Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan 1
30

Lapsus Peritonitis Dim

Jan 02, 2016

Download

Documents

peritonitis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lapsus Peritonitis Dim

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang

biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan

penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan

intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang

mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus

gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka

tembus abdomen.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan

analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan

penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan

oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau

perdarahan.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami penyakit yang terjadi pada organ abdomen terutama pada peritoneum

2. Untuk mengetahui penyebab, gejala, dan terapi pada penyakit yang dialami khususnya

penyakit peritonitis.

1

Page 2: Lapsus Peritonitis Dim

BAB II

STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 50 tahun

Alamat : Sanan wetan-Blitar

Tanggal MRS : 16 agustus 2013

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama: nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang : px pindahan dr rsk budi rahayu setelah post op appendicitis

tanggal 10/8, setelah itu px mengeluh perut terasa sakit di semua bagian (+), perut terasa

penas(+), kembung(+) . Perut kembung, teraba keras saat ditekan dan pasien juga sering

muntah- muntah ± 5-8 x/hari, serta sulit BAB dan flatus (+). Terkadang pasien jika BAB

disertai darah sedikit(+). Px mengeluh badan demam(+), nafsu makan menurun serta

mual. Kemudian pada tanggal 14/10 dilakukan operasi kedua. Karena permintaan

keluarga px minta di pindah di RSD mardi waluyo

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi : (-)

DM : (-)

Jantung : (-)

Penyakit lain : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa (-)

Hipertensi (-)

DM (-)

Penyakit lain (-)

Riwayat Kebiasaan

Merokok (-)

2

Page 3: Lapsus Peritonitis Dim

Minum alcohol (-)

Riwayat Sosioekonomi keluarga

Keluarga pasien termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: tampak lemah, GCS 456 (Compos Mentis)

Vital Sign

TD : 130/90 mmHg

Nadi : 90kali/menit

RR : 22 kali/menit

T : 37,8C

Kepala-leher

Anemis (-), icteric (-), cianosis (-), dispnea (-), pupil isokor, reflex cahaya +/+, mata

cowong (-)

Thoraks

Normochest, simetris, pernapasan thoracalabdominal, retraksi (-), spider nevi (-).

Cor:

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

Palpasi: ictus cordis tak kuat angkat

Perkusi: batas kiri atas: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah: SIC V 1 cm medial Linea Medio Clavicularis Sinistra

batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

pinggang jantung: SIC III Linea Para Sternalis Sinistra (batas jantung

terkesan normal)

Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo:

Inspeksi: pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi: fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi: sonor/sonor

Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

3

Page 4: Lapsus Peritonitis Dim

Abdomen: Inspeksi: tampak tertup kasa luka bekas op dengan terpasang drain.

Produksi cairan drain ± 50cc, darah merembes sedikit

Auskultasi: bising usus (+)

Palpasi: nyeri tekan

Perkusi: SDE

Ekstremitas: AH +/+, edema -/-

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah lengkap 18 agustus 2013

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 9,9 L: 13-17 g%, P: 11,5-16 g%

Leukosit 7.900 4.000-11.000/CMM

Hitung jenis 1/-/13/77/11/7 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7

Eritrosit 4.350.000 L:4.5-6.5 jt/cmm,P:3.0-6,0 jt

Trombosit 753.000 150.000-450.000

Hematokrit 33,4 L : 40-54 %, P; 35-47 %

MCV/MCH/MCHC 96,3/29,3/30,5 80-97 fl/27-31pg/ 32-36%

Serum Kreatinin 0,9 (L:0.6-1.4mg/dl; P: 0.5-1.2mg/dl)

BUN 10 4,7-23,4mg/dl

2.5 Working Diagnosis

1. Post Op laparatomi ec peritonitis

2.6 Planing Diagnosis

1. RT

2. Rontgen BOF LLD

3. Cek LFT, RFT

4

- - -

- + -

- + -

Page 5: Lapsus Peritonitis Dim

2.7 Penatalaksanaan

Medikamentosa:

1. IVFD RL 1500CC/hari

2. Infus metronidazole 2x500 mg

3. Inj. Broadced 2x1 gr

4. Inj. Torasic 3x30 mg

5. Inj. Novaldo 2x1 ampul

6. Inj.Rantin 2x1 ampul

Non Medikamentosa:

1. Puasa

2. Pasang NGT, kateter

3. Konsul dokter spesialis bedah

Hasil foto BOF/LLD

5

Page 6: Lapsus Peritonitis Dim

KESIMPULAN:

Distribusi dari gas dalam usus yang distended tampak mengisi cavum abdomen merata.

