Top Banner

of 38

Laporan Tutorial Blok 17.3 THT

Jan 08, 2016

Download

Documents

Lintang Anwar

Laporan tutorial blok mata skenario 3
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

SKENARIO 3SUARAKU HILANG!Seorang laki-laki, 40 tahun, pekerjaan penyanyi kafe, datang ke poliklinik THT dengan keluhan serak dan makin lama makin hilang. Keluhan sudah dirasakan sejak 4 bulan terakhir. Keluhan disertai dengan tenggorokan terasa kering terutama pada pagi hari, kadang dirasakan nyeri telan, kadang disertai batuk. Tidak didapatkan keluhan sulit menelan. Pasien mempunyai hobi menyanyi dan sejak timbul keluhan tersebut pasien sudah tidak dapat bernyanyi lagi. Pasien merokok, setiap hari menghabiskan 1/2 bungkus rokok. Pasien juga mempunyai kebiasaan mengkonsumsi goreng-gorengan, es dan makanan instant.Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, respiration rate 18x/menit, suhu 36C. Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan: tonsil T1-T1, granuasi (+) di dinding faring posterior, hiperemis (+). Dari pemeriksaan laringoskopi indirek didapatkan epiglotis edema (-), plika aryepiglotica edema (-), aritenoid edema (+), mukosa hiperemis, plica vocalis edema +, gerakan plica vocalis sulit dievaluasi. Pada pemeriksaan hidung dan telinga tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan kelenjar getah bening leher tidak didaptkan lymphadenopathy.

BAB IIDISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapaistilah dalam skenario 1. Granulasi: Jaringan yang kaya akan sel-sel dan tervaskularisasi tinggi, yang menjaga sisa-sisa gel fibrin-fibronektin. Hal ini meliputi proliferasi pembuluh-pembuluh darah kecil (neovascularization) dan fibroblas. Jaringan granulasi dibentuk dari jaringan sehat pada tepi luka. Jaringan ini meningkat dalam jumlah besar sampai luka terisi.2. Epiglotis: Struktur tulang rawan yang bentuknya mirip lidah yang menggantung pada jalan masuk ke laring, mencegah masuknya makanan ketika menelan.3. Arytenoid: Struktur tulang rawan disebut arytenoid adalah di belakang pita suara. Ketika kita bernapas, otot yang melekat pada aritenoid memisahkan dan membuka jalan napas untuk memungkinkan aliran udara. Memungkinkan di produksinya suara.4. Plica vocalis : Dua pita elastis jaringan otot yang berada pada laring yang secara langsung berada di atas trakea. Kedua sisinya berdekatan dengan Adams apple. Plika vocalis menghasilkan suara ketika udara dari paru-paru dilepaskan dan terjadi penutupan plika vocalis, menyebabkan vibrasi. Apabila seseorang tidak sedang berbicara, plica vokalis terbuka agar terjadi proses pernafasan.5. Lymphadenopathy : Pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar dari 1 cm, dapat disebabkan adanya keganasan, infeksi, kelainan autoimun, sebab-sebab iatrogenic dan lain-lain.B. Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan1. Mengapa suara serak dan makin hilang?2. Mengapa dirasakan nyeri menelan tetapi tidak dirasakan keluhan sulit menelan?3. Mengapa tenggorokan terasa kering terutama pagi hari?4. Bagaimana hubungan antara rokok, pekerjaan, konsumsi es dan gorengan terhadap keluhan?5. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik, pemeriksaan tenggorokan, vital sign dan laringoskopi?6. Mengapa dilakukan pemeriksaan kelenjar getah bening?7. Apa saja diagnosis banding dan penatalaksanaanya?8. Bagaimana fisiologi berbicara?9. Apa saja pemeriksaan lanjutan terkait keluhan?10. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia terkait keluhan?11. Bagaimana pengaruh onset terhadap stadium penyakit?12. Bagaimana anatomi, fisiologi laring dan faring?

