Top Banner
ra news - ed Juni 2016 | 1 ra news smart | beriman | inspiratif Menatap Danau Toba dalam ODT
23

Lentera news edisi #25 Juni 2016

Aug 03, 2016

Download

Documents

Majalah Lentera

Danau Toba dalam Otoritas Danau Toba. Dan bagaimana Gereja dapat berperan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 1

Lentera newss m a r t | b e r i m a n | i n s p i r a t i f

Menatap Danau Toba dalam ODT

Page 2: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 2

DAFTAR ISILentera news

Edisi #25 Juni 2016

Sapaan Redaksi 3

Telisik Pemred

Lentera Utama

4

7

Lentera Iman

Lentera Refleksi

Sastra

15

17

20

Credit ilustrasi cover : Ananta Bangun (Komsos KAM)

Page 3: Lentera news edisi #25 Juni 2016

3 | Lentera news - ed Juni 2016

Salam sejahtera, Sahabat Pembaca Lentera news!

Pesona Danau Toba sebagai ikon wisata Sumatera Utara, bahkan Indonesia, telah memikat jutaan insan untuk melabuhkan jiwa dan raga, menikmati maha karya ciptaan Allah ini. Potensi ini kiranya mendorong pemerintah untuk meningkatkan daya pikat wisata bekas ledakan gunung Toba tersebut. Dalam pemberitaan media massa, mega proyek tersebut dicanangkan dalam program Otorita Danau Toba (ODT).

Sapaan Redaksi

Bagaimana pelaksanaan dan peran ODT tersebut? Sebagian besar masyarakat hanya ‘melahap’ informasi yang simpang siur. Redaksi Lentera News beruntung mendapati tulisan bernas dari Pastor Moses Elias Situmorang OFMCap. Rentetan penjelasan dari Pastor Paroki Berastagi ini mengulas tidak hanya bagaimana derap penerapan ODT, namun juga dibarengi runut sejarah sebelumnya. Tentang bagaimana terobosan yang telah dilakukan untuk mengembangkan potensi wisata Danau Toba berbarengan dengan peningkatan perekonomian masyarakat di sekitarnya. Semisal, program ‘Marsipature Hutana Be’ (atau Martabe).

Wajar saja selalu muncul perkiraan dampak buruk dalam setiap program pembangunan. Pemred Lentera News, Pastor Hubertus teringat akan satu kelakar ironi perihal terjualnya banyak tanah rakyat di Papua hingga bagai terasing di negeri sendiri. Mob atau canda khas Papua ini dituangkan beliau sebagai pengantar dalam kolom khususnya di Telisik.

Kami, selaku Redaksi majalah online di bawah naungan Keuskupan Agung Medan menghadirkan ke tengah pembaca untuk menambah inspirasi dan gagasan segar. Dengan pintu hati terbuka, kami menerima masukan dan kritik agar media kesayangan kita ini semakin mumpuni dan baik.

Shalom,

Redaksi

Ilustrasi:ikimashodotorg.files.wordpress.com/2014/01/img_1473.jpg

Page 4: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 4

Telisik Pemred

SEAIR TANPA TANAH?

RP Hubertus Lidi OSCKetua Komsos KAM

Sang kepala suku itu minta kesediaan anakn-

ya yang sudah sarjana, agar mengonsepkan sebuah pidato, dalam rangka menyambut para investor yang ingin mengembangkan sebuah danau di daerahnya. Anaknya dengan sigap menyiapkan teks pidatonya. Sebelum Sang kepala suku itu tampil beridato, sejenak orang tua itu membaca teksnya dan ia menemukan, pada pembuka teks pidato itu, agak ganjil menurutnya.

Tertulis Saudara-saudara sebangsa dan seair. “Wah nak ini maksudnya apa? Apakah Saudara sebangsa dan setanah air atau gimana?” “Ya maksudnya ya saudara-saudara sebangsa dan seair,” tanggap anaknya dengan ke-tus. “ Maksudnya?” tanya sang Bapak. “Karena tanah sudah dijual habis oleh bapa, maka yang punya kita hanyalah air saja,” ungkap anaknya sambil menunjuk ke danau itu.

Seloroh di atas aslinya merupakan humor atau mob dari tanah Papua, saat menjamurnya semangat menjual tanah kepada pendatang. Semangat semacam itu boleh jadi merupakan sebuah keprihatinan untuk masa depan,

secara khusus yang secara turun-temurun memiliki tanah itu. Tanah tempat pijak manusia merupakan investasi dan warisan yang tak pernah busuk. Nilainya selalu bertambah seiring dengan bertambahnya waktu, karena tidak termasuk benda berkarat yang bisa aus terguras jaman.

Kalau ga punya tanah masalahnya menjadi lebih repot. Ga mempunyai tempat berpijak, kalau toh berpijak berarti minjam atau menyelip sementara di emperan toko atau berdiri sepanjang masa di pinggir jalan umum. Ga bisa dimakamkan juga, kalau terpaksa dimakamkan berarti masuk di pekuburan umum yang tak terawat sekaligus berdesak-desakan, bahkan ditimpa oleh jazad yang sudah yang lain. Ga mempunya tanah berarti terputusnya mata rantai antar generasi, tak ada kenangan dan kisah masa kecil yang tertinggal, juga tak ada pusara para moyang. Ga mempunyai tanah itu bencana, ingat peristiwa Porong Sidoarjo.

Sementara manusia bisa membuat rumah atau tempat pijak di atas air, menjadi manusia perahu. Sementara bisa menyenangkan, membuat happy. Ceritanya akan berbeda kalau berpijak di atas air itu untuk selamanya-lamanya. Bisa repot. Karena manusia toh bukan jenis mahkluk hidup yang hidupnya di air. Habitatnya berbeda. Lebih

Page 5: Lentera news edisi #25 Juni 2016

5 | Lentera news - ed Juni 2016

jauh dari itu, toh air itu wadah penampungnya adalah tanah, misalnya tasik, sungai, dan laut. Semuanya terkubang dalam kubangan tanah. Ya... ya.... semuanya toh harus membumi. Bahkan dalam kisah Alkitab ma-nusia diciptakan Allah dengan mengunakan bahan dasar debu tanah.