Tidak ada gambaran Herring Bone Sign. Fecal material banyak. Tampak adanya tanda-

tanda gas bebas intraabdomen di sub diafraghma.

Batas bayangan liver, limpa dan kedua ginjal tidak membesar. Psoas shadow simetris.

Tulang-tulang baik. Tidak didapatkan tanda-tanda bayangan batu radiopaque di daerah

tractus urinarius.

Kesimpulan: Gambaran Peritonitis Perforasi

Edukasi:

Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien, diagnose kerja,

pemeriksaan yang akan dilakukan beserta tindakan operatif dan prognosisnya.

6

Page 7: Lapsus Peritonitis Dim

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian

belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian

bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke

dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia

Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, M. Oblikus abdominis eksternus, M. Oblikus

abdominis internus, dan M. Tranversus abdominis; dan akhirnya lapis preperitoneal, dan

peritoneum.

Gambar: Anatomi Abdomen

Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di

garis tengah dipisahkan oleh linea alba.3 Dinding perut membentuk rongga perut yang

melindungi isi rongga perut. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari

kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan A. Epigastrika

superior. Dari kaudal, A. Iliaka sirkumfleksa superfisialis, A. Pudenda eksterna, dan A.

Epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun

vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan.

Dinding perut dipersarafi oleh N. Torakalis VI s/d XII dan N. Lumbalis I.3 Rongga perut

(cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang juga melipat

7

Page 8: Lapsus Peritonitis Dim

untuk melindungi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang membatasi

dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ

dinamakan peritoneum viscerale. 2

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,

pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat pada

usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh

darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus.

Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda

peritoneum yang berisi lemak, menggantung di sebelah atas depan usus bernama omentum

majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik

abdomen dan kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran

yang lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver. 2

3.2 Definisi

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput

peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen. 4,5,6 Peritonitis seringkali

disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering

adalah perforasi dari organ lambung, colon, kandung empedu atau apendiks. Infeksi dapat juga

menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah. 6

Peritonitis didefinisikan sebagai suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi

rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat di dalamnya. Peritonitis dapat bersifat lokal

maupun generalisata, bacterial ataupun kimiawi. Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur, bahan kimia iritan, dan benda asing.

3.3 Etiologi

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan

peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada

pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi

bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran

hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.

Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis

dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites

patogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,

8

Page 9: Lapsus Peritonitis Dim

Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri

gram positif yaitu Streptococcus pnemoniae 15%, jenis Streptococcus lain 15%,dan golongan

Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis

(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritonealterutama

disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.

Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi

SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada

pasienperitonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu

juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan

kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural

dari organ-organ dalam.

Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke

dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum,

intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan

oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang

mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan trombosis dari

mesenterium/emboli.4

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur saluran

cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme

yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan stretokokus

sering masuk dari luar. 7

Ada beberapa hal yang merupakan etiologi/penyebab timbulnya peritonitis, yaitu sebagai

berikut:

1. Infeksi bakteri

Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya:

Appendisitis yang meradang dan perforasi

Tukak peptik (lambung/duodenum)

Tukak thypoid

9

Page 10: Lapsus Peritonitis Dim

Tukak disentri amuba/colitis

Tukak pada tumor

Salpingitis

Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus  dan  hemolitik, stapilokokus

aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

2. Secara langsung dari luar

Operasi yang tidak steril

Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis yang

disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing,

disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.

Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa.

Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis

granulomatosa.

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran

pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah

streptokokus atau pnemokokus.

3.4 Klasifikasi

Infeksi peritoneal diklasifikasikan menjadi primer (spontan), sekunder (berhubungan

dengan proses patologi yang berlangsung di organ dalam), atau tersier (infeksi berulang yang

terjadi setelah terapi yang adekuat). Infeksi intraabdomen dapat dibagi menjadi lokal (localized)

atau umum (generalized), dengan atau tanpa pembentukan abses. 9

Penyebab terbanyak dari peritonitis primer adalah peritonitis yang disebabkan karena

bakteri yang muncul secara spontan (Spontaneus Bacterial Peritonitis) yang sering terjadi karena

penyakit hati kronis.

