Top Banner
LAPORAN KASUS TONSILITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT Disusun Oleh: Ni Luh Putu Anggreni 07.06.0024 Pembimbing: dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 1
32

Lapsus Tonsilitis

Dec 04, 2015

Download

Documents

lapsus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lapsus Tonsilitis

LAPORAN KASUS

TONSILITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT

Disusun Oleh:

Ni Luh Putu Anggreni

07.06.0024

Pembimbing:

dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RSU PROVINSI NTB

2012

1

Page 2: Lapsus Tonsilitis

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang termasuk dalam cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yaitu: tonsil

faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual, tonsil tuba

Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Penyebaran infeksi

melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua

umur, terutama pada anak.1

Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya

merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil.

Kelainan ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit

tenggorok berulang dan merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT.2,3

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia)

pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah

Nasofaringitis Akut (3,8%). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin

pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien

Tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas

pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit

anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi,

Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7

persen pada perempuan).2,3

Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu

konservatif dan operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa,

yaitu infeksi, dan mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan

menyebabkan sumbatan jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk

abses, atau tidak berhasil dengan pengobatan konvensional, maka operasi

tonsilektomi perlu dilakukan.2

BAB II

2

Page 3: Lapsus Tonsilitis

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EMBRIOLOGI TONSIL

Tonsil palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong

faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan

bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsil palatina. Pilar tonsil

berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama

terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia

kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual akan

diinfiltrasi oleh sel – sel limfatik. Secara histologi tonsil mengandung 3 unsur

utama yaitu jaringan ikat atau trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh

darah, saraf dan limfa), folikel germinativum (sebagai pusat pembentukan sel

limfoid muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai

stadium).4

2.2 ANATOMI TONSIL

Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsil pada

kedua sudut orofaring. Tonsil dibatasi dari anterior oleh pilar anterior yang

dibentuk otot palatoglossus, posterior oleh pilar posterior dibentuk otot

palatofaringeus, bagian medial oleh ruang orofaring, bagian lateral dibatasi

oleh otot konstriktor faring superior, bagian superior oleh palatum mole,

bagian inferior oleh tonsil lingual. Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh

jaringan alveolar yang tipis dari fasia faringeal dan permukaan bebas tonsil

ditutupi oleh epitel yang meluas ke dalam tonsil membentuk kantong yang

dikenal dengan kripta.5,6 Kripta pada tonsil ini berkisar antara 10-30 buah.1

Epitel kripta tonsil merupakan lapisan membran tipis yang bersifat

semipermiabel, sehingga epitel ini berfungsi sebagai akses antigen baik dari

pernafasan maupun pencernaan untuk masuk ke dalam tonsil. Pembengkakan

tonsil akan mengakibatkan kripta ikut tertarik sehingga semakin panjang.

Inflamasi dan epitel kripta yang semakin longgar akibat peradangan kronis

3

Page 4: Lapsus Tonsilitis

dan obstruksi kripta mengakibatkan debris dan antigen tertahan di dalam

kripta tonsil. 5,6

Tonsil bersama adenoid, tonsil lingual, pita lateral faring, tonsil tubaria

dan sebaran jaringan folikel limfoid membentuk cincin jaringan limfoid yang

dikenal dengan cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer ini merupakan pertahanan

terhadap infeksi. Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting dari cincin

Waldeyer. Adenoid akan mengalami regresi pada usia puberitas.5

Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :7

1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus

glossopalatinus dan arcus glossopharingicus.

3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium

tuba auditiva.

1) Tonsilla Palatina

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid

yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris dan

dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot

palatofaringeus). Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan

medialnya yang bebas menonjol ke dalam faring. Permukaannya tampak

berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang

berjumlah 6-20 kripte. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsillaris,

daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.

Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut

“Capsula” tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.1,8

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga

melapisi invaginasi atau kripte tonsila. Epitel yang melapisi permukaan

tonsila palatina mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis

epitel yang lain dimana mukosa tonsila palatina ini selalu mendapat

4

Page 5: Lapsus Tonsilitis

gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang lebih baik

agar lebih tahan terhadap trauma. Banyak limfanodulus terletak di bawah

jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di

dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus.

Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang

tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.8

Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat

kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-

kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil. Fossa tonsil dibatasi

oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas

posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya

adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot

yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX, yaitu

nervus glosofaringeal.8

Vaskularisasi tonsil diperoleh dari arteri yang terutama masuk melalui

polus caudalis, tapi juga bisa melalui polus cranialis. Melalui polus

caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a.

facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan

a. palatina minor. Semua cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari

a. carotis eksterna. Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r.

tonsillaris v. lingualis dan di sekitar kapsula tonsillaris membentuk pleksus

venosus yang mempunyai hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena

paratonsillaris dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian atas

tonsillar bed untuk mengalirkan darah ke dalam pleksus pharyngealis.9

5

Page 6: Lapsus Tonsilitis

Gambar 1. Vaskularisasi Tonsil Palatina

Cairan limfe dialirkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis

superficialis dan sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior,

terutama pada limfonodi yang terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn.

tonsillaris). Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus

jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus

mandibulae. Tonsil bagian bawah mendapat persarafan dari cabang serabut

saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser

palatine nerves.9

2) Tonsilla Pharingeal (Adenoid)

Adenoid merupakan massa limfoid yang berlobus dan terdiri dari

jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau

segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah

ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun

mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai

bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus.8

Adenoid terletak pada dinding posterior nasofaring, berbatasan dengan

kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior, serta kompleks

6

Page 7: Lapsus Tonsilitis

tuba Eustachius – telinga tengah – kavum mastoid pada bagain lateral.

Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan

posterior, walaupun dapat meluas ke fossa Rosenmuller dan orifisium tuba

Eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada

umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun

kemudian akan mengalami regresi.8

3) Tonsilla Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh

ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini

terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh

papilla sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran

duktus tiroglosus dan secara klinis merupakan tempat penting bila ada

massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.10

2.3 IMUNOLOGI

Tonsil adalah jaringan limfoid yang mengandung limfosit B, limfosit T, dan

sel plasma. Sentrum germinativum tonsil menghasilkan berbagai macam

immunoglobulin meliputi Ig G, Ig M, Ig A, Ig D, dan Ig E. Ig A sekretori (s-IgA

merupakan imunoglobulin terbanyak dalam saliva, yang dapat mencegah penetrasi

antigen melalui mukosa rongga mulut.10

Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan

limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang.

Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM,

IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di

jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4

area, yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel

limfoid, dan pusat germinal pada folikel limfoid. Tonsil merupakan organ limfatik

sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah

disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama, yaitu 1) menangkap dan

mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi

antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.8

7

Page 8: Lapsus Tonsilitis

Tonsilektomi sudah sejak lama merupakan kontroversi di berbagai kalangan,

baik awam maupun profesi. Bagi yang kontra, tonsilektomi dianggap dapat

menurunkan sistem pertahanan tubuh. Beberapa penelitian mengenai s-IgA pada

saliva telah dilakukan oleh Thaweboon et al. yang meneliti s-IgA pada saliva, pH

dan laju saliva pada anak dengan infeksi streptokokus dan kandida serta karies

dentis memiliki kadar yang lebih tinggi dibanding kontrol. Begitu juga yang

didapatkan oleh Thornber et al. yang melakukan penelitian mengenai s-IgA pada

anak dengan limfadenitis mikobakterial atipik lebih tinggi dibanding kontrol.

D’Amelio R et al. 8 yang meneliti kadar Ig A serum dan saliva pada subyek

normal dibandingkan dengan penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah

tonsilektomi mendapatkan hasil 1,6 % menunjukkan penurunan baik Ig A serum

maupun Ig A saliva, 27,4 % menunjukkan penurunan parsial Ig A serum

sedangkan Ig A saliva tetap normal dan 71,4 % tidak menunjukkan penurunan Ig

A serum maupun saliva. Penelitian mengenai kadar imunoglobulin A sekretori

pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi dilakukan di

Makassar menyimpulkan bahwa sebelum tonsilektomi, kadar s-IgA penderita

tonsilitis kronik umumnya tinggi. Empat minggu setelah operasi, kadarnya

menurun mendekati kadar s-IgA pada individu normal.10

2.4 Tonsilitis kronis

1. DEFINISI

Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai

akibat infeksi akut atau subklinis yang berulang. Tonsillitis adalah

peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.

