Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Sepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di unit perawatan intensif. Sepsis diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidens sepsis diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Syok sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit pelayanan intensif di Amerika Serikat (AS) dengan kecenderungan meningkat. 1,2 Pertambahan insidens sepsis di AS selama dua dekade menjadikan sepsis sebagai penyebab kematian ke sepuluh terbanyak. Kemajuan teknologi kedokteran, peningkatan pemakaian obat imunosupresif dan peningkatan populasi usia tua memberikan sumbangan besar terhadap peningkatan insidens sepsis secara eksponensial. Di AS terjadi 750 ribu kasus sepsis setiap tahun dan sekitar 225 ribu kasus berakhir dengan kematian. Insidens sepsis lebih tinggi pada laki-laki ras non Kaukasia. Perawatan lama di unit perawatan intensif juga sering dialami oleh pasien sepsis, berkisar antara 2-3 minggu. Pemahaman patofisiologi yang didukung oleh teknologi mutakhir telah mengubah pendekatan pengelolaan untuk menurunkan angka kematian sepsis. 3 1
48

Lapsus Paru Tb

Nov 26, 2015

Download

Documents

Indy Genous

ini laporan kasus saya saat di stase ipd dulu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di unit perawatan intensif. Sepsis diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidens sepsis diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Syok sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit pelayanan intensif di Amerika Serikat (AS) dengan kecenderungan meningkat.1,2 Pertambahan insidens sepsis di AS selama dua dekade menjadikan sepsis sebagai penyebab kematian ke sepuluh terbanyak. Kemajuan teknologi kedokteran, peningkatan pemakaian obat imunosupresif dan peningkatan populasi usia tua memberikan sumbangan besar terhadap peningkatan insidens sepsis secara eksponensial. Di AS terjadi 750 ribu kasus sepsis setiap tahun dan sekitar 225 ribu kasus berakhir dengan kematian. Insidens sepsis lebih tinggi pada laki-laki ras non Kaukasia. Perawatan lama di unit perawatan intensif juga sering dialami oleh pasien sepsis, berkisar antara 2-3 minggu. Pemahaman patofisiologi yang didukung oleh teknologi mutakhir telah mengubah pendekatan pengelolaan untuk menurunkan angka kematian sepsis.3Penelitian epidemiologi sepsis di AS menyatakan insidens sepsis sebesar 3 kasus diantara 1.000 populasi. Insidens meningkat lebih dari 100 kali lipat berdasarkan umur (0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000 pada kelompok umur > 85 tahun). Angka perawatan sepsis berkisar antara 2 sampai 11% dari total kunjungan ICU. Angka kejadian sepsis di Inggris berkisar 16% dari total kunjungan ICU. Insidens sepsis di Australia sekitar 11 tiap 1.000 populasi. Sepsis berat terdapat pada 39 % diantara pasien sepsis.4Angka kematian sepsis berkisar antara 25 - 80 % diseluruh dunia tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, penyakit penyerta, riwayat trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis infeksinya yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya.3-61.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnose, dan penanganan Sepsis?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi dari sepsis, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnose, dan penanganan sepsis.1.4 Manfaat

Teoritis

Makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan landasan teori mengenai sepsis dan prinsip penanganannya.

Praktis

Makalah ini diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah bagi para dokter pelayanan primer sebagai dasar penanggulangan sepsis untuk melakukan penanggulangan pertama dan rujukan ke rumah sakit terdekat.

BAB IISTATUS PENDERITA

Pendahuluan

Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang didapatkan dari ruang rawat inap Mawar kelas 2, dengan diagnosis Sepsis. Mengingat kasus Sepsis banyak ditemukan di masyarakat, maka penting kiranya bagi kita untuk memperhatikan dan mencermatinya, untuk selanjutnya dapat dijadikan sebagai pengalaman di lapangan.

Identitas Penderita

Nama: Tn. AUmur: 86 TahunJenis Kelamin: Laki-laki

Alamat: Arumdalu BlitarTanggal Periksa: 11 juli 2012Anamnesa 1. Keluhan Utama: Tensi turun 2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien adalah rujukan dari puskesmas dengan keluhan tensi turun dan tidak sadarkan diri. Pada jam 07.00 pasien datang kepuskesmas dengan keluarganya dalam kondisi tidak sadar. Di puskesmas kondisi asien masih tidak sadarkan diri dan divcek gula darahanya serta tekanan darahnya turun, akhirnya sama pihak puskesmas dirujuk ke RSD Mardi Waluyo. Sebelum pasien ke rumah sakit, keluarga pasien mengatakan kalau pasien sebelumnya mengeluh batuk grek-grek, batuk grek-grek mulai dirasakan sejak + 5 hari, batuk berdahak tetapi sulit keluar disertai badan lemas dan agak sulit bernafas, selain itu pasien tampak sesak tiap kali batuk, memberat jika pasien beraktivitas dan berkurang apabila istirahat, tidak mau makan + 5 hari dan badan semakin lemas pasien semakin sesak dan tidak sadarkan diri dan akhirnya pasien dibawah kepuskesmas.3. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat HT

: disangkal Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: disangkal

Riwayat Sakit Kejang

: disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal Riwayat DM

: 10 tahun yang lalu pasien jarang kontrol dan pola makan tidak terkontrol4. Riwayat Keluarga :

