Top Banner
TUGAS PRESENTASI KASUS RHINITIS VASOMOTOR DAN SINUSITIS MAKSILARIS DENTOGEN MOLAR 3 DEXTRA Tutor : dr. Anton Budhi D, Sp.THT, M.Kes Kelompok B Disusun oleh Ryan Aprilian Putri G1A009025 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
30

LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

Aug 06, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

TUGAS PRESENTASI KASUS

RHINITIS VASOMOTOR DAN SINUSITIS MAKSILARIS

DENTOGEN MOLAR 3 DEXTRA

Tutor :

dr. Anton Budhi D, Sp.THT, M.Kes

Kelompok B

Disusun oleh

Ryan Aprilian Putri

G1A009025

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

2012

Page 2: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Telah dipresentasikan dan disahkan presentasi kasus dengan judul:

“RHINITIS VASOMOTOR DAN SINUSITIS MAKSILARIS

DENTOGEN MOLAR 3 DEXTRA”

Disusun Oleh :

Ryan Aprilian Putri G1A009025

Pada tanggal Desember 2012

Pembimbing,

dr. Anton Budhi D, Sp.THT, M.Kes

Page 3: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

BAB I

PENDAHULUAN

A. Rhinitis Vasomotor

Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik

lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas

parasimpatis. Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang

ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada

mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik. Kelainan ini merupakan

keadaan yang non-infektif dan non-alergi (Mangunkusumo, 2001).

Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor

rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig

E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.Rinitis vasomotor mempunyai gejala

yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk dibedakan. Pada

umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang banyak

dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang. Etiologi yang pasti belum

diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi

vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan.

Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara,

perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan

normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu

tersebut (Soepardi, 2008).

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat,

pemeriksaan THT serta beberapa pemeriksaan yang dapat menyingkirkan

kemungkinan jenis rinitis lainnya. Penatalaksanaan rinitis vasomotor

bergantung pada berat ringannya gejala dan dapat dibagi atas tindakan

konservatif dan operatif (Sopeardi, 2008).

Page 4: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

B. Sinusitis Maksilaris

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan

bagian lateral kavum nasi.Sinus–sinus ini membentuk rongga

di dalam beberapa tulang wajah, dan  diberi nama sesuai dengan

tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus

frontalis dan sinus etmoidalis. Sinus yang dalam keadaan fisiologis

adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat

akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk

perkembanganorganisme patogen.Apabula terjadi infeksi, bakteri

ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah

sinusitis (Mangunkusumo, 2001).

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.

Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sinusitis

sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Penyebab utamanya adalah infeksi

virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai

beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan  bila mengenai

semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinus yang paling

sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila.

Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia,

teerutama di tempat dengan polusi udara tinggi, iklim yang lemban, dingin,

dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih

tinggi dari sinusitis. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan

bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50

pola penyakit peringkat utama. Di Amerika Serikat, sekitar 33 jutaorang yang

menderita sinusitis pertahun yang menghabiskan biaya pengobatan hingga 6

milyar dolar.

Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan laki-

laki karena mereka lebih sering kontak dengan anak kecil. Angka

perbandingannya yaitu 20 % perempuan :11,5 % laki-laki. Sinusitis lebih

sering diderita oleh anak-anak dan dewasa muda akibat rentannya usia ini

dengan infeksi Rhinovirus.

Page 5: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rinitis Vasomotor

1. Definisi

Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang

bukan merupakan proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan

terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi dari Rinitis Vasomotor

dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf

autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi

dan hipersekresi (Soepardi, 2008).

Rinitis vasomotor adalah infeksi kronis lapisan mukosa hidung

yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf

parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga

terjadi pelebaran dan pembangkakan pembuluh darah di hidung. Gejala

yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer

(Soepardi, 2008).

2. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat

gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-zat

tertentu (Wanwright, 2004).

Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor

(soepardi, 2008) :

a. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis,

seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat

vasokonstriktor topikal.

b. faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban

udara yang tinggi dan bau yang merangsang.

c. faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil

anti hamil dan hipotiroidisme.

d. faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue (Wanwright, 2008).