C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)1. Mengapa tenggorokan terasa kering di pagi hari?Tenggorokan terasa kering merupakan perasaan kasar dan gatal pada tenggorokan karena adanya pengeringan membran mukus akibat OR, tidur dengan mulut terbuka, nafas melalui mulut, tinggal di daerah kering, atau mengalami dehidrasi. Selain itu, tembakau dan voice strain juga dapat merangsang timbulnya tenggorokan kering. Adanya penegangan suara ditambah konsumsi tembakau yang mengandung nikotin dapat mengiritasi epitel squamous komplex pada mukosa orofaring, sehingga menyebabkan kerukan dan penurunan fungsi mukosiliar, padahal mukosilier berperan dalam menyaring udara inspirasi. Jadi, apabila terjadi penurunan fungsi, maka tubuh akan mudah dimasuki oleh bakteri,virus, atau pun jamur. Iritasi pada tenggorokan inilah yang menyebabkan rasa kering pada tenggorokan.Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.2. Mengapa ditemukan nyeri telan tetapi tidak ditemukan sulit menelan?Fisiologi menelan terbagi dalam 3 fase yakni fase oral, fase faringeal dan fase esofagal. Pada ketiga fase berperan otot-otot seperti m.levator velli palatini, m. palatoglossus, m.stillofaring, m.tirohioid, m. palatofaring, m.krikofaring dll. Keberhasilan mekanisme menelan tergantung pada (a) ukuran bolus makanan, (b) diameter lumen esofagys yang dilalui bolus, (c) kontraksi peristaltik esofagus, (d) fungsi sfingter esofagus, (e) kerja otot rongga mulut dan lidah. Keluhan sulit menelan atau disfagia timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Menurut penyebabnya, disfagia dibagi atas: (1) disfagia mekanik, (2) disfagia motorik, (3) disfagia oleh gangguan emosi. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, striktur lumen esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung dan elongasi aorta. Letak a. subklavia dekstra yang abnormal dapat menyebabkan disfagia yang disebut disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada keadaan normal lumen esofagus orang dewasa dapat meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm. Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainanneuromuskuler yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan batang otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X, n XII, kelainan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Kelaianan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen parasimpatik n. Vagus dan neuron non kolinergikpasca ganglion (post ganglionic noncholinergic) di dalam ganglion mienterik akan menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esofagus. Keluhan disfagia juga dapat timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini disebut dengan globus histerikus.Disfagia Mekanis Luminal Diakibatkan oleh: Bolus yang besar, Benda asing

Penyempitan instrinsik 1. Keadaan inflamasi yang menyebabkan pembengkakan seperti Stomatitis, Faringitis,epiglottis, Esofangitis 1. Selaput dan cincin dapat dijumpai pada Faring (sindroma pulmer, Vinson), Esophagus (congenital, inflamasi), Cincin mukosa esophagus distal 1. Striktur Benigna seperti Ditimbulkan oleh bahan kaustik dan pil, Inflamasi , Iskemia, Pasca operasi, Congenital 1. Tumor-tumor malignan, Karsinoma primer, Karsinoma metastasik, Tumor-tumor benigna, Leiomioma, Lipoma, Angioma, Polip fibroid inflamatorik, Papiloma epitel

Kompresi ekstrinsik Spondilitis servikalis, Osteofit vetrbra, Abses dan masa retrofaring, Tumor pancreas, Hematoma dan fibrosis

Disfagia motorik Kesulitan dalam memulai reflek menelan Seperti lesi oral dan paralisis lidah, Anesthesia orofaring, Penurunan produksi saliva, Lesi pada pusat menelan

Kelainan pada otot lurik 1. Kelemahan otot (Paralisis bulbar, Neuromuskuler, Kelainan otot 1. Kontraksi dengan awitan stimultan atau gangguan inhibisi deglutisi (Faring dan esophagus, Sfingther esophagus bagian atas)

Kelainan pada otot polos esophagus 1. Paralisis otot esophagus yang menyebabkan kontraksi yang lemah 1. Kontraksi dengan awitan simultan atau gangguan inhibisi deglutis 1. Sfingter esophagus bagian bawah.

