Top Banner

of 25

Learning Issues Saras

Jan 09, 2016

Download

Documents

sarasanns

tutorial
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Learning IssuesSaraswati Annisa04011381419196Gamma

Pemeriksaan Fisik1. Penilaian keadaan umumPenilaian keadaan umum dilakukan saat seorang dokter pertama kali bertemu dengan pasien. Secara umum pasien dapat dinilai kondisi sakitnya dalam kondisi sebagai berikut : Tidak nampak sakit, masih bisa beraktifitas biasa Sakit ringan, tampak mulai terganggu aktifitas harian Sakit sedang, memerlukan istirahat tetapi masih dapat melakukan aktifitas pribadi Sakit berat, terbaring di tempat tidur dan perlu bantuan untuk melakukan aktifitas pribadiKeadaan gizi dan habitus. Habitus : - Atletikus BB dan bentuk badan ideal - Astenikus pasien yang kurus - Piknikus pasien yang gemuk Keadaan gizi kurang, cukup atau berlebih. BB dan TB harus diukur sebelum pemeriksaan fisis dilanjutkan. Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) : BB (kg) / TB2 (m2)BB ideal = IMT 18,5 251. BB kurang = IMT < 18,51. BB lebih = IMT > 251. OBESITAS= IMT > 302. Penilaian status mental / tingkat kesadaran Merupakan penilaian tingkat kesadaran berupa : 1. Composmentis, sadar sepenuhnya, baik/sempurna 2. Apatis, perhatian berkurang, pasien tampak segan dan acuh tak acuh3. Somnolen, mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara 4. Soporous, dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan 5. Soporocomatous, hanya tinggal reflek cornea (sentuhan kapas pada kornea, akan menutup kelopak mata) 6. Koma, tidak memberi respon sama sekali 7. Penilaian kesadaran juga dapat dilakukan dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)

3. Penilaian Tekanan Darah Saat jantung berkontraksi dan relaksasi, sirkulasi darah menyebabkan tekanan pada dinding arteri. Tekanan darah arteri merupakan tekanan atau gaya lateral darah yang bekerja pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini berubah-ubah sepanjang siklus jantung. Bila ventrikel berkontraksi, darah akan dipompakan ke seluruh tubuh, tekanan darah saat ini disebut tekanan sistolik. Bila ventrikel relaksasi, aliran darah dari atrium menuju ke ventrikel, tekanan darah saat ini disebut tekanan diastolik. Selisih antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi. Ada 5 faktor yang menentukan tingginya tekanan darah, yaitu : curah jantung, tahanan pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan dinding arteri. Faktor lain yang menentukan tekanan darah adalah aktifitas fisik, stres emosi, nyeri, dan temperatur sekitar. Teknik Mengukur Tekanan Darah Alat pengukur tekanan darah disebut sfigmomanometer, ada 2 macam manometer yaitu : manometer air raksa/merkuri dan manometer aneroid (Gambar 1). Untuk mendapatkan pengukuran yang tepat lebar manset harus sesuai dengan ukuran lengan (Gambar 2). Pengukuran dapat dilakukan pada arteri apapun, yang dapat dilingkari manset di bagian 8 proksimal dan dapat diraba di bagian distal. Pengukuran pada arteri brakhialis paling sering dilakukan karena letaknya yang tepat. Agar dihasilkan pengukuran tekanan darah yang akurat terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan : Hindari merokok, minum caffein, olahraga 30 menit sebelum pemeriksaan. Ruang pemeriksaan tenang. Ukur setelah beristirahat selama 15 menit. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam keadaan berbaring, duduk dengan lengan diatur sedemikian rupa sehingga A. brakialis terletak setinggi jantung. Lengan bebas dari baju, tidak ada arteriovenous fistula pada pasien yang dihemodialisis atau tanda-tanda lymphedema. Palpasi A. brakialis. Lengan pada posisi antekubiti, setinggi jantung dekat pertemuan ruang interkostal 4 dengan sternum. Bila pasien duduk, letakkan lengan pada meja; bila pasien berdiri, lengan pada posisi pertengahan dada.

Diukur dgn tensimeter (sfigmometer)Dengan stetoskop terdengar denyut nadi Korotkof : Korotkof I suara denyut mulai terdengar, tapi masih lemah dan akan mengeras setelah tekanan diturunkan 10-15 mmHg sesuai dg tekanan sistolik Korotkof II suara terdengar seperti bising jantung (murmur) selama 15-20 mmHg berikutnya Korotkof III suara menjadi kecil kualitasnya, lebih jelas dan keras selama 5-7 mmHg berikutnya Korotkof IV suara meredup sampai kemudian menghilang setelah 5-6 mmHg berikutnya Korotkof V titik dimana suara menghilang sesuai dengan tekanan diastolik.Cara mengukur tekanan darah :1.Persiapan Sebaiknya untuk mengukur tekanan darah pasien tidak merokokatau minum minuman berkafein selama kurang lebih 30 menitsebelum pengukuran dan istirahat sedikitnya 5 menit sebelum pengukuran. Lengan yang diperiksa tidak tertutup pakaian. Palpasi arteri brachialis Atur posisi lengan sedemikan sehingga arteri brachialis pada fosaantecubital terletak setinggi jantung (kira-kira sejajar denganintercosta 4). Letakkan manset di tengah arteri brachialis pada lengan kanan, sisi bawah manset kurang lebih 2,5 cm diatasfosa antecubital. Lingkarkan manset dengan tepat , posisikan lengan pasien sedikit flexi.2. Tentukan dahulu tekanan sistolik palpasi. Caranya, palpasi arteri radialis dekat pergelangan tangan dengan satu jari sambil pompa manset sampai denyut nadi arteri radialis menghilang. Baca berapa nilai tekanan ini pada manometer. Itulah tekanan sistolik palpasi. Lalu kempiskan manset.3.Sekarang ukur tekanan darah. Letakkan bel stetoskop di atas arteri brachialis. Kunci bagian pengeluaran udara. Pompa manset sampai kurang lebih 30mmhgdiatas tekanan sistolik palpasi. Kemudian kempiskan denganmembuka kunci pengeluaran udara perlahan-lahan dengan kecepatan kira-kira 2-3 mmhg/detik. Dengarkan bunyi ketukan pada stetoskop anda.

