BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di unit
perawatan intensif. Sepsis diderita oleh 18 juta orang di seluruh
dunia setiap tahunnya. Insidens sepsis diperkirakan sekitar 50-95
kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar 9% tiap
tahunnya. Syok sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit
pelayanan intensif di Amerika Serikat (AS) dengan kecenderungan
meningkat.1,2 Pertambahan insidens sepsis di AS selama dua dekade
menjadikan sepsis sebagai penyebab kematian ke sepuluh terbanyak.
Kemajuan teknologi kedokteran, peningkatan pemakaian obat
imunosupresif dan peningkatan populasi usia tua memberikan
sumbangan besar terhadap peningkatan insidens sepsis secara
eksponensial. Di AS terjadi 750 ribu kasus sepsis setiap tahun dan
sekitar 225 ribu kasus berakhir dengan kematian. Insidens sepsis
lebih tinggi pada laki-laki ras non Kaukasia. Perawatan lama di
unit perawatan intensif juga sering dialami oleh pasien sepsis,
berkisar antara 2-3 minggu. Pemahaman patofisiologi yang didukung
oleh teknologi mutakhir telah mengubah pendekatan pengelolaan untuk
menurunkan angka kematian sepsis.3Penelitian epidemiologi sepsis di
AS menyatakan insidens sepsis sebesar 3 kasus diantara 1.000
populasi. Insidens meningkat lebih dari 100 kali lipat berdasarkan
umur (0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000 pada kelompok
umur > 85 tahun). Angka perawatan sepsis berkisar antara 2
sampai 11% dari total kunjungan ICU. Angka kejadian sepsis di
Inggris berkisar 16% dari total kunjungan ICU. Insidens sepsis di
Australia sekitar 11 tiap 1.000 populasi. Sepsis berat terdapat
pada 39 % diantara pasien sepsis.4Angka kematian sepsis berkisar
antara 25 - 80 % diseluruh dunia tergantung beberapa faktor seperti
umur, jenis kelamin, ras, penyakit penyerta, riwayat trauma paru
akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis infeksinya
yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai
penyebabnya.3-61.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana
definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penegakan
diagnose, dan penanganan Sepsis?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
definisi dari sepsis, etiologi, patofisiologi, gejala klinis,
penegakan diagnose, dan penanganan sepsis.1.4 Manfaat
Teoritis
Makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan
landasan teori mengenai sepsis dan prinsip penanganannya.
Praktis
Makalah ini diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah bagi
para dokter pelayanan primer sebagai dasar penanggulangan sepsis
untuk melakukan penanggulangan pertama dan rujukan ke rumah sakit
terdekat.
BAB IISTATUS PENDERITA
Pendahuluan
Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang didapatkan dari ruang
rawat inap Mawar kelas 2, dengan diagnosis Sepsis. Mengingat kasus
Sepsis banyak ditemukan di masyarakat, maka penting kiranya bagi
kita untuk memperhatikan dan mencermatinya, untuk selanjutnya dapat
dijadikan sebagai pengalaman di lapangan.
Identitas Penderita
Nama: Tn. AUmur: 86 TahunJenis Kelamin: Laki-laki
Alamat: Arumdalu BlitarTanggal Periksa: 11 juli 2012Anamnesa 1.
Keluhan Utama: Tensi turun 2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien adalah rujukan dari puskesmas dengan keluhan tensi turun
dan tidak sadarkan diri. Pada jam 07.00 pasien datang kepuskesmas
dengan keluarganya dalam kondisi tidak sadar. Di puskesmas kondisi
asien masih tidak sadarkan diri dan divcek gula darahanya serta
tekanan darahnya turun, akhirnya sama pihak puskesmas dirujuk ke
RSD Mardi Waluyo. Sebelum pasien ke rumah sakit, keluarga pasien
mengatakan kalau pasien sebelumnya mengeluh batuk grek-grek, batuk
grek-grek mulai dirasakan sejak + 5 hari, batuk berdahak tetapi
sulit keluar disertai badan lemas dan agak sulit bernafas, selain
itu pasien tampak sesak tiap kali batuk, memberat jika pasien
beraktivitas dan berkurang apabila istirahat, tidak mau makan + 5
hari dan badan semakin lemas pasien semakin sesak dan tidak
sadarkan diri dan akhirnya pasien dibawah kepuskesmas.3. Riwayat
Penyakit Dahulu : Riwayat HT
: disangkal Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat Penyakit Jantung
: disangkal
Riwayat Sakit Kejang
: disangkal
Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal Riwayat DM
: 10 tahun yang lalu pasien jarang kontrol dan pola makan tidak
terkontrol4. Riwayat Keluarga :
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa: disangkal
5. Riwayat Pengobatan
: tadi pagi pasien berobat ke puskesmas, saat di tensi kadang
suaranya ada, kadang tidak ada kemudian oleh pihak puskesmas
langsung dirujuk ke RSD Mardi WaluyoAnamnesis Sistem
(alloanamnesa)1. Kulit: kulit gatal(-), keriput (-)
2. Kepala: sakit kepala(-), pusing(-), rambut rontok(-),
luka(-),
benjolan(-), demam(-)3. Mata: pandangan mata
berkunang-kunang(-), penglihatan kabur(-), ketajaman penglihatan
berkurang(-), penglihatan ganda(-)
4. Hidung: tersumbat(-), mimisan(-)5. Telinga: pendengaran
berkurang(-), berdengung(-), cairan(-), nyeri(-)
6. Mulut: pucat(-), sariawan(-), mulut kering(-),7. Tenggorokan:
nyeri menelan(-), suara serak(-)
8. Pernafasan: sesak nafas jika batuk(+), batuk(+), agak sulit
nafas (+) mengi(-)
9. Kardiovaskuler: nyeri dada(-), berdebar-debar(-), ampeg(-),
badan lemes (+)10. Gastrointestinal: mual(+), muntah(-), diare(-),
nafsu makan menurun(+), nyeri perut(-), sembelit (-), kembung
(-)11. Genitourinaria: BAK normal
12. Neurologik: lumpuh(-), kaki kesemutan(-), kejang (-)
13. Psikiatrik: emosi stabil(-), mudah marah(-)
14. Muskolokeletal: kaku sendi(-), nyeri sendi pinggul(-), nyeri
tangan dan kaki(-), nyeri otot(-)
15. Ekstremitas atas: bengkak(-), sakit(-), telapak tangan
pucat(-), kebiruan(-), luka(-)
16. Ekstremitas bawah: bengkak (-), sakit(-), telapak kaki
pucat(-), kebiruan(-), luka(-), akral hangat (-)Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: Tampak lemah
