BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Fistula ani suatu kondisi yang telah tergambarkan sebelum mulainya sejarah kedokteran. Pada sekitar tahun 430 SM, hipokrates mengemukakan bahwa fistula ini disebabkan oleh kontusi dari seringnya berkuda atau mendayung. Dia juga orang pertama yang menyarankan penggunaan seton untuk penatalaksanaannya. Usaha mencari penanganan yang tepat telah tercatat dalam buku-buku selama lebih dari 2000 tahun. Bahkan rumah sakit St.Mark di London, dibangun khusus untuk menangani pasien-pasien dengan fistula ani dan kondisi rectal lainnya. Sejak jaman hipokrates itu, sedikit yang berubah mengenai pengertian proses penyakit ini. Pada tahun 1976, dikemukakan klasifikasi fistula ani yang tetap digunakan secara luas hingga saat ini. Dalam 30 tahun terakhir, banyak penulis telah mempresentasikan teknik-teknik baru dan sejumlah kasus dalam usaha mengurangi angka rekurensi dan komplikasi inkontinensia. Walau dengan pengalaman lebih dari 2500 tahun, fistula ani tetap menjadi suatu penyakit yang mambingungkan. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Fistula ani suatu kondisi yang telah tergambarkan sebelum mulainya
sejarah kedokteran. Pada sekitar tahun 430 SM, hipokrates mengemukakan bahwa
fistula ini disebabkan oleh kontusi dari seringnya berkuda atau mendayung. Dia
juga orang pertama yang menyarankan penggunaan seton untuk
penatalaksanaannya. Usaha mencari penanganan yang tepat telah tercatat dalam
buku-buku selama lebih dari 2000 tahun. Bahkan rumah sakit St.Mark di London,
dibangun khusus untuk menangani pasien-pasien dengan fistula ani dan kondisi
rectal lainnya.
Sejak jaman hipokrates itu, sedikit yang berubah mengenai pengertian
proses penyakit ini. Pada tahun 1976, dikemukakan klasifikasi fistula ani yang
tetap digunakan secara luas hingga saat ini. Dalam 30 tahun terakhir, banyak
penulis telah mempresentasikan teknik-teknik baru dan sejumlah kasus dalam
usaha mengurangi angka rekurensi dan komplikasi inkontinensia. Walau dengan
pengalaman lebih dari 2500 tahun, fistula ani tetap menjadi suatu penyakit yang
mambingungkan.
Suatu hal yang perlu dimengerti bahwa fistula ani bukan kondisi yang
membahayakan jiwa pasien, namun lebih member penderitaan akibat pus yang
keluar atau saat defekasi. Dan hal ini juga berujung pada kondisi psikososial dari
penderita.
I.2 RUMUSAN MASALAH
I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan perianal
fistula?
I.3 TUJUAN
I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan perianal
fistula.
1
I.4 MANFAAT
I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya perianal
fistula.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.
2
BAB I
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. A S
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : tukang bangunan
Agama : Islam
Alamat : singosaro
Status perkawinan : sudah Menikah
Suku : madura
Tanggal periksa : rabu, 6 april 2011
No. Reg : 246290
B. ANAMNESA
1. Keluhan utama : keluar nanah dan darah dari dekat anus
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli bedah umum RSUD Kanjuruhan dengan keluhan
keluar nanah dan darah dari dekat anus sejak ±1 tahun yang lalu. Pasien
mengaku awalnya dirasakan seperti bisul, dibiarkan saja oleh pasien
kemudian pecah dan mengeluarkan darah dan nanah terus-terusan. Darah dan
nanah yang keluar cukup banyak, sehingga kalau sedang bekerja pasien
menggunakan pembalut untuk menyerap darah dan nanah yang keluar.
Awalnya terasa nyeri, namun setelah nanah dan darahnya keluar nyerinya
sedikit berkurang, serta terasa gatal.
Sejak sakit ini pasien mengeluh kadang-kadang diare, tidak ada
demam, tidak ada gangguan BAK.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-)
3
4. Riwayat penyakit keluarga
riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)
hipertensi (-), DM (-), alergi (-)
5. riwayat pengobatan
selama sakit ini pasien tidak pernah berobat kedokter, hanya minum
obat-obatan yang dibeli sendiri di warung.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. keadaan umum : tidak kesakitan, GCS 456, status gizi kesan cukup.