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa: disangkal

5. Riwayat Pengobatan

: tadi pagi pasien berobat ke puskesmas, saat di tensi kadang suaranya ada, kadang tidak ada kemudian oleh pihak puskesmas langsung dirujuk ke RSD Mardi WaluyoAnamnesis Sistem (alloanamnesa)1. Kulit: kulit gatal(-), keriput (-)

2. Kepala: sakit kepala(-), pusing(-), rambut rontok(-), luka(-),

benjolan(-), demam(-)3. Mata: pandangan mata berkunang-kunang(-), penglihatan kabur(-), ketajaman penglihatan berkurang(-), penglihatan ganda(-)

4. Hidung: tersumbat(-), mimisan(-)5. Telinga: pendengaran berkurang(-), berdengung(-), cairan(-), nyeri(-)

6. Mulut: pucat(-), sariawan(-), mulut kering(-),7. Tenggorokan: nyeri menelan(-), suara serak(-)

8. Pernafasan: sesak nafas jika batuk(+), batuk(+), agak sulit nafas (+) mengi(-)

9. Kardiovaskuler: nyeri dada(-), berdebar-debar(-), ampeg(-), badan lemes (+)10. Gastrointestinal: mual(+), muntah(-), diare(-), nafsu makan menurun(+), nyeri perut(-), sembelit (-), kembung (-)11. Genitourinaria: BAK normal

12. Neurologik: lumpuh(-), kaki kesemutan(-), kejang (-)

13. Psikiatrik: emosi stabil(-), mudah marah(-)

14. Muskolokeletal: kaku sendi(-), nyeri sendi pinggul(-), nyeri tangan dan kaki(-), nyeri otot(-)

15. Ekstremitas atas: bengkak(-), sakit(-), telapak tangan pucat(-), kebiruan(-), luka(-)

16. Ekstremitas bawah: bengkak (-), sakit(-), telapak kaki pucat(-), kebiruan(-), luka(-), akral hangat (-)Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum: Tampak lemah

2. Kesadaran: GCS 223, pupil isokor, status gizi kesan kurang3. Tanda vital:

BB : tidak dilakukan TB : tidak dilakukan Tensi : 90/ palpasi mmHgN : 100 x/menit

Suhu : 35 oC

RR: 28 x/menit

4. Kulit: sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), spider nevi (-), petechie (-), eritem (-), venektasi (-)

5. Kepala: bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut (-), keriput (-), atrofi m.temporalis (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-), papul (-), nodul (-), makula (-)

6. Mata: conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflek kornea (+/+), warna kelopak coklat, radang (-/-), eksoftalmus (-), strabismus (-)

7. Hidung: nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-), hiperpigmentasi (-/-), saddle nose(-/-)

8. Mulut: mukosa bibir pucat (-/-), sianosis bibir (-/-), bibir kering (+/+), gusi berdarah (-) lidah kotor (-), tepi lidah hiperemis (-), papil lidah atrofi (-)

9. Telinga: otorrhea (-/-), pendengaran berkurang (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), cuping teling dbn, serumen (-/-)

10. Tenggorokan: tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-)

11. Leher: lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), tortikolis (-)

12. Thorax: normochest, simetris, pernafasan thoracoabdominal, retraksi (+), massa (-), krepitasi (-), kelainan kulit (-), nyeri (-)

Cor:

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi: Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra

Batas kanan atas: ICS II Linea para sternalis dekstra

Batas kiri bawah: ICS V medial linea medio clavicularis sinistra.

Batas kanan bawah : ICS IV linea para sternalis dekstra

Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-), bunyi jantung tambahan (-).Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonorAuskultasi :++--+ +suara dasar vesikuler ++ wheezing- - ronkhi + +

++

-

+ +Dinamis (depan dan belakang)

Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri, irama regular, otot bantu nafas (-), pola nafas abnormal (-)

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonorAuskultasi :++--+ +suara dasar vesikuler + wheezing- ronkhi + +

++

- -

--13. Abdomen :Inspeksi: datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-)

Palpasi: supel, nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor baik, massa (-), asites (-)

Perkusi: timpani seluruh lapangan perut

Auskultasi: bising usus normal

14. Sistem Collumna Vertebralis :

Inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi: nyeri tekan (-)

15. Ekstremitas : palmar eritem (-), akral hangat (-) Akral dingin

Oedem

++

++

--

--

L : deformitas (-), luka (-)

F : nyeri tekan (-), krepitasi (-)

M: normal

16. Sistem genitalia : normalPemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (11-07-2012):PemeriksaanHasilNilai Normal

Hb7.613-17 g/d

Leukosit2.9004-11ribu /mm3

LED-0-15/jam

Hitung jenis-/-/-/86/10/41-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7

