Uji Kadar Fe dalam Susu Kedelai dan Sumber Mata Air di Desa
Sambangan dengan Spektrofotometer UV-Vis Metode Kurva Kalibrasi dan
Metode Adisi StandarI. TUJUANTujuan dari praktikum ini adalah
sebagai berikut:1) Menentukan kadar Fe pada susu kedelai dengan
metode kurva kalibrasi dengan instrumen spektrofotometer UV-Vis.2)
Menentukan kadar Fe pada sumber mata air di Desa Sambangan dengan
metode kurva adisi standar dengan instrumen spektrofotometer
UV-Vis.
II. DASAR TEORISpektrometri ultraviolet-tampak merupakan metode
analisa yang didasarkan atas serapan molekul dengan menggunakan
radiasi sinar ultraviolet dan sinar tampak, dengan panjang
gelombang antara 160 780 nm. Metode ini banyak dipakai dalam
pengukuran kuantitatif berbagai senyawa organik dan anorganik.
Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang antara 160-400 nm dan
sinar tampak yang bisa dilihat memiliki rentang panjang gelombang
antara 400-800 nm.
Gambar 1. Spektrum sinar tampakSpektroskopi serapan molekul
didasarkan pada pengukuran transmitansi T atau absorbansi A suatu
larutan dengan konsentrasi C dalam sel transparan dengan panjang b
cm. biasanya konsentrasi analit penyerap radiasi berbanding
langsung dengan absorbansi yang dinyatakan dengan persamaan:
dimana P0 dan P adalah tenaga radian, energi radiasi yang
mengenai permukaan seluas 1 cm2 per detik, sebelum dan sesudah
melewati sampel dan adalah molar absorpsivitas atau koefisien
ekstingasi molar.Secara eksperimen pengukuran transmitansi dan
absorbansi dilakukan dengan mengukur energi radiasi
ultraviolet-tampak setelah melewati larutan (P) dibandingkan dengan
energi radiasi setelah melewati pelarut yang digunakan dalam
larutan tersebut (P0) yang ditempatkan dalam sel transparan .
dimana transmitansi (T) dinyatakan oleh:
absorbansi(A) dinyatakan oleh persamaan:
Energi radiasi yang diserap oleh spesies dalam larutan
berbanding langsung dengan jumlah spesies yang ada atau konsentrasi
larutan dan panjang larutan yang dilaluinya. Dengan demikian
absorbansi berbanding langsung dengan konsentrasi dan panjang (b)
larutan yang dilalui radiasi dan dinyatakan dengan persamaan:
Persamaan ini dikenal dengan Hukum Beer (Mudewaran
2009).Spektrofotometer UV-Vis sering digunakan untuk
mengidentifikasi dan menentukan senyawa-senyawa organik dan
anorganik. Instrumen ini dapat digunakan untuk analisis kualitatif
maupun analisis kuantitatif. Pada analisis kualitatif,
spektrofotometer UV-Vis memiliki keterbatasan yang disebabkan oleh
adanya beberapa serapan puncak meksimum dan minimum. Serapan
maksimum dan minimum ini juga dapat bergeser akibat pengaruh
pelarut yang digunakan. Spektofotometer UV-Vis sangat bermanfaat
untuk digunakan dalam analisis kuantitatif. Hal ini disebabkan
karena metode ini dapat digunakan untuk sampel organik dan
anorganik, memiliki sensitivitas 10-4 10-5 M dan masih dapat
ditingkatkan, selektivitas sedang sampai tinggi, akurari yang baik
dan mudah digunakan serta menghasilkan data yang baik. Uji
kuantitatif dengan spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk
mengukur kadar logam dalam suatu sampel tertentu dengan menggunakan
absorbansi dari sampel. Metode yang biasa digunakan untuk
menentukan kadar logam adalah metode kurva kalibrasi dan metode
adisi standar. Metode kurva kalibrasi dilakukan dengan membuat
persamaan garis lurus. Sumbu X merupakan konsentrasi bahan (dapat
berupa larutan) standar dan sumbu Y adalah respon hasil pengukuran
bahan standar atau absorbansi. Dengan mengacu pada Hukum Lambert
Beer yaitu A = b C, dengan nilai A adalah absorbansi, adalah
absorptivitas molar, b adalah tebal media dan C adalah konsentrasi.
