BAB IPENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGKehamilan merupakan episode
dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan
adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian
besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah kodrati yang
harus dilalui tetapi sebagian lagi menggapnya, sebagai peristiwa
yang menetukan kebidupan selanjutnya.
Perubahan fisik dan emosional yang komplek, memerlukan adaptasi
terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang
terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi kebanggan yang
ditumbuhkan dari norma-nomra social kultur dan persoalan dalam
kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi
psikologis mulai dari reaksi emosional emosional ringan hingga ke
tingkat gangguan jiwa yang berat.
Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam mengahadapi
aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau
bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik tetapi sebagian
lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami
gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma
yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blus.
Post-partum blus. Sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada
tahun 1875 telah menulis refrensi di literature kedokteran mengenai
suatu keadaan disforia ringan pasca salin yang disebut sebagai milk
fewer karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan
laktasi. Dewasa ini post-partum blues (PPB) atau serig juga disebut
maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma
gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu petama setelh
persalinan dan ditandai dengan gejala-gejala seperti :reaksi
deprsi/sedih/disforia, menangis , mudah tersinggung (iritabilitas),
cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri ,
gangguan tidur dan gangguan nafsu makan . Gejala-gejala ini muncul
setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu
antara beberapa jam sampai beberapa hari . Namun pada beberapa
kasus gejala-gejala tersebut terus bertahan dan baru menghilang
setelah beberapa hari. Minggu atau bulan kemudian bahkan dapat
berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.
B. TUJUANAgar kita sebagai seorang calon bidan dapat :
1. Mengetahui fase-fase perubahan psikologi pada ibu pasca
partum
2. Mengetahui apa itu post partum blues
3. Mengetahui factor penyebab post partum blues
4. Mengetahui gejala-gejala post partum blues
5. Memberikan asuhan pada ibu yang mengalami post partum
C. MANFAAT
Manfaat kita sebagai seorang calon bidan untuk mempelajari
mengenai post partum blues ini, yaitu : karena kita sebagai seorang
calon bidan yang tentunya akan selalu berhadapan dengan wanita
sepanjang daur kehidupannya pastinya harus bisa memberikan asuhan
pada wanita sepanjang daur kehidupannya. Apalagi masalah post
partum blues adalah masalah yang di hadapi oleh wanita pasca
persalinan dengan kita mempelajari post partum blues tentunya kita
bisa mencegah agar hal tersebut tidak di hadapi oleh ibu pasca
persalinan. Dan bagi ibu yang sudah terkena gejala post partum
blues hendaknya kita sebagai seorang tenaga kesehatan harus
mencegah agar tidak sampai pada tahap selanjutnya yaitu pada yang
lebih parah lagi. Dan juga diharapkan agar kita bisa memberikan
asuhan pada ibu-ibu pasca persalinan agar tidak mengalami post
partum blues dan juga memberikan asuhan pada ibu yang mengalami
post partum blues.
BAB IIPEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM
Masa nifas (puerperium) dimulai sejak kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan saat
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira selama 6 minggu.
Pengawasan dan asuhan post partum masa nifas sangat diperlukan yang
tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik
maupun psikologis, melaksanakan sekrining yang komprehensif,
mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi
pada ibu maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian
immunisasi pada saat bayi sehat, memberikan pelayanan KB. Reaksi
emosional yang biasanya muncul pada perempuan di masa nifas pasca
melahirkan yaitu:
1.maternity blues atau post partum blues atau blues
2.Psikois pasca persalinan
3.Depresi pasca persalinan.
B. FASE-FASE PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA IBU PASCA PARTUMSeorang
ibu yang berada pada periode pascapartum mengalami banyak perubahan
baik perubahan fisik maupun psikologi. Perubahan psikologi
pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam
tiga fase:
taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya
sendiri, banyak bertanya dan bercerita tentang pengalamannya selama
persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.
taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya
yang berlangsung 4 sampai 5 minggu.
fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya
adalah perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya
dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.
