Top Banner
UJI KUALITAS DAGING DAN PROSES PENGOLAHAN DAGING LAPORAN PRAKTIKUM 2 diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teknologi pengolahan hasil hewani yang diampu oleh Mustika NH, S.TP., M.Si Disusun oleh : 1. Dawamul Maziddin 1105919 2. Fuad Mahpudin 1105320 3. Purwa Gilang R. 1002356 4. Saeful Imam M. 1104248 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
35

LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI KELOMPOK 1.pdf

Oct 24, 2015

Download

Documents

Fuad Mahpudin

Ujii kualitas daging diantaranya Uji warna, Uji keempukan, dan Uji Keasaman, Uji susut masak, Uji Water Holding Capacity (WHC) dan Proses Pengolahan daging diantaranya Pengolahan baso, Pengolahan sosis, dan pengolahan kornet.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

UJI KUALITAS DAGING DAN

PROSES PENGOLAHAN DAGING

LAPORAN PRAKTIKUM 2

diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah teknologi pengolahan

hasil hewani yang diampu oleh Mustika NH, S.TP., M.Si

Disusun oleh :

1. Dawamul Maziddin 1105919

2. Fuad Mahpudin 1105320

3. Purwa Gilang R. 1002356

4. Saeful Imam M. 1104248

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

Page 2: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

ii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha

Esa, kami dapat menyelesaikan laporan praktikum, Uji Kualitas Daging

Dan Proses Pengolahan Daging berdasarkan salah satu tugas mata kuliah

teknologi pengolahan hasil hewani. Dengan ini semoga laporan pratikum ini

dapat memenuhi dan melengkapi salah satu tugas mata kuliah teknologi

pengolahan hasil hewani Kerangka materi yang tersaji dalam laporan pratikum

ini di susun berdasarkan dari hasil pratikum yang dilakukan.

Pratikum yang dilakukan adalah Uji Kualitas Daging maupun Proses

Pengolahan Daging. Adapun materi tambahan di ambil dari referensi lain, baik

buku maupun website yang meliputi adalah Uji Kualitas daging maupun

Proses Pengolahan daging. Serta dalam laporan ini meliputi tentang bagaimana

menguji kualitas daging diantaranya Uji warna, Uji keempukan, dan Uji

Keasaman, Uji susut masak, Uji Water Holding Capacity (WHC) dan Proses

Pengolahan daging diantaranya Pengolahan baso, Pengolahan sosis, dan

pengolahan kornet. Sehingga terwujud laporan tentang Uji Kualitas daging

Dan Proses Pengolahan Daging dan hingga mampu dijadikan sebagai

penambahan tentang pengetahuan tentang mata kuliah teknologi pengolahan

hasil hewani baik bagi penyusun maupun pembaca.

Tujuan utama penulis adalah selain dapat memenuhi salah satu mata

kuliah teknologi pengolahan hasil hewani yaitu dapat juga memberikan

dorongan dan motivasi untuk menggali informasi dan belajar secara pratik

seberapa besar penangangan dan pengolahan.

Meskipun telah berusaha segenap kemampuan, namun kami

menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, segala tegur sapa dan kritik yang di berikan akan penulis sambut dengan

kelapangan hati, guna perbaikan pada masa yang akan datang.

Page 3: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

iii

Akhir kata, penyusun berharap semoga laporan ini selain dapat

memenuhi salah satu tugas mata kuliah teknologi pengolahan hasil hewani

juga dapat memberikan nilai tambah bagi seseorang yang memanfaatkannya.

Bandung, 12 Oktober 2013

Penyusun

Page 4: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2. Tujuan Praktikum ......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3

BAB III METODE PRAKTIKUM ............................................................ 12

3.1.Uji Kualitas Daging ..................................................................... 12

a. Waktu dan Tempat Praktikum ................................................. 12

b. Alat dan Bahan ........................................................................ 12

c. Prosedur Kerja ......................................................................... 12

3.2.Proses Pengolahan Daging ............................................................ 14

a. Waktu dan Tempat Praktikum ................................................. 14

b. Alat dan Bahan ........................................................................ 14

c. Prosedur Kerja ......................................................................... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 18

4.1. Hasil ............................................................................................. 18

a. Uji Kualitas Daging ................................................................. 18

b. Proses Pengolahan Daging ...................................................... 18

4.2. Pembahasan .................................................................................. 19

a. Uji Kualitas Daging ................................................................. 19

b. Proses Pengolahan Daging ...................................................... 24

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 29

5.1.Kesimpulan .................................................................................... 29

5.2.Saran ............................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1 PRODUK OLAHAN DAGING

Page 5: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daging merupakan salah satu produk yang menjadi penyuplan protein

hewani bagi masyarakat Indonesia. Indonesia yang kaya akan kebudayaan

menyebabkan jenis olehan dari daging berbeda-beda antara satu daerah

dengan daerah lainnya. Beberapa daging yang lazim di konsumsi oleh

masyarakat Indonesia dan diolah menjadi aneka makanan adalah sapi,

kerbau, domba, kambing dan ayam/bebek. Tingkatan konsumsi akan

semakin bertambah mengingat semakin meningkatnya pertumbuhan

penduduk, meningkatnya daya beli dan meningkatnya kesadaran masyarakat

akan pentingnya protein hewani. Oleh karena itu, untuk menghasilkan

daging dengan kualitas dan kuantitas yang baik, maka perlu adanya

penanganan yang baik.