Nilai dan b adalah suatu tetapan, maka yang merupakan variabel yang
berubah adalah A dan C atau dengan kata lain bahwa A (absorbansi)
berbanding lurus dengan konsentrasi (C). Apabila terdapat beberapa
larutan standar, yang kemudian diukur absorbansinya, maka adan
didapatkan gambar grafik garis lurus seperti dibawah ini.
Gambar 2. Kurva kalibrasiJika garis horizontal (C) dianggap
sebagai sumbu X dan garis vertikal dianggap sumbu Y, maka akan
diperoleh persamaan garis lurus Y = BX A, dimana: Y = absorbansi X
= Konsentrasi B = Slope A = Intersep Untuk mengetahui kadar suatu
zat dalm suatu sampel tertentu, maka dilakukan pengukuran
absorbansi pada sampel yang belum dikethui kadarnya kemudian di
konsentrasi dicari dengan menggunakan persamaan garis lurus yang
telah diketahui.Metode adisi standar merupakan menambahkan larutan
standar ke dalam sampel. Volume sampel tetap sedangkan volume dari
larutan standar berbeda. Volume akhir yang diukur dengan
menggunakan alat instrumentasi adalah sama. Jadi yang memiliki
variasi adalah konsentrasi larutan standar. Bentuk garik dari
metode adisi standar adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Kurva adisi standarKadar logam seperti Fe dalam sampel
alam maupun produk yang tersebar dimasyarakat dapat ditentukan
dengan menggunakan instrumen ini. Penentuan kandungan besi dalam
suatu sampel dilakukan secara spektrofotometri UVVis menggunakan
pengompleks orto fenantrolin yang memerlukan zat pereduksi untuk
mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Pereduksi yang sering digunakan
NH2OH.HCl 4Fe3+ + 2NH2OH 4Fe2+ + N2O + 6H+ + H2O Hydroxylamine
Analisis spektrofotometri campuran Fe2+ dan Fe3+ secara umum
merupakan metode tidak langsung yang dilakukan secara bertahap.
Orthofenantrolin atau o-fenantrolin sebagai agen pengompleks dapat
berikatan dengan Fe2+ dan Fe3+ membentuk kompleks berwarna berbeda,
sehingga diharapkan Fe2+ dan Fe3+ dalam campuran bisa ditentukan
secara langsung sebagai senyawa kompleks dengan metode
spektrofotometri. Senyawa kompleks berwarna merah-orange yang
dibentuk antara besi (II) dan 1,10-phenantrolin (ortophenantrolin)
dapat digunakan untuk penentuan kadar besi dalam susu kedelai yang
dijual dipasaran. Reagen yang bersifat basa lemah dapat bereaksi
membentuk ion phenanthrolinium, phen H+ dalam medium asam.
Pembentukan kompleks besi phenantrolin dapat ditunjukkan dengan
reaksi:3C12H8N2 + Fe2+ [(C12H8N2)3Fe]2+ Orange-red Fe2+ + 3 phen H+
Fe(phen)32+ + 3H+
Gambar 4. Pembentukan kompleks besi phenantrolin
Tetapan pembentukan kompleks adalah 2.510-6 pada 25oC. Besi (II)
terkomplekskan dengan kuantitatif pada pH 3-9. pH 3,5 biasa
direkomendasikan untuk mencegah terjadinya endapan dari garam garam
besi, misalnya fosfat. Kelebihan zat pereduksi, seperti
hidroksilamin diperlukan untuk menjamin ion besi berada pada
keadaan tingkat oksidasi 2+ (Hendayana et al, 1994).Pada praktikum
ini akan dilakukan penentuan kadar zat besi dalam susu kedelai
dengan metode kurva kalibrasi dan penentuan kadar Fe pada air minum
yang diambil di daerah Sambangan.