2. vital sign
tensi : 120/80 mmHg
nadi : 80x/mnt
RR : 18x/mnt
suhu : 36,80 C
3. status generalis
Kulit
Sawo matang, turgor baik
Kepala
Bentuk normocephal, luka (-)
Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-)
Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-)
Telinga
sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga dalam batas normal.
Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
4
Leher
Pembesaran KGB (-).
Thoraks
Bunyi jantung I&II terdengar normal, reguler.
Abdomen
Palpasi supel, nyeri tekan epigastric (-) dan lien tidak teraba
Auskultasi bising usus (+) normal
Ektremitas
Akral dingin (-), oedema (-)
4. status lokalis
pada pemeriksaan terlihat adanya lubang perforasi pada daerah perianal, dan
dari lubang tersebut keluar nanah dan darah.
Nyeri (-)
Demam (-)
Saat ini BAB normal, tidak ada keluhan
Pasien menolak dilakukan rectal toucher
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
pemeriksaan anoskopi
pemeriksaan methylen blue ke dalam fistel tidak tampak methylen blue
ke dalam anus.
F. DIAGNOSA
Perianal fistel
G. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Hidradenitis supuratif
Sinus pilonidal
5
PENATALAKSANAAN
Fistulotomi
Medikamentosa
Antibiotic
analgetik
6
BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT
1. DEFINISI
Perianal fistula atau fistula ani/ fistula in ano merupakan sebuah hubungan
abnormal antara epitel kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Hubungan
ini berupa sebuah traktus yang terbentuk oleh jaringan granulasi. Bukaan
primernya terletak pada kanalis anal dan bukaan sekundernya terletak pada kulit
perianal. Bukaan sekundernya dapat multipel yang berasal darri satu bukaan
primer saja.
Apabila tidak ditutup secara permanen dengan tindakan bedah, fistula
akan tetap terbuka sehingga dapat terinfeksi ulang dari anal atau rectum yang
bearkibat terbentuknya pus terus-menerus. Traktus yang terbentuk oleh abses,
dapat juga tidak berhubungan dengan anal atau rectum dan secara definisi disebut
sebagai sinus, bukan fistula.
Fistula ani adalah bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh
sehingga membentuk traktus akibat inflamasi. Akibat dari keterkaitan ini
dikatakanlah bahwa abses anorektal dan fistula ani menggambarkan stadium yang
berbeda dari suatu keadaan patologis yang berkelanjutan. Abses ini
menggambarkan fase inflamasi akut dan fistula proses kronik.
2. ANATOMI
Kanalis anal merupakan bagian akhir dari usus besar dan rectum, yang
berawal dari diafragma pelvis yang melewati otot levator ani dan berakhir pada
pinggiran anal. Kanalis ini mempunyai panjang sekitar 4 cm. dinding otot dari
kanalis anal merupakan kelanjutan dari lapisan otot sirkuler rectum yang
kemudian menebal dan membentuk sfingter internal.
Secara anatomis kanalis anal memanjang dari pinggiran anal sampai ke linea
dentate. Akan tetapi untuk alas an praktis, ahli bedah terkadang mendefinisikan
kanalis anal memanjang dari pinggiran anal sampai cincin anorectal. Cincin
7
anorektal sendiri teraba saat pemeriksaan rectal sekitar 1-1,5 cm di atas linea
dentata.
Pinggiran anal adalah pertemuan antara anoderm dan kulit perianal. Anoderm
merupakan epitel tersendiri yang kaya akan saraf tapi kurang dalam hal perangkat
kulit (folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelanjar keringat). Linea dentata atau
linea pectinata yang merupakan pertemuan mukokutaneus sebenarnya, terletak 1-1,5
di atas pinggiran anal. Terdapat zona transisional atau cloacogenik sebesar 6-12 mm
di atas linea dentata, yang merupakan peralihan epitel squamosa anoderm menjadi
kuboid dan kemudian epitel kolumnar.
Kanalis anal dikelilingi oleh sebuah sfingter eksternal dan internal, yang
keduanya menjalankan mekanisme sfingter anal. Sfingter internal merupakan
kelanjutan dari bagian dalam otot polos sirkuler rectum. Juga merupakan otot
involunter dan normalnya berkontraksi saat istirahat. Bidang intersfingterik
menggambarkan kelanjutan fibrosa dari lapisan otot polos longitudinal rectum.
