Top Banner
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh : Nama : Tabita Oktaviani NIM : 11.70.0070 Kelompok : B1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
26

LapRes NDC Tabita.docx

Dec 28, 2015

Download

Documents

James Gomez
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LapRes NDC Tabita.docx

FERMENTASI SUBSTRAT CAIR

FERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :

Nama : Tabita Oktaviani

NIM : 11.70.0070

Kelompok : B1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2014

Page 2: LapRes NDC Tabita.docx

1. HASIL PENGAMATAN

1.1. Pengamatan Ketebalan Lapisan Nata de coco

Hasil pengamatan untuk ketebalan lapisan Nata de coco yang terbentuk dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco

KelTinggi Media

Awal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata0 7 14 0 7 14

B1 0,5 0 0,8 0,5 0 160 100B2 1 0 0,9 0,5 0 90 50B3 1,2 0 1,3 1,6 0 108,33 133,33B4 0,5 0 0,8 0,5 0 160 100B5 0,8 0 1 0,7 0 125 87,5

Berdasarkan hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa data antar kelompok

berbeda-beda. Tinggi ketebalan nata untuk semua kelompok pada hari ke-0 belum

terbentuk nata, sehingga % lapisannya pun 0%. Kemudian tinggi ketebalan nata dan %

lapisan nata yang diperoleh kelompok B1, B2, B4, dan B5 dari hari ke-7 sampai hari ke-

14 mengalami penurunan. Sedangkan kelompok B3, % lapisan nata dari hari ke-7

sampai hari ke-14 mengalami peningkatan.

1.2. Uji Sensori

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de coco dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de coco

Kelompok Aroma Warna Tekstur Rasa B1 ++++ +++ +++ ++B2 ++++ ++++ +++ +B3 ++++ ++++ ++ ++++B4 ++++ ++++ ++ +++B5 ++++ ++++ ++ ++++

Keterangan : Aroma Warna Tekstur Rasa++++ : tidak asam putih sangat kenyal sangat manis +++ : agak asam putih bening kenyal manis ++ : asam putih agak bening agak kenyal agak manis + : sangat asam kuning tidak kenyal tidak manis

Page 3: LapRes NDC Tabita.docx

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pengamatan nata de coco pada

kelompok B1 memiliki aroma yang tidak asam, warnanya putih, bertekstur kenyal, dan

rasanya agak manis. Nata de coco kelompok B2 memiliki aroma yang tidak asam,

berwarna putih, teksturnya kenyal, dan tidak manis. Kelompok B3 dan B5 memperoleh

hasil Nata de coco dengan sensoris yang sama, yaitu memiliki aroma yang tidak asam,

warnanya putih, agak kenyal, dan rasanya sangat manis. Sedangkan untuk kelompok B4

Nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma yang tidak asam, berwarna putih,

teksturnya juga agak kenyal, dan manis rasanya.

Page 4: LapRes NDC Tabita.docx

2. PEMBAHASAN

Nata merupakan selulosa bakteri yang dihasilkan dari proses sintesis gula oleh

Acetobacter xylinum. Nata memiliki kandungan air yang sangat tinggi yaitu sekitar

98%, warnanya putih transparan, berbentuk padat, dan teksturnya kenyal (Yoshinaga et

al., 1997). Ciri-ciri bakteri golongan Acetobacter antara lain, bentuk sel bulat panjang

atau batang, tidak memiliki endospora, selnya bersifat gram negatif, bernafas secara

aerob, mampu mengoksidasi alkohol (etanol) menjudi senyawa asam asetat (Pelczar dan

Chan, 1988). Acetobacter xylinum adalah bakteri asam asetat yang tergolong bakteri

gram negatif, aerob, berbentuk batang, dan nonmotil. Suhu optimum pertumbuhan

bakteri ini adalah 250C-300C dan pada pH 4,5 mampu mengoksidasi alkohol (etanol)

menjadi asam asetat (Madigan et al., 1997).

