LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI MOLEKULER BLOK 5 “Isolasi DNA, Polymerase Chain Reaction, Elektroforesis” Oleh: Fadel Fikri Suharto 04101001035
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI MOLEKULER
BLOK 5
“Isolasi DNA, Polymerase Chain Reaction, Elektroforesis”
Oleh:
Fadel Fikri Suharto
04101001035
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya, Laporan
Pratikum Blok 5 tentang biologi molekuler ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.
Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Isolasi DNA
DNA pada organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan tumbuhan
terdapat di dalam inti sel, dan beberapa organ lain di dalam sel seperti mitokondria
dan kloroplast. Penyebutan nama DNA juga didasarkan pada lokasi asalnya. DNA
genome inti (nuclear DNA genome) berasal dari inti sel, DNA genom mitokondria
(mitochondrial DNA genome) berasal dari mitokondria, DNA genom kloroplast
berasal dari kloroplast. Pada organisme tingkat rendah, DNA penyusun kromosom
dan plasmid dibungkus oleh dinding sel (pada bakteri) atau dibungkus oleh protein
tertentu (pada virus). Kromosom eukariot berbentuk linear sedangkan kromosom
prokariot berbentuk sirkular. Selain itu prokariot juga mengandung satu atau lebih
plasmid. Plasmid merupakan mulekul DNA sirkular dengan ukuran yang jauh lebih
kecil dibanding kromosom.
Isolasi DNA kromosom.
Prinsipnya adalah memisahkan DNA kromosom atau DNA genom dari
komponen-komponen sel lain. Sumber DNA bisa dari tanaman, kultur mikroorganise,
atau sel manusia. Membran sel dilisis dengan menambahkan detergen untuk
membebaskan isinya, kemudian pada ekstrak sel tersebut ditambahkan protease (yang
berfungsi mendegradasi protein) dan RNase (yang berfungsi untuk mendegradasi
RNA), sehingga yang tinggal adalah DNA. Selanjutnya ekstrak tersebut dipanaskan
sampai suhu 90 oC untuk menginaktifasi enzim yang mendegradasi DNA (DNase).
Larutan DNA kemudian di presipitasi dengan etanol dan bisa dilarutkan lagi dengan
air.
Isolasi DNA plasmid
DNA plasmid merupakan wadah yang digunakan untuk kloning gen, sehingga
DNA plasmid harus di pisahkan dari DNA kromosom. DNA plasmid mempunyai
ukuran yang jauh lebih kecil daripada DNA kromosom. Untuk memisahkan DNA
plasmid, maka memerlukan perlakuan yang sedikit berbeda dengan prosedur di atas.
Pertama, membran sel dilisis dengan penambahan detergen. Proses ini
membebaskan DNA kromosom, DNA plasmid, RNA, protein dan komponen lain.
DNA kromosom dan protein diendapkan dengan penambahan potasium. DNA +
protein + potasium yang mengendap dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Supernatan
yang mengandung DNA plasmid, RNA dan protein yang tersisa dipisahkan.
Kemudian ditambahkan RNase dan protese untuk mendegradasi RNA dan protein.
Akhirnya DNA plasmid dapat dipresipitasi menggunakan etanol.
Isolasi RNA
RNA, terutama mRNA merupakan materi genetik yang mengkode suatu
protein. Jumlah populasi mRNA akan lebih banyak dibanding dengan DNA. mRNA
eukariot dapat dipisahkan dari DNA dengan menggunakan oligonukleotida dT. Atau
RNA total juga dapat di isolasi dari sel dengan menambahkan enzim DNase yang
berfungsi untuk mendegradasi DNA
Ekstraksi DNA dari organisme eukaryote (manusia, hewan dan tumbuhan)
dilakukan melalui proses penghancuran dinding sel (lysis of cell walls), penghilangan
protein dan RNA (cell digestion) dan pengendapan DNA (precipitation of DNA) dan
pemanenan. Berbagai teknik ekstraksi DNA telah dikembangkan dari prinsip dasar
tersebut, sehingga saat ini muncul berbagai teknik ekstraksi dan purifikasi DNA.
