Top Banner
SURVEI KONDISI TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA ALAM LAUT PULAU POMBO KABUPATEN MALUKU TENGAH Abdul Rahim Lestaluhu Staf pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNIDAR Ambon ABSTRAK Pulau Pombo merupakan Taman Wisata Alam Laut (TWAL), dengan luas 1.000 ha, termasuk daratan, terumbu karang dan laguna. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terumbu karang di TWAL Pulau Pombo, dan menyediakan data dasar untuk kajian pengembangan kawasan ekowisata bahari. Observasi untuk terumbu karang dengan metode manta tow dan transek kuadrat 1 x 1 m dengan pencacahan sejauh 50 m sejajar garis pantai dan jarak antar penempatan transek kuadrat 2,5 m. Pencacahan diulang 3 kali, di rataan dan lereng terumbu karang. Setiap substrat di dalam transek dipotret untuk menaksir tutupan substrat, dominansi koloni dari tiap jenis terumbu karang dan indeks kematian. Hasil manta-tow dengan penekanan pada persentase tutupan karang batu menunjukkan terumbu karang dalam kondisi rusak (11 – 30%). Hasil transek kuadrat menunjukkan tingkat tutupan karang batu sangat rendah (23,03%), berstatus buruk dengan indeks kematian 0,68. Total jenis karang batu yang teridentifikasi 140 dari 49 genera. Tutupan karang hidup dan kesehatan yang rendah disimpulkan sebagai kondisi karang batu tidak ditunjang oleh lingkungan, atau memiliki daerah terumbu karang yang tidak sehat. Pulau Pombo is a Marine Tourism Park, with an area of 1000 hectares, including land, coral reefs and lagoon. The purpose of this study is to determine the condition of coral reefs in Pulau Pombo and provide basic data for the study of development of marine ecotourism. Observations to coral reefs by manta tow and squares transect of 1 x 1 m by 50 m parallel to the enumeration so far shoreline transect placement and distance
17

Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

Feb 07, 2016

Download

Documents

Ipha Ramia

penelitian ini tentang kondisi terumbu karang di taman wisata alam laut Pulau Pombo Maluku Tengah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

SURVEI KONDISI TERUMBU KARANG DI TAMAN WISATA ALAM LAUT PULAU POMBO KABUPATEN MALUKU TENGAH

Abdul Rahim LestaluhuStaf pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNIDAR Ambon

ABSTRAK

Pulau Pombo merupakan Taman Wisata Alam Laut (TWAL), dengan luas 1.000 ha, termasuk daratan, terumbu karang dan laguna. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terumbu karang di TWAL Pulau Pombo, dan menyediakan data dasar untuk kajian pengembangan kawasan ekowisata bahari. Observasi untuk terumbu karang dengan metode manta tow dan transek kuadrat 1 x 1 m dengan pencacahan sejauh 50 m sejajar garis pantai dan jarak antar penempatan transek kuadrat 2,5 m. Pencacahan diulang 3 kali, di rataan dan lereng terumbu karang. Setiap substrat di dalam transek dipotret untuk menaksir tutupan substrat, dominansi koloni dari tiap jenis terumbu karang dan indeks kematian. Hasil manta-tow dengan penekanan pada persentase tutupan karang batu menunjukkan terumbu karang dalam kondisi rusak (11 – 30%). Hasil transek kuadrat menunjukkan tingkat tutupan karang batu sangat rendah (23,03%), berstatus buruk dengan indeks kematian 0,68. Total jenis karang batu yang teridentifikasi 140 dari 49 genera. Tutupan karang hidup dan kesehatan yang rendah disimpulkan sebagai kondisi karang batu tidak ditunjang oleh lingkungan, atau memiliki daerah terumbu karang yang tidak sehat.

Pulau Pombo is a Marine Tourism Park, with an area of 1000 hectares, including land, coral reefs and lagoon. The purpose of this study is to determine the condition of coral reefs in Pulau Pombo and provide basic data for the study of development of marine ecotourism. Observations to coral reefs by manta tow and squares transect of 1 x 1 m by 50 m parallel to the enumeration so far shoreline transect placement and distance between the square of 2.5 m. Enumeration was repeated three times, in the reef flats and slopes. Each substrate in the reef transect was photographed to assess the substrate, the dominance of colonies of each type of coral reefs and the mortality index. Results of manta-tow, with emphasis on hard coral show in damaged condition (11-30%). Results of squares transect indicate the level of hard coral cover was very low (23.03%), bad-status and mortality index was 0.68. A Total of 140 reef species were identified from 49 genera. Life coral coverage and low health summed up as the condition of coral reefs are not supported by the environment, or a coral reef area that is not healthy.