Produk nata dapat dihasilkan atau dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku air

kelapa, limbah cair tahu, limbah industri nanas, air singkong, air cucian beras, atau sari

buah jambu (Suryani, 2005). Nata yang menggunakan bahan baku air kelapa sebagai

media disebut nata de coco (Saragih, 2004). Media nata de coco terdiri dari beberapa

unsure, antara lain gula pasir sebagai sumber karbon, air kelapa sebagai sumber vitamin

dan unsur mikro, serta asam asetat glasial sebagai penyesuai pH asam. Nata de coco

cocok untuk makanan diet dan baik untuk sistem pencernaan karena selain memiliki

kandungan serat yang tinggi, produk ini juga kandungan kalorinya rendah (Palungkun,

1992). Air kelapa mengandung air sekitar 91,23 %, protein 0,29 %, lemak 0,15 %,

karbohidrat 7,27 %, dan abu 1,06 %. Selain itu air kelapa juga mengandung sukrosa,

dekstrosa, fruktosa, dan vitamin B kompleks. Kandungan dalam air kelapa tersebut

sangat baik digunakan sebagai media bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum untuk

dapat tumbuh dan berkembang dalam air kelapa dan juga membentuk nata. Dalam

pembuatan nata konsentrasi optimum gula yang digunakan untuk 100 ml substrat adalah

10 gram (Awang, 1991).

Menurut Pambayun (2002), bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan nata

meliputi :

Sari buah

Page 5: LapRes NDC Tabita.docx

Sumber Karbon

Sumber karbon yang dapat digunakan misalnya monosakarida dan disakarida.

Sukrosa tergolong dalam monosakarida yang paling banyak digunakan karena

murah dan mudah ditemui. Contoh senyawa sukrosa yaitu gula pasir.

Sumber Nitrogen

Sumber nitrogen digunakan untuk mendukung aktivitas dan pertumbuhan bakteri

pembentuk nata. Sumber nitrogen yang sering digunakan yaitu ammonium fosfat

(ZA), urea, dan ammonium sulfat. Ammoniun fosfat (ZA) lebih efektif digunakan

dibandingkan dengan urea karena ZA dapat menghambat pertumbuhan pesaing

bakteri Acetobacter xylinum, yaitu bakteri Acetobacter acesi.

Tingkat Keasaman (pH)

Tingkat keasaman mempengaruhi percepatan pertumbuhan Acetobacter xylinum.

Bakteri tersebut sangat cocok tumbuh dalam kondisi asam sekitar pH 4,3. Biasanya

untuk meningkatkan keasaman atau menurunkan pH maka ditambahkan asam

seperti asam cuka atau asam asetat.

Temperatur (suhu)

Temperatur juga mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Pada inkubasi

suhu ruang sekitar 28oC Acetobacter xylinum dapat tumbuh. Pada suhu diatas atau

dibawah suhu tersebut maka pertumbuhan bakteri akan terhambat dan pada suhu

40oC akan menyebabkan bakteri tersebut mati.

Oksigen

Acetobacter xylinum yang merupakan bakteri aerobik oleh karena itu bakteri ini

membutuhkan O2. Namun oksigen tidak boleh bersentuhan langsung dengan

permukaan nata ataupun terlalu kencang sehingga penutup yang digunakan harus

mempunyai ventilasi yang baik.

Menurut Effendi (2009), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan nata :

1. Temperatur ruang inkubasi

Temperatur ruang inkubasi harus sesuai dengan pertumbuhan bakteri Acetobacter

xylinum agar dapat tumbuh secara optimal. Umumnya, suhu fermentasi pembuatan

nata adalah 280C (suhu ruang). Apabila suhu fermentasi terlalu rendah, maka nata

Page 6: LapRes NDC Tabita.docx

yang dihasilkan kurang sempurna. Temperatur yang terlalu tinggi juga akan

mengganggu pertumbuhan bakteri sehingga prose produksi nata terhambat.

2. Kualitas starter

Starter yang memiliki kualitas baik maka akan menghasilkan produk nata yang

berkualitas baik pula. Starter yang berkualitas adalah starter yang tidak

terkontaminasi, berada pada lapisan atas di permukaan media, dan nata yang

dihasilkan tidak terlalu tebal.

3. Kebersihan peralatan yang digunakan

Sebelum digunakan, semua alat yang akan digunakan harus dibersihkan dan

disterilkan terlebih dahulu agar pertumbuhan bakteri tidak terhambat.

4. Jenis dan konsentrasi media

Media fermentasi harus banyak mengandung gula (glukosa) yang nantinya akan

diubah Acetobacter xylinum menjadi selulosa.