Prinsip dasar ekstraksi DNA adalah serangkaian proses untuk memisahkan DNA dari
komponen-komponen sel lainnya. Hasil ekstraksi tersebut merupakan tahapan penting
untuk langkah berikutnya. Oleh sebab itu dalam pelaksanaannya harus dilakukan
dengan baik dan bebas kontaminasi. Secara kimiawi penghancuran sel dilakukan
dengan memanfaatkan senyawa kimia seperti EDTA (ethyllenediamine tetraacetic),
dan SDS (Sodium Dodecyl Sulfate). EDTA berfungsi sebagai perusak sel dengan cara
mengikat ion magnesium (ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel
maupun mempertahankan aktivitas enzim nuclease yang merusak asam nukleat). SDS
merupakan sejenis deterjen yang berfungsi merusak membrane sel. Enzim proteinase
K dapat digunakan untuk menghancurkan protein. Kotoran akibat lisis sel dipisahkan
dengan cara sentrifugasi. Kemudian molekul nuleotida (DNA dan RNA) yang telah
dipisahkan dibersihkan dari protein yang masih ada dengan menggunakan phenol.
Dalam proses ini sebagian kecil RNA juga dapat dibersihkan. Sedangkan choloform
digunakan untuk membersihkan sisa-sisa protein dan polisakarida dari larutan. Enzim
RNAase digunakan untuk menghancurkan RNA sehingga DNA dapat diisolasi secara
utuh. Pemurnian atau purifikasi DNA dapat dilakukan dengan mencampur larutan
DNA tersebut dengan NaCl yang berfungsi memekatkan, memisahkan DNA dari
larutan, dan mengendapkan DNA sewaktu dicampur dengan ethanol. Proses
sentrifugasi dengan kecepatan tinggi akan mengendapkan tepung berwarna putih
(DNA) dan menempel di dasar tabung ependorf.
Pada manusia, hanya sel darah putih yang mempunyai inti dan mengandung
DNA. Agar lebih efisien, isolasi DNA dilakukan hanya terhadap sel darah putih. Oleh
sebab itu sampel darah total (whole blood) yang masih segar langsung dipisahkan
menjadi serum, sel darah merah dan sel darah putih (dilapisan buffy coat) dengan
teknik sentrifugasi. Setelah disentrifugasi, sampel darah total akan terbagi menjadi
tiga lapisan, yaitu lapisan paling atas merupakan serum, lapisan tengah berwarna
putih tipis adalah sel darah putih (buffy coat) dan lapisan bawah adalah sel darah
merah. Lapisan kedua yang merupakan sel darah putih diambil dengan klinipette. [2]
1.2. PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh
dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah
yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan
DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo
yang bersifat semi konservatif. PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara
dua primer, hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel
(in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai
cetakan (templat) yang mengandung DNA-target (yang akan di amplifikasi) untuk
pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat
(dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer
akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak
pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan
menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel
pada DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer
dengan menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat.
DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada
karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses
penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung
dengan arah 5’→3’ dan disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya
akan menambahkan dNTP yang komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada
rantai DNA templat.
Secara ringkas, PCR memanfaatkan enzim DNA polimerase yang secara alami
memang berperan dalam perbanyakan DNA pada proses replikasi. Namun demikian,
tidak seperti pada organisme hidup, proses PCR hanya dapat menyalin fragmen
pendek DNA, biasanya sampai dengan 10 kb (kb=kilo base pairs=1.000 pasang basa).
Fragmen tersebut dapat berupa suatu gen tunggal, atau hanya bagian dari suatu gen.
Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus
temperatur yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Tahapan
yang pertama adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada temperatur 94-
96 °C, yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal. Sesudah itu,
dilakukan penurunan temperatur pada tahap kedua sampai 45-60 °C yang
memungkinkan terjadinya penempelan (annealing) atau hibridisasi antara
oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan
oligonukelotida utas tunggal yang sekuens-nya dirancang komplementer dengan
ujung fragmen DNA yang ingin disalin; primer menentukan awal dan akhir daerah
yang hendak disalin. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau elongasi
(elongation), yaitu pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim
DNA polimerase. Temperatur pada tahap ini bergantung pada jenis DNA polimerase
yang digunakan. Pada akhirnya, satu siklus PCR akan menggandakan jumlah molekul
cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap utas baru yang disintesis akan berperan
sebagai cetakan pada siklus selanjutnya. [3] [4]
1.2.1. Tahapan PCR
1) Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi
dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi
menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen.
Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi
polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan
antara suhu 90 oC – 95 oC.
2) Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju
daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses
annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan
komplemen pada templat. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50oC –
60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen
tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila
dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
3) Reaksi polimerisasi (extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi
pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami
perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen
dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua
primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai
ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x.
Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi,
seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan
menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8
kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial.
PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus
akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA
yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan
menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses
PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler. [5]
1.3. Elektroforesis
Elektroforesis merupakan proses bergeraknya
molekul bermuatan pada suatu medan listrik.
Kecepatan molekul yang bergerak pada medan
lisrtik tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran.
Posisi molekul yang terseparasi pada gel dapat di
deteksi dengan pewarnaan atau autoradiografi, atau
pun dilakukan kuantifikasi dengan densitometer.
Banyak molekul biologi bermuatan listrik yang besarnya tergantung pada pH
dan komposisi medium dimana molekul biologi tersebut terlarut. Bila berada dalam
suatu medan listrik, molekul biologi yang bermuatan positif akan bermigrasi
keelektroda negative dan sebaliknya. Prinsip inilah yang dipakai dalam elektroforesis
untuk memisahkan molekul-molekul berdasarkan muatanya. Oleh karena partikel sol
bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan ini
disebut elektroforesis. Jika sistem koloid bermuatan negative, maka partikel itu akan
menuju elektrode positif
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan
berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik . Medan listrik
dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik
ini digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul,
misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif
dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke
kutub yang berlawanan muatannya maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub
negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah
muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk molekulnya. Pergerakan
ini dapat dijelaskan dengan gaya Lorentz, yang terkait dengan sifat-sifat dasar elektris
bahan yang diamati dan kondisi elektris lingkungan
Fe = qE
Ket :
F= gaya Lorentz
q= muatan yang dibawa oleh objek
E adalah medan listrik.
Secara umum, elektroforesis digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi,
dan memurnikan fragmen DNA. Pergerakan molekul terutama tergantung di muatan
yang ada pada permukaan partikel, tanda dan besarnya muatan pembawa oleh variasi
group ionogenik. Tergantung kepada kekuatan molekul listrik dan pH dari medium
dalam mengkateristik, sehingga pemisahan molekul dapat terjadi karena efek seleksi
dan medium yang sesuai.
Jenis Elektroforesis
1) Elektroforesis kertas adalah jenis elektroforesis yang terdiri dari kertas sebagai
fase diam dan partikel bermuatan yang terlarut sebagai fase gerak, terutama ialah
ion-ion kompleks. Pemisahan ini terjadi akibat adanya gradasi konsentrasi
sepanjang sistem pemisahan. Pergerakan partikel dalam kertas tergantung pada
muatan atau valensi zat terlarut, luas penampang, tegangan yang digunakan,
konsentrasi elektrolit, kekuatan ion, pH, viskositas, dan adsorpsivitas zat terlarut.
2) Elektroforesis gel ialah elektroforesis yang menggunakan gel sebagai fase diam
untuk memisahkan molekul-molekul. Awalnya elektoforesis gel dilakukan dengan
medium gel kanji (sebagai fase diam) untuk memisahkan biomolekul yang lebih
besar seperti protein-protein. Kemudian elektroforesis gel berkembang dengan
menjadikan agarosa dan poliakrilamida sebagai gel media [7]
Elektroforesis gel merupakan salah satu teknik utama dalam biologi
molekular. Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA, atau protein dapat
dipisahkan oleh medan listrik. Dalam hal ini, molekul-molekul tersebut dipisahkan
berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Laju
perpindahan tersebut bergantung pada ukuran molekul bersangkutan. Elektroforesis
gel biasanya dilakukan untuk tujuan analisis, namun dapat pula digunakan sebagai
teknik preparatif untuk memurnikan molekul sebelum digunakan dalam metode-
metode lain seperti spektrometri massa, PCR, kloning, sekuensing DNA, atau
immuno-blotting yang merupakan metode-metode karakterisasi lebih lanjut.
