+ All Categories
Home > Documents > Lapsus Omsk Anamnesis

Lapsus Omsk Anamnesis

Date post: 26-Oct-2015
Category:
Author: kimbummies-kakabieber-yukersimhotep
View: 73 times
Download: 4 times
Share this document with a friend
Description:
lapsus omsk
Embed Size (px)
of 64 /64
BAB I PENDAHULUAN Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama pada beberapa populasi di dunia, pada berbagai ras dan kultur yang hidup dari daerah Arctic hingga di daerah garis equator. Di negara maju, sejak perkembangan penggunaan agent antibiotika insidensi OMSK menurun, namun lain halnya di negara berkembang insidensi OMSK masih tinggi dan memerlukan perhartian yang lebih banyak. (1) OMSK ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau berupa nanah.(2) Di negara berkembang seperti Indonesia sendiri OMSK dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang 1
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama pada beberapa populasi di dunia, pada berbagai ras dan kultur yang hidup dari daerah Arctic hingga di daerah garis equator. Di negara maju, sejak perkembangan penggunaan agent antibiotika insidensi OMSK menurun, namun lain halnya di negara berkembang insidensi OMSK masih tinggi dan memerlukan perhartian yang lebih banyak. (1)OMSK ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau berupa nanah.(2)Di negara berkembang seperti Indonesia sendiri OMSK dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Sehingga penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak yang dapat menyebabkan kematian. Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe bening pun dapat menyebabkan suatu komplikasi.(2)OMSK ini dapat mempengaruhi fungsi pendengaran. Penderita OMSK dapat memnderita tuli konduktif, tuli perseptif dan tuli campuran. (1) Berikut akan dilaporkan laporan kasus atas nama ny. Harna 57 tahun yang menderita OMSK dengan komplikasinya.

BAB IISTATUS PEMERIKSAAN PASIENI. IDENTITAS

Nama : Ny. S Umur : 59 tahun

Jenis kelamin: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jln. Pangeran Mangku No. 403 RT. 005 RW. 002 Kel. 16 ilir Kec. IT I Palembang.II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 19 Juli 2012.

Keluhan Utama : keluar cairan dari telinga kananRiwayat Penyakit Sekarang :

Sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu pasien mengeluh keluar cairan awalnya berwarna putih, encer dan tidak berbau, kemudian berwarna kekuningan kental tersebut keluar terus menerus dan berbau dari telinga kanan. Bersamaan dengan adanya keluhan tersebut pendengaran pasien mulai berkurang. Pasien juga mengaku mengaku sulit sekali menelan. Pasien mengaku tidak ada gangguan pada penciuman ataupun hidung buntu. Riwayat Penyakit DahuluDisangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

DM (-), hipertensi (-)III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang (lemah)

Kesadaran: Compos mentis

Tanda vital: TD = 100/70 mmHg

Nadi = 88 x/menit

RR = 22 x/menit

Suhu = 37,2oCKepala dan leherKepala:Tampak deformitas pada telinga bagian belakang mengeluarkan cairan kental warna putih

Mata: Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor

Mulut: Sulit di evaluasi

Leher: Pembesaran KGB tidak dijumpai, nyeri tidak ada, JVP tidak meningkat.THT: Lihat status lokalis

Thorax

Jantung: S1-S2 tunggal, murmur tidak ada, batas jantung normal

Paru: Simetris, sonor, suara nafas menurun

Abdomen : Datar, hepar/lien tidak teraba, timpani, bising usus normal

Ekstremitas: Dalam batas normal, edema tidak adaStatus Lokalis

Telinga

KananKiri

Aurikula

Bentuk

dbndbn

Hematom

- -

Tragus pain

+ -Edema tragus

+ -Canalis auditorius eksternus

Serumen

+

-Othorrea

+ -Edema

- -Hiperemi - -Polip/masa

- -Membran timpani

Retraksi

sdesde

Bombans

sdesde

Conus of light sdesde

Perforasi

sde sde

Tes Pendengaran

Rinne

tidak dilakukan Weber tidak dilakukan Swabach tidak dilakukanRinoskopi AnteriorKananKiri

Vestibulum nasidbndbn

Dasar kavum nasipucatpucat

Meatus nasi inferiorsekret (-) sekret (-)

