BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi yang terus meningkat serta dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya. Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitifitas tipe 1 yang diperantarai oleh IgE pada mukosa hidung dengan gejala karakteristik berupa bersin-bersin, rinore encer, obstruksi nasi dan hidung gatal. Gejala terjadi pada hidung dan mata dan biasanya terjadi setelah terpapar debu, atau serbuk sari musiman tertentu pada orang-orang yang alergi terhadap zat ini. Berdasarkan atas saat pajanan rhinitis alergi diklasifikasikan menjadi rhinitis alergi musiman (seasonal) dan rhinitis alergi tahunan (perennial). ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) bekerjasama dengan WHO 2001 membuat klasifikasi baru rhinitis alergi berdasarkan parameter gejala dan kualitas hidup penderita. Berdasarkan atas lama dan beratnya penyakit, rhinitis alergi diklasifikasikan menjadi intermiten ringan, intermiten sedang berat, persisten ringan dan persisten berat. Rhinitis alergi bukanlah kondisi yang mengancam jiwa, namun komplikasi masih dapat terjadi dan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi yang
terus meningkat serta dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup
penderitanya. Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitifitas tipe 1 yang
diperantarai oleh IgE pada mukosa hidung dengan gejala karakteristik berupa
bersin-bersin, rinore encer, obstruksi nasi dan hidung gatal. Gejala terjadi pada
hidung dan mata dan biasanya terjadi setelah terpapar debu, atau serbuk sari
musiman tertentu pada orang-orang yang alergi terhadap zat ini.
Berdasarkan atas saat pajanan rhinitis alergi diklasifikasikan menjadi
rhinitis alergi musiman (seasonal) dan rhinitis alergi tahunan (perennial). ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) bekerjasama dengan WHO 2001
membuat klasifikasi baru rhinitis alergi berdasarkan parameter gejala dan kualitas
hidup penderita. Berdasarkan atas lama dan beratnya penyakit, rhinitis alergi
diklasifikasikan menjadi intermiten ringan, intermiten sedang berat, persisten
ringan dan persisten berat.
Rhinitis alergi bukanlah kondisi yang mengancam jiwa, namun komplikasi
masih dapat terjadi dan menyebabkan kondisi yang secara signifikan dapat
mengganggu kualitas hidup.(2) Pasien dengan rinitis alergi merasa penyakitnya
sama beratnya dengan asma berat dalam penurunan aktivitas harian. Pekerja
dengan riwayat alergi yang tidak kunjung sembuh dilaporkan 10% kurang
produktif dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi, dan pekerja
yang menjalani pengobatan untuk rinitis alergi dilaporkan 3% kurang produktif.
Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan yang efektif dapat menekan keseluruhan
biaya dari penurunan produktivitas.
Dua pertiga dari pasien memiliki gejala rinitis alergi sebelum usia 30, tapi
kejadiannya dapat terjadi pada usia kapanpun. Rhinitis alergi tidak memiliki
predileksi seksual. Ada kecenderungan genetik yang kuat untuk rhinitis
1
alergi. Satu orang tua dengan riwayat rhinitis alergi memiliki sekitar 30 persen
kesempatan untuk memproduksi keturunan dengan gangguan tersebut. Resiko
meningkat sampai 50 persen jika kedua orang tua memiliki riwayat alergi. (3)
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi rinitis alergi?
2. Apa saja etiologi rinitis alergi?
3. Bagaimana epidemiologi rinitis alergi?
4. Bagaimana patofisiologi rinitis alergi?
5. Bagaimana klasifikasi rinitis alergi?
6. Bagaimana penegakan diagnosis rinitis alergi?
7. Bagaimana penanganan rinitis alergi?
8. Apa saja komplikasi rinitis alergi?
9. Bagaimana prognosis rinitis alergi?
1.3. TUJUAN
1. Mengetahui definisi rinitis alergi.
2. Mengetahui etiologi rinitis alergi.
3. Mengetahui epidemiologi rinitis alergi.
4. Mengetahui patofisiologi rinitis alergi.
5. Mengetahui klasifikasi rinitis alergi.
6. Mengetahui penegakan diagnosis rinitis alergi.
7. Mengetahui penanganan rinitis alergi.
8. Mengetahui komplikasi rinitis alergi.
9. Mengetahui prognosis rinitis alergi.
1.4. MANFAAT
1. Manfaat keilmuan : Sebagai landasan ilmiah mengenai penyakit rinitis
alergi.
2. Manfaat praktis : Memberi dasar bagi penanganan rinitis alergi bagi
dokter umum maupun spesialis di tempat pelayanan kesehatan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Definisi rinitis alergi menurut WHO
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on
Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada
hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh Ig E.
GAMBAR 1. RHINITIS ALERGI
2.2. ETIOLOGI
Rinitis alergi dapat disebabkan oleh faktor herediter (riwayat rinitis alergi
dalam keluarga), faktor lingkungan (pajanan debu dan jamur), pajanan alergen
(serbuk sari, bulu hewan, dan makanan), perokok pasif (terutama dalam masa
kanak-kanak), polusi pabrik.
Pada bayi dan balita, alergen makanan seperti susu, telur, kedelai serta
debu dan alergen inhalan merupakan penyebab utama dan menjadi komorbid dari
penyakit dermatitis atopi, otitis media, dan astma.
2.3. EPIDEMIOLOGI
Penelitian di Scandinavia menunjukkan prevalensi pada laki-laki adalah
15% dan 14% pada wanita. Prevalensi penyakit ini sangat bervariasi antara
populasi dan budaya yang disebabkan oleh perbedaan genetik, faktor geografi atau
perbedaaan lingkungan. Pada anak-anak, lebih sering muncul pada laki-laki
dibanding perempuan. tetapi pada dewasa dapat terjadi dengan prevalensi yang
sama. Onset sering terjadi pada masa anak-anak, usia remaja dan dewasa muda,
dengan usia onset rata-rata 8-11 tahun. Rinitis alergi dapat muncul pada usia
berapa saja, dalam 80% terjadi pada usia 20 tahun. Prevalensi dari penyakit ini
telah dilaporan sebanyak 40% pada anak-anak, dan menurun sesuai dengan usia.
3
2.4. PATOFISIOLOGI
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Alergi terdiri
dari 2 fase yaitu Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak
dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)
yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah
pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
GAMBAR 2. REAKSI ALERGI PADA RINITIS ALERGI
Pada kontak pertama dengan alergen (sensitisasi), makrofag atau monosit
yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di
permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen
pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk
komplek peptida MHC kelas II (Major Histo Compatibility Complex) yang
kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian APC akan melepas
sitokin seperti IL-1 yang akan mengaktifkan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th
1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan
IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,
sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi Imunoglobulin E. Ig
E di sirkulasi darah akan masuk kejaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di
permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga ke dua sel ini menjadi
4
aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang
sama, maka kedua rantai Ig E akan mengikat alergen spesifik dan terjadi
degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya
mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators) terutama histamin.
Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain