BAB I
PENDAHULUAN
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1981 setelah muncul kasus-kasus pneumonia
Pneumocystis carinii dan sarcoma Kaposi pada laki-laki muda
homoseks di berbagai wilayah Amerika Serikat. Sebelumnya kasus
tersebut sangat jarang terjadi, apabila terjadi biasanya disertai
penurunan kekebalan imunitas tubuh. Pada tahun 1983 Luc Montagnier
mengidentifikasi virus penyebab AIDS, yang telah diisolasi dari
pasien dengan limfadenopati dan pada waktu itu diberi nama LAV (
Lymphadenopathy virus ). Sedangkan Robet Gallo menemukan virus
penyebab AIDS pada tahun 1984 yang saat itu dinamakan HTLV-III.
(Djoerban Z dkk, 2006)Kasus pertama di Indonesia dilaporkan secara
resmi oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1987, yaitu pada seorang
warga Negara Belanda yang sedang berlibur ke Bali. Sebenarnya
sebelum itu, yaitu pada tahun 1985 telah ditemukan kasus yang
gejalanya sangat sesuai dengan HIV/AIDS dan hasil tes ELISA tiga
kali diulang dinyatakan positif. Tetapi tes Western Blot hasilnya
negative, sehinga tidak dilaporkan. Kasus kedua ditemukan pada
bulan Maret 1986 di RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemofilia.
(Djoerban Z dkk, 2006) Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang
mengancam Indonesia dan banyak Negara di seluruh dunia. Tidak ada
satupun negara di dunia ini yang terbebas dari HIV (Djoerban Z dkk,
2006). Menurut UNAIDS di tahun 2009 jumlah odha mencapai 33,3 juta,
dengan kasus baru sebanyak 2,6 juta,dan per hari lebih dari 7000
orang telah terinfeksi HIV, 97 % dari Negara berpenghasilan rendah
dan menengah. Penderitanya sebagian besar adalah wanita sekitar 51
%, usia produktif 41% ( 15-24 th) dan anak-anak ( WHO, 2010). HIV
dan AIDS menyebabkan krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis
kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisis ekonomi, pendidikan ,
dan juga krisis kemanusiaan. (Djoerban Z dkk, 2006).
Di Indonesia sendiri, jumlah odha terus meningkat. Data terakhir
pada tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah odha di Indonesia telah
mencapai 22.664 orang. (Depkes RI, 2008). Menurut UNAIDS, Indonesia
merupakan Negara dengan pertunbuhan epidemic tercepat di Asia. Pada
tahun 2007 menempati urutan ke-99 di dunia, namun karena pemahaman
dari gejala penyakit dan stigmata social masyarakat, hanya 5-10 %
yang terdiagnosa dan dilakukan pengobatan.(UNAIDS, 2010)
Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV/AIDS diprioritaskan
pada upaya pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan
kasus AIDS yang memerlukan terapi ARV, maka strstegi penanggulangan
HIV/AIDS dilaksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan
upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. Dalam memberikan
kontribusi 3 by 5 initiative global yang direncanakan oleh WHO di
UNAIDS, Indonesis secara nasional telah memulai terapi
antiretroviral (ART) pada tahun 2004. Hal ini dapat menurunkan
risiko infeksi oportunistik (IO) yang apabila berat dapat
menimbulkan kematian pada odha. Pada akhirnya, diharapkan kualitas
hidup odha akan meningkat. . (Djauzi S dkk, 2002).
Pada kasus ini pasien dengan nama Ny.M sebagai penderita HIV
AIDS dengan hasil tes positif di Batam pada tahun 2013. Pasien
mengatakan bahwa suaminya menderita HIV AIDS dengan hasil tes
positif pada tahun 2012. Kemudian dilakukan screening pada kedua
anak pasien dan dinyatakan positif HIV AIDS pada akhir tahun 2013.