Key words: Pulau Pombo, coral reefs, manta-tow, square transect, damaged condition.

I. Pendahuluan1.1. Latar Belakang

Sebagai provinsi kepulauan, Maluku dikaruniai kekayaan sumberdaya pesisir dan laut yang berlimpah, salah satunya adalah terumbu karang. Terumbu karang ini dapat dijumpai dengan muda dan tersebar secara merata di kawasan

Page 2: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

pesisir pulau-pulau di Maluku. Di kawasan ini pada umumnya terumbu karang tumbuh dalam formasi terumbu karang tepi (fringing reefs).

Beberapa pulau kecil yang memiliki kekayaan terumbu karang telah dijadikan sebagai kawasan konservasi laut (KKL), diantaranya adalah Pulau Pombo. Berdasarkan SK Menhut No. 329/Kpts-VI/1996, Pulau Pombo dan terumbu karang yang hidup di perairan sekitarnya ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut (TWAL) dengan luas wilayah 1000 ha. Secara geografis terletak di antara Pulau Ambon dan Pulau Haruku dengan koordinat 128°22'09" BT dan 3°31'35" LS, sedangkan secara administratif pemerintahan masuk dalam wilayah Kecamatan Salahutu.

TWAL Pulau Pombo diyakini mempunyai keindahan bahari yang mempesona dengan kondisi terumbu karangnya yang berwarna-warni serta hasil lautnya, yaitu ikan karang yang beraneka ragam. Hasil penelitian terumbu karang yang dilakukan oleh Leatemia dkk. (1996) dilaporkan tercatat ada 127 jenis karang dari 47 marga dan 16 famili. Hasil penelitian ikan karang oleh Sumadhiharga (1971) dilaporkan tercatat ada 150 jenis yang tergolong dalam 46 famili (Leatemia dkk., 1996).

Sementara itu ancaman terhadap terumbu karang TWAL ini berupa tekanan pemanfaatan yang berlebihan, terutama oleh praktek penangkapan ikan yang merusak seperti penggunaan bahan peledak, racun dan bubu telah membuat terdegradasinya terumbu karang. Data penelitian tutupan terumbu karang dengan menggunakan metode manta tow yang diperoleh dari penelitian Manihin (1997) dan yang telah diolah kembali oleh peneliti, menunjukkan kondisi tutupan terumbu karang batu berkisar antara 23,22 – 42,22%, karang mati berkisar antara 27,66 – 47,22%, dan karang lunak berkisar antara 21 – 40%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persentase tutupan karang batu dalam kondisi rusak hingga cukup baik (31 – 50%).

Sebagai TWAL sudah semestinya potensi yang dimiliki tersebut dapat dikelola dan dikembangkan sebagai pusat ekowisata bahari, yang secara ekonomi dapat mendatangkan pendapatan bagi masyarakat di sekitarnya dan pendapatan asli daerah (PAD), dan secara ekologis tetap lestari. Dan kekhuatiran akan semakin rusaknya terumbu karang akibat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan tersebut mendorong perlunya dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kondisi terkini dari terumbu karang TWAL Pulau Pombo.

.1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terumbu karang di TWAL Pulau Pombo, dalam rangka menyediakan data dasar untuk kajian pengembangan kawasan ekowisata bahari.

1.3. Kegunaan PenelitianSebagai masukkan bagi pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan

yang tepat dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan akan potensi terumbu karang yang ada di perairan Pulau Pombo.

1.4. PermasalahanMasalah yang sering dihadapi oleh ekosistem terumbu karang umumnya

oleh dua penyebab, yaitu akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia

2

Page 3: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

(anthrophogenic causes) dan akibat alam (natural causes). Degradasi terumbu karang di perairan TWAL Pulau Pombo utamaya oleh faktor anthrophogenic, berupa penangkapan ikan dengan cara dan alat yang merusak. Keadaan ini akan menimbulkan kerusakan secara langsung terhadap fisik terumbu karang, dimana karang mati akan semakin banyak sehingga tutupan karang hidup semakin menyusut. Terjadi penurunan kualitas terumbu karang.