Page 6: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

3. Patofisiologi

Ada beberapa mekanisme yang berinteraksi dengan hidung yang

menyebabkan terjadinya rinitis vasomotor pada berbagai kondisi

lingkungan. Sistem saraf otonom mengontrol suplai darah ke dalam

mukosa nasal dan sekresi mukus. Diameter dari arteri hidung diatur oleh

saraf simpatis sedangkan saraf parasimpatis mengontrol sekresi glandula

dan mengurangi tingkat kekentalannya, serta menekan efek dari pembuluh

darah kapasitan (kapiler).. Efek dari hipoaktivitas saraf simpatis atau

hiperaktivitas saraf parasimpatis bisa berpengaruh pada pembuluh darah

tersebut yaitu menyebabkan terjadinya peningkatan edema interstisial dan

akhirnya terjadi kongesti yang bermanifestasi klinis sebagai hidung

tersumbat. Aktivasi dari saraf parasimpatis juga meningkatkan sekresi

mukus yang menyebabkan terjadinya rinorea yang eksesif (Wanwright,

2008).

Teori lain meyebutkan adanya peningkatan peptida vasoaktif yang

dikeluarkan sel – sel seperti sel mast. Peptida ini termasuk histamin,

leukotrien, prostaglandin dan kinin. Peningkatan peptida vasoaktif ini

tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang meyebabkan

kongesti, hidung tersumbat, juga meningkatkan efek dari asetilkolin pada

sistem saraf parasimpatis pada sekresi nasal, yang meningkatkan

terjadinya rinorea. Pelepasan dari peptida ini bukan diperantarai oleh IgE

seperti pada rinitis alergika. Pada beberapa kasus rinitis vasomotor,

eosinofil atau sel mast kemungkinan didapati meningkat pada mukosa

hidung . Terlalu hiperaktifnya reseptor iritans yang berperan pada

terjadinya rinitis vasomotor. Banyak kasus rinitis vasomotor berkaitan

dengan agen spesifik atau kondisi tertentu. Contoh beberapa agen atau

kondisi yag mempengaruhi kondisi tersebut adalah ; perubahan

temperatur, kelembaban udara, parfum, aroma masakan yang terlalu kuat,

asap rokok, debu, polusi udara dan stress (fisik dan psikis) (Wanwright,

2008)..

Mekanisme terjadinya rinitis vasomotor oleh karena aroma dan

emosi secara langsung melibatkan kerja dari hipotalamus. Aroma yang

Page 7: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

kuat akan merangsang sel – sel olfaktorius terdapat pada mukosa

olfaktorii. Kemudian berjalan melalui traktus olfaktorius dan berakhir

secara primer maupun sesudah merelay neuron pada dua daerah utama

otak, yaitu daerah olfaktoris medial dan olfaktoris lateral. Daerah

olfaktoris medial terletak pada bagian anterior hipotalamus. Jika bagian

anterior hipotalamus teraktivasi misalnya oleh aroma yang kuat serta

emosi, maka akan menimbulkan reaksi parasimpatetik di perifer sehingga

terjadi dominasi fungsi syaraf parasimpatis di perifer, termasuk di hidung

yang dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa rhinitis vasomotor

(Wanwright, 2008).

4. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi

keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis

alergi.1 Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam

keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien

hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan

tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar

(Soepardi, 2008).

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik

berupa edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah

gelap atau merah tua ( karakteristik ), tetapi dapat juga dijumpai

berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak

rata ). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit.

Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat

serosa dengan jumlah yang banyak. Pada rinoskopi posterior dapat

dijumpai post nasal drip (Soepardi, 2008).

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif,

demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total dalam batas normal.

Page 8: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan

tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang

ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret. Pemeriksaan

radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin

tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat

(Soepardi, 2008).

Tabel 1. Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor

(Soepardi, 2008).

5. Penatalaksanaan

Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor

penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar, pengobatan

dibagi dalam (Wheeler, 2005). :

1) Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )

2) Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :

a. Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk

mengurangi keluhan hidung tersumbat. Contohnya :

Pseudoephedrine dan Phenylpropanolamine ( oral ) serta

Phenylephrine dan Oxymetazoline ( semprot hidung ).

Page 9: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

b. Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.

c. Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat,

rinore dan bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal

yang disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan

paling sedikit elama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang

memuaskan. Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone,

Flunisolide atau Beclomethasone

d. Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai

keluhan utamanya. Contoh : Ipratropium bromide ( nasal spray )

3) Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal )

(Wheeler, 2005):

a. Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25%

atau triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun secara

elektrik ( electrical cautery ).

b. Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the

inferior turbinate )

c. Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )

d. Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate

resection.

e. Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )

f. Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu de.ngan

melakukan pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas

tidak memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien

dengan keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan,

dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat

menimbulkan berbagai komplikasi (Moentanaro, 2001)

6. Prognosis

Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-

kadang dapat membaik dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten

terhadap pengobatan yang diberikan. Prognosis pengobatan golongan

obstruksi lebih baik daripada golongan rinore. Oleh karena golongan

Page 10: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

rinore sangat mirip dengan rhinitis alergi, perlu anamnesis dan

pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya (Soepardi 2008).