Sfingter eksternal merupakan otot volunter berlurik, yang terbagi menjadi tiga
putaran bentuk U (subkutaneus, superficial, dan profunda) namun bekerja sebagai
satu kesatuan. Sfingter eksternal merupakan kelanjutan dari otot-otot levator dari
8
Anatomi kanalis anal
dasar pubis, khususnya otot puborectalis. Putaran paling atas terbentuk oleh otot
puborektalis, yang berasal dari pubis. Putaran di tengah terbentuk oleh otot sfingter
eksternal superficial, yang berasal dari ujung coccyx atau ligamentum anococcygeal.
Putaran yang paling bawah tersusun oleh lapisan subkutaneus dari otot sfingter
eksternal. Otot puborektalis berasal dari pubis dan menyatu dapa posterior dari
rectum. Normalnya sfingter berkontraksi menghasilkan penyudutan 800 dari sudut
pertemuan anorektal.
Dari area setinggi cincin anorectal kea rah distal dan antara otot sfingter
internal dan eksternal, lapisan otot longitudinal rectum menyatu dengan serat dari
levator ani dan otot puborektalis yang kemudian membentuk otot longitudinal
conjoined. Serat-serat otot ini, yang dapat memotong bagian bawah dari sfingter
eksternal untuk kemudian masuk ke dalam kulit perianal dan mengerutkan pinggiran
anal, disebut sebagai corrugator cutis ani.
Kolumna morgagni terdiri dari 8-14 lipatan mukosa longitudinal yang terletak
tepat di atas linea dentata dan membentuk kripta analis pada ujung distalnya.
Kelenjar-kelenjar rudimenter kecil membuka pada kripta-kripta ini. Saluran dari
kelenjar-kelenjar ini menembus sfingter internal dan badan dari kelenjar ini terletak
pada bagian intersfingter.
3. EPIDEMIOLOGI
Angka prevalensi penyakit ini adalah 8,6 kasus tiap 100.000 populasi.
Prevalensi pada pria adalah 12,2 tiap 100.000 populasi. Pada wanita berkisar 5,6
kasus tiap 100.000 populasi. Rasio antara pria dan wanita adalah 1,8:1, yang
menggambbarkan lebih seringnya penyakit ini pada pria. Umur rata-rata dari
penderita fistel ani adalah 38 tahun.
4. ETIOLOGI
Fistula ani hampir selalu disebabkan oleh abses anorektal yang mendahului.
Kelenjar anal yang terletak pada linea dentata menyediakana jalan bagi organism
pathogen untuk mencapai ruang intersfingterik.
9
Namun penyebab lainnya dapat berupa trauma, penyakit Crohn, fisura anal,
kanker, terapi radiasi, infeksi actinomycoses, tuberculosis dan chlamydial.
5. PATOFISIOLOGI
Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglanduler, yang menjelaskan bahwa
fistula in ano merupakan abses anorektal tahap akhir yang telah terdrainase dan
membentuk traktus. Kanalis anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi
melalui sfingter internal dan mengalir menuju kripta pada linea dentata. Kelenjar
dapat terinfeksi dan menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan
itu, terperangkap juga feces dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga dapat
terjadi setelah trauma, pengeluaran feces yang keras atau proses inflamasi. Apabila
kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal, maka akan terbentuk abses di dalam
rongga intesfingterik. Abses lama kelamaan akan menghasilkan jalan keluar dengan
meninggalkan fistula.
6. KLASIFIKASI
Pada kasus-kasus mudah, aturan Goodsall dapat membantu untuk
mengantisipasi keadaan anatomi dari fistula ani. Aturan ini menyatakan bahwa fistula
dengan bukaan eksternal yang terletak anterior dari garis transversal tengah anus akan
mengikuti garis radial lurus menuju linea dentata. Fistulae dengan bukaan posterior
dari garis transversal akan mengikuti garis membelok menuju garis tengah posterior.
Pengecualian untuk aturan ini bila bukaan eksternal berjarak lebih dari tiga sentimeter
dari pinggiran anus. Gambaran yang terakhir ini hampir selalu berasal dari traktus
primer atau sekunder dari garis tengah posterior yang konsisten dengan abses tapal
kuda sebelumnya.
10
Klasifikasi yang paling membantu adalah yang dikemukakan oleh Parks et al.
empat bentuk dasar dari fistula in ano digambarkan dalam klasifikasi ini, yang
berdasarkan pada hubungan antara fistula dan otot-otot sfingter.
