahan individual untuk daerah pemukiman dan daerah komersial.
Bentuk yang dipakai tergantung selera dan kemampuan pengadaan dari
pemiliknya, dengan kriteria:
o Bentuk: kotak, silinder, kantung, kontainer.
o Sifat: dapat diangkat, tertutup.
o Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air,
panas matahari, tahandiperlakukan kasar, mudah dibersihkan.
o Ukuran: 10-50 liter untuk pemukiman, toko kecil, 100-500 liter untuk
kantor, toko besar, hotel,rumah makan.
o Pengadaan: pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola.
2. Pola pewadahan komunal : diperuntukkan bagi daerah pemukiman, taman
kota,jalan, pasar. Bentuk ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat
penggunaannya adalahumum, dengan kriteria:
o Bentuk: kotak, silinder, kontainer.
o Sifat: tidak bersatu dengan tanah, dapat diangkat, tertutup.
o Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air,
panas matahari, tahandiperlakukan kasar, mudah dibersihkan.
77
o Ukuran: 100-500 liter untuk pinggir jalan, taman kota, 1-10 m3 untuk
pemukiman dan pasar.
o Pengadaan: pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil
produksi), instansipengelola.
Beberapa faktor yang harus diperhitungkan dalam penyimpanan onsite
sampah adalah, yaitu tipe kontainer yang akan digunakan, lokasi kontainer, dan
kesehatan masyarakat serta estetika.
1. Tipe kontainer yang digunakan
Tipe dan kapasitas kontainer yang digunakan tergantung pada karakteristik
dan tipe sampah yang dikumpulkan, jenis dari sistem pengumpulan yang
digunakan, dan frekuensi pengumpulan.
Tabel 5.3.2.2 Jenis Kontainer serta Kapasitas dan Dimensinya
JenisKapasitas (L)
Dimensi (cm)Range tipikal
Ukuran kecilKontainer plastik atau logam
76-152 114 50.8D x 66T
Barrel, plastic, aluminium, fiber
76-246 114 50.8D x 66T
Kantung kertas
Standar 76-208 11438L x 31d x
109T
Tahan bocor 76-208 11438L x 31d x
109T
Anti bocor 76-208 11438L x 31d x
109TKantung plastik 76L x 102T
Ukuran medium
Kontainer 760-7600 3040183L x 107d x
165TUkuran besar
Kontainer
Terbuka, roll off9120-38000
-240L x 180T x
600PDengan kompaktor stasioner
15200-30400
-240L x 180T x
540T
78
Dengan kompaktor terpasang
15200-30400
-240L x 240T x
660PKontainer trailer
Terbuka15200-38000
-240L x 360T x
600TTertutup, dengan kompaktor terpasang
15200-30400
-240L x 360T x
720P
Ket: L = lebar, D = diameter, d = kedalaman, T = tinggi, P = panjang
(Sumber: Tchobanoglous, Theissen & Vigil, 1993)
Wadah yang digunakan untuk menampung sampah hendaknya
dikelompokkan untuk mendukung kegiatan daur ulang dan pengomposan.
Misalnya dengan pengelompokan sbb:
o Wadah berwarna gelap misalnya hijau untuk menampung sampah organik
seperti sayuran, kulit buah, daun sisa, sisa makanan, dll
o Wadah berwarna terang misalnya kuning untuk menampung sampah
anorganik seperti plastik, gelas, logam, dll.
o Wadah berlabel khusus dengan warna merah untuk menampung sampah
bahan berbahaya
2. Lokasi kontainer
Berdasarkan SNI 19-2454-2002, tetang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan, lokasi penempatan kontainer adalah sbb:
a. Wadah individual ditempatkan di halaman muka atau di halaman belakang
untuk sumber sampah dari hotel restoran
b. Wadah komunal ditempatkan sedekat mungkin dengan sumber samaph,
tidak mengganggu sarana umum, di luar jalur lalu lintas, di ujung gang
kecil, di sekitar taman dan pusat keramaian (untuk wadah sampah pejalan
kaki), dan mempertimbangkan jarak antar wadah sampah
3. Kesehatan masyarakat dan estetika
Masalah kesehatan berkaitan dengan hama, serangga, dan tikus sebagai
sumber penyakit pada tahap penyimpanan limbah padat. Oleh karena itu,
79
sanitasi yang baik dengan menggunakan kontainer dengan penutup ketat,
pencucian kontainer dan daerah penyimpanan secara periodik, dan membuang
material biodegradable (biasanya dengan kurang dari 8 hari), terutama di
daerah dengan iklim hangat.
