Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan untuk membantu proses pemboran. Analisa yang terhadap lumpur pemboran sangat penting dilakukan untuk mengenali sifat-sifat fisik suatu lumpur pemboran tersebut. Komposisi dan sifat-sifat fisik lumpur pemboran menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh untuk menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran. Karena berbagai faktor-faktor seperti kecepatan, efisiensi, keselamatan, dan biaya operasi pemboran sangat tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai. oleh karena itu lumpur pemboran mutlak digunakan selama operasi pemboran berjalan. Awal mulanya mud engineer hanya menggunakan air untuk mengangkat serpihan pemboran (cutting) pada lubang sumur. Seiring dengan berkembangnya peradaban serta teknologi perminyakan, maka lumpur telah menggantikan tugas air untuk mengangkat cutting. Tetapi faktor-faktor pada formasi dapat mengubah sifat-sifat fisik pada lumpur pemboran. Oleh karena itu, untuk memperbaiki dan mempertahankan sifat-sifat fisik lumpur, zat-zat kimia (additive) ditambahkan ke dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap digunakan. 1
156

LAPORAN RESMI ALP ARF.docx

Nov 07, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan untuk membantu proses pemboran. Analisa yang terhadap lumpur pemboran sangat penting dilakukan untuk mengenali sifat-sifat fisik suatu lumpur pemboran tersebut. Komposisi dan sifat-sifat fisik lumpur pemboran menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh untuk menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran. Karena berbagai faktor-faktor seperti kecepatan, efisiensi, keselamatan, dan biaya operasi pemboran sangat tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai. oleh karena itu lumpur pemboran mutlak digunakan selama operasi pemboran berjalan. Awal mulanya mud engineer hanya menggunakan air untuk mengangkat serpihan pemboran (cutting) pada lubang sumur. Seiring dengan berkembangnya peradaban serta teknologi perminyakan, maka lumpur telah menggantikan tugas air untuk mengangkat cutting. Tetapi faktor-faktor pada formasi dapat mengubah sifat-sifat fisik pada lumpur pemboran. Oleh karena itu, untuk memperbaiki dan mempertahankan sifat-sifat fisik lumpur, zat-zat kimia (additive) ditambahkan ke dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap digunakan.

Gambar 1.1. Lumpur Pemboran

Pada awal sistem rotary drilling, lumpur dimaksudkan untuk mengangkat serbuk bor (cutting) dari dasar sumur ke permukaan saja. Tetapi dengan majunya teknologi, lumpur mempunyai banyak fungsi dalam dunia pemboran untuk mengatasi masalah pada pemboran. Lumpur pemboran merupakan cairan yang berbentuk lumpur, dibuat dari percampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur dapat dipompakan. Zat padat ada dua macam yaitu untuk memberikan kenaikkan berat jenis (density) dan untuk membuat lumpur mempunyai kekentalan (viscosity) tertentu. Sedangkan zat kimia dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan yang dinginkan. Adapun penjelasan tentang 3 (tiga) komponen-komponen utama lumpur pemboran, sebagai berikut:1. Fraksi Cairan.a. Air.Lebih dari 75% lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air tawar dan air asin, sedangkan air asin dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air asin jenuh dan air air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini perlu disesuaikan dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.b. Minyak.Lumpur dengan komponen minyak dikembangkan untuk menanggulangi sifat-sifat lumpur dasar air (water base mud) yang tidak diinginkan. Untuk itu digunakan lumpur dasar minyak (oil base mud) yang mempunyai keuntungan antara lain : mempunyai sifat lubrikasi / meleburkan / menghancurkan yang baik, stabilitas temperatur yang tahan sampai 500oF, corrosion resistance, meminimalisasi kerusakan formasi, dan mencegah terjadinya shale problem.

c. Emulsi Minyak dan Air.Invert emulsion adalah pencampuran minyak dengan air dan mempunyai komposisi minyak 50 70 % volume (sebagai komponen yang kontinyu) dan air sebanyak 30 50 % volume (sebagai komponen diskontinyu). Emulsi terdiri dari dua macam, yaitu : Oil In Water Emulsion.Disini air merupakan komponen yang kontinyu dan minyak sebagai komponen teremulsi. Air bisa mencapai sekitar 70 % volume, sedangkan minyak sekitar 30 % volume. Water In Oil Emulsion.Disini yang merupakan komponen kontinyu adalah minyak, sedangkan komponen yang teremulsi adalah air. Minyak bisa mencapai sekitar 50 70 %, sedangkan air 30 50 %.2. Fraksi Padatan.a. Reactive Solid (Clay, Bentonite, Attapulgite).Reactive solid adalah padatan yang apabila bereaksi dengan fasa cair akan membentuk sifat koloidal pada lumpur. Salah satu dari material ini adalah bentonite, dimana bila bentonite dicampur dengan air akan menyebar (terdispersi) karena muatan negatif pada permukaan plat-plat materialnya akan saling tolak - menolak dan pada saat itu akan menyerap air sehingga membentuk koloid (suspensi) yang lunak dan volumenya membesar (swelling).b. Innert Solid.Innert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi dengan zat-zat cair lumpur bor. Dalam kehidupan sehari-hari pasir yang diaduk dengan air dan kita diamkan beberapa saat, akan turun ke dasar bejana dimana kita mengaduknya. Disini pasir disebut inert solid. Didalam lumpur bor inert solid berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari formasi.3. Fraksi Additive.a. Material pemberat.b. Filtration loss reduce agent.c. Viscosifier.d. Thinner.e. pH adjuster (pengontrol).f. Shale stabilitator agent.

Adanya bermacam-macam fraksi tersebut, maka Zaba dan Doherty (1970), mengelompokan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya, menjadi :1. Lumpur Air Tawar (Fresh Water Mud).Lumpur air tawar (fresh water mud) adalah lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan (jika ada) kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam). Jenis-jenis lumpur fresh water mud adalah : a.Spud Mud, adalah lumpur yang digunakan pada pemboran awal atau bagian atas bagi conductor casing. Fungsi utamanya adalah untuk mengangkat cutting dan membuka lubang di permukaan.b.Natural Mud, yaitu dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam fasa cair, sifat-sifatnya bervariasi tergantung formasi yang di bor. Lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface casing.c.Bentonite treated Mud, yaitu mencakup sebagian besar dari tipe-tipe air tawar. Bentonite adalah material paling umum yang digunakan untuk koloid inorganik yang berfungsi mengurangi filtration loss dan mengurangi tebal mud cake. Bentonite juga dapat menaikkan viskositas.d.Phospate treated Mud, yaitu mengandung polyphospate untuk mengontrol viskositas, gel strength dan juga dapat mengurangi filtration loss serta mud cake dapat tipis.e.Organic Colloid - treated Mud, terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau carboxymethyl cellulose pada lumpur yang digunakan untuk mengurangi filtration loss pada fresh water mud.f. Red Mud, yaitu mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan oleh treatment dengan caustic soda dan queobracho (merah tua). Jenis lumpur ini adalah alkaline tannate treatment dengan penambahan polyphospate untuk lumpur dengan pH dibawah 10.g. Calcium Mud, yaitu lumpur yang mengandung larutan kalsium (di sengaja). Kalsium bisa ditambah dengan bentuk slake lime (kapur mati), semen, plaster (CaSO4) atau CaCl2.2. Lumpur Air Asin (Salt Water Mud).Lumpur ini digunakan terutama untuk membor garam massive (salt dome) atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran air garam yang terbor. Filtration loss-nya besar dan mud cake-nya tebal bila tidak ditambah organic colloid, pH lumpur dibawah 8, karena itu perlu presentative untuk menahan fermentasi starch. Jika saltmud-nya mempunyai pH yang lebih tinggi, fermentasi terhalang oleh basa. Suspensi ini bisa diperbaiki dengan penggunaan attapulgite sebagai pengganti bentonite. Adapun jenis-jenis lumpur salt water mud adalah : a. Unsaturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya diambil dari air laut yang dapat menimbulkan busa (foaming) sehingga perlu ditambahkan bahan kimia (defoamer)b. Saturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya dijenuhi oleh NaCL untuk mencegah pelarutan garam pada formasi garam yang ditembus dan dapat digunakan untuk mengebor lapisan shale.c. Sodium - Sillicate Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya mengandung sekitar 65 % volume larutan Na - Silicate dan 35 % larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan untuk digunakan bagi pemboran heaving shale, tetapi jarang digunakan karena lebih banyak digunakan lumpur Lime Treated Gypsum Lignosulfonate yang lebih baik, lebih murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya.3. Oil In Water Emultion Mud.Pada lumpur ini, minyak merupakan fasa emulsi dan air sebagai sebagai fasa kontinyu. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Sebagai dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtration loss berkurang. Keuntungannya adalah bit yang lebih tahan lama, penetration rate naik, pengurangan korosi pada drillstring, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viskositas dan tekanan pompa dapat dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drillstring.4. Oil base dan Oil Base Emultion Mud.Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya. Komposisinya diatur agar kadar airnya rendah (3 5% volume). Lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminan. Tetapi airnya adalah kontaminan karena memberi efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, menaikkan gel strength, mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtration loss perlu ditambahkan zat-zat kimia. Manfaat oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi maupun formasi produktif (jadi ia juga untuk completion mud). Kegunaan terbesar adalah pada completion dan workover sumur.5. Gaseuos Drilling Fluids.Lumpur pemboran jenis ini jarang dipergunakan, hanya dipakai untuk daerah-daerah yang sangat sensitif terhadap tekanan hidrostatik, yaitu daerah yang membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah. Gaseous drilling fluids, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk pemboran yang formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran dimana kemungkinan terjadinya blow out kecil sekali atau dimana lost circulation merupakan bahaya utama.

Pada lapisan-lapisan atau formasi-formasi yang akan ditembus atau dilalui oleh lumpur pemboran tersebut bermacam-macam atau berubah-ubah, maka kita selalu mengubah-ubah sifat lumpur dengan menambahkan zat kimia yang sesuai. Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu diukur agar fungsi lumpur pemboran tetap optimal, baik lumpur yang akan masuk ke dalam lubang maupun lumpur yang keluar dari dalam sumur. Adapun fungsi utama dari lumpur pemboran adalah :1. Mengangkat cutting ke permukaan.2. Mengontrol tekanan formasi.3. Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring.4. Membersihkan dasar lubang bor.5. Membantu stabilitas formasi.6. Melindungi formasi produktif.7. Membantu dalam evaluasi formasi.

Fungsi lumpur pemboran di atas ditentukan oleh komposisi kimia dan sifat fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan menyebabkan kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat menimbulkan masalah pemboran dan akhirnya menimbulkan kerugian besar. Karena sifat fisik lumpur harus selalu dikontrol, maka jika terjadi perubahan pada sifat fisiknya harus segera diatasi, karena itu perlu diketahui dasar-dasar operasi pemboran khususnya mengenai lumpur pemboran.