Penanganan daging sangat perlu dilakukan sedini mungkin setelah

ayam dipotong karena mempengaruhi kualitas daging itu sendiri. Tujuan

dari penanganan daging adalah untuk mencegah penurunan kualitas daging

sehingga memperpendek daya simpan daging. Parubahan fisik (warna dan

bau), perubahan cita rasa, yang kemudian dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan bagi konsumen.

Dading yang beredar dipasaran tentunya memiliki kualitas yang

bervariatif. Beragamnya kondisi ternak, cara pemeliharaan dan umur potong

dari ternak tersebut menyebabkan kualitas dari daging yang dihasilkan

menjadi beragam. Dengan beragam kondisi tersebut, pelanggan harus teliti

dalam memilih daging yang akan dikonsumsi.

Beberapa hal yang menjadi indicator kualitas daging diantaranya daya

ikat air, tingkat keempukan, besarnya susut masak an PH daging tersebut.

Hal- hal tersebut menjadi indicator akan kualitas daging yyang akan

dikonsmsi. Hal lain yang dapat diaplikasikan dalam memilih daging adalah

Page 6: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

2

dengan memperhatikan warna daging dan bau dari daging tersebut agar

terhindar dari tindakan penipuan seperti pengoplosan daging.

1.2. Tujuan Praktikum

1. Untuk mengetahui kualitas daging dengan melihat daya mengikat air,

susut masak, pH daging dan tingkat keempukan daging.

2. Mengetahui prosedur pengolahan baso, sosis, kornet dan tahapan penting

yang memerlukan penanganan untuk memperoleh produk yang

berkualitas.

Page 7: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan

termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, dan ginjal.

Soeparno (1994) mendefenisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua

produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan didasarkan

pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk olahan seperti

corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering dalam kehidupan

sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot,

meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi

tidaklah sama otot dengan daging (Suharyanto, 2008).

2.1 Uji Kualitas Daging

a. Warna Daging

Contoh penyebab terjadinya perubahan warna diantaranya adalah

lingkungan yang ekstrim ataupun penanganan yang buruk pada ayam,

sehingga mengakibatkan stress. Selain itu, bisa juga akibat memar yang

ditandai dengan pembentukan gumpalan darah pada daerah tertentu.

b. Daya Ikat Air

Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing disebut

sebagai Water Holding Capacity (WHC), didefinisikan sebagai

kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan

selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging,

pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai

kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang

mengandung cairan (water absorption).

Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air yang terikat

secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan

monomolekuler pertama, kedua air terikat agak lemah sebagai lapisan

Page 8: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

4

kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4%,

dimana lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air

meningkat. Ketiga dalah adalah lapisan molekul-molekul air bebas

diantara molekul protein, besarnya kira-kira 10%.

Denaturasi protein tidak akan mempengaruhi perubahan molekul

pada air terikat (lapisan pertama dan kedua), sedang air bebas yang

berada diantara molekul akan menurun pada saat protein daging

mengalami denaturasi (Wismer-Pedersen, 1971).

c. Susut Masak

Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama

pemasakan atau pemanasan pada daging. Pada umumnya, makin lama

waktu pemasakan makin besar kadar cairan daging hingga mencapai

tingkat yang konstan. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi

daging yang berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air

yang terikat dalam dan diantara serabut otot. Jus daging merupakan

komponen dari daging yang ikut menetukan keempukan daging

(Soeparno, 1992).

d. Nilai pH Daging

Nilai pH merupakan salah satu criteria dalam penentuan kualitas

daging, khususnya di Rumah Potong Hewan (RPH). Setelah pemotongan

hewan (hewan telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang

sangat kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai

konsekuen tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena

terhentinya pompa jantung. Salah satu proses yang terjadi dan

merupakan proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian

(36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah proses

glikolisis anaerob atau glikolisis postmortem. Dalam glikolisis anaerob

ini, selain dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan juga asam laktat.

Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dan

mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot.

Page 9: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

5

Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang

disebut daging) saat hewan hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah

hewan disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun

akibat adanya akumulasi asam laktat. Penurunan nilai pH pada otot

hewan yang sehat dan ditangani dengan baik sebelum pemotongan akan

berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar 7,0-7,2 akan

mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6-5,7

dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir

sekitar 5,5-5,6.

Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang

dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian). Nilai pH daging tidak

akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena

pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis

anaerob tidak aktif berkerja. (Lukman, 2010).

e. Keempukan Daging

Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya yang

dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan

daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu

berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara

serabut daging serta rigor mortis daging yang terjadi setelah ternak

dipotong. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging digolongkan

menjadi faktor antemortem (sebelum pemotongan) seperti genetik

(termasuk bangsa, spesies, dan status fisiologi), umur, manajemen, jenis

kelamin, serta stres, dan faktor postmortem (setelah pemotongan) yang

meliputi metode chilling, refrigerasi, pelayuan/pemasakan (aging),

pembekuan (termasuk lama dan temperatur penyimpanan), dan metode

pengolahan (termasuk metode pemasakan dan penambahan bahan

pengempuk). Keempukan daging dapat diketahui dengan mengukur daya

putusnya, semakin rendah nilai daya putusnya, semakin empuk daging

tersebut. Tujuan dari tinjauan ini adalah memberikan informasi mengenai

Page 10: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

6

keempukan daging dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (

Tambunan, 2010)

2.2 Proses Pengolahan Daging

a. Pengolahan Baso

Bakso merupakan salah satu produk olahan daging. Pengolahan

daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya simpan,

meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan nilai ekonomis. Subbab

ini menyajikan tentang pengertian bakso, komponen penyusun bakso,

dan cara pembuatan bakso.