Masalah estetika berkaitan dengan timbulnya bau dan dapat
ditanggulangi dengan penggunaan kontainer berpenutup ketat, frekuensi
pengumpulan yang cepat, dan pencucian kontainer secara periodic. Ada
beberapa hal yang terjadi selama masa penyimpanan, yaitu
a. Dekomposisi oleh mikroba.
Sampah makanan mudah diuraikan oleh mikroba hanya dalam beberapa
hari saja. Pembusukan makanan apabila dibiarkan terlalu lama akan
menjadi media berkembangnya penyakit dan bau
b. Penyerapan air
Sampah yang kadar airnya bervariasi dan ditambah dengan hujan, apabila
tidak segera diangkut akan menyebabkan adanya genangan air dalam
wadah tersebut. Hal ini dapat menyebabkan wadah yang cepat berkarat
maupun banyaknya lalat/nyamuk penyebab penyakit.
c. Kontaminasi komponen sampah.
Dampak yang berbahaya selama masa penyimpanan adalah kontaminasi
sampah oleh bahan berbahaya dan beracun, seperti cat, pembersih lantai,
pestida, dll. Hal ini dapat mengurangi nilai sampah untuk daur ulang, serta
menjadikan seluruh sampah dalam kontainer tersebut sebagai sampah B3
Berikut adalah contoh wadah dan penggunaannya berdasarkan SNI 19-2454-
2002, tetang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan :
80
Tabel 5.3.2.3 Jenis Wadah serta kapasitas dam Umurnya
No Wadah Kapasitas Pelayanan Umur wadah Keterangan
1.Kantong plastic
10 40 L 1 KK 2-3 hari Individual
2. Tong 40 L 1 KK 2-3 tahunMaksimum
pengambilan 3 hari sekali
3. Tong 120 L 2-3 KK 2-3 tahun Toko4. Tong 140 L 4-6 KK 2-3 tahun5. Kontainer 1000 L 80 KK 2-3 tahun Komunal6. Kontainer 500 L 40 KK 2-3 tahun Komunal7. Tong 30-40 L Pejalan kaki, umum 2-3 tahun
Sumber: SNI 19-2454-2002 tentang tata cara Pengelolaan Sampah Perkotaan
Berikut adalah tabel penggunaan beberapa kontainer dan keterbatasannya:
Tabel 5.3.2.4 Jenis Kontainer dan Keterbatasannya
Jenis container
Penggunaan Keterbatasan
Kontainer plastik
atau logam
Di sumber sampah dengan volume sampah yang sangat kecil, seperti rumah tangga, taman, dan toko kecil
Kontainer akan rusak, memerlukan tenaga untuk mengangkat, tidak cukup besar untuk menampung sampah berukuran besar
Kantung kertas
Di rumah tunggal/rusun rendah /medium, dapat digunakan langsung atau sebagai pelapis tempat sampah rumah tangga
Mahal, dapat sobek karena gangguan binatang selama penyimpanan, bahan kertasnya menambah volume sampah
Kantung plastik
Di rumah tunggal, rusun rendah hingga tinggi, di pusat perdagangan dan industry, dapat digunakan langsung atau sebagai pelapis tempat sampah rumah tangga, baik untuk menyimpan sampah basah
Mahal, mudah sobek, mudah rapuh pada iklim panas, sifatnya tidak mudah diuraikan mengganggu pembuangan akhir
81
Jenis container
Penggunaan Keterbatasan
Kontainer medium
Untuk sampah dengan volume medium, dapat digunakan untuk menyimpan sampah berukuran besar. Lokasi harus diperhitungkan untuk akses truk pengangkut, digunakan di pemukiman padat, daerah perdagangan dan industry
Karena tidak tertutup rapat menyebabkan sampah menjadi basah dan menyebabkan berat bertambah
Kontainer besar dan terbuka
Di pusat perdagangan, untuk menaruh sampah berukuran besar di industry, untuk melayani penampungan sampah di kawasan pemukiman padat, ditempatkan di tempat yang beratap namun mempunyai kemudahan akses bagi truk pengangkut