Publik nampaknya sedang mengarahkan perhatiannya ke danau Toba. Ada rencana gerakan pengembangan danau Toba menjadi Kawasan Wisata yang bertaraf internasional. Pro dan kontra berdatangan, dengan berbagai alasan dan argumentasinya masing-mas-ing. Tantangan masyarakat setempat adalah bagaimana mengelola, mempertahankan, dan mempunyai gagasan yang sama tentang kepemilikan sehingga tidak menimbulkan konflik antar keluarga-keluarga yang disana. Prinsipnya bahwa semangat pengembangan air danau Toba itu toh akhirnya tidak membawa bencana bagi masyarakat setempat. Masyarakat setempat tetap menjadi tuan atas daerahnya, tak menjadi menjadi budak atau membudakan sesamanya di tanah dengan julukan serpihan surga itu. Atau lebih tragisnya terusir dari tanah dan kampung halaman sendiri.

Keprihatinan soal ini mung-kin mengada-ada dan belum berdasar. Penting bagi kita adalah bahwa soal peruba-han kawasan itu merupakan sesuatu serius. Ya karena beru-rusan dengan macam-macam segi kehidupan kemanusiaan itu, ekonomi, budaya, sosial, politik, kesejahteraan hidup dll. Soal lain bahwa ada juga pengalaman yang ‘memporak-porandakan’ orang-orang

setempat yang tergusur dari tempatnya, misalnya suku Aborigin, dll. Toh dari aspek ini semua gagasan, optimisme, keprihatian dll dalam kerang-ka pengembangan Kawasan Wisata Danau Toba adalah baik adanya. Sifat dasarianya adalah menyambut hari depan dengan senyum kebahagiaan karena makin sejahtera, baik lahir mau-pun batin. Generasi mendatang akan memberikan ancungan jempol kepada generasi yang sekarang ini, kalau mereka sejahtera lahir dan batin. Kita tidak menginginkan generasi mendatang memberikan sumpah serapah karena betapa menderitanya mereka. Kita dan mereka seharusnya dengan bangga mendengarkan ucapan saudara-saudara sebangso dan setana air...... .

Link: http://www.clickinmoms.com/

Page 6: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 6

Jeda

Page 7: Lentera news edisi #25 Juni 2016

7 | Lentera news - ed Juni 2016

Gerak Gereja Katolik Menanggapi BODT

Lentera Utama

RP. Moses Elias Situmorang OFMCap

Pastor Paroki St. Fransiskus Asisi Berastagi - Kab. Karo

Pemerintah telah menetapkan Danau Toba sebagai destinasi

unggulan parawisata di Indonesia. Penetapan ini diperkuat dengan membentuk Badan Otorita Danau Toba (BODT). Tujuan pembentukan BODT adalah agar industri parawisata di sekitar Danau Toba dapat disinergikan menjadi sebuah paket yang terintegrasi.

Untuk mencermati proyek ini Gereja Katolik perlu dilibatkan agar tercipta suasana luhut binsar (semua bersinar/ berkembang). Peran Gereja Katolik terlebih sebagai benteng menjaga budaya dan adat agar tidak tergerus begitu saja oleh proyek raksasa ini.

“O Tao Toba nauli (Oh Danau Toba yang indah)! Siapakah yang datang kepadamu? Siapakah yang meninggalkanmu? Siapakah pendudukmu? Banyak kekayaan sekeliling keindahanmu, tetapi aku tidak bisa turut bersekolah, karena ompungku (kakekku) miskin,” Demikian luapan ungkapan hati Riris seorang anak yatim piatu yang kini tinggal bersama neneknya di pinggiran Danau Toba.

Hidup di bawah garis kemiskinan meski lingkungannya kaya sumber daya alam berupa keindahan _Danau Toba yang sungguh luar biasa. Kisah kehidu-pan Riris dituangkan Saut

Hutabarat dalam film “Anak Tao” berdurasi 105 menit yang resmi dilaunching di Hotel Danau Toba Internasional Medan, Sabtu 12 Maret lalu (Sib, 17/3/2016). Flim yang disutra-darai Lajesca Hatebe berlatar belakang kehidupan anak-anak di pinggiran Danau Toba ber-tujuan mengajak masyarakat di sekeliling Danau Toba bersama-sama mencintai keindahan alam dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan bersama.

Luhut Binsar Sujah sejak lama ada

upaya membangkitkan roda perekonomian melaui sektor pariwisata di daerah Danau Toba namun kurang berhasil.

Umumnya daerah seputar Danau Toba kecuali Kabupaten Karo dan Simalungun, terkenal sebagai kantong kemiskinan di Sumatera Utara. Pemerintah daerah Sumut maupun pusat telah berupaya mengentaskan kemiskinan dengan beragam cara.

Dua gerakan yang sangat terkenal. Pertama yang dimulai dengan gerakan Maduma pada tahun 1985 yang langsung ditangani oleh Solichin G.P Sekretaris Pengendalian Pembangunan (Sesdalopbang). Miliaran dana disalurkan oleh Sesdalopbang untuk membantu pertanian, peternanakan, dan perikanan. Bantuan diberikan bukan dalam bentuk uang tetapi melalui pemberian bibit dan

Page 8: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 8

pupuk. Celakanya pada masa itu

respon masyarakat tidak seperti diharapkan. Sapi dan bibit ternak lainnya yang disumbangkan pemerintah malah dijagal oleh masyarakat sedangkan pupuk yang seharusnya dipakai petani banyak beralih ke kios-kios. Operasi Maduma dinilai gagal dalam mengangkat masyarakat di daerah Tapanuli dari lembah keniskinan.

Kedua setelah mengevaluasi kegagalan Operasi Maduma dan terlebih sesudah melakukan observasi mendalam di daerah Tapanuli, Raja Inal Siregar gubernur Sumut 1988-1994 sampai pada konsep Marsipature Hutana Be (Martabe) yang art-inya kurang lebih membangun desa masing-masing dengan usaha sendiri. Raja Inal yang pernah menjadi Pangdam Siliwangi mengambil contoh desa-desa di Jawa Barat dimana dalam membangun desanya, masyarakat Jawa Barat bisa bergotong royong memobilisasi dana untuk membangun desa karena dana dari pemerintah sangat terbatas.