Hitung eritosit2.660.0004.5-6.5jt/CMM

Hitung Trombosit130.000150.000-450.000

Hematokrit 25.940-54%

MCV/MCH/MCHC90,6/26,6/29,380-97fl/27-31tg/32-36%

PPT13.7 detik9.7-13,1 detik

INR1.19

APTT34,3 detik23,9-38,9 detik

Faal Ginjal

Creatinin0.930.5-1.2 mg%

BUN234.7-23.4 mg%

Uric Acid3.12.5-6.0 mg%

GDA4870-140 mg%

Bilirubin total0.25s.d 1.00 mg/dl

Bilirubin direk0.05s.d 0.25 mg/dl

ALP180100-290 u/L

SGOT4231 u/L

SGPT1731 u/L

ALBUMIN1.233,8-5,1

ELEKTROLIT

NATRIUM135.88136-145 mmol/L

KALIUM4.043,5-5,1 mmol/L

CLORIDA103,7996-106 mmol/L

Gambar 1. Hasil ECG tanggal 11-08-2012

Sedimen Urin

Eritrosit 4-5

normal 0-1

Leukosit1-3

normal 0-1

Epitel

4-5

normal 0-2

Bakteri +

normal (-)

Albumin3,8-5,1 g/dl

normal 3,8-5,1 g/dlWorking Diagnosis Sepsis Different Diagnosis

Koma hipoglikemia Kronik coughPenatalaksanaan

Non Medikamentosa:a. Edukasi dan KIE kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit dan kondisi Tn. Ab. Istirahat/tirah baringMedikamentosa: Pasang O2 nasal kanul 2 liter

Pasang NGT, diet cair 2x200 cc

Combiven nebule 2x/hari

Infus D 10% 20 tpm Inj Antibiotik ( Inj. Ceftriaxon 2x1 g IV) Inj H 2 bloker (Inj. Ranitidin 2x1amp IV) Inj antiemetic (Inj. Metoklopramide 3x10 mg IV k/p) Transfusi PRC 2 kolf Vasoaktif (Drip dopamine ) Cek DL, UL, OT, PT, Sputum, Elektrolit, Cek GDA, ALBUMIN Follow up

TglSubyektifObyektifAssesmentTherapy

11.08.12Pasien masih belum sadarkan diri T: 90/PalpN: 100RR: 28S: 35Pem.Thorax : i/p : simetris Pr : sonor/sonor A : ves +/+, Ronkhi

++++-

-

Wheezing

-

-

-

-

-

-

koma hipoglikemia Pasang O2 nasal kanul 2 liter

Pasang NGT, diet cair 2x200 cc

Combiven nebule 2x/hari

Infus D 10% 20 tpm Inj. Ceftriaxon 2x1 g IV Inj. Ranitidin 2x1amp IV Inj. Metoklopramide 3x10 mg IV k/p

transfusi WB 2 kolf Drip dopamine Cek DL,UL,OT,PT,Sputum,Elektrolit, Cek GDA

12-08-12Pasien mulai sadarkan diri T: 80/50N: 86RR: 24S: 36

Pem.Thorax : i/p : simetris

Pr : sonor/sonorA : ves +/+,Ronkhi

++++-

-

Sepsis Tx ttp

Drip dopamine 5-15mg/ kgBB/mnt Drip dobutamine 5-20mg/kgBB Drip Vascon 0.05-0,2 mg/kgBB Transfusi albumin 20% 100cc Ceftriaxon 2x1 g (iv) Transfuse WB 2 kolf/hr Ciprofloxacin infus 2x 200mg (iv) Metoklopramid 3 x 10 mg (iv) Ranitidine 2x1 amp (iv)

13.08.12Pasien tidak sadarkan diriT: 70/palpasiN:100RR: 26S: 35Pem.Thorax : i/p : simetris

Pr : sonor/sonorA : ves +/+

Terapi tetapGDA : 125

Nebul stop

EKG basal, DL ulang

Observasi TTV, puasa

KIE keluarga pasien

14.08.12Pasien tidak sadarkan diriT: 70/ palpasiN: 62+lemahRR: 14S: 35Pem.Thorax : i/p : simetris

Pr : sonor/sonorA : ves +/+Jam 00.30 td: 70/palp

00.45 td : 70/ palp01.00 td: 70/ palp

01.15 td: 70/palp

01.30 td : 70/ palp

01.45 td: 70/palp

02.00 td : 80/palp

Muali jam 04.00td 70/palp

sepsis Drip dopamine 5-15mg/ kgBB/mnt Drip dobutamine 5-20mg/kgBB Drip Vascon 0.05-0,2 mg/kgBB Transfusi albumin 20% 100cc Ceftriaxon 2x1 g (iv) Ciprofloxacin infus 2x 200mg (iv) Metoklopramid 3 x 10 mg (iv) Ranitidine 2x1 amp (iv)

BAB IIITINJAUAN PUSTAKAIII. Sepsis3.1.1 Definisi

Sepsis adalah sindrom inflamasi sistemik yang disebabkan oleh infeksi. SIRS (Systemic Inflammatory Respone Syndrome) ditegakkan bila didapatkan manifestasi memiliki dua dari empat kriteria berikut. Suhu > 38 0 C atau 90x/menit, frekuensi pernapasan > 20x/menit atau Pa CO2 12000/mm 3 atau 10 % sel netrofil imatur.

Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan manifestasi 2 atau lebih disfungsi organ, hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas) pada: 1 ) asidosis laktat, 2) oliguria, 3) aau perubahan akut pada status mental.