Konka nasi inferiordbndbn

Meatus nasi mediusdbndbn

Konka nasi mediusdbndbn

Septum nasi

tidak ada deviasitidak ada deviasi

Rinoskopi PosteriorKananKiri

Nasofaring tidak dilakukantidak dilakukan

Nyeri tekan sinus maksillaristidak dilakukantidak dilakukan

Transiluminasi tidak dilakukantidak dilakukanTenggorok

Bibir

: dbnMulut

: mukosa bibir kering

Lidah

: tidak hiperemisArkus anterior: dbnArkus posterior: dbnTonsil

KananKiri

Ukuran

dbndbnWarna

dbndbnKripta

dbndbnDetritus

dbndbnMembran

dbndbnKelenjar getah bening : tidak ada pembesaranIV. DIAGNOSA

Otitis Media Supuratif Kronis dengan jaringan granulasi MAEV. PENATALAKSANAAN

IVFD RL : D5% = 1:1 = 20 tpm

Inj. Cefotaxim 2x 1 gr

Antrain 3x1 amp ( k/p)BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Telinga

Telinga sebagai alat pendengaran adalah salah satu indera terpenting yang berperan dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia. Gangguan terhadap fungsi dengar dapat terjadi baik pada sistem konduksi suara maupun sensorineural. (3)

Bagian telinga terdiri dari tiga bagian: (4)1. telinga luar2. telinga tengah3. telinga dalam.1. Telinga luar

Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar terdiri dari daun telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar. Telinga luar meliputi daun telinga atau pinna. Bagian daun telinga berfungsi untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis. Di dalam saluran terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga dalam. Peradangan pada bagian telinga ini disebut sebagai otitis Eksterna. Hal ini biasanya terjadi karena kebiasaan mengorek telinga & akan menjadi masalah bagi penderita diabetes mellitus (DM/sakit gula)

2. Telinga tengah (4,5)Pada manusia dan hewan darat lainnya, telinga tengah dan saluran pendengaran akan terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada bagian luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara di luar tubuh. Telinga tengah terdiri dari :1. Membran timpani.

2. Kavum timpani.

3. Prosesus mastoideus.

4. Tuba eustachius

1. Membran TimpaniMembran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya ( none of ligth). Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum. Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis yaitu: (1) Bagian dalam sirkuler (2) Bagian luar radier. Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :

1. Pars tensa

Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

2. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :

1. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).

2. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).

Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika ( Rivini). Permukaan luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n.Aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang

dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.

Kavum Timpani

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, d inding posterior.

1. Atap kavum timpaniDibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani. Tegmen timpani memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. Bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang yang tipis atau ada kalanya tidak ada tulang sama sekali ( dehisensi). Pada anak-anak, penulangan dari sutura petroskuamosa belum terbentuk pada daerah tegmen timpani, sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi dari kavum timpani ke meningen dari fosa kranial media. Pada orang dewasa bahkan vena-vena dari telinga tengah menembus sutura ini dan berakhir pada sinus petroskuamosa dan sinus petrosal superior dimana hal ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi dari telinga tengah secara langsung ke sinus-sinus venosus kranial.

2. Lantai kavum timpani

Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.

3. Dinding medial.Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum menonjol kearah kavum timpani, yang disebut promontorium Tonjolan ini oleh karena didalamnya terdapat koklea. Didalam promontorium terdapat beberapa saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang membentuk pleksus timpanikus. Dibelakang dan atas promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale (oval windows), bentuknya seperti ginjal dan berhubungan pada kavum timpani dengan vestibulum, dan ditutupi oleh telapak kaki stapes dan diperkuat oleh ligamentum anularis. Foramen ovale berukuran 3,25 mm x 1,75 mm. Di atas fenestra vestibuli, sebagai tempat jalannya nervus fasialis. Kanalis ini di dalam kavum timpani tipis sekali atau tidak ada tulang sama sekali (dehisensi). Fenestra koklea atau foramen rotundum (round windows), ditutupi oleh suatu membran yang tipis yaitu membran timpani sekunder, terletak di belakang bawah. Foramen rotundum ini berukuran 1,5 mm x 1,3 mm pada bagian anterior dan posterior 1,6 mm. Kedua lekukan dari foramen ovale dan rotundum berhubungan satu sama lain pada batas posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam yaitu sinus timpanikus. Suatu ruang secara klinis sangat penting ialah sinus posterior atau resesus fasial yang didapat disebelah lateral kanalis fasial dan prosesus piramidal. Dibatasi sebelah lateral oleh anulus timpanikus posterosuperior, sebelah superior oleh prosesus brevis inkus yang melekat kefosa inkudis. Lebar resesus fasialis 4,01 mm dan tidak bertambah semenjak lahir. Resesus fasialis penting karena sebagai pembatas antara kavum timpani dengan kavum mastoid sehingga bila aditus as antrum tertutup karena suatu sebab maka resesus fasialis bisa dibuka untuk menghubungkan kavum timpani dengan kavum mastoid.