Gel yang digunakan biasanya merupakan polimer bertautan silang
(crosslinked) yang porositasnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk
memisahkan protein atau asam nukleat berukuran kecil (DNA, RNA, atau
oligonukleotida), gel yang digunakan biasanya merupakan gel poliakrilamida, dibuat
dengan konsentrasi berbeda-beda antara akrilamida dan zat yang memungkinkan
pertautan silang (cross-linker), menghasilkan jaringan poliakrilamida dengan ukuran
rongga berbeda-beda. Untuk memisahkan asam nukleat yang lebih besar (lebih besar
dari beberapa ratus basa), gel yang digunakan adalah agarosa (dari ekstrak rumput
laut) yang sudah dimurnikan.
Dalam proses elektroforesis, sampel molekul ditempatkan ke dalam sumur
(well) pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, dan listrik dialirkan
kepadanya. Molekul-molekul sampel tersebut akan bergerak di dalam matriks gel ke
arah salah satu kutub listrik sesuai dengan muatannya. Dalam hal asam nukleat, arah
pergerakan adalah menuju elektroda positif, disebabkan oleh muatan negatif alami
pada rangka gula-fosfat yang dimilikinya. Untuk menjaga agar laju perpindahan asam
nukleat benar-benar hanya berdasarkan ukuran (yaitu panjangnya), zat seperti natrium
hidroksida atau formamida digunakan untuk menjaga agar asam nukleat berbentuk
lurus. Sementara itu, protein didenaturasi dengan deterjen (misalnya natrium dodesil
sulfat, SDS) untuk membuat protein tersebut berbentuk lurus dan bermuatan negatif.
Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses pewarnaan (staining)
agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dilihat. Etidium bromida, perak, atau
pewarna "biru Coomassie" (Coomassie blue) dapat digunakan untuk keperluan ini.
Jika molekul sampel berpendar dalam sinar ultraviolet (misalnya setelah "diwarnai"
dengan etidium bromida), gel difoto di bawah sinar ultraviolet. Jika molekul sampel
mengandung atom radioaktif, autoradiogram gel tersebut dibuat.
Pita-pita (band) pada lajur-lajur (lane) yang berbeda pada gel akan tampak
setelah proses pewarnaan; satu lajur merupakan arah pergerakan sampel dari "sumur"
gel. Pita-pita yang berjarak sama dari sumur gel pada akhir elektroforesis
mengandung molekul-molekul yang bergerak di dalam gel selama elektroforesis
dengan kecepatan yang sama, yang biasanya berarti bahwa molekul-molekul tersebut
berukuran sama. "Marka" atau penanda (marker) yang merupakan campuran molekul
dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul
dalam pita sampel dengan meng-elektroforesis marka tersebut pada lajur di gel yang
paralel dengan sampel. Pita-pita pada lajur marka tersebut dapat dibandingkan dengan
pita sampel untuk menentukan ukurannya. Jarak pita dari sumur gel berbanding
terbalik terhadap logaritma ukuran molekul.[3] [4]
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Isolasi DNA
Alat :
Tabung sentrifugasi 15 ml (steril)
Rak tabung
Micropipettor (10-100 µl dan 100-1000 µl)
Pipet tip, volume 1000 µl dan 100 µl.