Bakso adalah produk daging yang banyak dikonsumsi dan sangat

populer di kalangan masyarakat. Menurut Standar Nasional Indonesia

(1995) dalam Astiti (2008), bakso daging adalah produk makanan yang

berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak

(kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati (serealia) dengan atau

tanpa penambahan bahan makanan lain, serta bahan makanan yang

diijinkan. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan

mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang

digunakan serta perbandingannya di dalam adonan (Astiti, 2008).

Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk

membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan,

bakso babi, dan bakso sapi. Penggolongan bakso sapi menjadi tiga

kelompok masing-masing bakso daging, bakso urat, bakso aci.

Penggolongan itu dilakukan atas perbandingan jumlah tepung pati dan

jumlah serta jenis daging yang digunakan dalam pembuatan bakso.

Bakso daging dibuat dengan menggunakan daging dengan jumlah yang

lebih besar dibandingkan tepung pati yang digunakan. Bakso aci dibuat

dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan

jumlah daging yang digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging

dalam jumlah lebih besar dibandingkan jumlah pati, dan daging yang

Page 11: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

7

digunakan adalah daging yang banyak mengandung jaringan ikat (Astiti,

2008).

Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging

sangatlah mempengaruhi mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu,

digunakan jenis daging yang baik dan bermutu tinggi. Sebaikknya dipilih

jenis daging yang masih segar, berdaging tebal, dan tidak banyak lemak

sehingga rendemennya tinggi. Selain itu, cara pengolahan bakso juga

sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan, misalnya jika lemak

atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau agak abu-abu

(Astiti, 2008).

Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan

dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso.

Jika memakai tangan, caraya gampang saja, adonan diambil dengan

sendo makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola

bakso. Bagi orang yang telah mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup

dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke

arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk

bulatan lalu diambil dengan sendok (Astiti, 2008).

Cara yang paling mudah untuk menilai mutu bakso yaitu dengan

menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Hasil pengujian mutu

sensoris ini dapat diperkuat dengan pengujian fisik, kimiawi, dan

mikrobiologis yang tentu saja memerlukan teknik, peralatan, dan tenaga

khusus. Paling tidak ada lima parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu

penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur (Astiti, 2008).

Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi Bakso dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Kalori Kal 207,00

Protein g 18,80

Page 12: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

8

Lemak g

14,00

Kalsium

mg 11,00

Fosfor

mg 170,00

Besi

mg 2,80

Vitamin A

SI 30,00

Vitamin B1

mg 0,08

Air

g 66,00

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI

(1979).

b. Pengolahan Sosis

Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang

kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam

pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan

atau tidak dimasak. Menurut Kramlich (1971) dalam Fiqhi (2009), sosis

adalah makanan yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui,

umumnya dibentuk menjadi bentuk yang simetris (Fiqhi, 2009).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis

yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal

25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka

dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein. Hanya

saja, karena kadar lemak dan kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis

sebaiknya tidak dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah

Page 13: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

9

masalah obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya, dikemudian

hari. Jika anak anda suka makan sosis, sebaiknya anda memilih produk

sosis dengan kandungan lemak yang tidak terlalu tinggi (kurang dari

10%) (Farhan, 2012).

Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi

sua cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu

terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula- globula kecil

disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat

terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu. Protein-

protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan

membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang

terdispersi (Fiqhi, 2009).

Emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase terdispersi yang

terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini

biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu.

Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur,

keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang

jelas. Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan

lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai

afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini dinamakan pengemulsi (Fiqhi,

2009).

Klasifikasi sosis terdiri atas sebagai berikut (Nursiam, 2010) :

1. Sosis segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging yang

tidak dimasak, tidak dikuring, umumnya daging babi segar dan

terkadang daging sapi. Sosis jenis ini harus disimpan pada

refrigator dan dimasak dahulu sebelum dihidangkan.

2. Sosis asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai

karakteristik sama dengan sosis segar, namun sosis ini

diselesaikan dengan pengasapan untuk memberikan flavor dan

warna yang berbeda, serta harus dimasak dahulu sebelum

dikonsumsi.

Page 14: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

10

3. Sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu atau lebih

macam-macam daging skeltal atau daging unggas. Bahan-

bahan penyusunnya dari by product atau variety meats. Sosis

ini biasanya merupakan sosis dengan emulsi yang baik.

Frankfurters, Bologna dan liver sausage merupakan contoh

sosis ini.

4. Sosis kering dan semikering, merupakan sosis yang diproduksi

melalui proses fermentasi dengan persiapan paling rumit

diantara semua jenis sosis. Perhatian penuh sangat dibutuhkan

pada setiap tahap proses pembuataannya, dan harus dilakukan

selama beberapa bulan di bawah kondisi suhu dan kelembabab

yang terkontrol.

5. Daging spesial, merupakan produk yang dibuat dari daging

cacah yang biasanya dimasak atau cendrung dibakat daripada

diasap.

c. Pengolahan Kornet

Kornet merupakan salah satu jenis daging olahan yang berupa

daging giling kasar dengan bahan tambahan bahan pengisi dan bahan

pengikat serta bumbu-bumbu (Romans et al., 1994). Menurut Dewan

Standarisasi Nasional (1995), kornet umumnya dibuat dari daging sapi,

dalam pembuatan kornet daging yang digunakan merupakan potongan

daging segar atau beku (yang telah memenuhi persyratan dan peraturan

yang berlaku),

Bahan dasar pembuatan kornet daging sapi yang telah digiling.dan

selanjutnya bahan tambahan yang diperlukan yaitu garam dapur, nitrit,

alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak gula dan bumbu. Daging sapi yang

sudah digiling dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur daging,

bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen. Agar emulsi

tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan pada suhu

rendah (10-16oC).