5. Waktu fermentasi

Fermentasi pembuatan nata membutuhkan waktu 2 – 4 minggu.

6. Tingkat keasaman (pH)

pH optimum untuk fermentasi nata adalah 3 - 5.

7. Tempat fermentasi

Tempat untuk proses fermentasi harus ditempat yang tidak terkontaminasi, tidak

terkena sinar matahari, dan jangan kontak langsung dengan tanah.

2.1. Cara Kerja dan Fungsi Larutan yang Digunakan

Langkah pertama pembuatan nata de coco dalam praktikum ini

yaitu pertama-tama air kelapa yang sudah disiapkan sebanyak 1L

disaring terlebih dahulu menggunakan kain saring. Penyaringan ini

bertujuan untuk memisahkan kotoran dari air kelapa atau ampas-

ampas kelapa yang masih terikut. Setelah disaring, kemudian

direbus sampai mendidih dan jika sudah mendidih api dimatikan

lalu ditambah gula pasir sebanyak 10% dan diaduk sampai larut.

Proses perebusan berfungsi agar mengurangi kontaminan khususnya kontaminan yang

disebabkan oleh mikroorganisme sehingga tidak mengganggu pembentukan nata de

coco nantinya.

Penyaringan

Page 7: LapRes NDC Tabita.docx

Gula pasir ditambahkan sebagai sumber karbon selama proses

fermentasi berlangsung karena gula pasir mengandung sukrosa.

Setelah itu ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5%.

Tujuan penambahan amonium sulfat adalah untuk sumber

nitrogen yang dapat mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri

Acetobacter xylinum. Kemudian didiamkan sebentar sampai

suhunya turun lalu diukur pH-nya. Apabila hasil pengukuran

pH dengan pH meter tidak mencapai 4-5 maka perlu

ditambahkan asam cuka glasial supaya pH-nya mencapai 4-5,

dan untuk memastikan diukur pH-nya lagi. Asam cuka

glasial atau asam asetat glasial berfungsi untuk menciptakan

kondisi lingkungan yang asam untuk Acetobacter xylinum.

Bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada

kondisi asam yaitu pada pH 4,3 (Pambayun, 2002).

Setelah pH sudah sesuai, kemudian diambil 100 ml dan dimasukkan ke dalam wadah

bening lalu ditutup rapat. Masukkan starter atau biang nata sebanyak 10% ke dalam

wadah tersebut secara aseptis lalu digojog perlahan supaya seluruh starter tercampur

rata dan homogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Pato & Dwiloka (1994), bahwa

bahwa jumlah starter yang ditambahkan untuk pembuatan nata berkisar antara 4% -

10%. Penambahan jumlah starter yang terlalu sedikit ataupun terlalu banyak akan dapat

menyebabkan karakteristik nata yang dihasilkan tidak sempurna atau bahkan tidak

membentuk lapisan nata sama sekali. Kemudian air kelapa

dalam wadah yang sudah ditambah starter bakteri ditutup

dengan kertas coklat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2

minggu. Proses inkubasi dilakukan pada suhu ruang karena

bakteri A. xylinum adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu

ruang. apabila diinkubasi pada suhu diatas atau dibawah suhu ruang maka pertumbuhan

bakteri A. xylinum akan terhambat dan lama-kelamaan akan mati.

Selama inkubasi, diusahakan wadah plastik jangan terguncang atau goyang supaya

lapisan nata yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Menurut Budiyanto (2004), selama

Inkubasi

Pengukuran pH

Selesai Perebusan

Page 8: LapRes NDC Tabita.docx

proses pembentukan nata harus dihindari goncangan atau gerakan karena goncangan

tersebut akan menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk dan dapat

menyebabkan lapisan nata yang baru akan terpisah dari lapisan nata yang pertama.

Apabila hal ini terjadi maka ketebalan produksi nata tidak standar atau tidak sesuai. Hal

ini juga didukung oleh pernyataan Czaja (2004) bahwa selulosa tidak akan membentuk

lapisan dipermukaan dan menghasilkan serat karena kristalin yang terbentuk kecil

akibat terpencar oleh adanya gerakan atau goncangan.