4. Dinding posterior

Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum. Di bawah aditus terdapat lekukan kecil yang disebut fosa inkudis yang merupakan suatu tempat prosesus brevis dari inkus dan melekat pada serat-serat ligamen. Di bawah fosa inkudis dan di medial dari korda timpani adalah piramid, tempat terdapatnya tendon muskulus stapedius, tendon yang berjalan keatas dan masuk kedalam stapes. Diantara piramid dan anulus timpanikus adalah resesus fasialis. Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Disebelah dalam dari piramid dan nervus fasialis merupakan perluasan kearah posterior dari mesotimpani adalah sinus timpani. Perluasan sel-sel udara kearah dinding posterior dapat meluas seperti yang dilaporkan Anson dan Donaldson (1981), bahwa apabila diukur dari ujung piramid, sinus dapat meluas sepanjang 9 mm kearah tulang mastoid. Dinding medial dari sinus timpani kemudian berlanjut ke bagian posterior dari dinding medial kavum timpani dimana berhubungan dengan dua fenestra dan promontorium.

5. Dinding anterior

Dinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding medial dan dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna1. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius. Tuba ini berhubungan dengan nasofaring dan mempunyai dua fungsi. Pertama menyeimbangkan tekanan membran timpani pada sisi sebelah dalam, kedua sebagai drainase sekresi dari telinga tengah, termasuk sel-sel udara mastoid. Diatas tuba terdapat sebeuah saluran yang berisi otot tensor timpani. Dibawah tuba, dinding anterior biasanya tipis dimana ini merupakan dinding posterior dari saluran karotis.

6. Dinding lateral

Dinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagian tulang berada diatas dan bawah membran timpani. Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

a. Epitimpanum.

Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superior kavum timpani, disebut juga atik karena terletak diatas membran timpani. sebagian besar atik diisi oleh maleus inkus. Dibagian superior epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan tipis os posterior. Dinding medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh penonjolan kanalis semisirkularis lateral. Pada bagian anterior terdapat ampula kanalis superior, dan lebih anterior ada ganglion genikulatum, yang merupakan tanda ujung anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah dari maleus oleh suatu ruang yang sempit, disini dapat dijumpai muara sel-sel udara yang membuat pneumatisasi pangkal tulang pipi (zygoma). Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang berlanjut kearah lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulang sebelah atas. Diposterior, atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrum mastoid, yaitu aditus ad antrum.

b. Mesotimpanum

Terletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medial dibatasi oleh kapsul otik, yang terletaknya lebih rendah dari pada nervus fasialis pars timpani. Dinding anterior mesotimpani terdapat orifisium timpani tuba eustachius pada bagian superior dan membentuk bagian tulang dinding saluran karotis asendens pada bagian inferior. Dinding ini biasanya mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagian-bagian tulang lemah.

c. Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikus

Terletak dibawah membrana timpani, berhubungan dengan bulbus jugulare. Kavum timpani terdiri dari :

1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).

2. Dua otot.

3. Saraf korda timpani.

4. Saraf pleksus timpanikus.

Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :

1. Malleus ( hammer / martil).

2. Inkus ( anvil/landasan)

3. Stapes ( stirrup / pelana)

Malleus

Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang pendengaran dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. Kepala terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam membran timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.

Inkus

Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm. Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes. Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi inkudostapedius.