Pola pembangunan berlandaskan gotong royong itulah yang tercerna dalam konsep Martabe. Namun pengertiannya menjadi lebih luas, karena melibatkan para perantau dan beragam marga dengan berbagai tabiat. Dengan program Martabe diharapkan gairah kerja warga desa dapat termotivasi dengan memasuk-kan inovasi untuk membantu membuka cakrawala masyarakat desa.

Pada saat itu sambutan masyarakat terhadap gerakan Martabe cukup poisitif baik yang diperantauan maupuan yang tinggal di pedesaan di Tapanuli

yang sebagian besar daerahnya berada di seputar Danau Toba. Slogan Martabe tidak hanya dibicarakan tapi juga terpam-pang sebagai nama dan poster di pinggir jalan, di kedai-kedai, bus, dan becak motor. Miliaran dana masuk ke kabutan seputar Danau Toba dan dana tersebut langsung dialirkan ke desa-desa dalam bentuk hotel, perkebu-nan percontohan, BPR (Bank Perkreditan Rakyat), rumah-ru-mah, hotel, sekolah dan tempat ibadah.

Lewat gerakan Martabe berbagai yayasan berusaha memobilisasi dana demi pembangunan desa-desa di daerah Tapanuli Utara. Hanya saja yang menjadi kelemahan adalah bahwa nampaknya yayasan itu hanya berjalan sendiri dan tidak dikoordinir. Akibatnya kegiatan menjadi tumpah tindih di daerah yang sama. Sekiranya dikoordinir dengan baik dan mantap akan bertahan lama. Akan tetapi disisi lain kalau dikoordinasikan akan menjadi ribut terus terutama untuk merebut posisi ketua karena individualitas orang Batak sangat tinggi. Banyak yayasan yang hanya berta-han seumur jagung karena kurang melibatkan penduduk setempat dan kurang memahami kebutuhan setempat serta tak bisa dipungkiri kegagalan terjadi karena banyak ide hanya seakan didrop dari atas tanpa ada keterangan terperinsi dan kurang melibatkan pendapat masyarakat yang telah lama berdiam di seputar Danau Toba.

Selain itu orang Batak pada umumnya punya pandangan hidup, “di mana kamu berada di situlah kamu bangun kampungmu.” Pandangan hidup seperti ini secara langsung pun tak langsung akan memengaruhi

pola pikir masyarakat peran-tau. Mereka merasa tidak punya kewajiban moral untuk memikirkan kampung hala-mannya. Sudah demikian para perantau juga sering melarang orang yang tinggal di kampung untuk mengerjakan tanah warisan yang mereka tinggal-kan. Tanah tersebut tidak bisa digarap. Dibiarkan terlantar begitu saja. Inilah adat dan masyarakat Batak di seputar Danau Toba masih tetap kuat bersendikan pada adat. Kemiski-nan tidak membuat para peran-

Page 9: Lentera news edisi #25 Juni 2016

9 | Lentera news - ed Juni 2016

tau terenyuh dan merenungkan kembali makna adat untuk mensejahterakan kehidupan warga. Malah sebaliknya, dalam masyarakat yang beradat ini dikenal falsafah , “lebih baik diambil setan ketimbang kamu yang memperolehnya.” Sejenis semangat antisosial yang sangat primitif.

Maka ide pembentukan Badan Otorita Danau Toba (BODT) yang bertujuan untuk memuliakan seluruh kekayaan alam, budaya, tradisi, dan masyarakat agar berhasil

pertama-tama pemerintah harus mendengar dan dengan rendah hati duduk bersama masyarakat sekitar Danau Toba. Proses ini nampak agak lambat namun demikian program akan lebih terjamin berhasil. Dengan melibatkan, bertanya dan mendengar apa yang menjadi keinginan pemerintah akan tercipta suasana luhut binsar (semua bersinar/ berkembang). Kedua pemerintah harus mempelajari kegagalan pro-gram Maduma dan Martabe dengan lebih serius sebe-

lum memulai pembangunan. Ketiga mensosialisakan akan pentingnya menjaga keindahan Danau Toba sebagai bagian penting dari peradaban.

Sebab peradaban manusia sebenarnya berawal dari kecintaan akan keindahan alam. Maka itu dapat dikatakan bahwa keindahan adalah asal dan tujuan dari peradaban itu. Hidup adalah pertaruhan akan keindahan. Atau mengutip Richard Wagner bahwa man’s supreme purpose is art (John Wilkins, Understanding

Page 10: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 10

Presiden Jokowi, Selasa (1/3/2016), memberikan keterangan pers tentang pembentukan badan otorita untuk kawasan wisata Danau Toba. Rapat bersama Kepala Daerah dari 7 Kabupaten di Sumut berlangsung di Hotel Niagara, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. (Sumber: http://setkab.go.id/)

Page 11: Lentera news edisi #25 Juni 2016

11 | Lentera news - ed Juni 2016

Page 12: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 12

Veritatis Splendor, London: SPC, 1994). Kerusakan alam yang mengakibatkan longsor dan banjir ini, dapat kita refleksikan sekarang sebagai akibat langsung dekadensi moral dalam arti ketidakmampuan untuk menghayati keindahan alam ciptaan. Hidup dirasa sudah rusak. Tidak ada lagi yang dapat menjadi standar atau pegangan pasti. Tidak ada lagi prinsip, sumber atau patokan yang dapat memberi orientasi arah dari mana dan mau kemana manusia. Peradaban seakan tercabut dari akarnya.

Dalam hal ini masyakarakat yang bermukim di seputar Danau Toba boleh menimba sejumput pemikiran filsuf Friedrich Schiller (1759-1805). Pada suatu saat dia berkata, “Beauty is a symbol of morality, art + beauty way be conducive to moral life.” Ucapan ini keluar ketika Schiller menggambarkan situasi Eropa abad ke-18 yang barbar, tanpa keindahan, egoistik dan materialistik. Eropa dihuni oleh orang-orang yang hidupnya tak bahagia, terpecah, bertentangan satu sama lain, bahkan termasuk dengan dirinya sendiri. Menu-rut Schiller, kepribadian dan masyarakat yang baik amat tergantung pada kemampuannya untuk mencintai keindahan yang hanya dapat diperoleh dari lingkungan yang ter-jaga secara seimbang. Pulihnya peradaban berupa cinta akan keindahan hanya mungkin dibangun dengan adanya ethos baru berupa kesadaran ekologis yakni kesadaran akan kesalingberhubungan fundamental, kesalingtergantungan segenap fenomena dan kesadaran mendalam akan keterikatan dan

kemenyatuannya di dalam dunia ini.