(Harrison, 1999)Biasanya pasien yang mempunyai keluhan disfagia juga disertai odinofagia, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Tidak ditemukannya disfagia pada kasus odinofagia menandakan bahwa fungsi mekanis, motoris, dan neurologis esophagus masih baik. Kemungkinan karena peradangan yang terjadi akibat polutan hanya terjadi pada mukosa laring dan faring, tanpa mempengaruhi bekerjanya otot-oto menelan sehingga tidak didapatkan kesulitan menelan melainkan hanya nyeri menelan. 3. Bagaimana fisiologi pembentukan suara?Suara merupakan produksi aliran udara yanag berasal dari dalam paru yang menggetarkan epitel pita suara. Agar suara baik, maka kedua pita suara harus berdekatan dan bergetar bersamaan akibat aliran udara melalui pita suara. Kartilago aritenoid dan otot instrinsik laring bertanggung jawab terhadap pergerakan buka/tutup pita suara dan mengatur ketegangan pita suara. Sementara resonansi dari getaran suara dimodifikasi oleh posisi dan bentuk bibir, lidah, rahang, palatum molle, serta organ bicara lainnya. Laring berperan dalam pembentukan suara atau fonasi, dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vocalis. Bila plika vocalis aduksi, maka m.krikotiroid merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago arytenoid. Pada saat bersamaan m.krikoaritenoid posterior menahan atau menarik kartilago arytenoid ke belakang. Mekanisme sebaliknya membuat plika vokalis mengendor. Kontraksi serta mengendornya plica vocalis menentukan tinggi rendahnya nada. Ilustrasi yang lebih mudah seperti balon yang dikeluarkan udaranya, tekanan udara dari dalam keluar menggetarkan plica, saat luas lubang lebih besar suara yang dihasilkan bernada rendah, saat luas lubang lebih kecil suara yang dihasilkan bernada tinggi.4. Bagaimana pengaruh onset terhadap stadium penyakit?Jadi, onset memiliki keterkaitan terhadap penyebab dari suatu penyakit, sehingga nantinya dapat digunakan untuk mengethaui stadium penyakit.a. Onset harianakibat peradanganb. Onset bulanan dan disertai penurunan berat badankeganasan esofagus bagian atasc. Onset tahunankongenital atau kelainan jinak esofagus bagian distal5. Bagaimana hubungan antara pekerjaan, kebiasan merokok, minum es, gorengan, dan makan makanan instan terhadap keluhan ?Hubungan pekerjaan dengan keluhan pasien, kemungkinan karena penggunaan suara yang berlebihan mengingat pekerjaan pasien yang merupakan pengguna suara professional (contoh: penyanyi, aktor, dosen/guru, penceramah, tenaga penjual, pelatih olahraga, operator telepon, dan lain-lain) lebih sering dan lebih banyak menggunakan suara. Pada skenario ini, kemungkanan pasien menderita disfonia ventricular, yaitu keadaan plika ventricular mengambil alih fungsi fonasi dari plika vokalis, karena penggunaan suara yang terus menerus.Di dalam rokok terdapat berbagai macam zat yang berbahaya bagi tubuh. Zat tersebut dapat mengiritasi dinding faring atau laring sehingga dapat menyebabkan batuk. Iritasi dinding faring atau laring dapat menyebabkan peradangan pada daerah tersebut. Peradangan ini yang menyebabkan pasien nyeri menelan.Makanan instan zat kimia, serta es dan gorengan merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada mukosa pita suara. Jadi, iritan dapat membengkakkan pita suara dan tampak hiperemis, sehingga menggangu getaran karena ada penegangan pita suara akibatnya terjadilah peningkatan ambang fonasi untuk menghasilkan suara dan timbullah suara serak dan apabila ambang fonasi tersebut tidak dapat dilewati, maka suara lama kelamaan dapat menghilang (afonia).6. Apakah tujuan pemeriksaan kelenjar getah bening?Menyingkirkan diagnosis bahwa keluhan yang timbul disebabkan oleh adanya massa tumor di daerah kelenjar getah bening.7. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan tersebut?Kesadaran : compos mentis (normal)VS : normalUkuran tonsil: normalGranulasi (+) : menandakan terdapat infeksi bakteri kronis dan hiperemisEpiglottis edem dan plica aryepiglotica edema : (negative) normalEritenoid edem (positif) : infeksi meluas ke bagian tersebut dan mucusa hiperemisPlica vocalis edema: menandakan infeksi juga di daerah iniInterpretasi umum : menimbukan suara serak kemungkinan dikarenaan plica vocalis edem akibatnya suara yang dikeluarkan sedikit. Dari tonsil normal menandakan penyebab suara serak dan hambatan lain bukan dari tonsil.

ANAMNESISPEMERIKSAAN FISIKPEMERIKSAAN PENUNJANGDIAGNOSISTATA LAKSANAFAKTOR RISIKOpenyanyimerokokesgorenganmakanan instanPRIA 40 tahunKELUHAND. Langkah IV:Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III

E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaranTujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario kedua ini adalah:1. Anatomi dan fisiologi faring dan laring.2. Hubungan jenis kelamin dan usia terkait keluhan.3. Mekanisme suara serak yang semakin lama semakin menghilang.4. Mekanisme terjadinya tenggorok kering yang sangat terasa pada pagi hari.5. Mekanisme munculnya nyeri tekan tanpa disertai keluhan sulit menelan.6. Interpretasi pemeriksaan fisik, pemeriksaan tenggorok, laringoskopi indirek, pemeriksaan hidung dan telinga, serta pemeriksaan kelenjar getah bening.7. Pengaruh onset terhadap stadium penyakit.8. Diagnosis dan penatalaksanaan.9. Pemeriksaan lanjutan terkait keluhan.

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baruMasing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber sumber ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan topik diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi laring dan faring

ANATOMIa. Pharynx

Pharynx adalah bagian dari tractus digestivus dan tractus respiratorius yang terletak di belakang cavum nasi, cavum oris, dan dibelakang larynx. Membentang dari basis cranii (tuberculum pharyngeum) sampai setinggi cartilago cricoid dibagian depan dan setinggi VC 6 dibagian belakang.Batas-batas pharynx: Cranial: Corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis Caudal: Melanjutkan ke oesophagus Ventral: Choane menghubungkan ke cavum nasi, isthmus faucium menghubungkan ke cavum oris, dan aditus laryngis menghubungkan dengan larynx Dorsal: Fascia prevertebralis, musculi preverebralis dan VC 1-6 Lateral: Processys stuloideus, glandula thyroidea, OPTAE