Freezer -20oC
Alat vortex
Waterbath
Mesin incubator
Ice bath
Mesin sentrifugasi
Tabung eppendorf 1,5 ml
Kertas absorban atau tissue
Bahan :
Phosphate buffer saline (PBS) pH 7,4
Saponin 0,5 % dalam PBS
Chalex-100 20 % dalam ddH2O
Cara kerja :
1) Ambil 200 ul darah dimasukkan ke dalam tabung 1,5 ml steril
2) Tambahkan PBS pH 7,4 sebanyak 1 l kedudian disentrifuge dengan kecepatan
5.000 rpm selama 5 menit
3) Buang supernatant. Ulangi pencucian ini selama 3 kali
4) Tabahkan 500 µl 0,5 % saponin dalam PBS dicampur dengan baik
menggunakan vortex kemudian diinkubasi dalam es selama 5 menit
5) Untuk mendapatkan hasil yang sempurna, inkubasi campuran terebut pada
suhu -20oC selama semalam
6) Keesokannya, dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10
menit
7) Sipernatan dibuang, ditambahkan 50 ul chelex-100 20 % dalam ddH2O pH
10,5 dan ditambahkan 100 ul ddH2O
8) Diinkubasi dalam air mendidih selama 10 menit. Selanjutnya, disentrifuge
dengan kecepatan 12.000 rpm elama 10 menit
9) DNA akan berada pada bagian supernatant (DNA containing water) lalu
bagian ini dipindahkan dalam tabung eppendorf 1,5 l steril dan disimpan pada
suhu -20oC
2.2. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Alat :
Micropipette (ukuran 0,1-10 µl, 10-100 µl dan 100-1000 µl)
Pipet tip
Tabung PCR volume 0,2 µl
Tabung eppendorf 1,5 ml
Rak tabung
Mesin vortex
Alat untuk spin (sentrifuge)
Mesin PCR
Bahan:
Suatu mix dari kit PCR yang terdiri dari : buffer 10X MgCl2 25mM, PCR
nucleotide mix (dNTP) 10 mM dan Taq DNA polymerase yang trgabubg
dalam PCR mix green go taq (promega)
Primer upstream dan downstream dengan konsentrasi masing-masing 40
pmol yang spesifik
Sampel DNA genomic dan ddH2O
Sekuen oligonucleotide primer upstream dan downstream (table 1)
Primer Sekuen Produk PCR
Forward 5’-CCCCTCCATCCATCCCACCCAGTCAAC-3’151 BP
Reverse 5’-AGGAAACGGTCGCTTCGACGTGCTG-3’
Table 1. sekuen primer yang digunakan untuk PCR
Cara kerja :
1) Campurkan : gotex 50 µl, ddH2O 45 µl, primer forward 2,5 µl, dan primer
reverse 2,5 µl kedalam eppendorf, pada masing-masing pencampuran diaduk
terlebih dulu
2) Setelah semua tercampur sebanyak 20 µl pada masing-masing eppendorf,
kemudian ditambahkan DNA sebanyak 5 µl pada masing-masing eppendorf.
3) Lalu dimasukkan kedalam alat PCR diset suhunya, didalam 2,5-3 jam.
Kondisi PCR untuk masing-masing analisis
Tahap Denaturasi Awal 95 oC (5 menit)
Siklus PCR 35
o Tahap Denaturasi 95 oC (45 detik)
o Tahap Annealing 65 oC (45 detik)
o Tahap Ekstensi 72 oC (45 detik)
Tahap Ekstensi Tambahan 72 oC (7 menit)
2.3. Elektroforesis
Alat :
Timbangan (Sartorius 2402)
Gelas ukur
Becker glass
Microwave untuk melarutkan gel agarose
Micropipettor (0,5-10 µl)
Pipet tip untuk volume 20 µl
Kertas parafilm
Bak elekroforesis beserta sisir
Mesin elektroforesis beserta power supply (BIO-RAD model 200/2,0 power
supply)
Cahaya ultraviolet (spectroline® longlife 1027 filter)
Kamera Polaroid (direct screen instant camera DS 34)
Film Polaroid (667 ISO 3000/DIN, 8,5 x 10,8 cm black and white instant
pack film) atau Geldoc
Bahan:
Gel agarose 2 % (mengandung 1 µl ethidium bromide 0,5 mg/ml dalam
larutan buffer TBE 1X)
Larutan buffer tris acetate EDTA (TBE) 1X
Tracking dye [0,25 % bromophenol blue (bio-rad, 161-0404); 0,25 % xylene
cyanol; dan 40 % sukrosa w/v]
Produk hasil PCR dan marker DNA (DNA molecular weight market XIV
100-1500 bp) yang terdiri dari 15 untai ganda fragmen DNA dengan panjang
pasang basa 100, 200, 300 dan seterusnya pada tiap pita-nya
Larutan TBE 1X dibuat dari larutan TAE 10X (Lonza) yang diencerkan
Cara kerja :
Kualitas DNA hasil amplifikasi dengan teknik PCR dilihat dengan
menggunakan teknik elektroforesis gel agarose (konsentrasi 2 %). Elektroforesis
dilakaukan didalam apparatus elektroporesis (horizontal MiniSubDNA Biorad)
yang berisi TBE 1X (Tris-Boric acid-EDTA, 10,8 g/l. tris pH 8.0 yang
mengandung 5.5 g/l Boric Acid dan 0,5 M EDTA pH 8.0) dan ditambahkan zat
interkalator Ethidium Bromide 0.1 %.