Yang disebut tekanan sistolik adalah bunyi ketukan pertama yang terdengar (Korotkoff I). Yang disebut tekanan diastolik adalah saat bunyi ketukan sama sekali hilang (korotkoff V)

4. Penilaian Denyut Nadi (Pulse) Denyut nadi merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Diperiksa dengan cara palpasi (perabaan) pada Arteri radialis pada pergelangan tangan. Pada tempat lain dapat juga dilakukan, seperti : Arteri brakialis pada lengan atas, Arteri karotis pada leher, Arteri poplitea pada belakang lutut. Arteri femoralis pada lipat paha, Arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki. Pemeriksaan nadi umumnya dilakukan dgn palpasi Arteri radialis kanan dan kiri dekat pergelangan tangan. Lakukan palpasi dengan 2 atau 3 jari. Hitunglah frekuensi denyut nadi per menit. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah pasien istirahat 5 10 menit.

Sifat-sifat nadi yang dinilai : 1. Frekuensi (kecepatan) nadi Normal 80 x permenit. Bila > 100 x permenit takikardia. Bila < 60 x permenit bradikardia.2. Pengisian nadi (size) Ditentukan oleh pengisian saat sistole dan pengosongan saat diastole

Tekanan nadi sekitar 30-40 mmHg. Kontur nadi yang normal adalah halus dan bulat. (gambar 2). Kecil pulsus parvus (pada perdarahan, infark miokard, efusi perikardial, stenosis aorta. Besar pulsus magnus (demam, bekerja keras).3. Gelombang nadi (wave) Ditentukan oleh kecepatan pengisian dan pengosongan nadi. Gelombang nadi sangat erat hubungannya dengan pengisian nadi, makin besar pengisian maka makin besar gelombang nadi 4. Irama nadi Pada orang normal irama nadi teratur, disebut pulsus reguler. pulsus defisit frekuensi denyut nadi lebih kecil dari denyut jantung pulsus bigeminus 2 denyut nadi dipisahkan oleh interval yang panjang pulsus trigeminus 3 denyut nadi dipisahkan oleh interval yang panjang pulsus alternans denyut yg kuat dan lemah terjadi bergantian 5. Kualitas nadiBila tekanan nadi besar, pengisian dan pengosongan nadi berlangsung mendadak pulsus celer Bila tekanan nadi kecil, pengisian dan pengosongan nadi lambat pulsus tardus 6. Tekanan (tension)Cara : Dengan memberi tekanan pada A. radialis kanan. Jari ke-2 menekan A. radialis makin kuat sambil jari ke-3 dan ke-4 merasakan ada atau tidak denyut jantung. 7. Dinding pembuluh darah (kontur) Diraba pada A. brakialis. Arteri yang baik pada palpasi terasa dindingnya kenyal. 8. Pulsasi vena Pulsasi vena tidak dapat diraba seperti halnya arteri, hanya dapat dilihat (inspeksi) dan sebaiknya diperiksa pada vena jugularis eksterna.5. Penilaian pernapasan (respirasi) Terdiri dari inspirasi dan ekspirasi, frekuensi napas normal 16-24 kali permenita. Kecepatan pernapasan Adalah jumlah inspirasi permenit. Kecepatan pernapasan lebih rendah dan kurang teratur dibandingkan dengan denyut nadi, maka harus dihitung semenit untuk mengurangi kesalahan. Kecepatan meningkat pada keadaan : Emosional seperti ketakutan atau cemas Kelainan metabolik : - Diabetes melitus - Kelainan paru-paru (emfisema) Kelainan dinding torak yang menghalangi pelebaran dada, misalnya : miastenia gravis Kecepatan respirasi berkurang pada keadaan : depresi sistem saraf, misalnya kelebihan sedasi dan anestesi. Bila < 16 x/menit bradipneu. Bila > 24 x/menit takipneu b. Kedalaman pernapasan Kedalaman pernapasan pada umumnya menggambarkan tidal volume, jumlah udara yan diambil setiap pernapasan. Pada dewasa normal tidal volume antara 300-500 ml. Volume udara inspirasi sebenarnya hanya dapat ditentukan dengan spirometer. Untuk memperkirakan kedalaman pernapasan, observasi dada ketika naik dan turun, nilai usaha yang dibutuhkan untuk bernapas. Pernapasan hendaklah agak lambat. Tentukan apakah pernapasan dangkal (superfisial), sedang atau dalam. Napas yang dangkal menunjukkan kerusakan pada dada seperti tulang iga patah. Pernapasan dalam menunjukkan kelainan saraf, seperti cerebrovascular accident. 1. Pernapasan yg dalam hiperpneu 1. Pernapasan yg dangkal hipopneu 1. Kesulitan bernapas atau sesak napas dispneu 1. Sesak napas bila berbaring , nyaman bila dalam posisi tegak ortopneu 1. Sesak napas malam hari paroxysmal nocturnal dyspnoe c. Jenis pernapasan Thorakal Rongga toraks mengembang dan mengempis sesuai dengan irama inspirasi dan ekspirasi. Umumnya wanita mempunyai pernapasan torakal. Abdominal Inspirasi seirama dengan pengembangan perut dan ekspirasi dengan pengempisan perut. Umumnya pada laki-laki dan anak-anak. Thorakoabdominal Unsur torakal lebih dominan. Sering pada laki-laki dan anak-anak. Abdominotorakalis Unsur abdomen lebih dominan d. Perubahan bau napas Bau alkohol : pada intoksikasi Bau urin ; pada uremia (gagal ginjal kronk) Bau aseton : pada koma diabetikum (ketoasidosis), kelaparan Bau amis/terasi (fetor hepatikum) : pada koma hepatikum Bau busuk : oral higine buruk, Stomatitis, Periodontis, Tonsilitis, Rhinitis atrofik, Abses paru, Bronkiektasis Perhatikan simetris dinding dada pada saat mengembang waktu inspirasi. Keadaan asimetris dapat disebabkan oleh kelainan otot, tulang iga patah, atau paru-paru collap. Perhatikan otot dada atau otot abdomen yang bekerja. Wanita biasanya bernapas dengan otot dada, sedangkan laki-laki dan anak-anak memakai otot abdomen. Perhatikan juga otot lain yang bekerja pada pernapasan, misalnya otot skalenus, sternocleidomastoideus dan