Syok septic adalah sepsis yang disertai dengan hipotensi yang meskipun diberikan cairan yang adekuat tetap memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

Berdasarkan konferensi internasional pada tahun 2001, terdapat tambahan criteria sebelumnya. Bagian terpenting adalah dengan memasukkan petanda biomolekular yaitu procalcitonin (PCT) dan C- reactive protein (CRP), sebagai langkah awal dalam diagnose sepsis.

Tabel 1. Sistem pendekatan PIRO untuk sepsisPredisposisiPenyakit dengan penurunan harapan hidup jangka pendek

Umur

Polimorfisme genetik pada komponen respons inflamasi

Infeksi / penyebabHasil uji kultur dan sensitifitas patogen

Penyakit yang sumber infeksinya dapat dikendalikan

Profil gen transkripsi

Respons pejamuSIRS

Sepsis

Sepsis berat

Syok septis

Penanda aktifasi inflamasi (CRP, procalcitonin, IL-6)

Penanda gangguan respons imun pejamu (HLA-DR)

Deteksi target pengobatan ((PC, TNF, PAF)

Disfungsi Organ Jumlah organ yang dipengaruhi (gagal)

Skor gabungan

3.1.2 EtiologiPenyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase 60 sampai 70 % kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membrane terluar dari bakteri gram negatip. LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi.struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Staphylococci, pneumococci, streptococcidan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan sepsis dengan angka kejadian 20 sampai 40 % dari keselluruhan kasus. Selain itu jamur oport3.1.3 PatogenesisSepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.1 Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).1 Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan V-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.1,2 Peran sitokin pada sepsisMediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih, yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon.1Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting adalah TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi. Pengaruh TNF- dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2, pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem komplemen.3 Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.4 Peran komplemen pada sepsisFungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan.1Peran NO pada sepsisNO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular. Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopresor.1Peran netrofil pada sepsisPada keadaan infeksi terjadi aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam sirkulasi umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya dapat menurun.1 Netrofil seperti pedang bermata dua pada sepsis. Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya bertanggungjawab terhadap kerusakan organ.4 Terdapat 2 studi klinis yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga tidak efektif.43.1.4 Diagnosis

Kultur darah perlu dilakukan sebelum pemberian antibiotik namun prosedur pemeriksaan tersebut jangan menghambat pemberian antibiotik. Identifikasi mikroorganisma dalam darah sebaiknya dilakukan setidaknya dua kultur darah sebelum pemberian antibiotik. Pengambilan contoh kultur dapat kita ambil dari darah, cairan serebrospinal, luka, sekret saluran napas atau dari cairan tubuh lain yang merupakan sumber infeksi. Pemeriksaan prokalsitonin kadang diperlukan pada pasien dengan inflamasi akut yang disebabkan oleh infeksi pasca bedah atau keadaan syok. Masa yang akan datang penggunaan polymerase chain reaction (PCR) untuk identifikasi secara cepat bakteri patogen dan resistensi kuman pada pasien-pasien yang diduga sepsis.18

Sepsis berat adalah hipoperfusi jaringan atau disfungsi organ karena sepsis (beberapa diantaranya diduga berhubungan dengan infeksi) seperti yang dijelaskan tabel 3. Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah hipotensi, peningkatan laktat plasma, produksi urin 2.0 mg/dl(176.8 mol/L), bilirubin plasma > 2 mg/dl (34,2 mol/L), hitung trombosit 1,5).

Tabel 3.Kriteria diagnostik pada sepsis19Kriteria diagnosticGejala

Variabel umumDemam > 38.3oC, hipotermia, frekuensi denyut jantung > 90x/menit, takipneu, penurunan fungsi kesadaran, edema bermakna atau balans cairan positif (> 20ml/kg dalam 24 jam), hiperglikemia (glukosa plasma > 140 mg/dl attau 7.7 mmol/L) tanpa riwayat diabetes.

Variabel inflamasi

Leukositosis (AL >12.000/L)

Leukopenia (AL 10%

C-reactive protein plasma >2 SD diatas nilai normal

Procalcitonin plasma >2 SD diatas nilai normal

Variable hemodinamikHipotensi arterial tekanan darah sistol 40 mmhg pada dewasa

Variabel disfungsi organHipoksemia arteri (PaO2/ FIO2< 300)

Oliguria akut (produksi urin < 0,5 ml/kg/jam selama lebih dari jam walaupun resusitasi cairan sudah adekuat)

Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL atau 44,2 mol/L

Koagulasi abnormal (INR >1,5 atau aPTT > 60 detik)