Biaya pengadaan tinggi, akan menyebabkan sampah menjadi basah dan bertambah berat apabila air hujan masuk ke kontainer
Kontainer dengan
kompaktor stasioner
Digunakan di daerah pusat perdagangan yang besar
Biaya pengadaan tinggi, dan bila sampah dalam kontainer terlalu dipadatkan akan sulit untuk dikosongkan pada daerah pembuangan
(sumber: Tchobanoglous, Theissen & Vigil, 1993)
c. Pengolahan di sumber untuk sampah pemukiman
Pemrosesan sampah di sumber dapat mengurangi volume sampah yang akan
dibuang ke TPS maupun TPA, memperoleh kembali barang yang masih berguna
(daur ulang). Pengurangan sampah ini sangat diharapkan terjadi, karena akan
meringankan beban untuk penyaluran dan pemrosesan selanjutnya. Dengan
berkurangnya sampah, jumlah yang diangkut dan diproses akhir akan berkurang
jumlahnya. Selain itu, kebutuhan operasional dan biaya juga dampak terhadap
lingkungan akan dapat diminimalisasi.
82
Untuk skala rumah tangga, hal yang dapat dilakukan sebagai upaya pengolahan di
sumber adalah:
1. Penggilingan sampah makanan (grindingof food waste)
Penggiling ini digunakan untuk sampah yang berasal dari sisa kegiatan
memasak dan sisa makanan.Penggiling sampah dapur biasanya berhubungan
dengan saluran yang membawa sampah yang telah hancur ke sewer. Namun
penyediaan penggiling sampah di rumah-rumah secara bebas kini tidak lagi
diperkenankan, kecuali apabila telah tersedia fasilitas pengolahan air buangan
domestik di kota yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh menjadi
tingginya kandungan bahan organik di saluran air buangan
2. Pemilahan sampah
Pemisahan sampah di sumber timbulan merupakan cara yang paling efektif
guna mereduksi volume dan memanfaatkan kembali sampah. Dalam hal ini
sampah yang masih memiliki nilai ekonomis dipisahkan berdasarkan jenisnya
dari sampah organic yang mudah membusuk.Sampah yang telah dipisahkan
selanjutnya dapat digunakan kembali secara langsung (reuse), diolah lebih
lanjut, atau dijual kepada pihak pemanfaat.
Namun pemisahan sampah ini juga hendaknya berlanjut hingga tahap-tahap
selanjutnya dan tidak tercampur dengan sampah jenis lain.
3. Kompaksi
Jenis kompaktor yang digunakan untuk memproses sampah dari tempat
tinggal ada 2, yaitu:
o Kompaktor berukuran kecil
Digunakan secara individual di rumah-rumah.Kompaksi tipe ini dapat
mereduksi volume sampah kertas hingga 70%, namun hanya dapat
digunakan untuk timbulan limbah padat yang sedikit saja.
o Kompaktor berukuran besar
Digunakan di rusun-rusun dan dilengkapi dengan cerobong gravitasi.
Kemampuan kompaksi ini adalah 20-60%, tergantung pada komposisi
sampahnya. Sampah yang telah dikompaksi tidak mungkin lagi untuk
83
Sumber sampah
Pengumpulan/ pengangkutan
Pembuangan Akhir
dipisahkan komponen-komponennya untuk didaur-ulang, kecuali sampah
kertas.
4. Pengomposan
Melakukan pengomposan dengan menggunakan sampah halaman seperti daur
dan rumput. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam wadah dan ditumpuk
kemudian terkadang disiram untuk memberikan kelembaban dan oksigen
untuk mikroorganisme di dalamnya. Semakin lama, bakteri dan
mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik tersebut hingga
menjadi humus dan disebut kompos.