Sedangkan Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang

sifatnya menahun. Penyebaran infeksinya melalui udara (air borne

droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama

pada anak.1

8

Page 9: Lapsus Tonsilitis

Gambar 2. Tonsilitis

2. ETIOLOGI

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang

menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,

pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak

adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut, yaitu Grup A

Streptococcus ß hemoliticus, pneumokokus, Streptococcus viridan, dan

Streptococcus piogenes, tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi

kuman golongan Gram negatif.1

3. PATOLOGI

Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel

mukosa jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan

jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami

pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinis kripte ini tampak di isi

oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan

akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa

tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa

submandibula.1

4. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

9

Page 10: Lapsus Tonsilitis

Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui

kripte-kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet

yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus

ke tonsil), maupun melalui mulut bersama makanan.11

Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh

baik yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk ke dalam

dihancurkan oleh makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang

kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh

kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada

keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang

infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu kuman bisa

menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun. 11

5. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorokan,

tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan

tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus

membesar, dan kriptus berisi detritus.5

Gejala tonsillitis kronis dibagi menjadi : 1.) gejala lokal, yang

bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai

sakit menelan, 2.) gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise,

nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian, 3.) gejala klinis

tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis), udema atau

hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan kecil

(tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan

pembengkakan kelenjar limfe regional.5

6. DIAGNOSIS

Standar untuk pemeriksaan tonsil berdasarkan pemeriksaan fisik

diagnostik diklasifikasikan berdasarkan ratio tonsil terhadap orofaring

(dari medial ke lateral) yang diukur antara pilar anterior kanan dan kiri.

10

Page 11: Lapsus Tonsilitis

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak

permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat

dibagi menjadi: 1

TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

7. TERAPI

Pada tonsilitis akut diberikan antibiotika spektrum lebar seperti

penisilin dan eritomisin. Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan

berkumur atau obat isap. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang

berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.1

11

Page 12: Lapsus Tonsilitis

- Indikasi tonsilektomi

The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery

Clinical Indicators Compendium Tahun 1995 menetapkan:1

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan

napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor

pulmonale.

4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

berhasil hilang dengan pengobatan.

5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri Grup A Streptococcus ß

hemoliticus.

7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

8. Otitis media efusa/otitis media supuratif.

8. KOMPLIKASI

- Komplikasi Tonsilitis

Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis,

abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronkitis,

glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis serta septikemia akibat v.

jugularis interna (sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil akan

menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan

tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep

Apnea Syndrome (OSAS).1

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah

sekitarnya berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara

perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen

12

Page 13: Lapsus Tonsilitis

dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis,

iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.1

- Komplikasi Tonsilektomi

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan

anestesi lokal maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan

merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. 12

1. Komplikasi anestesi12

Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien.

Komplikasi yang dapat ditemukan berupa:

• Laringosspasme

• Gelisah pasca operasi

• Mual muntah

• Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

• Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan

henti jantung

• Hipersensitif terhadap obat anestesi.

2. Komplikasi Bedah12

a) Perdarahan

Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus).

Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau

dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien.

sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam

jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah.

b) Nyeri

Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf

glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang

menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi

kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi.

c) Komplikasi lain

13

Page 14: Lapsus Tonsilitis

Dehidrasi,demam, kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10.

000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi

velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia.