Page 15: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

11

Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam

kaleng yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas. Setelah ditutup,

kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng ke

dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan 0,55 kg/cm2,

selama 15 menit. Agar daging tidak mengalami pemanasan yang

berlebihan, kaleng yang telah disterilkan harus segera didinginkan di

dalam bak pendingin yang berisi air

selama 20-25 menit. Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan

lap hingga kering, produk siap untuk diberi label dan dikemas (Astawan,

2007).

Page 16: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

12

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1.Uji Kualitas Daging

a. Waktu dan Tempat Praktikum

Waktu : Pukul 13.00-16.00 WIB

Tempat : Laboratorium Agroindustri, Gedung Baru FPTK Lt. 4,

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

b. Alat dan Bahan

Alat

1. Kompor

2. Kawat kasa

3. Sentrifuse

4. Beaker glass

5. Thermometer bimetal

6. Incubator

7. Gelas ukur 10 ml

8. Tabung sentrifuse 50 ml

9. Timbangan

10. PH meter

Bahan

1. Daging sapi segar

2. Kertas mm

c. Prosedur Kerja

Nama Kegiatan Prosedur kerja

1. Uji Warna - Amati warna dan flavor

sampel daging

- Nyatakan secara relative

dengan memberi tanda (+)

untuk merah dan (-) untuk

warna keungunan dan flavor

- Amati terhadap daging yang

direbus selama 15 menit

Page 17: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

13

2. Uji Keempukan - Tekan dengan jari pada

sampel daging, nyatakan

secara relative (+)

3. Pengukuran WHC dengan

Sentrifuse - Masukan 10 g daging cacah

halus kedalam tabung

sentrifuse 50 ml yang telah

diketahui beratnya.

- Masukan 10 ml akuades

kedalam tabung sentrifuse

- Tutup tabung setelah dikocok,

kemudian inkubasi semalam

pada suhu 0 C

- Sentrifuse tabung dengan

kecepatan 3000 rpm selama

20 menit

- Pisahkan cairan dari

campuran, ukur volumenya. (

% WHC = Volume air yang

terserap / berat daging )

-

4. Pengukuran PH - Ambil kertas PH yang sudah

disediakan,

- Kemudian tempelkan kertas

pH pada daging

- Catat hasilnya

5. Pengukuran Susut Masak - Siapkan sampel daging yang

akan di uji dengan berat 20 g

- Rebus air sampai mendidih

dalam beaker glass

- Rebus sampel daging sampai

Page 18: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

14

suhu dalamnya 81 C, lalu

angkat dan dinginkan

- Timbang sampel sampai

beratnya konstan. Persentase

susut masak dihitung dengan

rumus sbb:

Susut Masak (%) = (berat

awal – berat Akhir) / berat

awal x 100%

3.2.Proses Pengolahan Daging

a. Waktu dan Tempat Praktikum

Waktu : Pukul 13.00-16.00 WIB

Tempat : Laboratorium Agroindustri, Gedung Baru FPTK Lt. 4,

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

b. Alat dan Bahan

Alat

1. Pisau

2. Talenan

3. Kompor

4. Panci

5. Baskom

6. Chopper/ food processor

Bahan

1. Daging sapi segar

2. Tepung Tapioka

3. Garam

4. Merica bubuk

5. Sendawa

6. Bawang putih

7. Bawang merah

8. Selongsong sosis

9. Susu full cream

10. Pala bubuk

11. Nitrit

12. Tomat

13. STTP

Page 19: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

15

c. Prosedur Kerja

Nama Kegiatan Prosedur Kerja

1. Pengolahan Baso - Timbang daging sapi, cuci

sampai bersih dan tiriskan

- Potong menjadi beberapa bagian

- Giling daging dengan

menggunakan food processor

tambahkan 15% air es.

- Campurkan bumbu yang sudah

dihaluskan (garam 4%, merica

2,5%, bawang putih 2%, bawang

merah 6%, STTP 5% tapioca

20%)

- Kemudian lakukan pencetakan

- Rebus dengan air mendidih

hingga mengapung dipermukaan

air (15’)

- Tiriskan dan hitung rendemennya

- Amati sifat sensori (warna,

tekstur, flavor , rasa)

- Buat diagram proses

pembuatannya

2. Pengolahan Sosis - Timbang daging sapi, cuci

sampai bersih

- Potong menjadi beberapa bagian

campurkan dengan sendawa

0.5%

- Giling daging dengan

Page 20: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

16

menggunakan food processor

tambahkan 15% air es

- Campurkan bumbu yang sudah

dihaluskan (garam 4%, merica

1%, bawang putih 2%, bawang

merah 2%

- Campurkan juga dengan tapioca

25%, susu krim 10%, minyak

sawit 15%

- Lakukan shapping dengan cara

memasukan adonan sosis

kedalam stuffer, kemudian

kedalam seongsong, ikat per 6

cm

- Rebus dengan air 60 C selama 30

menit

- Tiriskan dan hitung rendemennya

- Amati sifat sensorinya

- Buat diagram prosesnya

3. Pengolahan kornet - Timbang daging sapid an cuci

sampai bersih

- Potong menjadi beberapa bagian,

tamabahkan garam 4% dan nitrit

0.5% (2% garam disuhu ruang

dan 2% garam disuhu dingin)

- Simpan selama 24 jam

- Amati

- Cuci daging hingga bersih,

kemudian tambahkan merica 2%

dan pala bubuk 2%

- Rebus dengan autoclave selama

Page 21: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

17

30 menit dalam air 100 C

- Angkat dan tambahakan susu

bubuk 25%, tomat 4%, bawang

merah 6%, garam 2%.