Akibat penurunan kualitas terumbu karang ini akan menyebabkan peran fungsionalnya sebagai habitat, tempat pemijahan (spawning ground), tempat pengasuhan (nursery ground), dan tempat mencari makan (feeding ground) menurun pula. Sehingga menurunkan kapasitas produksi dari terumbu karang, berupa berkurangnya kelimpahan dan keaneka-ragaman ikan karang (coral reef fish). Seperti diketahui bahwa tutupan karang hidup mempengaruhi keaneka-ragaman dan kelimpahan jenis dari komunitas ikan karang (Bel dan Galzin, 1984; Anderson, 2002; Jones et al., 2004).

II. Metode Penelitian 2.1. Waktu dan Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Februari - April 2007. Lokasi penelitian di TWAL Pulau Pombo Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah.

Sumber: Bakosurtanal (2006).Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

2.2. Metode Penentuan Contoh StasiunPenentuan contoh stasiun pengamatan terumbu karang di Pulau Pombo

terlebih dahulu dilakukan towing, berdasarkan metoda “Manta Tow” (English et al., 1994), yakni menyusuri daerah terumbu karang yang mengelilingi Pulau Pombo. Pengamatan meliputi penutupan karang hidup, karang mati dan karang lunak berdasarkan 5 kategori, yaitu: kategori 1 untuk tutupan 0 – 10%, kategori 2 untuk tutupan 11- 30%, kategori 3 untuk tutupan 31 – 50%, kategori 4 untuk tutupan 51 – 75%, dan kategori 5 untuk tutupan 76% - 100% (UNEP, 1993). Tiap titik koordinat awal dan titik koordinat pemberhentian towing direkam dengan menggunakan GPS (Global Position System). Setelah diperoleh hasil pengamatan

3

TWAL Pulau Pombo

Page 4: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

berupa kondisi berdasarkan kategori dan koordinatnya, kemudian ditentukan contoh stasiun yang mewakili setiap kategori yang ada.

2.3. Metode Penentuan Contoh Terumbu KarangPengamatan kondisi terumbu karang di setiap stasiun dilakukan dengan

menggunakan metoda transek kuadrat dengan ukuran 1 x 1 m. Untuk mendapatkan contoh terumbu karang yang diinginkan, terlebih dahulu digelar pita roll meter sepanjang 50 m sejajar garis pantai, kemudian diletakan transek kuadrat mengikuti pita tersebut, jarak peletakan antar transek kuadrat adalah 2,5 m, sehingga diperoleh contoh terumbu karang pada luasan 1 m2 sebanyak 14 kali atau seluas 14 m2. Tahapan kegiatan ini diulang sebanyak 3 kali dengan jarak antar ulangan adalah 5 m tegak lurus garis pantai, dilakukan pada setiap stasiun baik di rataan terumbu karang (reef flat) maupun di lereng terumbu karang (reef slope). Dengan demikian untuk lokasi contoh stasiun pada rataan terumbu karang maupun lereng terumbu karang total 42 kali pengamatan, atau diperoleh contoh terumbu karang dengan luas pengamatan 42 m2.

Untuk membantu dan mempermudah identifikasi terumbu karang hingga ke tingkat jenis, hasil pengamatan tersebut direkam dengan menggunakan kamera under water, dalam penelitian ini digunakan kamera Olympus 5 mega pixel dengan lensa ukuran 7,8 – 23,4 mm. Sedangkan untuk mengidentifikasi terumbu karang digunakan buku panduan dari Veron (1986), NOAA (2003), AKKII (2003), dan Suharsono (2004). Adapun untuk pengambilan contoh terumbu karang seluas transek kuadrat 1 x 1 m di gunakan rangka tetra-pod, dengan frame 1 x 1 m dan tiang penyangga dengan ketinggian 2,5 m yang terbuat dari pipa PVC 2/3 mm, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Rangka tetra-pod untuk pengambilan gambar contoh terumbu karang (modifikasi dari English et al., 1994).