a) NasopharynxSkeletopis setinggi VC 1, berada dibelakang cavum nasi, diatas palatum molle. Nasopharynx dihubungkan dengan cavum nasi melalui choane, berhubungan dengan oropharynx melalui isthmus pharyngeus, dengan batas: Ventral: Palatum molle Lateral: Arcus palatopharyngeus Dorsal: Dinding posterior pharynxPada dinding lateral nasopharynx terdapat bangunan-bangunan berupa: Ostium pharyngeum tubae auditiva eustachii (OPTAE), yang diabtasi peninggian disebelah dorsal dan atas OPTAE oleh torus tubarius Torus tubarius, terjadi karena adanya pendesakan dari pars cartilaginea tubae Plica salpyngopharyngea, yang ebrjalan descendens dari torus tubarius Torus levatorius, terletak dibawah OPTAE, terbentuk akibat adanya m. levator velli palatini Recessus pharyngeus (fossa rossenmuleri), terletak disebelah dorsal torus tubarius Pada dinding posterior dan atap terdapat tonsila pharyngea yang dapat mengalami pembesaran dikenal sebagai adnoid yang membuat butu tractus respiratoriusInnervasi dinding nasopharynx oleh n. vagus (general somatic afferen)b) OropharynxBagian dari pharynx yang terletak dibelakang cavum oris, setinggi palatum molle sampai tepi atas epiglotis atau skeletopis VC 2-3Berhubungan dengan cavum oris melalui isthmus faucium, dengan batas: Cranial: Palatum molle Lateral: Tonsila palatina Caudal: Radix linguaeDi daerah isthmus faucium terdapat suatu lingkaran jaringan limfoid (annulus waldeyers) yang berfungsi sebagai barrier terhadap rembetan infeksi yang tersusun oleh: Cranial: Tonsila pharyngea Lateral: Tonsila palatina Caudal: Tonsila lingualisBangunan-bangunan di lateral oropharynx: Arcus palatoglossus, terbentuk karena adanya m. palatoglossus. Terletak diventral tonsila palatina Tonsial palatina, meruapkan jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris. Arcus palatopharyngeus, terbentuk karena m. palatopharyngeus. Terletak di dorsal tonsila palatina. Antara radix linguae dan epiglotis dihubungkan oleh membran glossoepiglotica. Yang menebal dibagian medial disebut membrana glossoepiglotica mediana, dan menebal di lateral disebut membrana glossoepiglotica laterale.Innervasi oleh n. glossopharyngeus (general visceral afferen).c) LaryngopharynxSkeletopis setinggi VC 3-6, bagian pharynx yang terletak setinggi tepi atas cartilaho epiglotica sampai tepi bawah cartilago cricoidea untuk kemudia ke oesophagus. Pada dinding anterioir terdapat aditus laryngis Pada dinding lateral terdapat fossa (recessus) piriformis yang meruapakan termpat untuk menampung benda-benda tajamInnervasi oleh n. vagus (general visceral afferen)

b. Larynx

Terletak setinggi corpus VC III-IV, menghubungkan antara bagian inferior pharynx dengan trakea. Berfungsi sebagai katup untuk melindungi jalan napas dan menjaga supaya jalan napas selalu terbuka, sebagai mekanisme fonasi yang dirancang untuk pembentukan suara. Larynx terdiri atas beberapa kartilago yang dihubungkan oleh beberapa ligamentum, digerakkan oleh otot dan dilingkupi oleh membran mukosa dari pharynx ke trachea.Cartilagines laryngis: Tunggal : Cartilago thyroidea, Cartilago cricoidea, Cartilago epiglotica Berpasangan : Cartilago arytenoidea, Cartilago corniculata, Cartilago cuneiformis Hyalin : Cartilago thyroidea, Cartilago cricoidea, Cartilago arytenoidea Elastis : Cartilago corniculata, Cartilago cuneiformis, Cartilago epigloticaa) Cartilago thyroidea Prominentia laryngea Incisura thyroidea superior et inferior Cornu superius et inferius Cartilago cricoidea Lamina cartilaginis cricoidea Arcus cartilaginis cricoidea Cartilago arytenoidea Cartilago corniculata Cartilago cuneiformis Cartilago epigloticab) Membrana et ligamenta Ekstrinsik: Membrana thryohyoideaLigamentum hyoepigloticumLigamentum cricotracheale Intrinsik: Membrana quadrangularis Membrana crycothyroidea Ligamentum crycothyroidea posterius Ligamentum thyroepigloticumc) Articulatio larynges Articulatio cricothyroidea Articulatio cricoarytenoidead) Bangunan-bangunan penting: Aditus laryngis, merupakan pintu msuk ke dalam cavum laryngis Vestibulum laryngis, dibawah aditus laryngis Plica vestibularis, merupakan pita suara palsu Rima vestibuli, celah antara kedua plica vestibularis sinister et dexter Ventriculus laryngis, diantara plica vestibularis dan plica vocalis Plica vocalis, merupakan pita suara sejati Rima glotidis, celah antara plica vocalis dexter et sinister Cavitas infraglotica, dibawah plica vocalis

e) Musculi larynges Musculus ekstrinsikDepressor larynxLevatores larynx

m. sternohyoideusm. thyrohyoideus

m. sternohyoideusm. digastricus

m. omohyoideusm. stylohyoideus

m. stylopharyngeus

m. palatopharyngeus

Musculus intrinsikFungsiMusculus

Membuka glotism. cricoarytenoideus posterior

Menutup glotism. cricoarytenoideus lateralism. arytenoideus transversusm. thryoarytenoideus

Menegangkan lig. Vocalem. cricothyroideus

Mengendurkan lig. Vocalem. thyroarytenoideusm. vocalis

Membuka aditus laryngism. thyroepiglotica

Menutup aditus laryngism. arytenoideus transversusm. artytenoideus obliquus

c. Tonsil

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal (Ruiz JW, 2009) Tonsil PalatinaTonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fsosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal (Anggraini D, 2001). Tonsil FaringealAdenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004). Tonsil LingualTonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Kartosoediro S, 2007).

