BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar belakangTuberkulosis ( TBC ) paru merupakan
penyakit menular langsung yang masih menjadi masalah utama
kesehatan masyarakat Indonesia (DEPKES RI, 2002). Walaupun
penanggulangan penyakit ini sudah menerapkan strategi Directly
Observed Treatment Shortcource ( DOTS ) sejak tahun 1995 sampai
sekarang hasilnya belum sesuai harapan. WHO mensinyalir negara
negara yang tinggi beban tuberkulosisnya termasuk Indonesia tidak
sungguh-sungguh menjalankan pengendalian dengan strategi DOTS
(Priantini, 2003). WHO juga menyatakan Indonesia termasuk 22 negara
yang bermasalah dalam penanggulangan TBC.
Di Indonesia, WHO memperkirakan terdapat 583.000 kasus baru
dengan 140.000 kematian terjadi setiap tahun (DEPKES RI, 2001).
Perkiraan jumlah penderita TBC paru dengan Bakteri Tahan Asam ( BTA
) positif adalah sebesar 1,3 per 1000 penduduk. Sekitar 75 %
penderita adalah angkatan kerja yaitu golongan usia produktif.
Dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia merupakan penyumbang
terbesar ke-3 penyakit tuberkulosis di dunia.Saat ini setiap menit
muncul satu penderita TB, bahkan setiap dua menit muncul penderita
baru TB yang menular dan dari setiap 100 penduduk Indonesia, 3-6
orang menderita TB. TB merupakan penyakit multifaktorial interaksi
dari host/individu dengan lingkungan. Kontak dengan penderita TB
jangka panjang (dirumah), kepadatan orang di rumah, ekonomi dapat
meningkatkan resiko terjadinya TB paru. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka penulis merumuskan
masalah laporan dari penderita TB di puskesmas penengahan sebagai
berikut :Bagaimana angka cakupan penderita TB Paru di Kecamatan
Penengahan?1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum
Diperolehnya gambaran penderita TB paru di puskesmas Penengahan
pada bulan Januari 2014 sampai Mei 2014
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran suspek penderita TB paru yang diperiksa
dahaknyab. Diperolehnya gambaran penderita TB dengan BTA positif di
antara suspekc. Diperolehnya gambaran jumlah penderita baru BTA
positif1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Dokter Internsip Meningkatkan keilmuan tentang TB
Merupakan kesempatan untuk menerapkan ilmu kedokteran terutama ilmu
kesehatan masyarakat
Meningkatkan keterampilan komunikasi di masyarakat juga
meningkatkan kemampuan berpikir analisis dan sistematis dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan.1.4.2 Bagi
Masyarakat
Menurunkan angka penularan TB paru di masyarakat Mendapatkan
pelayanan kesehatan yang lebih maksimal berkaitan dengan TB paru di
sertai informasi tambahan mengenai TB paru.1.4.3 Bagi Instansi (
Puskesmas) Meningkatkan cakupan penemuan kasus baru TB paru dan
dapat menurunkan angka penularannya.BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISITuberkulosis adalah penyakit pada parenkim paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyebaran penyakit ini
secara aerogen, melalui droplet yang diproduksi oleh penderita
ketika batuk. Droplet ini dapat bertahan di udara beberapa jam.
Setelah inhalasi droplet terjadi, bakteri tersebut akan
bermultiplikasi di alveoli dan menyebar ke kelenjar getah bening
dan organ lain seperti paru bagian apex, ginjal dan tulang serat
sistem saraf pusat.
B. PATOGENESIS
Fase I: Fase transmisiPada saat terjadi inhalasi, sebagian kecil
bakteri Mycobacterium tuberculosisakan mencapai bronkus
respiratorius, sedang sebagian besar lainnya menempel pada epitel
saluran napas atas yang selanjutnya akan dieliminasi melalui
gerakan mukosilier. Bakteri TB yang mencapai saluran napas distal
tidak semuanya menyebabkan "infeksi". Pada keadaan normal (sebelum
"infeksi" dimulai) hampir semua makrofag alveolar sudah teraktivasi
secara nonspesifik. Pada keadaan tertentu, makrofag alveolar dapat
menelan dan menghancurkan bakteri TB sebelum bakteri tersebut
membelah.