Stapes

Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare. Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior. Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm

Otot-otot pada kavum timpani.

Terdiri dari : otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius (muskulus stapedius) Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah. Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut. Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada apek posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7 yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran.

Saraf Korda timpani

Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani dan berjalan keatas depan lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.

Pleksus timpanikus

Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. Saraf dari pleksus ini dan kemudian berlanjut pada :2. Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg melapisi kavum timpani, tuba eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid.3. Sebuah cabang yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial mayor.4. Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabut-serabut parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga tengah melalui suatu saluran yang kecil dibawah m. tensor timpani kemudian menerima serabut saraf parasimpatik dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion genikulatum. Secara sempurna saraf berjalan melalui tulang temporal, dilateral sampai nervus petrosus superfisial mayor, diatas dasar fosa kranial media, diluar durameter. Kemudian berjalan melalui foramen ovale dengan nervus mandibula dan arteri meningeal assesori sampai ganglion otik. Kadang-kadang saraf ini tidak berjalan pada foramen ovale tetapi melalui foramen yang kecil sampai foramen spinosum. Serabut post ganglion dari ganglion otik menyuplai serabut-serabut sekremotor pada kelenjar parotis melalui nervus aurikulotemporSaraf fasialMeninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu :

1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. Digastrik dan m. stapedius.

2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis. Saraf kranial VII mencapai dinding medial kavum timpani melalui auditori meatus diatas vestibula labirin tulang. Kemudian membelok kearah posterior dalam tulang diatas feromen ovale terus ke dinding posterior kavum timpani. Belokan kedua terjadi dinding posterior mengarah ke tulang petrosa melewati kanal fasial keluar dari dasar tengkorak melewati foramen stilomastoidea. Pada belokan pertama di dinding medial dari kavum timpani terdapat ganglion genikulatum, yang mengandung sel unipolar palsu. Sel ini adalah bagian dari jaringan perasa dari 2/3 lidah dan palatum. Saraf petrosa superfisial yang besar bercabang dari saraf kranial VII pada ganglion genikulatum, masuk ke dinding anterior kavum timpani, terus ke fosa kranial tengah. Saraf ini mengandung jaringan perasa dari palatum dan jaringan sekremotor dari glandula atap rongga mulut, kavum nasi dan orbita. Bagian lain dari saraf kranial VII membentuk percabangan motor ke otot stapedius dan korda timpani. Korda timpani keluar ke fosa intra temporal melalui handle malleus, bergerak secara vertikal ke inkus dan terus ke fisura petrotimpanik. Korda timpani mengandung jaringan perasa dari 2/3 anterior lidah dan jaringan sekretorimotor dari ganglion submandibula. Sel jaringan perasanya terdapat di ganglion genikulatum.

Perdarahan Kavum Timpani

Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularis asi kavum timpani adalah arteri-arteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar pembuluh darah yang menuju kavum timpani berasal dari cabang arteri karotis eksterna. Pada daerah anterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika anterior, yang merupakan cabang dari a. maksilaris interna yang masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpanika. Pada daerah posterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika psoterior, yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a. stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat perdarahan dari cabang a. meningea media juga a. petrosa superior, a. timpanika superior dan ramus inkudomalei. Pembuluh vena kavum timpani berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid atau sinus petrosus superior. Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam pembuluh getah bening retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis.

Tuba Eustachius

Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.

Prosesus Mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari epitispanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm. Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian dati lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding posterior terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang dewasa berhubungan dengan trigonum suprameatal ( Macewens) pada permukaan luar tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki aditus pada bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid. Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara didalam tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang mengandung udara berhubungan dengan udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum. Prosesus mastoid berkembang setelah lahir sebagai tuberositas kecil yang berpneumatisasi secara sinkron dengan pertumbuhan antrum mastoid. Pada tahun pertama kehidupan prosesus ini terdiri dari tulang-tulang seperti spon sehingga mastoiditis murni tidak dapat terjadi. Diantara usia 2 dan 5 tahun pada saat terjad i pneumatisasi prosesus terdiri atas campuran tulang-tulang spon dan pneumatik. Pneumatisasi sempurna terjadi antara usia 6 12 tahun. Luasnya pneumatisasi tergantung faktor herediter konstitusional dan faktor peradangan pada waktu umur muda. Bila ada sifat biologis mukosa tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau kurang. Ini juga terjadi bila ada radang pada telinga yang tidak menyembuh. Maka nanti dapat dilihat pneumatisasi yang terhenti (pneumatisationshemung arrested pneumatisation) atau pneumatisasi yang tidak ada sama sekali (teori dari Wittmack). Menurut derajatnya, pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :

1. Proesesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.

2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.