2.4. Metode Analisa Data Biofisik Terumbu KarangData contoh pengamatan biofisik terumbu karang yang telah diperoleh

selanjutnya dilakukan penghitungan tutupan susbstrat dan dominansi koloni, dengan menggunakan formula berikut ini (Bouchon, 1981): (i) tutupan substrat (S%):

……..………… (1)

ukuran-ukuran koloni dinyatakan dalam ukuran area permukaan. Untuk mengukur luas tutupan substrat ini digunakan program ImageJ. Kategori tutupan terumbu karang sebagai berikut: 0-24,9% kondisi rusak, 25-49,9% kondisi cukup, 50-74,9% kondisi baik, dan 75-100% kondisi sempurna; (ii) dominansi dari koloni (dalam jumlah) dari tiap-tiap jenis:

4

2,5 m

1 m

1 m

15 cm15 cm

Page 5: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

..……..……….. (2)

dan (iii) penghitungan indeks mortalitas (MI) (Gomes et al., 1988):

…..……….….. (3)

Nilai MI mempunyai kisaran antara 0 – 1, apabila nilai MI mendekati 0, berarti kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang yang kecil atau tingkat kesehatan karang tinggi. Nilai MI mendekati 1 berarti kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian yang besar atau memiliki kesehatan yang rendah (Ferianita, 2007).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1. Hasil Pengamatan Kondisi Terumbu Karang di TWAL Pulau Pombo

dengan Manta-towHasil pengamatan manta-tow dengan jumlah titik sebanyak 20, secara

umum kondisi substratum dalam kategori 1, 2 dan 3, merujuk pada English et al. (1994). Untuk karang batu dalam kondisi kategori 1, 2 dan 3, dengan uraian sebagai berikut, kategori: 1 sebanyak 8 titik, 2 sebanyak 8 titik, dan 3 sebanyak 4 titik; untuk karang mati dalam kondisi kategori 2, 3, 4 dan 5, yaitu kategori: 2 sebanyak 1 titik, 3 sebanyak 10 titik, 4 sebanyak 8 titik dan 5 sebanyak 1 titik; sedangkan karang lunak berada dalam kondisi kategori 1, 2, dan 3, yaitu kategori: 1 sebanyak 5 titik, 2 sebanyak 10 titik, dan 3 sebanyak 5 titik. Hasil pengamatan manta-tow di kawasan perairan terumbu karang Pulau Pombo ditampilkan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Jumlah Titik dan Persentase Tutupan Karang Batu, Karang Mati, dan

Karang Lunak Hasil Manta-tow di TWAL Pulau Pombo, Tahun 2008

KeteranganKategori

1(0 – 10%)

2(11 - 30%)

3(31 - 50%)

4(51 - 75%)

5(76 - 100%)

Karang batu 8 8 4 - -Karang lunak 5 10 5 - -Karang mati - 1 10 8 1

Sumber: Data Primer Diolah, 2007.Hasil manta-tow tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar karang batu

memiliki persentase tutupan berkisar antara 10,6 – 31%, karang mati berkisar antara 40,25 – 61,5%, dan karang lunak berkisar antara 13,25 – 30%. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang dengan penekanan pada persentase tutupan karang batu menunjukkan dalam kondisi rusak (11 – 30%).

Sementara itu hasil manta-tow dengan jumlah titik sebanyak 18 yang dilakukan oleh Manihin (1997), dilaporkan bahwa untuk karang batu terdiri dari kategori: 2 sebanyak 7 titik, dan 3 sebanyak 11 titik; untuk karang mati terdiri dari kategori: 2 sebanyak 5 titik, 3 sebanyak 11 titik, dan 4 sebanyak 2 titik; sedangkan karang lunak terdiri dari kategori: 2 sebanyak 9 titik, dan 3 sebanyak 9 titik. Kondisi tutupan terumbu karang batu persentasenya berkisar antara 23,22 – 42,22%, karang mati berkisar antara 27,66 – 47,22%, dan karang lunak berkisar antara 21 – 40% (Tabel 2). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persentase tutupan karang batu dalam kondisi rusak hingga cukup baik (31 – 50%). Hasil manta-tow di kawasan perairan terumbu karang Pulau Pombo oleh Manihin (1997) ditampilkan pada Tabel 2 berikut ini.