otot abdomen. Pemakaian otot tersebut biasanya pada keadaan penyakit paru-paru kronis atau respiratory distress.Cara pemeriksaan pernapasan:1. Pasien melepaskan baju sesuai kebutuhan 2. Perhatikan gerakan pernapasan melalui gerakan dada pasien (lakukan jangan sampai pasien merasa malu) 3. Kadang-kadang diperlukan palpasi pada dinding dada untuk membandingkan gerakan kiri dan kanan4. Selama inspirasi, perhatikan gerakan dinding lateral dada, pembesaran sudut epigastrium dan ekstensi anterior-posterior5. Selama ekspirasi, perhatikan gerakan dinding dada, sudut epigastrium dan anterior-posterior kembali ke posisi semula6. Perhatikan otot-otot yang bekerja pada pernapasan7. Buat catatan mengenai irama, frekuensi dan gerakan dinding dada abnormalNyatakan jumlah nafas selama satu menit.6. Penilaian Suhu tubuh Suhu tubuh menunjukkan perbedaan antara jumlah energi yang dihasilkan oleh tubuh dengan jumlah energi yang hilang. Dalam keadaan normal suhu tubuh dipertahankan dalam batas normal, hal ini diatur oleh pusat pengaturan panas (thermoregulatory) pada hipotalamus. Sistem ini mengatur keseimbangan antara panas yang dihasilkan oleh sistem metabolisme pada tubuh seperti menggigil, kontraksi otot, penyakit, olahraga, peningkatan aktifitas kelenjar tiroid dengan panas yang hilang sepertu konduksi, konveksi dan evaporasi. Suhu tubuh normal 36o C-37,5o C. Bila produksi panas berlebihan akan menyebabkan demam/ peningkatan suhu tubuh (hyperthermia). Kebalikannya, bila aktifitas berlebihan dapat menyebabkan suhu tubuh menurun disebut hypothermia. Posisi termometer a. OralPemeriksaan secara oral dengan memasukkan ujung termometer kaca di bawah bagian depan lidah lalu mulut ditutup selama 3-5 menit, kemudian baca hasilnya. Letakkan kembali termometer di bawah lidah beberapa menit, baca hasilnya. Bila suhu masih bertambah, ulangi prosedur sampai temperatur tetap. Sebelum pemakaian, termometer 12 dikocok agar kolom air raksa berada dibawah 35,5o C. Dilakukan pada pasien dewasa yang sadar. Sebelum pemeriksaan pasien tidak bernapas memalui mulut, tidak minum air panas, air dingin dan tidak merokok selama 15 menit. Faktor-faktor tersebut menyebabkan hasil pembacaan tidak tepat. Cara oral, kontra indikasi dilakukan pada pasien dengan kerusakan mulut, setelah operasi mulut, anak-anak, pasien tidak sadar, batuk-batuk, kejang dan menggigil. Keadaan ini akan menyebabkan termometer pecah. Pada pemakaian termometer elektronik, pembacaan suhu setelah 10 detik. Suhu oral ratarata 37o C (98,6o F), pada pagi hari suhu dapat mencapai 35,8o C, siang dan sore hari 37,3o C. b. Aksila Cara pengambilan suhu melalui aksila dengan meletakkan ujung termometer pada ketiak/aksila. Pasien memegang tangan yang lain melalui dada, sehingga posisi termometer tetap. Bila pasien tidak mampu, pemeriksa yang memegang termometer tersebut. Temperatur melalui aksila dibaca setelah 5-10 menit. Cara ini dilakukan pada pasien yang tidak bisa menutup mulut secara oral, misalnya deformitas mulut, operasi mulut, pasien yang memakai oksigen. Pengukuran dengan termometer digital dilakukan selama 30 detik. c. Rektal Penderita berbaring pada 1 sisi dengan paha difleksikan. Ujung termometer diberi pelumas, masukkan ke anus sedalam 3-4 cm, baca setelah 3 menit. Pada pemakaian termometer elektronik, pembacaan suhu setelah 10 menit. Suhu rektal lebih tinggi 0,4-0,5o C dibandingkan suhu oral. Pemeriksaan AbdomenPemeriksaan pada hatiA. Inspeksi1. Pemeriksaan hati dimulai dari sisi kanan pasien. Pasien berbaring terlentang.Perhatikan bentuk perutNormal: simetrisAbnormal : Membesar dan melebar:ascites Membesar dan tegang: berisi udara ( ilius ) Membesar dan tegang daerah suprapubik:retensi urine Membesar asimetris:tumor, pembesaran organ dalam perut2.Perhatikan umbilicus, adanya tanda radang dan hernia atau tidak.3.Dan lihatlah kulit pasien untuk tanda-tanda penyakit hati, seperti :1)Palmar eritemaKemerahan pada telapak tangan, terutama pada pangkal ibu jari dan jari kelingking disebut eritema palmaris. Hal ini sering dikaitkan dengan gagal hati kronis, dan karenanya juga disebut telapak hati. Meskipun bukan merupakan tanda khas.2)XanthomatosisHal ini ditandai dengan akumulasi lipid berbentuk kecil, berwarna kuning, benjolan datar yang disebut xanthomas, di bawah kulit. Benjolan tersebut diamati terutama pada jari-jari, siku, lutut dan sendi lainnya, serta pada tangan dan kaki. Hal ini dapat terjadi dalam kasus metabolisme lipid yang berubah karena kerusakan hati.3)Caput medusaPortal hipertensi menyebabkan pelebaran pembuluh darah paraumbilikalis yang hadir di dekat pusar. Akibatnya, pembuluh darah, yang dinyatakan nyaris tak terlihat melalui permukaan kulit, menjadi sangat menonjol dan terlihat membesar dan membengkak. Mereka muncul seperti struktur tubular biru memancar dari pusar, dalam pola yang menyerupai ular Medusa. Oleh karena itu namanya caput medusa (kepala Medusa).4)Spider NeviSpider angioma, pembuluh darah laba-laba atau spider nevus ditandai dengan pelebaran pembuluh darah dekat permukaan kulit. Tampaknya seperti lesi dengan titik merah pusat, dan memancar ekstensi merah yang menyerupai jaring laba-laba. Hal ini sering diamati pada leher, wajah, lengan dan bagian atas badan. Kehadiran lebih dari lima spider nevi dianggap menjadi tanda gagal hati.5)Ascites