1. Fistula intersfingterik
Fistula jenis ini diakibatkan oleh abses perianal. Traktus berjalan di dalam
ruang intersfingterik. Jenis ini juga merupakan tipe yang paling sering dengan
kisaran 70% dari semua fistula in ano. Pada fistula intersfingterik juga
didapatkan sebuah traktus buntu yang tinggi dengan arah ke atas dari ruang
intersfingterik menuju ruang supralevator. Bukaan eksternalnya biasanya pada
kulit perianal yang dekat dengan pinggiran anal.
2. Fistula transsfingterik
Merupakan fistula kedua yang tersering, mencakup 23% dari semua fistula
yang didapatkan. Umumnya hasil dari abses isciorektal. Traktus fistula
11
Penampang yang menunjukkan Goodsall’s rule
Fistula intersfingterik, fistula transsfinterik, dan fistula trassfingterik yang memanjang ke atas
berjalan dari fossa isciorectal, dan kemudian berakhir pada kulit. Ketinggian
traktus melewati sfingter eksternal agak bervariasi. Fistula transsfingterik
dapat melibatkan hampir seluruh sfingter eksternal atau hanya bagian
superfisialnya saja. Fistula jenis ini juga dapat mempunyai traktus buntu yang
tinggi dan dapat mencapai apeks dari fossa ischiorectal atau dapat memanjang
melalui otot levator ani ke dalam pelvis.
3. Fistula suprasfingterik
Fistula jenis ini diakibatkan oleh abses supralevator dan mencakup 5% dari
semua jenis fistula. Traktus berjalan di atas dari puborektalis setelah naik
seperti abses intersfingterik. Traktus kemudian berbelok kea rah bawah lateral
menuju sfingter eksternal dalam ruang ischioanal dan kulit perianal. Traktus
buntu dapat juag timbul pada jenis ini dan mengakibatkan pemanjangan
bentuk tapal kuda.
4. Fistel ekstrasfingter
Merupakan jenis yang paling jarang dan hanya 2% dari semua fistel. Pada
jenis ini traktus terdapat di luar dari kompleks sfingter. Traktus berjalan dari
rectum di atas levator ani dan melewatinya untuk menuju ke kulit perianall via
ruang iscioanal. Fistula ini dapat terjadi akibat penetrasi benda asing pada
rectum disertai drainase melalui levator, akibat cedera penetrasi pada
perineum, akibat penyakit Crohn, atau kanker serta piñatalaksanaannya. Akan
tetapi penyebab yang paling sering mungkin akibat iatrogenic sekunder
setelah pemeriksaan yang terlalu berlebih saat operasi fistula.
12
Fistula suprasfingterik, fistula ekstrasfingterik, dan fistula tapal kuda
7. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya, gejala utama yang tersering adalah keluarnya pus seropurulen
yang mengiritasi kulit di sekitarnya dan menyebabkan perasaan tidak enak.
Terkadang anamnesis mengatakan gejala ini sudah menahun. Abses perianal yang
rekurens menyarankan adanya fistula ani. Selama bukaannya cukup besar untuk pus
keluar, maka nyeri belum menjadi gejala. Tapi bila bukaan tersumbat maka nyeri
akan timbul meningkat hingga pus dapat keluar. Biasanya bukaan hanya soliter,
terletak 3,5-4 cm dari anus, member gambaran elevasi kecil dengan jaringan granulasi
warna merah pada mulut lubang. Bila elevasi ditekan akan keluar pus. Pada fistula
sederhana atau superficial, traktus dapat teraba sebagai jalinan yang keras.
Terkadang terjadi penyembuhan penyembuhan superficial yang kemudian
menyebabkan pus terakumulasi dan abses terbentuk kembali. Abses kemudian akan
pecah lagi melalui lubang yang sama atau lubang baru. Oleh sebab itu terkadang
ditemukan dua atau lebih bukaan eksternal, yang biasanya terkelompok bersama pada
sisi kiri atau kanan dari garis tengah pantat. Tapi bila kedua fossa isciorektal terkait
maka bukaan akan terlihat pada kedua sisi.
8. DIAGNOSIS
Dari anamnesis pasien dengan fistula ani, keluhan-keluhan yang sering adalah
pengeluaran pus dari lubang pantat, nyeri pada daerah pantat, bengkak, perdarahan,
diare, ekskoriasi kulit pantat, dan lubang yang terlihat di daerah dekat lubang pantat.