C. PENGERTIAN POST PARTUM BLUESPerubahan tersebut merupakan
perubahan psikologi yang normal terjadi pada seorang ibu yang baru
melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi yang
abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga
kategori yaitu postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi
pascapartum nonpsikosis, dan psikosis pascapartum.
Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama
pascapersalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan
memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam
rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Postpartum
blues merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan yang bisa
berdampak pada perkembangan anak karena stres dan sikap ibu yang
tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak
yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurungdan mudah
sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat
kehamilan yang bila tidak segera diatasi bisa berlanjut pada
depresi pascapartum yang biasanya terjadi pada bulan pertama
setelah persalinan. Saat ini postpartum blues yang sering juga
disebut maternity blues atau baby blues diketahui sebagai suatu
sindrom gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu
pertama setelah persalinan.
D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB POST PARTUM BLUESEtiologi atau
penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum
diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap
terjadinya postpartum blues, antara lain:1. Faktor hormonal yang
berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin
dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat
berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen
memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu
suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian
depresi.2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.3. Pengalaman
dalam proses kehamilan dan persalinan.4. Latar belakang psikososial
ibu 5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.Ada
beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :1.
Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.2.
Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.3. Sejarah keluarga
atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.4. Hubungan sex
yang kurang menyenangkan setelah melahirkan5. Tidak ada perhatian
dari suami maupun keluarga6. Tidak mempunyai pengalaman menjadi
orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak mempunyai
saudara kandung untuk dirawat.7. Takut tidak menarik lagi bagi
suaminya8. Kelelahan, kurang tidur
9. Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya
10. Kekecewaan emosional (hamil,salin)
11. Rasa sakit pada masa nifas awal
Cycde (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa depresi postpartum
tidak berbeda secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan
emosional. Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan
bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan emosional.
Nadesul (1992), penyebab nyata terjadinya gangguan pasca
melahirkan adalah adanya ketidakseimbangan hormonal ibu, yang
merupakan efek sampingan kehamilan dan persalinan. Sarafino (Yanita
dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab
munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin
mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang
overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan
ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang memiliki sejarah
masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian
dan variabel sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan,
kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya gejala
depresi.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh LlewellynJones
(1994), karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi
postpartum adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami
depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis,
wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orangorang
terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang
berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya
kurang komunikasi dan informasi, wanita yang mengalami komplikasi
selama kehamilan.
Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi
postpartum sebagai berikut :
a. Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan
status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat
hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan
dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita
primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena
setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi,
kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu
tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya
harus tetap dirawat.
b. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan
memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan
bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan
faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan
dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya
gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang
progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah
melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.
c. Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan dua
dalam satu pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan
anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan
Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam
menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara
ibu dan anak..d. Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001)
mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering
menimbulkan depresi pada ibu ibu, selain kurangnya dukungan dalam
perkawinan.Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001),
menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor
:
1. Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum
sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan
prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas
atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu
lambat.
2. Karakteristik ibu, yang meliputi :
a. Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat
yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia
antara 2030 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang
optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan
yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali
dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi
seorang ibu.
b. Faktor pengalaman. Beberapa penelitian diantaranya adalah
pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001)
mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada
perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala
yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali
baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan suami
istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa
83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi
pertama.
c. Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi
menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan
sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau
melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai
ibu rumah tangga dan orang tua dari anakanak mereka (Kartono,
1992).
d. Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya
persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses
persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada
saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang
muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi
depresi pascasalin.
e. Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada
saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena
kehamilannya sedikit banyak berkurang.
E. INDIVIDU YANG BERESIKOSecara global diperkirakan terdapat 20%
wanita melahirkan menderita post partum blues, di Belanda
diperkirakan sekitar 2-10% ibu melahirkan mengidap gangguan ini.