5

Page 6: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

Tabel 2. Jumlah Titik dan Persentase Tutupan Karang Batu, Karang Mati, dan Karang Lunak Hasil Manta-tow di TWAL Pulau Pombo, Tahun 1997

KeteranganKategori

1(0 – 10%)

2(11 – 30%)

3(31 - 50%)

4(51 - 75%)

5(76 - 00%)

Karang batu - 7 11 - -Karang lunak - 9 9 - -Karang mati - 5 11 2 -

Sumber: Manihin, 1997.Membandingkan ke dua hasil pengamatan manta-tow tersebut, khususnya

pada tutupan karang batu, yang nampak adalah bahwa dalam kurun waktu 10 tahun kondisi terumbu karang di kawasan perairan Pulau Pombo telah terjadi penurunan persentase tutupan karang hidup, dari kategori 3 turun menjadi kategori 2. Atau dapat disimpulkan bahwa terumbu karang yang ada mengalami penurunan status, yang semula status cukup baik turun menjadi status rusak. Dengan demikian menunjukkan bahwa telah terjadi degradasi ekosistem terumbu karang yang cukup serius.

3.2. Hasil Pengamatan Kondisi Terumbu Karang di TWAL Pulau Pombo dengan Transek Kuadrat

Mengacu hasil manta-tow menunjukkan bahwa untuk tutupan karang hidup terdapat 3 kategori, yakni kategori 1 (0 – 10%, sangat rendah), 2 (11 – 30%, rendah) dan 3 (31 – 50%, sedang). Dengan demikian contoh stasiun ditetapkan menjadi 3 lokasi atau stasiun untuk mewakili ketiga kategori tersebut. Dalam penelitian ini untuk kategori atau stasiun 1 pada koordinat 128022’309” BT 3031’506” LS, kategori atau stasiun 2 pada koordinat 128022’260” BT 3032’170” LS, dan kategori atau stasiun 3 pada koordinat 128022’892” BT 3031’753” LS.

1) Stasiun 1 Pengamatan pada stasiun ini untuk rataan terumbu tidak diambil contohnya,

dengan pertimbangan dikarenakan kedalamannya yang dangkal antara 1 – 2 m, sehingga sulit untuk diambil gambarnya. Jarak lokasi stasiun pengamatan dengan Pulau Pombo mencapai 400 – 500 m. Merupakan daerah lereng terumbu yang berada pada reef front, dengan lereng yang cukup terjal. Contoh diambil pada kedalaman 8, 15 dan 18 meter, pada koordinat 128022’309” BT 3031’506” LS arah Utara dari Pula Pombo dan mengarah atau berhadapan dengan Pulau Seram. Tabel 3. Persentase Tutupan Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati,

Lain-lain (Biotik) dan Pasir di Stasiun 1Keterangan Luas (m2) %Karang batu 4,54 10,81Karang lunak 0,67 1,59Karang mati 26,13 62,22Lain-lain (biotik) 1,16 2,76Pasir 9,50 22,61

Sumber: Data Primer Diolah, 2007Lokasi contoh merupakan perairan yang terbuka, sehingga secara fisik

terumbu karang terbuka dari hempasan ombak yang cukup keras selama enam bulan dari arah Barat dan selama enam bulan dari arah Timur yang hempasan ombaknya relatif lemah. Pertumbuhan karang relatif kurang bagus dengan persentase tutupan karang batu sekitar 10,81% (Tabel 3), dengan kekayaan jenis

6

Page 7: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

yang berhasil diidentifikasi sebanyak 62 jenis dan 58,5% didominasi oleh jenis-jenis karang batu berikut ini: Fungia fungites (11,9%), Seriatopora caliendrum (8,05%), Acropora humilis (4,24%), Favia pallida (4,24%), Porites lutea (4,24%), A. hyacinthus (3,81%), F. danai (3,81%), P. cylindrica (3,39%), Turbinaria reniformis (2,97%), Montastrea curta (2,54%), Galaxea astreata (2,54%), Pectinia lactuca (2,54%), Astreopora ocellata (2,12%), dan F. concinna (2,12%).

2) Stasiun 2Stasiun contoh pengamatan ini berada pada koordinat 128022’260” BT

3032’170” LS arah Timur dari Pulau Pombo dan berhadapan dengan Pulau Haruku. Lokasi pengamatan pada daerah berpantai landai dengan rataan terumbu menuju ke tubir yang landai. Bila air laut dalam keadaan surut tertinggi rataan terumbu karang mati akan nampak kepermukaan sejauh 408,3 m dari bibir pantai. Lokasi contoh di rataan terumbu karang pada kedalaman 3, 5, dan 6 m, dan lokasi contoh pada lereng terumbu karang di kedalaman 7, 10, dan 12 m.