Pada riwayat penyakit dahulu dapat ditemukan hal-hal penting seperti riwayat
inflammatory bowel disease, diverticulitis, radiasi untuk kanker prostat atau rectal,
terapi steroid, infeksi HIV. Perlu juga ditanyakan mengenai ada tidaknya nyeri perut,
kehilangan berat badan yang berarti, serta perubahan dari pola defekasi.
Pemeriksaan fisik yang mendetail merupakan cara diagnosis yang paling
penting dan tepat pada fistula ani. Pemeriksa harus memeriksa keseluruhan perineum
untuk mencari bukaan eksternal yang akan tampak seperti sinus terbuka atau elevasi
jaringan granulasi. Pada rectal touché dapat ditemukan traktus fibrosa atau uliran di
13
bawah kulit. Pengeluaran pus secara spontan dapat terlihat atau terjadi saat penekanan
dengan jari tangan.
Anoskopi harus dilakukan untuk mengidentifikasi bukaan internalnya.
Pemeriksa harus menentukan hubungan antara cincin anorektal dan posisi dari traktus
sebelum pasien direlaksasi dengan anestesi. Proctoskopi atau sigmoidoskopi fleksibel
dilakukan untuk menyingkirkan lesi lainnya atau inflammatory bowel disease. Probe
fistula dimasukkan ke dalam traktus fistula untuk menentukan arah dan bukaan
internalnya. Namun tidak selalu probe dapat tembus keluar dari bukaan internalnya.
9. DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa kelainan yang harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding fistula ani. Hidradenitis supuratif, yang dibedakan dengan adanya bukaan
kulit perianal yang multiple dan penampakan kulit sekitar seperti jaket kulit. Sinus
pilonidal dengan ekstensi perianal dan kista sebasea perianal yang terinfeksi juga
harus dipertimbangkan. Penting juga untuk menyingkirkan fistula yang berhubungan
dengan colitis ulseratif dan penyakit Crohn. Diverticulitis dari colon sigmoid dengan
perforasi dan fistulasasi dari perineum serta kanker rectal yang rendah, yang dapat
memberi gambaran fistula pada perineum.
14
Beragam jenis probe fistula yang digunakan
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk penyakit ini.
Yang biasa dilakukan hanya pemeriksaan preoperative sesuai umur dan komorbiditas.
pemeriksaan anoskopi. pemeriksaan methylen blue ke dalam fistel tidak
tampak methylen blue ke dalam anus.
Pemeriksaan radiologi bukanlah pemeriksaan rutin untuk evaluasi fistula.
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu saat dari bukaan primer/internal sulit
diidentifikasi atau pada kasus fistulae rekuren atau fistulae multiple untuk
mengidentifikasi traktus sekunder uatau bukaan primer yang terlewatkan.
Fistulografi dapat dilakukan dengan X-Ray anteroposterior, lateral dan oblik
untuk melihat jalannya traktus fistula. Prosedur ini mempunyai tingkat akurasi 16-
48% dan membutuhkan kemampuan untuk memvisualisasi bukaan internal. Jaringan
granulose dan materi purulen di dalam traktus fistula seringkali mengobstruksi aliran
kontras menuju perpanjanggan fistula sehingga dapat memberikan gambaran yang
salah. Yang lebih menambah kesulitan adalah tidak adanya patokan anatomis dalam
melihat fistula pada pemeriksaan ini.
CT scan yang dilakukan dengan kontras intravena dan rectal merupakan
metode noninvasive untuk melihat ruang perirektal. Pemeriksaan ini sangat berguna
untuk mengidentifikasi abses-abses anorektal dengan letak dalam, tapi jarang
digunakan sebagai evaluasi preoperative fistula ani. CT Scana mempunyai resolusi
yang kurang baik dalam member gambaran jaringan lunak sehingga sulit memberikan
15
Hasil fistulogram tampak anteroposterior
gambaran fistula berkaitan dengan otot-otot levator dan sfingter khususnya pada
potongan aksial.