III. ALAT DAN BAHAN 3.1 AlatNama AlatJumlah
Kaca arloji2 buah
Pipet volumetri 1 mL1 buah
Pipet volumetri 100 mL1 buah
Labu ukur 100 mL2 buah
Pipet volumetri 5 mL1 buah
Spatula 1 buah
Pipet tetes2 buah
Tabung reaksi1 buah
Pipet volumetri 10 mL1 buah
Spektrofotometer UV-Vis 1 set
3.2 BahanNama BahanJumlah
Padatan Fe0,07 gr
Larutan hidroksilaminklorida 10%10 mL
Padatan o-phenantrolin 0,25%0,25 gr
Sampel mengandung besi (susu kedelai)10 mL
Sampel sumber mata air150 mL
IV. PROSEDUR KERJA DAN HASIL PENGAMATANA. Untuk sampel susu
kedelaiNoProsedur KerjaHasil Pengamatan
1Pembuatan Larutan Induk 100 ppm
Larutan induk dibuat dari garam Mohr dengan melarutkan garam
Mohr ke dalam 100 mL akuades.Massa garam Mohr yang digunakan untuk
pembuatan larutan induk 100 ppm yaitu sebesar 0,07 gram. Larutan
yang terbentuk berwarna kuning muda.
Gambar 5. Larutan standar Fe 100 ppm
2Pembuatan Larutan Fe 1 ppm
Larutan standar baku Fe (II) 100 ppm diambil sebanyak 1 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudian
ditambahkan 5 mL larutan hidroksilaminklorida 10% dan larutan
o-phenantrolin 0,25% setelah itu diencerkan menggunakan akuades
hingga tanda batas labu ukur 100 mL. Larutan standar yang berwarna
kuning muda diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan dengan
larutan hidroksilaminklorida 10% dan larutan o-phenantrolin 0,25%
yang menghasilkan terbentuknya larutan berwarna oranye.
Gambar 6. Larutan standar baku Fe (II) 1 ppm
3Pembuatan Larutan Fe 0 ppm
Dimasukkan 5 mL larutan hidroksilaminklorida 10% dan larutan
o-phenantrolin 0,25% kemudian tersebut diencerkan menggunakan
akuades hingga tanda batas labu ukur 100 mL.Larutan
hidroksilaminklorida 10% berupa larutan yang tidak berwarna
dituangkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut dicampurkan
dengan larutan o-phenantrolin yang berupa larutan tidak berwarna
yang akan digunakan untuk membentuk larutan standar baku Fe (II) 0
ppm yang menghasilkan larutan yang tidak berwarna.
Gambar 7. Larutan standar baku Fe (II) 0 ppm
4Pembuatan Larutan Fe 2 ppm
Larutan standar baku Fe (II) 100 ppm diambil sebanyak 2 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudian
ditambahkan 5 mL larutan hidroksilaminklorida 10% dan larutan
o-phenantrolin 0,25% setelah itu diencerkan menggunakan akuades
hingga tanda batas labu ukur 100 mL. Larutan standar yang berwarna
kuning muda diambil sebanyak 2 mL kemudian ditambahkan dengan
larutan hidroksilaminklorida dan larutan o-phenantrolin yang
menghasilkan larutan berwarna oranye kecokelatan.
Gambar 8. Larutan standar baku Fe (II) 2 ppm
5Pembuatan Larutan Fe 3 ppm
Larutan standar baku Fe (II) 100 ppm diambil sebanyak 3 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudian
ditambahkan 5 mL larutan hidroksilaminklorida 10% dan larutan
o-phenantrolin 0,25% setelah itu diencerkan menggunakan akuades
hingga tanda batas labu ukur 100 mL. Larutan standar yang berwarna
kuning muda diambil sebanyak 3 mL kemudian ditambahkan dengan
larutan hidroksilaminklorida dan larutan o-phenantrolin yang
menghasilkan larutan berwarna oranye kecokelatan namun larutan
tersebut lebih pekat dibandingkan dengan larutan standar baku Fe
(II) 2 ppm.