Hal ini mengacu pada penumpukan cairan dalam rongga peritoneal, dan merupakan hasil dari tekanan darah rendah albumin dan meningkat pada pembuluh darah dari hati (hipertensi portal). Tahap awal penumpukan cairan mungkin asimtomatik, tetapi sebagai akumulasi bertambah satu mungkin mengalami kembung dan sakit perut. Penumpukan yang berlebihan menyebabkan distensi perut dan sesak napas.B.Palpas1) Posisi pasien tidur terlentang.2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.3) Pemeriksa meletakkan tangan kiri dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan kemudian ditekanan kearah atas.4) Telapak tangan kanan diletakkan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke atas / superior pasien dan diekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.5) Kemudian ditekan dengan lembut ke dalam dan ke atas.6) Pemeriksa meminta pasien untuk menarik napas.Hati akan bergerak ke bawah karena gerakan ke bawah diafragmadan mencoba meraba tepi hati saat abdomen mengempisuntuk merasakan tekstur hati, yaitu lembut / perusahaan / keras / nodular.Yang dihasilkan dari pemeriksaan palpasi yaitu:Rasa sakit > nyeri tekan karena peregangan organ-organ, peregangan peritonium, dan tumor. Defans muskuler.Normal: tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam.Abnormal : Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul:hepatomegali Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler:hepatomaC.PerkusiHati apabila dilakukan perkusi akan menimbulkan suara yang pekak. Hal ini dikarenakan karena konsitensi hepar yang keras. Untuk batas kanan hati, Perkusi dilakukan pada linea midclavicula dextra. Untuk batas atas kanan atas hati dilakukan perkusi dari os. Clavicula ke caudal sehingga akan memunculkan suara sonor (pada paru) hingga didapatkan suara pekak (oleh hepar). Sedangkan batas bawah hati, perkusi dilakukan pada SIAS ke cranial sehingga akan didapatkan suara timpani (pada abdomen) hingga di dapatkan suara pekak (oleh hepar). Lalu kita ukur, ukuran dari hati pasien dari batas kanan atas hati sampai batas kanan bawah hepar tadi. Normalnya liver span (jarak redup oleh karena adanya hati) berkisar 6-12 cm. Dapat dikatakan terjadi hepatomegali (perbesaran hepar) bila batas atas didapatkan naik 1 ICS (pada ICS V) dan batas bawah turun >2cm di bawah arcus costae atau jarak redup >12cm. Sedangkan untuk batas kiri hati dilakukan pada linea midsternalis. Untuk batas kiri atas hati bisa ditarik garis langsung dari batas kanan atas hati tadi ke medial. Untuk batas kiri bawah hati, dapat dilakukan perkusi dari umbilicus ke cranial, akan didapatkan suara timpani pada abdomen dan pekak oleh karena adanya hati. Batas normal liver span pada lobus kiri hepar yaitu sekitar 4-8cm. Dapat dikatakan terjadi hepatomegali bila didapatkan batas kiri bawah hepar >2cm dibawah processus xiphoideus atau liver span >8cm.D. AuskultasiSetelah melakukan serangkaian pemeriksaan hati, seperti inspeksi, palpasi perkusi selanjutnya adalah auskultasi. Mendengarkan jika adanya bruit hati atau vena berdengung.Pemeriksaan pada LimpaA. InspeksiPosisi pasien rileks sehingga otot perut santai. Oleh karena itu , pasien harus berbaring datar, kedua lengan di sisi tubuh. Yang perlu diperhatikan pada pasien saat inspeksi adalah : Massa cairan, bekas luka , dan lesi ( trauma ) Atrofi / hipertrofi Perubahan warna Pembengkakan (tumor) Massal otot / simetri Buncit perut Splenomegali - massa menggembung dapat dilihat muncul dari di bawah batas kosta kiri memperluas diagonal ke arah kanan bawah Quadrant ( RLQ ).B. Palpasi1. Posisi pasien tidur terlentang2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien3. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas4. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.5. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas dalam.6. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa7. Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring miring kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.8. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner testTeknik palpasi lien dengan cara bimanual (= 2 tangan), jari-jari tangan kiri mengangkat dengan cara mengait dinding perut kiri atas dari arah belakang, sedangkan jari-jari tangan berupaya meraba lien dari arah depan abdomen kiri atas mencari/meraba lien yang ditandai dengan adanyaIncissura lienalis. Pembesaran lien mengikuti arah garis yang melewati umbilicus menuju kuadran kanan bawah abdomen.Besarnya lien diukur menurut ukuranSchuffnerdari arcus costae kiri sampai umbilicus mempunyai skalaSchuffner-4S-1-2-3-4 dibagi menurut 4 bagian jarak dari arcus costae sampai umbilicus. Lien yang membesar didapat pada Thypoid fever, Dengue H. Fever, hipersplenisme, Leukemia dan sebagainya.Sumber :Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja Siregar. EGC 1996Lynn S. Bickley and Peter G. Szilagyi.2012. Bates Guide to Physical Examination and History Taking. 11th edition.Publisher:Lippincott Williams & Wilkins.