FISIOLOGIFISIOLOGI LARINGLaring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut : Fungsi Fonasi Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung- ujung bebas dan tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara terbentuk, yaitu teori Mioelastik Aerodinamik dan teori neuromuskular. Teori Mioelastik Aerodinamik Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung menggetarkan plika vokal. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan memposisikan plika vokal (adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang subglotis meningkat, dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis terbuka. Plika vokal akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Secara otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang pertama kali pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik).

Kekuatan mioelastik bertambah akibat aliran udara yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan negatif pada dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokal akan kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali.

Teori Neuromuskular Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari getaran plika vokal adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika vokal. Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral).

Fungsi Proteksi Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikular dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus.

Fungsi Respirasi Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoid Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO 2 dan O 2 arteri serta pH darah. Bila pO 2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO 2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO 2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO 2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara. Fungsi Sirkulasi Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N. Laring Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laring Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung.

Fungsi Fiksasi Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi,misalnya batuk, bersin dan mengedan.

Fungsi Menelan Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faring Superior, M. Palatofaring dan M. Stilofaring) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoid dan kartilago tiroid, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.

Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esophagus.

Fungsi Batuk Bentuk plika vokal palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring.

Fungsi Ekspektorasi Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha mengeluarkan benda asing tersebut. Fungsi Emosi Perubahan emosi dapat meneyebabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.

2. Mengapa tenggorokan kering di pagi hari?

Tenggorokan kering di pagi hari dapat dialami jika tidur dengan mulut terbuka. Tidur cara ini memungkinkan udara untuk masuk melalui mulut tanpa ada penyaringan atau pelembaban yang ada di hidung. Selain itu, ada beberapa hal yang dapat menyebabkan tenggorokan kering di pagi hari:

Udara dinginCuaca dingin dan kering membuat kelembaban udara berkurang dan menyebabkan kering di tenggorokan. Disamping itu, tubuh cenderung untuk mendapatkan infeksi virus atau flu. Tenggorokan kering di pagi hari bias menjadi indikasi akan timbulnya pilek atau rhinitis.

Kebiasaan tidurKetika tidur, kelenjar saliva melambat karena tidak adanya rangsangan makanan. Tidur dengan posisi terlentang menyebabkan mulut mudah terbuka. Bernafas dari mulut akan menyebabkan air liur kering dan membuat tenggorokan juga terasa kering.

Obat-obatanTenggorokan kering juga bias menjadi hasil dari efek samping obat tertentu yang digunakan untuk mengobati depresi, alergi, hipertensi, asma, jerawat, gangguan psikotik, obesitas, inkontinensia, nyeri, pilek, penyakit parkinson, dan sebagainya.

Sleep apneaSleep apnea adalah berhenti bernapas selama tidur karena penyumbatan jalan pernafasan. Sleep apnea yang tidak diobati dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Manifestasi klinis orang yang menderita kondisi ini akan mudah mengantuk dan lelah sepanjang hari, serta cenderung menderita kehilangan memori dalam jangka panjang atau mudah pikun.

DehidrasiDehidrasi akibat demam, berkeringat berlebihan, muntah, diare, kehilangan darah atau kurang asupan cairan dalam tubuh, dapat menyebabkan tenggorokan kering dan sakit di pagi hari.

Penyebab lain dari timbulnya rasa tenggorokan kering adalah melalui laryngopharyngeal reflux (LPR) yaitu naiknya asam lambung hingga ke bagian belakang tenggorok (pharynx/larynx). Kemungkinan asam lambung tersebut dalam bentuk gas. Asam lambung yang timbul di daerah tenggorok akan menimbulkan sensasi panas dan terasa kering. Karena LPR sering terjadi pada pagi hari, maka kemungkinan penyebab saat pagi hari tenggorok semakin terasa kering adalah hal tersebut (Renner B, Mueller CA, dan Shephard A, 2012).

3. Mengapa suara serak sampai menghilang?

Etiologi dan PatofisiologiFaktor resiko terjadinya masalah pada suara adalah:-Merokok (factor resiko karsinoma laring) -Konsumsi alcohol berlebihan-Refluks gastro esofageal-Profesi seperti guru, aktor, penyanyi-Usia-Lingkungan

Suara parau dapat terjadi secara akut atau kronik. Onset akut lebih sering terjadi dan biasanya karena peradangan local pada laring (laryngitis akut). Laringitis akut bias disebabkan oleh infeksi viral, infeksi sekunder bakterial. Apabila tidak ada bukti adanya infeksi, laryngitis akut bias terjadi karena bahan kimia atau iritan dari lingkungan, atau akibat penggunaan suara berlebih (voice overuse) pada penyanyi, pengajar, orator, dsb. Onset kronis (laryngitis kronis), dapat disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosislaring, tumor, defisitneurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap rokok atau voice abuse.