Gambar 9. Larutan standar baku Fe (II) 3 ppm
6Pembuatan Larutan Fe 4 ppm
Larutan standar baku Fe (II) 100 ppm diambil sebanyak 4 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudian
ditambahkan 5 mL larutan hidroksilaminklorida 10% dan larutan
o-phenantrolin 0,25% setelah itu diencerkan menggunakan akuades
hingga tanda batas labu ukur 100 mL. Larutan standar yang berwarna
kuning muda diambil sebanyak 4 mL kemudian ditambahkan dengan
larutan hidroksilaminklorida dan larutan o-phenantrolin yang
menghasilkan larutan berwarna oranye kecokelatan namun larutan
tersebut lebih pekat dibandingkan dengan larutan standar baku Fe
(II) 3 ppm.
Gambar 10. Larutan standar baku Fe (II) 4 ppm
7Pembuatan Larutan Fe 5 ppm
Larutan standar baku Fe (II) 100 ppm diambil sebanyak 5 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan tersebut kemudian
ditambahkan 5 mL larutan hidroksilaminklorida 10% dan larutan
o-phenantrolin 0,25% setelah itu diencerkan menggunakan akuades
hingga tanda batas labu ukur 100 mL. Larutan standar yang berwarna
kuning muda diambil sebanyak 5 mL kemudian ditambahkan dengan
larutan hidroksilaminklorida dan larutan o-phenantrolin yang
menghasilkan larutan berwarna oranye kecokelatan namun larutan
tersebut lebih pekat dibandingkan dengan larutan standar baku Fe
(II) 4 ppm.
Gambar 11. Larutan standar baku Fe (II) 5 ppm
8Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan standar Fe (II) 3 ppm diambil kemudian diukur absorbansi
dan panjang gelombang maksimum dari larutan tersebut menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.Nilai absorbansi dari larutan standar baku
Fe (II) 3 ppm yaitu 0,741 dan panjang gelombang maksimum larutan
tersebut yaitu 511 nm.
Gambar 12. Hasil pengukuran absorbansi standar baku Fe (II)
9Penentuan Fe pada Sampel Susu Kedelai
Larutan sampel susu kedelai diambil sebanyak 10 mL kemudian
dituangkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan sampel tersebut
ditambahkan dengan larutan hidroksilaminklorida 10% sebanyak 5 mL
dan larutan o-phenantrolin 0,25% sebanyak 5 mL. Larutan kemudian
diencerkan menggunakan akuades sampai tanda batas labu ukur 100 mL.
Larutan tersebut diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Sampel susu kedelai setelah penambahan hidroksialamin dan
o-phenantrolin menghasilkan larutan yang berwarna merah muda pudar.
Setelah didiamkan beberapa lama mengalami penggumpalan, kemudian
disaring. Filtrat hasil penyaringan diuji absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis.
B. Untuk sampel mata airNoProsedur KerjaPengamatan
1Larutan Fe 10 ppm dibuat dengan melarutkan garam Mhor dalam 250
mL akuades.
Larutan Fe 10 ppm dibuat dari garam Mhor dengan massa 0,0175
gram dalam 250 mL akuades Larutan yang terbentuk berwarna kuning
muda.
Gambar 13. Larutan standar Fe 10 ppm.
26 buah labu ukur 50 mL disiapkan, kemudian ditambahkan larutan
Fe 10 ppm, sampel, Frenatrolin, Hidroksilaminklorida, KSCN sesuai
dengan Tabel 1.
Setelah dilakukan penambahan bahan sesuai Tabel 1 terbentuk
larutan berwarna merah yang tidak tampak dengan signifikan,
sehingga ditambahkan 2 tetes o-phenantrolin dan menghasilkan
larutan bening agak kemerahan.