2. Kesadaran: GCS 223, pupil isokor, status gizi kesan kurang3.
Tanda vital:
BB : tidak dilakukan TB : tidak dilakukan Tensi : 90/ palpasi
mmHgN : 100 x/menit
Suhu : 35 oC
RR: 28 x/menit
4. Kulit: sawo matang, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-),
pucat (-), spider nevi (-), petechie (-), eritem (-), venektasi
(-)
5. Kepala: bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut
(-), keriput (-), atrofi m.temporalis (-), kelainan mimik
wajah/bells palsy (-), papul (-), nodul (-), makula (-)
6. Mata: conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil
isokor (+/+), reflek kornea (+/+), warna kelopak coklat, radang
(-/-), eksoftalmus (-), strabismus (-)
7. Hidung: nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (-/-),
epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-), hiperpigmentasi (-/-),
saddle nose(-/-)
8. Mulut: mukosa bibir pucat (-/-), sianosis bibir (-/-), bibir
kering (+/+), gusi berdarah (-) lidah kotor (-), tepi lidah
hiperemis (-), papil lidah atrofi (-)
9. Telinga: otorrhea (-/-), pendengaran berkurang (-/-), nyeri
tekan mastoid (-/-), cuping teling dbn, serumen (-/-)
10. Tenggorokan: tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis
(-)
11. Leher: lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), tortikolis (-)
12. Thorax: normochest, simetris, pernafasan thoracoabdominal,
retraksi (+), massa (-), krepitasi (-), kelainan kulit (-), nyeri
(-)
Cor:
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi: Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis
sinistra
Batas kanan atas: ICS II Linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah: ICS V medial linea medio clavicularis
sinistra.
Batas kanan bawah : ICS IV linea para sternalis dekstra
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,
bising (-), bunyi jantung tambahan (-).Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada kanan sama dengan
dada kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonorAuskultasi :++--+ +suara dasar vesikuler ++
wheezing- - ronkhi + +
++
-
+ +Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri, irama
regular, otot bantu nafas (-), pola nafas abnormal (-)
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonorAuskultasi :++--+ +suara dasar vesikuler +
wheezing- ronkhi + +
++
- -
--13. Abdomen :Inspeksi: datar/sejajar dinding dada, venektasi
(-), massa (-), bekas jahitan (-)
Palpasi: supel, nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tidak
teraba, turgor baik, massa (-), asites (-)
Perkusi: timpani seluruh lapangan perut
Auskultasi: bising usus normal
14. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis
(-)
Palpasi: nyeri tekan (-)
15. Ekstremitas : palmar eritem (-), akral hangat (-) Akral
dingin
Oedem
++
++
--
--
L : deformitas (-), luka (-)
F : nyeri tekan (-), krepitasi (-)
M: normal
16. Sistem genitalia : normalPemeriksaan Penunjang Darah Lengkap
(11-07-2012):PemeriksaanHasilNilai Normal
Hb7.613-17 g/d
Leukosit2.9004-11ribu /mm3
LED-0-15/jam
Hitung jenis-/-/-/86/10/41-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7
Hitung eritosit2.660.0004.5-6.5jt/CMM
Hitung Trombosit130.000150.000-450.000
Hematokrit 25.940-54%
MCV/MCH/MCHC90,6/26,6/29,380-97fl/27-31tg/32-36%
PPT13.7 detik9.7-13,1 detik
INR1.19
APTT34,3 detik23,9-38,9 detik
Faal Ginjal
Creatinin0.930.5-1.2 mg%
BUN234.7-23.4 mg%
Uric Acid3.12.5-6.0 mg%
GDA4870-140 mg%
Bilirubin total0.25s.d 1.00 mg/dl
Bilirubin direk0.05s.d 0.25 mg/dl
ALP180100-290 u/L
SGOT4231 u/L
SGPT1731 u/L
ALBUMIN1.233,8-5,1
ELEKTROLIT
NATRIUM135.88136-145 mmol/L
KALIUM4.043,5-5,1 mmol/L
CLORIDA103,7996-106 mmol/L
Gambar 1. Hasil ECG tanggal 11-08-2012
Sedimen Urin
Eritrosit 4-5
normal 0-1
Leukosit1-3
normal 0-1
Epitel
4-5
normal 0-2
Bakteri +
normal (-)
Albumin3,8-5,1 g/dl
normal 3,8-5,1 g/dlWorking Diagnosis Sepsis Different
Diagnosis
Koma hipoglikemia Kronik coughPenatalaksanaan
Non Medikamentosa:a. Edukasi dan KIE kepada pasien dan
keluarganya tentang penyakit dan kondisi Tn. Ab. Istirahat/tirah
baringMedikamentosa: Pasang O2 nasal kanul 2 liter
Pasang NGT, diet cair 2x200 cc
Combiven nebule 2x/hari
Infus D 10% 20 tpm Inj Antibiotik ( Inj. Ceftriaxon 2x1 g IV)
Inj H 2 bloker (Inj. Ranitidin 2x1amp IV) Inj antiemetic (Inj.