4. Menjelaskan interpretasi pemeriksaan

Kesadaran : compos mentis (normal)VS : normalUkuran tonsil: normalGranulasi (+) : menandakan terdapat infeksi bakteri kronis dan hiperemisEpiglottis edem dan plica aryepiglotica edem : (negative) normalEritenoid edem (positif) : infeksi meluas ke bagian tersebut danmucusa hiperemisPlica vocaalis edem: menandakan ineksi juga di daerah ini

SELEBIHNYA NORMAL.INTERPRETASI umum : menimbukan suara serak kemungkinan dikarenakan plica vocalis edem akibatnya suara yang dikeluarkan sedikit. Dari tonsil normal menandakan penyebab suara serak dan hambatan lain bukan dari tonsil.

5. Menjelaskan DD dan tatalaksana

LARINGITIS AKUTRadang akut laring pada umumnya merupakan kelajutan dari infeksi saluran nafas seperti influenza atau common cold. Penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang lokal atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik. Pada larinigtis akut terdapat gejala radang umum, seperti demam,dedar (malaise), serta gejala lokal, seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika menalan atau berbicara serta gejala sumbatan laring. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan bawah pita suara. Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai dengan dahak kental. Ketidaksempurnaan produksi suara pada pasien dengan laringitis akut dapat diakibatkan oleh penggunaan kekuatan aduksi yang besar atau tekanan untuk mengimbangi penutupan yang tidak sempurna dari glottis selama episode laringitis akut. Tekanan ini selanjutnya menegangkan lipatan-lipatan (plika) vocal dan mengurangi produsi suara. Pada akhirnya menunda kembalinya fonasi normal.

Diagnosis laryngitis akut dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Terapi yang diberikan berupa istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari, menghirup udara lembab, menghindari iritasi pada laring dan faring. Antibiotika diberikan jika peradangan berasal dari paru. Jika terdapat eksudat di oropharynx atau menutupi pita suara, bisa dilakukan kultur. Jangan memberikan antibiotik sampai terdapat hasil pewarnaan Gram dan uji sensitivitas.

LARINGITIS KRONISPatofisiologiLaringitis kronis merupakan proses peradangan yang menyebabkan alterasi ireversibel dari mukosa laring. Proses inflamasi ini merusak epitel bersilia laring, terutama pada dinding posterior. Akibatnya, fungsi pembersihan mucus menjadi terganggu dan dapat terjadi stasis mucus di dinding belakang laring dan di sekitar pita suara. Hal ini memicu batuk yang bersifat reaktif. Mucus di pita suara dapat bermanifestasi dengan laringospasme. Perubahan dapat terjadi di epitel pita suara dalam bentuk hyperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis, akantosis, dan atipia sel.

EtiologiBeberapa hal bisa mendasari kondisi ini yang biasanya akibat paparan dari iritan (zat yang bisa mengiritasi) seperti tekanan yang terus menerus pada pita suara, sinusitis kronis, infeksi ragi (akibat sistem kekebalan tubuh yang lemah) serta terpapar asap atau gas yang mengandung zat kimia, intoksikasi alcohol atau tembakau, inhalasi uap atau debu yang toksik, radang saluran napas dan penyalahgunaan suara (vocal abuse). Dalam keadaan laryngitis, pita suara mengalami peradangan sehingga tekanan yang diperlukan untuk memproduksi suara meningkat. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam memproduksi tekanan yang adekuat. Udara yang melewati pita suara yang mengalami peradangan ini justru menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi parau. Bahkan pada beberapa kasus suara dapat menjadi lemah atau bahkan tak terdengar. Semakin tebal dan semakin kecil ukuran pita suara, getaran yang dihasilkan semakin cepat. Semakin cepat getaran suara yang dihasilkan semakin tinggi. Pembengkakan pada pita suara dapat mengakibatkan tidak menyatunya kedua pita suara sehingga dapat terjadi perubahan pada suara.

EpidemiologiSampai sekarang, data menunjukkan laki laki lebih sering terkena laryngitis kronis dengan perbandingan 2 : 1. Namun, belakangan ini mengalami perubahan, kemungkinan dikarenakan lebih banyak wanita yang merokok dan bekerja di lingkungan yang toksik.Kelompok usia yang paling sering terkena laryngitis kronis adalah kelompok usia 60. Neonatus, anak anak, dan dewasa memiliki faktor risiko yang sama untuk mengalami laryngitis kronis.

Pemeriksaan Laboratorium Hitung darah lengkap dengan diferensial jika dicurigai infeksi. Kultur sputum dan uji sensitivitas untuk bakteri, fungi, dan virus. Swab mukosa laring, kultur dan uji sensitivitas untuk bakteri, fungi, dan virus. Marker serologis untuk kelainan autoimun. Pemeriksaan tuberculosis dan sifilis jika dicurigai.