3Absorbasi diukur dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
dengan panjang gelombang 511 nm.Hasil absorbansi diperoleh sebagai
berikut.Konsentasi (ppm)Absorbansi
00,055
0,20,068
0,40,121
0,60,140
0,80,156
10,168
Tabel 1. TabungFe (mL)Sampel (mL)FrenatrolinHidroskilaminklorida
(mL)KSCN (mL)
10253 tetes55
21253 tetes55
32253 tetes55
43253 tetes55
54253 tetes55
65253 tetes55
V. HASIL DAN PEMBAHASANPada praktikum uji kandungan Fe pada
sampel dengan spektrofotometer UV-Vis dapat dilakukan dengan metode
kurva kalibrasi dan metode kurva adisi standar.Metode Kurva
KalibrasiDalam praktikum uji kandungan Fe pada susu kedelai dengan
kurva kalibrasi dibuat terlebih dahulu larutan standar. Yang
dijadikan larutan standar adalah larutan garam mhor (NH4)2Fe(SO4)2
dengan konsentrasi 100 ppm. Larutan tersebut kemudian diencerkan ke
dalam berbagai konsentrasi yaitu 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm,
dan 5 ppm. Pembuatan larutan uji dengan berbagai konsentrasi ini
bertujuan untuk mempermudah pembuatan kurva kalibrasi serta dapat
diketahui persamaan garisnya yang akan digunakan untuk menghitung
konsentrasi sampel susu kedelai. Selanjutnya dilakukan penambahan
hidroksialamin pada larutan sampel dan standar yang berfungsi
sebagai zat pereduksi yaitu untuk mereduksi besi (III) menjadi besi
(II). Reaksinya adalah sebagai berikut.
HidroksilaminSebelum penentuan besi secara spektrofotometri
UVVis, larutan sampel dan standar ditambahkan pengompleks orto
fenantrolin. Penambahan pengompleks orto penantrolin ini secara
teori didasarkan atas reaksi ion besi(II) dengan fenantrolin
membentuk kompleks jingga merah yang terbentuk pada pH 39. Kompleks
yang terjadi sangat stabil dan intensitas warna tidak berubah dalam
kurun waktu yang lama. Penggunaan fenantrolin untuk mengomplekan Fe
karena fenantrolin bersifat selektif terhadap Fe, artinya hanya
dengan ion Fe2+ fenantrolin dapat membentuk kompleks jingga merah.
Reaksinya sebagai berikut.3C12H8N2 + Fe2+ [(C12H8N2)3Fe]2+ Pada
penentuan kadar besi secara spektrofotometer UV-VIS diperoleh data
sebagai berikut.
Tabel 2. Absorbansi Larutan Standar dan
SampelNoKonsentrasiAbsorbansi
10,00000,000
21,00000,220
32,00000,581
43,00000,743
54,00000,956
65,00001,184
7Sampel0,038
Panjang gelombang maksimal511,0 nm
Dari data di atas dapat dibuat kurva kalibrasi untuk larutan
standar sebagai berikut.
Gambar 14. Kurva kalibrasi hubungan antara absorbansi dengan
konsentrasiDengan menggunakan kurva kalibrasi di atas dapat
ditentukan intersep (a) dan slope (b) nya. Intersepnya sebesar
0,2369 dan slopenya adalah 0,0219. Dengan diketahuinya nilai a dan
b maka dapat dibuat persamaan: y = ax + b y = 0,2369x + 0,02190,038
= 0,2369x + 0,0219x = 0,06796 ppm Jadi konsentrasi Fe pada susu
kedelai setelah mengalami pengenceran 10x adalah 0,06796 ppm.
Konsentrasi Fe sebenarnya dalam susu kedelai adalah konsentrasi
pengenceran dikalikan dengan faktor pengenceran yaitu 0,06796 ppm x
10 = 0,6796 ppm. Sehingga konsentrasi Fe pada susu kedelai yaitu
sebesar 0,6796 ppm.