(0.25 % bromophenol blue, 40 % b/v sukrosa). Kemudian dimasukkan dalam
sumuran yang terdapat pada gel. Sebagai penanda ukuranpita-pita DNA hasil
elektroporesis pada gel. Gel elektroforesis pada tegangan listrik 110 volt 400 mA
dan waktu 45 menit. Selanjutnya dideteksi dengan menggunakan gel doc 1000
untuk di visualisasi denagn sinar ultra violet pada panjang gelombang 300 nm
dan direkam.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1. Hasil Pengamatan Isolasi DNA
Tabel 2. Pengamatan Urutan Poses Isolasi DNA
No Gambar Urutan Proses Isolasi DNA Keterangan
1Isolasi DNA dalam darah 200 uL
Warna larutan merah pekat (merah darah)
Belum terbentuk endapan, butiran kasar masih tersebar di sekitar larutan.
Sampel darah di masukkan
kedalam tabung yang steril
untuk diambil leukosit (sel
darah putih)
2
Setelah disentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit
Warna larutan masih merah darah
Terbentuk endapan
Setelah disentrifuge maka
pada sampel terjadi
penggendapat yang terletak
dibagian bawah tabung.
Lalu diambil supernatantnya
3
Setelah diinkubasi dalam suhu -20˚C selama semalaman
Warna larutan merah semakin pudar
.
Untuk hasil terbaik,
sebaiknya sampel diinkubasi
selama semalaman dangan
suhu -20˚C
4Setelah diinkubasi dalam air mendidih selama 10 menit dan disentrifuge dengan kecepatan 12.00 rpm selama 10 menit
DNA (berada pada bagian supernatant)
Keesokkannya, dilakukan
sentrifuge lagi, maka akan
dilihat kalau sekarang
sampel DNA.nya yang
berada di atas. Lalu, sampel
DNA itu yang diambil dan
dimasukkan ke tabung steril
yang lain.
3.2. Hasil Pengamatan Elektroforesis DNA
Tabel 3. Pengamatan Urutan Poses Elektroforesis DNA
No. Foto Hasil Pengamatan Keterangan
1
Sampel dimasukkan ke
dalam sumur yang
terdapat dalam gel.
2
Dari semua sampel,
hasil yang di dapat
adalah semuanya posif
DM (diabetes mellitus),
dengan 403 bp
BAB IV
DISKUSI / PEMBAHASAN
Percobaan ini dimulai dari penggambilan darah utuk diisolasi agar bisa mengambil
DNA yang berada dalam leukosit. Isolasi DNA itu sendiri bertujuan untuk memisahkan
campuran berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul
besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas
tabung.
Setelah mendapatkan DNA dari isolasi DNA. Maka DNA itu akan diuji kualitas dan
kuantitasnya melalui elektroforesis. Elektroforesis akan memisahkan DNA, RNA, dan protein
berdasarkan bobot molekul dan muatanya dengan menggunakan media pemisah.
Setelah itu hasilnya dapat di visualisikan menggunakan computer. Pada percobaan
kali ini hasil yang didapat adalah positf (+) diabetes mellitus pada keenam sampel karena
ditemukan fregmen DNA pada 403 bp.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://asris07.student.ipb.ac.id/2010/06/19/isolasi-dna/
2. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/2040101-isolasi-dna/
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Biologi_molekular
4. Sambrook J., Russel D.W. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Edisi ke-
3. Cold Spring Harbor Laboratory Press: Cold Spring Harbor, NY
5. http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/2040144-
polymerase-chain-reaction-pcr/
6. http://parts.mit.edu/igem07/index.php/McGill/PCR
7. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2066425-pengertian-
elektroforesis/
8. http://id.wikipedia.org/wiki/Elektroforesis
9. http://science-project.com/images/Electrophoresis.gif