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Peritonitis Bakterial Primer

10

Page 11: Lapsus Peritonitis Dim

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum

peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat

monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer

dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Spesifik: misalnya Tuberculosis

2) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan

intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan

sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan

asites.

B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi traktus gastrointestinal atau

traktus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang

fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri

anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam

menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu

peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum

peritoneal.

Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan

kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

C. Peritonitis tersier, misalnya:

Peritonitis yang disebabkan oleh jamur

Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah

lambung, getah pankreas, dan urine.

3.5 Patofisiologi

11

Page 12: Lapsus Peritonitis Dim

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.

Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel

menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya

menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak

dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami

kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan

kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon

hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak

organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit

oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.

Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi segera berhenti begitu terjadi

hipovolemia. Organ-organ di dalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut

meninggi. Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem

seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan

retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.

Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta

muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan

tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan menjadi sulit dan menimbulkan

penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi

menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,

aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan

meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang

meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena

adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha

untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaituobstruksi usus yang tidak

disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi

12

Page 13: Lapsus Peritonitis Dim

obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan

nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada

rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. 

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di

epigastrium dan meluas ke seluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung

dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi

ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama

dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu

dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut

pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia.

Adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa pengenceran zat asam garam

yang merangsang. Hal ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian

terjadi peritonitis bakteria. 

Pada apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi

tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama

mukus tersebut makin banyak. Namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga edema

bertambah. Kemudian aliran arteri terganggu, akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan

akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.

Peritonitis menimbulkan efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan cairan, masalah

pernafasan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem sirkulasi mengalami

tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke area usus yang

terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan dan sekresi cairan

ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi darah berkurang, meningkatkan kebutuhan oksigen,

ventilasi berkurang dan meningkatkan tekanan abdomen yang meninggikan diafragma.

13

Page 14: Lapsus Peritonitis Dim

3.6 Manifestasi Klinis

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda

rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular,

pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun

sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. 10

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu tubuh meningkat dan terjadi takikardia,

hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada

setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif

berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri

objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes

lainnya. 10,13

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien

yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri

abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai sumber

infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak

sadar untuk menghindari palpasi yang merangsang nyeri atau tegang karena iritasi peritoneum.

Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa penderita peritonitis

umum.

Demam

Distensi abdomen

Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada

perluasan iritasi peritonitis.

Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari

lokasi peritonitisnya.

Nausea

Vomiting

Penurunan peristaltik.

Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat

pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada

penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pasca

14

Page 15: Lapsus Peritonitis Dim

transplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma

cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan

paraplegia dan penderita geriatric. 

3.7 Diagnosis

Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali. Diagnosis

peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 2

Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasien datang dengan

keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri

abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian

infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum

parietale). Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia intestinal)

nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal. 9

Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat

terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder. 9 Anamnesis mengandung

data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Sifat, letak dan perpindahan nyeri

merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya

syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan

tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk

menegakkan diagnosis. 3

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,

pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien sebelum melakukan pemeriksaan abdomen.

Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan. 3

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan

temperatur >38C. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia

disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang

disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga

abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi

semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya

peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis. 9

15

Page 16: Lapsus Peritonitis Dim

Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan

ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk

menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.

Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi

menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau

gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan

perut yang membuncit dan tegang atau distended. 2

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di

abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien. Auskultasi

dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis

umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena

peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).

Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal. 8

Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri.

Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri.

Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai

peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot, akan

dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. 8

Pada perkusi, nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum. Adanya udara

bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati

dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi

abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi. 8

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok

dubur. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena

pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula

biasanya kolaps. 3

3.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

16

Page 17: Lapsus Peritonitis Dim

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat

dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak

protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan

kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma

tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 14

b. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam

memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3

posisi, yaitu: 3

1. Tidur terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.

2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah

horizontal proyeksi anteroposterior.