Sumbangan Gereja Katolik

Kehadiran Gereja Katolik di Wilayah Danau Toba secara khusus di Tapanuli dan Samosir dimulai dengan kedatangan missionaris Belanda pertama bernama pastor Diego Van den Biggelaar OFMCap pada tahun 1938. Pastor Diego van den Biggelaar OFMCap yang akrab disapa dengan gelar “ompung bornok” memulai karya misi di daerah Simbolon. Selanjutnya hadir pastor Beatus Jenniskens OFMCap yang membuka misi di daerah Onan Runggu dan sekitarnya. Pada tanggal 01 Agustus 1941 berdirilah paroki santo Mikael Pangururan oleh apostolisch Vicariat van Padang, dengan uskup pada saat itu Mgr.Mathias Brans OFMCap. Adapun pastor paroki pangururan pertama adalah Pastor Benyamin Dijkdtra SJ. Pada awal berdirinya paroki Pangururan terdiri dari 7 stasi dengan stasi pertama adalah Sitonggi-tonggi. Tongkat estapet kememimpinan sebagai pastor paroki dari pastor Benyamin Dijkstra beralih kepada pastor Rabboud Waterreus OFMCap yang sangat lama berkarya di Pangururan dan meninggal di sana. Hampir semua orang di wilayah Pangururan mengenal pastor Waterreus terutama karena kesalehan dan kebaikannya. Kemana-mana beliau selalu jalan kaki dan menyapa siapa saja yang dia temui di jalan. Selanjutnya di paroki Pangururan hadir pastor Guido de Vet. Kalau boleh dikatakan pastor Guido de Vet merupakan rasul Gereja Katolik di wilayah Samosir. Dia memiliki

agar berhasil pertama-tama pemerintah

harus mendengar dan dengan rendah hati duduk bersama masyarakat

sekitar Danau Toba. Proses

ini nampak agak lambat namun

demikian program akan lebih

terjamin berhasil

Page 13: Lentera news edisi #25 Juni 2016

13 | Lentera news - ed Juni 2016

strategi yang sangat jitu yakni mencari anak-anak pintar dari desa-desa lalu memasukkan ke SMP Budi Mulia. Pada saat Indonesia masih langka akan hiburan dia sudah berpikir dengan mendirikan sentrum (aula) dimana setiap hari Rabu yang merupakan hari pekan di Pangururan dia putar film lengkap dengan tiket (dengan harga terjangkau).

Bila dirunut kebelakang perjalanan kehadiran Gereja Katolik di Samosir sudah cukup panjang dan sudah kenyang dengan berbagai macam tantangan. Ada dua hal ‘sumbangan’ yang membuat misi Katolik cepat diterima di Samosir. Pertama adalah misi bidang pendidikan. Di Onan runggu berdiri SD dan SMP Bhakti Mulia yang cukup berkualitas. Pendirian sekolah dan juga selalu dibarengi dengan asrama membawa pengaruh besar dan ini merupakan strategi Gereja Katolik dalam usaha mengembangkan misinya di Samosir. Kedua adalah bahwa Gereja Katolik dalam pewartaan misinya sangat menghargai budaya dan adat Samosir. Peristiwa yang sangat mengagumkan adalah saat pastor Dr.Anicetus B. Sinaga OFMCap (setelah selesai studi doktoral bidang teologi dari Belgia) langsung memimpin upacara “mangalahat horbo” di Salaon pada tahun 1978. Peristiwa lain lain adalah saat uskup Mgr.A.G. Pius Datubara OFMCap. merayakan misa di puncak gunung Pusuk Buhit bersama kaum muda tahun 1978. Keseriusan gereja dalam meng-gali budaya dan memasukkannya ke dalam Gereja tampak dari upacara-upacara besar. Gondang sebagai pengiring Misa menjadi biasa. “Tor-tor” untuk membawa

persembahan menjadi salah satu unsur penting dalam perayaan misa besar. Upacara perkawinan di Gereja dengan mengenakan ulos yang dilanjutkan dengan “mangarumatondii” menjadi satu-kesatuan yang tak terpisahkan dari ikatan suci perkawinan. Yang kedua adalah bahwa gereja Katolik sejak awal sangat mendukung kegiatan credit union. Hampir tidak adav paroki di Samosir yang tidak memiliki credit union.

Dalam bidang penyelamatan lingkungan hidup Gereja Katolik juga sangat peduli dan terlibat walaupun tidak selalu berhasil. Matrida sudah berupaya melaksakan penghijauan dan pembibitan di Samosir tetapi hasilnya belum begitu nampak. Kegagalan usaha ini adalah karena Gereja belum mampu meyakinkan masyarakat.

Kini proyek Otorita Danau Toba sedang digulirkan. Tanah oleh para investor sedang diincar. Propoganda “Monaco of Asia” sedang didedungkan. Dana Triliunan rupiah sedang dianggarkan. Gereja Kato-lik dalam hal ini para pastor dan tokoh umat mesti jeli dan mempelajari setiap kebijakan Badan Otorita Danau Toba dengan seksama. Bila tidak nasib masyarakat akan terulang lagi seperti saat PT Inti Indorayon Utama hadir di Samosir: hutan alam dan pinus ditebangi selanjutnya ditanam eukaliptus yang membuat tanah menjadi gersang dan mata air bening tinggal kenangan menjadi air mata karena sulitnya mencari air. Gereja Katolik harus berani dan tegas bersuara yang meninabobokan masyarakat dengan proyek mercu suar ini. Jangan sampai masyarakat di sekitar Danau Toba terutama yang di Samosir menjadi terusir

nanti dari tanahnya sendiri atau menjadi sekedar budak pekerja murahan di hotel-hotel atau kembali menjadi penonton kemewahan. Masyarakat harus diiarahkan dan dididik menjadi masyaarakat bermartabat, beriman, berbudaya dan berbudi luhur.