- Rebus kembali hingga homogeny

- Tiriskan dan htung rendemennya

- Amati sifat sensorinya

Page 22: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

a. Uji Kualitas Daging

Ulangan/

kelompok

Kelompok

1

Kelompok

2

Kelompok

3

Kelompok 4 Rata-rata

Warna Memucat

keunguan

Merah

gelap (++)

+,

yang

direbus

coklat ++

Merah +++ +++-

Flavor Sapi daging

matang +

+ Tidak

seragam

+

Tenderness Empuk + Lembut (+) Empuk + Empuk ++ Empuk +

WHC 0.583% 0.408 0.484% 0.4724% 0,48685%

pH 6 7 6 7 6,5

Susut

masak

Dari 20 g

menjadi

17.7 g

Dari 20.5 g

menjadi

19.7 g

(3.9%)

Dari 20 g

menjadi

19.08 g

Dari 20.01 g

menjadi 19.7

g (1.9%)

0,9 gram

b. Proses Pengolahan Daging

Perlakuan/

kelompok

Kelompok 1

20%

Kelompok 2

40%

Kelompok 3

60%

Kelompok 4

80%

Tapioka Persentase tapioca dihitung dari berat daging yang

digunakan

Warna Coklat Cokelat

pucat

Abu-abu Cokelat

Aroma Wangi

daging pekat

Asin daging Daging sapi Daging,

BTN

(bawang) ++

Rasa Baso Gurih asin Lebih terasa

bawang putih

Daging,

hambar

Page 23: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

19

serta kurang

garam

Tekstur Empuk,

lembut

Jika dilihat

oleh mata

(kasar +++)

Jika

dirasakan

oleh mulut

(liat tapi

keras ++)

Ketika

dipegang

(empuk +)

Kenyal

sedikit alot

Empuk, liat

(otot lemak

dalam

daging)

Rendemen 178.7 g

(dari asal

daging sapi

200 g)

340 g

(dari asal

daging sapi

200 g)

313.3 g

(dari asal

daging sapi

170 g)

500 g

(dari asal

daging sapi

419 g)

4.2. Pembahasan

Daging merupakan salah satu bahan makanan yang memiliki nilai

protein tinggi, baik untuk tubuh manusia maupun untuk pertumbuhan

organisme. Oleh karena itu, untuk mengetahui kesegaran daging tersebut

dilakukan uji sifat fisik terhadap daging segar. Sifat fisik yang diuji tersebut

meliputi pH daging, daya mengikat air, susut masak, dan keempukan

daging. Setelah melakukan pengujian terhadap sifat fisik daging segar, maka

didapatlah hasil yang menggambarkan kualitas daging tersebut diantaranya:

4.2.1 Uji Kualitas Daging

a. Pengamatan Subjektif Terhadap Warna

Berdasarkan hasil pengujian warna yang diperoleh

kelompok 1 yaitu warna merah keunguan, diantaranya yang

peroleh warna sama-sama merah yaitu kelompok 1,2,4

Page 24: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

20

sedangkan berbeda dengan kelompok 3 yang peroleh warna

coklat.

Berdasarkan pengamatan perbandingan warna diantara

kelompok lain dikarenakan warna merupakan salah satu

indikator kualitas daging meskipun warna tidak

mempengaruhi nilai gizi. Warna daging dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain faktor pakan, species, bangsa,

umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot),

pH dan oksigen. Penentuan warna tergantung dari konsentrasi

mioglobin. Warna daging tergantung dari tipe molekul

mioglobin, kondisi kimia, fisik serta komponen lain dalam

daging. Pengaruh pigmen kromoprotein, hemoglobin,

sitokrom, flavin dan vitamin B12 relatif sangat kecil. Kualitas

warna tidak mempengaruhi nilai gizi daging, tetapi daging

yang berwarna kuning cenderung berkualitas rendah. Lemak

marbling tidak mempengaruhi mioglobin dan hemoglobin,

tetapi lemak daging segar kadang-kadang berwarna kuning

karena akumulasi pigmen karotenoid di dalam jaringan.

Berdasarkan hasil uji organoleptik daging sapi (mutu

hedonik) yang tertera pada tabel dapat diketahui bahwa

warna pada bagian daging sapi rat-rata merah memucat

keunguan. Aroma yang dihasilkan dari bagian daging sapi

berbau. Tekstur untuk setiap bagian daging yang diuji pun

agak kasar.

Hasil uji organoleptik (hedonik) yang tertera pada tabel

menunjukkan bahwa warna, bau, dan tekstur pada bagian

daging sapi yang diuji disukai oleh para panelis. Warna, bau,

dan tekstur pada bagian daging sapi pun disukai. Begitupun

dengan warna, bau, dan tekstur pada bagian daging sapi

sama-sama disukai oleh para panelis.

Page 25: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

21

b. Pengukuran Subjektif Terhadap Keempukan

Keempukan dan tekstur daging merupakan penentu

paling penting pada kualitas daging. Keempukan daging

ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur

miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat

dan tingkat ikatan silangnya, dan daya ikat air oleh protein

daging serta jus daging.