Pemeriksaan Laboratorium1. HemoglobinKadar hemoglobin ialah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-butiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut 100 persen. Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun WHO telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Cara pemeriksaan kadar Hb yang lazim digunakan adalah cara fotoelektrik dan kolorimetrik visual. Cara fotoelektrik Dengan cara ini, hemoglobin diubah menjadi sianmethemoglobin (hemoglobin-sianida) dalam larutan yang berisi kaliumferrisianida dan kalium sianida. Larutan Drabkin mengubah hemoglobin, oksihemoglobin, methemoglobin dan karboksihemoglobin menjadi sianmethemoglobin. Cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin karena memiliki akurasi yang sangat tinggi. Cara kolorimetrik visual (cara Sahli) Dengan cara ini, hemoglobin diubah menjadi hematin asam yang berwarna coklat. Kemudian warna ini dibandingkan dengan warna standar secara visual. Langkah-langkah pemeriksaan dengan cara Sahli yaitu: a. Masukkan 5 tetes HCl 0,1 N ke dalam tabung pengencer b. Isap darah kapiler atau darah vena dengan antikoagulan EDTA atau oksalat dengan menggunakan pipet Hb sampai tanda 20 L tanpa terputus c. Hapuslah darah diluar ujung pipet d. Segera alirkan darah ke dasar tabung, jangan sampai ada gelembung udarae. Angkat pipet sedikit lalu hisap HCl 2 atau 3 kali untuk membersihkan darah f. Aduklah supaya cepat terjadi reaksi antara darah dan HCl. Selama pengadukan tambahkan setetes demi setetes aquades. g. Setelah 3-5 menit bandingkan warna tersebut dengan warna standar sampai benarbenar sama. Bacalah kadar Hb setinggi permukaan cairan dalam tabung2. LeukositLeukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darahputih.Didalamdarahmanusianormal,didapatijumlahleukositrata-rata5000-10000 sel/mm darah, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop maka sel darah putih mempunyai granula (granulosit yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat ataubentukginjal.Terdapatduajenisleukositagranuler:linfositselkecil,sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tigajenisleukosirgranuler:Neutrofil,Basofil,daneosinofilyangdapatdibedakandengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagianbesar precursor (pra zatnya).Alat dan bahan : Pipet thoma, Tabung reaksi, Mikropipet, Blue tip, Yellow tip, Bilik hitung Improved Neubaeur, Sampel darah kapiler/vena dengan EDTAE.Reagen : Larutan Turk, EDTA 10%Cara pemeriksaan: Metode Pipet Thoma Dipipet darah menggunakan pipet thoma sampai tepat pada angka 0,5 Dibersihkan sisa darah yang menempel pada ujung pipet menggunakan tissue Menggunakan pipet tadi, dipipet lagi larutan Turk sampai tepat padaangka 11 Lepas selang penghisap dan tutup kedua ujung pipet thomamenggunakan jari tangan Kocok pipet thoma beberapa kali Diamkan pipet 3 menit agar sel leukosit terwarnai Buang 3 tetes sebelum memasukkan ke dalam bilik hitung Metode Tabung Pipet 200 l larutan Turk ke dalam tabung reaksi Tambahkan darah EDTA/Kapiler sebanyak 10 ldan homogenkan Diamkan 3 menit agar sel leukosit terwarnai Mengisi bilik hitung Bersihkan bilik hitung dengan tissue/kain halus Pasang kaca penutup khusus bilik hitung Letakkan pipet thoma untuk metode pipet thoma dan pipet tetesuntuk metode tabung pada bagian tepi kaca penutup Teteskan campuran Turk dan darah ksecara perlahan Biarkan campuran tersebut mengalir dengan gaya kapileritasnya sampaimemenuhi bagian dari bilik hitung Diamkan beberapa menit agar sel mengendapPembacaan Posisikan meja mikroskop pada posisi paling rendah dan tutupkondensor Letakkan bilik hitung pada meja benda Gunakan perbesaran 10X10 untuk menghitung jumlah sel leukosit Sel leukosit dihitung pada 4 kotak besar pada bagian pojok bilik hitung

c. TrombositTrombosit adalah jenis sel darah yang berfungsi utama dalam proses pembekuan darah (Hemostasis). Menurut hipotesis dari J.W Wright (1986) trombosit merupakan bagian dari sitoplasma megakariosit. Teori tersebut didukung oleh beberapa hasil observasi yang disimpulkan: Trombosit dan megakariosit pada fetus ditemukan bersamaan. Pada percobaan edukasi trombositosis memperlihatkan adanya peningkatan mergakariosit. Ada persamaan sitokiimia antigenik antara trombosit dan megakariosit. Pemberian radioisotope dalam megakariosit ternyata kemudian dijumpai juga pada trombosit. Observasi langsung yang memperlihatkan troombosit dihasilkan oleh megakariosit.Prinsip : Darah diencerkan dengan Ammonium oxalate 1 % maka sel-sel selain trombosit dan eritrosit dilisiskan dan darah menjadi lebih encer sehingga trombosit lebih mudah dihitung. Jumlah trombosit dihitung dalam bilik hitung di bawah mikroskop dengan perbesaran sedang.