Metoklopramide 3x10 mg IV k/p) Transfusi PRC 2 kolf Vasoaktif (Drip
dopamine ) Cek DL, UL, OT, PT, Sputum, Elektrolit, Cek GDA, ALBUMIN
Follow up
TglSubyektifObyektifAssesmentTherapy
11.08.12Pasien masih belum sadarkan diri T: 90/PalpN: 100RR:
28S: 35Pem.Thorax : i/p : simetris Pr : sonor/sonor A : ves +/+,
Ronkhi
++++-
-
Wheezing
-
-
-
-
-
-
koma hipoglikemia Pasang O2 nasal kanul 2 liter
Pasang NGT, diet cair 2x200 cc
Combiven nebule 2x/hari
Infus D 10% 20 tpm Inj. Ceftriaxon 2x1 g IV Inj. Ranitidin
2x1amp IV Inj. Metoklopramide 3x10 mg IV k/p
transfusi WB 2 kolf Drip dopamine Cek
DL,UL,OT,PT,Sputum,Elektrolit, Cek GDA
12-08-12Pasien mulai sadarkan diri T: 80/50N: 86RR: 24S: 36
Pem.Thorax : i/p : simetris
Pr : sonor/sonorA : ves +/+,Ronkhi
++++-
-
Sepsis Tx ttp
Drip dopamine 5-15mg/ kgBB/mnt Drip dobutamine 5-20mg/kgBB Drip
Vascon 0.05-0,2 mg/kgBB Transfusi albumin 20% 100cc Ceftriaxon 2x1
g (iv) Transfuse WB 2 kolf/hr Ciprofloxacin infus 2x 200mg (iv)
Metoklopramid 3 x 10 mg (iv) Ranitidine 2x1 amp (iv)
13.08.12Pasien tidak sadarkan diriT: 70/palpasiN:100RR: 26S:
35Pem.Thorax : i/p : simetris
Pr : sonor/sonorA : ves +/+
Terapi tetapGDA : 125
Nebul stop
EKG basal, DL ulang
Observasi TTV, puasa
KIE keluarga pasien
14.08.12Pasien tidak sadarkan diriT: 70/ palpasiN: 62+lemahRR:
14S: 35Pem.Thorax : i/p : simetris
Pr : sonor/sonorA : ves +/+Jam 00.30 td: 70/palp
00.45 td : 70/ palp01.00 td: 70/ palp
01.15 td: 70/palp
01.30 td : 70/ palp
01.45 td: 70/palp
02.00 td : 80/palp
Muali jam 04.00td 70/palp
sepsis Drip dopamine 5-15mg/ kgBB/mnt Drip dobutamine
5-20mg/kgBB Drip Vascon 0.05-0,2 mg/kgBB Transfusi albumin 20%
100cc Ceftriaxon 2x1 g (iv) Ciprofloxacin infus 2x 200mg (iv)
Metoklopramid 3 x 10 mg (iv) Ranitidine 2x1 amp (iv)
BAB IIITINJAUAN PUSTAKAIII. Sepsis3.1.1 Definisi
Sepsis adalah sindrom inflamasi sistemik yang disebabkan oleh
infeksi. SIRS (Systemic Inflammatory Respone Syndrome) ditegakkan
bila didapatkan manifestasi memiliki dua dari empat kriteria
berikut. Suhu > 38 0 C atau 90x/menit, frekuensi pernapasan >
20x/menit atau Pa CO2 12000/mm 3 atau 10 % sel netrofil imatur.
Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan manifestasi 2 atau
lebih disfungsi organ, hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan
hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas) pada: 1 ) asidosis
laktat, 2) oliguria, 3) aau perubahan akut pada status mental.
Syok septic adalah sepsis yang disertai dengan hipotensi yang
meskipun diberikan cairan yang adekuat tetap memerlukan vasopresor
untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.
Berdasarkan konferensi internasional pada tahun 2001, terdapat
tambahan criteria sebelumnya. Bagian terpenting adalah dengan
memasukkan petanda biomolekular yaitu procalcitonin (PCT) dan C-
reactive protein (CRP), sebagai langkah awal dalam diagnose
sepsis.
Tabel 1. Sistem pendekatan PIRO untuk sepsisPredisposisiPenyakit
dengan penurunan harapan hidup jangka pendek
Umur
Polimorfisme genetik pada komponen respons inflamasi
Infeksi / penyebabHasil uji kultur dan sensitifitas patogen
Penyakit yang sumber infeksinya dapat dikendalikan
Profil gen transkripsi
Respons pejamuSIRS
Sepsis
Sepsis berat
Syok septis
Penanda aktifasi inflamasi (CRP, procalcitonin, IL-6)
Penanda gangguan respons imun pejamu (HLA-DR)
Deteksi target pengobatan ((PC, TNF, PAF)
Disfungsi Organ Jumlah organ yang dipengaruhi (gagal)
Skor gabungan
3.1.2 EtiologiPenyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram
(-) dengan prosentase 60 sampai 70 % kasus, yang menghasilkan
berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan
terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau
endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membrane
terluar dari bakteri gram negatip. LPS merangsang peradangan
jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi.struktur
lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh
penderita. Staphylococci, pneumococci, streptococcidan bakteri gram
positif lainnya jarang menyebabkan sepsis dengan angka kejadian 20
sampai 40 % dari keselluruhan kasus. Selain itu jamur oport3.1.3
PatogenesisSepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang
kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap
sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi
berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil,
sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem
koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke
berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.1 Baik
bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis.
Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida
(LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan LBP
(Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit,
diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke
dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam
serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga
mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan
transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB
(NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor
transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel.
Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel
melalui toll like receptor-2 (TLR2).1 Pada bakteri gram positif,
komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan
peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif
menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai
superantigen dan komponen dinding sel yang menstimulasi imun.
Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen
presenting cells dan V-chains dari reseptor sel T, kemudian akan
mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin
proinflamasi yang berlebih.1,2 Peran sitokin pada sepsisMediator
inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi
dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan
aktivasi mediator inflamasi yang berlebih, yang mencakup sitokin
yang bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit,
makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade
protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator
lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi,
dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin
antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut,
inhibitor proteinase dan berbagai hormon.1Pada sepsis berbagai
sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting
adalah TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi
dan IL-10 sebagai antiinflamasi. Pengaruh TNF- dan IL-1 pada
endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi TF,
penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek
prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1, PDGF,
hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2, pembentukan
NO, endothelin-1.1 TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator
primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti
prostaglandin E2 (PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating
Factor (PAF), peptida vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin,
intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan serotonin di
samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem
komplemen.3 Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan
mediator inflamasi, tetapi pada sepsis berat pergeseran ke keadaan
immunosupresi antiinflamasi.4 Peran komplemen pada sepsisFungsi
sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi,
aktivasi respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun
dan produk inflamasi dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi
komplemen terjadi terutama melalui jalur alternatif, selain jalur
klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a, C4a dan
C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan
respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi
pembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan.1Peran NO pada
sepsisNO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam
mengatur tonus vaskular. Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel
meningkat, menyebabkan gangguan hemodinamik berupa hipotensi. NO
diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi karena dapat
meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi
dan menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada
sepsis berkaitan dengan renjatan septik yang tidak responsif dengan
vasopresor.1Peran netrofil pada sepsisPada keadaan infeksi terjadi
aktivasi, migrasi dan ekstravasasi netrofil dengan pengaruh
mediator kemotaktik. Pada keadaan sepsis, jumlah netrofil dalam
sirkulasi umumnya meningkat, walaupun pada sepsis berat jumlahnya
dapat menurun.1 Netrofil seperti pedang bermata dua pada sepsis.
Walaupun netrofil penting dalam mengeradikasi kuman, namun
pelepasan berlebihan oksidan dan protease oleh netrofil dipercaya
bertanggungjawab terhadap kerusakan organ.4 Terdapat 2 studi klinis
yang menyatakan bahwa menghambat fungsi netrofil untuk mencegah
komplikasi sepsis tidak efektif, dan terapi untuk meningkatkan
jumlah dan fungsi netrofil pada pasien dengan sepsis juga tidak
efektif.43.1.4 Diagnosis
Kultur darah perlu dilakukan sebelum pemberian antibiotik namun
prosedur pemeriksaan tersebut jangan menghambat pemberian
antibiotik. Identifikasi mikroorganisma dalam darah sebaiknya
dilakukan setidaknya dua kultur darah sebelum pemberian antibiotik.
Pengambilan contoh kultur dapat kita ambil dari darah, cairan
serebrospinal, luka, sekret saluran napas atau dari cairan tubuh
lain yang merupakan sumber infeksi. Pemeriksaan prokalsitonin
kadang diperlukan pada pasien dengan inflamasi akut yang disebabkan
oleh infeksi pasca bedah atau keadaan syok. Masa yang akan datang
penggunaan polymerase chain reaction (PCR) untuk identifikasi
secara cepat bakteri patogen dan resistensi kuman pada
pasien-pasien yang diduga sepsis.18
Sepsis berat adalah hipoperfusi jaringan atau disfungsi organ
karena sepsis (beberapa diantaranya diduga berhubungan dengan
infeksi) seperti yang dijelaskan tabel 3. Gejala klinis yang dapat
ditemukan adalah hipotensi, peningkatan laktat plasma, produksi
urin 2.0 mg/dl(176.8 mol/L), bilirubin plasma > 2 mg/dl (34,2
mol/L), hitung trombosit 1,5).
Tabel 3.Kriteria diagnostik pada sepsis19Kriteria
diagnosticGejala
Variabel umumDemam > 38.3oC, hipotermia, frekuensi denyut
jantung > 90x/menit, takipneu, penurunan fungsi kesadaran, edema
bermakna atau balans cairan positif (> 20ml/kg dalam 24 jam),
hiperglikemia (glukosa plasma > 140 mg/dl attau 7.7 mmol/L)
tanpa riwayat diabetes.
Variabel inflamasi
Leukositosis (AL >12.000/L)
Leukopenia (AL 10%
C-reactive protein plasma >2 SD diatas nilai normal
Procalcitonin plasma >2 SD diatas nilai normal
Variable hemodinamikHipotensi arterial tekanan darah sistol 40
mmhg pada dewasa
Variabel disfungsi organHipoksemia arteri (PaO2/ FIO2<
300)
Oliguria akut (produksi urin < 0,5 ml/kg/jam selama lebih
dari jam walaupun resusitasi cairan sudah adekuat)
Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL atau 44,2 mol/L
Koagulasi abnormal (INR >1,5 atau aPTT > 60 detik)
Ileus
Trombositopenia ( 4 mg/dL or 70 mol/
Variabel perfusi jaringan Hiperlaktatemia Penurunan waktu
pengisian kapiler
Dikutip dari (19)3.1.5 Prinsip Dasar Penatalaksaan SepsisSyok
sepsis berhubungan dengan hipovolemia relatif dan absolut.