Ileus

Trombositopenia ( 4 mg/dL or 70 mol/

Variabel perfusi jaringan Hiperlaktatemia Penurunan waktu pengisian kapiler

Dikutip dari (19)3.1.5 Prinsip Dasar Penatalaksaan SepsisSyok sepsis berhubungan dengan hipovolemia relatif dan absolut. Kekurangan cairan elektrolit dalam jumlah besar seperti diare, diaforesis, edema dan peritonitis. Hipovolemia relatif pada sepsis terjadi sebagai gangguan distribusi oleh vasodilatasi dan pengumpulan darah di pembuluh darah perifer. Hipovolemia akan menurunkan darah balik vena dan hipotensi arterial. Hipovolemia menurunkan mikrosirkulasi dan menyebabkan disfungsi multi organ serta kegagalan organ. Resusitasi cairan adekuat merupakan kunci penatalaksanaan syok yang bertujuan mengisi volume intravaskuler, memperbaiki perfusi jaringan dan mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jaringan. Penggantian cairan pasien syok sepsis menghasilkan peningkatan curah jantung dan pengangkutan oksigen sistemik secara bermakna walaupun memerlukan vasopresor sebagai terapi tambahan resusitasi cairan. Terapi cairan saja kadang sudah dapat mencukupi perbaikan stabilitas hemodinamik.19,20Peningkatan permeabilitas protein akibat bertambahnya diameter membran pembuluh darah dan penurunan konsentrasi protein intravaskuler akan menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid kapiler sehingga terjadi filtrasi cairan ke ruang interstisial dan edema. Kebocoran protein memiliki efek positif pada mekanisme pertahanan pejamu dengan cara memfasilitasi pemindahan sel dan petanda inflamasi dari darah ke jaringan sedangkan efek yang merugikan adalah menginduksi hipovolemia, edema, peningkatan tekanan jaringan dan gangguan mikrosikulasi. Konsentrasi protein plasma pada sepsis atau SIRS menurun dan konsentrasi protein interstisial meningkat menyebabkan penurunan tekanan osmotik transkapiler bermakna. Dampak patofisiologis proses ini sangat dipengaruhi oleh drainase sistim limfatik cairan interstisial.18-21

Substitusi cairan intravaskulerHipovolemia menginduksi vasokonstriksi perifer dan gangguan mikrosirkulasi karena refleks baroreseptor yang menginduksi stimulasi simpatis dan pelepasan katekolamin. Perdebatan tentang penggunaan kristaloid dan koloid seperti pemilihan koloid yang tepat masih menjadi perdebatan. Transfusi eritrosit untuk penggantian volume pada keadaan tanpa perdarahan tetap menjadi kontroversi. Kristaloid adalah larutan dengan berat molekul kurang dari 30 kDa sedangkan larutan koloid mengandung molekul yang lebih besar dari 30 kDa.18,19 Normovolemia harus dipertahankan pada pasien kritis seperti syok septis atau multitrauma dan merupakan keadaan yang sulit untuk dipelihara. Aspek fisiologis koloid dan kristaloid harus dipahami karena tidaklah mudah mempertahankan kondisi normovolemia pada pasien kritis.18,20Infus kristaloidInfus cairan kristaloid secara tunggal maupun kombinasi dengan koloid merupakan upaya yang paling umum dalam penggantian volume plasma. Cairan isotonik kristaloid akan terdistribusi merata ke semua kompartemen ekstraseluler karena larutan dapat melalui membran kapiler secara bebas. Sawar darah otak impermeabel terhadap cairan kristaloid kecuali sudah mengalami cedera otak. Ion dan molekul dengan berat molekul kurang dari 5 kDa dapat bebas melewati membran kapiler pada hampir seluruh organ (kecuali otak) karena koefisien refleksinya mendekati nol. Difusi ion natrium dan klorida ( 65 mmHg

c. Produksi urin > 0,5 mm/kgBB/jam

d. Saturasi oksigen vena sentral (vena kava superior) < 70% (normalnya 65%) Tujuan resusitasi dalam 6 jam pertama pada sepsis berat adalah untuk menurunkan angka mortalitas sampai hari ke-28. Target central venous pressure (CVP) pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanis, direkomendasikan 12-15 mmHg sebagai kompensasi peningkatan tekanan intratorakal. Penyebab takikardi pada pasien sepsis bersifat multifaktorial tetapi penurunan frekuensi nadi setelah resusitasi cairan merupakan petunjuk penting perbaikan pengisian intravaskuler. Pengelolaan hipotensi adalah dengan resusitasi cairan agresif dengan kristaloid isotonik atau kombinasi koloid. Pengukuran laktat dapat berguna sebagai pengukur status metabolisme jaringan meskipun presisinya masih kurang. Dalam 6 jam pertama resusitasi, jika saturasi 70 % tidak tercapai dengan resusitasi cairan yang menunjukkan CVP 8-12 mmHg maka diperlukan tranfusi pack red cell (PRC) untuk mencapai hematokrit 30 % dan/atau pemberian dobutamin infus (5- 20 g/kg/menit) untuk mencapai tujuan ini.Terapi cairan Resusitasi cairan dapat berupa kristaloid dan koloid alami atau buatan. Cairan kristaloid seperti laktatringer atau larutan garam isotonis umum digunakan untuk mengisi ruang intravaskuler. Sejumlah besar cairan dibutuhkan karena redistribusi ke ruang ketiga sehingga pasien menjadi edema. Resusitasi dengan larutan garam isotonis dalam jumlah besar dapat menyebabkan asidosis hiperkloremik atau asidosis dilusi. Laktat tidak aman diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat. Cairan dapar asetat belum digunakan secara luas. Uji cairan pada pasien yang dicurigai hipovolemia (dicurigai terdapat sirkulasi arterial yang tidak adekuat) dapat diberikan 500-1000 cc kristaloid atau 300-500 cc koloid dalam 30 menit dan diulang berdasarkan respon klinis (peningkatan tekanan darah dan produksi urin) dan pengawasan tanda-tanda kelebihan cairan intravaskular (peningkatan tekanan vena sentral bila kateter CVP dipasang).3,18-21 Surviving Sepsis Campaign merekomendasikan resusitasi cairan dengan kristaloid atau koloid buatan atau alami. Tidak ada bukti superioritas untuk salah satu jenis cairan (Grade 1B). Ditemukan penurunan mortalitas dengan pemberian koloid pada pasien sepsis walaupun dalam metaanalisis terdahulu menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara resusitasi cairan dengan kristaloid ataupun koloid. Pemberian koloid dapat meningkatkan risiko gagal ginjal akut yang berbeda-beda pada pasien sepsis. Resusitasi dengan kristaloid membutuhkan lebih banyak cairan untuk mencapai target dan pembentukan edema yang lebih sering. Hal ini terjadi karena volume distribusi kristaloid lebih besar daripada koloid tetapi kristaloid lebih murah.18Obat vasoaktif dan inotropik Perfusi organ tidak dapat dipertahankan hanya dengan terapi cairan saja. Obat vasoaktif seperti terlihat pada tabel 4 sebaiknya diberikan bila hipotensi menetap atau MAP kurang dari 65 mmHg sesudah pemberian larutan kristaloid 2040 mL/kg. Obat vasopresor dan inotropik diberikan secara intravena dan melalui vena sentral. Obat yang sering digunakan adalah epinefrin (adrenalin), norepinefrin (noradrenalin), dopamin, dobutamin dan fenilefrin (sediaan intravena belum tersedia di Indonesia). Farmakodinamika masing-masing obat harus dipahami untuk mempermudah pemilihannya.8,18