Reagensia -Larutan Amonium Oksalat 1% (Bisa juga digunakan Rees Ecker)Alat-alat : Tabung reaksi, Pipet 20 l (adjusted), 2000 l, Bilik hitung Improved Neubauer, Cawan Petri, Mikrosko, CounterSpesimen : Darah EDTACara Kerja :1. Dipipetkan 2000 l reagen ammonium oxalat 1% dan masukkan dalam tabung reaksi2. Ditambahkan ke dalam tabung 20 l specimen darah, campur hingga homogen3. Cairan tersebut (reagen+darah) dipipet dengan pipet tetes, kemudian sentuhkan ujung pipet itu dengan sudut 300 pada permukaan kamar hitung dan menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritasnya.4. Letakkan kamar hitung kedalam cawan petri yang didalamnya ada kertas tissue yang sudah dibasahi, inkubasi selama 15 menit.5. Periksa dibawah mikroskop lensa obyektif 40X6. Hitung trombosit. Perhitungan dilakukan dalam kotak eritrosit yaitu dalam 10 kotak sedang.Perhitungan :Jumlah Trombosit = N/V x PN= Jumlah SelV=Volum bilik hitung = 0.04 mm3P= Pengenceran = 101 xNilai normal jumlah Trombosit adalah 150.000 400.000 sel/mm3 darahInterpretasi Hasil1.Trombositopeni : Trombositopenia adalah istilah keadaan dimana jumlah trombosit dibawah jumlah normal. Penurunan sampai dibawah 10.000 sel/mm3 darah berpotensi untuk terjadinya pendarahan dan hambatan pembekuan darah.2.Trombositosis : Trombositosis adalah istilah keadaan dimana jumlah trombosit diatas jumlah normal.d. Laju Endapan DarahDi dalam tubuh, suspensi sel-sel darah merah akan merata di seluruhplasmasebagaiakibatpergerakandarah.Akantetapijikadarahditempatkan dalam tabung khusus yang sebelumnya diberi antikoagulan dan dibiarkan 1jam,seldarahakanmengendapdibagianbawahtabungkarenapengaruh gravitasi. Laju endap darah (LED) berfungsi untuk mengukur kecepatanpengendapandarahmerahdidalamplasma(nm/jam).TigafaseLED meliputi :1. Fase pengendapan lambat IBeberapa menit setelah percobaan dimulai, sel darah merah dalamkeadaan melayang, sulit mengendap ( 1-30 menit )2. Fase pengendapan cepatTerjadi setelah darah saling berikatan membentuk rauleaux permukaan relatife kecil , masa menjadi lebih berat ( 30-60 menit ) Fase pengendapan lambat IITerjadi setelah sel darah mengendap, menampak di dasar tabung ( 60-120menit ) Dalam keadaan normal nilai LED jarang melebihi 10 mm per jam.LED ditentukan dengan mengukur tinggi cairan plasma yang kelihatan jernihberada di atas sel darah merah yang mengendap pada akhir 1 jam ( 60menit).NilaiLEDmeningkatpadakeadaansepertikehamilan(35mm/jam),menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Di laboratorium cara untuk memeriksa Laju Endap Darah (LED) yang sering dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Westergren. Pada cara Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0 20 mm/jam dan untuk pria 0 10 mm/jam, sedang pada cara Westergren nilai rujukan untuk wanita 0 15 mm/jam dan untuk pria 0 10 mm/jam. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut sebenarnya tidak seberapa selisihnyajika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan metode Westergren bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet Westergren yang dua kali panjang pipet Wintrobe. Metode yang dianjurkan oleh ICSH( International Comunitet for Standardization in Hematology ) adalah cara westergren.Kecepatan endap darah atau laju endap darah adalah mengukur kecepatan sedimentasi sel eritrosit di dalam plasma. Satuannya mm/jam. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. MakinbanyakseldarahmerahyangmengendapmakamakintinggiLajuEndap Darah (LED)-nya. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi/peradangan akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Bila dilakukan secara berulanglaju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju Endap Darah (LED) yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan Laju Endap Darah (LED) dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan Laju Endap Darah (LED) yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.Selain pada keadaan patologik, Laju Endap Darah (LED) yang cepat juga dapat dijumpai pada keadaan-keadaan fisiologik seperti pada waktu haid, kehamilan setelah bulan ketiga dan pada orang tua.Alat dan bahan : Tabung reaksi, Pipet westergreen, Rak pipet westergreen Sampel darah VenaReagen : Larutan NaCl 0,85 %, Larutan Natrium Citrat 3,8 %, EDTAF.Cara kerja : Metode NaCl 0,85 % Dipipet NaCl 0,85 % menggunakan pipet westergreen sampai angka150 Dimasukkan kedalam tabung reaksi#Dipipet darah EDTA menggunakan pipet westergreen sampai angka 0 Dicampur dengan larutan NaCl 0,85 % dalam tabung Dipipet campuran tersebut menggunakan pipet westergreen sampaiangka 0 Diletakkan pada rak westergreen dengan posisi tegak lurus danposisikanskalaangkapadapipetmenghadapkedepanuntukmemudahkan pembacaan hasil Metode Natrium Citrat 3,8 % Dipipet Natrium Citrat 3,8 % sebanyak 0,4 ml dan dimasukkan kedalamtabung reaksi Campur dengan darah sebanyak 1,6 ml dan homogenkan Dipipet campuran tersebut menggunakan pipet westergreen sampaiangka 0 Diletakkan pada rak westergreen dengan posisi tegak lurus danposisikanskalaangkapadapipetmenghadapkedepanuntukmemudahkan pembacaan hasile. Hitung Jenis LeukositHitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenisleukosit. Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi yang khusus dalam melawan patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit,eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses penyakit.Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel. Pelaporan hitung jenis leukosit dihitung dalam 100 jenis sel leukosit, dan dinyatakan dengan satuan persen (%).Nilai normal : Basofil:0-1%, Eosinofil:1-3%, N. Batang: 2-6 %,N. Segmen : 50-70 %, Limfosit:20-40%, Monosit:2-8%Alat dan bahan : Kaca benda/objek glass, Kaca pendorong/spreader, Pipet tetes, Rak pewarnaReagen : Giemsa stok, Methanol absoluteCara kerja : Membuat Apusan Darah Siapkan objek glass yang bersih dan kering Teteskan darah pada bagian ujung kanan

Tarik mundur spreader sampai menyentuh tetesan darah, membentuksudut 25-30 derajat

Dorong spreader ke arah kiri

Hapusan yang bagus berbentuk lidah kucing, halus dan rata dengan ujung hapusan tidak pecah/robek Kering anginkan