Page 14: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 14

Page 15: Lentera news edisi #25 Juni 2016

15 | Lentera news - ed Juni 2016

Lentera Iman

Sebuah Kisah Nyata : Salam Maria Adalah Doa Yang Hebat

Seorang anak laki-laki, protestan, berusia 6 tahun, sering mendengar

temannya yang katolik mendoakan Salam Maria. Ia menyukainya sehingga ia menirunya, mengingatnya dan mendoakannya setiap hari. ‘Lihat ibu, ini doa yang indah’, ia berkata kepada ibu-nya suatu hari. ‘Jangan pernah mengucapkannya’, jawab ibunya. ‘Salam Maria adalah doa tahayul orang Katolik yang menyembah berhala dan berpikir bahwa Maria adalah Dewi’. Bagaimana-pun, ia adalah wanita seperti yang lain. Ambillah Kitab Suci ini dan bacalah. Kitab Suci mengandung segalanya tentang apa yang harus kita lakukan.

Sejak saat itu anak laki-laki

itu tidak melanjutkan Salam Maria-nya setiap hari dan menghabiskan waktunya membaca kitab suci. Suatu hari, selagi ia membaca Injil, ia melihat kutipan tentang Kabar Gembira Malaikat kepada Bunda Kita. Dengan penuh suka cita, anak laki-laki itu berlari ke-pada ibunya dan berkata,”Ibu, aku telah menemukan Salam Maria di kitab suci yang berkata :’Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu. Terpujilah engkau diantara wanita’. Mengapa engkau menyebutnya doa tahayul?”.

Pada kesempatan lain ia menemukan pemberian hormat yang indah dari St. Elisabeth kepada Perawan Maria dan nyanyian pujian yang luar biasa. MAGNIFICAT dimana Maria diramalkan bahwa “para bangsa akan menyebutnya berbahagia”.

Ia tidak mengucapkan apapun kepada ibunya namun mulai mendoakan Salam Maria setiap hari seperti sebelumnya. Ia merasakan kesenangan dalam menujukan kata-kata yang memikat itu kepada Ibu Yesus, Penyelamat kita.

Ketika ia berusia 14 tahun, suatu hari ia mendengar diskusi tentang Bunda Maria diantara anggota keluarganya. Setiap orang berkata bahwa Maria sama seperti wanita lainnya. Anak itu, setelah mendengar penalaran mereka yang keliru, tidak dapat bertahan lagi, dan dengan penuh amarah, ia berkata: ‘Maria tidak seperti anak Adam lainnya, ternoda dengan dosa. Tidak! Malaikat menyebutnya PENUH RAHMAT DAN TERBERKATI DIANTARA WANITA. Maria adalah Ibu Yesus Kristus dan konsekuensinya ia adalah Bunda

Page 16: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 16

Allah. Tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi dimana ciptaan bisa diangkat seperti itu.

Injil berkata bahwa para bangsa akan memproklamasikan ia sebagai yang berbahagia dan kamu mencoba merendahkannya. Semangatmu bukanlah semangat Injil atau Kitab Suci yang kamu katakan adalah fondasi agama Kristen’. Begitu dalam kesan ucapan anak itu sehingga membuat ibunya menangis dengan sedih: ‘Oh Allahku!’ Aku takut putraku ini suatu hari akan bergabung dengan agama katolik, agama para Paus!’ Dan memang, tidak lama setelahnya, setelah melakukan pembelajaran serius tentang protestanisme dan katolisisme, anak laki-laki itu menemukan bahwa Katolik adalah satu-satunya agama yang benar dan menganutnya dan menjadi satu dari rasulnya yang paling bersemangat.

Setelah pertobatannya dari protestan ke katolik, ia bertemu saudara perempuannya yang telah menikah, yang memak-inya dan berkata dengan marah :’Kau tidak tahu betapa aku mencintai anak-anakku. Jika salah satu dari mereka ingin menjadi katolik, Aku akan menusuk hatinya dengan pisau dan mengijinkannya untuk menganut agama Paus!’ Ke-marahan dan wataknya sehebat kemarahan St. Paulus sebelum pertobatannya. Namun, ia akan mengubah jalannya, seperti yang dilakukan St. Paulus di jalan menuju Damaskus.

Suatu ketika putranya menderita sakit parah dan dokter menyerah untuk menyembuhkannya. Saudara laki-lakinya kemudian mendekatinya dan berbicara

kepadanya dengan penuh kasih sayang, berkata :”Saudariku terkasih, kamu berharap anak-mu disembuhkan. Baik, maka lakukanlah apa yang kuminta. Ikuti aku, mari kita berdoa satu kali Salam Maria dan berjanjilah pada Allah bahwa, jika putramu sembuh, kamu akan secara se-rius mempelajar doktrin katolik, dan kesimpulanmu haruslah bahwa katolisisme adalah satu-satunya agama yang benar, kamu akan menganutnya tidak peduli apapun pengorbanannya”

Saudarinya agak enggan pada awalnya tapi ia berharap akan kesembuhan putranya. Ia menerima usul saudaranya dan mendoakan Salam Maria bersama dengannya. Hari berikutnya putranya sembuh total! Ibunya memenuhi janjinya dan mempelajari doktrin katolik. Setelah persiapan panjang ia menerima sakramen baptis bersama keluarganya, berterima kasih pada saudaranya karena telah menjadi rasul baginya.

*Kisah ini diceritakan selama khotbah yang diberikan oleh Rev. Romo Tuckwel. ‘Saudara-saudara, ia berkata,’Anak laki-laki yang menjadi katolik dan mentobatkan saudara perempuannya ke katolisisme mendedikasikan seluruh hidupnya kepada pelayanan Allah. Ia adalah imam yang sedang berbicara kepadamu sekarang!’

Betapa aku berhutang budi kepada Bunda Kita, Bunda Maria. Kamu juga, saudaraku, dedikasikanlah semuanya kepada Bunda Kita dan jangan pernah membiarkan harimu berlalu tanpa mengucapkan doa yang indah, Salam Ma-

ria, dan Rosariomu. Mintalah ia menerangi pikiran para protestan yang terpisah dari Gereja Kristus yang sejati yang didirikan diatas Batu Karang (Petrus) dan ‘alam maut tidak akan menguasainya’.

Tidak! Malaikat

menyebutnya PENUH RAHMAT DAN TERBERKATI

DIANTARA WANITA.

Maria adalah Ibu Yesus Kristus dan

konsekuensinya ia adalah Bunda Allah

Page 17: Lentera news edisi #25 Juni 2016

17 | Lentera news - ed Juni 2016

Lentera Refleksi

Bagaimana membuat Misa OMK?