Tabel 4 . Obat vasopresor dan inotropik yang digunakan untuk sepsis berat atau syok septisObatFarmakologi reseptorEfek kardiovaskulerDosis

(1(1(2DA*COSVR*

Dopamin 0

+

+++

++

++0

0

0++

++

+++

+

++

+

++0,5-2 g/kg/menit

5-10 g/kg/menit

10-20 g/kg/menit

Dobutamin0/++++++++0++-2,5-20 g/kg/menit

Dobutamin0/++++++++0++-2,5-20 g/kg/menit

Adrenalin (epinefrin)++++++++0++0/+1-10 g/menit

Noradrenalin (norepinefrin)+++++000/+++0,5-1,5 g/kg/menit

Fenilefrin+++0000/+++1-10 g/kg/menit

DA : dopamine agonist, CO: cardiac output, SVR : systemic vascular resistance Dikutip dari (8) Bukti penelitian tidak secara jelas menunjukkan superioritas salah satu obat vasopresor. Norepinefrin dan dopamin dipilih sebagai obat lini pertama pada sepsis. Norepinefrin dan fenilefrin (katekolamin dengan efek agonis alfa yang menonjol) mungkin lebih dipilih untuk pasien yang sudah mengalami takikardi atau penyakit jantung iskemik. Kombinasi noradrenalin dan dobutamin dosis rendah menunjukkan efek perfusi mukosa lambung yang lebih rendah dibandingkan adrenalin atau dopamin, sehingga risiko terjadinya ulkus lambung yang lebih kecil.18 Obat inotropik dobutamin dapat mengurangi depresi miokard dan memperbaiki kontraktilitas. Bila hipotensi menetap perlu dipikirkan terjadi defisiensi vasopressin endogen. Pemberian vasopressin eksogen dengan dosis fisiologis akan berefek sinergis dengan obat vasopressor lainnya. Surviving Sepsis Campaign tahun 2008 merekomendasikan infus vasopressin dosis rendah untuk syok refrakter. Pada pasien dengan curah jantung rendah, dobutamin dapat digunakan untuk meningkatkan curah jantung sesudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat. Jika digunakan pada kondisi tekanan darah yang rendah dobutamin seharusnya dikombinasi dengan terapi vasopresor.18-21Rekomendasi SSC tentang pemberian vasopresor dan inotropik adalah:18,191. Apabila fluid chalenge tidak mampu menghasilkan tekanan darah dan perfusi organ yang adekuat maka terapi dengan obat vasopresor harus segera dimulai. Terapi vasopresor diperlukan untuk memelihara perfusi pada hipotensi yang mengancam jiwa meskipun uji cairan sedang berlangsung dan hipovolemia dapat dikoreksi.

2. Norepinefrin atau dopamin (melalui CVC yang sesegera mungkin dipasang) merupakan obat vasopresor pilihan utama untuk mengatasi hipotensi pada syok septik.