Nilai keempukan yang diperoleh dari praktikum ini

antara lain rata-rata kelompok 1-4 peroleh data sesuai

pengujian (+) empuk/lembut. Hasil ini diperoleh karena

faktor internal dalam daging, misalnya potongan-potongan

yang berbeda. Selain itu, ptoses pelayuan juga dapat

mempengaruhi keempukan daging tersebut. Pengaruh

pelayuan dan peregangan otot terhadap daya putus Warner-

Bratzler menjadi lebih besar setelah pemasakan. Keempukan

bervariasi di antara spesies, bangsa, ternak dalam spesies

yang sama, potongan karkas, dan di antara otot, serta pada

otot yang sama.

Hasil kelompok 1, 2, 3, 4 yang menunjukkan bahwa nilai

keempukan daging adalah memperlihatkan bahwa daging

tersebut memiliki keempukan pada tingkat yang alot. Hasil

ini dapat diperoleh terjadi karena beberapa sebab, misalnya

pada saat pengujian di Warner-Blatzer memotong seratnya

dipinggir, atau pada waktu pemotongan masih panas seratnya

sehinggga seratnya masih mengembang dan menyebabkan

daging empuk. Daging yang alot hasil pengujian kelompok

1,2, 3, dan 4 dapat disebabkan karena kurangnya proses

pelayuan pada daging, karena keterbatasan waktu saat

distribusi ke pedagang.

Page 26: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

22

c. Pengukuran WHC/Daya Mengikat Air dengan Metode

Sentrifus

Hasil praktikum pengujian WHC memperoleh data

diantaranya kelompok 1 adalah 0.583%, berbeda dengan

kelompok 2 yaitu 0,408%, kelompok 3 yaitu 0,484% dan

kelompok 4 peroleh 0,006%. Hasil ini memperoleh data yang

sama dengan kelompok 2 dan 3 sedangkan kelompok 1 dan 4

peroleh lebih besar 0,583% dan 006%.

Nilai daya mengikat air ini dipengaruhi oleh protein

daging ditentukan dengan metode pengepresan. Penurunan

nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat

penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi kegagalan

serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami

translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku. Proses

pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein

daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan

semakin lemah, yang akan menyebabkan nilai daya ikat air.

Hal ini juga akan terlihat pada banyaknya cairan yang keluar

pada saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi

cairan yang keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai

daya ikat air oleh protein daging tersebut semakin rendah.

Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan

nilai susut masak.

d. Pengukuran pH daging

Hasil praktikum menunjukkan bahwa secara keseluruhan

dari kelompok 1 sampai 4 memiliki pH daging lebih dari

rata-rata pH 6-7. Hal ini menunjukkan hasil dari keempat

pengujian tersebut tidak berbeda nyata karena berasal dari

sumber yang sama, walaupun potongannya berbeda. Hasil

perhitungan pH dari keempat kelompok tersebut

Page 27: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

23

menunjukkan bahwa nilai pH yang diperoleh berada dalam

kisaran pH normal daging. Nilai pH daging segar.

Nilai pH juga berpengaruh terhadap keempukan daging.

Daging dengan pH tinggi mempunyai keempukan yang lebih

tinggi daripada daging dengan pH rendah. Kealotan atau

keempukan serabut otot pada kisaran pH 5,4 sampai 6,0 lebih

banyak ditentukan oleh status kontraksi serabut otot dari pada

oleh status fisik serabut otot.

e. Pengukuran Susut Masak Daging

Hasil pengujian susut masak daging peroleh nilai susut

masak kelompok 1 hingga 17,7 gr berbeda dengan kelompok

dengan kelompok 3 yang lebih kecil 15,7 gr dan kelompok 2,

4 yang memperoleh rata-rata 19 gr. Data ini diperoleh

perbandingan faktor salah satu perlakuan waktu pemanasan

hingga berbeda perolehan nilai susut masak daging.

Susut masak merupakan salah satu indikator sifat fisik

daging yang dihitung dalam praktikum ini. Nilai susut masak

ini juga tergantung dari kadar air dari daging tersebut.

Apabila kualitas daging tersebut bagus, maka susut masak

daging tersebut relatif rendah. Sebaliknya, apabila kualitas

daging buruk misalkan daging glonggongan, maka susut

masaknya akan tinggi. Hal ini tentu akan merugikan bagi

konsumen.

Nilai susut masak yang diperoleh dari praktikum ini

adalah mengalami penurunan dari kelompok 1 sampai 4

mendapatkan hasil 15-19 gr. Nilai-nilai ini termasuk normal,

sehingga dapat dikaterogorikan bahwa nilai susut masak

daging ini tidak terlalu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

daging tersebut masih memiliki kualitas yang bagus. Bahwa

daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki

Page 28: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

24

kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi

daging selama pemasakan juga rendah. Susut masak yang

rendah menunjukkan bahwa kadar airnya rendah. Dalam

pengujian ini susut masak daging yang berkurang disebabkan

adanya semakin tinggi daya mengikat air daging semakin

sedikit cairan yang keluar dari dagiing tersebut. Hal ini

mengakibatkan massa dari daging yang berkurang juga

sedikit. Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat

meningkatkan nilai susut masak

4.2.2 Pengolahan Daging sapi

a. Pengolahan Sosis Sapi

Berdasarkan hasil pengolahan daging yaitu pengolahan

sosis sapi diantaranya memperoleh data pengamatan dengan

perlakuan 2:1 dengan warna coklat muda, aroma daging sapi

dan tekstur kenyal, sedangkan diantara kelompok lain yang

berbeda perlakuan kelompok 2, 3 dan 4 memperoleh data

berbeda pula, namun warna sosis kelompok 1-4 peroleh warna

sama-sama cokelat pucat, rasa pun kelompok 1-4 meperoleh

sama-sama seragam dengan rasa asin menyerupai baso, tekstur

juga rata-rata kelompok 1-3 kenyal sedangkan berbeda dengan

kelompok 4 yang tekstur empuk karena dengan perlakuan yang

berbeda jauh antara 1 dan kelompok 4. Sedangkan aroma

kelompok 1, 3, dan 4 yang menyerupai daging sapi matang

berbeda dengan kelompok 2 peroleh aroma daging dan susu.