5.3.3. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah merupakan proses mengumpulkan atau membawa sampah
dari berbagai sumber dan juga mengangkut sampah ke suatu lokasi hingga isi
kendaraan pengangkut dikosongkan.
Berdasarkan SNI 19-2454-2002, tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan, pola pengumpulan sampah adalah sbb:
a. Pola individual langsung
Pengumpulan dilakukan oleh petugas kebersihan yang mendatangi tiap-tiap
bangunan/sumber sampah (door to door) dan langsung diangkut untuk dibuang di
Tempat Pembuangan Akhir. Pola pengumpulan ini menggunakan kendaraan truck
sampah biasa, dump truck atau compactor truck.
Gambar 5.3.2 Skema
Pengumpulan Sampah dengan Pola Individual Langsung
84
Sumber sampah
Pengumpulan dan
pengangkutanPengangkutan Pembuangan
Akhir
Penggunaan pola ini memiliki persyaratan:
1) Kondisi topografi bergelombang (> 15 – 40 %), hanya alat pengumpul mesin
yang dapat beroperasi
2) Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan
lainnya
3) Kondisi dan jumlah alat memadai
4) Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari
5) Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol
b. Pola individual tidak langsung
Daerah yang dilayani kedua cara tersebut diatas umumnya adalah lingkungan
pemukiman yang sudah teratur, daerah pertokoan, tempat-tempat umum, jalan
dan taman.
Gambar 5.3.3 Skema Pengumpulan Sampah dengan Pola Individual Tak
Langsung
Penggunaan pola ini memiliki persyaratan:
1) Bagi daerah yang partisipasinya aktif
2) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
3) Bagi kondisi yang relative datar (rata-rata 5%) dapat menggunakan alat
pengumpul non-mesin (gerobak, becak)
4) Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung
5) Kondisi lebar gang dapat dilalui oleh alat pengumpul tanpa mengganggu
pengguna jalan lainnya
6) Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah
85
Sumber sampah
Wadah Komunal Pengangkutan Pembuangan
Akhir
c. Pola komunal langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil sampah
(rumah tangga, dll) ke tempat-tempat penampungan sampah komunal yang telah
disediakan atau langsung ke truck sampah yang mendatangi titik pengumpulan
Gambar 5.3.4. Skema Pengumpulan Sampah dengan Pola Komunal Langsung
Penggunaan pola ini memiliki persyaratan:
1) Bila alat angkut terbatas
2) Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah
3) Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi
jalan berbukit/jalan sempit)
4) Peran serta masyarakat tinggi
5) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk)
6) Untuk pemukiman tidak teratur
d. Pola komunal tidak langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil sampah
(rumah tangga dll) ke tempat-tempat yang telah disediakan/di tentukan (bin/tong
sampah komunal) atau langsung ke gerobak/becak sampah yang mangkal pada
titik - titik pengumpulan komunal. Petugas kebersihan dengan gerobaknya
kemudian mengambil sampah dari tempat - tempat pengumpulan komunal
tersebut dan dibawa ke tempat penampungan sementara atau transfer depo
sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir dengan truk sampah.
86
Sumber sampah
Wadah Komunal
Pengumpulan dan
PemindahanPengangkutan Pembuangan
Akhir
Gambar 5.3.5 Skema Pengumpulan Sampah dengan Pola Komunal Tak
Langsung
Penggunaan pola ini memiliki persyaratan:
1) Peran serta masyarakat tinggi
2) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau alat pengumpul
3) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
4) untuk kondisi topografi relative datar (rata-rata < 5%) dapat menggunakan
alat pengumpul non-mesin (gerobak,becak), namun untuk kondisi topografi >
5% dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan
karung
5) lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai
jalan lainnya
e. pola penyapuan jalan, dengan persyaratan:
1) juru sapu harus mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan
(diperkeras, tanah, lapangan rumput
2) penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada
funsi dan nilai daerah yang dilayani
3) pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi pemindahan
untuk kemudian diangkut ke TPA
4) pengendalian personel dan peralatan harus baik
87
Gambar 5.3.6 Diagram Pelayanan Masing-Masing Pola Operasional Persampahan Kota
(sumber: SNI 19-2454-2002)
Perencanaan operasional pengumpulan sampah berdasarkan SNI 19-2454-2002,
tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah sbb:
a. rotasi antara 1-4/hari
b. periodisasi: 1 hari, 2 hari, atau maksimal 3 hari sekali, tergantung kondisi
komposisi sampah, yaitu:
1) semakin besar persentase sampah organic, periodisasi pelayanan sehari
sekali
2) untuk sampah kering, periode pengumpulannya disesuaikan dengan jadwal
yang telah ditentukan, dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali
3) untuk sampah B3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku
4) mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap
5) mempunyai petugas pelaksana yang tetap
88
6) pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah
terangkut, jarak tempuh, dan kondisi daerah
Berikut ini merupakan tabel pola pengumupulan sampah berdasarkan kondisi
jalan serta alternatif alat angkut yang dapat digunakan :
Tabel 5.3.3.1 Pola Pengumpulan Sampah berdasarkan Kondisi Jalan dan Alat
Angkut yang dapat digunakan.