Pasien mulai mengalami keluhan yaitu batuk pada tahun 2014 dan
mulai mengalami sariawan pada lidah dan dinding mulut 1 bulan yg
lalu dan tidak kunjung sembuh. Pasien pertama kali menjalani
pengobatan ARV sejak tahun 2013 di batam kemudian berlanjut saat
pasien kembali kekampung halaman nya di Kandangan, Pare pada tahun
2014 sampai dengan sekarang. Saat di PKM kandangan pasien dan ke
dua anaknya menjalani pemeriksaan reagen rapid test dengan hasil
positif 3. Pada tanggal 13 Juni 2015 pasien berobat ke PKM
Kandangan pasien dengan keluhan lemas, batuk dan sariawan yang
tidak kunjung sembuh , nafsu makan yang berkurang serta berat badan
yang terus menurun ,sehingga dari PKM dirujuk untuk MRS di RSUD
Pare kabupaten Kediri untuk mendapatkan penangan lebih lanjut. Dari
hasil pemeriksaan foto thorax didapatkan gambaran TB paru. Pasien
saat ini dirawat diruang isolasi MelatiBAB II
LAPORAN KASUSAnamnesa
: Auto anamnesa,Tgl 15 -17 Juni 2015, Jam 07.00 WIBIdentitas
Pasien
Nama
: Ny. MUmur
: 36 TahunJenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu rumah tanggaStatus
: MenikahSuku
: JawaAgama
: IslamAlamat
: Jl. Malang, kandangan Tanggal MRS
: 13 Juni 2015Keluhan Utama :
Badan semakin lemasKeluhan tambahan :
Batuk sejak lebih dari 3 bulan yang lalu, sariawan di dinding
mulut dan lidah sejak 1 bulan yang laluRiwayat Penyakit
Sekarang:
Pasien datang ke UGD RSUD Pare pada tanggal 13 Juni 2015 rujukan
PKM Kandangan dengan B20 datang dengan keluhan badan lemah sejak (
1 minggu SMRS. Lemas dirasakan pada seluruh badan. Lemas yang
dirasakan dengan atau tanpa aktivitas pun pasien merasakan lemas.
Lemas yang dirasakan semakin hari semakin bertambah sehingga pasien
tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasa.Pasien juga
mengeluhkan batuk-batuk sejak lebih dari 3 bulan yang lalu,
bertambah berat saat malam disertai keringat dingin, dahak sulit
keluar, saat batuk dada terasa sakit. Pasien juga mengeluhkan
sariawan di dinding mulut dan juga lidah sejak ( 1 bulan yang lalu,
lidah pahit, berat badan turun terus, nafsu makan menurun.Tidak
didapatkan keluhan pusing, sesak, mual, muntah, nyeri dada yang
menjalar dan diare.Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat keluhan serupa
sebelumnya (+) ( 23 April 2015 MRS isolasi dengan keluhan yang sama
Riwayat B20 (+) sejak tahun 2013 Riwayat Diabetes Mellitus
disangkal. Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat penyakit ginjal
disangkal. Riwayat penyakit asam urat disangkal. Riwayat penyakit
saluran kencing disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat alergi disangkalRiwayat Penyakit Keluarga Suami pasien B20
(+) sejak tahun 2012, kedua anak perempuan pasien ( usia 8 tahun
dan 10 tahun) B20 (+) sejak tahun 2013 akhir. Kedua anak pasien
kondisi umumnya baik dan telah mendapat terapi ARV sejak tahun 2013
tersebut. Tidak ada riwayat hipertensi pada pasien pasien. Tidak
ada riwayat penyakit ginjal pada keluarga pasien. Riwayat penyakit
jantung pada keluarga disangkal. Riwayat Diabetes Mellitus pada
keluarga disangkal.Anamnesa Psiko Sosial Pendidikan
: Tamat SMP Pekerjaan
: Dulu asisten rumah tangga, sejak menikah menjadi ibu rumah
tangga. Pasien merupakan istri dari seorang berkewarganegaraan
malaysia yang bekerja sebagai kuli di singapura. Sejak tahun 2002
2012 pasien tinggal di Batam, kemudian melahirkan kedua anaknya
disana. Pasien bertemu suaminya hanya beberapa minggu sekali. Saat
mengetahui bahwa suami B20 (+) ditahun 2012, pasien dan kedua
anaknya melakukan screening di Batam, kemudian pasien pulang
kembali ke kampung halamannya di Pare dan kembali lagi ke Batam
untuk mengetahui hasil pemeriksaan tersebut. Pada tahun 2013 dokter
menyatakan pasien dan kedua anaknya B20 (+). Sejak saat itu suami
pasien tidak dapat dihubungi, sudah diberhentikan dari pekerjaannya
di singapura dan diketahui posisinya sekarang di malaysia namun
sudah tidak ada komunikasi sama sekali dengan pasien dan
keluarganya. Kebiasaan
: Merokok (disangkal), Alkohol (disangkal), Narkoba (disangkal),
Penggunaan jarum suntik bebas (disangkal), Tattoo
(disangkal).Anamnesa Umum Kulit: kulit kering dan gatal-gatal
(-)
Hiperpigmentasi (-) Paru: Batuk (+)
Sesak (-)
Hemoptoe (-) Jantung: PND(-)
Orthopneu (-)
Angina pectoris(-) Alat pencernaan: Nyeri epigastrium (-)
Mual (-)
Muntah (-)
Diare (-)
Nafsu makan menurun (+) Hepatobilier: Riwayat sakit kuning
(-)
Riwayat sakit batu empedu (-) Saluran kencing: Disuria (-)
Hematuria (-)
Oliguria (-)
Kencing seperti teh (-) Endokrin: Pembesaran thyroid
(-)PEMERIKSAAN FISIK (15 17 Juni 2015 ) Keadaan Umum: Tampak sakit
sedang, tampak kurus, tampak pucat, tidak tampak kuning, tidak
tampak biru/ sianosis, tidak tampak sesak.