7. Komplikasi

a. Sinusitis

b. Eritema pada hidung sebelah luar

c. Pembengkakan wajah

B. Sinus Maksilaris

1. Definisi

Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya adalah radang

pada mukosa sinus paranasalis. mukosa sinus maksilaris. Sinusitis

maksilaris diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan kronik. Sinusitis

akut bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis

subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan, dan sinusitis

kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.4 Dalam menentukan secara

pasti apakah sinusitis tersebut akut, sub akut atau kronis, harus

menggunakan pemeriksaan histopatologis. Sinusitis akut bila terdapat

tanda-tanda radang akut, sinusitis subakut bila tanda-tanda radang akut

sudah reda, dan sinusitis kronik bila terjadi perubahan histologis mukosa

sinus yang irreversible. Diagnosis sinusitis digunakan sebagai diagnosis

infeksi sinus oleh bakteri (Kumar dan Clark, 2005).

2. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Penyebab tersering dari Sinusitis maksilaris adalah infeksi saluran

nafas atas karena virus, seperti rinitis akut, campak, dan batuk rejan.

Hanya 10% diakibatkan oleh radang pada gigi molar atau premolar.8

Etiologi sinusitis ini adalah :

a. Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi

dari gigi kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih

sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus

oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi

mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal (Ross, 1999).

Page 11: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

b. Prosedur ekstraksi gigi. Pencabutan gigi ini dapat menyebabkan

terbukanya dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi

(Saragih, 2007).

c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi

dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus

(Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).

d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan

sinus maksila (Ross, 1999).

e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan

tambahan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan (Saragih, 2007).

f. Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis (Mangunkusomo;

Rifki, 2001).

g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista

radikuler dan folikuler (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).

h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat

menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis (Mangunkusomo

dan Soetjipto,2007).

Faktor – faktor predisposisi sinusitis maksilaris adalah obstruksi

mekanik, rhinitis kronis, serta rinitis alergi, polusi, udara dingin dan

kering, riwayat trauma, menyelam, renang, naik pesawat, riwayat infeksi

pada gigi, infeksi pada faring. Rinitis adalah faktor predisposisi yang

paling penting dalam terbentuknya sinusitis.

3. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks

osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa

yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous

superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel

epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta

mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh

terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus

Page 12: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan

(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya

sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi

ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang

menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan

mukus dengan kualitas yang kurang baik (Kieff dan Busaba, 2004).

Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada

sinus (Kieff dan Busaba, 2004)..

Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena

infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga

jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar,

2009). Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan

pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini

meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan

iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini

kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses

alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu

inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus, serta

abnormalitas seksresi mukus menyebabkan akuulasi cairan dalam sinus

sehingga terjadinya sinusitis maksilaris (Drake, 1997). Dengan ini dapat

disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga

faktor, yaitu Patensi ostium, funsi sillia, dan kualitas sekresi hidung.

Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan

menyebabkan sinusitis.

4. Penegakan Diagnosis

Anamnesis

a. Rhinorrhea yang kental dan bewarna agak hijau dan kadang berbau 7

hari hingga 14 hari.

b. Sakit pada wajah

c. Hidung buntu

Page 13: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

Gejala yang disebutkan di atas ini adalah gejala klasik dari sinusitis

akut, gejala klasik tersebut sering juga disertai dengan gejala lain seperti

yang tersebut di bawah in (Saragih, 2007):

a. Sakit pada pipi dan dapat juga pada kepala

b. Demam dan rasa lesu

c. Batuk

d. Nyeri pada telinga

e. Penurunan atau gangguan penciuman (decreased or altered sense of

smell)

Bila telah menjadi kronik dapat juga terdapat komplikasi di paru-

pari berupa bronchitis atau bronkiektasis atau asma bronkiale sehingga

terjadi penyakit sinobronkitis.

Pemeriksaan fisik

a. Tampak pembengkakan di daerah pipi dan kelopak mata bawah sisi

yang terkena.

b. Pada rinoskopi anterior, mukosa konka tempak hiperemi dan edema,

selain itu tampak mukopus atau nanah di meatus media.

c. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring.