USG endoanal dilakukan untuk menetukan hubungan antara traktus primer
dengan sfingter anal, untuk menenetukan apakah fistula sederhana atau kompleks
dengan perpanjangan, dan untuk menentukan lokasi bukaan primer. Transduser ke
dimasukkan ke dalam kanalis analis kemudian hydrogen peroksida dapat dimasukkan
melalui bukaan ekseternal. USG endoanal memberikan gambaran yang baik dari
daerah anal dan sangat akurat dalam mengidentifikasi pengumpulan cairan dan
traktus fistula. Akan tetapi identifikasi dari bukaan internal masih sukar. Bahkan
dengan penggunaan hydrogen peroksida yang masih sering terasa agak sulit. Pada
beberapa penelitian, pemeriksaan ini 50% lebih baik dalam menemukan bukaan
internal yang sulit daripada pemeriksaan fisik saja.
MRI mempunyai resolusi jaringan yang bagus dan kapabilitas multiplanar
sehingga sangat akurat dalam mengidentifikasi bukaan internal dan traktus fistula.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hasil MRI 80-90% mendekati penemuan
saat operasi. Hal ini membuat MRI menjadi pilihan utama dalam mengidentifikasi
fistulae yang kompleks. Walaupun terlihat lebih baik daripada USG dalam
mengevaluasi fistula ani, namun USG lebih murah dan dapat digunakan saat operasi
sedang berlangsung dalam kamar operasi.
11. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum dalam penanganan bedah fistula ani adalah untuk
menghilangkan fistula, mencegah rekurens, dan untuk memelihara fungsi sfingter.
Keberhasilan biasanya ditentukan oleh identifikasi bukaan primer dan memotong otot
dengan jumlah yang paling minimal.
Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi bukaan saat
berada di kamar operasi :
1. Memasukkan probe melalui bukaan eksternal sampai ke bukaan internal, atau
sebaliknya.
16
2. Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau hydrogen
peroksida dan memperhatikan titik keluarnya di linea dentata. Walaupun
methylene blue dapat mewarnai jaringan sekitarnya, namun mencairkannya
dengan saline atau hydrogen peroksida akan mengatasi masalah ini.
3. Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.
4. Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal ini
dapat berguna pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada varian yang
kompleks.
Kesulian dari penanganan fistula ani terlihat dari banyaknaya teknik berbeda
yang berkembang. Teknik lay-open dengan pembelahan semua jaringan yang distal
dari traktus primes, merupakan cara paling efektif untuk menghilangkan fistula.
Namun efektivitasnya harus diseimbangkan dengan resiko inkontinensia ani yang
mengganggu. Teknik ini yang disebut juga sebagai fistulotomi mengandung resiko
yang sebanding dengan jumlah otot sfingter yang terkait dengan fistula. Maka criteria
tunggal yang sangat penting dalam pemilihan penanganan bedah adalah hubungan
antara traktus fistula dan kompleks sfingter.
Pada prosedurnya pasien dibaringkan dengan posisi Jackknife prone setelah
diinduksi dengan anestesi regional. Setelah insersi speculum anal, anestesi local
lidokain dengan epinefrin diinjeksi sepanjang traktus fistula untuk hemostasis. Probe
dimasukkan sepanjang fistula, kemudian jaringan kulit, subkutaneus, otot sfingter di
17
teknik probing pada fistula ani
atas probe diincisi dengan pisau bedah atau kauter listrik dan jaringan granulasi
dikuretase serta dikirik untuk evaluasi patologis. Probe yang lembut dimasukkan
untuk mengidentifikasi adanya traktus buntu yang tersembunyi atau adanya
pemanjangan. Bila ada, dilanjutkan dengan incise untuk membuka.
Pada daerah yang rendah di anus, sfingter internal dan subkutaneus sfingter
ekksternal dapat dibelah pada sudut yang tepat dari jaringan di atas tanpa
mengganggu inkontinensia. Tapi hal ini tidak berlaku apabila fistulotomi dilakukan
anterior pada pasien wanita. Apabila lajur traktus terletak tinggi dari mekanisme
sfingter, maka pemasangan seton harus dilakukan.
Seton dapat berupa benda asinng apapun yang dapat dimasukkan ke dalam
fistula untuk mengeliliingi otot sfingter. Materi yang sering digunakan adalah sutera
atau bahan lain yang tidak terserap, karet, kateter silastik. Seton dapat digunakan
secara tunggal, dikombinasikan dengan fistulotomi atau digunakan secara bertahap.