Kekurangan cairan elektrolit dalam jumlah besar seperti diare,
diaforesis, edema dan peritonitis. Hipovolemia relatif pada sepsis
terjadi sebagai gangguan distribusi oleh vasodilatasi dan
pengumpulan darah di pembuluh darah perifer. Hipovolemia akan
menurunkan darah balik vena dan hipotensi arterial. Hipovolemia
menurunkan mikrosirkulasi dan menyebabkan disfungsi multi organ
serta kegagalan organ. Resusitasi cairan adekuat merupakan kunci
penatalaksanaan syok yang bertujuan mengisi volume intravaskuler,
memperbaiki perfusi jaringan dan mempertahankan keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen jaringan. Penggantian cairan pasien
syok sepsis menghasilkan peningkatan curah jantung dan pengangkutan
oksigen sistemik secara bermakna walaupun memerlukan vasopresor
sebagai terapi tambahan resusitasi cairan. Terapi cairan saja
kadang sudah dapat mencukupi perbaikan stabilitas
hemodinamik.19,20Peningkatan permeabilitas protein akibat
bertambahnya diameter membran pembuluh darah dan penurunan
konsentrasi protein intravaskuler akan menyebabkan penurunan
tekanan onkotik koloid kapiler sehingga terjadi filtrasi cairan ke
ruang interstisial dan edema. Kebocoran protein memiliki efek
positif pada mekanisme pertahanan pejamu dengan cara memfasilitasi
pemindahan sel dan petanda inflamasi dari darah ke jaringan
sedangkan efek yang merugikan adalah menginduksi hipovolemia,
edema, peningkatan tekanan jaringan dan gangguan mikrosikulasi.
Konsentrasi protein plasma pada sepsis atau SIRS menurun dan
konsentrasi protein interstisial meningkat menyebabkan penurunan
tekanan osmotik transkapiler bermakna. Dampak patofisiologis proses
ini sangat dipengaruhi oleh drainase sistim limfatik cairan
interstisial.18-21
Substitusi cairan intravaskulerHipovolemia menginduksi
vasokonstriksi perifer dan gangguan mikrosirkulasi karena refleks
baroreseptor yang menginduksi stimulasi simpatis dan pelepasan
katekolamin. Perdebatan tentang penggunaan kristaloid dan koloid
seperti pemilihan koloid yang tepat masih menjadi perdebatan.
Transfusi eritrosit untuk penggantian volume pada keadaan tanpa
perdarahan tetap menjadi kontroversi. Kristaloid adalah larutan
dengan berat molekul kurang dari 30 kDa sedangkan larutan koloid
mengandung molekul yang lebih besar dari 30 kDa.18,19 Normovolemia
harus dipertahankan pada pasien kritis seperti syok septis atau
multitrauma dan merupakan keadaan yang sulit untuk dipelihara.
Aspek fisiologis koloid dan kristaloid harus dipahami karena
tidaklah mudah mempertahankan kondisi normovolemia pada pasien
kritis.18,20Infus kristaloidInfus cairan kristaloid secara tunggal
maupun kombinasi dengan koloid merupakan upaya yang paling umum
dalam penggantian volume plasma. Cairan isotonik kristaloid akan
terdistribusi merata ke semua kompartemen ekstraseluler karena
larutan dapat melalui membran kapiler secara bebas. Sawar darah
otak impermeabel terhadap cairan kristaloid kecuali sudah mengalami
cedera otak. Ion dan molekul dengan berat molekul kurang dari 5 kDa
dapat bebas melewati membran kapiler pada hampir seluruh organ
(kecuali otak) karena koefisien refleksinya mendekati nol. Difusi
ion natrium dan klorida ( 65 mmHg
c. Produksi urin > 0,5 mm/kgBB/jam
d. Saturasi oksigen vena sentral (vena kava superior) < 70%
(normalnya 65%) Tujuan resusitasi dalam 6 jam pertama pada sepsis
berat adalah untuk menurunkan angka mortalitas sampai hari ke-28.
Target central venous pressure (CVP) pada pasien yang menggunakan
ventilasi mekanis, direkomendasikan 12-15 mmHg sebagai kompensasi
peningkatan tekanan intratorakal. Penyebab takikardi pada pasien
sepsis bersifat multifaktorial tetapi penurunan frekuensi nadi
setelah resusitasi cairan merupakan petunjuk penting perbaikan
pengisian intravaskuler. Pengelolaan hipotensi adalah dengan
resusitasi cairan agresif dengan kristaloid isotonik atau kombinasi
koloid. Pengukuran laktat dapat berguna sebagai pengukur status
metabolisme jaringan meskipun presisinya masih kurang. Dalam 6 jam
pertama resusitasi, jika saturasi 70 % tidak tercapai dengan
resusitasi cairan yang menunjukkan CVP 8-12 mmHg maka diperlukan
tranfusi pack red cell (PRC) untuk mencapai hematokrit 30 %
dan/atau pemberian dobutamin infus (5- 20 g/kg/menit) untuk
mencapai tujuan ini.Terapi cairan Resusitasi cairan dapat berupa
kristaloid dan koloid alami atau buatan. Cairan kristaloid seperti
laktatringer atau larutan garam isotonis umum digunakan untuk
mengisi ruang intravaskuler. Sejumlah besar cairan dibutuhkan
karena redistribusi ke ruang ketiga sehingga pasien menjadi edema.
Resusitasi dengan larutan garam isotonis dalam jumlah besar dapat
menyebabkan asidosis hiperkloremik atau asidosis dilusi. Laktat
tidak aman diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat.