Pewarnaan Fiksasi hapusan menggunankan methanol aabsolute selama 2-3 menit Genangi dengan pewarna giemsa yang sudah diencerkan (1 bagiangiemsa stok dengan 9 bagian aquadest) selama 10-15 menit Buang pewarna pada air mengalir sampai bersih Keringkan Pembacaan Letakkan pada meja benda mikroskop Atur pencahayaan sesuai dengan perbesaran yang digunakan Periksa dengan menggunakan perbesaran 100X10 (oil merci) atau40X10 Hitung jenis leukosit dalam 100 jenis sel Laporkan hasil ddengan satuan persen (%)f. Widal TiterUji widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunkan sejak tahun 1986. Uji widal adalah prosedur uji serologi untuk nmendeteksi bakteriSalmonella spenteric yang mengakibatkan typoid.Tekhnik pemeriksaan uji widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji hapusan/ peluncuran (slide test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji tabung membutuhkan waktu inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang lebih rumit dan uji widal peluncuran hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan. Umumnya sekarang lebih banyak digunakan uji widal peluncuran. Sensitivitas dan spesifitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan.Pada pemeriksaan uji widal dikenal beberapa antigen yang dipakai sebagai parameter penilaian hasil uji Widal. Berikut ini penjelasan macam antigen tersebut: Antigen OAntigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100C selama 25 jam, alkohol dan asam yang encer. Antigen HAntigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60C dan pada pemberian alkohol atau asam. Antigen ViAntigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi kuman dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier. Outer Membrane Protein (OMP)Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85100C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas.Menurut beberapa peneliti uji widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari jenis strain kuman asal daerah endemis (local) memberikan sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi daripada bila dipakai antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah enddemis (import).Salah satu kelemahan yang amat penting dari penggunaan uji widal sebagai sarana penunjang diagnosis demam typhoid yaitu spesifitas yang agak rendah dan kesukaran untuk menginterpretasikan hasil tersebut, sebab banyak factor yang mempengaruhi kenaikan titer. Selain itu antibodi terhadap antigen H bahkan mungkin dijumpai dengan titer yang lebih tinggi, yang disebabkan adanya reaktifitas silang yang luas sehingga sukar untuk diinterpretasikan. Dengan alas an ini maka pada daerah endemis tidak dianjurkan pemeriksaan antibodi H S.typhi, cukup pemeriksaan titer terhadap antibodi O S.typhi.Titer widal biasanya angka kelipatan: 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu): dinyatakan (+). Titer 1/160: masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+). Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasiendengan gejala klinis khas.Uji ini didasarkan pada reaksi aglutinasi antara antigen dalam reagen terhadap antibody pada serum penderita demam typoid. Reaksi aglutinasi ini didasarkan pada kenaikan titer, dimana titer awal atau yang biasa disebut aglutinasi awal yaitu 1/80 yaitu 40ul reagen + 20ul serum penderita. Apabila terjadi aglutinasi (+) maka dapat dianjutkan dengan pemeriksaan titer berikutnya yaitu 1/160 yaitu 40ul reagen + 10ul serum penderita, apabila diperoleh hasil positif, dilanjutkan lagi pada titer berikutnya yaitu 1/320 yatu 40ul reagen +5ul serum penderita, ini adalah titer tertinggi. Apabila telah mencapai titer 1/320 maka dapat di fonis menderita demam tifoid. Namun apabila baru mencapai titer 1/80, untuk pasien yang pernah menderita demam typoid maka ini merupakan titer normal, tetapi untuk pasien yang belum pernah mengalamidemam typoid maka perlu dilakukan pemerikasaan berikutnya pada 5-7 hari, untuk melihat apakah ada peningkatan titer atau tidak. Untuk titer 1/160, untuk pasien yang pernah mengalami demam tifoid maka perlu dilakukan pemeriksaan dalam jangka waktu 5-7 hari untuk meluhat kenaikan titernya, namun untuk pasien yang belum pernah mengalami demam typoid maka sudah dapat dikatakan (+) typoid. Lalu berlanjut pada titer 1/320.Untuk pemeriksan uji widal metode slide, pemeriksaan tidak boleh dilakukan apabila telah melewati 1 menit setelah pencampura reagen dan serum karena dapta menghasilkan nilai postif palsu yang dikarenakan apabila lebih dari 1 menit, antibody yang seharusnya tidak berikatan akan berikatan sehingga terbentuk aglutinasi.Pemeriksaan Laboratorium PenunjangPenegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh masih terus dilakukan hingga saat ini. Diagnosis definitif demam tifoid tergantung pada isolasi S.typhi dari darah, sumsum tulang atau lesi anatomi tertentu. Adanya gejala klinis dari karakteristik demam tifoid atau deteksi dari respon antibodi spesifik adalah sugestif demam tifoid tetapi tidak definitif. Kultur darah adalah gold standard dari penyakit ini (WHO, 2003). Dalam pemeriksaan laboratorium diagnostik, dimana patogen lainnya dicurigai, kultur darah dapat digunakan. Lebih dari 80% pasien dengan demam tifoid terdapat Salmonella typhi di dalam darahnya. Kegagalan untuk mengisolasi organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor: (i) keterbatasan media laboratorium, (ii) penggunaan antibiotik, (iii) volume spesimen, atau (iv) waktu pengumpulan, pasien dengan riwayat demam selama 7 sampai 10 hari menjadi lebih mungkin dibandingkan dengan pasien yang memiliki kultur darah positif (WHO, 2003). Aspirasi sum-sum tulang adalah standar emas untuk diagnosis demam tifoid dan sangat berguna bagi pasien yang sebelumnya telah diobati, yang memiliki sejarah panjang penyakit dan pemeriksaan kultur darah yang negatif. Aspirasi duodenum juga telah terbukti sangat memuaskan sebagai tes diagnostik namun belum diterima secara luas karena toleransi yang kurang baik pada aspirasi duodenum, terutama pada anak-anak (WHO, 2003). Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu: 1. Pemeriksaan Darah Tepi Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. 2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urin dan feses. Kultur organisme penyebab merupakan prosedur yang paling efektif dalam menduga demam enterik, dimana kultur untuk demam tifoid dapat menjelaskan dua pertiga dari kasus septikemia yang diperoleh dari komunitas yang dirawat di rumah sakit. Kultur darah adalah prosedur untuk mendeteksi infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri atau jamur. Tujuannya adalah mencari etiologi bakteremi dan fungemi dengan cara kultur secara aerob dan anerob, identifikasi bakteri dan tes sensitivitas antibiotik yang diisolasi. Hal ini dimaksudkan untuk membantu klinisi dalam pemberian terapi antibiotik yang terarah dan rasiona1. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.typhi dan S.paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut. Masing-masing koloni terpilih diamati morfologinya, meliputi: warna koloni, bentuk, diameter 1-2 mm, tepi, elevasi, sifat yaitu berdasarkan kemampuannya untuk memfermentasikan laktosa, atau kemampuannya untuk menghemolisa sel darah merah. Hasil yang menunjukkan ditemukannya bakteri dalam darah dengan cara kultur disebut bakteremi, dan merupakan penyakit yang mengancam jiwa, maka pendeteksiannya dengan segera sangat penting. Indikasi kultur darah adalah jika dicurigai terjadi bakteremi atau septikemi dilihat dari gejala klinik, mungkin akan timbul gejala seperti : demam, mual, muntah, menggigil, denyut jantung cepat (tachycardia), pusing, hipotensi, syok, leukositosis, serta perubahan lain dalam sistem organ dan atau laboratoris. Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 40-80% atau 70-90% dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga. Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik, akan tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya resiko aspirasi terutama pada anak. Salah satu penelitian pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah dari media empedu dan waktu pengambilan darah. Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pemeriksaan pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi pada anak. Salah satu penelitian pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang. Volume 5-10 ml dianjurkan untuk orang dewasa, sedangkan pada anakanak dibutuhkan 2-4 ml, sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 ml. Bakteri dalam sumsum tulang juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Spesifisitasnya walaupun tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita. 3. Uji Serologis a. Uji Widal Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan infeksi ini. Uji Widal ini dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi. Pada uji ini terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman Salmonella typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid. Tes aglutinasi Widal dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) dan uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan dengan cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan. Uji hapusan dilakukan dengan menggunakan antigen S. typhi komersial yang tersedia, setetes suspensi antigen ditambahkan pada sejumlah serum pasien yang diduga terinfeksi Salmonella typhi. Hasil penapisan positif membutuhkan determinasi kekuatan dari antibodi. Di Indonesia pengambilan titer O aglunitin 1/40 dengan memakai slide test (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 15 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96% (Sudarno et al, 2008). Campuran suspensi antigen dan antibodi diinkubasi selama 20 jam pada suhu 370 C di dalam air. Tes ini dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan. Penelitian pada anak oleh Choo et.al (1990) mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai prediksi positif sebesar 34.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%. Beberapa penelitian pada kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%. Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang digunakan. Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Uji Widal saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, namun manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Upaya untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada orang sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada orang-orang sehat. Kelemahan lain adalah banyak terjadi hasil negatif palsu dan positif palsu pada tes ini. Hasil negatif palsu tes Widal terjadi jika darah diambil terlalu dini dari fase tifoid. Pemberian antibiotik merupakan salah satu peyebab penting terjadinya negatif palsu. Penyebab hasil negatif lainnya adalah tidak adanya infeksi S. typhi, status karier, inokulum antigen bakteri pejamu yang tidak cukup untuk melawan antibodi, kesalahan atau kesulitan dalam melakukan tes dan variabilitas antigen. Hasil positif palsu dapat terjadi apabila sudah pernah melakukan tes demam tifoid sebelumnya, sudah pernah imunisasi antigen Salmonella sp., ada reaksi silang sebelumnya dengan antigen selain Salmonella sp., variabilitas dan kurangnya standar pemeriksaan antigen, infeksi malaria atau bakteri enterobacteriaceae lainnya, serta penyakit lain seperti dengue.

