-
Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 9
PENDAHULUAN
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang
neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat.
Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut
dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan
konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan
komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan
membutuh-kan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang
mengancamjiwa.
Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah
pasien hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan
peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia
20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun.
Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi
dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis diser-tai
kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke
perdarahan mengalami hipertensi krisis.
Pada JNC 7 tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga
stadium klasifikasi hipertensi, namun hipertensi krisis
dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai keadaan khusus
yang memer-lukan tatalaksana yang lebih agresif.
DEFINISI
Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai definisi
peningkatan darah akut. Definisi yang paing sering dipakai
adalah:
1. Hipertensi emergensi (darurat)Peningkatan tekanan darah
sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak
di-sertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus
ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan
obat-obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi urgensi (mendesak)Peningkatan tekanan darah
sepertipada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan
organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera
diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti
hipertensi oral.
Hipertensi KrisisAsnelia DevicaesariaDepartemen
NeurologiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto
Mangunkusumo
Leading article
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7.
-
Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS10
ningkatan tekanan darah secara cepat disertai pening-katan
resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini
akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat keru-sakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan
kerusakan fungsi autoregulasi.
MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh
terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan
pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan
perubahan kontraksi/dilatasipembuluh darah. Bila tekanan darah
turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik
akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah
otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70
mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan ok-sigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
aliran darah yang menurun.
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis
antara lain:
1. Hipertensi refrakterRespon pengobatan yang tidak memuaskan
dan tekanan darah > 200/110 mmHg, walaupun telah di-berikan
pengobatan yang efektif (tri-ple drug) pada penderita dan
kepatu-han pasien.
2. Hipertensi akselerasiPeningkatan tekanan darah diastolik >
120 mmHg disertai dengan kelain-an funduskopi. Bila tidak diobati
da-patberlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi malignaPenderita hipertensi akselerasi de-ngan
tekanan darah diastolik > 120-130 mmHg dan kelainan funduskopi
disertai papil edema, peninggian te-kanan intrakranial, kerusakan
yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila
penderita tidak mendapatkan pengobatan. Hi-pertensi maligna
biasanya pada pen-derita dengan riwayat hipertensi e-sensial
ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya
mempunyai tekanan darah normal.
4. Hipertensi ensefalopatiKenaikan tekanan darah dengan
tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat,
penurunan kesa-daran dan keadaan ini dapat menjadi reversibel bila
tekanan darah tersebut diturunkan.
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular,
berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness.
Namun faktor pe-nyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi
masih belum dipa-hami. Diduga karena terjadinya pe-
Tabel 2. Causes of Hypertensive Emergency
leading article
-
Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 11
Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan
manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan
usia tua,batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke
kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah dapat ter-jadi
pada tekanan darah yang lebih tinggi (lihat gambar 2).
Gambar 1. Patofisiologi hipertensi emergensi.
leading article
Gambar 1. Patofisiologi hipertensi emergensi.
Essential hypertension
Kelainan ginjal
Kelainan endokrin
Kehamilan
Obat-obatan
Hipertensi berat
Critical level atau
kenaikan dan
peningkatan resistensi
vascular secara cepat
Vasodilatasi, NO &
prostacyclin
Tekanan darah
lebih lanjut
Vasokontriksi,
(reninangiotensin,
catecholamines)
Kekurangan volume
intravaskular
Natriuresis spontan Kerusakan endotel
Permeabilitas endotel
Deposit platelet & fibrin
Fibrinoid necrosis and
intimal proliferation
Peningkatan TD besar
Iskemik jaringan
Disfungsi organ target
-
Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS12
MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh
terhadap kebutuhan dan pasokan da-rah dengan mengadakan perubahan
pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai ting-katan
perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah
turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik
akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah
otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70
mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan
terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual,
menguap, pingsan dan sinkop.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan
usia tua,batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke
kanan pada kurva,sehingga pengurangan aliran darah dapat ter-jadi
pada tekanan darah yang lebih tinggi (lihat gambar 2).