Lokasi contoh pengamatan merupakan perairan terbuka, namun bila ditinjau keberadaannya dari arah Timur Pulau Pombo maka lokasi berada di belakang Pulau Pombo. Dikarenakan letaknya yang membelakangi Pulau, bila musim angin muson Barat daerah ini terlindungi, sehingga perairan disekitarnya relatif tenang dan terumbu karang yang ada relatif terhindar dari hempasan ombak. Sebaliknya, bila musim angin muson Timur kawasan perairan juga berombak namun hempasan ombak relatif lemah dibanding pada musim Barat. Persentase tutupan karang batu mencapai 30,95% (Tabel 4), relatif bagus dibanding Stasiun 1, dengan kekayaan jenis yang teridentifikasi sebanyak 99 jenis dan 55,03% didominasi oleh jenis-jenis Karang Batu berikut ini: Montipora foliosa (9,66%), Porites lutea (9,12%), P. cylindrica (8,77), Goniopora lobata (7,28%), Acropora nobilis (4,01%), P. nigrescens (4,01%), A. palifera (3,71%), A. hyacinthus (3,12%), Favia pallida (2,97%), dan A. monticulosa (2,38%).Tabel 4. Persentase Tutupan Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati,

Lain-lain (Biotik) dan Pasir di Stasiun 2Keterangan Luas (m2) %Karang batu 13,00 30,95Karang lunak 4,54 10,82Karang mati 16,80 40,01Lain-lain (biotik) 0,17 0,41Pasir 7,48 17,81

Sumber: Data Primer Diolah, 2007

3) Stasiun 3Lokasi pengamatan pada daerah rataan dan lereng terumbu karang pada

bagian sisi luar lagun. Lebar lagun dari bibir pantai mencapai 400 – 500 m. Lokasi contoh pada rataan terumbu karang di kedalaman 3, 5, dan 6 m, sedangkan untuk lokasi contoh pada lereng terumbu karang dengan kemiringannya cukup terjal, di kedalaman 7, 13, dan 17 m, pada koordinat 128022’892” BT 3031’753” LS arah Barat dari Pulau Pombo dan menghadap ke Pulau Ambon.

Lokasi contoh merupakan perairan terbuka. Kebalikan dari Stasiun 2, bila di tinjau keberadaannya dari arah Timur Pulau, lokasi contoh membelakangi Pulau Pombo. Bila musim angin muson Barat kawasan perairan ini terkena hempasan

7

Page 8: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

ombak yang cukup keras yang datang dari arah Selat Piru, sebaliknya bila musim angin muson Timur selama enam bulan perairannya dan terumbu karang terbuka bagi hempasan gelombang yang relatif lebih lemah. Persentase tutupan terumbu karang yang hidup relatif bagus dibanding Stasiun 1 namun tidak lebih bagus dari Stasiun 2, dengan persentase tutupan karang batu mencapai 27,34% (Tabel 5), dengan kekayaan jenis yang teridentifikasi sebanyak 87 jenis dan 58,3% didominasi oleh jenis-jenis karang batu berikut ini: Seriatopora hystrix (13,6%), Porites lutea (10,5%), Fungia fungites (8,22%), Goniopora minor (6,98%), P. cylindrica (6,2%), Favia pallida (5,12%), Pectinia lactuca (4,34%), dan Leptrastrea purpurea (3,26%).

Tabel 5. Persentase Tutupan Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati, Lain-lain (Biotik) dan Pasir di Stasiun 3

Keterangan Luas (m2) %Karang batu 11,48 27,34Karang lunak 3,45 8,20Karang mati 20,17 48,02Lain-lain (biotik) 0,62 1,48Pasir 6,28 14,96