9. PROGNOSIS

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat

dan pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat

membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk

mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan

demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah

mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. 11

Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita

mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi

yaitu infeksi pada telinga dan sinus. 11

BAB 3

14

Page 15: Lapsus Tonsilitis

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : “Ny E”

Umur : 34 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sumbawa

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama :

Sakit tenggorokan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan

sakit tenggorok sejak ± 2 minggu yang lalu. Keluhan ini sering berulang

dan telah dialami sejak ± 1 tahun yang lalu. Os juga mengeluh nyeri

saat menelan, keluhan batuk (+) disertai dahak agak kental berwarna

putih dan tidak bercampur darah. Keluhan demam (-), pilek (-), hidung

tersumbat (-). Pasien dikatakan sering mendengkur saat tidur. Keluhan

sesak napas disangkal. Pasien menyangkal pendengaran telinga

menurun. Keluhan nyeri telinga (-), mendengung (-), keluar cairan dari

telinga (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat batuk lama (-), asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga/Sosial :

Pasien tidak memiliki keluarga dengan keluhan yang serupa. Riwayat

batuk lama(-), asma (-).

Riwayat Alergi :

15

Page 16: Lapsus Tonsilitis

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat-

obatan. Riwayat alergi debu dan bersin-bersin di pagi hari (-).

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis :

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital :

- TD : 120/70 mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Respirasi : 18 x/menit

- Suhu : 36,9oC

Status Lokalis :

Pemeriksaan Telinga

No. Pemeriksaan Telinga Auricula Dextra Auricula Sinistra

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga : aurikula,

preaurikuer, retroaurikuler.

Bentuk dan ukuran telinga

dalam batas normal, lesi

pada kulit (-), hematoma (-),

massa (-), fistula (-), nyeri

tarik aurikula (-).

Bentuk dan ukuran telinga

dalam batas normal, lesi

pada kulit (-), hematoma (-),

massa (-), fistula (-), nyeri

tarik aurikula (-).

3. Liang telinga (MAE) Sekret (+), hiperemis (-),

edema (-), furunkel (-),

otorhea (-).

Serumen (-), hiperemis (-),

edema (-), furunkel (-),

otorhea (-).

16

Page 17: Lapsus Tonsilitis

4. Membran timpani Intak, retraksi (-), hiperemi

(-), bulging (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light

(-), cone of light (+).

Intak, retraksi (-), hiperemi

(-), bulging (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light

(+).

5. Tes garpu tala

- Rinne

- Weber

- Swabach

(+)

Lateralisasi (-)

Sama dengan pemeriksa

(+)

Lateralisasi (-)

Sama dengan pemeriksa

Pemeriksaan Hidung

Inspeksi Nasal Dextra Nasal Sinistra

Hidung luar Bentuk normal, inflamasi (-),

deformitas (-), massa (-).

Bentuk normal, inflamasi (-),

deformitas (-), massa (-).

Rinoskopi Anterior :

Vestibulum nasi Hiperemi (-), ulkus (-) Hiperemi (-), ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk normal, mukosa

hiperemi (-).

Bentuk normal, mukosa

hiperemi (-).

Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-),

perdarahan (-), ulkus (-).

Deviasi (-), benda asing (-),

perdarahan (-), ulkus (-).

Meatus nasi media Mukosa hiperemi (-), sekret

(-), massa berwarna putih

mengkilat (-).

Mukosa hiperemi (-), sekret (-),

massa berwarna putih

mengkilat (-).

Konka media dan konka

inferior

Hipertrofi (-), hiperemi (-),

kongesti (-).

Hipertrofi (-), hiperemi (-),

kongesti (-).

17

Page 18: Lapsus Tonsilitis

Gambar :

Pemeriksaan Tenggorokan

No. Pemeriksaan Keterangan

1. Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda

2. Mulut Mulut dapat menutup sempurna, mukosa mulut

basah, berwarna merah muda.

3. Bucal Warna merah muda, hiperemi (-)

4. Gigi Gigi lengkap

5. Lidah Ulkus (-), pseudomembran (-).

6. Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-),

pseudomembran (-).

7. Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-), arkus palatum normal

8. Faring Mukosa hiperemi (-), edema (-), ulkus (-),

granul (-), sekret (-), refleks muntah (+).

9. Tonsila Palatina Hiperemia (+)/(+), detritus (-)/(-), kripte melebar

(+)/(+), ukuran T3/T2.