Penghancuran bakteri bergantung pada kekuatan makrofag alveolar,
genetik dan virulensi bakteri. Bakteri virulen dalam makrofag
alveolar yang relatif lemah akan mampu membelah dan mengawali
penyakit sedang bakteri lemah dalam makrofag alveolar yang kuat
akan segera dihancurkan atau dihambat sebelum pembelahan bakteri
terjadi.
Fase II: Awal infeksi, proliferasi dan penyebaranFase ini
disebut juga fase simbiosis yang terjadi antara 7-21 setelah
infeksi. Bakteri membelah secara logaritmik. Setelah kontak dengan
bakteri maka membran plasma makrofag mengalami invaginasi dan
kemudian membentuk vakuola yang akan menyelimuti seluruh bakteri
seperti terlihat pada gambar di bawah. Vakuola akan membentuk
fagolisosom setelah mengadakan fusi dengan lisosom yang mengandung
enzim hidrolitik (aktif dalam suasana asam). Akibatnya sel-sel
bakteri akan dicerna dalam vakuola dan debris yang terbentuk akan
disekresi dengan cara eksositosis.
Fagositosis bakteri TB oleh makrofag alveolar
Jika makrofag alveolar gagal menghancurkan atau menghambat
pertumbuhan bakteri maka bakteri di dalamnya akan membelah sampai
makrofag tersebut pecah. Bakteri yang keluar akan ditelan oleh
makrofag alveolar lainnya dan oleh makrofag nonaktif seperti
monosit yang keluar dari aliran darah. Kedua tipe makrofag tersebut
bergerak ke lokasi karena pelepasan bakteri, debris selular dan
berbagai kemotaktik pejamu seperti komponen komplemen 5a (C5a) dan
sitokin monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag imatur
baru dari aliran darah dengan cepat menelan bakteri. Selanjutnya
terjadi hubungan simbiosis, makrofag dan bakteri tidak saling
menghancurkan. Makrofag yang baru belum teraktivasi sehingga tidak
menghambat atau menghancurkan bakteri sedang bakteri tidak
menyerang makrofag karena pada pejamu belum terjadi
hipersensitiviti tipe-tuberkulin. Makin lama semakin banyak
makrofag dan bakteri berkumpul di lesi.Fase III: fase pembentukan
respons imunSelama beberapa hari atau minggu awal infeksi TB
primer, respons kompleks sedang disiapkan oleh pejamu. Walaupun
lekosit PMN telah aktif pada awal inflamasi namun mereka tidak
bekerja dengan baik. Respons humoral atau antibodi yang biasanya
merupakan pusat pertahanan terhadap bakteri patogen, peranannya
bisa diabaikan dalam melawan tuberkulosis. Namun demikian sistem
komplemen ikut berperan pada tahap awal fagositosis.Setelah 4-8
minggu infeksi akan dibentuk mekanisme pertahanan spesifik yaitu
terjadi sensitisasi sel T terhadap antigen spesifik. Mekanisme
pertahanan spesifik pada tuberkulosis ditandai dengan dimulainya
respons cell-mediated immunity (CMI) dan delayed-type
hipersensitivity (DTH) yang akan meningkatkan kemampuan pejamu
untuk menghambat atau mengeliminasi bakteri. Respons CMI dan DTH
merupakan fenomena yang sangat erat hubungannya dan timbul akibat
aktivasi sel T yang bersifat spesifik. Kedua fenomena yang belum
dapat dipisahkan tersebut terjadi melalui mekanisme respons imun
yang sama dan akan mengubah respons pejamu terhadap pajanan antigen
berikutnya.Respons DTH ditandai dengan nekrosis perkijuan akibat
lisisnya sel-sel makrofag alveoli yang belum teraktivasi sedang
respons CMI timbul setelah makrofag alveoli teraktivasi sehingga
menjadi sel epiteloid matur. Pada binatang percobaan didapatkan
bahwa kedua respons imun tersebut terjadi pada pejamu yang rentan
maupun resisten tetapi dengan derajat berbeda.Pada pejamu resisten
didapatkan rasio sel-sel epiteloid terhadap nekrosis perkijuan jauh
lebih besar dibandingkan pejamu rentan.Keseimbangan antara CMI dan
DTH akan menentukan bentuk penyakit yang akan berkembang. Respons
CMI akan mengaktifkan makrofag dan bakteri dibunuh secara
intraselular, sedang respons DTH menyebabkan nekrosis perkijuan dan
pertumbuhan bakteri dihambat secara ekstraselular. Keduanya
merupakan respons imun yang sangat efektif menghambat perjalanan
penyakit. Untuk keberhasilan pengelolaan TB, diperlukan pengetahuan
tentang saling pengaruh antara kedua respons imun tersebut dan
perubahan rasio antara keduanya.Bakteri M.tb dalam makrofag akan
dipresentasikan ke sel Th1 melalui major histocompatibility comples
(MHC) kelas II. Sel Th1 selanjutnya akan mensekresi IFN-( yang akan
mengaktifkan makrofag sehingga dapat menghancurkan bakteri yang
telah difagosit. Jika bakteri tetap hidup dan melepas antigennya ke
sitoplasma maka akan merangsang sel CD8 melalui MHC kelas I. Sel
CD8 yang bersifat sitolitik selanjutnya akan melisiskan makrofag.