Directorium de Missis cum Pueris: Prinsip dan Peluang

Walaupun Directo-rium de Missis cum Pueris (“Pedoman

Pastoral Misa dengan Anak-anak”) sudah diundangkan sejak 1 November tahun 1973, namun perencana, pelaksana, dan pen-gevaluasi misa-misa Anak dan Misa Orang Muda jarang yang memakai pedoman tersebut sebagai acuan, inspirasi, dan tolok ukur keberhasilan suatu perayaan ekaristi anak-anak, remaja dan Orang Muda Katolik (OMK). Tidak heran jika karenan-ya, beberapa penyelenggaraan misa OMK dinilai keterlaluan (kebablasan) alias melanggar kaidah liturgi, sementara dari sisi yang lain justru dinilai “belum terasa jiwa mudanya” alias membosankan.

Dokumen ini menegaskan adanya prinsip yang tetap harus dipegang, serta peluang-peluang penyesuaian bagi penyelenggara misa kaum muda agar para OMK peraya misa dimampukan untuk memetik makna misteri yang dirayakan. Sebagai pastor pendamping OMK, Penulis merasa perlu membiasakan Tim Liturgi OMK membaca dan mendalami Pedoman tersebut. Dalam Pedoman yang berisi lima puluh lima nomer artikel tersebut, ditegaskan bahwa tujuan utama Pedoman itu ialah menolong anak-anak dan kaum muda bersuka cita menjumpai Kristus dalam Ekaristi, dan menampilkan suka cita itu dalam hidup keseharian mereka di hadapan Bapa. Jika anak-anak dibina oleh hati nurani dan keterlibatan aktif dalam ekaristi, maka mereka akan belajar mewartakan Kristus di tengah keluarga, teman sebaya,

RD. Yohanes Dwi Hersanto

Sekretaris Emeritus Komisi Kepemudaan KWI. Kini Pastor Kepala Paroki Hati SPM Tak Bercela Kumetiran Yogyakarta

Page 18: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 18

dengan menghayati “iman yang bekerja oleh kasih (Gal 5:6). (bdk. N0. 55). Tampak jelas bahwa kata “suka cita”, “kegembiraan: menjadi nada dasar Perayaan Ekaristi orang muda. Sekaligus berdimensi pembinaan (lih. No 10). Bagaimanakah cita-cita tersebut dapat dicapai? Tulisan ini berdasar pada dokumen Directorium de Missis cum Pueris dengan mengacu pula pada pengalaman penulis.

2. Persiapan (Batin dan Fisik)

Berhasil dalam persiapan berarti mempersiapkan keberhasilan. Kita mewajibkan diri untuk serius dalam menyiapkan ekaristi orang muda, lebih daripada persiapan untuk misa rutin dan misa umumnya. Dalam nomer 29, dokumen menekankan pentingnya persiapan yang serius khususnya lagu, bacaan-bacaan, doa-doa, doa umat, petugas-petugas. Tim Liturgi wajib membahasnya bersama orang muda dan imam dalam beberapa kali pembahasan.

2.1. Persiapan BatinPersiapan batin selayaknya

sudah dimulai oleh Tim Liturgi penyiap misa OMK. Mereka wajib melakukan perenungan atas misteri iman yang akan dirayakan pada hari-H nanti. Bacaan-bacaan doa umat, dan Doa Syukur Agung yang dipilih, harus mengalir dari hati dan budi peraya. Karena itu, mereka sendiri wajib merenungkan dan menemukan inti kehendak Tuhan dari bacaan tersebut. Penentuan tema dilakukan dengan berbagi pengalaman iman sehubungan dengan Sabda yang didengarkan.

Di sini, kita sering

menemukan latar belakang pengalaman OMK yang masih sedikit untuk ukuran orang dewasa, namun cukup menge-jutkan manakala mau men-dalaminya. Patut diperhatikan pula penerimaan atas sabda oleh sang penerima yang ber-latar budaya dan bahasa tert-entu. “Yang diterima, diterima menurut cara si penerima”. Yang diberikan pun diberikan sesuai cara si pemberi. Di paroki tempat tugas saya sekarang, dengan alasan pelayanan ke-pada umat, digunakan tiga bahasa dalam ekaristi-ekaristi. Ada ekaristi berbahasa Jawa, berbahasa Indonesia, dan berba-hasa Inggris. Penyiap dan para petugas pelaksana ekaristi wajib membaca dan mendalami teks doa dan bacaan kutipan Kitab Suci sesuai dengan bahasanya, agar dirasakan “satu gelombang” dengan arti dan maksud Ger-eja kendati tidak akrab dengan bahasa tersebut khususnya bahasa Jawa dan bahasa Inggris. Selain itu, para peraya pada umumnya wajib dipersiapkan oleh terlebih oleh dirinya sendiri. Membaca dan merenungkan kata kunci teks bacaan beberapa hari sebelum mengikuti misa sangat dianjurkan. Di sini terjadi perjalanan budaya, menerobos budaya sendiri untuk menemukan inti sari misteri iman yang akan dirayakan. Mau melepaskan cara lama dan memasuki cara baru memer-lukan kerendahan hati. Tidak mudah, namun tahap ini sangat penting demi pertumbuhan OMK yang kita layani dalam misa kaum muda.

Bagi imam yang akan merayakan misa OMK, meng-ingat nomer 23 pada Pedoman sangat penting: agar melayani ekaristi dengan akrab, meriah namun juga meditatif. Di sinilah

kita akan melayani OMK men-emuka Kristus secara pribadi, supaya iman mereka bertumbuh. Karena itu, imam yang akan memimpin ekaristi kaum muda justru harus lebih merendahkan diri lagi di hadapan Tuhan dalam persiapannya.

2.2. Persiapan LahirDalam dunia orang muda

persiapan secara lahiriah paling tampak dalam gaya berbusana. Pakaian yang pantas untuk misa tentu saja lain dari pakaian un-tuk hangout atau berjalan-jalan, di mal, bukan pula busana untuk berpiknik. Namun demikian, bu-sana yang dikenakan umat muda dalam misa OMK mesti pantas, nyaman sopan dan hormat, kendati juga tidak terlalu formal dan mewah seperti dalam pesta resepsi perkawinan. Pakaian un-tuk misa OMK mesti mendukung kenyamanan OMK sendiri dalam berdoa dan mengikuti perayaan ekaristi dengan khidmad, casual namun hormat. Sedangkan imam tetap wajib memakai pakaian liturgi ekaristi.