Untuk menunjang hal itu maka diadakan beberapa praktikum mengenai lumpur pemboran, diantaranya : 1. Densitas, sand content, dan pengukuran kadar minyak dalam lumpur pemboran.2. Pengukuran viskositas dan gel strength.3. Filtrasi dan mud cake.4. Analisa kimia lumpur pemboran.5. Kontaminasi lumpur pemboran.6. Pengukuran MBT (Methylene Blue Test).

102

106

BAB IIDENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURANKADAR MINYAK PADA LUMPUR PEMBORAN

2.1. Tujuan Percobaan1. Mengenal material-material pembentuk lumpur pemboran beserta fungsi utamanya.2. Mengenal dan memahami alat-alat dan bahan pada praktikum densitas, sand content dan pengukuran kadar minyak pada lumpur pemboran.3. Menentukan kandungan pasir dan kadar minyak yang terdapat dalam lumpur pemboran.

2.2. Teori Dasar2.2.1. DensitasLumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss. Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Dengan densitas lumpur pemboran yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation), sedangkan apabila densitas lumpur pemboran terlalu kecil akan menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur). Oleh karena itu, densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.Densitas lumpur pemboran dapat menggambarkan gradien hidrostatik dari lumpur pemboran dalam psi/ft. Namun, di lapangan umumnya dipakai satuan pound per gallon (ppg). Dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Volume setiap material adalah additive :

2. Jumlah berat adalah additive, maka :sVs + ml x Vml = mb x Vmb

Keterangan :Vs = Volume solid, gallonVml= Volume lumpur lama, gallonVmb= Volume lumpur baru, gallons= Densitas solid, ppgml= Densitas lumpur lama, ppgmb= Densitas lumpur baru, ppg

Dari persamaan 1 dan 2 di dapat :

Vs =

Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah :

Ws = Vs x s

Bila dimasukkan ke persamaan 3 :

% volume solid :

% berat solid :

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG 4.3 untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ml ke lumpur baru sebesar mb setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid, Ws sebanyak :

Ws =

Keterangan :Ws = Berat solid zat pemberat , kg barite/bbl lumpur.

Sedangkan apabila yang digunakan sebagai pemberat adalah bentonite dengan SG 2.5 maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan :

Ws =

Keterangan : Ws= Kg bentonite/bbl lumpur lama

2.2.2. Sand ContentTercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah beban pada mud pump. Oleh karena itu, setelah lumpur disirkulasikan maka harus mengalami proses pembersihan dengan berbagai jenis-jenis peralatan, terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi. Peralatan-Peralatan tersebut disebut dengan Conditioning Equipment, antara lain :a. Shale Shaker.Berfungsi membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau cutting yang berukuran besar. Penggunaan screen (saringan) untuk problematika padatan yang terbawa dalam lumpur menjadi salah satu pilihan dalam solid control equipment. Solid / padatan yang mempunyai jari-jari yang lebih besar dari jari-jari screen akan tertinggal / tersaring dan dibuang, sehingga jumlah solid dalam lumpur bisa terminimalisasi. Jari-jari screen diatur agar polimer dalam lumpur tidak ikut terbuang. Kerusakan screen dapat diperbaiki dan diganti.

Gambar 2.1. Shale Shaker

b. Degassser.Berfungsi membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke dalam lumpur pemboran. Peralatan ini sangat berfungsi pada saat pemboran menembus zona permeable, yang ditandai dengan pemboran menjadi lebih cepat, densitas lumpur berkurang dan volume lumpur pada mud pit bertambah.

Gambar 2.2. Degasser

c. Desander.Berfungsi membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale shaker.

Gambar 2.3. Desander

d. Desilter.Berfungsi seperti desander, namun desilter membersihkan lumpur dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Selain dapat menggunakan penyaringan dengan screen terkecil, penyaringan dengan menggunakan mud cleaner, karena dapat lebih murah dan lebih praktis. Penggunaan desilter dan mud cleaner harus dioptimalisasi oleh beberapa faktor, seperti berat lumpur, nilai fasa cair, komposisi solid dalam lumpur, biaya logistik yang berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain. Normalnya berat lumpur yang dikehendaki sekitar 10.8.

Gambar 2.4. Desilter

Penggambaran sand content dari lumpur pemboran merupakan persentase volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari 74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran dengan saringan tertentu. Jadi persamaan untuk menentukan kandungan pasir (sand content) pada lumpur pemboran adalah :

Keterangan :n= Kandungan pasirVs= Volume pasir dalam lumpurVm= Volume lumpur2.2.3.Pengukuran Kadar MinyakKandungan minyak adalah banyaknya minyak yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur pemboran dengan kadar minyak maksimal sebesar 15 20 %. Kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap laju pemboran. Hal ini terutama karena minyak akan memberikan pelumasan sehingga pahat lebih awet, mengurangi pembesaran lubang bor dan mengurangi penggesekan pipa bor dengan formasi serta mengurangi kemungkinan terjadinya jepitan terhadap pahat. Akan tetapi setelah melewati kandungan minyak optimum tersebut, kenaikan kadar minyak akan menyebabkan penurunan laju pemboran, hal ini tejadi pada permukaan bit yang lebih licin saat kontak dengan batuan formasi karena adanya pelumasan yang berlebihan.

2.3. Peralatan dan Bahan2.3.1.Peralatane. 1. Mud Balance2. Retort Kit3. Multi Mixer4. Wetting Agent5. Sand Content Set

6. Gelas Ukur 500 cc

Gambar 2.5. Mud Balance

Gambar 2.6. Retort Kit

Gambar 2.7. Multi Mixer

Gambar 2.8. Wetting Agent

Gambar 2.9. Sand Content Set

Gambar 2.10. Gelas Ukur 500 cc

2.3.2. Bahan1. Barite2. Bentonite3. Air Tawar (Aquades)

Gambar 2.11. Barite

Gambar 2.12. Bentonite

Gambar 2.13 Air Tawar (Aquades)

2.2 2.4. Prosedur Percobaan2.4.1.Densitas Lumpur1. Mengkalibrasi peralatanan mud balance sebagai berikut:a. Membersihkan peralatanan mud balanceb. Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu tutup dan dibersihkan bagian luarnya. Keringkan dengan kertas tissuec. Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula.d. Menempatkan rider pada skala 8.33 ppge. Mencek pada level glass bila tidak seimbamg atur calibration screw sampai seimbang.2. Menimbang beberapa zat yang digunakan.3. Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite. Caranya air dimasukkan dalam bejana lalu dipasang multi mixer dan bentonite dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan. Selang beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup mud balance dengan lumpur yang telah dibuat.4. Menutup cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan tutup cup dibersihkan.5. Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur rider hingga seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala.6. Mengulangi langkah lima untuk komposisi campuran yang berbeda.

2.4.2. Sand Content1. Mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai. Tambahkan air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan kocok dengan kuat.2. Menuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir keluar melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan tuangkan kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih. Cuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa lumpur yang melekat3. Memasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur. Hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen volume dari pasir yang mengendap.4. Mencatat sand content dari lumpur dalam persen volume.

2.4.3.Penentuan Kadar Cairan Lapisan1. Mengambil himpunan retort keluar dari insulator blok, keluarkan mud chamber dari retort.2. Mengisi upper chamber dengan steel wall.3. Mengisi mud chamber dengan lumpur dan tempatkan kembali tutupnya, bersihkan lelehan lumpurnya.4. Menghubungkan mud chamber dengan upper chamber, kemudian tempatkan kembali dalam insulator.5. Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan tempatkan dibawah kondensator.6. Memanaskan lumpur sampai tak terjadi kondensasi lagi yang ditandai dengan matinya lampu indikator.

Hal-hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung adalah :1. % volume minyak = ml minyak x 102. % volume air = ml air x 103. % volume padatan = 100-(ml minyak + ml air) x 104. Gram minyak = ml minyak x 0.85. Gram lumpur = lb / gall x 1.26. Gram padatan = gram lumpur (gram minyak + gram air)7. Ml padatan = 10 (ml minyak + ml air)8. Spesific gravity padatan rata-rata = gram padatan/ml padatan.% berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100

2.5. Data dan Hasil PercobaanData hasil percobaan adalah sebagai berikut :Tabel 2.1. Hasil Percobaan Densitas dan Sand ContentNo.Komposisi LumpurDensitas(ppg)Sand Content(% Volume)

1Lumpur Dasar (LD)8.650.50

2LD + 2 gr Barite8.700.50

3LD + 5 gr Barite8.750.50

4LD + 10 gr CaCO38.750.75

5LD + 15 gr CaCO38.800.75

2.6. Pembahasan2.6.1. Pembahan PraktikumPada praktikum ini membahas tentang densitas, sand content, dan pengukuran kadar minyak lumpur pemboran. Suatu lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss. Dalam awal pembentukan lumpur akan terdapat kandungan minyak, yaitu banyaknya minyak yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur dengan kadar minyak optimum lebih kurang sebesar 15% 20% kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap laju pemboran. Selama proses pemboran, lumpur juga akan tercampur oleh serpihan-serpihan formasi (cutting) yang akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur.Pada praktikum ini kita membuat lumpur terlebih dahulu dengan komposisi campuran 350 cc air dan 22.5 gr bentonite. Sehingga diperoleh lumpur dasar (LD) dengan densitas 8.65 ppg dan sand content 0.50 %. Lalu ketika ditambahkan additive material pemberat seperti bentonite dan carbonite, harga densitas pun meningkat. Pada percobaan, apabila lumpur dasar yang kita peroleh ditambahkan barite sebanyak 2 gram, densitas meningkat menjadi 8.70 ppg dengan harga sand content tetap.Begitu pula apabila kita menambahkan barite sebesar 5 gram, maka densitas meningkat lagi menjadi 8.75 ppg dengan harga sand content yang tetap. Pada penambahan additive carbonite, apabila ditambah 10 gram carbonite maka densitas meningkat menjadi 8.75 ppg dengan perubahan harga sand content menjadi 0.75 % dan apabila ditambahkan 15 gram carbonite maka densitas meningkat menjadi 8.80 ppg dan harga sand content menjadi 0.75 %.Harga densitas dan sand content perlu diperhatikan. Karena jika harga densitas terlalu tinggi maka akan terjadi lost circulation (lumpur pemboran hilang ke formasi), lalu jika harga densitas terlalu rendah akan terjadi kick (fluida formasi masuk ke sumur). Jika harga sand content terlalu tinggi dapat menaikkan denistas yang kemudian menambah beban pompa sirkulasi lumpur dan dapat terjadi proses abrasi atau pengikisan pada peralatan pemboran. Penambahan additive dalam percobaan adalah untuk menaikkan densitas lumpur, dan apabila berdasar efisiensi maka saya memilih menggunakan barite karena dengan gram yang sedikit mampu menaikkan harga densitas secara signifikan dan menstabilkan harga sand content, berbeda dengan carbonate. Sehingga barite dapat dikatakan sebagai additive yang berfungsi menambah densitas dari lumpur dan secara langsung mempengaruhi tekanan hidrostatik dari lumpur yang dinyatakan dengan persamaan :Ph = 0.052 x x hKeterangan :Ph = Tekanan hidrostatik, psi/ft= Densitas lumpur, ppgh = Kedalaman, ft

2.6.2.Pembahasan Soal1. Dilihat dari hasil percobaan diatas, jelaskan apakah Barite dan CaCO3 mempunyai fungsi yang sama ?Jawab: Ya,dari data tersebut menunjukkan barite dan CaCO3 memiliki fungsi yang sama dalam hal meningkatkan, namun tidak sama dalam hal mempertahankan harga sand content.