Pemeriksaan penunjang

a. Dengan pemeriksaan tranluminasi, sinus yang sakit akan terlihat

suram atau gelap.Akan lebih bermakna hasilnya bila hanya salah satu

sisi sinus saja yang sakit, sehingga terlihat sekali perbedaanya antara

yang suram atau sakit denganyang normal. Hanya sinus frontal dan

maksila yang dapat dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit akan

menjadi suram atau gelap (Ross, 1999). Dengan nasal endoskopi dapat

diketahui sinus mana yang terkena dan dapat melihat adanya faktor

etiologi lokal. Tanda khas ialah adanya pus di meatus media pada

sinusitis maksila, etmoidalis anterior dan frontal atau pus di meatus

superior pada sinusitis etmoidalis posterior dan sfenoidalis (Mehra dan

Murad, 2004; Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Selain itu, nasal

Page 14: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

endoskopi dilakukan untuk menegakkan diagnosis sinusitis akut dimana

pus mengalir ke bawah konka media dan akan jatuh ke posterior

membentuk post nasal drip (Ross, 1999).

b. Pemeriksaan radiologi, yaitu foto Waters, PA, dan lateral. Akan

tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau air- fluid level

pada sinus yang sakit.CT scan merupakan tes yang paling sensitive

dalam mengungkapkan kelainan anatomis selain melihat adanya

cairan dalam sinus, tetapi karena mahal, CT scan tidak dipakai sebagai

skrining dalam mendiagnosis sinusitis.

c. Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos posisi atau

CT-scan. Foto polos posisi Waters, posteroanterior, dan lateral umumnya

hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan

frontal. Kelainan yang akan terlihat adalah perselubungan, batas udara-

cairan (air-fluid level) pada sinusitis maksila atau penebalan mukosa

(Mehra dan Murad, 2004). CT-scan sinus merupakan gold standard

karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam

hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena

mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik

yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai

panduan operator saat melakukan operasi sinus (Mangunkusomo dan

Soetjipto,2007).

d. Pemeriksaan kultur,.

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan

mengambil sekret dari meatus media atau superior, untuk mendapat

antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang

keluar dari pungsi sinus maksila (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Kebanyakan sinusitis disebabkan infeksi oleh Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Gambaran bakteriologik

dari sinusitis yang berasal dari gigi geligi didominasi oleh infeksi gram

negatif sehingga menyebabkan pus berbau busuk dan akibatnya timbul

bau busuk dari hidung (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Page 15: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

5. Penatalaksanaan

Prinsip terapi :

a. Atasi masalah gigi

b. Konservatif dilakukan dengan memberikan obat-obatan atau irigasi

c. Operatif

Prinsip penatalaksanaan dari sinusitis adalah: mengembalikan fungsi silia

mukosa, memperbaiki drainase, eradikasi bakteri, dan menghilangkan

keluhan nyeri. Seringkali sinusitis, tidak perlu dirujuk ke ahli THT, tetapi

bila gagal dengan pengobatan medikamentosa, maka harus dirujuk ke ahli

THT untuk penanganan lebihlanjut seperti terapi bedah, irigasi

(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

a. Medikamentosa

1) Antibiotika golongan penisilin selama 10-14

a) Ampisilin 4x500mg

b) Amoksisilin 3x500mg

c) Eritromisin 4x500mg

d) Kotrimoksasol 2x1tablet

e) Doksisiklin 2x100mg/hari diikuti 100 mg/hari hari ke 2 dan

berikutnya.

2) Vasokonstriktor local dan dekongestan lokal untuk memperlancar

drainase sinus.

a) Solusio efedrin 1-2% tetes hidung

b) Solusio Oksimetasolin HCl 0,05% semprot hidun (untuk anak-

anak memakai 0,025%)

c) Tablet pseudoefedrin 3x60mg (dewasa

3) Analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri

a) Parasetamol 3x500mg

b) Metampiron 3x500mg

Bila dengan pengobatan medikamentosa gagal, maka harus konsultasi

dengan ahli (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

Page 16: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

b. Tindakan non invasif

Diatermi dengan gelombang pendek, digunakan pada sinusitis

subakut sebanyak 5- 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki

vaskularisasi sinus. Bila belum membaik dilakukan pungsi sinus dan

irigasi sinus yang harus dilakukan oleh ahli THT (Mangunkusomo dan

Soetjipto,2007).

c. Tindakan pembedahan

Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal, yaitu dengan

mengangkat mukosa yang patologis dan membuat drainase sinus yang

terkena. Tipe pembedahan yang dilakukan adalah antrostomi intra nasal

dan operasi Caldwell-Luc. Selain itu ada pembedahan non radikal yaitu

dengan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF), yang telah menjadi

tindakan pembedahan utama untuk menangani sinus, yang prinsipnya

dengan membuka dan membersihkan daerah ostio-meatal yang menjadi

sumber penyumbatan dan infeksi hingga ventilasi dan drainase menjadi

lancar kembali melalui ostium alami. Tingkat keberhasilan BSEF

mencapai 90% dengan tanpa meninggalkan jaringan parut

(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).