Beberapa keluhan atas penyelenggaraan misa OMK di Indonesia menyebut bahwa pakaian imam tidak lengkap dikenakan imam. Para pengkritik menegaskan bahwa perilaku tersebut bukan merupakan pendidikan liturgi dan mental yang baik bagi OMK.

Sumber: http://www.katolisi-tas.org/bagaimana-membuat-misa-omk/

Page 19: Lentera news edisi #25 Juni 2016

19 | Lentera news - ed Juni 2016

Jeda

Page 20: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 20

Kututup rapat-rapat daun pintu kamarku. Sebuah

engsel besi kupastikan terkunci. Aku tak ingin seorang pun tahu apapun yang akan kulakukan saat itu. Aku tak akan mengi-kat tali jemuran ke atap dan menggantungkan leherku hingga anugerah nafas kehidupan ini ber-lalu bersama kegelapan yang perlahan ditelan fajar pagi ini. Aku hanya ingin memandang wajahku pada sebuah cermin yang ada tepat di sebelah pintu kamar sederhana ini.

Rasanya masih seperti mimpi segalanya telah men-jadi seperti ini. Bukan segenap rambut yang tumbuh di atas bibir dan daguku sebagai

tanda kedewasaan. Bukan pula rambut hitamku yang entah mengapa mulai diselingi uban saat usiaku masih akan 21 tahun. Aku pun sedang tak ingin berkeluh kesah oleh lensa yang setia di depan kedua bola mataku yang kian hari kian tebal. Bukan. Bukan tentang semua itu.

****Sekuat tenaga aku berlari

kembali ke gubuk tua yang mulai menampakkan atapnya yang bersembunyi di balik dedaunan pohon kakao. Aku tak tahu sudah berapa lama aku berlari tanpa henti melin-tasi jalan menanjak. Hujan yang baru berlalu menyisakan lumpur licin dan sedikit leng-ket. Aku juga tak tahu sudah berapa kali kakiku terperosok ke lubang kehampaan yang

Sastra

Bagian yang Terbaik

Ade Christianto Tambunan

Mahasiswa Seminari Menengah Christus Sacerdos di Pematangsiantar

Page 21: Lentera news edisi #25 Juni 2016

21 | Lentera news - ed Juni 2016

penuh dengan pelepah sawit. Beberapa duri yang bersemay-am di kakiku mulai menimbul-kan perih.

Aku tak perduli sama sekali. Aku terus saja berlari dan memang seharusnya begitu. Aku tak tahu mengapa. Terlalu pahit rasanya untuk mener-imanya. Aku mencoba berlari menjahui kenyataan meski itu sama sekali tak mungkin. Saat ini sepertinya itulah yang terbaik. Aku tak perduli meski hatiku pun mengataiku sebagai pengecut.

Beberapa warga yang berhas-il kupanggil dari desa terdekat mengikutiku dari belakang. Aku kesal mereka enggan ber-lari mengikuti iramaku. Na-mun aku juga tak mempunyai alasan untuk memaksa mere-ka. Dan lagi tak seorang pun akan mampu dan mau berlari selain dipaksa oleh asamnya cuka yang membasahi sayatan di hati.

Sejenak aku terhenti. Sesak sekali rasanya. Butiran ker-ingat berlomba keluar dari pori-poriku bersama keg-erahan, keragu-raguan juga ketakutan. Sangat takut. Lebih baik rasanya aku sejenak kabur dari kehidupan ini dan bersem-bunyi di dunia lain. Meski itu berarti menjadi seorang yang tidak dikenal dan mengenal se-orang pun, itu jauh lebih baik.

Kini aku telah tepat ada di depan gubuk itu. Hanya sepelempar batu dan selubung kebutaanku itu bisa kutanggal-kan. Aku masih belum dapat melihat apapun. Beberapa pohon kakao masih enggan mengijinkan aku untuk meli-hatnya. Bahkan alam pun setuju, lebih baik bagiku tak melihatnya. Tak juga ada suara yang terdengar selain teriakan

si-elang dari kejauhan serta serangga hutan yang menjerit-jerit di semak.

Aku tak tahu mengapa aku seakan menunggu. Kakiku sep-erti diberi beban ratusan kilo dan tak mampu kuangkat. Bah-kan ragaku enggan diperintah. Terpaan angin lembab yang dingin menghantam wajahku. Tubuhku yang kurus kering kini bergetar seirama dengan kegentaran seorang anak. Aku belum bergerak untuk bebera-pa saat. Aku tetap menunggu ada sedikit benih-benih hara-pan yang dapat kupetik untuk melegakan keporak-porandaan hatiku.

Sebuah tarikan nafas pan-jang membawa masuk udara dingin kedalam rongga kepena-tan. Aku berusaha mengulang-inya berharap kesegaran data-ng. Rasa dingin yang menusuk menyadarkanku. Tak ada yang bisa kubuat selain menghadap-inya. Tak bisa waktu diputar untuk mencegahnya. Aku hanya bisa memastikan ragaku tak akan terpental dan jiwaku tak akan meleleh olehnya. Ku-siapkan hatiku untuk mengha-dapinya.

Tidak. Aku tetap tidak siap dan tak akan pernah siap un-tuk ini.

Akhirnya dia muncul dari ba-lik dedauan. Aku tak tahu apa yang dibawanya? Harapankah? Ataukah dia melangkah ber-sama sayatan keputusasaan?

“Sam....Samy...” teriakannya membahana menyebut nam-aku ketika melihatku diantara kesunyian senja. “Dia telah tiada...” lanjutnya. Aku melihat deraian air mata mengukir luka yang kian dalam di wajah wanita itu. Kepedihan bercam-pur dengan keputuasaan. Air mukanya sama sekali tak dapat

menutupi darah segar yang mengucur deras dari luka di hatinya. Air bercampur nanah bertaburan bersama segenap duka yang terpancar dari mim-iknya.