Pengamatan terhadap nata de coco yang dihasilkan dalam praktikum ini yaitu

pengukuran tinggi pembentukan atau ketebalan lapisan nata de coco di permukaan,

dimana pengamatan dilakukan pada hari ke-7 dan hari ke-14. Setelah 2 minggu, lapisan

atau nata de coco yang sudah jadi lalu

dicuci dengan menggunakan air mengalir

secara berulang kali dan direndam dalam air

selama 3 hari. Tujuan dari proses pencucian

berulang-ulang adalah untuk menghilangkan

asam. Lapisan nata yang terbentuk diukur kembali. Nata

dipotong-potong hingga berbentuk kotak atau dadu kecil lalu

dimasukkan kedalam panci berisi air gula dan dimasak sambil

diaduk hingga mendidih. Penambahan gula pasir bertujuan

untuk memberikan cita rasa manis pada nata. Setelah nata de

coco masak, dilakukan uji sensori dari segi aroma, warna,

tekstur, dan rasa.

2.2. Perbandingan Tinggi Nata

Hasil pengamatan pada Tabel 1. menunjukkan bahwa walaupun semua kelompok dari

B1-B5 menggunakan jumlah starter atau biang nata yang sama yaitu sebanyak 10%

namun hasil % lapisan nata yang diperoleh berbeda-beda. Sebenarnya untuk tinggi awal

Pemasakan

PemotonganPencucian

Nata de coco yang sudah jadi

B1 B2 B3 B4 B5

Page 9: LapRes NDC Tabita.docx

media dan tinggi ketebalan nata antar kelompok tidak dapat dibandingkan karena

wadah yang digunakan masing-masing kelompok juga berbeda ukuran satu sama lain.

Tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata yang diperoleh kelompok B1, B2, B4, dan B5

dari hari ke-7 sampai hari ke-14 mengalami penurunan. Sedangkan kelompok B3, %

lapisan nata dari hari ke-7 sampai hari ke-14 mengalami peningkatan. Penurunan %

lapisan nata dan ketidaksesuaian serta perbedaan hasil mungkin disebabkan karena

terjadinya goncangan yang berlebihan terhadap nata pada proses inkubasi selama 2

minggu. Rahayu et al., (1993) mengatakan bahwa jika selama proses fermentasi terjadi

gangguan berupa goncangan maka nata yang terbentuk di permukaan cairan akan turun

ke bawah sehingga menyebabkan pengukuran % lapisan nata mengalami penurunan.

Selain itu tingkat keaseptisan yang berbeda juga dapat mempengaruhi hasil nata de coco

yang diperoleh. Semakin aseptis atau higienis proses yang dilakukan praktikan maka

aktivitas dari bakteri Acetobacter xylinum menjadi lebih optimal sehingga nata de coco

yang dihasilkan juga baik. Adanya mikroorganisme perusak atau bakteri selain A.

Xylinum dapat mengakibatkan konsentrasi glukosa menjadi berkurang sehingga nata de

coco yang dihasilkan menjadi kurang maksimal atau bahkan mengalami kegagalan

(Tranggono & Sutardi, 1990). Selama proses inkubasi, keberadaan isolat inokulum

harus stabil karena fluktuasi populasi inokulum dapat berpengaruh terhadap banyaknya

serat selulosa yang dihasilkan dan pasti akan mempengaruhi ketebalan nata yang

dihasilkan.

2.3. Uji Sensori Nata de coco

Berdasarkan data dari tabel hasil pengamatan untuk uji sensori nata dilakukan

pengujian terhadap aroma, warna dan rasa dari nata de coco. Dari hasil pengamatan

pada Tabel 2., dapat diketahui bahwa semua nata de coco yang dihasilkan semua

kelompok memiliki aroma yang tidak asam. Aroma asam nata de coco hilang

dikarenakan proses pencucian yang dilakukan berulang-ulang dan berhari-hari. Semua

kelompok nata de coco-nya berwarna putih kecuali kelompok B1 berwarna putih

bening. Hasil pengamatan yang sesuai adalah kelompok B1 karena Awang (1991)

menyatakan bahwa hasil fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum akan

menghasilkan nata de coco yang berbentuk padat, kokoh, kuat, putih transparan, kenyal,

dan rasa mirip dengan kolang-kaling. Warna nata dipengaruhi oleh adanya penambahan

Page 10: LapRes NDC Tabita.docx

gula yang larut dalam cairan air kelapa dan adanya starter atau biakan Acetobacter

xylinum (Astawan & Astawan., 1991). Kemudian dari segi tekstur, nata de coco

kelompok B1 dan B2 kenyal, sedangkan kelompok B3-B5 teksturnya agak kenyal.