Gambar :

18

Page 19: Lapsus Tonsilitis

3.4. Diagnosis

Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

3.5. Planning

Planning Diagnosis :

- Pemeriksaan ASTO (Anti-Streptolisin O)

Planning Terapi :

- Analgetik : Parasetamol 3 x 500 mg

- Antibiotika : Amoxicillin 3 x 500 mg

- Pro tonsilektomi

3.7 KIE Pasien

– Istirahat yang cukup dan menghindari makanan yang mengandung MSG

serta minuman dingin.

– Minum antibiotika selama 7-10 hari walaupun gejala klinis telah hilang.

– Setelah gejala peradangan teratasi, pasien direncanakan untuk dilakukan

operasi pengangkatan tonsil untuk mencegah terjadinya komplikasi

akibat tonsillitis kronik.

– Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi tonsilektomi

seperti perdarahan dan nyeri.

3.8 Prognosis

Dubia ad bonam

19

Page 20: Lapsus Tonsilitis

BAB 4

PEMBAHASAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,

higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan

tonsilitis akut yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya tonsilitis kronik.

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan tonsilitis kronik eksaserbasi akut

yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis

didapatkan keluhan sakit tenggorokan yang telah dialami selama 2 minggu.

Keluhan tersebut sering berulang telah dialami selama 1 tahun. Dari pemeriksaan

fisik ditemukan adanya tonsil yang hiperemi, kripte yang melebar, dan ukuran

tonsil T2/T3. Usulan pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan ASTO (Anti-

Streptolisin O). Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui adanya infeksi tonsil

oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus yang dapat menyebabkan berbagai

komplikasi ke organ lain seperti jantung dan ginjal.

Penanganan yang dilakukan pada penderita ini berupa pemberian analgetik

untuk keluhan nyeri menelan yang dialami pasien serta antibiotika untuk

menghilangkan infeksi pada tonsilitis yang mengalami eksaserbasi akut.

Antibiotika pilihan yang diberikan adalah amoxicillin dan diberikan selama 7-10

hari walaupun gejala klinis telah hilang. Selain itu, setelah gejala infeksi dan

peradangan teratasi, pasien direncanakan untuk dilakukan tonsilektomi untuk

mencegah komplikasi tonsilitis kronik. Persiapan untuk tonsilektomi perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap, bleeding

time, dan clotting time.

20

Page 21: Lapsus Tonsilitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.

Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi

Keenam. Cetakan Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010 : hlm 224-225.

2. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory

Tract. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY:

McGraw Hill.

3. Rusmarjono, Soepardi EA. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring.

Dalam :Soepardi EA, Iskandar N. (Ed). Buku Ajar Ilmu THT. Edisi 6.

Jakarta :Balai Penerbit FKUI ; 2001. Hal 221-5.

4. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otalaryngology.

6th Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001;263-368

5. Brodsky L, Poje Ch. Tonsillitis, tonsilectomy and adenoidectomy. In: Bailey

BJ, Johnson JT, Newlands SD editors. Ototlaryngology Head and Neck

Surgery, 4th Ed Vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,

2006:p.1183-98.

6. Bluestone CD. Controversies in tonsillectomy, adenoidectomy, and

tympanostomy tubes. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD editors.

Ototlaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed Vol 1. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins, 2006:p.1199-208.

7. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi,

Cermin Dunia Kedokteran. [Available from :

http://www.cerminduniakedoteran.com]

8. Norhidayah. Gambaran Indikasi Tonsilektomi di RSUP Haji Adam Malik dari

Tahun 2008-2010. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2010.

21

Page 22: Lapsus Tonsilitis

9. Moore KL, Anne MR. Neck. In : Essential Clinical Anatomy. USA : Lippincott

Williams and Wilkins. 2002: hlm 439-445.

10. Sakka I, Sedjawidada R, Kodrat L, Rahardjo SP. Kadar imunoglobulin A

sekretori pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi.

Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas

Kedokteran Universitas hasanuddin. 2010: hlm 1-7.

11. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H.

Adam Malik Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository.

[Accessed from: http://repository.usu.ac.id/]

12. Wanri A. Tonsilektomi. Palembang: Departemen Telinga, Hidung Dan

Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2007: hlm 1-8.

 

22