Aku tak tahu harus berbuat apa. Dia begitu lemah. Tapi aku juga. Aku belum memiliki bahu yang cukup kuat untuk menjadi landasan kepalanya. Suatu saat nanti aku memang akan menopangnya saat dia kian renta sedang aku menuju puncakku. Tapi bukan seka-rang. Bahkan ragaku belum mampu kutopang.

Aku mencoba melangkah lagi. Berat rasanya namun tetap kucoba hingga akhirnya... Aku merasa tubuhku begitu dingin dan ringan. Aku merasa melayang bersama sehelai daun kuning yang ditiup angin. Sangant nikmat menjadi serin-gan angin.

Aku tersungkur di tanah yang basah. Aku masih bisa mendengar teriakan wanita yang tak lagi muda itu, juga langkah mereka yang mengiku-tiku dari belakang. Aku sadar sepenuhnya saat kemudian dia memelukku dan mencoba membangkitkanku. Ya, dia masih lebih kuat dariku saat ini.

Aku mencoba bangkit. Dengan tangan kuhempaskan pasir yang menempel diwa-jahku saat terjatuh. Tangisku kini menemani kelemahanku. Aku melangkah pelan ditemani ketidak-percayaan. Di dunia manakah aku saat ini? Mimpi-kah aku? Mengapa semuanya menjadi seperti ini? Bukan-kah dia yang tadi bersantap siang denganku dalam canda tawa? Bukankah dia yang menyebut-nyebut namaku untuk mengumpulkan buah

Page 22: Lentera news edisi #25 Juni 2016

Lentera news - ed Juni 2016 | 22

kakao yang dipetiknya? Bukan dia yang menyalakan api di samping gubuk itu? Bukankah semuanya masih baru saja terjadi? Lalu mengapa kini dia tak tersenyum lagi? Mengapa pandangannya tak bergerak dan kosong? Mengapa dia ter-lentang di atas basah?

Bagiku dia yang terbaik. Dia mempunyai peran yang sangat besar dalam hidupku. Tak hanya menyuap perutku kala lapar, dia juga membu-kakan mataku untuk mampu memandang cakrawala biru dengan leher yang tegak. Se-genap harapan kugantungkan di bahunya yang kekar, meski menua. Tidak bukan aku saja. Aku bersama keempat sau-daraku yang lainnya.

Aku tak mau mengatakan dia sebagai sumber mimpi dan citaku itu juga. Namun dia memang bagaikan peman-tik yang membagikan apinya hidup pada sumbu yang masih baru. Dia juga yang sesekali menghembus angin ke lilin yang sudah bernyala hingga apinya berkobar-kobar dan kian bergairah. Ya, aku berani bermipi karena dia ada. Dia terus mendukungku untuk terus mengarahkan pandan-gku pada bintang yang begitu jauh meski aku belum memu-lai. Dia membuat seolah raihan tanganku akan mengapainya. Dia membuatku yakin akan mimpiku itu.

Namun saat ini aku merasa dia pergi membawa semua yang pernah diberinya. Dia menghisap api yang pernah diberinya hingga aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Aku ragu untuk tetap be-rani menegadah memandang bintang yang dulu pernah kumimpikan. Aku ragu un-

tuk mengejar cita-citaku itu tanpa harapan yang kuterima darinya. Bahkan aku sempat berpikir untuk melupakan-nya dan menganggap bahwa itu semua tak pernah terjadi. Melupakan mimpiku meski rasanya sangat perih. Sebab jangankan untuk bermimpi, untuk menghadapi kenyataan yang harus kuterima saja aku sudah sekarat. Mungkin, lebih baik juga sumbuku tak pernah disulut apinya. Hanya seberkas kenangan yang membatasiku dengan akhirat.

Aku tak dapat melukiskan betapa kecewanya diriku. Dia melepaskan tangung jawab atas aku dan keempat sau-daraku pada seorang wanita yang pilihannya itu. Lebih lagi, aku kecewa bahwa dia menga-jari aku untuk melihat mimpi dan cia-citaku, meyakinkanku bahwa dia akan mendukungku, namun pergi saat dia belum memastikan aku mampu mem-bentangkan tanganku.

****Aku beranjak dari bangkuku

dan keluar dari barisan orang-orang yang berjubah coklat itu. Kumantapkan lipatan tanganku seraya memandang pimpinan ordoku yang telah menanti di panti imam. Aku melangkah pelan sambil menikmati nuansa penuh de-bar. Aku bisa merasakan cukup banyak mata memandangku seperti saat saudara lain men-gucapkan janji-janjinya.

Wanita yang begitu tang-guhnya memikul tugas seorang kepala keluarga bagi kami juga hadir. Dia tak lagi lebih kuat dariku. Meski semesta telah menyatakan ia berhasil men-jadi ibu dan ayah sekaligus, namun kini usia telah meram-pas sebagian tenaganya.

Aku berharap dia juga ada diantara mereka, duduk manis memandangku dan dengan senyumnya seraya berdoa untukku. Tapi itu tak mung-kin. Seandainya dia benar ada disitu pasti langkahku lebih teguh saat ini. Namun aku tak mau lagi tinggal dalam lembah kelam itu. Aku telah menghadapinya dan menang. Meski sebuah sayatan pernah menghiasi asaku, aku telah menjadi lebih tangguh saat ini. Aku juga telah mampu menerima kenyataan bahwa dia tidak akan menemaniku memandang bintangku.

Aku menyesal pernah me-naruh amarah dan kecewa padanya. Dia tak pernah men-inggalkanku meski aku tak bisa melihatnya lagi selain pada bingkai-bingkai foto itu. Dia juga tak pernah membi-arkanku sendiri menatapi bintang seperti yang pernah diajarkannya, meski di bahu-nya aku tak lagi bisa bersandar. Kini dia telah mengambil bagian yang lebih baik dari-pada sekadar memenuhi ada disampingku atau memberi harapan. Dia telah duduk di sana bersama Bapaku dan Bapanya dan berdoa untukku seperti saat aku berdoa untuk ketentraman jiwanya. Ya itu adalah bagian yang terbaik. Dia memang yang terbaik bagiku bahkan saat dia telah tiada.

“Terima kasih ayah...”

Page 23: Lentera news edisi #25 Juni 2016

23 | Lentera news - ed Juni 2016

Source:http://67.media.tumblr.com/1e995f89d91215ad0159e6d74619d5ac/tumblr_nvpkn8sBZr1uggvbco1_1280.png