Herman (1979) mengemukakan pendapat bahwa semakin tebal nata yang terbentuk

maka semakin kenyal nata tersebut karena kandungan selulosanya lebih tinggi.

Kekenyalan pada nata dipengaruhi oleh sedikit banyaknya serat atau selulosa yang

terkandung didalam nata. Rasa nata de coco yang dihasilkan antar kelompok berbeda-

beda, ada yang sangat manis sampai yang tidak manis. Perbedaan rasa ini disebabkan

karena konsentrasi atau jumlah gula yang ditambahkan pada proses pemasakan berbeda-

beda tiap kelompoknya.

2.4. Jurnal

Dalam jurnal “Optimalisasi Pemberian Ammonium Sulfat terhadap Produksi Nata de

Banana Skin” mengatakan bahwa faktor penting yang perlu diperhatikan pada

pembuatan nata adalah sumber nitrogen. Sumber nitrogen yang diberikan bertujuan

untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Penggunaan

ammonium sulfat akan memberi kontribusi pada nata de coco yang dihasilkan berupa

tekstur yang lembut dan cukup efektif juga jika digunakan dalam pembuatan nata de

banana. Tujuan penelitian jurnal ini yaitu menentukan konsentrasi ammonium sulfat

yang paling optimum dapat digunakan untuk pembuatan Nata de Banana Skin. Dan

berdasarkan hasil pengamatan, disimpulkan bahwa pemberian konsentrasi ammonium

sulfat sampai 1,2% memberi efek yang sama terhadap ketebalan, berat, kadar air, dan

rendemen nata. Pemberian ammonium sulfat pada konsentrasi 0,4% telah mencukup

dalam pembuatan Nata de Banana Skin (Evy Rossi et al., 2008).

Nira lontar dijadikan sebagai bahan baku untuk pembuatan nata, penelitian ini ada pada

jurnal “Fermentasi Nira Lontar untuk Produk Nata”. Berdasarkan hasil penelitian

sebelumnya, pembuatan nata dengan menggunakan nira aren telah diketahui bahwa

dengan adanya penambahan 2,5 gr ZA dapat menghasilkan rendemen nata rata-rata

94,22 % untuk setiap liter nira aren (Lempang dan Kadir, 2002). Nira lontar hampir

sama seperti nira aren, jadi dapat diperkirakan jika nira lontar sangat mungkin dapat

difermentasi untuk menghasilkan nata. Dan dari hasil penelitian di jurnal ini diketahui

Page 11: LapRes NDC Tabita.docx

bahwa penggunaan bahan baku nira lontar dengan penambahan ZA 2,5 gr dan asam

asetat 2 ml/liter nira memproduksi lembaran nata yang tipis dengan rendemen nata rata-

rata 34,31%. Jika dibandingkan dengan nira aren, rendemen nata dari nira lontar

tersebut lebih rendah. Rendahnya rendemen nata lontar ini mungkin disebabkan karena

media nira lontar yang sangat rentan terhadap serangan jamur. Hasil analisis keragaman

rendemen nata juga menunjukkan bahwa umur starter dan perbandingan volume starter

dengan nira lontar masing-masing secara terpisah berpengaruh nyata terhadap rendemen

nata lontar, namun interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata

terhadap rendemen nata nira lontar.

A. Jagannath et al., (2008) melakukan penelitian dan menulis sebuah jurnal berjudul

“The Effect of pH, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on the Production

of Bacterial Cellulose (Nata de coco) by Acetobacter xylinum. Disitu tertulis bahwa

media dalam pembuatan nata adalah air kelapa karena merupakan media yang sangat

baik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Sumber karbon yang digunakan dalam

penelitian tersebut adalah sukrosa. Bahan-bahan lain yang digunakan juga sama seperti

dalam praktikum ini yaitu ammonium sulfat dan asam cuka glasial hingga pH air kelapa

mencapai pH antara 4-5.