Metode Kurva Adisi StandarDalam analisis kadar besi dengan
metode kuva adisi standar, sampel yang diguanakan adalah sampel air
dari sumber air yang biasa dimanfaatkan oleh warga sebagai sumber
air minum langsung yang tempatnya di Desa Sambangan. Sebelumnya
dibuat larutan standar besi dengan konsentasi 10 ppm dari garam
Mohr (NH4)2Fe(SO4)2. Selanjutnya, enam buah labu ukur 50 mL
masing-masing diisi 25 mL sampel air. Kelima buah labu
berturut-turut diisi larutan besi (II) standar sebanyak 1 mL, 2 mL,
3 mL, 4 mL, dan 5 mL, sedangkan satu buah labu tidak ditambahkan
larutan besi (II) standar. Campuran larutan tersebut selanjutnya
ditambahkan dengan 5 mL hidroksilaminklorida 10% dan 5 mL KSCN ke
dalam masing-masing larutan. Tujuan penambahan hidroksilaminklorida
adalah untuk mereduksi Fe3+ yang ada dalam larutan sampel menjadi
Fe2+. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:4Fe3+ + 2NH2OH
4Fe2+ + N2O + 6H+ + H2OFe2+ yang terbentuk selanjutnya direaksikan
dengan KSCN agar dapat membentuk kompleks besi (II) KSCN yang
berwarna merah yang dapat ditentukan kadar besinya menggunakan
UV-Vis. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:Fe2++KSCN
Fe(SCN)2 + 2K+ Akan tetapi warna merah tidak tampak dengan
signifikan, sehingga ditambahkan 2 tetes o-phenantrolin membentuk
kompleks besi (II) phenantrolin berwarna jingga merah. Reaksi yang
terjadi sebagai berikut.3C12H8N2 + Fe2+ [(C12H8N2)3Fe]2+ Kemudian
ditambahkan aquades sampai tanda batas labu dan diperoleh warna
larutan bening agak kemerahan. Dimana, dengan perbedaan penambahan
volume larutan besi (II) tersebut diperoleh konsentrasi yang
berbeda pada masing-masing labu, dengan perhitungan sebagai
berikut. Labu I :Tidak dilakukan penambahan larutan besi (II),
konsentrasi = 0 ppm Labu II:
x 10 ppm = 0,2 ppm Labu III:
x 10 ppm = 0,4 ppm Labu IV:
x 10 ppm = 0,6 ppm Labu V:
x 10 ppm = 0,8 ppm Labu VI:
x 10 ppm = 1 ppm Sebelum menentukan absorbansi masing-masing
larutan, ditentukan panjang gelombang maksimum yang digunakan,
yaitu 511 nm. Melalui pengukuran absorbansi larutan pada panjang
gelombang maksimum 511 nm, diperoleh absorbansi pada masing-masing
konsentrasi larutan sebagai berikut.
Tabel 3. Absorbansi pada Adisi StandarKonsentasi
(ppm)Absorbansi
00,055
0,20,068
0,40,121
0,60,140
0,80,156
10,168
Dari tabel di atas dapat dibuat kurva hubungan absorbansi
terhadap konsentrasi. Kurva yang diperoleh adalah sebagai
berikut.Gambar 15. Kurva Adisi Standar Penentuan Fe pada Sampel
Air
Konsentasi sampel yang didapatkan dari hasil ekstrapolasi
sebesar 0,485 ppm. Konsentrasi sampel juga dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus:Cx = Cs Dimana: Cx = konsentrasi sampelCs =
konsentrasi standarAx = absorbansi sampelAT = absorbansi sampel +
standarCx = Cs Cx = 1Cx = 0,486 ppmBerdasarkan hasil dari
ekstrapolasi garis pada kurva adisi standar dan dengan perhitungan
rumus Cx = Cs maka didapatkan hasil konsentrasi sampel air dari
sumber mata air di Desa Sambangan dengan ekstrapolasi adalah
sebesar 0,485 ppm dan rumus Cx = Cs sebesar 0,486 ppm. Jadi
konsentrasi Fe dalam sumber mata air Desa Sambangan sekitar 0,4855
ppm
VI. SIMPULANBerdasarkan hasil praktikum yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi Fe pada susu kedelai dengan metode
kurva kalibrasi sebanyak 0,6796 ppm dan konsentrasi Fe pada sumber
mata air di Desa Sambangan dengan metode kurva adisi standar adalah
0,4855 ppm.
DAFTAR PUSTAKAHendayana, S., Kadarohman, A., Sumarna, A., dan
Supriatna, A., 1994. Kimia Analitik Instrumen, edisi ke-1 .
Semarang:IKIP Press Muderawan, I Wayan. 2009. Analisis Instrumen.
Singaraja: Jurusan Pendidikan Kimia, UNDIKSHA.