Pola pengumpulan sampah
Kondisi jalan Alat angkut
Individual langsung Lebar dan memadaiCompactor truck(CT), arm
roll truck(ART), dump truck(DT)
Individual tidak langsung Jalan sempit atau gangGerobak, CT, ART, DTKomunal langsung Jalan sempit atau gang
Komunal tidak langsung Jalan sempit atau gang
Penyapuan jalanJalan besar yang terstruktur dan mempunyai batas yang
jelas
Kendaraan penyapu jalan/ Street sweeper (SS)
Sumber: www.sanitasi.or.id
5.3.4. Pemindahan dan Pengangkutan
Elemen fungsional pemindahan dan pengangkutan mengacu pada sarana dan
fasilitas yang digunakan untuk mentransfer limbah dari satu lokasi ke lokasi lain,
biasanya ke lokasi yang jauh. Sampah yang berada di kendaraan pengumpul kecil akan
ditransfer ke kendaraan yang lebih besar yang digunakan untuk mengangkut limbah
dengan jarak yang jauh baik ke fasilitas pemulihan material (MRFs) atau tempat
pembuangan.
89
Gambar 5.3.4.1 Transfer dan Pengangkutan
Operasi transfer dan pengangkutan menjadi sebuah kebutuhan ketika jarak ke
pusat-pusat pengolahan yang tersedia atau tempat pembuangan meningkat sehingga
pengangkutan langsung tidak lagi layak secara ekonomis. Operasi transfer dan
pengangkutan juga menjadi kebutuhan ketika pusat pengolahan atau tempat
pembuangan berlokasi di daerah terpencil dan tidak dapat dicapai langsung melalui
jalan raya. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menyebabkan operasi transfer
menjadi lebih atraktif dibandingkan dengan pengangkutan langsung :
Terjadinya pembuangan ilegal karena jarak angkut yang berlebihan.
Lokasi tempat pembuangan yang relatif jauh dari rute pengumpulan.
Penggunaan kendaraan pengumpul berkapasitas kecil.
Penggunaan sistem kontainer yang dapat diangkut berkapasitas kecil untuk
pengumpulan limbah dari sumber komersial.
Penggunaan sistem pengumpulan hidrolik atau pneumatik
90
Gambar 5.3.4.2 Transfer dan Pengangkutan
Stasiun transfer digunakan untuk menuntaskan transfer limbah padat dari
pengumpulan oleh kendaraan kecil untuk kemudian diangkut oleh peralatan
transportasi yang lebih besar. Tergantung pada metode yang digunakan untuk memuat
kendaraan transportasi, stasiun transfer dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis
umum, yaitu :
a. Direct-load
b. Storage-load
91
c. Combined direct-load and discharge-load
92
5.3.5 Metode dan Sarana Pengangkutan
Berikut ini merupakan spesifikasi alat angkut beserta kelebihan dan kekurangannya:
93
Gambar 5.3.5.1 Kelebihan dan Kekurangan Gerobak Sampah
Gambar 5.3.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Dump Truck
94
Gambar 5.3.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Arm Roll Truck
Gambar 5.3.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Compactor Truck Sampah
95
Gambar 5.3.5.5 Kelebihan dan Kekurangan Truk Penyapu Jalan
5.3.6. Pembuangan dan Pemrosesan Akhir
a. Pemrosesan Akhir Sampah
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah
mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
pengumpulan, pemindahan/ pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA
merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas
dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.