6. Prognosis

Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada

tindakan pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika,

drainase sinus membaik dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka

pasien mempunyai prognosis yang baik (Mehra dan Murad, 2004).

7. Komplikasi

Komplikasi sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinus

paranasal yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah sinusitis

etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi

melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul

ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan

selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus (Mangunkusomo

dan Soetjipto,2007). Komplikasi lain adalah infeksi orbital menyebabkan

Page 17: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

mata tidak dapat digerakkan serta kebutaan karena tekanan pada nervus

optikus.

Osteomielitis dan abses subperiosteal paling sering timbul akibat

sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada

osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada

pipi (Tucker dan Schow, 2008). Infeksi otak yang paling berbahaya

karena penyebaran bakteri ke otak melalui tulang atau pembuluh darah.

Ini dapat juga mengakibatkan meningitis, abses otak dan abses ekstradural

atau subdural (Ballenger, 2009).

Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronki

Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis

kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan

kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan

kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya

disembuhkan (Ballenger, 2009).

Page 18: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

BAB III

KESIMPULAN

1. Pasien datang dengan keluhan pilek pada saat udara dingin, namun ingus

tidak bisa dikeluarkan dari lubagn hidung kanan.

2. Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovascular

mukosa hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan

kadang – kadang dijumpai adanya bersin – bersin.

3. Penyebab pastinya tidak diketahui. Diduga akibat gangguan keseimbangan

sistem saraf otonom yang dipicu oleh faktor-faktor tertentu.

4. Rinitis vasomotor sering tidak terdiagnosis karena gejala klinisnya yang

mirip dengan rinitis alergi, oleh sebab itu sangat diperlukan pemeriksaan -

pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis lainnya

terutama rinitis alergi dan mencari faktor pencetus yang memicu terjadinya

gangguan vasomotor

5. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara konservatif dan apabila gagal

dapat dilakukan tindakan operatif.

6. Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya adalah radang pada

mukosa sinus paranasalis. mukosa sinus maksilaris.

7. Penyebab tersering dari Sinusitis maksilaris adalah infeksi saluran nafas

atas karena virus, seperti rinitis akut, campak, dan batuk rejan. Hanya 10%

diakibatkan oleh radang pada gigi molar atau premolar.

8. patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor, yaitu Patensi

ostium, funsi sillia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari

faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.

9. Diganosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.

10. Prinsip terapi sinusitis adalah atasi masalah gigi, kKonservatif dilakukan

dengan memberikan obat-obatan atau irigasi Operat

DAFTAR PUSTAKA

Page 19: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. 2001 Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5 th Ed. Jakarta: Gaya Baru.

Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007. Sinusitis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta : FK UI, hal : 118-122.

Montanaro. 2001. A Studies Confirm Effectiveness of Thefapy for Rhinitis. Med Students.

Ondery, Frank G, Wright, Smon K. 2009.Neoplasms of The Nasopharynx.

Ballnger’s Ptprhinolaryngology Head and Neck Surgery.

Soepardi , E. A., dkk. 2008. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Wainwright M., Gombako LA.2004. Vasomotor Rhinitis: School of Medicine at New Orleans.

Wheeler PW, Wheeler SF. September 2005. Vasomotor Rhinitis. America Academy Of Family Physcians. Vol. 72/No. 6

Rukmini, Sri. 2000. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan.

Jakarta : EGC.

Page 20: LAPORAN THT Tonsilitis Kronik - Copy

Lampiran 1

Foto Rontgen

Keterangan:

1. Deviasi septum nasi

2. Kesuraman pada sinus maxillaris kanan

3. Tidak tampak kesuraman pada sinus maksilaris kiri, sinus frontalis kanan

dan kiri, sinus ethmoidalis kanan dan kiri.

4. Mastoid air cell kanan kiri baik