Cairan dapar asetat belum digunakan secara luas. Uji cairan pada
pasien yang dicurigai hipovolemia (dicurigai terdapat sirkulasi
arterial yang tidak adekuat) dapat diberikan 500-1000 cc kristaloid
atau 300-500 cc koloid dalam 30 menit dan diulang berdasarkan
respon klinis (peningkatan tekanan darah dan produksi urin) dan
pengawasan tanda-tanda kelebihan cairan intravaskular (peningkatan
tekanan vena sentral bila kateter CVP dipasang).3,18-21 Surviving
Sepsis Campaign merekomendasikan resusitasi cairan dengan
kristaloid atau koloid buatan atau alami. Tidak ada bukti
superioritas untuk salah satu jenis cairan (Grade 1B). Ditemukan
penurunan mortalitas dengan pemberian koloid pada pasien sepsis
walaupun dalam metaanalisis terdahulu menunjukkan tidak terdapat
perbedaan antara resusitasi cairan dengan kristaloid ataupun
koloid. Pemberian koloid dapat meningkatkan risiko gagal ginjal
akut yang berbeda-beda pada pasien sepsis. Resusitasi dengan
kristaloid membutuhkan lebih banyak cairan untuk mencapai target
dan pembentukan edema yang lebih sering. Hal ini terjadi karena
volume distribusi kristaloid lebih besar daripada koloid tetapi
kristaloid lebih murah.18Obat vasoaktif dan inotropik Perfusi organ
tidak dapat dipertahankan hanya dengan terapi cairan saja. Obat
vasoaktif seperti terlihat pada tabel 4 sebaiknya diberikan bila
hipotensi menetap atau MAP kurang dari 65 mmHg sesudah pemberian
larutan kristaloid 2040 mL/kg. Obat vasopresor dan inotropik
diberikan secara intravena dan melalui vena sentral. Obat yang
sering digunakan adalah epinefrin (adrenalin), norepinefrin
(noradrenalin), dopamin, dobutamin dan fenilefrin (sediaan
intravena belum tersedia di Indonesia). Farmakodinamika
masing-masing obat harus dipahami untuk mempermudah
pemilihannya.8,18
Tabel 4 . Obat vasopresor dan inotropik yang digunakan untuk
sepsis berat atau syok septisObatFarmakologi reseptorEfek
kardiovaskulerDosis
(1(1(2DA*COSVR*
Dopamin 0
+
+++
++
++0
0
0++
++
+++
+
++
+
++0,5-2 g/kg/menit
5-10 g/kg/menit
10-20 g/kg/menit
Dobutamin0/++++++++0++-2,5-20 g/kg/menit
Dobutamin0/++++++++0++-2,5-20 g/kg/menit
Adrenalin (epinefrin)++++++++0++0/+1-10 g/menit
Noradrenalin (norepinefrin)+++++000/+++0,5-1,5 g/kg/menit
Fenilefrin+++0000/+++1-10 g/kg/menit
DA : dopamine agonist, CO: cardiac output, SVR : systemic
vascular resistance Dikutip dari (8) Bukti penelitian tidak secara
jelas menunjukkan superioritas salah satu obat vasopresor.
Norepinefrin dan dopamin dipilih sebagai obat lini pertama pada
sepsis. Norepinefrin dan fenilefrin (katekolamin dengan efek agonis
alfa yang menonjol) mungkin lebih dipilih untuk pasien yang sudah
mengalami takikardi atau penyakit jantung iskemik. Kombinasi
noradrenalin dan dobutamin dosis rendah menunjukkan efek perfusi
mukosa lambung yang lebih rendah dibandingkan adrenalin atau
dopamin, sehingga risiko terjadinya ulkus lambung yang lebih
kecil.18 Obat inotropik dobutamin dapat mengurangi depresi miokard
dan memperbaiki kontraktilitas. Bila hipotensi menetap perlu
dipikirkan terjadi defisiensi vasopressin endogen. Pemberian
vasopressin eksogen dengan dosis fisiologis akan berefek sinergis
dengan obat vasopressor lainnya. Surviving Sepsis Campaign tahun
2008 merekomendasikan infus vasopressin dosis rendah untuk syok
refrakter. Pada pasien dengan curah jantung rendah, dobutamin dapat
digunakan untuk meningkatkan curah jantung sesudah dilakukan
resusitasi cairan yang adekuat. Jika digunakan pada kondisi tekanan
darah yang rendah dobutamin seharusnya dikombinasi dengan terapi
vasopresor.18-21Rekomendasi SSC tentang pemberian vasopresor dan
inotropik adalah:18,191. Apabila fluid chalenge tidak mampu
menghasilkan tekanan darah dan perfusi organ yang adekuat maka
terapi dengan obat vasopresor harus segera dimulai. Terapi
vasopresor diperlukan untuk memelihara perfusi pada hipotensi yang
mengancam jiwa meskipun uji cairan sedang berlangsung dan
hipovolemia dapat dikoreksi.
2. Norepinefrin atau dopamin (melalui CVC yang sesegera mungkin
dipasang) merupakan obat vasopresor pilihan utama untuk mengatasi
hipotensi pada syok septik.
3. Dopamin dosis rendah seharusnya tidak digunakan untuk
proteksi ginjal sebagai bagian pengobatan sepsis berat.
4. Semua pasien yang memerlukan vasopresor seharusnya dipasang
kateter arterial sesegera mungkin.
5. Penggunaan vasopresin dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan syok refrakter setelah pemberian resusitasi cairan dan
penggunaan vasopresor konvensional dosis tinggi.Dopamin Dopamin
bekerja predominan pada reseptor beta adrenergik pada rentang dosis
rendah sampai sedang yaitu 10 g/kg/min dan respons dapat berbeda
antar pasien. Efek ini terjadi karena konversinya menjadi
norepinefrin di dalam miokard dan aktivasi reseptor adrenergik.