Tidak semua makrofag akan teraktivasi oleh IFN-( yang dihasilkan
oleh Th1 sehingga sel-sel yang terlewat tersebut selanjutnya akan
dilisiskan melalui mekanisme DTH.Respons DTH pada infeksi TB
ditandai dengan peningkatan sensitiviti makrofag tidak teraktivasi
terhadap efek toksik TNF-(. Makrofag tidak teraktivasi tersebut
merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga perlu
dihancurkan untuk menghambat proliferasi bakteri lebih lanjut.Lurie
dan Dannenberg pada tahun 1991 menyimpulkan bahwa sel yang datang
ke tempat infeksi membentuk lingkaran konsentrasi, sel yang datang
lebih awal berkumpul di tengah sedang sel berikutnya tersusun di
sebelah luarnya. Pusat lingkaran tersusun atas debris dari makrofag
paling awal yang telah menelan bakteri TB dan kemudian terbunuh
oleh proliferasi bakteri tersebut. Setiap generasi makrofag yang
tertarik ke lesi secara berurutan akan makin kompeten sesuai dengan
perkembangan respons imun.Perkembangan infeksi berhubungan dengan
kemampuan makrofag sekitar lesi mengendalikan proliferasi dan
penyebaran bakteri TB. Pada hampir semua pejamu normal, lesi primer
dalam paru akan membaik karena pengaruh pertahanan selular atau
CMI. Pada sebagian pejamu kemampuan meningkatkan respons imun lemah
sehingga tidak mampu mengendalikan TB. Pejamu tersebut secara
klinis akan menderita TB beberapa minggu sampai bulan sesudah
infeksi primer. Termasuk dalam kelompok ini adalah bayi (sistem
imun imatur), usia lanjut (kompetensi imun merosot dengan
bertambahnya usia) dan immunocompromised (khususnya orang dengan
HIV atau AIDS.Fase IV: Pencairan jaringan, pembentukan kavitas dan
proliferasi M. tuberculosisUnsur utama respons imun adalah
kemampuan membatasi proliferasi atau daya tahan hidup bakteri TB
dalam makrofag teraktivasi (proses CMI) dan kemampuan menghancurkan
makrofag inkompeten yang membiarkan bakteri berkembang di dalamnya.
Bakteri dari makrofag inkompeten yang telah hancur akan ditelan
oleh makrofag generasi berikutnya yang lebih imunokompeten (proses
DTH).Kedua proses tersebut memerlukan dukungan sitokin, makrofag
dan lekosit PMN. Sel-sel tersebut sebagian mati saat berinteraksi
dengan bakteri, melepaskan banyak enzim proteolitik yang kuat.
Enzim tersebut juga memudahkan terjadinya trombosis pembuluh darah
lokal. Kombinasi faktor-faktor tersebut mengakibatkan proses
pencairan lesi perkijuan, menyediakan lingkungan dan nutrisi yang
baik untuk pertumbuhan bakteri TB.
Pencairan lesi perkijuan merupakan tanda transisi interaksi
antara pejamu dengan bakteri. Sebelumnya bakteri dapat ditekan
pertumbuhannya dalam lingkungan intraselular oleh pertahanan
selular. Dalam lingkungan debris cair, bakteri TB untuk pertama
kalinya membelah dengan cepat dalam lingkungan
ekstraselular.Sejalan dengan replikasi bakteri, terjadi inflamasi
yang menghancurkan jaringan lokal. Kerusakan meluas sampai struktur
percabangan bronkus selanjutnya bahan cair keluar lewat saluran
napas meninggalkan ruang kosong yang disebut kavitas. Bahan cair
bisa keluar karena batuk, bisa juga menyebar ke bagian paru lain
lewat percabangan bronkus.C. KLASIFIKASI TUBERKULOSISTuberkulosis
paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura.