3. Dopamin dosis rendah seharusnya tidak digunakan untuk proteksi ginjal sebagai bagian pengobatan sepsis berat.

4. Semua pasien yang memerlukan vasopresor seharusnya dipasang kateter arterial sesegera mungkin.

5. Penggunaan vasopresin dapat dipertimbangkan pada pasien dengan syok refrakter setelah pemberian resusitasi cairan dan penggunaan vasopresor konvensional dosis tinggi.Dopamin Dopamin bekerja predominan pada reseptor beta adrenergik pada rentang dosis rendah sampai sedang yaitu 10 g/kg/min dan respons dapat berbeda antar pasien. Efek ini terjadi karena konversinya menjadi norepinefrin di dalam miokard dan aktivasi reseptor adrenergik. Pada rentang dosis besar aktifasi adrenoseptor alfa meningkat dan menyebabkan vasokonstriksi. Dopamin memiliki efek campuran inotropikdan vasokonstriktor. Efek kronotropik yang poten ditunjukkan pada semua rentang dosis. Fungsi metabolik dopamin masih kontroversi. Efek proteksi ginjal merupakan istilah yang rancu pada dosis rendah yaitu < 5g/kgbb/mnt dopamin menstimulasi reseptor dopaminergik di ginjal, mesenterium dan pembuluh koroner yang menyebabkan vasodilatasi. Vasodilatasi menyebabkan produksi urin meningkat dan ditujukan untuk proteksi ginjal. Para ahli menghubungkan efek peningkatan curah jantung (inotropik) dan tekanan perfusi ginjal serta efek diuretik langsung. Pakar lainnya menganggap konsep vasodilatasi berbahaya karena respons kompensasi pembuluh darah pada keadaan hipoksemia adalah vasokonstriksi bila terjadi vasodilatasi sistemik (contohnya pemberian dopamin dosis rendah) akan meniadakan respons tubuh terhadap hipovolemia dan tidak satupun bukti yang mendukung bahwa dopamin dosis rendah dapat memproteksi atau membahayakan ginjal.

Efek dopamin terhadap organ lain juga harus dipertimbangkan. Dopamin meningkatkan frekuensi denyut jantung dan mencetuskan iskemi miokard. Efek dopamin terhadap sirkulasi splanknik bermacam-macam. Secara umum dopamin meningkatkan aliran darah mesenterium tetapi menyebabkan redistribusi kapiler mukosa usus ke pembuluh darah yang lebih besar sehingga mengganggu fungsi mukosa usus. Redistribusi darah pada pembuluh darah besar juga menyebabkan iskemia dari organ penting lain seperti susunan saraf pusat, kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid dan menekan imunitas.20-22

Dobutamin Dobutamin adalah agonis beta-1 adrenoseptor yang poten dengan efek predominan pada jantung yaitu meningkatkan kontraktilitas miokard, isi sekuncup dan curah jantung. Dobutamin tidak menyebabkan takikardi sebanyak dopamin. Dobutamin memiliki efek vasodilator ringan (inodilator) dan menurunkan MAP. Efek gabungan ini mempermudah kerja jantung sehingga obat ini sangat efektif untuk syok kardiogenik. Dobutamin meningkatkan pengangkutan dan konsumsi oksigen pada sepsis. Dobutamin juga efektif untuk resusitasi organ splanknik, meningkatkan pH mukosa lambung dan memperbaiki perfusi mukosa. Dobutamin merupakan obat lini kedua pada pengelolaan syok septik, memperbaiki kinerja jantung dan memperbaiki perfusi splanknik. Kombinasi dobutamin dengan norepinefrin rasional.18.20-22Norepinefrin Norepinefrin adalah neurotransmiter pada ujung pascasinaps adrenergik. Efek farmakologik norepinefrin pada adrenoseptor alfa-1 dan beta-1. Pada rentang dosis rendah efek beta lebih menonjol dan terjadi kenaikan ringan curah jantung. Dosis yang umum digunakan pada syok sepsis menyebabkan vasokonstriksi dan kenaikan MAP yang nyata. Norepinefrin tidak meningkatkan frekuensi denyut jantung karena efeknya pada MAP akan menurunkan frekuensi jantung karena aktivasi baroreseptor. Manfaat utama norepinefrin adalah meningkatkan perfusi organ melalui tonus pembuluh darah.

Kelebihan norepinefrin dari dopamin adalah perbaikan dalam pengangkutan oksigen, perfusi organ, konsumsi oksigen dan menurunkan kadar laktat serum. Kadar laktat serum menurun diduga karena terjadinya perbaikan perfusi splanknik. Norepinefrin lebih efektif daripada dopamin untuk mencapai target terapi pada sepsis dan metabolitnya tidak seaktif epinefrin. Efek norepinefrin terhadap perfusi ginjal sulit dimengerti. Norepinefrin sama efektifnya dengan dopamin dalam memperbaiki perfusi ginjal selama resusitasi cairan adekuat. Kombinasi norepinefrin dengan dobutamin sangat efektif untuk resusitasi splanknik, memperbaiki pengangkutan dan konsumsi oksigen dibandingkan dengan dopamin. Efikasi kombinasi dopamin dosis kecil dan norepinefrin pada orang sehat, meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. Peningkatan aliran darah splanknik pada pemberian dobutamin dan norepinefrin adalah karena aktifitasnya pada reseptor beta adrenergik.18,22

Epinefrin Epinefrin (adrenalin) adalah obat pilihan pada kondisi syok anafilaktik atau henti jantung. Epinefrin diberikan sebagai vasopresor (dengan norepinefrin) pada sepsis berat atau bila penyebab hipotensi belum jelas. Epinefrin memiliki aktifitas beta-1, beta-2 dan alfa-1 adrenergik meskipun seharusnya peningkatan MAP pada sepsis dicapai melalui peningkatan curah jantung. Kelemahan penggunaan epinefrin pada sepsis antara lain meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, meningkatkan kadar laktat serum karena memperburuk perfusi jaringan atau bersifat kalorigenik (meningkatkan pelepasan dan glikolisis anaerob glukosa) serta menurunkan aliran darah splanknik. Perbandingan efektifitas hemodinamika dan transport oksigen antara epinefrin dengan kombinasi norepinefrin-dobutamin adalah sama, tetapi epinefrin menurunkan pengangkutan oksigen splanknik ,pH mukosa lambung dan peningkatan kadar laktat serum.18-22