Pada rentang dosis besar aktifasi adrenoseptor alfa meningkat dan
menyebabkan vasokonstriksi. Dopamin memiliki efek campuran
inotropikdan vasokonstriktor. Efek kronotropik yang poten
ditunjukkan pada semua rentang dosis. Fungsi metabolik dopamin
masih kontroversi. Efek proteksi ginjal merupakan istilah yang
rancu pada dosis rendah yaitu < 5g/kgbb/mnt dopamin menstimulasi
reseptor dopaminergik di ginjal, mesenterium dan pembuluh koroner
yang menyebabkan vasodilatasi. Vasodilatasi menyebabkan produksi
urin meningkat dan ditujukan untuk proteksi ginjal. Para ahli
menghubungkan efek peningkatan curah jantung (inotropik) dan
tekanan perfusi ginjal serta efek diuretik langsung. Pakar lainnya
menganggap konsep vasodilatasi berbahaya karena respons kompensasi
pembuluh darah pada keadaan hipoksemia adalah vasokonstriksi bila
terjadi vasodilatasi sistemik (contohnya pemberian dopamin dosis
rendah) akan meniadakan respons tubuh terhadap hipovolemia dan
tidak satupun bukti yang mendukung bahwa dopamin dosis rendah dapat
memproteksi atau membahayakan ginjal.
Efek dopamin terhadap organ lain juga harus dipertimbangkan.
Dopamin meningkatkan frekuensi denyut jantung dan mencetuskan
iskemi miokard. Efek dopamin terhadap sirkulasi splanknik
bermacam-macam. Secara umum dopamin meningkatkan aliran darah
mesenterium tetapi menyebabkan redistribusi kapiler mukosa usus ke
pembuluh darah yang lebih besar sehingga mengganggu fungsi mukosa
usus. Redistribusi darah pada pembuluh darah besar juga menyebabkan
iskemia dari organ penting lain seperti susunan saraf pusat,
kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid dan menekan imunitas.20-22
Dobutamin Dobutamin adalah agonis beta-1 adrenoseptor yang poten
dengan efek predominan pada jantung yaitu meningkatkan
kontraktilitas miokard, isi sekuncup dan curah jantung. Dobutamin
tidak menyebabkan takikardi sebanyak dopamin. Dobutamin memiliki
efek vasodilator ringan (inodilator) dan menurunkan MAP. Efek
gabungan ini mempermudah kerja jantung sehingga obat ini sangat
efektif untuk syok kardiogenik. Dobutamin meningkatkan pengangkutan
dan konsumsi oksigen pada sepsis. Dobutamin juga efektif untuk
resusitasi organ splanknik, meningkatkan pH mukosa lambung dan
memperbaiki perfusi mukosa. Dobutamin merupakan obat lini kedua
pada pengelolaan syok septik, memperbaiki kinerja jantung dan
memperbaiki perfusi splanknik. Kombinasi dobutamin dengan
norepinefrin rasional.18.20-22Norepinefrin Norepinefrin adalah
neurotransmiter pada ujung pascasinaps adrenergik. Efek
farmakologik norepinefrin pada adrenoseptor alfa-1 dan beta-1. Pada
rentang dosis rendah efek beta lebih menonjol dan terjadi kenaikan
ringan curah jantung. Dosis yang umum digunakan pada syok sepsis
menyebabkan vasokonstriksi dan kenaikan MAP yang nyata.
Norepinefrin tidak meningkatkan frekuensi denyut jantung karena
efeknya pada MAP akan menurunkan frekuensi jantung karena aktivasi
baroreseptor. Manfaat utama norepinefrin adalah meningkatkan
perfusi organ melalui tonus pembuluh darah.
Kelebihan norepinefrin dari dopamin adalah perbaikan dalam
pengangkutan oksigen, perfusi organ, konsumsi oksigen dan
menurunkan kadar laktat serum. Kadar laktat serum menurun diduga
karena terjadinya perbaikan perfusi splanknik. Norepinefrin lebih
efektif daripada dopamin untuk mencapai target terapi pada sepsis
dan metabolitnya tidak seaktif epinefrin. Efek norepinefrin
terhadap perfusi ginjal sulit dimengerti. Norepinefrin sama
efektifnya dengan dopamin dalam memperbaiki perfusi ginjal selama
resusitasi cairan adekuat. Kombinasi norepinefrin dengan dobutamin
sangat efektif untuk resusitasi splanknik, memperbaiki pengangkutan
dan konsumsi oksigen dibandingkan dengan dopamin. Efikasi kombinasi
dopamin dosis kecil dan norepinefrin pada orang sehat, meningkatkan
curah jantung dan tekanan darah. Peningkatan aliran darah splanknik
pada pemberian dobutamin dan norepinefrin adalah karena
aktifitasnya pada reseptor beta adrenergik.18,22
Epinefrin Epinefrin (adrenalin) adalah obat pilihan pada kondisi
syok anafilaktik atau henti jantung. Epinefrin diberikan sebagai
vasopresor (dengan norepinefrin) pada sepsis berat atau bila
penyebab hipotensi belum jelas. Epinefrin memiliki aktifitas
beta-1, beta-2 dan alfa-1 adrenergik meskipun seharusnya
peningkatan MAP pada sepsis dicapai melalui peningkatan curah
jantung. Kelemahan penggunaan epinefrin pada sepsis antara lain
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, meningkatkan kadar laktat
serum karena memperburuk perfusi jaringan atau bersifat kalorigenik
(meningkatkan pelepasan dan glikolisis anaerob glukosa) serta
menurunkan aliran darah splanknik. Perbandingan efektifitas
hemodinamika dan transport oksigen antara epinefrin dengan
kombinasi norepinefrin-dobutamin adalah sama, tetapi epinefrin
menurunkan pengangkutan oksigen splanknik ,pH mukosa lambung dan
peningkatan kadar laktat serum.18-22
Vasopressin Vasopressin adalah vasokonstriktor alternatif baru
pada syok sepsis dan syok distributif lainnya pada pasien yang
sudah resisten terhadap katekolamin. Defisiensi hormon terjadi pada
pasien sepsis ini. Tulisan ilmiah mengenai penggunaan vasopressin
memang masih sedikit tetapi telah diketahui bahwa kebutuhan dosis
farmakologik vasopressin pada pasien sepsis (vasodilatasi sistemik)
jauh lebih rendah dibanding orang normal. Dosis efektif untuk
pasien sepsis adalah 0,04 Iu /menit. Efek buruk terhadap perfusi
splanknik dan ekstremitas seiring dengan peningkatan dosis.