1.Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a.Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
-Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
-Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
-Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif
b.Tuberkulosis paru BTA (-)
-Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis
aktif
-
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. tuberculosis
2.Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :
a.Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b.Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif.Bila BTA negatif atau biakan
negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan
dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
-Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur,
keganasan dll)
-TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis
c.Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan
tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d.Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
e.Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
f.Kasus Bekas TB:
-Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)
dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif,
atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
-Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak
ada perubahan gambaran radiologi
B.TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput
otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari
tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan
pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
Gambar 2. Skema klasifikasi tuberkulosis
D. GEJALA KLINIK
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena
adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat)
1.Gejala respiratorik
- batuk > 2 minggu - batuk darah - sesak napas - nyeri
dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus
belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2.Gejala sistemik
- Demam - gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam,
anoreksia dan berat badan menurun
3.Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,
pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas
dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat
cairan.
E. PENGOBATANPengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase
yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.
Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
A.OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1.Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
INH Rifampisin Pirazinamid Streptomisin Etambutol
2.Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin Amikasin Kuinolon Obat lain masih dalam penelitian
yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat Beberapa obat
berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : o Kapreomisin
o Sikloserino o PAS (dulu tersedia) o Derivat rifampisin dan INH o
Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Kemasan
- Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing
INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.- Obat kombinasi dosis
tetap (Fixed Dose Combination FDC) Kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
ObatDosis(Mg/KgBB/Hari)Dosis yg dianjurkanDosisMaks (mg)Dosis
(mg) / berat badan (kg)Harian (mg/ kgBB / hari)Intermitten
(mg/Kg/BB/kali)<
4040-60>60R8-121010600300450600H4-6510300150300450Z20-30253575010001500E15-20153075010001500S15-1815151000Sesuai
BB7501000
F. Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal
yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB
(multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS
untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO.
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD)
dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998.
Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO
seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap
antara lain:1.Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan
resep minimal2.Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan
penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja
3.Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap
penatalaksanaan yang benar dan standar4.Perbaikan manajemen obat
karena jenis obat lebih sedikit5.Menurunkan risiko penyalahgunaan
obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap
Fase intensifFase lanjutan2 bulan4
bulanBBHarianHarian3x/mingguHarian3x/mingguRHZE150/75/400/275RHZ150/75/400RHZ150/150/500RH150/75RH150/15030-3738-5455-70>7123452345234523452345
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan
rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang
efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non
toksik.Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap
tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah
sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu
menanganinya.
B. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi: TB paru (kasus baru),
BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau :2 RHZE/ 6HE
atau 2 RHZE / 4R3H3Paduan ini dianjurkan untuk a.TB paru BTA (+),
kasus baru b.TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas
(termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan
disesuaikan dengan hasil uji resistensi TB Paru (kasus baru), BTA
negatif, pada foto toraks: lesi minimalPaduan obat yang dianjurkan
: 2 RHZE / 4 RH atau : 6 RHE atau2 RHZE/ 4R3H3 TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE.
Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak
terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5
bulan. TB Paru kasus gagal pengobatan Sebelum ada hasil uji
resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6
bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan
15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak
memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat
hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan. -
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil
yang optimal - Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter
spesialis paru TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus
lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut : a. Berobat > 4 bulan 1) BTA saat ini
negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka
pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan
analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti
TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. 2) BTA saat ini
positif Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama b. Berobat < 4
bulan 1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama 2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif
pengobatan diteruskan Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji
resistensi terhadap OAT. TB Paru kasus kronik -Pengobatan TB paru
kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji
resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif)
ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid
dll. Pengobatan minimal 18 bulan. -Jika tidak mampu dapat diberikan
INH seumur hidup - Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan
kemungkinan penyembuhan - Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke
dokter spesialis paru
Tabel 4. Ringkasan paduan obat
Kategori KasusPaduan obat yang diajurkanKeteranganI- TB paru BTA
+, BTA - , lesi luas 2 RHZE / 4 RH atau2 RHZE / 6 HE*2RHZE / 4R3H3
II- Kambuh- Gagal pengobatan-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji
resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE-3-6 kanamisin, ofloksasin,
etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin
atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHEBila streptomisin alergi, dapat diganti
kanamisinII- TB paru putus berobatSesuai lama pengobatan
sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis,
bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau *2RHZES
/ 1RHZE / 5R3H3E3III-TB paru BTA neg. lesi minimal2 RHZE / 4 RH
atau 6 RHE atau*2RHZE /4 R3H3IV- KronikRHZES / sesuai hasil uji
resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan)IV- MDR TBSesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau
H seumur hidupCatatan : * Obat yang disediakan oleh Program
Nasional TB
C.EFEK SAMPING OAT
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping,
oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping
sangat penting dilakukan selama pengobatan.Efek samping yang
terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1.Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping,
oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping
sangat penting dilakukan selama pengobatan.Efek samping yang
terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan.