3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar. Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum sel-selnya kecil tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang pada sel-sel mastoid, drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid (mastoiditis). Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :

1. Terminal 5. Zygomatic

2. Perisinus

6. Facial

3. Sudut petrosal7. Periantral

4. Sub dural

8. Perilabirinter

3. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari labirin osea (labirin tulang), sebuah rangkaian rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe & labirin membranasea, yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe. Di depan labirin terdapat koklea atau rumah siput. Penampang melintang koklea trdiri aras tiga bagian yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Bagian dasar dari skala vestibuli berhubungan dengan tulang sanggurdi melalui jendela berselaput yang disebut tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tengah melalui tingkap bulat. Bagian atas skala media dibatasi oleh membran vestibularis atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organo corti yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organo corti terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran tektorial yang terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan bagian otak dengan saraf vestibulokoklearis.

2.2 Definisi

Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen. OMSK merupakan lanjutan dari episode initial otitis media akut (OMA) yang ditandai dengan adanya sekret persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani. (5,6)

2.3 Prevalensi

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.(3)Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.(3)Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insiden OMSK sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang dilakukan. (7)2.4 EtiologiPenyebab OMSK antara lain : (8,9)

1. Lingkungan2. Genetik3. Otitis media sebelumnya.4. Infeksi5. Infeksi saluran nafas atas

6. Autoimun

7. Alergi

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK (8,9) :

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.

Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain : (10)

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang :

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteus mirabilis, Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Aspergillus spp dan Candida spp. Sehingga diperlukan terapi antibiotika untuk meeradikasi mikroorganisme penyebab OMSK tersebut. Namun harus dipikirkan adanya resistensi bakteri terhadap antibiotika yang seiring waktu meningkat teruatama di negara berkembang. Berdasarkan hasil penelitian oleh Mansoor dkk yag mengidentifikasi bakteri yang terdapat di discharge dari liang telinga penderita OMSK didapatkan hasil sebagai berikut : (10)Tabel 1. Bakteri pada penderita OMSK

2.5 Patogenensis

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM).(5)Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.(5)Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.(5)Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.(5)Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.(5)2.6 Klasifikasi

OMSK ini dibagi atas 2 tipe, yaitu:1. Tipe tubotimpanal.Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.2. Tipe atikoantralBeberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena penyakit menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai chronic supurative otitis media with cholesteatoma. Perforasi membran timpani yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal yang dihasilkan dari suatu kantong retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan tidak ada sisa pinggir membran timpani (anulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding bagian tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut penyakit atikoantral.(5)Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi yang dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang muncul dalam ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang, dan menyebabkan infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering dikatakan sebagai penyakit yang tidak aman dan secara umum memerlukan penatalaksanaan bedah.(5)2.6 Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara: (5,11)1. Anamnesis (history-taking)

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. OMSK lebih sering terjadi pada infants dan anak-anak (60%).

Dari penelitian Alabbasi juga didapatkan gejala klinik yang ditemukan yaitu :

2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.3. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

2.7 Komplikasi

Komplikasi OMSK dapat dibagi atas: (5)1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) terdiri dari parese n. Fasial dan labirinitis.

2. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, hidrosefalus otitis.

Pada OMSK ini walaupun telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial.

2.8 PenatalaksanaanPenatalaksanaan OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Pada dasarnya penatalaksanaan pada OMSK tergantung dari tipenya. Pada tipe aman atau benign pada prinsipnya adalah terpai konservatif atau medikamentosa. Sedangkan pada tipe ganas atau malignan prinsipnya ialah pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum pembedahan.2.8.1 Penatalaksanaan Medis

Prinsip mendasar penatalaksanaan medis pada OMSK adalah: (5)1. Aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret.

2. Terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal.2.8.2 Penatalaksanaan Bedah

Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah secara operasi mastoidektomi,yang terdiri dari: (5)1. Mastoidektomi sederhana

Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid.2. Mastoidektomi radikal

Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah.

3. Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti.2.9 Kekurangan pendengaran

Kekurangan Pendengaran sering menyertai OMSK. Kekurangan yang terjadi biasanya bersifat tuli konduksi (conductive hearing loss) derajat ringan hingga menengah (sekitar 3060 dB). Kekurangan pendengaran ini merupakan akibat dari perforasi membrana timpani dan putusnya rantai tulang pendengaran pada telinga tengah karena proses osteomielitis sehingga suara yang masuk ke telinga tengah langsung menuju tingkap oval (foramen ovale). Kekurangan pendengaran derajat yang lebih tinggi lagi dapat terjadi bila proses infeksi melibatkan koklea atau saraf pendengaran. Penelitian di beberapa negara oleh WHO, 2004, menunjukkan kekurangan pendengaran terjadi pada 50% penderita OMSK dan secara keseluruhan tidak kurang dari 164 juta kasus dengan kekurangan pendengaran merupakan akibat dari OMSK dan sekitar 90% kejadian ini terjadi pada negara yang sedang berkembang. (5)

BAB IV

PEMBAHASAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan keradangan atau infeksi kronis yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai dengan perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita OMSK tipe malignansi. Dari anamnesa, pasien mengeluhkan keluarnya cairan dari telinga kanan terus menerus, dimana sekret awalnya berwarna putih, encer dan tidak berbau, kemudian berubah menjadi agak kental, kekuningan, dan berbau selama kurang lebih tiga bulan. Sehingga pada pasien ini dapat didiagnosis OMSK.

Pada pasien OMSK dapat terjadi gangguan pendengaran. Pasien ini kurang kooperatif maka pemeriksaan pelana (garpu tala) sulit dievaluasi hasilnya. Penurunan pendengaran tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun dapat pula terjadi tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke labirin, atau tuli campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi sampai dengan efektif ke fenestra ovalis. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim pengantaran suara ke telinga tengah. Prinsip pengobatan pasien OMSK maligna adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Pembedahan bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat serta memperbaiki pendengaran. Namun tujuan utama dari terapi ini adalah mencegah terjadinya kematian akibat komplikasi yang berat. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara seblum dilakukan pembedahan. Pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa yaitu antibiotika dan roborantia.

BAB V

KESIMPULAN

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa OMSK atau yang biasa disebut di masyarakat dengan congek adalah suatu infeksi telinga tengah OMSK merupakan penyakit yang sering dijumpai pada negara yang sedang berkembang.

Secara umum, ras dan faktor sosioekonomi mempengaruhi kejadian OMSK, kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tinggi untuk kasus OMSK di mana prevalensi OMSK 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.Penyakit ini ditandai dengan adanya perforasi membran timpani disertai dengan keluarnya cairan dari telinga yang lamanya lebih dari 2 bulan. Berdasarkan tipe klinisnya, OMSK dibagi atas tipe jinak (tipe tubotimpanal) di mana proses peradangannya hanya terbatas pada mukosa telinga tengah, serta tipe ganas (tipe atikoantral) disertai kolesteatoma yang proses peradangannya sudah melibatkan tulang dan dapat mengakibatkan komplikasi di tulang temporal (ekstrakranial) atau ke dalam otak (intrakranial). Penatalaksanaannya meliputi pembersihan sekret telinga, medikamen dan tindakan operasi.Kekurangan pendengaran didapati pada 50% kasus OMSK dan kematian terjadi akibat komplikasi ke intrakranial pada 18,6% kasus. Sebagian besar kasus komplikasi OMSK terjadi karena penderita cenderung mengabaikan keluhan telinga berair.menahun yang dapat mengakibatkan komplikasi yang fatal.DAFTAR PUSTAKA1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. 2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 1997

3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. 4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997.5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from URL: http://www.pediatrics.org/6. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available from URL: http://www.jneuro.org/7. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/8. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitusinvestigation and management. BMJ. 1997. available from URL: http://www.bmj.org/42


Recommended