Beberapa kondisi yang dapat memunculkan depresi post partum
blues;1. Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk
depresi sebelum hamil2. Kejadian-kejadian sebagai stressor yang
terjadi pada ibu hamil, seperti kehilangan suaminya.3. Kondisi bayi
yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca melahirkan yang
tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya.4. Melahirkan di
bawah usia 20 tahun.5. Tidak adanya perencanaan kehamilan atau
kehamilan yang tidak diharapkan6. Ketergantungan pada alkohol atau
narkoba 7. Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga,
suami, dan teman8. Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih
sayang dari suami, atau pacar, atau orang yang bersangkutan dengan
sang ibu.9. Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan
perawatan bayi.10. Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak11.
Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa sebelum kehamilan. F.
PATOFISIOLOGISPara wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post
partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta
baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menekan. Post partum
blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, bikimia atau
kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat
menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan
sehingga mencari bantuan dokter.Beberapa dugaan kemunculan ini
disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan luar individu.
Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan
bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga
meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat
obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi ini.
Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk
punggung, episiotomi dan sebagainya.Perubahan hormon dan perubahan
hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu depresi ini.
Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala
awal kemunculan depresi post partum blues, walau demikian gejala
tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan
dukungan keluarga yang tepat.Faktor biologis yang paling banyak
terlibat adalah factor hormonal. Perubahan kadar hormone pada
wanita memegang peran penting ; perubahan suasana hati biasa
terjadi sesaaat sebelum menstruasi sesaat sebelum menstruasi
(ketegangan pramenstruasi) dan setelah persalinan (depresi post
partum). Perubahan hormone serupa biasa terjadi pada wanita pemakai
pil KB yang mengalami depresi.Kelainan fungsi tiroid yang sering
terjadi pada wanita, juga merupakan factor factor yang berperan
dalam terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi karena atau
bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan
fisik bias menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung,
misalnya ketika penyakit tiroid menyebabkan berubahnya kadar
hormone. Yang bias menyebabkan terjadinya depresi tidak langsung,
misalnya ketika penyakit atritis rematoid menyebabkan nyeri dan
cacat, yang bias menyebabkan depresi.Ada pula kelainan fisik
menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung. Misalnya
AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus penyebabnya
merusak otak; secara tidak langsung menyebabkan depresi jika
menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan penderitanyaSecara
umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah
melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum
yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi
serta emosional. Gangguan mood selama periode postpartum merupakan
salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik
primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin
diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset gejala adalah dalam
4 minggu pascapersalinan. ada 3 tipe gangguan mood pascasalin,
diantaranya adalah maternity blues, postpartum depression dan
postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2001).Depresi postpartum
pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt (Regina dkk,
2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari
ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu
makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan
intim dengan suami). Masih menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat
keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang
paling ringan yaitu saat ibu mengalami kesedihan sementara yang
berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut
dengan the blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang
paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara
2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai
tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi
postpartum.Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa
berkaitan dengan terjadinya akumulasi stres. Ada stres yang tidak
dapat dihindari, seperti operasi. Depresi adalah pengalaman yang
negatif ketika semua persoalan tamapak tidak terpecahkan. Persoalan
juga tidak akan terpecahkan dengan berpikir lebih positif, tetapi
sikap itu akan membuat depresi lebih dapat dikendalikan.Monks dkk
(1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem
psikis sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan
depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan bulan. Sloane dan
Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya
terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung
terus 1 2 minggu.LlewellynJones (1994), menyatakan bahwa wanita
yang didiagnosa secara klinis pada masa postpartum mengalami
depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita yang
menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara sosial dan
emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap
kejadian hidupnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan
yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah
melahirkan dan berlangsung terus menerus sampai 6 bulan bahkan
sampai satu tahun. G. GEJALA-GEJALA POST PARTUM BLUES
Gejala gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan
sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3
atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut
diantaranya, yaitu :
Q sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia,
Q tidak sabar,
Q penakut,
Q tidak mau makan,
Q tidak mau bicara,
Q sakit kepala sering berganti mood,
Q mudah tersinggung ( iritabilitas),
Q merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan,
Q tidak bergairah,
Q tidak percaya diri,
Q khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati,
Q tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat
keputusan,
Q merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru
saja dilahirkan,
Q merasa tidak menyayangi bayinya,
Q insomnia yang berlebihan.