2.Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simptomatis ialah :- Sindrom flu berupa demam, menggigil
dan nyeri tulang- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak
nafsu makan, muntah kadang-kadang diare- Sindrom kulit seperti
gatal-gatal kemerahanEfek samping yang berat tetapi jarang terjadi
ialah :- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal
tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman
TB pada keadaan khusus- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok
dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi,
rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang- Sindrom respirasi yang
ditandai dengan sesak napasRifampisin dapat menyebabkan warna merah
pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah
tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka
mengerti dan tidak perlu khawatir.
3.Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat
terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan
arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya
ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4.Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.
Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis
yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB
perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan
penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5.Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang
berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping
tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang
digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping
yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat
segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan
diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli).Reaksi hipersensitiviti kadang
terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala,
muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan
(jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25grStreptomisin dapat
menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Tabel 5. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya
Efek samping Kemungkinan PenyebabTatalaksanaMinor
OAT diteruskanTidak nafsu makan, mual, sakit perutRifampisinObat
diminum malam sebelum tidurNyeri sendiPyrazinamidBeri aspirin
/allopurinolKesemutan s/d rasa terbakar di kakiINHBeri vitamin B6
(piridoksin) 1 x 100 mg perhariWarna kemerahan pada air
seniRifampisinBeri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apaMayor
Hentikan obat Gatal dan kemerahan pada kulitSemua jenis OATBeri
antihistamin dan dievaluasi ketatTuliStreptomisinStreptomisin
dihentikan Gangguan keseimbangan (vertigo dan
nistagmus)StreptomisinStreptomisin dihentikan Ikterik / Hepatitis
Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)Sebagian besar OATHentikan
semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan
hepatoprotektorMuntah dan confusion (suspected drug-induced
pre-icteric hepatitis)Sebagian besar OATHentikan semua OAT dan
lakukan uji fungsi hatiGangguan penglihatanEtambutolHentikan
etambutol Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpura
RifampisinHentikan rifampisin
BAB IIIHASIL DAN ANALISISPengambilan data
Data diambil 22 dusun yang ada di kecamatan Penengahan. Hasil
Data diperoleh mulai dari bulan januari sampai dengan mei 2014 di
kecamatan Penengahan. Program WHO menentukan bahwa target kasus TB
paru di Indonesia adalah 160 kasus / 100.000 penduduk. Dengan
jumlah penduduk kecamatan Penengahan sebesar 37.936 maka target
cakupan kasus TB paru di kecamatan Penengahan adalah 61 kasus.
Di Puskesmas Penengahan proporsi suspek yang diperikasa dahaknya
hingga bulan mei 2014 sebanyak 127 dari 607 suspek yang seharusnya
terdapat di puskesmas. Hal ini menunjukan bahwa suspek TB Paru pada
Puskesmas Penengahan, hanya memenuhi 20,92% pada 5 bulan pertama
pada tahun 2014. Sedangkan target pencapaian penemuan kasus TB Paru
pada kecamatan Penengahan adalah 608 kasus, sehingga setiap
bulannya harus didapatkan 50,6 (51 kasus) kasus, pada 5 bulan ini
telah didapatkan 127 kasus yaitu 49,8 % dari target yang di
dapatkan.