3. Tidur miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi

anteroposterior.

Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus)

obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:

1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran.

Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan

dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).

2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid

level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus

letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran

yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.

3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level

dan step ladder appearance.

17

Page 18: Lapsus Peritonitis Dim

3.9 Penatalaksanaan

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan

secara intravena, mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan pasien, pemberian

antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,

pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin

mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. 10,11

Resusitasi dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume

intravascular, memperbaiki perfusi jaringan dan pemberiann oksigen, nutrisi, dan mekanisme

pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai

keadekuatan resusitasi. 12

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera setelah diagnosis peritonitis bakteri

ditegakkan. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah

jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang

dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase

bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan

berkembang selama operasi. 12

Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1) kontrol

infeksi yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki fungsi organ, dan (4)

mengontrol proses inflamasi. 9 Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan

akut peritonitis. Penatalaksanaan peritonis meliputi, antara lain:

1) Pre Operasi

Resusitasi cairan

Oksigenasi

NGT, DC

Antibiotika

Pengendalian suhu tubuh

2) Durante Operasi

Kontrol sumber infeksi

Pencucian rongga peritoneum

Debridement radikal

Irigasi kontinyu

18

Page 19: Lapsus Peritonitis Dim

Ettapen lavase/stage abdominal repair

3) Pasca Operasi

Balance cairan

Perhitungan nutrisi

Monitor vital sign

Pemeriksaan laboratorium dan Antibiotika

3.10 Prognosis

Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis,

antara lain:

1. Jenis infeksinya/penyakit primer

2. Durasi/lama sakit sebelum infeksi

3. Keganasan

4. Gagal organ sebelum terapi

5. Gangguan imunologis

6. Usia dan keadaan umum penderita

Keterlambatan penanganan 6 jam meningkatkan angka mortalitas sebanyak 10-30%.

Pasien dengan multipel trauma 80% pasien berakhir dengan kematian. Peritonitis yang berlanjut,

abses abdomen yang persisten, anastomosis yang bocor, fistula intestinal mengakibatkan

prognosis yang jelek.

3.11 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis,

kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu, dll. 15

3.12 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi

tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:

a) Komplikasi dini

Septikemia dan syok septic

Syok hipovolemik

Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi

system

Abses residual intraperitoneal

19

Page 20: Lapsus Peritonitis Dim

Portal Pyemia (misal abses hepar)

b) Komplikasi lanjut

Adhesi

Obstruksi intestinal rekuren

3.13 SIRS dan Sepsis

Systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang terjadi pada peritonitis dapat

menjadi baik atau berkembang menjadi sepsis, sepsis berat (severe sepsis), dan syok sepsis

(septic shock). SIRS yang berlanjut akan mengakibatkan sirkulasi yang abnormal (volume

intravaskuler menurun, vasodilatasi perifer, depresi miokardial, dan peningkatan metabolisme).

SIRS yang jatuh dalam keadaan sepsis terjadi gangguan keseimbangan systemic oxygen

delivery/DO2 dan kebutuhan oksigen jaringan (oxygen demand) sehingga berakibat hipoksia

jaringan. Hipoksia jaringan yang terjadi pada pasien kritis adalah awal terjadinya kegagalan

organ multipel (multiorgan failure) dan mortalitas.

Angka mortalitas akibat sepsis berat di Amerika diperkirakan 750 ribu per tahun dan

akan meningkat bila pasien jatuh dalam keadaan syok sepsis. Dalam setiap jamnya didapatkan 25

pasien mengalami sepsis beratdan satu dari tiga pasien sepsis berat berakhir dengan kematian.

Sepsis intraabdomen dan peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada

penderita bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%.

Tanda karakteristik sepsis berat dan syok sepsis pada stadium awal adalah hipovolemia,

baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan).

Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila

volume intravaskuler adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan

kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik)

terganggu.

Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok sepsis adalah gangguan ekstraksi

oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga

kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2

(pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok sepsis dipercaya

sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.

20

Page 21: Lapsus Peritonitis Dim

Karakteristik lain sepsis berat dan syok sepsis adalah terjadinya hiperlaktatemia, mungkin

hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dysoxia jaringan (produksi

energi dalam keterbatasan oksigen).

21