Hasil pengamatan ini dikarenakan sosis yang dihasilkan

memiliki tekstur yang kurang kenyal, karena saat memasukan

dalam selongsong masih terdapat beberapa udara dalam

selongsongnya. Dibandingkan dengan sosis dari kelompok

lain, sosis ini memiliki warna yang agak merah daging karena

pada adonan sosis tidak ditambahkan bahan-bahan yng

Page 29: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

25

memiliki warna yang mencolok. Selain itu, sosis crispy juga

tidak lengket ketika proses membuka sosis dari chasingnya.

Penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi berfungsi

untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur

yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan

penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat

irisan. Bahan pengikat air dibedakan berdasarkan kadar

proteinnya. Bahan pengikat mengandung protein yang tinggi,

sedangkan bahan pengisi pada umunya mengandung

karbohidrat saja.

Penggunaan tepung tapioka dimaksudkan sebagai

penambah atau campuran, untuk mengurangi biaya

penggunaan susu skim sebagai bahan pengikat (filler), selain

itu tepung tapioka juga dapat sebagai bahan pengisi dan

perekat (binder) untuk mempertahankan ukuran sosis saat

perebusan, meski kadar airnya tinggi. Penggunaannya tidak

lebih dari 30% dari daging yang digunakan, karena jika

berlebih, sosis akan terasa seperti tepung.

b. Pengolahan Baso Sapi

Hasil pengujian baso berdasarkan data pengamatan yang

diperoleh kelompok 1 warna cokelat, sedangkan kelompok 2

dan 4 sama-sama cokelat, berbeda dengan kelompok 3 yang

peroleh warna abu-abu. Aroma baso sapi kelompok

menghasilkan aroma daging sapi matang dan rata-rata sama

kelompok 2-4 menghasilkan aroma daging sapi matang.

Tekstur kelompok 1 yang empuk sedangkan kelompok 2-4

sama-sama empuk. berbeda dengan rasa yang berbeda-beda

diantara kelompok-kelompok lain, diantaranya kelompok 1

dengan rasa baso yang kental, kelompok 2 yang gurih asin,

kelompok 3 rasa bawang dan kelompok 4 rasa daging hambar.

Page 30: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

26

Hasil pengamatan kualitas bakso sangat ditentukan

perlakuan oleh kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan

mutu daging, banyaknya macam tepung yang digunakan serta

perbandingannya di dalam adonan. Kualitas bakso ditentukan

oleh banyak sedikitnya campuran tepung tapioka yang

ditambahkan, semakin banyak tepung tepioka yang digunakan

akan membuat kualitas bakso semakin rendah. Pemakaian

tepung dalam pembuatan bakso berfungsi sebagai bahan

pengental dan pengikat adonan, sehingga akan terbentuk

tekstur bakso yang baik. Untuk membuat bakso yang lezat dan

bermutu tinggi jumlah tepung yang dicampurkan sebaiknya

tidak lebih dari 15 % berat dagingnya.

Komposisi kimia bakso ditentukan oleh komposisi kimia

bahan penyusunnya. Bahan penyusun bakso sendiri antara lain

daging sapi, tepung, garam, putih telur, dan bumbu-bumbu

penyedap lainnya. Faktor lain daging yang digunakan untuk

pembuatan bakso haruslah daging yang baik, yang mempunyai

konsistensi padat (gempal), tidak mengandung lemak dan

jaringan ikat seperti daging bagian paha, dada dan punggung.

Hasil emulsi yang baik dapat diperoleh dengan cara

mencacah atau melumatkan daging pre-rigor bersama-sama

dengan es, garam dan bahan curing. Campuran kemudian

disimpan beberapa jam untuk memberi kesempatan ekstraksi

protein yang lebih efisien. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh

temperature selama proses emulsifikasi, ukuran partikel lemak,

pH, jumlah dan tipe protein yang larut, serta viskositas emulsi.

Suhu dan waktu pengolahan yang berlebihan dapat merugikan

dengan terjadinya denaturasi protein terlarut, penurunan

viskositas emulsi dan melelehnya partikel lemak (Soeparno,

2005).

Page 31: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

27

c. Pengolahan Kornet

Praktikum ini adalah mengenai pembuatan kornet, dimana

daging segar sebelum dibuat kornet harus dicuring dulu sehari

sebelumnya. Tujuan dari curing adalah untuk memberikan

warna merah cerah pada produk kornet yang dihasilkan.

Bahan-bahan curing memiliki fungsi masing-masing. Garam

dapur berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air dari protein

dan pembentukan emulsi serta sebagai bahan pengawet karena

dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Nitrit atau sendawa

yang ditambahkan memiliki fungsi untuk menstabilkan warna

dan menghambat pertumbuhan bakteri. Gula diberikan untuk

memodifikasi rasa dan dapat sebagai pengawet.