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: 4-5-6
Status Gizi
: kurang
Tinggi badan : (155 cm, Berat badan : ( 40 kg
BMI= 40 kg
( 1,55 m )2
= 16,6 ( Underweight ) Vital Sign
: (17 Juni 2015 )
Tekanan Darah: 110/70 mmHg ( lengan kiri )
Nadi
: frekuensi 78 x/menit Sifat: lemah angkat, regular
Suhu
: 35,8 C suhu axilla
RR
: 24 x/menit
Kulit
: Turgor: NormalIcterus (-), Hiperpigmentasi (-) kulit berwarna
sawo matang, Kulit kering (+), Sianosis (-)
Kepala
Rambut
: berwarna hitam, Tipis (+), allopesia (-) rambut distribusi
merata, dan tidak mudah dicabut.
Kulit muka : Icterus (-)
Mata
: Sclera : Icterus (-)
Conjungtiva : pucat (+)
Reflek pupil : + / +, bulat, isokor, 3mm / 3mm
Lensa : Keruh (-)/(-)
Palpebra cowong (+)/(+)
Telinga: Bentuk
: Normal/ Normal,Liang telinga lapang
Sekret
: (-)/(-)
Perdarahan : (-)/(-)
Pendengaran
: dbn
Hidung: Bentuk : Normal
Nafas cuping hidung : -
Deviasi septum nasi : -
Sekret
: (-)
Perdarahan : (-)
Hiperemis
: -Mulut
: Mukosa bibir kering (+), hiperemis (-), sianosis (-), lidah
kotor (+), Gigi tanggal (+), stomatitis (+), candidiasis (+).
Tenggorokan:Dinding faring hiperemis (+), Tonsil Hiperemis (+).
Leher: Pembesaran KGB
: Tidak ditemukan
Pembesaran Kelenjar Thyroid : Tidak ditemukan
Deviasi trakea
: Tidak ditemukan
Bendungan vena jugularis
: Tidak ditemukan
Thorax: Normochest, Spider nevi (-)
Cor
: Inspeksi : Iktus cordis tidak tampakPalpasi : Iktus cordis
teraba pada ICS V MCLS
Perkusi : Batas jantung atas : ICS 2 Para sternal line kiri
Batas jantung kanan : Sternal line dextra
Batas jantung kiri : MCLS
Auskultasi : S1S2 tunggal, Gallop -/-, Murmur -/-
Pulmo
: Inspeksi: Pergerakan nafas simetris Palpasi : Pergerakan nafas
simetris, Fremitus raba dalam batas normalPerkusi: Sonor pada kedua
lapangan paru atasAuskultasi : Vesikuler pada kedua lapangan paru
atas, wheezing -/-, ronki basah halus +/+ pada kedua lapang paru
tengah dan bawah Abdomen: Inspeksi: Datar, simetris, Collateral
(-)
Auskultasi: Bising usus dalam batas normal
Palpasi
: Soepel,Turgor kulit baik, Nyeri tekan (-),
Hepar tidak teraba,Lien tidak teraba,
Renal teraba, ballotement (+).
Perkusi:Timpani diseluruh lapang abdomen, pekak disebelah
lateral kiri dan kanan abdomen dan dihepar,Shifting dulness (+),
Nyeri ketok ginjal (-) Ekstremitas atas : - Eritema palmaris
(-)
- Kuku : Icterus (-)
- Akral hangat : + / +
- Sianosis (-)
- CRT >2 detik
- Kekuatan motorik:5555/5555
- Reflek fisiologis (+)
- Edema : -/-
- Kulit kering : +/+
- Hiperpigmentasi : -/- Ekstremitas bawah : - Edema : +/ +
- Akral hangat : + / +
- Sianosis (-)
- CRT >2 detik
- Kekuatan motorik:5555/5555
- Reflek fisiologis (+)
- Kulit kering : +/+
- Hiperpigmentasi : -/-
- Gangrene : -/-
- Pulsasi A. dorsalis pedis teraba samakuat.
RESUME Penderita seorang laki-laki datang dengan keluhan: Lemas
Penderita juga mengeluh Sesak nafas,batuk,mual,muntah, nafsu makan
menurun,bengkak pada wajah dan kaki. Riwayat penyakit dahulu :
Diabetes Mellitus disangkal,Hipertensi disangkal Riwayat Penyakit
Keluarga : Ibu penderita menderita Hipertensi. Pemeriksaan fisik :
Kepala : Conjungtiva Palpebra Anemis (+), edema palpebra (+)
dikedua mata pasien, foetor uremi (+) Dyspneu (+) Rambut rontok (-)
Pulmo : Fremitus raba menurun pada lapangan tengah dan bawah kedua
paruSonor pada kedua lapangan paru atas, redup pada kedua lapangan
paru tengah dan bawah.Vesikuler pada kedua lapangan paru atas,
Vesikuler melemah pada kedua lapangan paru tengah dan bawah.