TPA yang dulu merupakan tempat pembuangan akhir, berdasarkan UU no 18
Tahun 2008 menjadi tempat pemrosesan akhir didefinisikan sebagai pemrosesan
akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan
sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Selain itu di lokasi pemrosesan akhir
tidak hanya ada proses penimbunan sampah tetapi juga wajib terdapat 4 (empat)
aktivitas utama penanganan sampah di lokasi TPA, yaitu (Litbang PU, 2009):
• Pemilahan sampah
• Daur-ulang sampah non-hayati (an-organik)
96
• Pengomposan sampah hayati (organik)
• Pengurugan/penimbunan sampah residu dari proses di atas di lokasi
pengurugan atau penimbunan (landfill)
Di Indonesia dikenal konsep controlled landfill sejak tahun 1990-an, yaitu
metode perbaikan open dumping sebelum mampu mengoperasikan pengurugan
sampah deangan sanitary landfill.
Perbedaan antara kedua metode tersebut terlihat pada tabel berikut
Tabel 5.3.6.1 Perbedaan controlled landfill dengan sanitary landfill
97
Landfill merupakan suatu kegiatan penimbunan sampah padat pada tanah.
Jika tanah memiliki muka air yang cukup dalam, tanah bisa digali, dan sampah bisa
ditimbun didalamnya. Metode ini kemudian dikembangkan menjadi sanitary landfill
yaitu penimbunan sampah dengan cara yang sehat dan tidak mencemari lingkungan.
Sanitary landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah secara sehat
dimana sampah dibuang di tempat yang rendah atau parit yang digali untuk
menampung sampah, lalu sampah ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis demi
lapis sedemikian rupa sehingga sampah tidak berada di alam terbuka
(Tchobanoglous, et al., 1993). Pada prinsipnya landfill dibutuhkan karena:
Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak
dapat menyingkirkan seluruh limbah
Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani
lebih lanjut
Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara
kimia, atau sulit untuk dibakar
Beberapa hal yang sangat diperhatikan dalam operasional sanitary landfill
adalah adanya pengendalian pencemaran yang mungkin timbul selama operasional
dari landfill seperti adanya pengendalian gas, pengolahan leachate dan tanah penutup
yang berfungsi mencegah hidupnya vector penyakit.
Berdasarkan peletakkan sampah di dalam sanitary landfill, maka klasifikasi
dari landfill dapat dibedakan menjadi :
a. Mengisi Lembah atau cekungan.
Metode ini biasa digunakan untuk penimbunan sampah yang dilakukan pada
daerah lembah, seperti tebing, jurang, cekungan kering, dan bekas galian. Metode ini
dikenal dengan depression method.Teknik peletakan dan pemadatan sampah
tergantung pada jenis material penutup yang tersedia, kondisi geologi dan hidrologi
lokasi, tipe fasilitas pengontrolan leachate dan gas yang digunakan, dan sarana
menuju lokasi.
b. Mengupas Lahan secara bertahap
98
Pengupasan membentuk parit-parit tempat penimbunan sampah dikenal
sebagai metode trench. Metode ini digunakan pada area yang memiliki muka air
tanah yang dalam. Area yang digunakan digali dan dilapisi dengan bahan yang
biasanya terbuat dari membran sintetis, tanah liat dengan permeabilitas yang rendah
(low-permeability clay), atau kombinasi keduanya, untuk membatasi pergerakan
leachate dan gasnya.
c. Menimbun Sampah di atas lahan.
Untuk daerah yang datar, dengan muka air tanah tinggi, dilakukan dengan
cara menimbun sampah di atas lahan. Cara ini dikenal sebagai metode area. Sampah
dibuang menyebar memanjang pada permukaan tanah, dan tiap lapis dalam proses
pengisian (biasanya per 1 hari), lapisan dipadatkan, dan ditutup dengan material
penutup setebal 15-30 cm. Luas area penyebaran bervariasi tergantung pada volume
timbulan sampah dan luas lahan yang tersedia.