2. Jika saudara bekerja sebagai Mud Engineer pada suatu operasi pemboran. Dari dua jenis material pemberat diatas material manakah yang akan saudara gunakan? Berikan alasannya!Jawab: Barite,karena dapat meningkatkan densitas tanpa meningkatkan persentase sand content, sehingga produksi pasir tidak meningkat seiring meningkatnya densitas.

3. Barite ( BaSO4 ) mempunyai SG dari 4,2 4,5. Dari data diatas perkirakan SG dari barite tersebut. Jika diketahui SG bentonite = 2,6.Jawab: Diketahui: SG Bentonite = 2.6% Volume = 0.5%Ditanya : SG Barite ?Jawab: = x SG Bentonite= 8.33 ppg x 2.6= 21.658 ppg

4. Dari jawaban soal no 3, perhatikan apakah harga yang diperoleh tersebut berada didalam range SG Barite seperti tertulis dalam soal? Jika iya, tentukan apakah barite tersebut termasuk pure barite / APIo Barite? Jika tidak jelaskan sebabnya!Jawab : Pada jawaban no 3, harga SG barite yang didapat sebesar 4.2 . Hal tersebut termasuk dalam range SG, maka barite tersebut merupakan APIo Barite.

5. Dari tabel diatas terlihat bahwa selain densitas, juga diukur kadar pasir. Jelaskan secara singkat mengapa perlu dilakukan pengukuran kadar pasir dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dalam operasi pemboran! Jawab:Karena pasir memiliki sifat abrasive, yaitu dapat mengikis peralatan pemboran. Untuk mengatasinya menggunakan zat additive (barite) serta menyaring lumpur dengan Conditioning Equipment.

6. Pada saat ini selain Barite dapat juga digunakan Hematite (Fe2O3) dan Ilmenite (FeO.TiO2) sebagai density control additive. Hematite mempunyai harga SG antara 4.2 5.3. Sedangkan ilmenite dari 4.5 5.11 dengan kekerasan masing-masing 2 kali lebih dari barite. Dari data tersebut, buatlah analisa kelebihan dan kekurangan kedua additive tersebut jika dibandingkan dengan barite! Jawab : a. Kelebihan : 1. Lebih mudah mengontrol tekanan statik lumpur.2. Cocok untuk pemboran yang dangkal.3. Mencegah lost circulation. b. Kekurangan : 1. Sukar larut.2. Tidak ekonomis apabila ingin menaikkan densitas.3. Tidak sesuai dengan pemboran pada tekanan formasi cukup tinggi.7. Galena (Pbs) mempunyai harga SG sekitar 7.5 dan dapat digunakan untuk membuat lumpur dengan densitas lebih dari 19 ppg. Pada penerapannya, Galena jarang digunakan sebagai density control additive dan hanya digunakan untuk masalah-masalah pemboran khusus !Jawab:Galena jarang digunakan karena zat additive ini dapat menaikkan densitas terlalu signifikan. Jika densitas yang sangat tinggi dapat berakibat terjadinya lost circulation. Karena itu galena jarang digunakan pada berbagai formasi, galena hanya digunakan jika densitas turun secara signifikan.

8. Suatu saat saudara berada dilokasi pemboran. Pada saat itu bit mencapai kedalaman 1600 ft. Saudara diharuskan menaikkan densitas 200 bbl lumpur 11 ppg menjadi 11.5 ppg dengan menggunakan barite (SG = 4.2) dengan catatan bahwa volume akhir tidak dibatasi. Hitung jumlah barite yang dibutuhkan (dalam lb)!Jawab : Diketahui: Vml = 200 bbl = 200 x 42 = 8400 gallonml = 11 ppgair = 8.33 ppgmb = 11.5 ppgSGbarite = 4.2Ditanya: Wbarite ?Jawab:

9. Sebutkan hal-hal yang terjadi akibat sand content terlalu besar!Jawab :- Bersifat dapat mengikis dan merusak peralatan pemboran. Dapat mengendap dan mengganggu kerja bit sehingga kerja bit tidak optimal Densitas lumpur akan naik, sehingga menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation).

2.7. Kesimpulan1. Kadar minyak ideal pada lumpur pemboran berkisar antara 15 20%.2. Pada data praktikum, zat additive barite lebih efektif dan ekonomis dalam meningkatkan densitas dibandingkan CaCO3.3. Lost circulation disebabkan karena besarnya harga densitas, namun kick disebabkan karena kecilnya harga densitas.4. Pengertian material additive adalah material yang ditambahkan untuk merawat sifat lumpur sesuai dengan yang dibutuhkan.5. Apabila zat additive barite dan kalsium karbonat ditambahkan dengan jumlah yang sama pada dua lumpur berbeda maka barite menaikkan densitas lumpur lebih besar dibandingkan kalsium karbonat.

BAB IIIPENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL STRENGTH

3.1.Tujuan Percobaan 1. Menentukan viskositas dari lumpur pemboran dengan menggunakan Marsh Funnel.2. Memahami rheologi dari lumpur pemboran.3. Mengetahui efek penambahan zat additive (thinner dan thickener) pada lumpur pemboran.

3.2. Teori DasarViskositas lumpur adalah kemampuan lumpur untuk mengalir dalam suatu media. Satuan viskositas centipoice (cp). Alat yang digunakan untuk menentukan viskositas adalah Marsh Funnel dan Fann VG.Kemampuan lumpur untuk membentuk gel (agar-agar) yang sangat berguna pada saat round trip (pergantian pipa). Gel strength merupakan salah satu indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength merupakan ukuran gaya tarik menarik partikel lumpur yang statik.Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap di dasar sumur yang dapat menyebabkan masalah pemboran selanjutnya. Viskositas dan gel strength merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.Selama proses pemboran berlangsung, secara otomatis di dalam sumur bor akan terdapat cutting. Cutting adalah serpihan-serpihan atau potongan-potongan dari dinding formasi akibat pengeboran. Viskositas sangat berperan penting dalam pengangkatan cutting dari dasar lubang bor ke permukaan. Apabila viskositas tidak sesuai dengan yang direkomendasikan maka cutting dan material pemberat tidak dapat terangkat ke permukaan. Cutting yang masih berada di bawah bit akan digilas dan dibor lagi oleh bit, dan akan memperlambat proses pengeboran sehingga akan menurunkan rate of penetration.Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran. Lumpur pemboran ini mengikuti model-model rheologi bingham plastic, power law. Bingham plastic merupakan model sederhana untuk fluida non newtonian.Fluida non newtonian adalah fluida yang mempunyai viskositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran (shear rate) yang terjadi. Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai viskositas yang disebut apparent viscosity dari fluida pada shear rate tersebut. Contoh dari fluida non newtonian adalah minyak.Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viskositas yang konstan, fluida non newtonian memperlihatkan suatu yield stress suatu jumlah tertentu dari tahapan dalam yang harus diberikan agar fluida mengalir seluruhnya. Contoh dari fluida newtonian adalah air.

Gambar 3.1. Klasifikasi Fluida

Gambar di atas merupakan grafik yang menggambarkan antara fluida newtonian dan fluida non newtonian. Pada fluida newtonian memiliki viskositas yang konstan sehingga menunjukkan garis linier. Sedangkan pada fluida non newtonian memiliki viskositas yang tidak konstan sehingga memiliki beberapa garis linier.Umumnya fluida pemboran dapat dianggap bingham plastic, dalam hal ini sebelum ada aliran harus ada minimum shear stress yang disebut yield point (y). Setelah yield point terlampaui maka setiap penambahan shear rate sebanding dengan plastic viscosity (p) dari pada model ini.Fluida power law ini menunjukkan sifat shear stress yang akan naik sebagai fungsi pangkat n dari shear rate.Dalam percobaan ini pengukuran viskositas yang sederhana dilakukan dengan menggunakan alat marsh funnel. Viskositas ini adalah jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter untuk mengalir keluar dari corong marsh funnel. Bertambahnya viskositas ini direfleksikan dalam bertambahnya apparent viscosity. Untuk fluida non newtonian, informasi yang diberikan marsh funnel memberikan suatu gambaran rheologi fluida yang tidak lengkap sehingga biasanya digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi sekarang.Plastic viscosity seringkali digambarkan sebagai bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik. Sedangkan yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel yang didespersi dalam fasa fluida.Gel strength dan yield point merupakan ukuran dari gaya tarik menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya gel strength merupakan ukuran gaya tarik menarik yang statik sedangkan yield point merupakan ukuran gaya tarik menarik yang dinamik.

Pada waktu lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas. Sedangkan waktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Gaya mengagar inilah yang disebut gel strength. Gel strength dikenal sebagai gaya tarik menarik antara partikel-pertikel lumpur pemboran, atau disebut juga dengan daya agar atau daya pulut. Gel strength berfungsi untuk menahan cutting dan material pemberat lumpur pemboran tidak turun diwaktu lumpur tidak bersirkulasi agar tidak menumpuk di lubang annulus.Pada waktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar tidak turun. Apabila gel strength yang terlampau rendah akan menyebabkan terendapnya serbuk bor pada saat sirkulasi lumpur berhenti, Akan tetapi kalau gel strength terlalu tinggi, maka akan menyebabkan kerja mud pump saat memulai kembali mensirkulasi lumpur pemboran menjadi lebih berat dari sebelumnya dan akan menimbulkan pecahnya formasi apabila formasi tidak kuat menerimanya. Sehingga diperlukan break circulation setelah lumpur diam atau tidak bersirkulasi.Pada umumnya viskositas yang tinggi berhubungan dengan gel strength yang tinggi pula, hal ini dikarenakan karena sifat viskositas maupun gel strength dengan sifat tarik menarik plate-plate pada clay. Karena itu nilai viskositas dan gel strength dijaga agar tetap stabil (tidak terlalu kecil atau terlalu besar).