Ronkhi +/+ Abdomen : Shifting dulnes (+), Palpasi renal
teraba,balotemen (+). Ekstremitas : Edema pada wajah dan extremitas
bawahDASAR DIAGNOSA Adanya sindroma uremia : lemah, mual, kulit
gatal-gatal Adanya odema pada palpebra dan tungkai, Acites Adanya
Conjungtiva anemis dan pasien terlihat pucat dengan CRT >2
Didapatkan foetor uremi pada pasien Tekanan darah 170/100 mmHg, RR=
24x/menit Dari pemeriksaan fisik didapatkan rhonki di daerah tengah
dan bawah kedua paru Adanya jumlah urine dalam 24 jam = 600
ml.DIAGNOSA
S.CKD S.Efusi pleura Anemia HipertensiDiferensial Diagnosa GGA
Glomerulonefritis Sirosis Hepatis Gagal jantung kongestif
HepatitisPLANNING DIAGNOSA Darah Lengkap.Untuk mengetahui secara
pasti apakah terjadi penurunan Hb pada pasien yang dicocokan dengan
klinis pasien yang mengarah pada diagnosa anemia. Faal HatiKarena
didapatkan keluhan mual dan muntah pada pasien maka untuk
menyingkirkan diagnosa adanya penurunan fungsi hati maka perlu
dilakukan pemeriksaan fingsi hati untuk lebih memastikan diagnosa.
Evaluasi Hapusan Darah TepiEvaluasi hapusan darah tepi digunakan
untuk mengetahui jenis anemia yang diderita oleh pasien dengan
harapan apabila terjadi ganguan pada ginjal maka ditemukan hapusan
darah tepi normokrom normostik. Urin LengkapUrin lengkap diajukan
agar bisa menunjang kecurigaan asal ari penyakit ginjal yang
terjadi pada pasien apakah ada infeksi saluran kemih atau ada
penumpukan uric acid pada pasien yang dapat dijumpai pada
pemeriksaan urin pasien. Dengan harapan apabila penyebabnya dalah
infeksi saluran kemih akan didapatkan jumlah leukosit dan bakteri
yang meningkat pada urin, serta apabila penyebabnya adalah batu
saluran kemih maka akan ditemukan kristal uric dalam kencingnya.
Gula Darah Pemeriksaan gula darah untuk mengetahui apakah penderita
mengalami Diabetes Mellitus sebelumnya imana diketahui DM merupakan
penyebab paling sering terjadinya PGK. Selain itu dalam pemeriksaan
gula darah juga dapat disarankan pemeriksaan HbA1C untuk mengetahui
apakah gula darah pasien dalam keadaan terkontrol atau tidak selama
3 bulan terakhir. Faal GinjalPemeriksaan faal ginjal dilakukan
dengan harapan utnuk mengetahui apakah fungsi ginjal berjalan
dengan baik. Dengan menilai jumlah dari Kreatinin, Ureum, dan BUN
(Blood Uremic Nitrogen). Dengan diharapkan apabila terjadi
peningkatan dari ketiganya maka pasien sesunguuhnya mengalami
penurunan fungsi ginjal. Pemeriksaan serologi: Hbs AgUntuk
menghilangkan dugaan adanya Hepatitis B pada pasien. EKG Pada
pemeriksaan EKG diharapkan dapat mengetahui penurunan fungsi
jantung. Rontgen thoraxSelain utnuk memastikan apakah terjadi efusi
pleura maupun oedema paru juga dapat menentukan apakah jantung
mengalami pembesaran atau tidak akibat dari komprnsasi terjadinya
penumpukan cairan dalam tubuh. BOFUntuk mengetahui apakah terjadi
batu atau hidronefrosis pada pasien. USGUSG sering digunakan dalam
diagnosis penyakit ginjal. USG adalah jenis tes noninvasif
pencitraan. Secara umum, ginjal menyusut dalam ukuran pada penyakit
ginjal kronis, meskipun mereka mungkin normal atau bahkan dalam
ukuran besar dalam kasus-kasus disebabkan oleh penyakit ginjal
polikistik dewasa, nefropati diabetik, dan amiloidosis. USG juga
dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya obstruksi saluran kemih,
batu ginjal dan juga untuk menilai aliran darah ke ginjal.
Biopsi ginjalBiopsi: Sebuah contoh dari jaringan ginjal (biopsi)
kadang-kadang diperlukan dalam kasus-kasus di mana penyebab dari
penyakit ginjal tidak jelas. Biasanya, biopsi dapat dikumpulkan
dengan anestesi lokal dengan memperkenalkan jarum melalui kulit ke
dalam ginjal.BAB III
PEMBAHASAN
I. DEFINISIAcquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah
kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan karena penurunan
kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh Human Imunodeficiency
Virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap
akhir dari infeksi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006)II. EPIDEMIOLOGI
Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut lebih
dari 25 juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981.