Sumber: Data Primer Diolah, 2007Secara umum, keberagaman tingkat tutupan substratum, jumlah jenis dan

kekayaan genera, dan nilai indeks kematian, menyediakan informasi akan struktur umum komunitas terumbu karang di TWAL Pulau Pombo. Tingkat tutupan karang batu sangat rendah, hanya mencapai 23,03% (Tabel 6) sesuai dengan prediksi awal dari hasil manta-tow. Menurut Bouchon (1981) tingkat tutupan yang sangat rendah tersebut menyatakan bahwa kondisi ekologis tidak baik. Fakta ini didukung pula oleh indeks kematian karang batu yang mencapai 0,68, indeks kematian tersebut menunjukkan bagaimana kesehatan terumbu karang. Kisaran nilai indeks kematian ini antara 0 - 1, semakin mendekati angka 1 berarti tingkat kematiannya tinggi atau kesehatannya rendah, sebaliknya semakin mendekati angka 0 berarti tingkat kematiannya rendah atau kesehatan dari terumbu karang bagus (Gomez et al., 1994). Persentase tutupan substratum Pulau Pombo ditampilkan pada Tabel 6 dan secara digramatik pada Gambar 3. Tabel 6. Persentase Tutupan Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati,

Lain-lain (Biotik) dan Pasir di Pulau PomboKeterangan Luas (m2) %Karang batu 9,67 23,03Karang lunak 2,89 6,87Karang mati 21,03 50,08Lain-lain (biotik) 0,65 1,55Pasir 7,75 18,46

Sumber: Data Primer Diolah, 2007

8

Page 9: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

23%

7%

50%

2%

18% Karang Batu

Karang Lunak

Karang Mati

Lain-lain (Biotik)

Pasir

Gambar 3. Persentase Tutupan Substrat Karang Batu, Karang Lunak, Karang Mati, Lain-lain (Biotik) dan Pasir di Pulau Pombo.

Tutupan karang hidup dan kesehatan yang rendah disimpulkan sebagai kondisi karang batu tidak ditunjang oleh lingkungan, atau dengan kata lain memiliki daerah terumbu karang yang tidak sehat. Keadaan ini dapat mengancam kelangsungan hidup ikan dan dapat menurunkan keragaman dan kelimpahan ikan. Seperti telah diketahui bahwa, pada terumbu karang sehat keragaman dan kuantitas makanan adalah tinggi dan ini berdampak positif langsung pada keragaman dan kelimpahan ikan (Robertson dan Gaines, 1986; Jones et al., 2004). Westmacott et al. (2000), secara garis besar menyimpulkan bahwa terumbu karang sehat berdampak positif bagi faktor makanan, reproduksi dan naungan, dan sebagai imbalannya adalah peningkatan keragaman dan kelimpahan ikan. Terumbu karang yang sehat dapat memberikan hasil perikanan rata-rata 20 ton per tahun (Burke et al., 2002).

Keaneka-ragaman jenis karang batu yang berhasil diidentifikasi mencapai 140 jenis dari 49 genera, yang mana 50,9% didominasi oleh jenis-jenis karang batu berikut ini: Porites lutea (9,01%), P. cylindrical (6,89%), Fungia fungites (5,73%), Seriatopora hystrix (5,73%), Montipora foliosa (4,76%), Favia pallida (4,05%), Goniopora minor (3,54%), G. lobata (3,28%), Acropora hyacinthus (3,02%), dan A. nobilis (2,57%). Kontribusi terbanyak keaneka-ragaman karang batu tersebut disumbangkan oleh Stasiun 2. Ini diduga ada hubungannya dengan posisinya yang relatif tenang baik pada musim Barat maupun Timur. Keberadaan Pulau Haruku di sebelah Timur Pulau Pombo menjadi penghalang hempasan ombak pada saat musim Timur yang datang dari Lautan Banda melalui celah Selat Haruku, karenanya ombak tidak demikian keras. Sementara saat musim Barat posisinya terlindungi oleh Pulau Pombo itu sendiri, terumbu karang tidak begitu terpangaruh oleh ombak musim Barat yang cukup keras yang datang dari Selat Piru. Menurut Suharsono dan Kakaskasen (2002), pada daerah yang terbuka dari hempasan gelombang besar tidak memungkinkan karang mempunyai ukuran koloni yang besar. Ukuran koloni pada daerah yang terbuka relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan daerah yang terlindungi.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil manta tow, menunjukkan kondisi terumbu karang dalam kondisi rusak (11 – 30%), dan hasil transek kuadrat menunjukkan tingkat tutupan karang batu sangat rendah (23,03%), berstatus buruk, dengan indeks kematian 0,68. Tutupan karang hidup dan kesehatan yang rendah disimpulkan sebagai

9

Page 10: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

kondisi karang batu tidak ditunjang oleh lingkungan, atau memiliki daerah terumbu karang yang tidak sehat.