99
Gambar 5.3.6.1 Klasifikasi Landfill Berdasarkan Metode Peletakkan Sampah
Beberapa penelitian dan perencanaan sanitary landfill melakukan berbagai
upaya inovasi untuk memperbaiki proses degradasi sampah di dalam landfill, antara
lain:
a. Landfill semi anaerobic, yang berfungsi untuk mempercepat proses degradasi
sampah dan mengurangi dampak negatif dari leachate dengan melakukan proses
100
resirkulasi leachate ke dalam tumpukan sampah. Leachate dianggap sebagai
nutrisi sebagai sumber makanan bagi mikoorganisme di dalam sampah.
b. Landfill aerobic, dengan menambahkan oksigen ke dalam tumpukan sampah di
sanitary landfill yang berfungsi mempercepat proses degradasi sampah sehingga
mendapatkan material stabil seperti kompos.
c. Reusable landfill atau landfill mining and reclamation. Definisi dari proses ini
adalah sebuah sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan
menggunakan metode Supply Ruang Penampungan Sampah. Proses ini sering
digunakan dalam revitalisasi TPA, dimana material yang dapat digali dari TPA
yang lama akan dimanfaatkan. Bekas galian TPA akan dirancang untuk menerima
sampah kembali dengan konsep sanitary landfill.
Gambar 5.3.6.2 Berbagai Inovasi Proses di dalam Landfill
101
Gambar 5.3.6.3 Berbagai Inovasi Proses di dalam Landfill
b. Metode Pengurugan
Metode pengurugan sampah berdasarkan kondisi topografi, sumber materi
penutup dan kedalaman air tanah dibedakan metode trench dan area.
1. Metode trench atau ditch
Metode ini diterapkan ditanah yang datar. Dilakukan penggalian tanah secara
berkala untuk membuat parit sedalam dua sampai 3 meter. Tanah disimpan untuk
dipakai sebagai bahan penutup. Sampah diletakan di di dalam parit, disebarkan,
dipadatkan dan ditutup dengan tanah.
102
Gambar 5.3.6.4 Pengurugan Metode Trench atau Ditch
2. Metode Area
Untuk area yang datar dimana parit tidak bisa dibuat, sampah disimpan
langsung diatas tanah asli smapai ketinggian beberapa meter. Tanah penutup bisa
diambil dari luar TPA atau diambil dari bagian atas tanah.
Gambar 5.3.6.5 Pengurugan Metode Area
103
3. Kombinasi kedua metode
Karena kedua cara ini sama dalam pengurugannya, maka keduanya dapat
dikombinasikan agar pemanfaatan tanah dan bahan penutup yang baik serta
meningkatkan kinerja operasi.
Gambar 5.3.6.6 Pengurugan Metode Kombinasi
c. Alternatif Sistem Pengolahan Sampah
Melihat komposisi sampah di Indonesia yang sebagian besar adalah sisa-sisa
makanan, khususnya sampah dapur, maka sampah jenis ini akan cepat membusuk,
atau terdegradasi oleh mikroorganisme yang berlimpah di alam ini. Pengomposan
merupakan salah satu teknik pengolahan limbah organik (hayati) yang mudah
membusuk. Kompos dapat disebut berkualitas baik bila mempunyai karakteristik
sebagai humus dan bebas dari bakteri patogen serta tidak berbau yang tidak enak.
Sampah yang telah membusuk di sebuah timbunan sampah misalnya di landfill
sebetulnya adalah kompos anaerob yang dapat dimanfaatkan pada pasca operasi.
Alasan utama utama kegagalan pengomposan selama ini adalah pemasaran.