Berdasarkan pengolahan kornet kelompok 1 pada suhu

ruang menghasilkan warna pucat, sedangkan kelompok 2,3 dan

4 sama-sama menghasilkan warna coklat pucat. Warna

dihasilkan dari proses curing yang dilakukan ada yang berhasil

dan ada yang tidak. Curing yang berhasil ditandai dengan

warna daging gelap setelah disimpan pada suhu ruang selama

24 jam,sedangkan curing yang kurang berhasil adalah masih

ada warna merah pada daging.

Adapun aroma yang dihasilkan oleh kelompok 1 ialah

aroma menyengat pala, yang hampir seluruh kelompok 2, 3

dan 4 pun menyerupai sama-sama aroma pala. Timbulnya

aroma pala yang menyengat dengan faktor perlakuan

banyaknya presentase pala. Aroma yang ditimbulkan oleh biji

pala pun tidak kalah khasnya dengan bawang merah. Rasa dan

aroma produk daging berasal dari sejumlah bahan yang ada

dalam lemak dan bersifat menguap ketika dipanaskan. Bau dan

citarasa yang khas pada bawang merah disebabkan oleh adanya

senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti propil

sulfur.

Page 32: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

28

Tekstur yang lembut dan empuk dihasilkan oleh seluruh

kelompok 1,2,3 dan 4 disebabkan lamanya proses pemasakan

dan perebusan menghasilkan kornet yang empuk.

Pada pengolahan kornet kelompok 1 pada suhu freezer pun

tidak jauh berbeda dengan suhu ruang, namun hampir

keseluruhan dominan yang terlihat perbedaan dari segi aroma

dan rasa yang dominan ialah pala.

Berdasarkan hasil pengujian, secara umum rasa, aroma,

tekstur, dan warna dari kornet. Rasa, aroma, tekstur, dan warna

ini tentunya merupakan pengaruh dari proses pengolahan, baik

proses curing maupun pada saat pengolahan daging. Rasa dan

aroma yang disukai oleh panelis merupakan dampak dari

penambahan bumbu-bumbu, seperi gula, garam, pala, merica,

susu, bawang merah, tomat, dan penyedap rasa. Hal inilah

yang membuat rasa dan aroma kornet menjadi khas dan

disukai oleh panelis. Sehingga bahwa warna merupakan

parameter kuat yang mempengaruhi gairahnya panelis

menyantap kornet.

Page 33: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

29

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa susut masak

dipengaruhi oleh daya ikat air. Selain itu susut masak daging berbanding

lurus dengan pH dari daging tesebut maka pengujian sifat fisik terhadap

kualitas daging dapat dilakukan pada pH daging, daya mengkat air,

keempukan daging dan susut masak daging. Keempat indikator ini saling

berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.

Tingkat kecerahan wana pada daging bakso, sosis, dan kornet

ditentukan oleh bagian jenis daging, penambahan nitrit ataupun nitrat,

penambahan bumbu, penambahan BTM, pemasakan dan temperatur.

1. Tekstur pada daging bakso, sosis, dan kornet dipengaruhi oleh

kandungan kadar air, kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat

serta protein.

2. Aroma daging bakso, sosis, dan kornet dipengaruhi oleh banyak atau

sedikitnya bumbu yang diberikan.

3. Tingkat rasa pada bakso, sosis, dan kornet dipengaruhi oleh

banyaknya penambahan bumbu dan BTM yang diberikan pada

adonan.

4. Tingkat keempukan daging bakso dan sosis dipengaruhi oleh waktu

dan suhu pemasakan.

5. Tingkat keempukan dan kekenyalan daging kornet dipengaruhi oleh

tingkat proses curing yang stabil

6. Tingkat kekenyalan sosis dan bakso dipengaruhi oleh lama pemasakan

daging.

5.2. Saran

Waktu pelaksaan praktikum dilakukan lebih awal dikarenakan waktu

yang terbatas menjelang sore dan dilakukan manajemen waktu yang baik

dikarenakan bermacam proses pengolahan yang memakan waktu lama

Page 34: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Intannursiam. 2010. Pengujian-Kualitas-Daging. [Tersedia]. http: //

Intannursiam.wordpress.com/2010/09/22/Pengujian-Kualitas-

Daging. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2013

Suharyanto, 2007. Kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak. [Tersedia].

http://suharyanto.wordpress.com. Diakses pada tanggal 14 Oktober

2013

Rahmat. 2011. Daging Segar. [Tersedia]. http://pengolahanpangan.

blogspot.com/2011/07 /mengetahui- kualitas-daging-segar-dari.

html. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2013

Rais, H. 2011. Makanan Olahan Daging. [Tersedia]. http:// harfinad24090112.

wordpress.com/. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2013

Rohman, M. 2010. Bakso. [Tersedia]. http://seputarpanganindustri. blogspot.com/

2010/05/ bakso-oleh-muhammad- rohman-sekitar.html. Diakses

pada tanggal 15 Oktober 2013

Fiqhi, F. 2009. Sosis. [Tersedia]. http://fastasqi.wordpress.com/sosis/. Diakses

pada tanggal 15 Oktober 2013

Puspita, A. Kornet. [Tersedia].

http://anjanipuspita.wordpress.com/2012/03/17/kornet/. Diakses

pada tanggal 15 Oktober 2013

Page 35: LAPORAN PRATIKUM 2 UJI KUALITAS DAGING SAPI DAN PENGOLAHAN DAGING SAPI  KELOMPOK 1.pdf

LAMPIRAN 1 PRODUK OLAHAN DAGING

1. Bakso Daging Sapi

2. Sosis Daging Sapi

3. Kornet Daging Sapi

A B

Perlakuan Curing

A : Suhu 0 0C

B : Suhu Ruang