Pada laryngitis kronis terdapat perubahan pada selaput lendir, terutama selaput lendir pita suara. Pada mikro laringoskopi tampak bermacam-macam bentuk, tetapi umumnya yang kelihatan ialah edema, pembengkakan serta hipertrofi selaput lendir pita suara atau sekitarnya. Terdapat juga kelainan vaskular, yaitu dilatasi dan proliferasi, sehingga selaput lender itu tampak hiperemis. Bila peradangan sudah sangat kronis, terbentuklah jaringan fibrotic sehingga pita suara tampak kaku dan tebal, disebut laryngitis kronis hiperplastik. Kadang-kadang terjadi keratinisasi dari epitel, sehingga tampak penebalan pita suara yang di suatu tempat berwarna keputihan seperti tanduk. Pada tempat keratosis ini perlu diperhatikan dengan baik, sebab mungkin di bawahnya terdapat tumor yang jinak atau yang ganas.

FARINGITIS AKUTFaringitis akut adalah sindroma inflamasi yang terjadi pada faring yang disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme. Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum dari saluran nafas bagian atas atau merupakan suatu infeksi lokal yang spesifik di faring.

EPIDEMIOLOGI-FrekuensiFaringitis akut memberikan konstribusi 40 juta kunjungan penderita berobat ke tenaga kesehatan tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 infeksi saluran nafas atas (termasuk didalamnya faringitis akut) tiap tahunnya.-MortalitasFaringitis akut merupakan salah satu penyebab terbesar absensi anak di sekolah dan absensi di tempat kerja bagi orang dewasa. -RasFaringitis akut mengenai semua golongan ras dan suku bangsa secara merata-Jenis KelaminFaringitis akut mengenai kedua jenis kelamin dalam komposisi yang sama-UsiaFaringitis akut mengenai semua golongan usia, tetapi yang terbesar mengenai anak-anak.

PATOFISIOLOGIPenyebab faringitis akut dapat bervariasi dari organisme yang mengahasilkan eksudat saja atau perubahan kataral sampai yang menyebabkan edema dan bahkan ulserasi. Organisme yang ditemukan termasuk streptokokus, pneumokokus dan basillus influensa, diantar organisme yang lainnya. Pada stadium awal,terdapat hiperemia, edema, dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.Dengan hyperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning, atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tidak adanya tonsila, perhatian biasaanya difokuskan difokuskan pada faring, dan tampak bahwa folikel atau bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletaj lebih kelateral, menjadi meradang dan membengkak. Terkenanya dinding lateral, jika tersendiri, disebut sebagaifaringitis lateral. Hal ini tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsila, hanya faring saja yang terkena.

ETIOLOGIPenyebab faringitis akut ialah kuman-kuman golongan Streptococcus B hemoliticus, Streptococcus viridans serta golongan pyogenes. Sisanya disebabkan oleh infeksi virus yaitu adenovirus, ECHO, virus influenza, serta Herpes. Cara infeksi ialah oleh percikan ludah (droplet infektion).Tabel 1. Berbagai etiologi faringitis akutPathogen

Viral 40-46% Rhinovirus (100 types and 1 subtype) Coronavirus (3 or more types) Adenovirus (types 3, 4,7, 14 and 21) Herpes simplex virus (types 1 and 2) Parainfluenza virus (types 1-4) Influenzavirus (types A and B) Coxsackivirus A (types 2, 4-6, 8 and 10) Epstein-Barr virus Cytomegalovirus Human immunodeficiency virus type I

Bacterial Streptococcus pyogenes (group A b-hemolytic streptococci) 20% Group C b-hemolytic streptococci Neisseria gonorrhoeae Corynebacterium diphtheria Arcanobacterium haemolyticum

Chlamydial Chlamydia penumoniae

Mycoplasmal Mycoplasma pneumoniae

GEJALA KLINISGejala yang sering ditemukan ialah: Gatal dan kering pada tenggorokkan Suhu tubuh naik sampai mencapai 40 0 C Rasa lesu dan nyeri disendi Tidak nafsu makan (anoreksia) Rasa nyeri ditelinga (otalgia) Bila laring terkena suara menjadi parau atau serak Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,dan menjadi kering, gambaran seperti kaca dan dilapisi oleh sekresi mukus. Jaringan limpoid biasanya tampak merah dan membengkak

PENATALAKSANAAN Antibiotika golongan penisilin atau sulfonamida selama lima hari Antipiretik Obat kumur atau obat hisap dengan desinfektan Bila alergi dengan penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin

PROGNOSISPrognosis penyakit ini umumnya baik bila penyakit cepat diketahui dan diterapi dengan tepat dan dapat sembuh dengan sempurna. Akan tetapi bila pasien datang terlambat dan penyakit sudah berlanjut maka prognosis akan kurang baik.

KOMPLIKASIKomplikasi umum pada faringitis termasuk sinusitis, otitis media, epiglottitis, mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan infeksi streptokokus jika tidak diobati dapat menyebabkan demam reumatik akut, peritonsillar abses, peritonsillar cellulitis, abses retrofaringeal, toxic shock syndrome dan obstruksi saluran pernasafan akibat dari pembengkakan laring. Demam reumatik akut dilaporkan terjadi pada1 dari 400 infeksi GABHS yang tidak diobati (John R. Acerra, 2013).

FARINGITIS KRONIKTerdapat 2 bentuk faringitis kronis yaitu hiperplastik dan atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring, dan debu.Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.

a. Faringitis kronik hiperplastikPada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering dan gatal dan akhirnya batuk yang bereak.