Pada tahun 2009, jumlah odha diperkirakan mencapai 33,3 juta orang,
dengan sebangian besar penderitanya adalah usia produktif , 15,9
juta penderita adalah perempuan dan 2,5 juta adalah anak-anak.
Dengan jumlah kasus baru HIV sebanyak 2.6 juta jiwa. Dari jumlah
kasus baru tersebut, sekitar 370 ribu di antaranya terjadi pada
anak-anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang
meninggal karena AIDS. (WHO,2010 )
Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih jarang ditemukan
di Indonesia. Sebagian ODHA pada periode itu berasal dari kalangan
homoseksual. Kemudian jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat
dan sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam
yang terutama disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik.
(Djoerban Z dkk, 2006)
Dari 33 propinsi seluruh Indonesia yang melaporkan, peringkat
pertama jumlah kumulatif kasus AIDS berasal dari propinsi Jawa
Barat sebesar 2.888 kasus, disusul DKI Jakarta dengan 2.781 kasus,
kemudian diikuti oleh Jawa Timur, Papua, dan Bali dengan
masing-masing jumlah kasus secara berurutan sebesar 2.591 kasus,
2.382 kasus, dan 1.177 kasus AIDS. (Depkes RI,2008)Rate kumulatif
nasional kasus AIDS per 100.000 penduduk hingga akhir Desember 2008
adalah sebesar 7,12 per 100.000 penduduk (dengan jumlah penduduk
Indonesia 227.132.350 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2005).
Proporsi kasus yang dilaporkan meninggal sebesar 20,89%. Lima
infeksi oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah TBC sebanyak
8.986 kasus, diare kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal
4.479 kasus, dermatitis generalisata 1.146 kasus, dan limfadenopati
generalisata sebanyak 603 kasus. (Depkes RI,2008)
III. ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA
berbentuk sferis yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus.
(Gambar 1). Strukturnya tersusun atas beberapa lapisan dimana
lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120 yang melekat
pada glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein ini berafinitas
tinggi terhadap molekul CD4 pada permukaan T-helper lymphosit dan
monosit atau makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam terdiri dari
protein p17. Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini
terdapat dua rantai RNA dan enzim transkriptase reverse (reverse
transcriptase enzyme). ( Merati TP dkk,2006)
Gambar 1: struktur virus HIV-1
Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV
global terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak
terlalu luas penyebarannya. Tipe yang terakhir ini hanya terdapat
di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang berhubungan erat
dengan Afrika Barat. (Merati TP dkk,2006)
IV. CARA PENULARAN
Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni
transmisi melalui mukosa genital (hubungan seksual) transmisi
langsung ke peredaran darah melalui jarum suntik yang
terkontaminasi atau melalui komponen darah yang terkontaminasi, dan
transmisi vertikal dari ibu ke janin. CDC pernah melaporkan adanya
penularan HIV pada petugas kesehatan.
Tabel 1 : Risiko penularan HIV dari cairan tubuh .
Risiko tinggi Risiko masih sulit ditentukan Risiko rendah selama
tidak terkontaminasi darah
Darah, serum
Semen
Sputum
Sekresi vaginaCairan amnion
Cairan serebrospinal
Cairan pleura
Cairan peritoneal
Cairan perikardial
Cairan synovialMukosa seriks
Muntah
Feses
Saliva
Keringat
Air mata
Urin
Sumber : Djauzi S, 2002Sebenarnya risiko penularan HIV melalui
tusukan jarum maupun percikan cairan darah sangat rendah. Risiko
penularan melalui perlukaan kulit (misal akibat tusukan jarum atau
luka karena benda tajam yang tercemar HIV) hanya sekitar 0,3%
sedangkan risiko penularan akibat terpercik cairan tubuh yang
tercemar HIV pada mukosa sebesar 0,09%. (Djauzi S dkk, 2002) V.