Jurnal “Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco

Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3 (Saputra & Darmansyah, 2010)” juga mendukung

jurnal diatas bahwa, nata de coco adalah produk hasil fermentasi air kelapa dengan

menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Serat yang terkandung dalam nata de coco

adalah selulosa. Selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum memiliki

sifat kemurnian tinggi tanpa lignin, pektin, dan hemiselulosa, yang biasanya terdapat di

dalam selulosa tanaman. Hal inilah yang membuat serat nata de coco memiliki potensi

untuk lebih dikembangkan dan tidak hanya sekedar digunakan sebagai bahan makanan

atau minuman olahan, tetapi juga dapat digunakan untuk industri penting lainnya seperti

pembuatan diafragma transduser untuk alat atau instrument speaker dan headphone.

Berdasarkan jurnal “A Comparison Between the Performance of S. Cerevisiae Cells

Immobilized in Nata de coco Biocellulose and Calcium Alginate During Continuous

Page 12: LapRes NDC Tabita.docx

Bioethanol Production” yang ditulis oleh C.M. Montealegre et al., tahun 2012, selulosa

adalah salah satu bahan yang sangat melimpah di Bumi. Pada umumnya, selulosa

tanaman terikat dengan lignin, selulosa murni dari tanaman yang sulit didapatkan. Nata

de coco yang berasal dari air kelapa merupakan salah satu bentuk selulosa yang

diproduksi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco dapat dijadikan sebagai

media imobilisasi untuk produksi bioetanol secara terus menerus karena memiliki

kekuatan struktural dan efektivitas biaya.

Berdasarkan jurnal “Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in

Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de coco” (Santosa et al., 2012), nata

de coco mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai minuman instant kaya akan serat

dengan penambahan dekstrin dan CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) yang dapat

memberikan pengaruh nyata atau efek signifikan terhadap sifat kelarutan, serat kasar,

kadar air, warna, rasa, dan juga penampilan atau penampakan dari nata de coco instant.

Dalam penelitian ini, penambahan konsentrasi dekstrin dan CMC pada minuman nata

de coco instant adalah 15% dekstrin dan 2,5% CMC. Menurut Palungkun (1996), nata

de coco dapat memberikan efek kesehatan bagi tubuh karena banyak mengandung serat

kasar (dietary fiber) yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam proses fisiologi.

Page 13: LapRes NDC Tabita.docx

3. KESIMPULAN

Nata merupakan selulosa bakteri yang dihasilkan dari proses sintesis gula oleh

Acetobacter xylinum.

Nata memiliki kandungan air yang sangat tinggi yaitu sekitar 98%, warnanya putih

transparan, berbentuk padat, dan teksturnya kenyal.

Kandungan dalam air kelapa sangat baik untuk digunakan sebagai media bagi

pertumbuhan Acetobacter xylinum.

Penyaringan bertujuan untuk memisahkan kotoran dari air kelapa atau ampas-ampas

kelapa yang masih terikut.

Proses perebusan berfungsi mengurangi kontaminan khususnya kontaminan yang

disebabkan oleh mikroorganisme lain sehingga tidak mengganggu pembentukan

nata de coco.

Gula pasir digunakan sebagai sumber karbon.

Ammoium sulfat adalah sumber nitrogen yang digunakan untuk mendukung

aktivitas dan pertumbuhan bakteri pembentuk nata.

Asam cuka glasial berfungsi sebagai penyesuai pH asam.

Jumlah starter yang ditambahkan untuk pembuatan nata berkisar antara 4% - 10%.

Goncangan akan menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk dan dapat

menyebabkan lapisan nata yang baru akan terpisah dari lapisan nata yang pertama.

Tujuan dari proses pencucian berulang-ulang adalah untuk menghilangkan asam.

Adanya mikroorganisme perusak atau bakteri selain Acetobacter xylinum dapat

mengakibatkan konsentrasi glukosa menjadi berkurang sehingga nata de coco yang

dihasilkan menjadi kurang maksimal atau bahkan mengalami kegagalan.

Semakin tebal nata yang terbentuk maka semakin kenyal nata tersebut karena

kandungan selulosanya lebih tinggi.