Gejala gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada
umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai
beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau
beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah
merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk
skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai
alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan
kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur
intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin.
Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan,
kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang
terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10
(sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat)
pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu
sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat
itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat
diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa
nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas
86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian
post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa
negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia.
EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila
hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu
kemudian.
I. PENATALAKSANAAN/CARA MENGATASI POST PARTUM BLUES
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak
berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya.
Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan
yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan
yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis
seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi.
Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan
merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis.
Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu
untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau
mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep
mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan,
dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang
psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang
tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan
para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental
pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila
terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli
psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai
dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat
diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk
penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut
serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar
tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi
tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru
sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi,
membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap
fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan
para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan
menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional,
bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang
pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat
tertentu.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan
di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis
secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami,
keluarga dan juga teman dekatnya.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum
blues ada dua cara yaitu :
Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan
baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan
cara :
Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
Dapat memahami dirinya
Dapat mendukung tindakan konstruktif.
Dengan cara peningkatan support mental
Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan
keluarga diantaranya :
Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan
pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak,
menyiapkan susu dll.
Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam
menghadapi kesibukan merawat bayi
Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan
lebih perhatian terhadap istrinya
Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan
lahir
Memperbanyak dukungan dari suami
Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan
Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru
saja melahirkan
Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu
mengganti suasana, dengan bersosialisasi
Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya
Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun
dapat dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara
:
Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
Tidurlah ketika bayi tidur
Berolahraga ringan
Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
Bersikap fleksibel
Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x
Bergabung dengan kelompok ibu
J. CARA MENCEGAH POST PARTUM BLUES
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko
Postpartum Blues yaitu :
Pelajari diri sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues,
sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka
Anda akan segera mendapatkan bantuan secepatnya.
2. Tidur dan makan yang cukup
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang
terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama
periode postpartum dan kehamilan.
3. Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan
peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga
membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam
diri Anda.
4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti
membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan.
Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga
dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang
diderita.
5. Beritahukan perasaan
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang
Anda inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Anda sendiri. Jika
memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera
beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
Dukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama
melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau
orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang
baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu berada di sisi
Anda setiap mengalami kesulitan.
7. Persiapkan diri dengan baik
Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan.
8. Senam Hamil
Kelas senam hamil akan sangat membantu Anda dalam mengetahui
berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya Anda tak akan
terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda tahu apa
yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat
dihindari.
9. Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu Anda melupakan
golakan perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi
Anda yang belum stabil, bisa Anda curahkan dengan memasak atau
membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan
Anda, meski pembantu rumah tangga Anda telah melakukan
segalanya.
10. Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu
Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada
mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Anda, hingga
Anda merasa lebih baik setelahnya.
11. Dukungan kelompok Postpartum Blues
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan
merasakan hal yang sama dengan Anda. Carilah informasi mengenai
adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa Anda ikuti, sehingga
Anda tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.
BAB III
KASUS POST PARTUM BLUES
Ny. M dengan kehamilan pertamanya telah melahirkan seorang anak
yang berjenis kelamin lak-laki di BPS Prita Yeni Surantiah Pesisir
Selatan dengan partus spontan dan normal.
Tetapi setelah 3 hari post partum ibu mengatakan kurang tidur
karena bayinya yang selalu menangis, ibu juga mengatakan bahwa ia
kurang percaya diri dalam merawat bayinya. Selain itu : suami ibu
juga mengatakn ibu sensitive dan mudah tersinggung dan juga kurang
menyayangi bayinya.