PATOFISIOLOGI Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target
utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul
permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah
fungsi imunologis yang penting sehingga bila terjadi kehilangan
fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun yang
progresif. (Djoerban Z dkk, 2006)
Namun beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan
secara in vitro dan invivo adalah megakariosit, epidermal
langerhans, peripheral dendritik, folikular dendritik, mukosa
rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks, mikrogilia, astrosit,
sel trofoblast, limfosit CD8, sel retina dan epitel ginjal. (Merati
TP dkk, 2006)Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan
reseptor utama HIV dengan bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T
atau monosit, atau melalui kompleks molekul adhesi pada sel
dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal sebagai dendritic-cell
specific intercellular adhesion molecule-grabbing nonintegrin
(DC-SIGN). Akhir-akhir ini diketahui bahwa selain molekul CD4 dan
ko-reseptor kemokin, terdapat integrin 47 sebagai reseptor penting
lainnya untuk HIV. Antigen gp120 yang berada pada permukaan HIV
akan berikatan dengan CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5,
dan dengan mediasi antigen gp41 virus, akan terjadi fusi dan
internalisasi HIV. Di dalam sel CD4, sampul HIV akan terbuka dan
RNA yang muncul akan membuat salinan DNA dengan bantuan enzim
transkriptase reversi. Selanjutnya salinan DNA ini akan
berintegrasi dengan DNA pejamu dengan bantuan enzim integrase. DNA
virus yang terintegrasi ini disebut sebagai provirus. Setelah
terjadi integrasi, provirus ini akan melakukan transkripsi dengan
bantuan enzim polimerasi sel host menjadi mRNA untuk selanjutnya
mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur sampai
terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua protein virus.
Genomik RNA dan protein virus ini akan membentuk partikel virus
yang nantinya akan menempel pada bagian luar sel. Melalui proses
budding pada permukaan membran sel, virion akan dikeluarkan dari
sel inang dalam keadaan matang. Sebagian besar replikasi HIV
terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi.
(Djoerban Z dkk, 2006)
Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui
gambar 2.
Gambar 2 : Visualisasi siklus HIV
Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat
defisiensi imun, akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4,
inverse rasio CD4-CD8 dan hipergammaglobulinemia. Respon imun
humoral terhadap virus HIV dibentuk terhada berbagai antigen HIV
seperti antigen inti (p24) dan sampul virus (gp21, gp41). Antibodi
muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi. Secara
umum dapat dideteksi pertama kali sejak 2 minggu hingga 3 bulan
setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela. Antigen
gp120 dan bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang
dapat membentuk antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas
netralisasi antibodi tersebut tidak dapat mematikan virus dan hanya
berlangsung dalam masa yang pendek. Sedangkan respon imun selular
yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T sitolitik yang
sebagian besar adalah sel T CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas sel
T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan terus laju
replikasi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006)
VI. PERJALANAN PENYAKIT HIV AIDS
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel
pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup
ia akan tetap terinfeksi. Sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada
3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10
tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV
menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan
penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai
dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap.
(Djoerban Z dkk, 2006)
Dari semua orang yang terinfeksi HIV, lebih dari separuh akan
menunjukkan gejala infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah
infeksi dan berlangsung selama 2-6 minggu. Gejala yang terjadi
adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam, diare, atau batuk dan gejala-gejala ini akan membaik dengan
atau tanpa pengobatan. (Djoerban Z dkk, 2006)
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa
gejala) yang berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok
kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya
sekitar 2 tahun, dan ada pula perjalanannya lambat (non-progessor).
Sejalan dengan memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan
gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan
menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening,
diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes dan lain-lainnya.Tabel
2. Gejala klinis infeksi primer HIVKelompok Gejala Kekerapan
(%)
Umum Demam 90
Nyeri otot 54
Nyeri sendi -
Rasa lemah -
Mukokutan Ruam kulit
70
Ulkus di mulut 12
Limfadenopati 74
Neurologi Nyeri kepala 32
Nyeri belakang mata -
Fotofobia -
Depresi -
Meningitis 12
Saluran cerna Anoreksia -
Nausea -
Diare 32
Jamur di mulut 12
Sumber : (Djauzi S, 2002)
Tanpa pengobatan ARV, sistem kekebalan tubuh orang yang
terinfeksi HIV akan memburuk bertahap meski selama beberapa tahun
tidak bergejala. Pada akhirnya, odha akan menunjukkan gejala klinik
yang makin berat. Hal ini berarti telah masuk ke tahap AIDS.
Terjadinya gejala-gejala AIDS biasanya didahului oleh akselerasi
penurunan jumlah limfosit CD4. Perubahan ini diikuti oleh gejala
klinis menghilangnya gejala limfadenopati generalisata yang
disebabkan hilangnya kemampuan respon imun seluler untuk melawan
turnover HIV dalam kelenjar limfe Karena manifestasi awal kerusakan
dari system imun tubuh adalah kerusakan mikroarsitektur folikel
kelenjar getah bening dan infeksi HIV meluas ke jaringan limfoid,
yang dapat diketahui dari pemeriksaan hibridasi insitu. Sebagian
replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran
darah tepi. (Djoerban Z dkk, 2006)
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis
tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang
tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai
dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan
dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi,
untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi
limfosit CD4 sekitar 10 miliar sel setiap hari. (Djoerban Z dkk,
2006)
Pejalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika.
Lebih dari 80% pengguna narkotika terinfeksi virus hepatitis C.