Semarang, 1 Juni 2014

Praktikan, Asisten Dosen :

- Chrysentia Archinitta

Tabita Oktaviani

11.70.0070

Page 14: LapRes NDC Tabita.docx

4. DAFTAR PUSTAKA

A. Jagannath; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju & A. S. Bawa. 2008. The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:2593–2599.

Astawan, M. & M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Bogor.

Awang, S. A. 1991. Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta.

Budiyanto. K.A. 2004. Mikrobiologi Terapan. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga. UMM Press. Malang.

Czaja, W., Romanovicz, D. and Brown R.M. 2004. Structural Investigations of Microbial Cellulose Produced in Stationary and Agitated Culture. Journal Cellulose, Springer in Netherlands. Volume 11, p: 403‐411

C.M. Montealegre et al., 2012. A Comparison Between the Performance of S. Cerevisiae Cells Immobilized in Nata de coco Biocellulose and Calcium Alginate During Continuous Bioethanol Production. International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 3, No. 4, August 2012.

Herman, A.H. (1979). Pengolahan Air Kelapa. Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia 4(1) Halaman 9 – 17.

Effendi, Nurul Huda. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Massa pati (Soluble Starch) Pada Pembuatan Nata de Coco Dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter xylinum. Medan.

Lempang, M. dan A. Kadir, W. 2002. Analisis biaya produksi dan kandungan nutrisi nata dari nira aren. Laporan Hasil Penelitian tahun 2002 (tidak diterbitkan) Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sulawesi. Makassar.

Madigan MT, Martinko JM, Parker J, 1997. Brock Biology of Microorganism. Edisi ke‐8, New Jersey: Prentince Hall.

Palungkun. R. 1992. Aneka Produk Olahan Kelapa. Cetakan Ketujuh. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 15: LapRes NDC Tabita.docx

Palungkun. R. 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. & Dwiloka, B. 1994. Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.

Pelczar dan Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Cetakan pertama. Penerbit UI-Press. Jakarta.

Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. 1993. Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Santosa et al., 2012. Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11ISSN : 2252-5297.

Saputra & Darmansyah. 2010. Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3. The 1st International Seminar on Fundamental and Application 2010 of Chemical Engineering. November 3-4, 2010, Bali-Indonesia.

Saragih. Y.P, 2004. Membuat Nata de coco. Puspa Swara, Jakarta.

Suryani. A. 2005. Membuat Aneka Nata. Cetakan pertama. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.

Yoshinaga F, Tonouchi N, Watanabe K. 1997. Research Progress in Production of Bacterial Cellulose by Aeration and Agitation Culture and Its Application as a New Industrial Material. Biosci. Biotech. Biochem., 61:219‐224.

Page 16: LapRes NDC Tabita.docx

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus :

% Lapisan Nata=tinggi ketebalannata (cm)

tinggi mediaawal(cm)x 100 %

Kelompok B1

Hari ke – 0

% Lapisan Nata= 00,5

x 100 %=0%

Hari ke – 7

% Lapisan Nata=0,80,5

x 100 %=160 %

Hari ke – 14

% Lapisan Nata=0,50,5

x 100 %=100%

Kelompok B2

Hari ke – 0

% Lapisan Nata=01

x 100 %=0 %

Hari ke – 7

% Lapisan Nata=0,91

x 100 %=90 %

Hari ke – 14

% Lapisan Nata=0,51

x 100 %=50 %

Kelompok B3

Hari ke – 0

% Lapisan Nata= 01,2

x100 %=0%

Hari ke – 7

% Lapisan Nata=1,31,2

x 100 %=108,33 %

Hari ke – 14

Page 17: LapRes NDC Tabita.docx

% Lapisan Nata=1,61,2

x 100 %=133,33 %

Kelompok B4

Hari ke – 0

% Lapisan Nata= 00,5

x 100 %=0 %

Hari ke – 7

% Lapisan Nata=0,80,5

x 100 %=160%

Hari ke – 14

% Lapisan Nata=0,50,5

x 100 %=100 %

Kelompok B5

Hari ke – 0

% Lapisan Nata= 00,8

x 100 %=0%

Hari ke – 7

% Lapisan Nata= 10,8

x 100 %=125 %

Hari ke – 14

% Lapisan Nata=0,70,8

x100 %=87,5%

5.2. Jurnal

5.3. Laporan Sementara