Vasopressin memang digunakan untuk mengurangi perfusi splanknik
pada kasus varises esofagus. Saat ini vasopressin diberikan sebagai
pengganti fisiologik untuk keadaan yang disebabkan oleh deplesi
endogen.22
BAB IV
KESIMPULANSepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di
unit perawatan intensif. Sumber infeksi penyebab sepsis terbanyak
pada tahun 1970 sampai 1990 adalah dari infeksi abdomen kemudian
mengalami transisi menjadi infeksi paru dalam dekade terakhir.
Penyebab sepsis terbanyak adalah gram positif dan jamur.
Resusitasi cairan yang adekuat merupakan dasar pengelolaan syok
yang bertujuan mencukupi volume intravaskular, memperbaiki perfusi
jaringan dan mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen jaringan. Resusitasi cairan dapat berupa kristaloid
dan koloid alami atau buatan. Obat vasoaktif sebaiknya diberikan
bila hipotensi menetap atau MAP < 65 mmHg sesudah resusitasi
cairan.DAFTAR PUSTAKA1. Fitch SJ, Gossage JR. Optimal management of
septic shock: rapid recognition and institution of therapy are
crucial. Postgraduate Med. 2002;3:50-9.
2. Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of severe sepsis
in the United States. Crit Care Med. 2001;20:1303-31.
3. Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM. Pathophysiology of
sepsis and multiple organ dysfunction. In: Fink MP, Abraham E,
Vincent JL, eds. Textbook of critical care. 15th ed. London:
Elsevier Saunders Co; 2005. p.1249-57.4. Marik VE, Varon J. The
management of sepsis. In: Irwin RS, Rippe JM, eds. Irwin and rippes
intensive care medicine. 6th ed. Philadelphia: Lippincot
Williams&Wilkins; 2008. p.1856-69.5. Edbroke DL, Hibbert CL,
Kingsley JM. The patient related costs of care for sepsis patients
in England adult general intensive care unit. Crit Care Med.
1999;27:1760-766. Hoyert DL, Anderson RN. Age-adjusted death rate.
Natl Vital Stat Rep. 2001;49:1-67. American College of Chest
Physicians/Society of Critical Care Medicine Consensus Conference.
Definitions for sepsis and organ failure and guidelines for the use
of innovative therapies in sepsis. Crit Care Med.
1999;20:864-74
8. Popovich MJ, Trenoswjka E. Management sepsis in ICU. In:
Popovich MJ eds. International anaesthesiology clinics. 2nd ed.
London: Lippincot Williams&Wilkins; 2009. p.55-69. De Gaudio
AR. Severe sepsis. In: Berstein AD, Soni N eds. Ohs Intensive care
manual. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Limited; 2009. p.709-1710.
Munford RS. Severe sepsis and septic shock. In: Kasper DL, Fauci
AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL eds. Harrisons principles of
internal medicine. 16th ed. New York: The McGraw-Hill Co; 2005
.p.1606-12
11. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of
sepsis. N Engl J Med. 2003;348:138-50
12. Rivers EP, Jaehne AK,Wharry LE, Brown S, Amponsah D. Fluid
therapy in septic shock. Curr Opin Crit Care. 2010;16:1-1213. Boyd
JH, Forbes J, Nakada TA,Walley KR. Fluid resuscitation in septic
shock: a positive fluid balance and elevated central venous
pressure associated with increased mortality. Crit Care Med.
2011;39:2:1-714. Schmidt GA, Durairaj L. Fluid therapy in
resuscitated sepsis* Less is more. Chest. 2008;133:252-6315.
Nelligan PJ. Infectious disease and bioterrorism. In: Fleisher LA,
Dripss RD eds. Anaesthesia and uncommon disease. 5th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. p.377-410
16. Suharto. Patofisiologi syok septik. Disampaikan pada
Pertemuan Ilmiah Terpadu I FK UNAIR 19 Juli 2005:57-6817. Levy MM,
Fink MP, Marshal JC. International sepsis definitions conference.
Crit Care Med. 2003;31:1250-6
18. Russell JA. Management of sepsis. N Engl.J Med.
2006;355:1699-713
19. Dellinger P, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke
R. Surviving sepsis campaign : International guidelines for
management of severe sepsis and septic shock. Crit Care Med.
2008;36:296-327
20. Vincent JL, Gerlach H. Fluid resuscitation in severe sepsis
and septic shock: an evidence based review. Crit Care Med.
2004;32:11:451-421. Marik PE, Xavier M, Teboul JL. Hemodinamic
parameter to guide fluid therapy. Annals of Intensive Care.
2011;1:1:1-9
22. Nelligan O. Treating sepsis. Published by International
anaesthesiology clinics. 2010. [cited 22nd September 2011].
Available from http://www.ccmtutorials.com.
26