4.2. SaranMengingat kondisi terumbu karang TWAL Pulau Pombo yang buruk, perlu

dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:1. Peningkatan pengawasan dan pelarangan terhadap aktivitas penangkapan ikan

dengan cara dan alat yang merusak.2. Melakukan upaya rehabilitasi terumbu karang seperti transplantasi karang, dan

monitoring terhadap kualitas terumbu karang secara rutin sehingga setiap perubahan selalu terpantau.

3. Segera mungkin untuk membuat zonasi pemanfaatan.

PERNYATAAN TERIMA KASIH Kami telah berhutang budi kepada Dr. Achmad Fahrudin dan Dr. Unggul Aktani yang telah memberi nasehat untuk pelaksanaan penelitian ini. Muin Manihin dkk, yang telah membantu penyelaman untuk pengambilan data biofisik terumbu karang. Teman-teman sejawat Malik Nahumarury, Hasyim Hunusalela, Ibrahim Lestaluhu yang telah meluangkan waktu dan setia mendampingi penelitian ini sejak awal hingga tersusunnya laporan ini. Bapak Danu sekeluarga yang dengan ramahnya memberi pelayanan selama penelitian. DAFTAR PUSTAKA

Anderson K. 2002. A Study of Coral Reef Fishes along a Gradient of Disturbance in the Langkawi Archipelago, Malaysia. Undergraduate thesis in biology, Departemen of Animal Ecology, Uppsala University, Sweden. http://www.coralcay.org/science/publications/philippines_m_2001_dunjungan3_fish.pdf. Rabu, 17 Mei 2006.

Bell JD. and Galzin R. 1984. Influence of live coral cover on coral reef-fish communities. Mar. Ecol. Prog. Ser 15: 265-274.

Bouchon C. 1981. Quantitative study of the scleractinian coral communities of a fringing reef of Reunion Island (Indian Ocean). Mar. Ecol. Prog. Ser 4: 273-288.

Burke L., Selig E., and Spalding M. 2002. Reefs at Risk in Southeast Asia. World Resources Institute.

Eglish S., Wilkinson C., and Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources.

Ferianita M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.Gomez ED., Alino PM., Yap HT., and Licuanan WY. 1994. A Review of the

Status of Philippine Reefs. Marine Pollution Bulletin 29 (1-3): 62-68 pp.Jones GP., Mark IM., Maya S., and Janelle VE. 2004. Coral decline threatens fish

biodiversity in marine reserves. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 101(21): 8251–8253.

Leatemia FW., Yulianto K., dan Syahailatua A. 1996. Pelestarian Ekosistem Taman Laut. (Studi kasus P. Pombo, P. Kassa dan P. Gunung Api Banda).

10

Page 11: Lestaluhu AR, Fachrudin a., Dan Aktani U. 2010. Survei Kondisi Terumbu Karang Di Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo

Departemen Kehutanan, Kantor Wilayah Propinsi Maluku, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah VIII Maluku-Irian Jaya.

Manihin. 1997. Pengamatan terumbu karang Pulau Pombo dan Pulau Kassa dengan metode manta tow.

Robertson DR. and Gaines SD. 1986. Interference competition structures habitat use in a lokal assemblage of coral reef surgeonfishes. Ecology 67(5): 1372–1383.

Suharsono. 2004. Jenis-jenis karang di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, COREMAP Program, Jakarta.

Suharsono and Kakaskasen A. 2002. Report on the condition of the coral reefs of the Banda Islands. In: Mous PJ. (ed.). 2002. Report on a rapid ecological assessment of the Banda Islands, Maluku, Eastern Indonesia, held April 28 – May 5 2002.

UNEP. 1993. Monitoring Coral Reefs For Global Change. Regional Seas. Reference Methods For Marine Pollution Studies No. 61. Australian Institute Of Marine Science. 72pp.

Veron JEN. 1986. Corals of Australia and the Indo-Pacific, Angus and Robertson Publishers. 644 pp.

Westmacott S., Teleki K., Wells S., and West J. 2000. Management of Bleached and Severely Damaged Coral Reefs. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK.

11