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY. M
P1A0H1 HARI PERTAMA DAN KELIMA TANGGAL 13 OKTOBER DAN 18
OKTOBER
2011 POST PARTUM BLUES DI BPS PRITA YENI SURANTIAH PESISIR
SELATAN
Tanggal : 12 oktober 2011 NO. RM : 03089
Pukul : 13.00 WIB
I. PENGUMPULAN DATA
A. IDENTITAS / BIODATA
Nama Ibu : Ny. M
Umur : 23 th
Suku / bangsa : Minang / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat Rumah : Jln. Pondok Kopi No. 3 RT.02/RW.05 Kec.
SITEBA
Nama Suami : Tn. C
Umur : 25 th
Suku / bangsa : Minang / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : DIII Teknik
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat Rumah : Jln. Pondok Kopi No. 3 RT.02/RW.05 Kec.
SITEBA
Nama keluarga yang bias dihubungi : Ny B
Hubungan : Tetangga
Alamat : Jln. Pondok Kopi No. 5 RT.02/RW.05 Kec. SITEBA
No. Telp : 085263889123
B. ANAMNESA
1. Keluhan utama : - ibu tidak mau merawat bayinya
- Ibu mengatakan kurang tidur
2. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu :
No
Tgl
Usia Kehamilan
Jenis Persalinan
Tem
pat Bersalin
Penolong
Komplikasi
Bayi
Nifas
Ibu
Bayi
J.K
BB/PB
Keadaan
Involu
si
Lochea
ASI
3. Riwayat persalinan sekarang
a. Waktu Persalinan : 13.00 WIB
b. Tempat melahirkan : BPS
c. Ditolong oleh : Bidan + Mahasiswa
d. Jenis Persalinan : Spontan
e. Lama persalinan
- Kala I : 5 jam
- Kala II : 15 menit
- Kala III : 15 menit
- Kala IV : 2 jam
f. Ketuban
- Warna : berwarna jernih
- Jumlah : 250 cc
- Bau : amis tetapi tidak busuk
g. Bayi
- Jenis Kelamin : laki-laki
- A/S : 9/10
- BB : 3500 gram
- PB : 48 cm
- Molase : adanya bercak mongol di bokong pasien
- Kelainan : tidak ada
h. Plasenta
- Ukuran : 50 cm
- Kelainan : tidak ada
i. Perdarahan selama persalinan :
- Kala I : 25 cc
- Kala II : 75 cc
- Kala III : 75 cc
- Kala IV : 100 cc
j. Komplikasi persalinan : tidak ada
4. Riwayat Kontrasepsi
a. Jenis Kontrasepsi : tidak ada
b. Lama Pemakaian : tidak ada
c. Ketuban : tidak ada
5. Riwayat Kesehatan
a. Jantung : tidak ada
b. Ginjal : tidak ada
c. DM : tidak ada
d. Hipertensi : tidak ada
e. Hepatitis : tidak ada
f. Dll : tidak ada
6. Status Perkawinan
a. Usia nikah pertama kali : 22 thn
b. Status perkawinan : sah
c. Lama pernikahan : 9 bln
d. Pernikahan ke : 1
7. Pola Nutrisi
a. Makan : ada
Menu dan porsi : 1 piring nasi ukran sedang, 1 ptng ikan sbsar
kotak korek api, 1 manggkuk sayur bayam ukrn sedang
Frekuensi : 3 x sehari
Keluhan : tidak ada
b. Minum : ada
Frekuensi : 6-7 gelas sehari
Jumah : 6 gelas ukrn rmh tangga
Keluhan : tidak ada
8. Pola Eliminasi
a. BAK : ada
Frekuensi : 6-8 kali / hari
Warna : kuning jernih
Keluhan : tidak ada
b. BAB : ada
Frekuensi : 1-2 kali/hari
Konsistensi : lembek
Warna : kuning kecoklatan
Keluhan : tidak ada
9. Pola Istirahat dan Tidur
a. Istirahat siang : tidak ada
b. Istirahat malam : 5-6 jam
c. Keluhan : susah tidur
10. Personal Hygiene
a. Mandi : 2 x sehari
b. Gosok gigi : 2 x sehari
c. Keramas : 2-3 x seminggu
d. Ganti pembalut : 2-3 x sehari
e. Ganti pakaian : 2-3 x sehari
f. Perawatan Payudara : tidak ada
11. Olah Raga
a. Senam nifas : tidak ada
b. Frekuensi : tidak ada
12. Pola Hidup Sehat
a. Merokok : tidak ada
b. Alcohol : tidak ada
c. Jamu-jamu : tidak ada
13. Keadaan Psikologis : kurang baik
14. Keadaan Sosial
a. Hubungan ibu dengan suami : baik
b. Hubungan ibu dengan keluarga : baik
c. Hubungan ibu dengan tetangga : baik
15. Keadaan Spiritual : shalat 5 x sehari
C. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : kurang baik
b. Keadaan emosional : kurang baik
c. Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/i
Pernafasan : 23 x/i
Suhu : 37C
2. Pemeriksaan khusus
a. Wajah : tidak ada oedema
b. Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe
c. Payudara
Pengeluaran : ASI kurang lancar
Bentuk : simetris kiri dan kanan
Putting susu : menonjol
d. Abdomen