Vasopressin Vasopressin adalah vasokonstriktor alternatif baru pada syok sepsis dan syok distributif lainnya pada pasien yang sudah resisten terhadap katekolamin. Defisiensi hormon terjadi pada pasien sepsis ini. Tulisan ilmiah mengenai penggunaan vasopressin memang masih sedikit tetapi telah diketahui bahwa kebutuhan dosis farmakologik vasopressin pada pasien sepsis (vasodilatasi sistemik) jauh lebih rendah dibanding orang normal. Dosis efektif untuk pasien sepsis adalah 0,04 Iu /menit. Efek buruk terhadap perfusi splanknik dan ekstremitas seiring dengan peningkatan dosis. Vasopressin memang digunakan untuk mengurangi perfusi splanknik pada kasus varises esofagus. Saat ini vasopressin diberikan sebagai pengganti fisiologik untuk keadaan yang disebabkan oleh deplesi endogen.22

BAB IV

KESIMPULANSepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di unit perawatan intensif. Sumber infeksi penyebab sepsis terbanyak pada tahun 1970 sampai 1990 adalah dari infeksi abdomen kemudian mengalami transisi menjadi infeksi paru dalam dekade terakhir. Penyebab sepsis terbanyak adalah gram positif dan jamur.

Resusitasi cairan yang adekuat merupakan dasar pengelolaan syok yang bertujuan mencukupi volume intravaskular, memperbaiki perfusi jaringan dan mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jaringan. Resusitasi cairan dapat berupa kristaloid dan koloid alami atau buatan. Obat vasoaktif sebaiknya diberikan bila hipotensi menetap atau MAP < 65 mmHg sesudah resusitasi cairan.DAFTAR PUSTAKA1. Fitch SJ, Gossage JR. Optimal management of septic shock: rapid recognition and institution of therapy are crucial. Postgraduate Med. 2002;3:50-9.

2. Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of severe sepsis in the United States. Crit Care Med. 2001;20:1303-31.

3. Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM. Pathophysiology of sepsis and multiple organ dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds. Textbook of critical care. 15th ed. London: Elsevier Saunders Co; 2005. p.1249-57.4. Marik VE, Varon J. The management of sepsis. In: Irwin RS, Rippe JM, eds. Irwin and rippes intensive care medicine. 6th ed. Philadelphia: Lippincot Williams&Wilkins; 2008. p.1856-69.5. Edbroke DL, Hibbert CL, Kingsley JM. The patient related costs of care for sepsis patients in England adult general intensive care unit. Crit Care Med. 1999;27:1760-766. Hoyert DL, Anderson RN. Age-adjusted death rate. Natl Vital Stat Rep. 2001;49:1-67. American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine Consensus Conference. Definitions for sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. Crit Care Med. 1999;20:864-74

8. Popovich MJ, Trenoswjka E. Management sepsis in ICU. In: Popovich MJ eds. International anaesthesiology clinics. 2nd ed. London: Lippincot Williams&Wilkins; 2009. p.55-69. De Gaudio AR. Severe sepsis. In: Berstein AD, Soni N eds. Ohs Intensive care manual. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Limited; 2009. p.709-1710. Munford RS. Severe sepsis and septic shock. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL eds. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. New York: The McGraw-Hill Co; 2005 .p.1606-12

11. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med. 2003;348:138-50

12. Rivers EP, Jaehne AK,Wharry LE, Brown S, Amponsah D. Fluid therapy in septic shock. Curr Opin Crit Care. 2010;16:1-1213. Boyd JH, Forbes J, Nakada TA,Walley KR. Fluid resuscitation in septic shock: a positive fluid balance and elevated central venous pressure associated with increased mortality. Crit Care Med. 2011;39:2:1-714. Schmidt GA, Durairaj L. Fluid therapy in resuscitated sepsis* Less is more. Chest. 2008;133:252-6315. Nelligan PJ. Infectious disease and bioterrorism. In: Fleisher LA, Dripss RD eds. Anaesthesia and uncommon disease. 5th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. p.377-410

16. Suharto. Patofisiologi syok septik. Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Terpadu I FK UNAIR 19 Juli 2005:57-6817. Levy MM, Fink MP, Marshal JC. International sepsis definitions conference. Crit Care Med. 2003;31:1250-6

18. Russell JA. Management of sepsis. N Engl.J Med. 2006;355:1699-713

19. Dellinger P, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R. Surviving sepsis campaign : International guidelines for management of severe sepsis and septic shock. Crit Care Med. 2008;36:296-327

20. Vincent JL, Gerlach H. Fluid resuscitation in severe sepsis and septic shock: an evidence based review. Crit Care Med. 2004;32:11:451-421. Marik PE, Xavier M, Teboul JL. Hemodinamic parameter to guide fluid therapy. Annals of Intensive Care. 2011;1:1:1-9

22. Nelligan O. Treating sepsis. Published by International anaesthesiology clinics. 2010. [cited 22nd September 2011]. Available from http://www.ccmtutorials.com.

26