3.2.1. Penentuan Harga Shear Stress dan Shear RateHarga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM rotor, harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam satuan dyne/cm2 dan detik1 agar diperoleh harga viskositas dalam satuan cp (centipoise). Adapun persamaanya adalah sebagai berikut :

= 5.007 x C = 1.704 x RPM

Keterangan := Shear stress, dyne/cm2= Shear rate, detik-1C= Dial reading, derajat ( o )RPM= Rotation per minute dari rotor

3.2.2. Penentuan Harga Viskositas Nyata (Apparent Viscosity)Viskositas nyata a untuk setiap harga shear rate dihitung berdasarkan hubungan :

3.2.3. Penentuan Plastic Viscosity dan Yield PointUntuk menentukan plastic viscocity (p) dan yield point (p) dalam field unit digunakan persamaan Bingham Plastic sebagai berikut :

Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam persamaan (5) didapat :p = C600 C300b = C300 p

Keterangan :p= Plastic Viscosity, cpb= Yield Point Bingham, lb/100 ftC600 = Dial reading pada 600 RPM, derajatC300= Dial reading pada 300 RPM, derajat

3.2.4. Penentuan Harga Gel Strength Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari pengukuran dengan peralatan Fann VG meter. Simpangan skala penunjuk akibat digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft

3.3. Perlatan dan Bahan3.3.1.Peralatan1. Marsh Funnel 2. Timbangan3. Gelas Ukur 500 cc4. Fann VG 5. Mud Mixer6. Cup Mud Funnel

Gambar 3.2. Marsh Funnel

Gambar 3.3. Timbangan

Gambar 3.4. Gelas Ukur 500 cc

Gambar 3.5. Fann VG

Gambar 3.6. Mud Mixer

Gambar 3.7. Cup Mud Funnel

3.3.2.Bahan1. Bentonite2. Air tawar (aquades)3. Bahan-bahan pengencer (Thinner)

Gambar 3.8. Bentonite

Gambar 3.9. Air Tawar (Aquades)

Gambar 3.10. Thinner

3.4.Prosedur Percobaan3.4.1.Membuat lumpurProsedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan lumpur pada acara 1.3.4.2.Cara Kerja dengan Marsh Funnel1. Menutup bagian bawah dari marsh funnel dengan jari tangan. Tuangkan lumpur bor melalui saringan sampai lumpur menyinggung bagian bawah saringan (1500 cc).2. Menyediakan bejana yang telah tertentu isinya ( 1 quart = 946 ml). Pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga lumpur mengalir dan ditampung dengan bejana tadi.3. Mencatat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana tertentu isinya tadi.

3.4.3.Mengukur Shear Stress dengan Fann VG1. Mengisi bejana dengan lumpur sampai batas yang telah ditentukan.2. Meletakkan bejana pada tempatnya, serta atur kedudukannya sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup kedalam lumpur menurut batas yang telah ditentukan.3. Menggerakkan rotor pada posisi High dan tempatkan kecepatan putar rotor. pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan sehingga kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat harga yang ditunjukkan skala.4. Mencatat harga yang dilakukan oleh skala penunjuk setelah mencapai keseimbangan dilanjutkan untuk kecepatan 300, 200, 100, 6 dan 3 RPM dengan cara yang sama seperti diatas.

3.4.4.Pengukuran Gel Strength dengan Fann VG1. Setelah selesai mengukur shear stress, aduk lumpur dengan Fann VG pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.2. Matikan Fann VG kemudian diamkan lumpur selama 10 detik.3. Setelah 10 detik gerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM. Baca simpangan maksimum pada skala penunjuk.4. Aduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan rotor 600 RPM selama 10 detik. Ulangi kerja diatas untuk gel strength 10 menit (untutk gel strenght 10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit)3.5. Data dan Hasil PercobaanDari percobaan diperoleh hasil sebagi berikut :

Tabel 3.1. Hasil Percobaan Viskositas dan Gel StrengthNo.Komposisi lumpur relative plasticYpGS 10 detikGS 10 menit

1Lumpur Dasar (LD)523.521.5310

2LD + 2 gr dextrid61624514

3LD + 2.6 gr dexrtid-11271872

4LD + 3 gr bentonite5023.4720

5LD + 9 gr bentonite-125024104

3.6. Pembahasan3.6.1. Pembahasan PraktkumPada praktikum ini membahas tentang pengukuran viskositas dan gel strength. Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Viskositas didefinisikan sebagai kemampuan lumpur untuk mengalir dalam suatu media. Serta gel strength adalah lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar sumur yang dapat menyebabkan masalah pemboran selanjutnya. Viskositas dan gel strength merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur. Pada praktikum perhitungan viskositas dan gel strength, yang ditentukan dalam perhitungan adalah viskositas, yield point, dan gel strength selama 10 detik dan 10 menit. Pada hasil percobaan di peroleh lumpur dasar dengan viskositas relatif sebesar 52 cp, plastic viscocity sebesar 3.5 cp, yield point sebesar 21.5, dan gel strength pada 10 detik sebesar 3 dan pada 10 menit sebesar 10.Pada pengukuran ini juga dilakukan penambahan additive dextrid dan bentonite. Pada saat ditambahkan dextrid terjadi perubahan pada nilai plastic viscocity, yield point serta gel strength yang dimana nilai dari ketiganya menjadi lebih besar dibandingkan dengan keadaan pada lumpur awal. Apabila ditambahkan 2 gr dextrid maka viskositas relatif menjadi 61 cp, plastic viscocity menjadi 6 cp, yield point sebesar 24, dan gel strength pada 10 detik sebesar 5 dan pada 10 menit sebesar 14. Dan apabila ditambahkan 2.6 gr dextrid maka plastic viscocity menjadi 11 cp, yield point sebesar 27, dan gel strength pada 10 detik sebesar 18 dan pada 10 menit sebesar 72. Hal ini terjadi pula pada bentonite, apabila ditambahkan 3 gr bentonite maka viskositas relatif menjadi 50 cp, plastic viscocity menjadi 2 cp, yield point sebesar 3.4, dan gel strength pada 10 detik sebesar 7 dan pada 10 menit sebesar 20. Dan apabila ditambahkan 9 gr bentonite maka plastic viscocity menjadi 12 cp, yield point sebesar 50, dan gel strength pada 10 detik sebesar 24 dan pada 10 menit sebesar 104. Dari kedua additive, perubahan nilai gel strength sangat signifikan saat ditambahkan bentonite dibandingkan dextrid karena bentonite yang ditambahkan dalam jumlah yang cukup banyak dibandingkan dextrid.Pada hasil gel strength 10 detik selalu lebih kecil dibandingkan gel strength pada 10 menit. Karena untuk membentuk gel, lumpur memerlukan waktu untuk menjadi gel yang sebanding dengan lama waktu. sehingga tentu saja gel strength 10 menit mempunyai waktu yang lebih lama ketika partikel didalam lumpur melakukan gaya tarik menarik.Dalam aplikasinya dilapangan apabila nilai gel strength sangat besar dapat mempersulit sirkulasi dalam lumpur pemboran, dan menambah beban dari pompa serta mempersulit pemisahan cutting dari lumpur pemboran.

3. 3.5. 3.6.2Pembahasan soal1. Berikan penjelasan analog antara dextrid dan bentonite jika berdasarkan table hasil percobaan diatas!Jawab : Dextrid dan bentonite digunakan untuk menaikkan viskositas dari suatu lumpur pemboran dengan cara memperbesar shear stress dari lumpur tersebut.

2. Dengan melihat data, jelaskan maksud penambahan dextrid ke dalam lumpur dan jelaskan bagaimana additive tersebut dapat melakukan fungsinya !Jawab :Penambahan dextrid bermaksud untuk meningkatkan plastic viscocity dan yield point serta gel strength. Dengan menaikkan plastic viscocity yang secara tidak langsung menaikkan viskositasnya.

3. Dari 2 additive diatas, manakah additive yang lebih signifikan menaikkan gel strength !Jawab :Bentonite, dilihat dari data yang didapat pada tabel diatas.

4. Dari data diatas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar dari GS 10 detik, jelaskan!Jawab :Karena nilai Gel Strength (GS) akan semakin bertambah seiring bertambahnya waktu. Sebab hal tersebut gel strength 10 menit akan lebih besar dibanding gel strength 10 detik.

5. Dari suatu percobaan yang dilakukan dalam pembuatan lumpur dengan barite seberat 4 gram, kemudian itu didapatkan dial reading pada 600 RPM sebesar 155 dan dial reading pada 300 RPM sebesar 130, Hitunglah nilai plastic viscosity dan yield point dari percobaan tesebut!

Jawab :Diketahui: C600 = 155C300 = 130Ditanya: dan ?Jawab:- = C600 C300= 155 130= 25 cp

- = C300 = 130 25= 105

3.7.Kesimpulan 1. Rheologi lumpur pemboran yaitu yield point dan plastic viscocity.2. Viskositas terlalu tinggi menyebabkan lumpur terlalu berat dan mengganggu siklus pemboran, dan viskositas terlalu rendah maka serbuk bor kembali mengendap di dasar sumur.3. Sifat rheologi lumpur pemboran dapat berubah jika mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi.4. Viskositas memiliki hubungan yang setara dengan gel strength, densitas dan tekanan hidrostatis lumpur pemboran. 5. Dextrid dan bentonite ditambahkan pada percobaan tersebut untuk menaikkan nilai viskositas dan gel strength pada lumpur pemboran.

BAB IVFILTRASI DAN MUD CAKE

4.1. Tujuan Percobaan1. Mempelajari pengaruh dari komposisi lumpur pemboran terhadap filtration loss dan mud cake.2. Mengenal dan memahami alat-alat dan bahan pada praktikum filtrasi dan mud cake.3. Mengetahui hubungan yang terdapat diantara filtrasi dan mud cake .

4.2.Teori DasarKetika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut filtrat / filtrate. Proses filtration diatas hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada dasarnya ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran , yaitu static filtration dan dynamic filtration. Static filtration terjadi ketika lumpur berada dalam keadaan diam dan dynamic filtration terjadi ketika lumpur disirkulasikan.Karena terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud cake. Mud cake adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding lubang bor. Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrat yang terlalu banyak menyusup ke pori-pori batuan dapat menimbulkan kerusakan pada formasi. Peralatan untuk mendiagnosis filtration loss dan mud cake adalah high pressure high temperature (HPHT).

Gambar 4.1. High Pressure High Temperature (HPHT).

Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol maka akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukuran volume filtration loss dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang digunakan adalah APIRP 13 B untuk low pressure low temperature (LPLT). Lumpur ditempatkan dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas saring dan diberi tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran selama 30 menit. Volume filtrat ditampung dalam gelas ukur dengan cubic centimeter (cc).Persamaan untuk volume filtrat yang dihasilkan dapat diturunkan dari persamaan darcy. Persamaannya adalah sebagai berikut :

Vf = A

Keterangan :A= Filtration areaK= Permeabilitas cakeCc= Volume fraksi solid dalam mud cakeCm= Volume fraksi solid dalam lumpur pemboranP= Tekanan filtrasiT= Waktu filtrasi = Viskositas filtrat

Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam proses pemboran yang berhubungan erat dengan waktu, kejadian serta sebab dan akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara bersamaan. Persamaan yang umum digunakan untuk static filtration loss adalah sebagai berikut :

Keterangan : Q1= Fluid filtration loss pada waktu t1Q2= Fluid filtration loss pada waktu t2

Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen cair. Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, komponen cair dari lumpur pemboran akan masuk ke dalam dinding lubang bor. Zat cair yang masuk ini disebut filtrat. Padatan dari lumpur akan menempel pada permukaan dinding lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding lubang, maka cairan yang masuk ke dalam formasi juga berhenti.

Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat negatif tersebut antara lain :a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh.Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah air, maka ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehingga dinding lubang cenderung untuk runtuh.b. Menyalahi interpretasi dari logging.Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity dari formasi cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut. Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat logging adalah resistivity dari filtrat.c. Water blocking.Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari formasi ke dalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur banyak.d. Differential sticking.Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari lumpur akan menjadi tebal. Saat sirkulasi berhenti dengan berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang terbenam didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan tekanan hidrostatik yang besar ke dinding lubang.e. Channeling pada semen.Saat penyemenan, mud cake yang tebal jika tidak dikikis akan menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang tidak baik.Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang umum adalah standar filtration press, terdiri dari :1. Mud cup.2. Gelas akur.3. Tabung sumber tekanan.4. Kertas saringan.Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan akibatnya bagi suatu pekerjaan pemboran, maka dapatlah ditemukan cara untuk mengurangi filtration loss tersebut. Untuk mengurangi dapat dilakukan dengan cara 1. Pengaturan tekanan.2. Pengaturan komposisi lumpur.Terjadinya filtration loss yang besar berdampak buruk terhadap formasi maupun lumpur pemboran, karena akan terjadi filtration damage (pengurangan permaebilitas efektif minyak atau gas) dan lumpur akan kehilangan cairan. Dalam perubahan ini, proses filtrat yang masuk ke dalam formasi produktif dapat menyebabkan produktivitas sumur tersebut menurun. Untuk itu perlu adanya pengaturan terhadap laju filtration, maka diperlukan membatasi jumlah cairan yang masuk ke dalam formasi. Selain melakukan pengontrolan tekanan sirkulasi lumpur selama operasi pemboran, juga dapat melakukan pengaturan komposisi lumpur yang merupakan hal terpenting untuk mencegah filtration loss.Untuk mengurangi filtration, juga digunakan zat additive yang disebut filtrate reducer. Filtrate reducer ini kemudian membentuk ampas (filter cake) pada lapisan yang poros serta permeable dan ketika droplet air yang teremulsikan didalam minyak menjadi bulatan yang keras (rigid sphere), mereka bertindak sebagai padatan dan akan tersaring oleh serat-serat filter cake sehingga filtrat yang dihasilkan hanya berupa minyak saja. Jenis-jenis filtrate loss reducer, antara lain :1. Koloid (bentonite).2. Starch, CMC Driscose.3. Minyak (berdampak buruk terhadap dynamic loss).4. Q Broxin (berdampak baik terhadap dynamic loss maupun static loss).

Terjadinya filter cake pada dinding lubang bor analog dengan peristiwa osmose dan secara matematis dapat dinyatakan dengan :

Tekanan Osmose = Keterangan : R = Konstanta gas idealT = TemperaturV = Volume filtrat lumpur yang masuk4.3.Peralatan dan Bahan4.3.1.Peralatan1. Filter Press2. Mud Mixer3. Stop Watch4. Gelas Ukur 500 cc5. Jangka Sorong6. Filter Paper

Gambar 4.2. Filter Press

Gambar 4.3. Mud Mixer

Gambar 4.4. Stop Watch

Gambar 4.5. Gelas Ukur 500 cc

Gambar 4.6. Jangka Sorong

Gambar 4.7. Filter Paper

4.3.2.Bahan1. Bentonite2. Aquades

Gambar 4.8. Bentonite

Gambar 4.9. Aquades4.4. Prosedur Percobaan1. Membuat lumpur : Membuat lumpur standar : 22.5 gr bentonite + 350 cc aquades. Tambahkan additive sesuai dengan petunjuk asisten. Aduk selama 20 menit.2. Mempersiapkan alat filter press dan segera pasang filter paper serapat mungkin dan letakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung fluid filtrate.3. Menuangkan campuran lumpur kedalam silinder dan segera tutup rapat, kemudian alirkan udara dengan tekanan 100 psi.4. Mencatat volume filtrat sebagai fungsi dari waktu dengan stop watch. Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama, kemudian setiap 5 menit untuk 20 menit selanjutnya. Catat volume filtrat pada menit ke 7.5. Menghentikan penekanan udara, membuang tekanan udara dalam silinder (bleed off) dan sisa lumpur dalam silinder dituangkan kembali ke dalam breaker.6. Tentukan tebal mud cake yang terjadi dan ukur pH-nya.

4.5.Data dan Hasil PercobaanDari percobaan diperoleh hasil sebagai berkut :

Tabel 4.1. Hasil Percobaan Filtrasi dan Mud CakeNo.Komposisi LumpurV 2(ml)V 7.5(ml)V 30(ml)pHMud Cake(1/32)

1Lumpur Dasar (LD)3.256.512.89.831.93

2LD + 2 gr dextrid2.34.2589.841.47

3LD + 2.6 gr dexrtid1.83.88.210.22.98

4LD + 9 gr bentonite47.511.59.812.4

5LD + 1.5 grquebracho3.5712.58.262.1

4.6. Pembahasan4.6.1. Pembahasan PraktikumPada praktikum ini adalah untuk menentukan filtrasi dan mud cake. Awal dari proses filtrasi ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut filtrat. Karena terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud cake. Mud cake adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding lubang bor. Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat.Pada proses awal praktikum, lumpur terlebih dahulu dibuat kemudian diperoleh lumpur dasar dengan V 2 (ml) 3.25, V 7.5 (ml) 6.5, V 30 (ml) 12.8, pH 9.83 dan mud cake 1.93. Additive yang digunakan dalam percobaan adalah dextrid, bentonite, dan quebracho. Pada saat lumpur dasar ditambahkan 2 gram dextrid didapat data V 2 (ml) 2.3, V 7.5 (ml) 4.25, V 30 (ml) 8, pH lumpur mengalami peningkatan nilai menjadi 9.84. Akan tetapi, pada ketebalan mud cake terjadi penurunan menjadi 1.47. Selanjutnya lumpur dasar diberi 2.6 gram dextrid didapat data V 2 (ml) 1.8, V 7.5 (ml) 3.8, V 30 (ml) 8.2, pH lumpur mengalami peningkatan nilai menjadi 10.2. Ketebalan mud cake terjadi kenaikan menjadi 2.98.Setelah itu lumpur dasar diberi 9 gr bentonite, didapat hasil V 2 (ml) 4, V 7.5 (ml) 7.5, V 30 (ml) 11.5. Kemudian terjadi penurunan pH menjadi 9.81 lalu diiringi dengan kenaikan tebal mud cake menjadi 2.4. Pada penambahan zat additive terakhir yaitu quebracho 1.5 gr ke lumpur dasar, didapat hasil V 2 (ml) 3.5, V 7.5 (ml) 7, V 30 (ml) 12.5. Penambahan zat additive quebracho menyebabkan penurunan pH yang semakin kecil menjadi 8.26, namum ketebalan mud cake berkurang menjadi 2.1.Dari hasil data didapat harga terbesar untuk V 2 (ml) 3.5 pada LD + 1.5 gr quebracho, V 7.5 (ml) 7.5 pada LD + 9 gr bentonite, V 30 (ml) 12.8 pada LD itu sendiri, pH 9.84 pada LD + 2 gr dextrid, mud cake 2.98 pada LD + 2.6 gr dextrid.Dari hasil data diatas didapat pula harga terkecil untuk V 2 (ml) 1.8 dan V 7.5 (ml) 3.8 pada LD + 2.6 gr dextrid, V 30 (ml) 8 pada LD + 2 gr dextrid, pH 8.26 dan mud cake 2.1 pada LD + 1.5 gr quebracho.

4.6.2. Pembahasan Soal1. Berdasarkan data, jelaskan fungsi dextrid, bentonite, dan quebracho !Jawab :a. Dextrid = Mengurangi filtration loss dan menaikkanpH lumpur pemboran.b. Bentonite =Mengurangi filtration loss dan menaikkanpH lumpur pemboran.c. Quebracho= Mengurangi filtration loss dan menaikkanpH lumpur pemboran.

2. Dalam percobaan ini, selain mengukur volume filtrat juga dilakukan pengukuran pH. Apakah pengaruh pH terhadap kondisi lumpur pemboran ?Jawab : - pH terlalu rendah bersifat asam akan menyebabkan korosi terhadap alat pemboran dan menyebabkan cutting hancur sehingga sulit diinterprestasikan. pH terlalu tinggi bersifat basa akan menyebabkan naiknya gel strength dan viskositas sehingga membuat kerja mud pump menjadi berat.

3. Apakah mud cake diharapkan pada operasi pemboran ?Jawab :Ya, karena mud cake yang tipis diperlukan sebagai bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Tetapi mud cake jangan terlalu tebal, karena dapat menjepit pipa serta masalah pemboran lainnya.4. Bagaimana cara mencegah filtration loss yang terlalu besar?Jawab :Melakukan pengontrolan tekanan sirkulasi lumpur dan untuk mencegahnya bisa ditambahkan zat additive yang dapat mencegah terjadinya filtration loss.

5. Apa yang anda ketahui tentang sodium carboxymethyl cellulose (CMC) ? ( Jelaskan secara singkat)Jawab: CMC dalam industri pengeboran minyak digunakan sebagai bahan lumpur pemboran, dimana ia bertindak sebagai agen pengubah viskositas dan retensi air atau salah satu zat additive sebagai filtration loss reducer.

4.7.Kesimpulan1. Ukuran partikel, temperatur, tekanan dan kedalaman dapat mempengaruhi lumpur pemboran terhadap filtration loss dan mud cake. 2. Penambahan zat additive pada lumpur pemboran dapat mempengaruhi ketebalan mud cake dan nilai pH.3. Ketebalan mud cake dijaga untuk tetap tipis yang diperlukan sebagai bantalan antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Tetapi ketebalan mud cake tidak boleh terlalu tebal, karena dapat menjepit pipa serta menimbulkan masalah pemboran lainnya.4. Lost circulation adalah masalah yang terjadi selama proses pemboran dimana hilangnya fluida (lumpur pemboran) ke dalam batuan berporos. Sehingga dapat mengurangi volume lumpur pemboran saat sirkulasi dari dasar pemboran ke permukaan.5. Zat additive yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah filtration loss adalah filration loss agents. Serta untuk mengatasi masalah ketebalan pada mud cake dapat menggunakan dextrid.

BAB VANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN

5.1.Tujuan Percobaan1. Memahami prinsipprinsip dalam analisa kimia pada lumpur pemboran.2. Mengetahui peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam analisa kimia pada lumpur pemboran.3. Menentukan pH, alkalinitas, kesadahan total, dan kandungan ionion yang terdapat pada lumpur pemboran.