Pada penelitian Stragard, dilakukan pemgukuran MAP pada
penderita hipertensi dengan yang nor-motensi. Didapatkan penderita
hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara grup
nor-motensi dan hipertensi tanpa pengobatan. Orang dengan
hipertensi terkontrol cenderung meng-geser autoregulasi ke arah
normal.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi
maupun hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari
autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah resting MAP. Oleh
karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP
sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari
apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada
penderita diseksi aorta akut ataupun edema paru akibat payah
jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat
lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi
ensefalo-pati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk
pasien dengan infark serebri akut atau-punperdarahan intrakranial,
penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12jam) dan harus
dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100
mmHg.
Gambar 2. Kurva autoregulasi pada tekanan darah.
leading article
-
Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 13
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan
kerusakan organ target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis
berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis
de-ngan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala,
penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa
hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi
ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit
neurologi fokal.
Pada pemeriksaan fisik pasienbisa saja ditemukan retinopati
dengan perubahan arteriola, perdara-han dan eksudasi maupun
papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi
kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut
miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien
yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria
bisa saja terjadi.
Gambar 3. Papiledema. Perhatikan adanya pembengkakan dari optik
disc dengan margin kabur.
leading article
-
Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS14
Tabel 4. Hipertensi Urgensi (mendesak).
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi
harus dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis
tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi
yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain,
amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang me-nyertai dan
penyakit kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda
defisit neurologik harus diperiksa seperti sakit kepala,penurunan
kesadaran, hemiparesis dan kejang.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis,
elektrolit, kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT-scan
kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak
nafas, nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan
gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan
ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah bagan alur
pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:
leading article
Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg, tetapi
dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak
dijumpai keadaan pada tabel 3
1. Funduskopi KW I atau KW II2. Hipertensi post operasi3.
Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperatif
-
Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 15
PENATALAKSANAAN
1. Hipertensi Urgensi
A. Penatalaksanaan UmumManajenem penurunan tekanan darah pada
pasien dengan hipertensi urgensi tidak mem-butuhkan obat-obatan
parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi
man-faat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean
Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada
fase awal standard goal penurunan tekanan darah dapat diturunkan
sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi par-enteral maupun oral
bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian
loading dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbul-kan efek
akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah.
Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan
terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.B. Obat-obatan
spesifik untuk hipertensi urgensi
Captopril adalah golongan angiotensin-convert-ing enzyme (ACE)
inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan
25 mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosis-nya 50-100 mg
setelah 90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu
batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal
(khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri renal
bilateral).
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien de-ngan hipertensi urgensi. Pada penelitian
yang dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara
random terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine
memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang
mencapai 22% (p=0,002). Penggu-naan dosis oral biasanya 30 mg dan
dapat diu-lang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang
diinginkan. Efek samping yang sering terja-di seperti palpitasi,
berkeringat dan sakit kepala.
Labetalol adalah gabungan antara 1 dan -adrenergic blocking dan
memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian
labetalol memiliki dose range yang sangat lebar sehingga
menyulitkan dalam penentuan dosis. Peneli-tian secara random pada
36 pasien, setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis
100 mg, 200 mg dan 300 mg secara oral dan meng-hasilkan penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan. Secara umum
la-betalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan
dapat diulangi setiap 3-4 jam ke-mudian. Efek samping yang sering
muncul ada-lah mual dan sakit kepala.
Clonidine adalah obat-obatan golongan sim-patolitik sentral
(2-adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara
15-30 menit danpuncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan
0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai
tercapainya tekanan da-rah yang diinginkan, dosis maksimal adalah
0,7 mg. Efek samping yang sering terjadi adalah se-dasi, mulut
kering dan hipotensi ortostatik.
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki
pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak
dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat
menurunkan tekanan darah yang men-dadak dan tidak dapat
diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.
2. Hipertensi Emergensi
A. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu
tergantung pada kerusakan or-gan target. Manajemen tekanan darah
dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat.
Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan
darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat
ideal pe-nurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan
Mean Arterial Pressure (MAP) 10% se-lama 1 jam awal dan 15% pada
2-3 jamberikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan
berle-bihan akan mengakibatkan jantung dan pembu-luh darah orak
mengalami hipoperfusi.
leading article
-
Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS16
B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi
Neurologic emergency. Kegawatdaru-ratan neurologi sering terjadi
pada hi-pertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy,
perdarahan intrakranial dan stroke iskemik akut. American Heart
Association merekomendasikan penu-runan tekanan darah > 180/105
mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus
dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iske-mik
tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk
menentukan apakah tekanan darah akan menurun se-cara sepontan.
Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg.
Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung
seperti iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi
aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik
pada otot jantung dapat diberikan terapi den-gan nitroglycerin.
Pada studi yang telah di-lakukan, bahwa nitroglycerin terbukti
dapat meningkatkan aliran darahpada arteri ko-roner. Pada keadaan
diseksi aorta akut pem-berian obat-obatan -blocker (labetalol dan
esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat
dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside.
Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah sampai target
tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik > 120mmHg) dalam
waktu 20 menit.
Kidney Failure. Acute kidney injury bisa dise-babkan oleh atau
merupakan konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney
in-jury ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau
anuria. Terapi yang di-berikan masih kontroversi, namun
nitroprus-side IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside
sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat.
Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat meng-hindari potensi
keracunan sianida akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi
gagal ginjal.
Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan
karenapengaruh obat-obatan seperti kate-kolamin, klonidin dan
penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat
katekolamin seper-tipheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat
menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin ok-sidase dapat
mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat
menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan
zat seperti pheo-chromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan
pemberian sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau
phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan -blockers dapat
diberikan sebagai tambahan sampai te-kanan darah yang diinginkan
tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidinterapi yang
terbaik adalah de-ngan memberikan kembali klonidin sebagaidosis
inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang
telah dijelaskan di atas.
PROGNOSIS
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal
(19%) dan gagal jantun (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila
penangannannya tepat dan segera.
Tabel 3.Obat-obatan spesifik untuk komplikasi hipertensi
emergensi.
leading article
-
Vol. 27, No.3, Desember 2014 MEDICINUS 17
KESIMPULAN
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan di bidang
neuro-cardiovaskularyang sering di-jumpai di instalasi gawat
darurat. Hipertensi krisis terdiri dari hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi. Keduanya harus ditangani dengan tepat dan
segera sehingga prognosisnya terhadap or-gan target (otak, ginjal
dan jantung) dan sistemik dapat ditanggulangi.
daftar pustaka1. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi
Emergensi dan Hipertensi-
Urgensi. BIKBiomed. 2007. Vol.3, No.4 :163-8.2. 2. Saguner AM,
Dr S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk Factors
PromotingHypertensive Crises: Evidence From a LongitudinalStudy.
Am J Hypertensi. 2010. 23:775-780.
3. Kaplan NM. Primary hypertension. In: Clinical Hypertension. 9
ed. Lip-pincott Williams &Wilkins; 2006: 50-104.
4. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. 2012. Vol.3, No.4
:163-8.5. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et
al.Harrison's
Principles ofInternal Medicine. Seventeenth Edition. 2008.6.
Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU
DigitalLi-
brary. 2004.
7. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency.
2007. pp. 43-50.
8. Varon J, Marik PE. Clinical Review: The Management of
Hypertensivecri-ses. Critical CareJournals. 2003.
9. Immink RV, Born BH, Montfrans GA, Koopmans RP, Karemaker JM,
etal. ImpairedCerebral Autoregulation in Pasient with
MalignantHyperten-sion. Journal of the AmericanHeart Association.
2004. 110:2241-2245.
10. Thomas L. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can
FamPhy-sician. 2011.57:1137-41.
11. Hopkins C. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine.
2011.12. Bisognano JD. Malignant Hypertension. 2013. pp. 43-50.
leading article
Tabel 2. Obat-obatan parenteral yang digunakan untuk terapi
hipertensi emergensi