Penggunaannya sangat berguna pada pasien dengan kondisi- kondisi berikut ini:
Fistulae yang kompleks (transsfingterik tinggi, suprasfingterik,
ekstrasfingterik atau multiple fistulae)
Fistulae rekuren setelah fistulotomi
Fistulae anterior pada pasien wanita
Tekanan sfingter yang buruk pada preoperative
Pasien dengan penyakit Crohn atau dengan imunosupresi
18
fistulotomi
Penggunaan seton mempunyai dua tujuan selain memberikan identifikasi
visual terhadap banyaknya otot sfingter yang terlibat. Yang pertama untuk
mengalirkan dan memajukan fibrosis dan kedua untuk memotong fistula.
Penggunaannya dapat satu tahap atau dua tahap.
Penggunaan satu tahap (cutting seton) dilakukan dengan memasukkan seton
ke dalam traktus fistula sekitar sfingter eksternal yang dalam setelah membelah kulit,
jaringan subkutaneus, otot sfingter interna dan subkutaneus otot sfingter eksterna.
Seton kemudian diikat dan diamankan dengan ikatan sutera yang berbeda. Dengan
berjalannya waktu, fibrosis akan muncul di atas dari seton seiring dengan
pemotongan otot sfingter oleh seton yang akhirnya mengeluarkan traktus tersebut.
Seton diperkuat tiap kunjungan poloklinik sampai dilepas yaitu ± 6-8 minggu
kemudian. Cutting seton dapat juga digunakan tanpa berbarengan dengan fistulotomi.
Penggunaan dua tahap (draining/fibrosing) dilakukan dengan memasukkan
seton ke dalam traktus fistula sekitar sfingter eksternal yang dalam setelah membelah
kulit, jaringan subkutaneus, otot sfingter interna dan subkutaneus otot sfingter
eksterna. Tidak seperti cutting seton, seton dibiarkan lepas untuk mengosongkan
ruang intersfingterik dan memajukan fibrosi pada otot sfingter yang dalam. Ketika
19
Penggunaan seton
luka superficial telah sembuh sempurna (± 2-3 bulan kemudian), otot sfingter yang
masih dilingkari seton dibelah.
Saat fistulotomi tidak tepat, sebagai contoh pada pasien wanita dengan fistula
anterior, pasien dengan inflammatory bowel disease, pada pasien dengan fistula
transsfingterik dan suprasfingterik, begitu juga dengan pasien yang telah menjalani
operasi sfingter sebelumnya, dan fistula kompleks, maka penggunaan anorectal
advancement flap disarankan. Keuntungan dari teknik ini termasuk reduksi dari
waktu penyembuhan, reduksi dari rasa tidak nyaman, kurangnya deformitas dari
kanalis anal, dan kurangnya kerusakan tambahan pada otot sfingter karena tidak ada
otot yang dibelah. Setelah identifikasi, bukaan internal di eksisi. Kemudian bukaan
eksterna diperbesar untuk memudahkan drainase. Lipatan tebal dari mukosa rectal,
submukosa, dan sebagian sfingter interna diangkat. Bukaan internal yang tersiksa
ditutup dengan jahitan mudah diserap. Lipatan kemudian ditarik sampai 1 cm di
bawah bukaan internal. Ujung bukaan yang mengandung jaringan fistula di eksisi dan
lipatan dijahit dengan jahitan mudah serap sampbil menjaga garis jahitan otot dan
mukosa tidak bertumpang tindih. Dasar dari lipatan harus dua kali lebar bagian atas
untuk menjaga aliran darah yang baik. Keberhasilan dilaporkan pada 90% pasien.
Saat penggunaan em fibrin sebagai penatalaksanaan tunggal maupun
kombinasi dengan advancement flap telah digemari. Penggunaannya menarik karena
pendekatan noninvasive yang tidak beresiko inkontinensia. Apabila gagal, dapat
diulang beberapa kali tanpa mengganggu kontinensia. Serupa dengan fistulotomi,
20
mucosal advancement flap
jalur fistula diidentifikasi dengan bukaan interna dan eksternanya dikuret. Kemudian
lem fibrin diinjeksikan ke dalam traktus fistula melalui konektor-Y hingga seluruh
traktus terisi dan lem dapat terlihat pada bukaan interna. Secara pelan, kateter injeksi
ditarik sehingga seluruh traktus terisi. Lem fibrin sedang dipertimbangkan untuk
menjadi terapi lini pertama untuk fistula ani kompleks.