Case detection rate (CDR) menggambarkan cakupan penemuan
pendarita TB baru BTA positif yang terdapat pada wilayah puskesmas
penengahan, hingg bulan Mei 2014 ditemukan 25 kasus TB paru positif
dari 61 target BTA positif. Ini menandakan bahwa kecamatan
Penengahan memiliki temuan kasus sebesar 40,9 % dari target.
BAB IVKESIMPULAN DAN SARANKesimpulan
Di Puskesmas Penengahan di dapatkan bahwa suspek TB Paru, hanya
memenuhi 20,92% pada tahun 2014 dari target yang di himbau oleh
WHO. Sedangkan target pencapaian penemuan kasus TB Paru pada
kecamatan Penengahan adalah 49,8 % dari target yang di dapatkan
selama 5 bulan pertama. Case detection rate (CDR) hingga bulan Mei
2014 ditemukan penderita TB Paru dengan BTA positif sebesar 40,9 %
dari target.
Saran
Diharapkan hasil laporan ini dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan dengan program pendidikan dan penyuluhan kepada penderita
TB Paru Ada kerjasama dengan tim kesehatan di desa untuk menjarin
penderita TB Paru Mengadakan penyuluhan terhadap seluruh bidan dan
kader desa untuk pelaksanaan dibutuhkan leflet yang mudah dipahami
Membina kader berkala mengenai TB dan juga deteksinya Mengaktifkan
kembali ruang PAL Membuat hari TB agar para penderia TB rutin dan
terencana dalam pengontrolan serta pendeteksian terhadap suspek
penderita TB.Daftar Pustaka1. DEPKES RI . Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis, cetakan ke 8 , Jakarta : Depkes RI ,
2002
2. DEPKES RI . Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis , cetakan ke
4, Jakarta : Dirjen PPM-PLP , 1999
3. Aditama,Tjandra Yoga,Tuberkulosis Paru Masalah dan
Penang-gulanggannya , Jakarta : UIP, 1994
4. Sandjaja, B . Pemberantasan Tuberkulosis di Irian Jaya ,
Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia , 1995 : XXIII ( .3 ) : hal
208- 215
5. Sri Prihatini, Tuberkulosis Kegawat Daruratan Global ,
diajukan pada Seminar TB Up Date 2003 Ke V ,Banjarmasin : Pusat
Studi Tuberkulosis FK Unlam / RSUD Ulin
6. Priantini, Ni Nyoman . MDR-TB dan Penanggulangannya ,
Medicinal , 2003 ( 4 ) No.1. Mei 2003 , hal 33
7. Dwijani Embran. Seng pada TB paru , Medicinal , 2003 ( 4 ) ,
No.1.Mei 2003 hal
8. Depkes RI, Komunikasi Inter Personal antara Petugas Kesehatan
dengan Penderita Tuberkulosis , Jakarta : Dirjen PPM & PL ,
2001
9. Mohammad Rudianyah, Tuberkulosis tinjauan kesehatan
masyarakat, dalam Rudianyah, M,dkk : editor , Tuberkulosis tinjauan
multidisiflin ( 2 ), Banjarmasin.: Pusat Studi Tuberkulosis FK
Unlam / RSUD Ulin, 2002
10. Dinkes Kab.Banjar . Profil Kesehatan Kabupaten Banjar tahun
2002 , Martapura : Dinkes Banjar , 2003
24
_1468839177.xlsChart1
4.98
5.02
target penemuan kasus pada 5 bulan 2014
Sheet1
Column1target penemuan kasus pada 5 bulan 2014
jumlah suspek yang diperiksa4.98
jumlah suspe sesuai WHO5.02
3rd Qtr1.4
4th Qtr1.2
To resize chart data range, drag lower right corner of
range.
_1468839199.xlsChart1
4.09
5.91
case detection rate januari-mei 2014 PKM. Penengahan
Sheet1
case detection rate januari-mei 2014 PKM. Penengahan
kasus TB paru BTA +4.09
Target5.91
3rd Qtr1.4
4th Qtr1.2
To resize chart data range, drag lower right corner of
range.
_1468834265.xlsChart1
2.092
7.908
jumlah suspek yang diperiksa dahaknya januari-mei 2014 di PKM.
Penengahan
Sheet1
jumlah suspek yang diperiksa dahaknya januari-mei 2014 di PKM.
Penengahan
jumlah suspek yang diperiksa2.092
jumlah suspe sesuai WHO7.908
3rd Qtr1.4
4th Qtr1.2
To resize chart data range, drag lower right corner of
range.