5.2.Teori DasarDalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap berfungsi dengan kondisi yang ada.Perubahan kandungan ionion tertentu dalam lumpur pemboran akan berpengaruh terhadap sifatsifat fisik lumpur pemboran, oleh karena itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan ionion tersebut untuk kemudian dilakukan tindakantindakan yang perlu dalam penanggulangannya.Dalam percobaan ini akan dilakukan analisa kimia pada lumpur pemboran dan filtratnya, antara lain : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion besi serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya).Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui konsentrasi hidroksil, bicarbonat dan carbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ionion diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone. Analisa kandungan ion chlor (Cl) diperlukan untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi garam atau pun kontaminasi garam yang berasal dari air formasi. Air yang mengandung sejumlah besar ion Ca2+ dan Mg2+ dikenal sebagai hard water atau air sadah. Ionion ini bisa berasal dari lumpur pemboran selama waktu pemboran melewati formasi gypsum (CaSO42H2O). Analisa kandungan ion besi diperlukan untuk pengontrolan terjadinya korosi pada peralatan pemboran.Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi dari sampel yang diketahui volume-nya dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang diketahui konsentrasinya. Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan dengan pengetahuan tentang reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.Pada lumpur pemboran juga terdapat jenis-jenis lumpur yang berbeda. Penamaan lumpur pemboran berdasarkan bahan dasar pembuatannya, sehingga jenis lumpur pemboran dapat dikelompokan sebagai berikut :1. Water Base Mud.Pada lumpur pemboran jenis ini bahan dasar yang digunakan adalah air, bila airnya berupa air tawar maka disebut fresh water mud dan apabila airnya berupa air asin disebut salt water mud. Adapun penjelasannya sebagai berikut :a. Fresh Water Mud.Fresh water mud adalah jenis lumpur bor dengan air tawar sebagai fasa cairnya. Dengan kadar garam yang sangat rendah (kurang dari 10.000 ppm = 1 % berat garam ). Jenis lumpur ini mempunyai beberapa macam jenis yang digunakan pada kondisi tertentu, antara lain : Spud Mud, Bentonite Treated Mud, Phospate Treated Mud, Organic Colloid Treated Mud, Gypsum Treated Mud serta Calcium Treated Mud lainnya. (Pembahasan pada setiap jenis-jenis fresh water mud terdapat pada Bab 1 : Pendahuluan).

b. Salt Water MudSalt Water Mud merupakan lumpur pemboran yang mengandung air garam dengan konsentrasi diatas 10.000 ppm. Biasanya jenis lumpur ini ditambah organik koloid yang berfungsi untuk memperkecil filtration loss dan menipiskan mud cake. Jenis lumpur ini biasanya digunakan untuk mengebor lapisan garam. Pada umumnya salt water mud dibedakan menjadi :a. Unsaturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa cairya diambil dari air laut yang dapat menimbulkan busa (foaming) sehingga perlu ditambahkan bahan kimia (defoamer)b. Saturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya dijenuhi oleh NaCL untuk mencegah pelarutan garam pada formasi garam yang ditembus dan dapat digunakan untuk mengebor lapisan shale.c. Sodium - Sillicate Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya mengandung sekitar 65 % volume larutan Na - Silicate dan 35 % larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan untuk digunakan bagi pemboran heaving shale, tetapi jarang digunakan karena lebih banyak digunakan lumpur lime treated gypsum lignosulfonate yang lebih baik, lebih murah dan lebih mudah dikontrol sifat sifat fisiknya.2. Oil - in Water Emultion Mud.Pada lumpur ini minyak merupakan fasa emulsi dan air sebagai fasa kontinyu. Jika pembuatannya baik fitrate-nya hanya air. Air yang digunakan dapat fresh water atau salt water. Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtration loss berkurang. Keuntungan menggunakan oil - in - water - emultion mud yaitu, bit lebih tahan lama, penetration rate naik, pengurangan korosi pada drillstring, perbaikan terhadap sifat-sifat fisik lumpur (viskositas dan tekanan pompa boleh dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drillstring. Viskositas dan gel strength lebih mudah dikontrol bila emulsifier-nya juga bertindak sebagai thinner. Semua minyak (oil) dapat digunakan, tetapi lebih baik digunakan minyak yang telah diolah (refined oil) yang mempunyai sifat, antara lain : Uncracked (tidak terpecah molekulnya) supaya stabil. Flash point tinggi untuk mencegah bahaya api. Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusak karet-karet pompa sirkulasi sistem. Pour point rendah agar bisa digunakan untuk bermacam-macam temperatur.Keuntungan lainnya adalah karena bau dan flouresensinya lain dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi) sehingga berguna untuk pengamatan cutting dalam menentukan adanya minyak. Untuk mencegah kerusakan karet-karet dapat digunakan karet sintetis. Pada umumnya Oil Water Emultion Mud dapat digolongkan menjadi :a. Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud. Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud yaitu lumpur yang mengandung NaCL sampai sekitar 60.000 ppm. Lumpur emulsi ini dibuat dengan menambah emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud diikuti dengan sejumlah minyak (5 - 25 % volume). Jenis emulsifier yang bukan sabun, lebih disukai karena dapat digunakan dalam lumpur yang mengandung Ca tanpa memperkecil emulsifier-nya dalam hal efisiensinya. Emulsifikasi minyak dapat ditambah dengan agitasi (diaduk). Penambahan minyak dan emulsifier secara periodik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung clay yang tinggi pengenceran dengan air perlu dilakukan untuk mencegah kenaikan viskositas. Karena keuntungan dan mudahnya pengontrolan maka lumpur ini banyak disukai.b. Salt Water Oil - in - Water Emultion Mud.Lumpur ini mengandung paling sedikit (atau lebih besar 60.000 ppm NaCL dalam fasa cairnya). Emulsifikasi dilakukan dengan emulsifier agent organik. Lumpur ini umumnya mempunyai pH dibawah 9 cocok digunakan untuk pemboran lapisan garam. Keuntungannya adalah : densitasnya kecil, filtration loss sedikit, mud cake tipis, lubrikasi lebih baik. Foaming bisa dipecahkan dengan penambahan surface active agent tertentu.3. Oil Base Mud dan Oil Emultion Mud.Oil Base Mud mempunyai fasa kontinyu minyak, kadar air tidak boleh lebih besar dari 5 %, karena bila lebih besar sifat lumpur menjadi tidak stabil. Untuk itu diperlukan tangki yang tertutup agar terhindar dari hujan / embun dan bahaya api. Untuk mengontrol viskositas, menaikan gel strength, dan mengurangi efek kontaminasi air serta mengurangi filtration loss perlu ditambahkan zat - zat kimia. Lumpur jenis ini mahal harganya, biasanya digunakan kalau keadaanya memaksa atau pada completion dan work over sumur. Misalnya melepas drilpipe terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner. Keuntungannya mud cake tipis dan liat, indikasi pelumas baik.Oil Base Emultion Mud mempunyai minyak sebagai fasa kontinyu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya mempunyai faedah yang sama dengan oil base mud yaitu filtratnya minyak, karena itu tidak menghidratkan shale / clay yang sensitif. Perbedaan utamanya dengan oil base mud adalah bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan kontaminer). Air yang teremulsi dapat antara 15 - 50 % volume, tergantung density dan temperatur yang dihadapi. Karena air merupakan bagian dari lumpur maka mengurangi bahaya api, toleran terhadap air dan pengontrolan flow property-nya (sifat - sifat aliran) dapat seperti water base mud.4. Gaseous Drilling Fluid.Lumpur pemboran jenis ini jarang sekali dipergunakan, hanya dipakai untuk daerah-daerah yang sangat sensitif terhadap tekanan hidrostatik, yaitu daerah yang membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah. Gaseous Drilling Fluid, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk pemboran yang formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran dimana kemungkinan terjadinya blow out kecil sekali atau dimana lost circulation merupakan bahaya utama5. Gaseuos Drilling Fluids.Lumpur pemboran jenis ini jarang dipergunakan, hanya dipakai untuk daerah-daerah yang sangat sensitif terhadap tekanan hidrostatik, yaitu daerah yang membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah. Gaseous drilling fluids, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk pemboran yang formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran dimana kemungkinan terjadinya blow out kecil sekali atau dimana lost circulation merupakan bahaya utama.

5.3. Peralatan dan Bahan5.3.1.Peralatan1. Labu Titrasi Ukuran 250 dan 100 ml2. Buret Mikro3. Pengaduk4. Pipet dan pH Paper

Gambar 5.1. Labu Titrasi 250 ml dan 100 ml

Gambar 5.2. Buret Mikro

Gambar 5.3. Pengaduk

\ Gambar 5.4. Pipet

Gambar 5.5. pH Paper

5.3.2.Bahan1. NaHCO3, NaOH, CaCO3, Serbuk MgO, Kalium Khromat, Bentonite, Gypsum, Aquades, Quebracho.2. Larutan H2SO4 0.02 N, Larutan EDTA 0.01 M, Larutan AgNO3, Larutan KmnO40.1 N.3. Indikator EBT, Phenolpthalein, Methyl Jingga, Murexid, HCL Konsentrat, Hidrogen Periode 3%, Larutan Indikator Besi, Larutan Buffer Besi.

Gambar 5.6. Bentonite

Gambar 5.7. Aquades

5.4. Prosedur Percobaan5.4.1. Analisa Kimia AlkalinitasBuatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :350 ml aquades + 22.5 gram bentonite + 0.4 gram NaHCO3 + 0.4 gram aquades NaOH + 0.2 CaCO3.1. Ambil 3 ml filtrat tesebut, masukkan kedalam labu titrasi 250 ml, kemudian tambahkan 20 ml aquades.2.Tambahkan 2 tetes indikator phenolphalein dan titrasi dengan H2SO4 standar sampai warna merah tetap merah. Reaksi yang terjadi :OH- + H+ H2O3.Catat volume pemakaian H2SO4 (P ml).4.Kemudian pada larutan hasil titrasi, tambahkan 2 tetes indikator methyl jingga, lanjutkan reaksi dengan H2SO4 standar sampai terbentuk warna jingga tua, Reaksi yang terjadi :HCO3 + H+ H2O + CO25.Catat volume pemakaian H2SO4 total ( M ml ).Catatan :

2P >M menunjukkan adanya gugus ion OH dan 2P = M menunjukkan adanya CO saja

2P < M menunjukkan adanya dan P = 0 menunjukkan adanya saja P = M menunjukkan adanya OH saja

Perhitungan :1. Total Alkalinity

= epm total alkalinity

2. Alkalinity Jika ada OH

Ppm CO =

Jika tidak ada OH

Ppm CO =

3.OH Alkalinity :

Ppm OH=

4. Alkalinity :

Ppm =

5.4.2.Analisa Kesadahan TotalBuatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :

350 ml aquades + 22.5 gram bentonite + 6 ml larutan + 6 ml larutan 1. Ambil 3 ml filtrat lumpur tersebut masukkan kedalam labu filtrasi 250 ml.2. Tambahkan dengan 25 ml aquades, 5 ml larutan buffer pH 10.3. Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru tua.

4. Catat volume pemakaian EDTA reaksi yang terjadi :

Perhitungan kesadahan total :\

5.4.3. Menentukan Kesadahan Ca2+ dan Mg2+ 1. Ambil 3 ml filtrat lumpur diatas, masukkan ke dalam labu titrasi 250 ml.2. Tambahkan 25 ml aquades, 1 ml NaOH 10 N dan 50 mg murexid dalam NaCl.3. Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru.4. Catat volume pemakaian EDTAReaksi yang terjadi :

Kesadahan Ca :

epm Ca =

ppm Ca= epm Ca x BA Ca

Kesadahan Mg :

ppm Mg = ( epm ( ) epm ) x BA Mg

5.4.4. Menentukan Kandungan KloridaBuat lumpur dengan komposisi sebagai berikut : 350 ml aquades + 22.5 gr bentonite + 0.4 ml NaCl1. Ambil 2 ml filtrat lumpur tersebut, masukkan kedalam labu titrasi 250 ml.2. Tambahkan 25 ml aquades, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes larutan .3. Titrasi dengan standar sampai terbentuk warna endapan jingga.4. Catat volume pemakaian .