Bentuk : tidak ada bekas operasi, ada striae lipid gravidarum,
ada linea nigra
TFU : pusat-sympisis
Kontraksi : baik
Kandung kemih : kosong
e. Genitalia
Perineum : tidak ada bekas laserasi
Lochea
- Warna : kecoklatan
- Jumlah : 10 cc
- Bau : amis tidak busuk
f. Ekstremitas
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Darah
- Hb : tidak dilakukan
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Baby blues atau postpartum blues adalah keadaan di mana seorang
ibu mengalami perasaan tidak nyaman setelah persalinan, yang
berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan
dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan,
terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron,
dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi
fisik, mental dan emosional Ibu.
Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain
adalah faktor hormonal, faktor demografik yaitu umur dan paritas,
pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan, takut kehilangan
bayi, bayi sakit ( kuning, dll ), takut untuk memulai hubungan
suami istri (ML), anak akan terganggu, dan latar belakang
psikososial wanita yang bersangkutan.
Penanganan gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak
berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya.
Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan
fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan
kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari
situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan
dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat
pertolongan yang praktis.
Inti dari Asuhan yang diberikan mencakup perilaku, emosional,
intelektual, sosial dan psikologis klien secara bersamaan dengan
melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman
dekatnya.
SARAN
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan pembaca bisa memahami
konsep dasar postpartum blues dan bagaimana penerapan asuhan yang
tepat diberikan kepada pasien yang menderita masalah tersebut.
Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan
mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga
tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya,
akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan
dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang
mengalaminya. Setelah diketahui bagaimana asuhan yang benar maka
diharapkan postpartum blues ini berkurang atau dapat ditangani
dengan benar. Selain itu, diharapkan pembaca dapat membagi
informasi ini kepada masyarakat dan dapat mempraktekkan ilmunya
saat di lapangan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra
Cendikia. (hlm: 87-96).
Irhami. 2010. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas.
zikra-myblog.blogspot.com/2010/06/zikra-proses-adaptasi-psikologis-ibu.html
Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika (hlm: 63-69).
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.
(hlm: 85-100).
The_wie. 2009. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa
Nifas.
Suparlan, YB, Rachmanto, W, dan Pardiman, S. 1990. Kamus Istilah
Kependudukan dan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Kanisius.
the2w.blogspot.com/2009/10/proses-adaptasi-psikologis-ibu-dalam.html
Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
Wiknjosastro, H, Saifudin, BR, dan Rachimhadhi, T. 1999. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Wilkinson, G. 1992. Buku Pintar Kesehatan : Depresi. Jakarta :
Arcan.
www.bluerider.com/wordseach/primipara. Primipara.
www.ivillage.co.uk/pregnancyandbaby/tools.pregnancy_gloss. Look
Up Any Word In Our Glossary.
www.Jawaban.com. Urutan Kelahiran.
Yanita, A, dan Zamralita. 2001. Persepsi Perempuan Primipara
Tentang Dukungan Suami Dalam Usaha Menanggulangi Gejala Depresi
pascasalin. Phronesis. Vol.3. No : 5. 34 50.