Terapi local dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitasargenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis: obat kumur atau tablet hisap. Jika di perlukan obat batuk antitusif atau ekspektoran penyakit di hidung & sinus paranasal harus diobati.

b. Faringitis kronik atrofiFaringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Gejala dan tanda biasanya pasien mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut. (Soepardi, 2003)

6. Menjelaskan apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan

A. Visualisasi LaringVisualisasi laring memungkinkan penilaian pita suara dan melihat apakah terdapat lesi, atau eritema, atau edema mukosa, serta gerakan abnormal yang mungkin menunjukkan masalah sistemik yang mendasari1. Laringoskopi indirek2. Laringoskopi direk, apabila diperlukan visualisasi yang lebih detail, pencahayaan, dan pembesaran3. Video stroboskopi. Untuk visualisasi laring dan pita suara yang lebih dinamis, dimana gerakan pita suara dapat diperlambat seringga dapat dilihat getaran pita suara dan gelombang mukosanya. Metode ini memungkinkan untuk penemuan lesi kecil seperti bekas luka pada pita suara, perdarahan, kista intracordal, atau inasi epithelial pada awal karsinoma glotis

B. Penilaian Suara dan Aliran Udara1. Penilaian suara objektif, dapat secara perceptual yaitu dengan mendengarkan suara dan menilai derajat (grade), kekasaran (roughness), keterengahan (breathyess), kelemahan (astenitas), dan kekakuan (strain)2. Analisis akustik, yaitu memeriksa energy dalam sinyal listrik yang mewakili suara. Pengukuran spesifik dapat diambil untuk mengukur keteraturan getaran pita suara3. Analisisa erodinamika, berguna dalam mengukur aliran udara selama respirasi dan fonasi. Waktu fonasi maksimum (MPT) adalah ukuran jumlah waktu pasien dapat mempertahankan suara vocal pada satu napas. Orang dewasa sehat biasanya dapat memperpanjang vocal antara 15 dan 25 detik. Penurunan nilai MPT biasanya berhubungan dengan penutupan glottis yang tidak sempurna dan kehilangan udara dan atau penggunaan yang tidak efisien dalam mendukung paru-paru. Penyanyi, pelari jarak jauh, dan pemenang sering mampu mempertahankan suara yang lebih lama dari 25 detik.4. Penilaian aliran udara global, adalah pengukuran sensitive yang menangkap jumlah udara yang melewati pita suara selama fonasi

C. Pemeriksaan penunjang lainnya, laboratorium, pemeriksaan radiologi, mikrobiologi, dan patologi anatomi

7. Menjelaskan hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan keluhan

a. Jenis kelamin secara histoanatomi wanita lebih berisiko untuk memiliki keluhan tersebut (laringofaringitis), sebab (Dollinger et al, 2012):STRUKTURLAKI-LAKIPEREMPUAN

Plica VocalisLebarSempit

LarynxPanjangPendek

Sel gobletBanyakSedikit

b. Usia usia yang terlalu muda atau usia yang semakin tua meningkatkan risiko terjadinya keluhan terkait dengan fisiologis pharynx larynx yang sudah menurun fungsinya (Joo YHet al, 2015).

BAB IIIKESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang kemungkinan laki laki tersebut menderita laryngitis kronis. Pasien mengalami laryngitis kronis bisa disebabkan oleh vocal misuse karena pekerjaannya sebagai penyayi, maupun iritan yang berasal dari rokok, konsumi gorengan, es, dan makanan instan.

BAB IVSARAN

Untuk ruangan tutorial kami menyarankan ada baiknya masing-masing ruang tutorial terdapat fasilitas AC, karena panas di dalam ruang tutorial membuat situasi tutorial kurang kondusif. Selain itu mahasiswa perlu dilatih dan dipicu semangatnya agar lebih berpartisipasi aktif dalam diskusi dan dapat mempersiapkan materi sebelum tutorial berlangsung sehingga permasalahan yang dibahas terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Dollinger M, Berry DA, Luegmair G, Huttner B, dan Bohr C (2012).Effects of the epi-larynx area on vocal fold dynamics and the primary voice signal. J Voice, 26 (3): 285-92.Hermani B dan Hutauruk SM (2012). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher: Disfonia. Edisi VII. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, pp: 209-210.Joo YH, Lee SS, Han KD, dan Park KH (2015). Association between chronic laryngitis and particulate matter based on the korea national health and nutrition examination survey 20082012. PlosOne. DOI: 10.1371/journal.pone.0133180.Klarisa C dan Fardizza F (2014). Kapita selekta kedokteran: Laringitis. Edisi IV, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, pp: 1064-6.Renner B, Mueller CA, dan Shephard A (2012). Environmental and non-infectious factors in the aetiology of pharyngitis (sore throat). Inflamm Res., 61 (10): 1041-51.Rusmarjono dan Hermani B (2012). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher: Odinofagia. Edisi VII. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, p: 190.Soepardi EA (2012). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher: Disfagia. Edisi VII. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, p: 244.Waschke J dan Paulsen F (2012). Sobotta atlas anatomi manusia: Leher larynx. Edisi 23 Jilid 3. Jakarta: EGC, p: 186.