Reaksi yang terjadi :

(s)(putih)

(s) (merah)

Perhitungan ppm Cl- :

epm =

5.4.5. Menentukan Kandungan Ion Besi (Metode 1)Buat filtrat lumpur bor dari campuran sebagai berikut : 350 ml aquades + 22.5 gram bentonite + 0.1 gram quebracho1. Tuang 5 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia kemudian tambahkan 1 tetes sampai 2 tetes HCl konsentrat.2. Tambahkan 0.5 ml larutan Hidrogen Peroxyde, sampai didapat warna kuning muda (end point).3. Tambahkan 1 ml larutan indikator besi. Timbulnya warna ungu menunjukkan adanya ion besi dalam filtrat lumpur.4. Tambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Ukur harga pHnya. Jika terlalu banyak larutan buffer yang ditambahkan maka akan timbul endapan bewarna kecoklatan. Tambahkan satu tetes atau lebih HCl konsentrat sampai endapan hilang.5. Titrasi dengan KmnO4 0.1 N seperti langkah 2 (kuning muda)

5.4.6. Penentuan Kandungan Besi (Metode 2)Buat filtrat bor dari campuran sebagai berikut : 350 ml aquades + 22.5 ml bentonite + 0.1 gram quabracho1. Tuangkan 10 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia dengan teliti lalu asamkan dengan beberapa tetes HCl pekat.2.

Tambahkan larutan setetes demi setetes sampai warna kuning dari ion . Tambahkan satu tetes SnCl berlebih setelah terjadi perubahan warna tadi.3. Tambahkan 20 ml larutan jenuh HgCl, semuanya sekaligus (harus terbentuk endapan yang berwarna putih murni).4. Goyanggoyang sedikit supaya zatzatnya tercampur kemudian diamkan selama 2 menit.5.

Tambahkan 200 ml air, 6 tetes indikator diphenylamine, dan 5 ml pekat. Lalu titrasikan dengan larutan 0.1 N sampai timbul pertama kali warna coklat atau ungu.

5.5. Data dan Hasil PercobaanDari percobaan di peroleh hasil sebagi berikut :

Tabel 5.1. Hasil Percobaan Analisa Kimia Lumpur PemboranPercobaan

Hasil Percobaan

AlkalinitasVol. Filtrat= 3 mlN H2SO4= 0.02 NVol H2SO4 P = 0.05 mlM = 3.4 ml

Kesadahan TotalVol. Filtrat = 3mlM EDTA = 0.02 MVol EDTA = 0.05 ml

Kesadahan Ca2+ dan Mg2+Vol. Filtrat = 3 mlM EDTA = 0.01 MVol EDTA = 8 ml

Kandungan KloridaVol. Filtrat = 3 mlN AgNO3 = 0.02 NVol AgNO3 = 1 ml

Kandungan Ion Besi (I)Vol. Filtrat = 5 mlN KmnO4 = 0.01 NVol KmnO4 = 7 ml

Kandungan Ion Besi (II)Vol. Filtrat = 10mlN K2Cr2O7 = 0.01 NVol K2Cr2O7 = 10 ml

Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Analisa Kimia Lumpur PemboranPercobaanHasil Perhitungan

Alkalinitas22.67 ppm

Kesadahan Total0.33 ppm

Kesadahan Ca2+ dan Mg2+1066.68 ppm dan 640.08 ppm

Kandungan Klorida236.67 ppm

Kandungan Ion Besi (I)781.9 ppm

Kandungan Ion Besi (II)558.5 ppm

5.6. Pembahasan5.6.1. Pembahasan Praktikum Pada praktikum ini dilakukannya analisa pada lumpur pemboran. Karena dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap berfungsi dengan kondisi yang ada. Perubahan kandungan ionion tertentu dalam lumpur pemboran akan berpengaruh terhadap sifatsifat fisik lumpur pemboran, oleh karena itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan ionion tersebut untuk kemudian dilakukan tindakantindakan yang perlu dalam penanggulangannya. Dalam percobaan ini akan dilakukan analisa kimia pada lumpur pemboran dan filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion besi serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya).Analisa kimia pada lumpur pemboran di lakukan untuk mengetahui alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion chlor, kandungan ion besi, dan kandungan ion kalsium dan magnesium. Setelah dilakukan percobaan, diperoleh data alkalinitas H2SO4 sebesar 22.67 epm, kesadahan total sebesar 0.33 epm, lalu perhitungan kesadahan Ca2+ dan Mg2+ masing masing sebesar 1066.8 ppm dan 640.08 ppm.Setelah itu pada perhitungan kandungan ion klorida didapatkan hasil 236.785 ppm, dan pada perhitungan kandungan ion besi dengan metode I diperoleh hasil 784 ppm, sedangkan pada metode II diperoleh hasil 560 ppm.Datadata yang perlu diketahui meliputi tingkat alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion Cl, ion Ca, ion Fe, serta pH lumpur bor. Dalam hal ini yang dianalisa hanyalah filtrat lumpurnya, dengan demikian kita dapat menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan konsentrasi zat additive tertentu.

Reaksi kimia dipengaruhi oleh lingkungannya, yang pada prinsipnya reaksi kimia ini dipengaruhi oleh karakteristik pH lumpur. Dalam bidang perminyakan analisa kimia lumpur pemboran, berguna untuk menentukan pH suatu lumpur pemboran, apabila lumpur bersifat asam maka akan bersifat korosif pada alat pemboran.

5.6.2. Pembahasan Soal1. Dari data diatas, tentukan :a.Total Alkalinitas.b.Kesadahan Total.c.Kesadahan Ca2+ dan Mg2+.d.Kesadahan Klorida.e.Konsentrasi Ion Besi (I).f.Konsentrasi Ion Besi (II).

Jawab :a. Total Alkalinitas.

b. Kesadahan Total.

Kesadahan Ca2+ dan Mg2+.

=

ppm Ca2+ = epm Ca2+ x BA Ca= 26.67 ppm x 40= 1066.68 ppm

Kesadahan Mg2+, ppm Mg2+= (epm (Ca2++Mg2+) - epm Ca2+) x BA Mg2+= 26.67 x 24= 640.08 ppm

c. Konsentrasi Klorida.

d. Konsentrasi Ion Besi (I)

e. Konsentrasi Ion Besi (II)

2. Apa yang dimaksud dengan volume EDTA?Jawab: EDTA (Ethylene Dynamic Tetra Acetic) adalah volume standar yang diketahui dan digunakan sebagai pembanding untuk titrasi.

3. Jelaskan masing-masing kegunaan alkalinitas, kesadahan, kandungan ion klor, dan ion besi serta analisa kegunaan kimia lumpur pemboran secara umum!Jawab: a.Kegunaan alkalinitas : Mengetahui besar konsentrasi hidroksil, bicarbonate, dan carbonate. Berguna untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.b.Kegunaan kesadahan : Mengetahui kesadahan lumpur pemboran pada saat menembus formasi gypsum.c.Kegunaan kandungan ion klor : Mengetahui kontaminasi garam pada waktu pemboran menembus formasi garam atau berasal dari air formasi.e.Kegunaan kandungan ion besi : Mengontrol terjadinya korosi pada peralatan pemboran.f.Kegunaan kimia lumpur pemboran : Mengontrol kandungan ion-ion di atas untuk kemudian dilakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam penanggulangannya.5.7. Kesimpulan1. Kontaminasi garam yang terjadi pada lumpur pemboran dapat diketahui dengan metode analisa kandungan ion chlor. 2. Semakin cepat proses terjadinya korosif pada drill string diakibatkan oleh kandungan ion besi yang tinggi.3. Metode utama yang dilakukan dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah titrasi, dimana larutan sampel dibandingkan dengan larutan yang telah diketahui konsentrasinya.4. Kesadahan total yang mengandung Ca2+ dan Mg2+ dapat menaikkan viskositas dan gel strength yang mengakibatkan kerja mud pump menjadi lebih berat5. Menentukan kontaminan-kontaminan yang terjadi dengan mengetahui formasi-formasi tertentu yang telah dilewati selama proses pemboran.

BAB VIKONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN

6. 7. 6.1.Tujuan Percobaan1. Mengetahui macammacam kontaminasi yang terdapat pada lumpur pemboran.2. Mempelajari sifat-sifat fisik lumpur yang mengalami perubahan akibat kontaminasi garam, gypsum dan semen.3. Memahami cara menanggulangi kontaminasi yang terdapat pada lumpur pemboran. 6.2.Teori DasarSejak digunakannya teknik rotary drilling pada operasi pemboran perminyakan, maka lumpur pemboran menjadi salah satu faktor penting dalam operasi pemboran tersebut. Salah satu faktor pentingnya sebagai pertimbangan dalam mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh sebab itu memelihara atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur pemboran mutlak dilakukan agar sesuai dengan yang dibutuhkan.Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran adalah adanya material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut :1. Kontaminasi Sodium Chloride.Kontaminasi ini sering terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome), lapisan garam, lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistem lumpur. Akibat adanya kontaminasi ini, akan mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viskositas, yield point, gel strength dan filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi dengan garam pada sistem lumpur.2. Kontaminasi Gypsum.Gypsum dapat masuk ke dalam lumpur pemboran pada saat operasi pemboran menembus formasi gypsum dan lapisan gypsum yang terdapat pada formasi shale dan limestone. Akibat adanya kandungan gypsum dalam jumlah yang cukup banyak dalam lumpur pemboran, maka akan merubah sifat-sifat fisik lumpur tersebut seperti plastic viscosity, yield point, gel strength dan fluid loss.3. Kontaminasi Semen.Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemanan yang kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing, float collar, dan casing shoe. Kontaminasi semen akan mengubah plastic viscosity, yield point, gel strength, fluid loss dan pH lumpur pemboran.

Selain dari ketiga kontaminasi diatas, bentuk kontaminasi lain yang dapat terjadi selama operasi pemboran adalah :1.Kontaminasi Hard Water atau Kontaminasi Air Sadah.Kontaminasi ini disebabkan oleh air yang mengandung sejumlah besar ion Ca2+ dan Mg2+. Ionion ini bisa berasal dari lumpur pemboran selama waktu pemboran melewati formasi gypsum (CaSO42H2O).2. Kontaminasi Carbon Dioxide.Kontaminasi ini disebabkan karena saat pemboran menembus lapisan yang banyak mengandung carbon dioxide. Penanggulangannya dengan menggunakan carbon dioxide breaker

3. Kontaminasi Hydrogen Sulfide.Kontaminasi ini disebabkan karena pada proses pemboran menembus lapisan yang mengandung banyak hydrogen sulfide. Penanggulangannya dengan menggunakan hydrogen sulfide removal atau soda caustic.4. Kontaminasi Oxygen.Kontaminasi ini disebabkan karena saat proses pembuatan lumpur menggunakan air yang banyak mengandung oxygen. Cara penanggulangannya menggunakan alat oxygen breaker.

Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat fisik lumpur akibat kontaminasi yang sering terjadi sekaligus cara penanggulangannya. Kontaminasi-kontaminasi ini sangat tidak diharapkan pada saat proses pemboran karena dapat menimbulkan pengaruh merusak pada sifat sifat kimiawi dan sifat-sifat fisika lumpur pemboran.

6.2.1. Sebab-Sebab Shale ProblemMasalah shale (shale problem) dapat terjadi saat proses pemboran menembus formasi shale yang menyebabkan kontaminasi gypsum. Penyebab shale problem dapat dikelompokkan berdasarkan tinjauan dari segi lumpur maupun dari segi drilling praktis ataupun mekanis.Dari segi lumpur telah dijelaskan bahwa hydratable, dispersible dan brittle terjadi karena adanya sifat reaktif shale terhadap air. Instabilitas tersebut dapat dicegah dengan menjaga agar air pada fluida pemboran tersebut tidak bersentuhan dengan shale. Clay sewaktu bersentuhan dengan air akan membentuk muatan negatif yang kuat pada permukaan platenya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya swelling (proses pengembangan clay) sehingga terjadi perubahan sifat-sifat lumpur secara tiba-tiba yang dapat mengganggu jalannya operasi pemboran. Beberapa penyebab secara mekanis, antara lain :

1. Erosi.Karena kecepatan lumpur annulus yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gesekan terlalu kuat dengan dinding formasi (sumur) sehingga dapat menyebabkan runtuhnya dinding lumpur lubang pemboran.2. Gesekan Pipa Pemboran Terhadap Dinding Lubang Pemboran.Hal ini juga dapat menyebabkan dinding lubang pemboran yang getas dan rentan akan runtuh karena seringnya rangkaian pipa bor menggesek lubang pemboran.3. Adanya Penekanan (Pressure Surge) atau Penyedotan (Swabbing).Peristiwa ini terjadi pada saat keluar masuknya rangkaian pipa bor dapat menyebabkan terjadinya sloughing karena adanya perbedaan tekanan secara tiba-tiba saat dilakukan penekanan dan penarikan rangkaian pipa pemboran.4. Tekanan Batuan Formasi.Hal ini berhubungan dengan tekanan abnormal dimana tekanan hidrostatis lumpur pemboran lebih kecil dari tekanan formasi.5. Air Filtrat atau Lumpur Memasuki Pori-Pori Formasi Batuan. Peristiwa tersebut menyebabkan batuan mengembang dan terjadi swelling yang akan melemahkan ikatan antar batuan dimana akhirnya dapat menyebabkan terjadinya sloughing.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang pemboran dan shale problem berkaitan erat dengan dua masalah pokok, yaitu adanya tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air filtrat. Gejala-gejala umum yang terlihat jika sedang terjadi shale problem antara lain :1. Serbuk bor bertambah banyak.2. Lumpur menjadi lebih kental.3. Air filtrat bertambah besar.4. Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang pemboran.5. Torsi bertambah besar.6. Bit balling.

Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi shale problem antara lain :1. Pemakaian lumpur secara tepat, yaitu densitas lumpur cukup untuk menahan tekanan formasi. pH sesuai dengan jenis lumpur, semisal untuk lumpur PHPA pH ideal sekitar 8,5 dan untuk CLS pH antara 10 11, filtrasi bernilai rendah.2. Mengurangi kecepatan aliran lumpur pada annulus.3. Diusahakan pipa bor benar-benar dalam keadaan tegang4. Mengurangi kemiringan lubang pemboran5. Menghindari swabbing maupun pressure surge pada saat keluar masuknya pahat.

6.3. Peralatan dan Bahan6.3.1. Peralatana) 1. Fann VG2. Baroid Wall Building Tester 3. Tester Neraca4. pH Indicator5. Komprsesor6. Gelas Ukur7. Mud Mixer 8. Stop Watch9. Titration Disk 10. Jangka Sorong11. Filter Trap

Gambar 6.1. Fann VG

Gambar 6.2. Baroid Wall Building Tester

Gambar 6.3. Tester Neraca

Gambar 6.4. PH Indikator

Gambar 6.5. Kompresor

Gambar 6.6. Gelas Ukur

Gambar 6.7. Mud Mixer

Gambar 6.8. Stop Watch

Gambar 6.9.Titration Disk

Gambar 6.10. Jangka Sorong

Gambar 6.11. Filter Trap

6.3.2. Bahana) 1. Aquades2. Bentonite3. Nacl4. Gypsum5. Semen6. Soda Ash7. Monosodium Phosphate8. Caustic Soda9. EDTA Standart10. Murexid11. Asam Sulfat12. Indikator Phenolphtalin13. Indikator Methyl Jingga

Gambar 6.12. Aquades

Gambar 6.13. Bentonite

Gambar 6.14. Gypsum

Gambar 6.15. Soda Ash

Gambar 6.16. Monosodium Phospate

6.4. Prosedur Percobaan6.4.1.Kontaminasi NaCl1. Buat lumpur standar :22.5 gr bentonite + 350 cc aquades, ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.2. Tambahkan NaCl sebanyak 1 gr kedalam lumpur standar. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.3. Lakukan langkah b dengan penambahan NaCl masing-masing 3.5 gr, 7.5 gr dan 17.5 gr. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.4. Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 7.5 gr NaCl + 0.5 gr NaOH. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.5. Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr NaOH. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

6.4.2.Kontaminasi Gypsum1. Buat lumpur standar : Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.2. Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225 gr Gypsum. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.3. Lakukan langkah b dengan penambahan gypsum masing-masing 0.5 gr, 1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.4. Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr Gypsum + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.5. Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr soda ash.

6.4.3.Kontaminasi Semen1. Buat lumpur standar : Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.2. Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225 gr semen. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.3. Lakukan langkah b dengan penambahan semen masing-masing 0.5 gr, 1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.4. Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr semen + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.5. Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr Monosodium Phosphate.

6.5. Data dan Hasil PercobaanDari percobaan di peroleh hasil sebagai berikut :

Tabel 6.1 Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur PemboranKomposisi lumpurDial readingGel StrengthFiltration Loss

600300101007.5202530

Lumpur Dasar (LD)169432159.51113

LD + 7.5 gr NaCl43402125517252730

LD + 17.5 gr NaCl1915.5894.520242830

LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 NaOH909125261.814343741

LD + 0.9 gr Gypsum77707312029151718

LD + 1.5 gr Gypsum353021253.615263032

LD + 15 gr Gypsum + soda ash7567829228161820

LD + 1 gr semen15615016221029.6182022

LD + 1.5 gr semen2242073017818161819

LD + 1.5 gr semen + NH(H2PO4)4629717328171718

Tabel 6.2. Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur PemboranKomposisi LumpurTebal mud (mm)Volume H2SO4Volume EDTA (ml)

123

Lumpur Dasar (LD)1.11.71.7

LD + 7.5 gr NaCl43.94.2

LD + 17.5 gr NaCl43.94.2

LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 NaOH4.44.64.6

LD + 0.9 gr Gypsum1.51.51.50.6

LD + 1.5 gr Gypsum3.63.741

LD + 15 gr Gypsum + soda ash2.82.92.55.31.1

LD + 1 gr semen33.131

LD + 1.5 gr semen3.33.43.50.6

LD + 1.5 gr semen + NH(H2PO4)2.8330.4

6.6. Pembahasan6.6.1. Pembahasan PraktikumPada praktikum kontaminasi lumpur pemboran akan dijelaskan bahwa kontaminasi adalah salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran karena adanya material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut : Kontaminasi sodium clorida, kontaminasi gypsum, kontaminasi semen, kontaminasi hard water atau kontaminasi air sadah, kontaminasi carbon dioxide, kontaminasi hydrogen sulfide, kontaminasi oxygen.Kemudian dilanjutkan dengan melakukan percobaan kontaminasi lumpur pemboran menggunakan komposisi lumpur seperti Lumpur Dasar; LD + 7.5 gr NaCl; LD + 17.5 gr NaCL; LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 NaOH; LD + 0.9 gr gypsum; LD + 1.5 gr gypsum; LD + 15 gr gypsum + soda ash; LD + 1 gr semen; LD + 1.5 gr semen; LD + 1.5 gr semen + NH(H2PO4). Dari data tersebut kita dapat mengetahui nilai dari dial reading 600 maupun 300, gel strength 10 dan 10, filtration loss V0, V7.5,V20, V25, V30, tabel mud cake (mm), volume H2SO4, dan volume EDTA (ml). Pada setiap proses pemboran, hampir selalu terjadi kontaminasi-kontaminasi pada lumpur pemboran. Hal itu dapat mempengaruhi sifat fisik lumpur pemboran tersebut. Parameter-parameter yang berubah antara lain viskositas, gel strength, pH, dan ketebalan mud cake. Kontaminasi yang umumnya selalu terjadi adalah NaCl, gypsum, dan semen. Hasil percobaan diperoleh setelah lumpur dasar diberi kontaminan. Pada percobaan pertama ditambahkan NaCl, percobaan kedua diberikan gypsum, dan percobaan terakhir diberikan semen. Untuk lebih mudah menjelaskan hasil percobaan, maka dari data tabel diberi contoh grafik hanya pada perubahan gel strength 10, filtration loss V30, dan mud cake di percobaan ketiga setelah diberikan masing-masing kontaminan.

Grafik 6.1. Kontaminasi NaCl

Dari grafik terlihat lumpur dasar dengan gel strength 10 sebesar 32, filtration loss V30 sebesar 13, dan mud cake di percobaan 3 sebesar 1.7. Setelah diberikan 7.5 gr NaCl sebagai kontaminan, terjadi kontaminasi pada lumpur. Pada lumpur pemboran terjadi penurunan gel strength dari 32 ke 25, akan tetapi terjadi peningkatan filtration loss dari 13 menjadi 30 dan peningkatan tebal mud cake dari 1.7 menjadi 4.2. Setelah itu, setelah ditambahkan 0.5 gr NaOH, terjadi peningkatan gel strength menjadi 26, filtration loss menjadi 41, dan mud cake menjadi 4.6. Hal ini mengindikasikan apabila terjadi kontaminasi NaCl, maka mud cake akan semakin tebal dan menjadi masalah bagi pipa pemboran, karena semakin tebal mud cake maka pipa pemboran akan terjepit dan sulit untuk berputar serta diangkat ke permukaan. Kontaminasi NaCl juga mempengaruhi nilai gel strength, apabila gel strength terlalu besar maka akan mempersulit sirkulasi lumpur pemboran serta menambah beban mud pump.Dalam operasi pemboran kontaminasi NaCl, dapat menyebabkan rheologi lumpur (plastic viscosity, gel strength, filtration loss, pembentukan mud cake) berubah sehingga perlu ditambahkan zat additive seperti NaOH untuk menanggulanginya.

Grafik 6.2. Kontaminasi Gypsum

Pada ko