b. Uji Tubex Uji Tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S.typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan hasil negatif. Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan sehingga dapat merangsang respon imun secara independen terhadap timus dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat tersebut, respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau . Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi: 1) tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas, 2) Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen S.typhi O9, 3) Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9. Untuk melakukan prosedur pemeriksaan ini, satu tetes serum (25 L) dicampurkan ke dalam tabung dengan satu tetes (25 L) reagen A. Setelah itu dua tetes reagen B (50 L) ditambahkan ke dalam tabung. Hal tesebut dilakukan pada kelima tabung lainnya. Tabung-tabung tersebut kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm. Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut.

Jika serum tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen B ini bereaksi dengan reagen A. Ketika diletakkan pada daerah mengandung medan magnet (magnet rak), komponen magnet yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen B. Sebagai akibatnya, terlihat warna merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum mengandung antibodi terhadap O9, antibodi pasien akan berikatan dengan reagen A menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan memberikan warna biru pada larutan. Berbagai penelitian menunjukkan uji ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik (berturut-turut 75-80% dan 75-90%). Pada tahun 2006, penelitian Surya H dkk melakukan penelitian pada 52 sampel darah pasien dengan diagnosis klinis demam tifoid untuk membandingkan spesifisitas, sensitivitas, positive predictive value (PPV) dan negative predictive value uji Tubex dengan uji Widal. Pada penelitian tersebut, didapatkan sensitivitas uji Tubex sebesar 100% (Widal: 53,1%), spesifisitas 90% (Widal: 65%), PPV 94,11% (Widal: 70,8%), NPV 100% (Widal: 46,4%).

c. Uji typhidotUji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa. Pada penelitian Gopalakhrisnan dkk 2002, didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76,6% dan efisiensi uji sebesar 84%. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan sensitifitas dan spesifisitas uji ini hampir sama dengan uji Tubex yaitu 79% dan 89% dengan 78% dan 89%. Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (IgG) teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus uji primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum pasien. Studi evaluasi yang dilakukan oleh Khoo KE dkk pada tahun 1997 lebih sensitif (sensitivitas mencapai 100%) dan lebih cepat (3 jam) dilakukan bila dibandingkan dengan kultur.

4. Pemeriksaan kuman secara molekuler Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. Typhi. Penelitian oleh Haque et al. (1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar 100% dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya dimana mampu mendeteksi 1-5 bakteri/ml darah. Penelitian lain oleh Massi et al. (2003) mendapatkan sensitivitas sebesar 63% pada tes Tubex bila dibandingkan dengan uji Widal (35.6%). Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.Diagnosis BandingPada tahap diagnosis klinis ini, beberapa penyakit dapat menjadi diagnosis banding demam tifoid, diantaranya: Abses dalam, Malaria, Sepsis Gram negatif, Demam dengue/DBD, Leptospirosis, Influenza, Tuberculosis, Meningoensephalitis, Typhus, Endokarditis.Sumber :WHO. Diagnosis of typhoid fever. Background document : The diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18. Available from: URL : http://whqlibdoc.who.int/hq/2003/ WHO_V%26B_03.07.pdf. Accessed 15 september 2015.Mitra R, Kumar N, Trigunayat A, Bhan S. New advances in the rapid diagnosis of typhoid fever. African Journal of Microbiology Research. 2010; 4(16): 1676-1677. Available from: URL : www.academicjournals.org/ajmr/PDF/Pdf2010/18Aug/Mitra%20et%20al.pdf.Accessed 15 september 2015Kulkarni M, Rego S. Value of Single Widal Test In The Diagnosis Of Typhoid Fever. Vol 31. 2007. p. 1373-77. Available from : 13 http://www.indianpediatrics.net/nov1 994/1373.pdf. Accessed 15 september 2015.http://kikiamelia1065.blogspot.co.id/2011/02/demam-tifoid-tifus.htmlhttps://bahankedokteran.wordpress.com/2012/07/21/demam-tifoid/http://analiskesehatankendariangkatan5.blogspot.co.id/2013/01/uji-widal.html