Saat operasi pilihan dilakukan, pasien diberikan diet normal, obat pengumpul
feces dan analgetik non codein. Pasien dibero instruksi sitz bath secara rutin untuk
menjaga higienitas perianal. Pasien dievaluasi dengan interval 2 minggu untuk
menjaga penyembuhan terjadi dari dalam traktus. Jaringan granulasi dapat
dikauterisasi dengan nitrat perak dan batang kapas digunakan untuk memeriksa
kedalaman agar penyembuhan yang secukupnya tetap jalan. Pada operasi
advancement flap, kateter foley dilepas sehari setelah operasi. Dan disarankan untuk
menjaga pasien dengan terapi intravena dan tanpa nutrisi oral untuk mengijinkan
penyembuhan yang adekuat dari flap.
12. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda. Komplikasi
yang dapat langsung terjadi antara lain:
Perdarahan
Impaksi fecal
Hemorrhoid
Komplikasi yang tertunda antara lain:
Inkontinensia
Munculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot sfingter yang
terpotong, khususnya pasa pasien dengan fistula kompleks seperti letak tinggi
dan letak posterior. Drainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat
merusak saraf-saraf kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak.
Apabila pinggiran fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat
menutup, yang mengakibatkan bocornya gas dan feces. Resiko ini juga
meningkat seiring menua pada wanita.
21
Rekurens
Terjadi akibat kegagalam dalam mengidentifikasi bukaan primer atau
mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau ke samping. Epitelisasi dari
bukaan interna dan eksterna lebih dipertimbangkan sebagai penyebab
persiistennya fistula. Resiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada
wanita.
Stenosis anal
Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal
Penyembuhan luka yang lambat
Penyembuhan luka membutuhkan waktu ± 12 minggu, kecuali ada penyakit
lain yang menyertai ((seperti penyakit Crohn).
13. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini dangat baik setelah sumber infeksi dan fistula
teridentifikasi. Fistula akan menetap bila tidak didrainase dengan benar. Dengan
tindakan yang tepat dan mengikuti anjuran, maka prognosis dari fistula ani baik.
Komplikasipun dapat terhindarkan.
Pada pasien yang telah menjalani fistulotomi standar, dilaporkan angka
rekurensinya berkisar antara 0-18% dan angka inkontinensia antara 3-7%. Pasien
yang menjalani penggunaan seton, angka rekurensinya 0-17% dan angka
inkontinensia antara 0-17%. Sedangkan yang menjalani advancement flap, angka
rekurensnya berkisar antara 1-10% dan angka inkontinensia antara 6-8%.
22
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa didapatkan pasien laki-laki 56 tahun datang dengan
keluhan keluar nanah dan darah dari dekat anus sejak ±1 tahun yang lalu. awalnya
seperti bisul yang kemudian pecah. Sebelum pecah pasien mengeluh nyeri, dan
berkurang setelah pecah, dan juga terasa gatal. Sejak sakit pasien kadang-kadang
diare.
Pada pemeriksaan fisik terlihat adanya lubang perforasi pada daerah perianal,
dan dari lubang tersebut keluar nanah dan darah, nyeri (-), demam (-), Saat ini BAB
normal, tidak ada keluhan, pasien menolak dilakukan rectal toucher
Untuk menegakkan diagnose dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
anoskopi dan pemeriksaan methylen blue. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
fisik disapatkan diagnose perianal fistel. Penatalaksanaan yaitu fistelektomi dan
medikamentosa berupa antibiotic dan analgetik.
23
DAFTAR PUSTAKA
Abses dan fistula anorektal. Available at
http://www.scribd.com/doc/12862484/Fistula-. Diunduh tanggal 19 mei 2011.
Abses perianal pages 8 reads 226, buyung palala. Available at
http://www.scribd.com/mobile/documents/search?
query=perianal+fistula&commit=Search. Diunduh tanggal 19 mei 2011.
Perianal abcess pages 14 reads 20 From: nilufer_mohammed. Available at
http://www.scribd.com/mobile/documents/search?
query=perianal+fistula&commit=Search. Diunduh tanggal 19 mei 2011.
Fistel Paraanal Pages: 18 Reads: 29 From: marlene_sutanto. Available at
http://www.scribd.com/mobile/documents/search?
query=perianal+fistula&commit=Search. Diunduh tanggal 19 mei 2011.
Fistula in Ano Pages: 16 Reads: 345 From: fsinanu. Available at
http://www.scribd.com/mobile/documents/search?
query=perianal+fistula&commit=Search. Diunduh tanggal 19 mei 2011.