Infeksi pada katup jantung juga adalah penyakit yang dijumpai pada
ODHA pengguna narkotika dan biasanya tidak ditemukan pada ODHA yang
tertular dengan cara lain. Lamanya pengguna jarum suntik berbanding
lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Makin lama
seseorang menggunkan narkotika suntikan, makin mudah ia terkena
pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi secara bersamaan ini akan
menimbulkan efek yang buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan
menyebabkan virus HIV membelah dengan lebih cepat sehingga
jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga dapat menyebabkan
reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan
penyakitnya biasanya lebih progresif. (Djoerban Z dkk, 2006)
Secara ringkas, perjalanan alamiah penyakit HIV/AIDS dikaitkan
dengan hubungan antara jumlah RNA virus dalam plasma dan jumlah
limfosit CD4+ ditampilkan dalam gambar 3.
Gambaran perjalanan alamiah infeksi HIV. Dalam periode infeksi
primer, HIV menyebar luas di dalam tubuh; menyebabkan deplesi sel T
CD4 yang terlihat pada pemeriksaan darah tepi. Reaksi imun terjadi
sebagai respon terhadap HIV, ditandai dengan penurunan viremia.
Gambar 3: perjalanan alamiah infeksi HIV
sumber : http://www.aegis.org/factshts/NIAID/1995
Selanjutnya terjadi periode laten dan penurunan jumlah sel T CD4
terus terjadi hingga mencapai di bawah batas kritis yang akan
memungkinkan terjadinya infeksi oportunistik.VII. MANIFESTASI
KLINISGejala infeksi HIV
Pada awalnya sulit dikenali karena seringkali mirip penyakit
ringan sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak
sehat. Kadang-kadang dalam 6 minggu pertama setelah kontak
penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih, sakit
sendi, skait menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di
bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Gejala ini biasanyasembuh
sendiri dan amapi 4-5 tahun mungkin tidak muncul gejala.
Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai
timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak,
sering sariawan di mulut dan pembengkakan di daerah kelenjar getah
bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat
badan secara cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1
bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau terus
menerus.
Tanda-tanda seorang tertular HIVSebenarnya tidak ada tanda-tanda
khusus yang bisa menandai apakah seseorang telah tertular HIV,
karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan waktu yang cukup
panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang disebut
fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa
seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa
HIV positif. Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan
kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam
tes pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV
di dalam darah. Hal ini disebabkan kaena tubuh kita membutuhkan
waktu sekitar 3 - 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya
akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window
period (periode jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut
ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walau pun
belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan
HIV melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi.Secara umum,
tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai
pada tahapan AIDS adalah:
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat
Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :
Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)
Kelainan kulit dan iritasi (gatal)
Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan
Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di
bawah telinga, leher, ketiak dan lipatan paha.
Perbedaan antara HIV dan AIDS, yaitu:
A. HIV adalah
Human Immuno Deficiency Virus, suatu virus yang menyerang sel
darah putih manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan/ daya
tahan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi/penyakit.
B. AIDS adalah
Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu timbulnya sekumpulan
gejala penyakit yang terjadi karena kekebalan tubuh menurun,oleh
karena adanya virus HIV di dalam darah
Infeksi HIV/AIDS berbahaya, karena telah banyak pengidap
HIV/AIDS yang meninggal
Gejala muncul setelah 2 - 10 tahun terinfeksi HIV.
Pada masa tanpa gejala sangat mungkin menularkan kepada orang
lain.
Setiap orang dapat tertular HIV/AIDS.
Belum ada vaksin dan obat penyembuhnya. Perjalanan Penyakit dan
Gejala yang Timbul
Dalam masa sekitar 3 bulan setelah tertular, tubuh belum
membentuk antibodi secara sempurna, sehingga tes darah tidak
memperlihatkan bahwa orang tersebut telah tertular HIV. Masa 3
bulan ini sering disebut dengan masa jendela
Masa tanpa gejala, yaitu waktu (5 - 7 tahun) dimana tes darah
sudah menunjukkan adanya anti bodi HIV dalam darah, artinya positif
HIV, namun pada masa ini tidak timbul gejala yang menunjukkan orang
tersebut menderita AIDS, atau dia tampak sehat.
Masa dengan gejala, ini sering disebut masa sebagai penderita
AIDS. Gejala AIDS sudah timbul dan biasanya penderita dapat
bertahan 6 bulan sampai 2 tahun dan kemudian meninggal.VIII.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis yang lengkap termasuk risiko pajanan HIV , pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium, dan konseling perlu dilakukan pada
setiap odha saat kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan. Hal
ini dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar
mengenai pemeriksaan fisik dan laboratorium, memastikan pasien
memahami tentang infeksi HIV, dan untuk menentukan tata laksana
selanjutnya.