Salah satu jenis pengolah sampah yang sering digunakan sebagai alternatif
penanganan sampah adalah insinerator. Saat ini teknologi insinerator dengan
penangkap panas (enersi) dikenal sebagai waste-toenergy. Khusus untuk sampah
kota, sebuah insinerator akan dianggap layak bila selama pembakarannya tidak
104
dibutuhkan subsidi enersi dari luar. Jadi sampah tersebut harus terbakar dengan
sendirinya
Tabel 5.3.6.2 Kelebihan dan kelemahan alternatif sistem pengolahan sampah
Proses pengomposan (composting) adalah proses dekomposisi yang dilakukan
oleh mikroorganisme terhadap bahan organik yang biodegradable, atau dikenal pula
sebagai biomas. Pengomposan dapat dipercepat dengan mengatur faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga berada dalam kondisi yang optimum untuk proses
pengomposan. Secara umum, tujuan pengomposan adalah:
105
a. Mengubah bahan organik yang biodegradable menjadi bahan yang secara
biologi bersifat stabil
b. Bila prosesnya pembuatannya secara aerob, maka proses ini akan membunuh
bakteri patogen, telur serangga, dan mikroorganisme lain yang tidak tahan
pada temperatur di atas temperatur normal
c. Menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah
Beberapa manfaat kompos dalam memperbaiki sifat tanah adalah:
a. Memperkaya bahan makanan untuk tanaman
b. Memperbesar daya ikat tanah berpasir
c. Memperbaiki struktur tanah berlempung
d. Mempertinggi kemampuan menyimpan air
e. Memperbaiki drainase dan porositas tanah
f. Menjaga suhu tanah agar stabil
g. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara
h. Dapat meningkatkan pengaruh pupuk buatan
Kompos kurang tepat bila disebut sebagai pupuk, walaupun dikenal pula
sebagai pupuk organik, karena zat hara yang dikandungnya akan tergantung pada
karakteristik bahan baku yang digunakan. Oleh karena sampah kota karakteristiknya
sangat heterogen dan fluktuatiif maka kualitasnya akan mengikuti karakteristik
sampah yang digunakan sebagai bahan kompos setiap saat. Klasifikasi pengomposan
antara lain dapat dikelompokkan atas dasar:
a. Ketersediaan oksigen:
Aerob bila dalam prosesnya menggunakan oksigen (udara)
Anaerob bila dalam prosesnya tidak memerlukan adanya oksigen
b. Kondisi suhu:
Suhu mesofilik: berlangsung pada suhu normal, biasanya proses
anaerob
Suhu termofilik: berlangsung di atas 40oC, terjadi pada kondisi aerob
c. Teknologi yang digunakan:
Pengomposan tradisional (alamiah) misalnya dengan cara windrow
106
Pengomposan dipercepat (high rate) yang bersasaran mengkondisikan dengan
rekayasa lingkungan proses yang mengoptimalkan kerja mikroorganisme,
seperti pengaturan pH, suplai udara, kelembaban, suhu, pencampuran, dsb.
Pengomposan aerobik lebih banyak dilakukan karena tidak menimbulkan bau,
waktu pengomposan lebih cepat, temperatur proses pembuatannya tinggi sehingga
dapat membunuh bakteri patogen dan telur cacing, sehingga kompos yang dihasilkan
lebih higienis. Adapun perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada tabel 5.3.7.2
berikut ini. Proses pembuatan kompos adalah dekomposisi material organik limbah
padat (sampah) secara biologis, di bawah kontrol kondisi proses yang berlangsung.
Dalam produk akhir, materi organik belumlah dapat dikatakan stabil, namun dapat
disebut stabil secara biologis.
Tabel 5.3.6.3 Perbandingan pengomposan aerob dan anaerob
Karena pertimbangan di atas, maka biasanya proses pengomposan dilakukan
secara aerob. Secara umum, transformasi umum buangan aerob dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Input: Materi organik + O2 + nutrisi + bakteri
Materi organik belum terdegradasi + biomass sel bakteri + CO2 + H2O + NH3
+ panas
Bila materi organik adalah CaHbOcNd, bila sel biomas bakteri diabaikan, dan bila
materi orgnanik belum terdegradasi adalah CwHxOyNz , maka konsumsi reaksi yang
terjadi adalah :
107
CaHbOcNd + 0,5 (ny + 2s + r –c) O2 → n CwHxOyNz + s CO2 + r H2O + (d-nx) NH3ֿ