Dari Anamnesis, perlu digali factor resiko HIV AIDS, Berikut ini
mencantumkan, daftar tilik riwayat penyakit pasien dengan
tersangaka ODHA (table 3 dan table 4).
Tabel 3. Faktor resiko
Penjaja seks laki-laki atau perempuan
Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang)
Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL)
dan transgender (waria)
Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks
komersial
Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual
(IMS)
Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk
darah
Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.
Sumber : Depkes RI 2007
Table 4: Daftar tilik riwayat pasien
Sumber :Depkes RI 2007
IX. PEMERIKSAAN FISIKDaftar pemeriksaan fisik pada pasien dengan
kecurigaan infeksi HIV dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 : Daftar pemeriksaan fisik
Sumber :Depkes RI 2007Gambaran klinis yang terjadi. umumnya
akibat adanya infeksi oportunistik atau kanker yang terkait dengan
AIDS seperti sarkoma Kaposi, limfoma malignum dan karsinoma serviks
invasif. Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan
kecurigaan infeksi HIV dapat dilihat pada tabel 6. Di RS Dr. Cipto
Mangkusumo (RSCM) Jakarta, gejala klinis yang sering ditemukan pada
odha umumnya berupa demam lama, batuk, adanya penurunan berat
badan, sariawan, dan diare, seperti pada tabel 5 .
Tabel 6. Gejala AIDS di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo
Gejala Frekuensi
Demam lama 100 %
Batuk 90,3 %
Penurunan berat badan 80,7 %
Sariawan dan nyeri menelan 78,8 %
Diare 69,2 %
Sesak napas 40,4 %
Pembesaran kelenjar getah bening 28,8 %
Penurunan kesadaran 17,3 %
Gangguan penglihatan 15,3 %
Neuropati 3,8 %
Ensefalopati 4,5 %
Sumber : Yunihastuti E dkk, 2005
X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memastikan diagnosis terinfeksi HIV, dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan
antara lain dengan pemeriksaan antibodi terhadap HIV, deteksi virus
atau komponen virus HIV (umumnya DNA atau RNA virus) di dalam tubuh
yakni melalui pemeriksaan PCR untuk menentukan viral load, dan tes
hitung jumlah limfosit Sedangkan untuk kepentingan surveilans,
diagnosis HIV ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau
limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3 (Tabel 7) . ( Depkes RI,
2007)
Tabel 7. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
pada odha Tes antibodi terhadap HIV (AI);
Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);
HIV RNA plasma (viral load) (AI);
Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN
dan kreatinin, urinalisis, tes mantux, serologi hepatitis A, B, dan
C, anti-Toxoplasma gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear pada
perempuan (AIII);
Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien
dengan risiko penyakit kardiovaskular dan sebagai penilaian awal
sebelum inisasi kombinasi terapi (AIII);
Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling
pra-tes dan biasanya dilakukan jika ada riwayat perilaku risiko
(terutama hubungan seks yang tidak aman atau penggunaan narkotika
suntikan). Tes HIV juga dapat ditawarkan pada mereka dengan infeksi
menular seksual, hamil, mengalami tuberkulosis aktif, serta gejala
dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV. Hasil pemeriksaan pada
akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling pasca tes juga
diperlukan. Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan dengan
memenuhi 3C yakni confidential (rahasia), disertai dengan
counselling (konseling), dan hanya dilakukan dengan informed
consent. Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA
yang memiliki sensitivitas tinggi (> 99%) Hasil tes dinyatakan
positif bila tes penyaring dua kali positif ditambah dengan tes
konfirmasi dengan WB positif. Di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia, pemeriksaan WB masih relatif mahal sehingga tidak
mungkin dilakukan secara rutin. WHO menganjurkan strategi
pemeriksaan dengan kombinasi dari pemeriksaan penyaring yang tidak
melibatkan pemeriksaan WB sebagai konfirmasi. Di Indonesia,
kombinasi yang digunakan adalah tiga kali positif pemeriksaan
penyaring dengan menggunakan strategi 3. Bila hasil tes tidak sama
missal hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan yang
ketiga non-reaktif atau apabila hasil tes pertama reaktif, kedua
dan ketiga non-reaktif, maka keadaan ini disebut sebagai
indeterminate dengan catatan orang tersebut memiliki riwayat
pajanan atau berisiko tinggi tertular HIV. Bila orang tersebut
tanpa riwayat pajanan atau tidak memiliki risiko tertular, maka
hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai non-reaktif (Djoerban Z
dkk,2006)
XI. STADIUM KLINIS
WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium
I (asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit
sedang), dan stadium IV (sakit berat atau AIDS), lihat table 8.
Bersama dengan hasil pemeriksaan jumlah sel T CD4, stadium klinis
ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk memulai terapi
profilaksis infeksi oportunistik dan memulai atau mengubah terapi
ARV.
Tabel 8. Stadium klinis HIVStadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata
Persisten
Stadium 2 Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1
bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb